SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYAGAMA HUSADA MALANG 2018 1. Definisi Okratoksin A (AO) Okratoksin A berupa senyawa kristalin tidak berwarna dengan titik leleh 168°C yang larut dalam kloroform, metanol, asetonitril, dan natrium bikarbonat cair. Okratoksin A mempunyai rumus kimia C20H18ClNO6
Okratoksin A merupakan senyawa yang bersifat teratogenik, mutagenik, dan
karsinogenik. Selain itu, bisa menyebabkan gangguan pada sistem kekebalan untuk sejumlah spesies mamalia. Senyawa ini juga berpotensi menyebabkan kerusakan terutama pada ginjal karena zat tersebut yang masuk ke dalam tubuh (saluran pencernaan) didistribusikan oleh darah terutama ke ginjal. Konsentrasi yang rendah ditemukan pada hati, otot, dan lemak. Okratoksin A (OA) adalah mikotoksin yang dihasilkan terutama oleh Aspergillus ochraceus dan Penicillium sp yang tumbuh pada kisaran suhu 8-37°C (pertumbuhan optimum pada 25-31°C) serta pembentukan okratoksin A pada kisaran suhu 15- 37°C (pembentukan optimum pada 25 - 28 ° C) Widiastuti, (2006). Cendawan penghasil okratoksin yang pertama kali ditemukan pada tahun 1965 yaitu Aspergillus ochraceus. Di alam A. ochraceus terdapat pada tanaman yang mati atau busuk, juga pada kacang-kacangan, biji kakao dan biji kopi (Mantle dan Anna, 2000). Okratoksin A (OTA) merupakan jenis okratoksin yang paling toksik dibandingkan beberapa jenis okratoksin yang lain. Senyawa ini terdapat pada produk seperti kopi, bir buah kering, wine (anggur), kakao dan kacang-kacangan. Keberadaan Okratoksin A juga ditemukan selama proses pembuatan bir, roti, sereal, dan pengolahan kopi. Jika produk pangan tersebut disimpan dengan cara tidak layak maka konsentrasi okratoksin A dapat bertambah.Selain pada kopi dan kakao, okratoksin juga ditemukan pada komoditas jagung, anggur, gandum, sorgum, beras, kedelai, kacang-kacangan dan kopra. Selain itu, karena bersifat larut dalam lemak, OTA juga ditemukan pada susu, daging babi, dan ayam (Covarelli et al., 2012). World Health Organization (WHO) dan International Agency for Research on Cancer menggolongkan okratoksin sebagai senyawa toksik yang bersifat hepatotoksik, neurotoksik, teratogenik, imunotoksik, dan genotoksik (IARC, 1997; El-Khoory & Atoui, 2010). Kapang yang menghasilkan Okratoksin A adalah : - Aspergillus ochraceus, - Penicillium commune, - Aspergillus olliaceus, - Penicillium cyclopium, - Aspergillus astinus, - Penicillium purpurescens, - Aspergillus melleus, - Penicillium thoruii. - Aspergillus sulphureus, Dari tiga jenis okratoksin, yaitu A, B, dan C, jenis yang paling banyak dalam bentuk tepung sehingga lebih tahan terhadap cemaran cendawan (Yanuarti 2004). Kapang tersebut tumbuh pada bahan pangan atau pakan, baik sebelum dan selama panen atau saat penyimpanan yang tidak tepat (Binder 2007). Produksi okratoksin dipengaruhi oleh adanya interaksi dari beberapa faktor seperti suhu, substrat dan kadar air bahan. Pengeringan pangan dan pakan yang tidak maksimal akan mengakibatkan tumbuhnya jamur penghasil okratoksin, Rahmadi dan Fleet (2008).
