Oleh :
MADE SUWANDI MSoc.Sc, Ph.D
KOMISIONER ASN BIDANG PENGADUAN DAN PENYELIDIKAN
HP 0816914482
EMAIL: made_suwandi@yahoo.co.id
TATARAN FILOSOFIS
6/20/2019 2
TATARAN FILOSOFIS
1. Kenapa Perlu Ada Pemerintah?
a. Untuk menciptakan “Law and Order” (ketentraman
dan ketertiban)
b. Untuk menciptakan “welfare” (Kesejahteraan)
6/20/2019 3
BAGAIMANA MENCIPTAKAN
KESEJAHTERAAN OLEH PEMERINTAH
DEKONSENTRASI
(PEMERINTAH WILAYAH/FIELD ADMINISTRATION)
FUNCTIONAL FIELD
ADMINISTRATION;
KANDEP/KANWIL
INTEGRATED FIELD
ADMINISTRATION;
KEPALA WILAYAH
PEMERINTAH PUSAT
POWER SHARING
1. OTONOMI TERBATAS
(ULTRA VIRES)
2. OTONOMI LUAS (GENERAL
COMPETENCE)
DESENTRALISASI
(PEMERINTAH DAERAH)
LEMBAGA-LEMBAGA DALAM SISTEM KETATANEGARAAN
menurut UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Lingkungan
PROVINSI Peradilan PERWAKILAN
DAERAH Umum BPK PROV
KDH DPRD
Agama
Militer
KAB/KOTA TUN
KDH DPRD
6/20/2019 5
85 IPM NASIONAL 2017
(Sumber: BPS, Feb 2019)
80 JAKARTA
YOGYAKARTA
75 KALTIM
KEPRI BALI
RIAU SULUT
SUMBAR JABAR BANTEN
INDONESIA
70 ACEH SUMUT BABEL JATIM SULSEL
JATENG KALTARA
KALSEL SULTRA
JAMBI BENGKULU KALTENG
SUMSEL LAMPUNG SULTENG MALUKU
MALUT
NTB KALBAR GORONTALO
65
SULBAR
NTT
PAPUA BARAT
60
PAPUA
55
TANTANGAN KEDEPAN
YANG DIHADAPI BANGSA
INDONESIA
TAHAPAN PEMBANGUNAN
EKONOMI INDONESIA
KASN 8
AKIBAT LEMAHNYA PELAKSANAAN SISTEM
MERIT
BIROKRASI
2025
BERSIH,
KOMPETEN
2018 DAN
MELAYANI
DYNAMIC
GOVERNANCE
PERFORMANCE BASED PENGEMBANGAN
2013 BUREAUCRACY POTENSI HUMAN
CAPITAL
MANAJEMEN
SDM
RULE BASED
BUREAUCRACY
ADMINISTRASI
KEPEGAWAIAN
14
STRATEGIC APEX
JABATAN POLITIS
JABATAN KARIR
OPERATING CORE
DINAS-DINAS
PELAYANAN SEKTOR
DASAR UNGGULAN
15
PENGATURAN DALAM
1. UU 5/2014 TENTANG ASN
2. PP 11/2017 TENTANG MANAJEMEN ASN
3. PP 53 TENTANG DISIPLIN PNS
KEWENANGAN &
OTORITAS LEMBAGA
LAN KASN
• Penelitian, pengkajian kebijakan • Monitoring, evaluasi kebijakan manajemen
manajemen ASN, SDM (dgn rekomendasi mengikat) untuk
menjamin penerapan sistem merit
• Pembinaan dan penyelenggaraan
• Pengawasan penerapan asas, kode etik,
pendidikan & pelatihan ASN
dan kode perilaku ASN
6/20/2019 17
A. POKOK-2 MANAJEMEN PNS DALAM UU ASN
BASED ON KEBUTUHAN (ANJAB & ABK) untuk
1 REKRUITMEN JANGKA WAKTU 5 THN
TUGAS:
– Menjaga netralitas pegawai ASN
– Melakukan pengawasan atas pembinaan profesi
ASN
– Melapor pengawasan dan evaluasi pelaksanaan
kebijakan manajemen ASN kepada Presiden
19
ASAS
Pasal 2 KEBIJAKAN &MANAJEMEN ASN
• Kepastian hukum • Efektif dan efisien
• Profesionalitas • Keterbukaan
• Proporsionalitas • Nondiskriminatif
• Keterpaduan • Persatuan dan kesetaraan; dan
• Delegasi • Kesejahteraan.
