Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN KASUS I

F20.0 SKIZOFRENIA PARANOID

Disusun Sebagai salah satu syarat Kepaniteraan Klinik Madya pada SMF
Psikiatri RSJD Abepura

Disusun oleh :

CHARIS MON DCR RUMBEKWAN, S.Ked


0130840042

RUMAH SAKIT JIWA DAERAH ABEPURA


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS CENDERAWASIH
JAYAPURA-PAPUA
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Telah disetujui dan diterima oleh Penguji Laporan Kasus dengan judul diagnosis :

Sebagai salah satu syarat Kepaniteraan Klinik Madya pada SMF Psikiatri RSJD
Abepura
Fakultas Kedokteran Universitas Cenderawasih Jayapura

yang dilaksanakan pada :

Hari/Tanggal :
Tempat :

Mengesahkan
Penguji Laporan Kasus Bagian Psikiatri
Fakultas Kedokteran Universitas Cenderawasih

Dr. IDAWATI WAROMI, Sp.KJ

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................... i

DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii

DATA EPIDEMIOLOGI .................................................................................. 1

BAB I LAPORAN KASUS ................................................................................ 2

2.1.Riwayat Psikiatri ............................................................................... 2


2.2.Status Psikiatri .................................................................................... 7
2.3.Status Generalis ................................................................................. 10
2.4.Formulasi Diagnosis . ......................................................................... 12
2.5.Rencana Terapi .................................................................................. 13
2.6.Prognosis ........................................................................................... 14
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................... 15
3.1.Bagaimana mendiagnosis kasus ini? . ................................................ 15
3.2.Bagaimana penatalaksanaan pasien dalam kasus ini ......................... 23

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 30

ii
BAB I

DATA EPIDEMIOLOGI

No. Catatan Medik : 00011833


Nama : Tn. D.B.J
Jenis Kelamin :Laki-laki
Tempat/Tanggal Lahir :-
Umur : 23 Tahun
Pendidikan : SD
Status Pernikahan : Belum menikah
Suku/Bangsa : Ambon-Jayapura
Agama : Islam
Pekerjaan : Pekerja cucian motor
Alamat : Jalan Veteran Gg.Matoa Abepura
Ruang Perawatan : Pasien Ruang Kronis Pria I RSJD Abepura
Tanggal MRSJ : 07-11-2016
Tanggal Pemeriksaan : 19-02-2019
Yang Mengantar : Ketua RW 01, Bpk. Toni Suprianto
Alamat : Jalan Veteran Gg.Matoa Abepura
Pemberi Informasi : Ketua RW 01, Bpk. Toni Suprianto
Tempat pemeriksaan :Polik Psikiatri RSJD Abepura, Jayapura Provinsi
Papua.

1
BAB I I
LAPORAN KASUS
2.1. Riwayat Psikiatrik
A. Keluhan Utama Alasan dirawat.
Autoanamnesis : Pasien mengatakan pasien di bawah ke RSJ karena
pasien mengamuk dan berkelahi dengan warga sekitar
yang mengganggunya.
Heteroanamnesis : Ketua RW 01, Bpk. Toni Suprianto yang bertempat
tinggal di Jalan Veteran Gg.Matoa Abepura.
Pasien diantar ke polik karena pasien tidak bisa bicara, tidak memiliki
keluarga, dan tidak bisa mengurus diri, berpakaian compang camping dan
sering berbicara sendiri (Rekam medik pasien).
B. Riwayat Penyakit sekarang
Autoanamnesis : Saat di lakukan wawancara pada tanggal 19 Februari
2019, Pukul 15:42 Wit, pasien lebih kooperatif di bandingkan keluhan
yang di alami pasien saat awal masuk rumah sakit, saat di tanya walau
hanya melalui pertanyaan tertutup untuk mengarahkan pasien untuk
memahami jalan pikiran dan fungsi long time memory, short, midle time
memory pasien, di temukan kondisi pasien semakin lebih baik, walau
menurut laporan perawat pasien sering merasa tersisih jika pasien lain
lebih di perhatikan di bandingkan pasien, pasien akan marah dan
melakukan tindakan perkelahian terhadap pasien lain, namun dengan
teguran dari orang lain, pasien akan meredam emosinya dengan perlahan
walau masih tidak begitu stabil. Pasien terlihat lebih ramah, dengan
senyuman yang berseri saat diajak berpapasan, di bandingkan dengan
keluhan utama yang tertera di data Medical Record Pasien Pasien.
Dengan Mood yang tampaknya Eutimik (mood dalam rentang normal)
menyatakan tidak adanya mood yang depresi atau melambung, walauun
perasaan atau afek pasien masih terlihat Tumpul, namun pasien masih
bisa di ajak bercakap-cakap dengan mengatakan kita adalah
teman/saudara. Ketika diajak bercerita pasien mengatakan sejak ±2
setengah tahun lalu, pasien di bawah ke RSJD Abepura akibat keluhan

2
utama yang di deritai pasien, pasien menjalani rawat selama 2 tahun di
RSJD dengan keluhan, sering merasa ketakutan, ada yang ingin
membunuh pasien, mendegar suara-suara binatang, suara tertawa, suara
tangisan, melihat bayangan orang-orang yang telah mati, mencium bau-
bau aneh, bau busuk, membuat pasien merasa seperti ada yang ingin
membunuhnya. Pasien merasa cemas dan ketakutan, factor tersebut
membuat pasien menjadi semakin terpuruk, kadang diam sendiri, merasa
terusik dan memancing emosi pasien, kadang pasien terlibat perkelahian
dengan masyarakat lingkungan dimana pasien tinggal SMRS.
Namun 1 tahun terakhir ini pasien berkata, pasien merasa ebih baik,
tidur lebih nyaman, walu kadang efek samping obat memberikan masalah
kontraksi otot volunter pasien, wajah, bibir dan pasien kadang mual,
namun kondisi fungsi kognitif pasien dan intelektual pasien semakin
dirasakan membaik, suara-suara dan bayang-bayang yang menggangu
pasien perlahan mulai mengecil, dan menghilang. Pasien merasakan
tubuhnya lebih nyaman jika dosis obat yang di berikan memberikan efek
sedative pada pasien, sehingga pengobatan pasien hanya di lakukan atau
obat hanya di minum pada malam hari, untuk membantu tidur pasien
Pasien juga mengatakan beberapa bulan terakhir, sekitar bulan
desember frekuensi suara-suara aneh yang di dengar pasien sudah
semakin menghilang, membuat pasien sudah semakin kooperatif untuk
diajak interaksi, walau fungsi kognitif pasien masih kurang membaik dan
mood pasien kadang kala berubah –ubah.
Keluhan yang memperberat pasien SMRS semakin berkurang dan
terlihat pasien betah dan taat sama aturan pengobatan yang di terapkan
pada pasien (Menurut laporan Perawat dan Kepala ruang rawat Kronis
Pria I ) dan pasien semakin aktif melalui kegiatan terapi, rehabilitasi,
psikososial, pasien di bina untuk berintraksi dengan lingkungan,
melakukan olah raga setiap hari jumat, selain itu melalui wawancara
singkat mengenai masalah religious pasien, pasien mengatakan ingin
melakukan ibadah, namun RSJD Abepura belum memiliki Mushola