2. Farmakokinetik Okratoksin A (AO)
Farmakokinetika merupakan aspek farmakologi yang mencakup nasib obat dalam tubuhbyaitu absorbsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresinya (ADME). Obat yang masuk ke dalam tubuh melalui berbagai cara pemberian umunya mengalami absorpsi, distribusi, dan pengikatan untuk sampai di tempat kerja dan menimbulkan efek. a. Absorbsi Zat okratoksin pertama kali ditemukan sebagai kontaminan alami pada jagung, dan ditemukan berkisar dibawah 50 pbb, namun jika penyimpanan produk kurang memadai maka konsentrasi OTA akan meningkat. Zat Okratoksin A masuk kedalam tubuh melalui saluran cerna bersamaan dengan makanan seperti jagung, kacang-kacangan yang masuk kedalam tubuh. Absorpsi dapat terjadi diseluruh saluran cerna setelah memasuki lambung dan akan beredar ke berbagai organ melewati peredaran darah dan okratoksin ini memiliki Target organ utama yaitu ginjal dan dikenal sebagai nephrotoxin pada semua spesies hewan dan manusia. Dalam usus, asam lemah terutama akan berada dalam bentuk ion dan karenanya tidak mudah diserap. Namun sesampainya di darah, mereka mengion sehingga tidak mudah berdifusi kembali. Dalam usus, terdapat sistem transpor carrier untuk absorbsi zat makanan seperti monosakarida, asam amino, dan unsur lain seperti besi, kalsium, dan natrium (Frank, 2010). b. Distribusi Setelah Okraktoksin A memasuki darah, ia berdistribusi dengan cepat ke seluruh tubuh. Laju distribusi ke tiap-tiap alat tubuh berhubungan dengan aliran darah tersebut. Hati dan ginjal memiliki kapasitas yang lebih tinggi untuk mengikat zat-zat kimia. Dalam alat-alat tubuh ini telah dikenal berbagai protein yang memiliki sifat pengikat untuk mengikat kadmium dalam hati ke ginjal., dan barangkali juga untuk mentransfer logam dari hati ke ginjal. Ginjal menghasilkan urin yang merupakan jalur utama eksresi toksikan. Ginjal mempunyai volume aliran darah yang tinggi, mengkonsentrasi toksikan pada filtrat, dan membawa toksikan tersebut melalui sel tubulus, serta mengaktifkan toksikan tertentu. Akibatnya ginjal merupakan organ sasaran utama dari efek okratoksin a ini. Salah satu faktor yang mempengaruhi perubahan struktur dan fungsi dari sel pada ginjal adalah adanya radikal bebas. Radikal bebas merupakan salah satu produk reaksi kimia dalam tubuh yang bersifat reaktif dan mengandung elektron yang tidak berpasangan pada orbital luarnya sehingga bersifat tidak stabil (Hanifah, 2008). c. Mekanisme
Toksin mempengaruhi enzim dalam metabolisme fenilalanin, mengubah sistem
transportasi mitokondria, menghambat ATP, serta meningkatkan produksi peroksidasi lemak, radikal dan superoksida hidrogen peroksida. Sekitar 4066% okratoksin diserap dari saluran pencernaan. Okratoksin dengan cepat mengikat serum albumin dan didistribusikan di dalam darah. Okratoksin terakumulasi pada ginjal, diikuti pada hati, otot dan lemak sehingga menyebabkan gangguan pembentukan daging. Pada manusia dan hewan, okratoksin diduga sebagai agen utama yang bertanggung jawab dalam penyakit ginjal, juga menimbulkan efek hemopoitik, kerusakan hati, dan gangguan pencernaan (Pfohl-Leszkowicz dan Manderville 2007). d. Ekskresi Setelah absorbsi dan distribusi dalam tubuh, toksikan tersebut dapat dikeluarkan dengan cepat atau perlahan. Mereka dikeluarkan dalam bentuk asal, sebagai metabolit, dan/atau sebagai konjungat. Jalur utama ekskresi Okratoksin ini adalah ginjal (urin) dan usus besar (diresorpsi oleh usus dan keluar dengan tinja). Ginjal membuang toksikan dari tubuh dengan mekanisme yang serupa dengan mekanisme yang digunakan untuk membuang hasil akhir metabolik faali, yaitu dengan filtrsai glomerulus, difusi tubuler, dan sekresi tubuler. Toksikan dalam fitrat glomerulus akan mengalami absorbsi pasif di sel-sel tubuler bila koefisien partisi lipid/airnya tinggi, atau tetap dalam lumen tubuler dan dikeluarkan bila ia merupakan senyawa yang polar.
3. Farmakodinamik Okratoksin A (AO)
Secara alamiah, sejumlah kapang menghasilkan mikotoksin selama proses metabolismenya. Mikotoksin bersifat racun bagi manusia; beberapa di antaranya sangat beracun sehingga bila terkonsumsi dalam jumlah sedikit dapat berakibat fatal. Mikotoksikosis ini terjadi apabila hewan atau manusia mengonsumsi toksin yang dihasilkan kapang secara terus-menerus dalam jangka waktu tertentu (singkat atau lama) hingga toksin tersebut terakumulasi di dalam tubuh. Bila organ penetralisir toksin pada tubuh seperti hati dan ginjal tidak dapat lagi mentoleransi racun pada ambang batas di dalam tubuh maka akan timbul kelainan patologis, yang ditandai oleh gejala klinis hingga kematian bila tidak dikendalikan. Bahaya dari OA yaitu dapat menimbulkan efek : hemopoitik, kerusakan hati, dan gangguan pencernaan, menyebabkan nefrotoksik (ginjal) dan nefrokarsinogenik potensial pada hewan dan manusia, pada laki-laki, kandungan okratoksin a yang terlalu tinggi didalam tubuhnya dapat menyebabkan kanker testis. Di daerah Balkan (Balkan Endemik Nepropatik),OA juga dihubungkan dengan nepropatik pada manusia yaitu timbulnya tumor pada ginjal. Nepropatik endemik merupakan penyakit pada ginjal yang menyerang manusia terutama di Bulgaria, Rumania dan Yugoslavia di semenanjung Balkan. Penyakit nepropatik diketahui juga terjadi pada babi di Denmark karna adanya OA pada pakan (Radic et al, 1997).