• NETRALITAS
• Akuntabilitas
24
Pasal 4: Larangan :
Butir (15). memberikan dukungan kepada calon Kepala Daerah/Wakil
Kepala Daerah, dengan cara:
a. terlibat dalam kegiatan kampanye untuk mendukung calon Kepala
Daerah/Wakil Kepala Daerah;
b. menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatan dalam kegiatan
kampanye;
c. membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau
merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye;
dan/atau
d. mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan
terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum,
selama, dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan,
himbauan, seruan, atau pemberian barang kepada PNS dalam
lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat.
25
Penjelasan : Angka 15 Huruf a
26
Surat Edaran Menteri PAN-RB Nomor:
B/2355/M.PANRB/07/2015, perihal: Netralitas ASN dan
Larangan Penggunaan Aset Pemerintah dalam pemilihan
Kepala Daerah Serentak
27
KETENTUAN LAINNYA TERBARU
28
Surat Menpan RB: B/71/M.SM.00.00/2017
tgl 27 Des 2017 (terkait dg UU 5/2014)
31
Surat Menpan RB: B/71/M.SM.00.00/2017 tgl
27 Des 2017 (terkait PP 42/2004) (2)
33
SANKSI
Dalam PP 53/2010, disebutkan PNS yang
melanggar akan dijatuhi hukuman disiplin .
Hukuman disiplin terdiri dari :
1. Hukuman disiplin RINGAN;
2. Hukuman disiplin SEDANG;
3. Hukuman disiplin BERAT.
34
Hukuman Disiplin Pasal 12
Hukuman disiplin sedang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3)
dijatuhkan bagi pelanggaran terhadap larangan atas butir (9), yakni:
“memberikan dukungan kepada calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah
dengan cara terlibat dalam kegiatan kampanye untuk mendukung calon
Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah serta mengadakan kegiatan yang
mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi
peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye meliputi
pertemuan, ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian barang kepada
PNS dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 15 huruf a dan huruf d”.
Dengan jenis hukuman:
a. Penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun.
b. Penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun
c. Penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 (satu) tahun.
35
Hukuman Disiplin Pasal 13
Hukuman disiplin berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4)
dijatuhkan bagi pelanggaran terhadap larangan atas butir (13), yakni:
“memberikan dukungan kepada calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah,
dengan cara menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatan dalam
kegiatan kampanye dan/atau membuat keputusan dan/atau tindakan yang
menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa
kampanye sebagaimana dimaksud dlm Pasal 4 angka 15 huruf b dan huruf c”.
• Dengan jenis hukuman:
Penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 (tiga) tahun.
a. Pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah
b. Pembebasan dari jabatan
c. Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS
d. Pemberhentian dengan tidak hormat sebagai PNS.
36
37
METODE PENGAWASAN KASN
• Proaktif melalui :
– pemberian pertimbangan/rekomendasi terhadap susunan
pansel, syarat jabatan, metode seleksi dan rencana
pelaksanaan seleksi;
– monev untuk memastikan rekomendasi dilaksanakan
6/20/2019 38
REKOMENDASI DALAM RANGKA PENGAWASAN
PASAL 120
(3) Dalam melakukan pengawasan proses pengisian jabatan pimpinan tinggi utama
dan jabatan pimpinan tinggi madya di Instansi Pusat dan jabatan pimpinan
tinggi madya di Instansi Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112 dan
Pasal 114, KASN berwenang memberikan rekomendasi kepada Pejabat
Pembina Kepegawaian dalam hal: a. pembentukan panitia seleksi; b.
pengumuman jabatan yang lowong; c. pelaksanaan seleksi; dan d. pengusulan
nama calon.