3
untuk beribadah, dengan demikian untuk masalah penanganan emosi dan
mental pasien yang dahulunya buruk, kini semakin membaik.
Di butuhkan observasi lebih lanjut masalah terapi dosis peliharaan
pada pasien untuk tahap pemulihan, di harapkan pasien mengalami
pemulihan secara bertahap, untuk mengembalikan fungsi mental dan
kejiwaan pasien, sehingga mencegah disabilitas pada pasien, dan harapan
utama adalah pasien dapat pulih lebih baik lagi, sehingga kulitas hidup
pasien akan kembali kepada rasa percaya diri untuk melakukan aktivitas
dan fungsi sosial lainnya. Walaupun mungkin ada sedikit masalah,
namun terapi dan kontrol obat akan membantu pasien untuk pemulihan
untuk mencegah kekambuhan.
Untuk sementara pasien masih mejalani perawatan rawat inap, selama
hampir kurang lebih 2 tahun setengah, walau tidak ada keluarga yang
selama ini mengunjungi pasien, namu perhatian klinis dan perawatan
yang di terima pasien, dalam kurung waktu beberapa bulan terakhir ini
pasien memperlihatkan gejala pemulihan yang semakin baik. Di
butuhkan pembinaan mental, fisik dan spiritual pasien sehingga konsep
perawatan diri dan harga diri pasien dapat di tumbuhakn kembali.
C. Riwayat medis dan Psikiatri dahulu
Anak : Sejak kecil tidak pernah sakit berat.
Dewasa : Pasien memiliki riwayat pengobatan di RSJD Abepura
sejak tahun 2016.
Trauma : Berdasarkan anamnesis, pasien mengatakan pasien pernah
mengalami trauma jatuh pada saat bekerja di bangunan,
namun tidak ada tindakan medis lanjutan untuk
mngetahui apakah ada masalah pada dari pasien, dan
waktu berlalu di biarkan dan di anggap tidak memiliki
efek dan dampak apa-apa terhadap pasien.
D. Riwayat Gangguan Fisik
Riwayat kejang (-), Diabetes Melitus (-), dan Hipertensi (-).

4
E. Riwayat Penggunaan Zat
Autoanamesis :
 Riwayat merokok (+).
 Riwayat konsumsi minuman beralkohol (-).
 Riwayat penggunaan ganja dan penggunaan zat adiktif disangkal.
 Aibon (+)
F. Riwayat kehidupan keluarga
Pasien merupakan anak tunggal satu-satunya, dan hidup dengan
orang tuanya saat masa balita sebelum akhinya pada usia < 11 tahun
pasien mengalami trauma kehilangan akibat kematian kedua orang tua
pasien, riwayat psikiatri ayah dan ibu tidak di ketahui.
Genogram

Keterangan
Perempuan :
Pasien merupakan anak tunggal.
Laki-laki :
Pasien :
Meninggal : X

G. Riwayat Premorbid
A. Riwayat Prenatal dan Perinatal
Tidak di evaluasi.
B. Masa kanak-kanak awal ( 0 sampai usia 3 tahun)
Tidak di evaluasi.
C. Masa kanak-kanak pertengahan (usia 3-11 tahun)
Pertumbuhan dan perkembangan pasien sama seperti anak
seusianya. Menurut keterangan pasien (Saat di Anamnesa), pasien
mengalami masa kecil yang sangat berbeda dengan anak-anak lain
pada umumnya, karena berbagai factor pasien memilih pergaulan

5
yang membuat dia terjerumus dengan hal-hal yang mempengaruhi
kesehatan pasien, seperti rokok, Lem FOX/Aibon dan pasien juga
sering mengalami trauma kekerasan pada masa kanak-kanak
pertengahan ini, karena kehidupan pasien di pinggiran jalan.
Kemudian pada usia sekitar 10/11 tahun pasien mengalami
trauma kehilangan kematian ibunya, membuat pasien semakin
menderita tekanan di dalam pikiran pasien, membuat pasien
mengalami kecemasan social, trauma masa kecil yang membuat
pasien terpukul atau keadaan ini bisa di sebut PTSD yang merupakan
salah satu faktor pencetus gangguan kejiwaan di saat dewasa, akibat
stress dan trauma biopsikososial pasien.
D. Masa kanak-kanak akhir (pubertas sampai remaja)
1. Hubungan dengan keluarga: Pasien saat itu tidak memiliki
keluarga dan hanya tinggal dengan teman kenalan pasien yang
bekerja bersama pasien di pekerjaan kuli bangunan.
2. Riwayat sekolah: pasien hanya menamatkan SD, Sekolah
Menengah Pertama (SMP) tidak sempat di rasakan pasien
perihal kematian orang tua pasien.
3. Hubungan sosial: pasien memiliki banyak teman dan bergaul
baik dengan teman sebayanya, namun sering medapat cemohan
sehingga pasien menarik diri dari lingkungannya dan sering
melamun sendiri dan merasa tertekan dan ketakutan (SMRS).
4. Perkembangan motorik dan kognitif: Pasien tidak memiliki
kesulitan saat belajar saat SD, sebelum mengalami gangguan
kejiwaan akibat factor-fator penyebab.
5. Masalah fisik atau emosional: Pasien memiliki fisik yang baik,
namun emosional yang kadang tidak bisa di control, perihal
ejekan yang di terima dari lingkungannya, yang membuat pasien
marah, mengamuk, dan merasa tertekan, dan sering berbicara
sendiri dan melamun.

6
E. Masa Dewasa
1. Riwayat pendidikan
Pasien hanya menamatkan Sekolah Dasar (SD).
2. Riwayat pekerjaan
Pasien hanya bekerja sebagai Kuli bangunan, dan bekerja
sebagai pekerja cucian motor (SMRS).
3. Riwayat pernikahan
Pasien belum menikah.
4. Riwayat hukum
Pasien tidak memiliki masalah dengan hukum (SMRS).
5. Riwayat ekonomi
Pasien biasanya mendapatkan penghasilan dari hasil bekerja
sebagai pekerja cucian motor untuk menghidupi diri pasien yang
saat itu hanya menumpang di rumah kerabat pasien.
6. Riwayat agama
Pasien baragama islam, namun keterangan dari pasien bahwa
jarang bahkan tidak pernah beribadah.
7. Riwayat Sosial
Hubungan pasien dengan warga sekitar cukup baik, sebelum
kondisi kejiwan pasien memburuk.
2.2.Status Psikiatrik
Kesadaran Compos Mentis Pasien secara sadar penuh terhadap
lingkungan serta memberikan reaksi
yang memadai.
Orientasi Orang :baik Pasien tau pasien sedang berada
dimana, dan memahami situasi
setempat.
Tempat :baik Pasien mengatakan ini adalah Rumah
Sakit Jiwa Abepura.
Waktu : Baik Pasien tahu dan bisa membedakan
antara pagi, siang dan malam.
Penampilan Cukup bersih, Pasien laki-laki, tinggi badan ± 160

7
menggunakan cm, BB: 70 kg, berkulit sawo matang ,
pakaian sesuai usia memakai baju kaos warna biru, celana
pasien (Saai di rawat kain pendek.
di RSJD Abepura)
Roman Inppropriate Ekspresi wajah pasien tidak sesuai
muka dengan irama perasaan emosional,
dengan gagasan pikiran atau
pembicaraan yang menyertainya.
Perilaku Kontak : ada Pasien jarang melihat orang yang
terhadap mengajaknya bicara. Namun pasien
pemeriksa bicara hanya jika di Tanya
mengunakan pertanyaan tertutup,
namun pasien sesekali mengatakan
rasa takut, rindu terhadap ibu dan
ayahnya.
Rapport : kurang Pasien menjawab pertanyaan yang
adekuat ditanyakan hanya jika menggunakan
pertanyaan tertutup untuk di arahkan
demi mencari penyebab dan factor
penyerta gangguan yang di alami
pasien.
Sikap terhadap Pasien tidak menolak untuk diperiksa
pemeriksa :
Kooperatif
Atensi Kurang Baik Pasien tidak terlalu fokus pada setiap
pertanyaan yang diberikan.
Bicara Artikulasi : Jelas Intonasi ucapan terdengar jelas, namun
suara pasien terdengar sangat kecil saat
pasien menjawab pertanyaan.
Kecepatan bicara : Pasien berbicara dengan lambat dan
Lambat suara pasien sangat kecil.
Emosi Mood :Eutimik Mood dalam rentan normal,

8
menyatakan tidak adanya mood yang
depresi atau melambung.
Afek : Tumpul Penurunan berat pada intensitas irama
perasaan yang diungkapkan keluar.
Persepsi Ilusi : Ada Pasien melihat orang lain seperti
keluarga pasien yang sudah meninggal,
mau mebunuh dan mencelakakan
pasien (Keluhan 1 tahun teakhir).
Halusinasi : Ada Pasien mendengar bisikan yang
menyuruh pasien untuk bangun dari
tidurnya dan berjaga diri, yang
membuat pasien ketakutan.
Depersonalisasi: -
Tidak ada
Pikiran Bentuk : Tidak logis Pasien tidak dapat menjelaskan siapa
dirinya sesuai dengan kenyataan secara
keseluruhan.
Isi : Waham Pasien berkeyakinan bahwa ada yang
paranoid ingin menyakitinya, membunuhnya
dan cuma ayahnya yang bisa
menyelamatkannya
Arus : Koherensia Kalimat pembicaraan pasien dapat
dipahami
Memori & Konsentrasi : Kurang Pasien menjawab baik, namun kadang
fungsi Baik diam dan baru sadar kalau ada yang
kognitif bertanya beberapa detik kemudian.
Memori :Baik Pasien masih mengingat kejadian yang
terjadi dengan baik pada masa kecilnya
dan alasan kenapa pasien berada di
RSJD, Long Time Memory pasien
masih dapat di kelola walau tidak
maksimal.

9
Tilikan Tilikan IV Pasien menyadari dirinya sakit dan
mebutuhkan bantuan namun tidak
memahami penyebab sakitnya.

2.3.Status Generalis
A. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Tenang
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 120/90 mmHg
Nadi : 99 x/menit
Respirasi : 21 x/menit
Suhu : 36,6 °C
SPO2 : 98%
1. Kulit
Inspeksi : purpura (-), petekie (-), anemia (-), ikterik (-), Bertato (+)
Palpasi : nodul (-), sklerosis (-), atrofi (-)
2. Kepala dan Leher
Inspeksi : normosefali
Palpasi : pembesaran KGB (-/-), peningkatan JVP (-/-)
Auskultasi : burit (-)
3. Mata
Inspeksi : konjungtiva anemia (-/-), sklera ikterik (-/-), merah (-), mata
berair (-), ptosis (-), pandangan kabur (-/-), pupil isokor kiri dan kanan.
4. Telinga
Inspeksi : serumen minimal, sekret (-/-)
Palpasi : nyeri mastoid (-/-)
5. Hidung
Inspeksi : epistaksis (-/-)
Palpasi : nyeri (-/-)
6. Mulut
Inspeksi : perdarahan gusi (-), pucat (+), sianosis (-), stomatitis (-),
leukoplakia (-), gigi caries (-).