(4) Dalam melakukan pengawasan pengisian jabatan pimpinan tinggi pratama di
Instansi Pusat dan Instansi Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 113 dan
Pasal 115, KASN berwenang memberikan rekomendasi kepada Pejabat
Pembina Kepegawaian dalam hal: a. pembentukan panitia seleksi; b.
pengumuman jabatan yang lowong; c. pelaksanaan seleksi; d. pengusulan
nama calon; e. penetapan calon; dan f. pelantikan.
(5) Rekomendasi KASN sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) bersifat
mengikat.
(6) KASN menyampaikan laporan hasil pengawasan kepada Presiden.
6/20/2019 39
UU 5 TAHUN 2014 TENTANG ASN
(Terkait Pemberhentian ASN )
6/20/2019 40
PEMBERHENTIAN ( UU 5/2014)
1. Pejabat Pembina Kepegawaian adalah pejabat yang mempunyai
kewenangan menetapkan pengangkatan, pemindahan, dan
pemberhentian Pegawai ASN dan pembinaan Manajemen ASN di
instansi pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan
2. Pejabat yang Berwenang adalah pejabat yang mempunyai kewenangan
melaksanakan proses pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian
Pegawai ASN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
3. PNS yang penilaian kinerjanya tidak mencapai target kinerja dikenakan
sanksi administrasi sampai dengan pemberhentian sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan (Pasal 77)
4. PNS yang dijatuhi sanksi administratif tingkat berat berupa
pemberhentian tidak dengan hormat dicabut haknya untuk memakai
tanda kehormatan berdasarkan Undang-Undang ini. (Pasal 84)
PEMBERHENTIAN ( UU 5/2014)
1. Pasal 87
(1) PNS diberhentikan dengan hormat karena: a. meninggal dunia; b. atas
permintaan sendiri; c. mencapai batas usia pensiun; d. perampingan
organisasi atau kebijakan pemerintah yang mengakibatkan pensiun
dini; atau e. tidak cakap jasmani dan/atau rohani sehingga tidak dapat
menjalankan tugas dan kewajiban.
(2) PNS dapat diberhentikan dengan hormat atau tidak diberhentikan
karena dihukum penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana
dengan hukuman pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan
pidana yang dilakukan tidak berencana.
(3) PNS diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri karena
melakukan pelanggaran disiplin PNS tingkat berat.
PEMBERHENTIAN ( UU 5/2014)
Pasal 87
4) PNS diberhentikan tidak dengan hormat karena:
a. melakukan penyelewengan terhadap Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang
telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana
kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya
dengan jabatan dan/atau pidana umum;
c. menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik; atau
d. dihukum penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki
kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana dengan pidana
penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan pidana yang dilakukan dengan
berencana.
PEMBERHENTIAN ( UU 5/2014)
Pasal 88
• Presiden atau PPK sesuai dengan kewenangannya dalam menetapkan pemberhentian PNS
terlebih dahulu mendapatkan pertimbangan teknis dari Kepala BKN.
• Presiden atau Pejabat pembina kepegawaian sesuai dengan kewenangannya menetapkan
pemberhentian sementara PNS.
• PNS yang diberhentikan dengan hormat, atau diberhentikan dengan hormat tidak atas
permintaan sendiri sebagai PNS, diberikan hak kepegawaian yang terdiri atas Jaminan
pensiun dan Jaminan hari tua.
PP 11/2017 TENTANG
MANAJEMEN ASN
(Terkait Pemberhentian ASN)
6/20/2019 46
PEMBERHENTIAN ASN
- Pasal 37
calon PNS diberhentikan apabila: a. mengundurkan diri atas permintaan
sendiri; b. meninggal dunia; c. terbukti melakukan pelanggaran disiplin
tingkat sedang atau berat; d. memberikan keterangan atau bukti yang
tidak benar pada waktu melamar; e. dihukum penjara atau kurungan
berdasarkan putusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum
yang tetap; f. menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik; atau g.
tidak bersedia mengucapkan sumpah/janji pada saat diangkat menjadi
PNS.