10
7. Toraks
Inspeksi : simetris
Palpasi : fremitus vokal simetris
Perkusi : sonor
Auskultasi : suara napas vaskuler, wheezing (-/-), rhonki (-/-).
8. Jantung
Inspeksi : Ictus cordis (-)
Palpasi : Thrill (-)
Perkusi : pekak
Auskultasi : Bunyi Jantung I - II Reguler
9. Abdomen
Inspeksi : cembung.
Auskultasi : Timpani
Palpasi : Nyeri Tekan (-), Hepar / lien tidak teraba
Perkusi : Bising Usus (+)
10. Ekstremitas
Inspeksi : deformitas (-), kemerahan (-), varieses (-)
Palpasi : panas (-), nyeri (-), massa (-) di selangkangan, edema (-)
11. Status Neurologis
Nervus I-XII : Tidak di evaluasi.
Rangsang Meningeal : Tidak di evaluasi.
Gejala Peningkatan TIK : Tidak di evaluasi.
Refleks Fisiologi : Tidak di evaluasi.
Refleks Patologi : Tidak di evaluasi.
B. Pemeriksaan Laboratorium
Parameter Hasil Satuan Nilai rujukan
kadar HGB 15,2 gr % Lk: 13,4-18,0 pr: 11,4-
16,4
Jumlah 6400 mmk 4.000-11.000
leukosit
Jumlah 5,3 Juta/mm3 Lk: 4,6-6,5 Pr: 3,9-5,6
Eritrosit

11
Jumlah 223.000 Ribu/mm3 150.000-450.000
trombosit
Hematokrit 47 % LK: 40-45 Pr: 35-47
LED 5-15 Mm/jam LK: 0-10 Pr: 0-15
Jumlah 0,1 % 0,5-2
retikulosit
DDR - 1-10 parasit per 100
lapang pandang

2.4.Formulasi Diagnosis
Berdasarkan data yang didapatkan dari hasil wawancara dengan pasien
ditemukan adanya masalah yang muncul yang mengakibatkan perubahan
sikap, perilaku dan emosi pada pasien (SMRS) dan gejala yang masih di
alami pasien selama 2 tahun lebih, menjalani perawatan di RSJD Abepura.
Perubahan pola perilaku dan psikologis pada pasien saat ini memenuhi
kriteria diagnostik F20.0 skizofrenia paranoid yang telah memasuki
stadium kronis (Stabilisasi) berdasarkan Pedoman Penggolongan dan
Gangguan Jiwa di Indonesia (PPDGJ III), pasien telah di diagnosis
mengalami gangguan kejiwaan sejak tahun 2016, sampai sekarang dengan
diagnosis yang sama dan sedang menjalani terapi rutin dan rawat inap di
RSJD Abepura Ruang rawat inap Kronis Pria I.
a. Diagnosis Multiaxial
 Axis I : F20.0 skizofrenia paranoid
 Axis II : Tidak ada
 Axis III : Tidak ada
 Axis IV : Masalah berkaitan dengan lingkungan sosial.
 Axis V : GAF 50-41 gejala berat (Serious), disabilitas berat.
b. Diagnosis Banding
- Epilepsi dan psikosis yang di induksi oleh obat-obatan.
- Keadaan paranoid involusional.
- Paranoia (F22.0).
-

12
2.5. Rencana Terapi
A. Psikofarmako
Terapi :
 Oral : Olanzapin 10mg, Anjuran Pemberian : 2x1.
 Chlorpromazine 100mg Anjuran Pemberian : 2x1.
 Trihexylphenidyl 2mg Anjuran Pemberian : 1x1.
B. Farmakologi
Terapi yang di jalani pasien hanya untuk Penyakit Psikotik pasien
sudah berjalan cukup lama dan hasil cukup memuaskan dan obat yang di
konsumsikan pasien di minum secara rutin tanpa terapi penyakit penyerta.
C. Psikoterapi
1. Psikoterapi supportif
- Pengenalan terhadap penyakitnya, manfaat pengobatan, cara
pengobatan dan efek samping pengobatan.
- Memotivasi pasien agar minum obat secara teratur dan rajin
konsultasi ke dokter Umum/Specialis Psikiatri, jika ada keluhan
tambahan atau efek samping obat.
- Membantu pasien untuk menerima kenyataan perihal kematian ayah
dan ibu kandung pasien dan menghadapinya secara baik, sehingga
pasien sanggup menjalani hidup pasien kedepannya, dengan di
anjurkan terapi Religious sesuai agama pasien, untuk meumbuhkan
kembali rasa percaya diri pasien.
- Mendorong pasien agar dapat kembali melakukan aktivitas sehari-
hari secara bertahap.
- Menggali kemampuan yang ada pada diri pasien agar bisa
dikembangkan.
- Membantu pasien berbicara untuk terapi fungsi kongnitif pasien ke
arah yang lebih baik, sehingga dapat di fungsikan kembali.
2. Psikoedukasi
Kepada keluarga :
- Pasien tidak memiliki keluarga sampai saat ini, sehingga terapi
psikoedukasi, baik untuk pengembangan kerohanian, fisik dan

13
mental pasien, di berikan langsung secraa bertahap kepada pasien
agar pasien dapat mampu meanjutkan hidup kembali secara
normal, minum obat secara teratur dan sanggup menjadi pribadi
yang memiliki tubuh kuat, sehat dan memiliki mintal dan jiwa yang
sehat pula.
2.6. Prognosis
 Ad vitam : dubia ad bonam
 Ad fungsionam : dubia ad bonam
 Ad sanationam : dubia at bonam

14
BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Bagaimana mendiagnosis kasus ini?
Skizofrenia adalah gangguan mental yang parah, membuat individu yang
menderitanya menjadi tak berdaya. Skizofrenia merupakan sindrom yang
heterogen, dimana diagnosisnya belum dapat di tegakan di Indonesia dengan
memakai suatu uji laboratorium, walaupun di Negara maju sepeti Jepang dan
Amerika telah memakan system marker penanda peningkatan fosfolipid
plasma merupakan salah satu penanda skizofrenia. Namun untuk
mendiagnosis skizofrenia menggunakan sekumpulan symptom yang di
nyatakan sebagai karakterisik untuk skizofrenia. Skizofrenia di mulai antara
masa remaja menengah sampai dewasa muda, tetapi lebih sering mengenai
laki-laki dari pada perempuan , dan laki-laki bila menderita skizofrenia lebih
parah di bandingkan perempuan .
Symptom skizofrenia
1. Simptom Positif
 Waham.
 Kekacauan proses pikir.
 Perilaku halusinasi.
 Gaduh gelisa.
 Waham/ide kebesaran.
 Permusuhan.
2. Simptom Negatif
 Afek tumpul.
 Penarikan emosional.
 Kemiskinan Rapport.
 Penarikan diri dari hubungan social secara pasif/apatis.
 Kesulitan dalam pemikiran abstrak.
 Kurangnya spontanitas dan arus percakapan.
 Pemikiran streotipik.

15
3. Simptom patologi umum
 Kekhawatiran somatic.
 Ansientas.
 Rasa bersalah.
 Ketegangan (Tension).
 Mannerisme dan sikap utuh.
 Depresi.
 Retardasi motoric.
 Ketidakkooperatifan.
 Isi pikiran yang tidak biasa.
 Disorientasi.
 Perhatian buruk.
 Kurangnya daya nilai dan daya tilikan.
 Gangguan dorongan kehendak.
 Pengendalian implus yang buruk.
 Penghindaran social secara aktif.
Stahl membagi symptom skizofrenia menjadi 5 dimensi :
a) Simptom positif.
b) Symptom negative.
c) Symptom kongnitif.
d) Symptom agresif.
e) Ansientas/depresi.
A. Diagnosis Klinis.
Kriteria Diagnosis Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis
Gangguan Jiwa di Indonesia PPDGJ III:
 Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya
dua gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas):
a. “Thought eco” = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema
dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya
sama, namun kualitasnya berbeda; atau

16
“Thought insertion or withdrawal” = isi pikiran yang asing dari luar
masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil
keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal); dan
“thought broadcasting” = isi pikirannya tersiar ke luar sehingga orang
lain atau umum mengetahuinya;
b. “Delusion of control” = waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu
kekuatan tertentu dari luar;
“delusion of influence” = waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu
kekuatan tertentu dari luar; atau
“Delusion of passivity” = waham tentang dirinya tidak berdaya dan
pasrah terhadap suatu kekuatan dari laur;
“delusion of perception” = pengalaman inderawi yang tak wajar, yang
bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau
mukjizat;
c. Halusinasi Auditorik:
Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap
perilaku pasien atau mendiskusikan perihal pasien di antara mereka
sendiri (diantara berbagai suara yang berbicara) atau jenias suara
halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh.
d. Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat
dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal
keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan
diatas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau
berkomunikasi dengan makhluk asing dari dunia lain).
 Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara
jelas:
e. Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja, apabila
disertai baik oleh waham yang mengambang maupun yang
setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun
disertai oleh ide-ide berlebihan (over-value ideas) yang menetap,
atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau
berbulan-bulan terus menerus;

17
f. Arus pikiran yang terputus (Break) atau yang mengalami sisipan
(Interpolation), yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang
tidak relevan, atau negolisme;
g. Perilaku katatonik, seperti gaduh-gelisah (Excitement), posisi
tubuh tertentu (Posturing), atau Fleksibilitas cerea, Negativism,
Mutisme, dan Stupor;
h. Gejala-gejala negative, seperti sikap sangat apatis, bicara jarang,
dan respons emosional menumpul atau tidak wajar, biasanya yang
mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan
menurunnya kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal
tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika
 Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun
waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik
prodromal);
 Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu
keseluruhan (Overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi
(Personal behavior), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak
bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (Self
absorbed attitude), dan penarikan diri secara sosial.
 F 20.0 Skizofrenia Paranoid:
 Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia.
 Sebagai tambahan:
a. Halusinasi dan/atau waham harus menonjol:
- Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau
memberi perintah, atau halusinasi auditorik tanpa verbal
berupa bunyi pluit (whistling), mendengung (humming),
atau bunyi tawa (laughing);
- Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat
seksual, atau lain-lain perasaan tubuh; halusinasi visual
mungkin ada tetapi jarang menonjol;
- Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham
dikendalikan (delution of control), dipengaruhi (delution of

18
influence), atau passivity (delution of passivity), dan
keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah paling
khas;
b. Gangguan afektik, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta
gejala katatonik secara relative tidak nyata/tidak menonjol.
Kriteria diagnostik DSM IV-TR Skizofrenia
a) Gejala karakteristik : Dua (atau lebih) poin berikut, masing-masing
terjadi dalam porsi waktu yang signifikan selama periode satu bulan (atau
kurang bila telah berhasil diobati):
1. Waham,
2. Halusinansi,
3. Bicara kacau (cth: sering melantur atau inkoherensi),
4. Perilaku yang sangat kacau atau katatonik,
5. Gejala negatif yaitu afektif mendatar, alogia atau kehilangan minat.
Catatan: Hanya dibutuhkan satu gejala kriteria bila wahamnya bizar atau
halusinasinya terdiri atas suara yang terus menerus memberi komentar
terhadap perilaku atau pikiran pasien, atau dua atau lebih suara yang
saling bercakap-cakap.
b) Disfungsi social atau okupasional : Selama suatu porsi waktu yang
signifikan sejak awitan gangguan, terdapat satu atau lebih area fungsi
utama, seperti pekerjaan, hubungan interpersonal, atau perawatan diri
yang berada jauh di bawah tingkatan yang telah di capai sebelum awitan
(atau apabila awitan terjadi pada masa kanak-kanak atau remaja,
kegagalan mencapai tingakat pencapaian interpersonal, akademik, atau
okupasional yang diharapkan).
c) Durasi : Tanda kontinu ganguan berlangsung selama setidaknya 6 bulan.
Periode 6 bulan ini harus mencakup setidaknya 1 bulan gejala (atau
kurang bila telah berhasil diobati) yang memenuhi kriteria a (yaitu gejala
fase aktif) dan dapat mencakup periode gejala prodromal atau residual.
Selama periode gejala prodromal atau residual ini, tanda gangguan dapat
bermanifestasi sebagai gejala negatif saja atau dua atau lebih gejala yang