1. Pasal 64
PNS diberhentikan dari JA apabila: a. mengundurkan diri dari Jabatan; b.
diberhentikan sementara sebagai PNS; c. menjalani cuti di luar
tanggungan negara; d. menjalani tugas belajar lebih dari 6 (enam) bulan;
e. ditugaskan secara penuh di luar JA; atau f. tidak memenuhi persyaratan
Jabatan.
PEMBERHENTIAN ASN
Pasal 37
calon PNS diberhentikan apabila: a. mengundurkan diri atas permintaan
sendiri; b. meninggal dunia; c. terbukti melakukan pelanggaran disiplin
tingkat sedang atau berat; d. memberikan keterangan atau bukti yang
tidak benar pada waktu melamar; e. dihukum penjara atau kurungan
berdasarkan putusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum
yang tetap; f. menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik; atau g.
tidak bersedia mengucapkan sumpah/janji pada saat diangkat menjadi
PNS.
Pasal 64
PNS diberhentikan dari JA apabila: a. mengundurkan diri dari Jabatan; b.
diberhentikan sementara sebagai PNS; c. menjalani cuti di luar
tanggungan negara; d. menjalani tugas belajar lebih dari 6 (enam) bulan;
e. ditugaskan secara penuh di luar JA; atau f. tidak memenuhi persyaratan
Jabatan.
Pasal 65
(1) Pemberhentian dari JA diusulkan oleh PyB kepada PPK. (2) PPK
menetapkan keputusan pemberhentian dalam JA
PEMBERHENTIAN ASN
Pasal 94
1. PNS diberhentikan dari JF apabila: a. mengundurkan diri dari Jabatan;
b. diberhentikan sementara sebagai PNS; c. menjalani cuti di luar
tanggungan negara; d. menjalani tugas belajar lebih dari 6 (enam)
bulan; e. ditugaskan secara penuh di luar JF; atau f. tidak memenuhi
persyaratan Jabatan.
2. PNS yang diberhentikan dari JF karena alasan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e dapat diangkat
kembali sesuai dengan jenjang JF terakhir apabila tersedia lowongan
Jabatan.
Pasal 95
Pemberhentian dari JF diusulkan oleh: a. PPK kepada Presiden bagi PNS
yang menduduki JF ahli utama; atau b. PyB kepada PPK bagi PNS yang
menduduki JF selain JF ahli utama
PEMBERHENTIAN ASN
Pasal 145
(1) Pemberhentian dari JPT diusulkan oleh: a. menteri yang
mengoordinasikan kepada Presiden bagi PNS yang menduduki JPT
utama; b. PPK kepada Presiden bagi PNS yang menduduki JPT madya;
c. pejabat lain kepada Presiden bagi pejabat pimpinan tinggi madya di
lingkungan kesekretariatan lembaga negara; d. Menteri kepada
Presiden bagi pejabat pimpinan tinggi madya di lingkungan lembaga
nonstruktural; dan e. PyB kepada PPK bagi PNS yang menduduki JPT
pratama.
(2) Pemberhentian dari JPT utama dan JPT madya sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d ditetapkan oleh
Presiden.
(3) Pemberhentian dari JPT pratama sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf e ditetapkan oleh PPK
PEMBERHENTIAN ASN
Pasal 248
(1) PNS yang dipidana dengan pidana penjara 2 (dua) tahun atau lebih
berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum
tetap karena melakukan tindak pidana tidak dengan berencana, tidak
diberhentikan sebagai PNS apabila: a. perbuatannya tidak
menurunkan harkat dan martabat dari PNS; b. mempunyai prestasi
kerja yang baik; c. tidak mempengaruhi lingkungan kerja setelah
diaktifkan kembali; dan d. tersedia lowongan Jabatan.