19
terdaftar dalam kriteria a yang muncul dalam bentuk yag lebih lemah
(cth: keyakinan aneh, pengalaman perseptual yang tidak lazim).
d) Eksklusi gangguan mood dan skizoafektif : Gangguan skizoakfektif dan
gangguan mood dengan ciri psikotik telah disingkirkan baik karena (1)
tidak ada episode depresif, manik atau campuran mayor yang terjadi
bersamaan dengan gejala fase aktif; maupun (2) jika episode mood
terjadi selama gejala fase aktif, durasi totalnya relatif singkat
dibandingkan dengan durasi periode aktif dan residual.
e) Eksklusi kondisi medik umum atau zat : Gangguan tersebut tidak
disebabkan efek fisiologis langsung suatu zat (cth: obat yang
disalahgunakan, obat medis) atau kondisi medis umum.
f) Hubungan dengan gangguan perkembangan pervasif : Jika terdapat
riwayat gangguan autistik atau gangguan perkembangan pervasif lainnya,
diagnosis tambahan skizofrenia hanya dibuat bila waham atau halusinasi
yang prominen juga terdapat selama setidaknya 1 bulan (atau kurang bila
telah berhasil diobati).
Klasifikasi perjalanan penyakit longitudinal (dapat diterapkan hanya setelah
sekurangnya 1 tahun berlalu sejak awitan awal gejala fase aktif):
 Episodik dengan gejala residual antarepisode (episode di definisikan
sebagai kemunculan kembali gejala psikotik prominen); juga rinci
apakah: dengan gejala negatif promenen
 Episodik tanpa gejala residual antar episode
Berkelanjutan: (gejala psikotik prominen terdapat selama seluruh
periode pengamatan); juga rinci apakah : dengan gejala negative
prominen
 Episode tunggal remisi parsial; juga rinci apakah: dengan gejala
negative prominen
 Episode tunggal remisi sempurna
 Pola lain yang tidak terdefinisikan

20
Tipe Paranoid
Tipe skizofrenia yang memenuhi kriteria berikut:
a. Preokupasi terhadap satu atau lebih waham atau halusinasi auditorik
yang sering
b. Tidak ada hal berikut ini yang prominen: bicara kacau, perilaku kacau
atau katatonik, atau afek datar, atau tidak sesuai.
Perjalanan skizofrenia:
1. Fase Premorbid.
Pada fase ini, fungsi-fngsi individu masih dalam keadaan normative.
2. Fase Prodromal.
Adanya perubahan fungsi-fungsi pada fase premorbid menuju saat
muncul symptom psikotik yang nyata. Fase ini dapat berlangsung dalam
beberapa minggu atau bulan, akan tetapi lamanya fase prodromal ini rata-
rata 2-5 tahun.
Pada fase ini, individu mengalami kemunduran dalam gungsi-fungsi
yang mendasar (Pekerjaan social dan rekreasi), dan muncul symptom
yang non spesifik, misalnya, gangguan tidur, ansientas, iritabilitas, Mood
depresi, konsentrasi berkurang, mudah lelah, dan adanya deficit perilaku
misalnya kemunduran fungsib peran dan penarikan social.
Symptom positif seperti curiga, mulai berkembang diakhir fase
prodromal dan berarti sudah mendekati mulai terjadi psikosis.
3. Fase psikotik.
Berlangsung mulai dengan fase akut, lalu adanya perbaikan memasuki
fase stabilisasi dan kemudian fase stabil.
 Fase akut di jumpai gambaran psikotik yang jelas, misalnya di
jumpai adanya waham, halusinasi, gangguan proses pikir, dan
pikiran yang kacau. Symptom negative sering menjadi lebih
parah dan indivisu biasanya tidak, mampu untuk mengurus
dirinya sendiri secara pantas.
 Fase stabilisasi berlangsung 6-18 bulan, setelah di lakukan Acute
treatment.

21
 Pada fase stabil terlihat symptom negative dan residual dari
symptom positif. Dimana symptom negative masih ada, dan
biasanya sudah kurang parah di bandingkan pada fase akut.
Pada bebrapa individu bias di jumpai asimptomatis, sedangkan
individu lain mengalami symptom non psikotif misalnya, rasa
tegang (Tension), ansientas, depresi, atau insomnia.
Berdasarkan anamnesis singkat perjalanan penyakit pasien dapat kita lihat
bahwa pasien telah mengalami penyakit sejak 3 tahun lalu, tepat pada tanggal 7
November 2016 saat masuk RSJD Abepura, masyarakat sekitar lingkungan pasien
mengatakan bahwa pasien mengalami perubahan perilaku seperti diam diri,
berbicara sendiri, dan kadang diam dalam waktu lama, namun pasien mudah
marah, pasien sering membicarakan keluarganya yang sudah meninggal, pasien
juga sering melihat bayangan orang yang sudah meninggal, pasien merasa seperti
ada yang mengikutinya, membuat pasien merasa takut sering mendengar suara-
suara aneh seperti suara binatang, orang berbicara di kedua telinga pasien dan
mendengar bisikan yang menyuruhnya untuk berjaga-jaga, sehingga pasien susah
tidur karena takut ada yang membunuhnya.
Menurut Autoanamnesa yang di lakukan langsung ada tanggal 19
Februari 2019, untuk menggali informasi penyebab sakit yang di deritai pasien,
karena informasi rekam medis saat MRS autoamnesis tidak di lakukan dengan
baik perihal pasien tidak kooperatif saat pertama masuk RSJD Abepura, namun
saat ini pengobatan telah berjalan 2 tahun terakhir ini memberikan banyak
perubahan pada pasien, pasien lebih tenang dan sudah bisa menjawab pertanyan
dengan baik walau terkadang kurang jelas dan di dapati keterangan dari pasien
yang mengatakan bahwa, pasien mengalami trauma masa kecil yang diakibatkan
meninggalnya orang tua pasien, sejak umurr ±11 tahun pasien mengalami rasa
cemas, takut akan kelanjutan hidupnya, dan pasien sering menyendiri, saat itu
pasien bekerja di bangunan, di cucian motor untuk menyambung hidup pasien,
karena factor tersebut pasien sering terjerumus dalam pergulan dengan teman-
temannya mengkonsumsi aibon, merokok dan riwayat miras, Ganja di sangkal.
Lambat laun sampai pada tahun 2016, pasien mengalami gangguan masalah
kejiwaan yang membuat pasien menjadi sedikit-sedikit pendiam, kadang berbicara

22
sendiri dan kadang emosi tidak jelas yang meluap, berkelahi dengan warga sekitar
yang mengganggunya pasien mengatakan dia sering mendengar hal-hal yang tidak
wajar di telinganya, pasien takut ada yang akan membunuhnya, dengan
mendengar suara-suara seperti binatang membuat pasien ketakutan dan
mengalami kecemasan yang membuat pasien susah tidur malam, bahkan berhari-
hari.
Dari hasil pemeriksaan di atas menurut PPDGJ III diagnosis Skizofrenia
setidaknya terdapat 1 gejala jelas atau setidaknya terdapat 2 gejala yang kurang
jelas dalam hal ini pada pasien terdapat halusinasi auditorik pada point c. dan
terdapat waham yang menetap yaitu waham paranoid dan waham bizzare, Gejala
khas tersebut berlangsung > 1 bulan.
Gejala ini merupakan khas di miliki oleh pasien sebagai kriteria dari
skizofrenia paranoid.
3.2.Bagaimana penatalaksanaan pasien dalam kasus ini?
a. Pemakaian Antipsikotik
Skizofrenia adalah suatu gangguan yang berlangsung lama dan fase
psikotiknya memiliki:
1. Fase akut.
2. Fase stabilisasi.
3. Fase stabil.
Penanggulangan memakai antipsikotik di indikasikan terhadap semua
fase tersebut.
Antipsikotik di bedakan atas :
1. Antiipsikotik Tipikal (antipsikotik generasi pertama)
 Klorpromazin
 Flufenazin
 Tioridazin
 Haloperidol
 Dll
2. Antipikotik golongan Atipikal (Antipsikotik generasi kedua).
 Klozapin
 Olanzapine

23
 Risperidon
 Quetapin
 Aripiprazol
 Dll.
Pemakaian antipsikotik dalam menanggulangi skizofrenia telah mengalami
pergeseran. Bila mulanya menggunakan antipsikotik tipikal, kini pilihan beralih
ke psikotik atipikal, yaitu di nyatakan lebih superior dalam menaggulangi
symptom negative dari kemunduran kongnitif.
Adanya perbedaan efek samping yang nyata antara antipsikotik atipikal dan
antipsikotik tipikal. Antipsikotik atipikal:
 Menimbulkan lebih sedikit efek samping neurologi.
 Lebih besar kemungkinan dalam menimbulkan efek samping
metabolic, misalnya pertambahan berat badan, diabetes militus, atau
sindroma metabolic.
Penggunaan memakai antipsikotik diusahakan sesegera mungkin, bila
memungkinkan secara klinik, karena eksebrasi psikotik akut melibatkan distress
emosional, perilaku individu membahayakan diri sendiri, orang lain, dan merusak
sekitar. Individu terlebih dahulu menjalankan pemeriksaan kondisi fisik, Vital
sign, dan pemeriksaan laboratorium dasar, sebelum memperoleh antipsikotik.
Penanggulangan skizofrenia berdasarkan fase:
1. Fase Akut
a. Lama : 4-8 Minggu.
b. Simtom psikotik akut : Halusinasi, waham, pembicaraan, dan perilaku
yang kacau.
c. Target penanggulangan : Mengurangi symptom psikotik dan
melindungi individu dari perilaku psikotik yang berbahaya.
2. Fase Stabilisasi
a. Lama : 2-6 bulan.
b. Symptom mulai berkurang, tetqapi individu masih vulnerable untuk
mmendapat serangan ulang, bila dosis di kurangi atau adanya stressor
psikososial, serta memperhatikan adanya perbaikan dari fungsi-fungsi
individu.

24
c. Target penanggulangan : mengurangi symptom yang masih ada dan
merencanakan pengobatan jangka panjang.
3. Fase Stabil
a. Lama : Tidak terbatas.
b. Symptom positif sudah minimal ataun tidak di jumpai lagi, dan
symptom negative masih dominan pada gambaran klinik individu.
c. Target penanggulangan : mencegah muncul kembali psikosis,
mengurangi symptom negative dan memfasilitasi individu untuk
rehabilitasi social.
b. Terapi Farmakologis pasien.
Mengacu pada teori pustaka dan kondisi klinis pasien maka
berdasarkan diagnosis pasien, maka pasien secara rutin mendapat terapi
berupa :
1. Olanzapin (Tablet 5 Mg dan 10 Mg)
Nama Generik : Olanzapin
Nama-nama merek dagang : Zyprexa, Remital (Pharos), Olandoz
(Zandos), Onzapin (Actavis).
Obat anti Psikotik Golongan Atipikal
Farmakodimanik: Olanzapin merupakan derivat tienobenzodiazepin,
struktur kimianya mirip dengan klozapin. Olanzapin memiliki afinitas
terhadap reseptor dopamin (D2,D3,D4,dan D5), reseptor serotonin (5-
HT2), muskarinik, Histamin (H1) dan reseptor alfa 1.
Farmakokinetik: Olanzapin di absorbsi secara baik setelah pemberian
oral , dengan kadar plasma tercapai setelah 4-6 jampemberian,
metabolismenya di hepar oleh enzim CYP 2 D6, dan di ekskresi lewat
urin.
Indikasi : Psikosis, untuk mengatasi gejala positif dan negatif
skizofrenia, dan sebagai anti mania pada gangguan bipolar. Obat ini
juga memiliki efektivitas pada pasien depresi dengan gejala psikotik.
Efek samping : Meskipun strukturnya mirip dengan klozapin,
olanzapin tidak menyebabkan agranulositosis seperti klozapin.
Olanzapin dapat di toleransi dengan baik dengan efek samping ekstra