(2) PNS yang dipidana dengan pidana penjara kurang dari 2 (dua) tahun
berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum
tetap karena melakukan tindak pidana tidak dengan berencana, tidak
diberhentikan sebagai PNS apabila tersedia lowongan Jabatan.
PEMBERHENTIAN ASN
Pasal 250
PNS diberhentikan tidak dengan hormat apabila:
a. melakukan penyelewengan terhadap Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. dipidana dengan pidana penjara atau kurungan berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena
melakukan tindak pidana kejahatan Jabatan atau tindak pidana
kejahatan yang ada hubungannya dengan Jabatan dan/atau pidana
umum;
c. menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik; atau
d. dipidana dengan pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan
yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak
pidana dengan hukuman pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun
dan pidana yang dilakukan dengan berencana.
PEMBERHENTIAN ASN
Pasal 253
(1) PNS diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri
apabila melakukan pelanggaran disiplin PNS tingkat berat.
(2) Pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
mengatur mengenai disiplin PNS.
Paragraf 8
Pemberhentian karena Mencalonkan Diri atau Dicalonkan Menjadi
Presiden dan Wakil Presiden, Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan
Perwakilan Rakyat, Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Perwakilan
Daerah, Gubernur dan Wakil Gubernur, atau Bupati/Walikota dan Wakil
Bupati/Wakil Bupati
PENILAIAN KINERJA DAN DISIPLIN
1. menyalahgunakan wewenang;
2. menjadi perantara untuk mendapatkan keuntungan pribadi
dan/atau orang lain dengan menggunakan kewenangan
orang lain;
3. tanpa izin Pemerintah menjadi pegawai atau bekerja untuk
negara lain dan/atau lembaga atau organisasi internasional;
4. bekerja pada perusahaan asing, konsultan asing, atau
lembaga swadaya masyarakat asing;
5. memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan,
atau meminjamkan barang-barang baik bergerak atau tidak
bergerak, dokumen atau surat berharga milik negara secara
tidak sah;
59
LARANGAN PNS
6. melakukan kegiatan bersama dengan atasan, teman sejawat,
bawahan, atau orang lain di dalam maupun di luar
lingkungan kerjanya dengan tujuan untuk keuntungan
pribadi, golongan, atau pihak lain, yang secara langsung atau
tidak langsung merugikan negara;
7. memberi atau menyanggupi akan memberi sesuatu kepada
siapapun baik secara langsung atau tidak langsung dan
dengan dalih apapun untuk diangkat dalam jabatan;
8. menerima hadiah atau suatu pemberian apa saja dari
siapapun juga yang berhubungan dengan jabatan dan/atau
pekerjaannya;
9. bertindak sewenang-wenang terhadap bawahannya;
60
LARANGAN PNS
10. Melakukan suatu tindakan atau tidak melakukan suatu
tindakan yang dapat menghalangi atau mempersulit salah
satu pihak yang dilayani sehingga mengakibatkan kerugian
bagi yang dilayani;
11. menghalangi berjalannya tugas kedinasan;
12. memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil
Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah, atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan cara:
a. ikut serta sebagai pelaksana kampanye; b. menjadi peserta
kampanye dengan menggunakan atribut partai atau atribut
PNS; c. sebagai peserta kampanye dengan mengerahkan PNS
lain; dan/atau d. sebagai peserta kampanye dengan
menggunakan fasilitas negara;
61
LARANGAN PNS
1. memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil
Presiden dengan cara: a. membuat keputusan dan/atau
tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu
pasangan calon selama masa kampanye; dan/atau b.
mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan
terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu
sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye meliputi
pertemuan, ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian
barang kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya, anggota
keluarga, dan masyarakat;
2. memberikan dukungan kepada calon anggota Dewan
Perwakilan Daerah atau calon Kepala Daerah/Wakil Kepala
Daerah dengan cara memberikan surat dukungan disertai
foto kopi Kartu Tanda Penduduk atau Surat Keterangan Tanda62
Penduduk sesuai peraturan perundangundangan;
LARANGAN PNS
15. memberikan dukungan kepada calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah,
dengan cara:
a. terlibat dalam kegiatan kampanye untuk mendukung calon Kepala
Daerah/Wakil Kepala Daerah;
b. menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatan dalam kegiatan
kampanye;
c. membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau
merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye; dan/atau
d. mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap
pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan
sesudah masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan,
atau pemberian barang kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya,
anggota keluarga, dan masyarakat.