25
piramidal terutama tardif dikinesia yang minimal. Efek samping yang
paling sering di laporkan adalah peningkatan berat badan dan gangguan
metabolik yaitu intoleransi glukosa, hiperglikemia, hiperlipidemia.
Sediaan dan Dosis: Sediaan: Tablet 5 Mg, 10 Mg, dan Vial 10 Mg.
Pembahasan:
Anti Psikosis bermanfaat pada terapi psikosis akut maupun kronik,
termasuk skizofrenia, gangguan skizo-afektif, dimensia dengan gejala
psikosis, psikosis akibat obat, maupun gangguan bipolar. Ciri terpenting
obat antipsikosis adalah : 1. Berefek Antipsikosis (Halusinasi, Delusi,
bicara kacau dan agitasi),dan secara terbatas juga memperbaiki gejalan
negatif (Apatis, Miskin Idea/ motivasi (Avolation), dan miskin kata-
kata (alogia) serta gangguan kognitif) 2. Batas keamanannya besar,
dosis besar tidak menyebabkan koma ataupun anestesia, 3. Dapat
menimbulkan gejala Ekstra Piramidal yang reversibel maupun
ireversibel. Dalam penggunaan obat anti-psikosis yang ingin dicapai
adalah “optimal response with minimal side effects”. Pemilihan jenis
obat anti-psikosis mempertimbangkan gejala psikosis yang dominan
dan efek samping obat. Karena gejala dominan yang ada pada pasien ini
adalah gejala positif terapi pilihan yang diberikan berupa anti-psikosis
atipikal potensi tinggi yaitu clozapin.
2. Trihexyphenidyl
Indikasi : Parkinson, gangguan ekstrapiramidal yang disebabkan oleh
SSP.
Mekanisme Kerja : menghambat re-uptake dopamin pada ujung saraf
pre simpatik di otak.
Dosis : 1 mg per hari, dinakkan bertahap. Dosis pemeliharaan 5-15 mg
per hari, terbagi dalam 3-4 kali pemberian.
Kontraindikasi : retensi urin, obstruksi saluran cerna, glaukoma.
Efek samping : mulut kering, gangguan saluran pencernaan, pusing,
penglihatan kabur, takikardia, hipersensitivitas, gugup. Pada pemberian
dosis tinggi: bingung, eksitasi.

26
Pembahasan:
Khususnya pada pasien yang berada dalam risiko tinggi untuk
mengalami efek samping ekstrapiramidal (sebagai contoh, orang
dewasa seperti pada pasien ini), suatu obat antikolinergik harus
diberikan bersama-sama dengan antipsikotik sebagai profilaksis
terhadap gejala gangguan pergerakan akibat medikasi anti-psikosis.
Obat pilihan yang digunakan adalah Trihexylphenidyl (THP). Dosis
Trihexylphenidyl (THP) yang digunakan yakni 1-3 x 2 mg/hari.
Profilaksis dengan obat ini sebenarnya tidak dianjurkan karena dapat
mempengaruhi penyerapan / absorbsi obat anti-psikosis sehingga
kadarnya dalam plasma rendah dan dapat menghalangi manifestasi
gejala psikopatologis yang dibutuhkan untuk penyesuaian dosis anti
psikosis agar tercapai dosis efektif. Namun pada kasus ini karena pasien
memiliki faktor predisposisi terjadinya efek ektrapirammidal (yaitu usia
muda) obat antikolinergik yang diberikan mengikuti algoritma
penatalaksanaan efek samping ekstrapiramidal di RSCM.
3. Chlorpromazin 100 Mg
Indikasi: Psikosis yang bekerja pada sistem saraf pusat , otonom dan
sistem endokrin.
Efek ini terjadi karena antipsikosis menghambat berbagai resemptor
diantaranya dopamin, reseptor α-Adrenergik, muskarinik, histamin H1
dan reseptor serotonin 5-HT2 dengan afinitas yang berbeda
Chlorpromazin misalnya selain memiliki afinitas terhadap reseptor
dopamin juga memiliki afinitas yang tinggi terhadap α-Adrenergik,
sedangkan risperidon memiliki afinitas yang tinggi terhadap reseptor
serotonin 5-HT2.
Mekanisme kerja : Berbeda dengan barbiturat, CPZ tidak mencegah
timbulnya konvulsi akibat rangsangan listrik maupun rangsang dari
obat . semua derivat fenotiazin mempengaruhi ganglia basal, sehingga
menimbulkan gejala parkinsonisme (EPS).
Dosis anjuran: 300-100mg/h, Sediaan 25mg-1—mg, Anjuran
pemakaian : 2x1.

27
Efek Samping: batas keamanan CPZ cukup lebar, sehingga obat ini
cukup nyaman. Efek samping umumnya adalah perluasan efek
farmakodinamikanya. Gejala indiosinkrasi mungkin timbul, berupa
ikterus, dermatitis dan leukopenia. Reaksi ini disertai eosinofilia dalam
darah perifer.
Setelah menjalani terapi rawat inap dan farmakologi yang di jalani oleh
pasien, kurang lebih 2 tahun 5 bulan dapat di lihat perubahan status kondisi pasien
di gambarkan dengan Global Assessment Of Functioning (GAF) Scale sebagai
berikut.
“Grafik GAF Status perkembangan Psikiatrii
dan Pengobatan pasien setelah menjalani
terapi selama ±2 tahun di RSJD Abepura”

100%
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%
2 setengah tahun 1 setengah tahun Desember 2018 Kondisi sekarang
lalu, tahun 2016 lalu, tahun 2017 tahun 2019

2. Psikoterapi:
Memberikan penjelasan dan pengertian kepada pasien tentang
penyakitnya agar pasien memahami kondisi dirinya dan memahami
cara menghadapinya serta memotivasi pasien agar tetap minum obat
secara teratur.

28
3. Sosioterapi
Kepada keluarga/kerabat :
Pasien tidak memiliki keluarga sampai saat ini, sehingga terapi
psikoedukasi, baik untuk pengembangan kerohanian, fisik dan mental
pasien, di berikan langsung secra bertahap kepada pasien agar pasien
dapat mampu melanjutkan hidup kembali secara normal, minum obat
secara teratur dan sanggup menjadi pribadi yang memiliki tubuh kuat,
sehat dan memiliki mental dan jiwa yang sehat.

29
DAFTAR PUSTAKA

Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Kaplan – Sadock Sinopsis Psikiatri. Jilid 1.
Jakarta. Binarupa Aksara. 2010. Hal. 689 – 712 ; 728, 743.
Arozal W, Gan S. Farmakologi dan Terapi- Psikotropik. Edisi 6. Hal. 164-180.
Jakarta.2016. Jakarta.2016.
Maslim R.. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ –
III. Jakarta. PT. Nuh Jaya. 2003.
Maslim R. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropika. Edisi ketiga.
Jakarta: PT. Nuh Jaya. 2007.

30

Anda mungkin juga menyukai