63
JENIS DAN TINGKATAN HUKUMAN
DISIPLIN
1. Tingkat hukuman disiplin terdiri dari:
1. hukuman disiplin ringan;
2. hukuman disiplin sedang; dan
3. hukuman disiplin berat.
2. Jenis hukuman disiplin ringan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a terdiri dari:
1. teguran lisan;
2. teguran tertulis; dan
3. pernyataan tidak puas secara tertulis
64
JENIS DAN TINGKATAN HUKUMAN
DISIPLIN
65
JENIS DAN TINGKATAN HUKUMAN
DISIPLIN
Jenis hukuman disiplin berat terdiri dari:
a. penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 (tiga)
tahun;
b. pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat
lebih rendah;
c. pembebasan dari jabatan;
d. pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri
sebagai PNS; dan
e. pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS.
66
PELANGGARAN BERDAMPAK HUKUMAN
RINGAN
1. memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan,
atau meminjamkan barang-barang baik bergerak atau tidak
bergerak, dokumen atau surat berharga milik negara, secara
tidak sah dan apabila pelanggaran berdampak negatif pada
unit kerja;
2. melakukan kegiatan bersama dengan atasan, teman sejawat,
bawahan, atau orang lain di dalam maupun di luar
lingkungan kerjanya dengan tujuan untuk keuntungan
pribadi, golongan, atau pihak lain yang secara langsung atau
tidak langsung merugikan negara dan apabila pelanggaran
berdampak negatif pada unit kerja;
3. bertindak sewenang-wenang terhadap bawahannya, dan
apabila pelanggaran dilakukan dengan tidak sengaja;
67
PELANGGARAN BERDAMPAK HUKUMAN
RINGAN
4. melakukan suatu tindakan atau tidak melakukan suatu
tindakan yang dapat menghalangi atau mempersulit salah
satu pihak yang dilayani sehingga mengakibatkan kerugian
bagi yang dilayani sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan; dan
5. menghalangi berjalannya tugas kedinasan dan apabila
pelanggaran berdampak negatif pada unit kerja.
68
PELANGGARAN BERDAMPAK HUKUMAN
SEDANG
1. memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan,
atau meminjamkan barang-barang baik bergerak atau tidak
bergerak, dokumen atau surat berharga milik negara secara
tidak sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 5,
apabila pelanggaran berdampak negatif pada instansi yang
bersangkutan;
2. melakukan kegiatan bersama dengan atasan, teman sejawat,
bawahan, atau orang lain di dalam maupun di luar
lingkungan kerjanya dengan tujuan untuk keuntungan
pribadi, golongan, atau pihak lain, yang secara langsung atau
tidak langsung merugikan negara sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 angka 6, apabila pelanggaran berdampak
negatif pada instansi yang bersangkutan;
69
PELANGGARAN BERDAMPAK HUKUMAN
SEDANG
3. bertindak sewenang-wenang terhadap bawahannya, apabila
pelanggaran dilakukan dengan sengaja;
4. melakukan suatu tindakan atau tidak melakukan suatu
tindakan yang dapat menghalangi atau mempersulit salah
satu pihak yang dilayani sehingga mengakibatkan kerugian
bagi yang dilayani, sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan;
5. menghalangi berjalannya tugas kedinasan, apabila
pelanggaran berdampak negatif bagi instansi;
70
PELANGGARAN BERDAMPAK HUKUMAN
SEDANG
6. memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil
Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah, atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan cara
ikut serta sebagai pelaksana kampanye, menjadi peserta
kampanye dengan menggunakan atribut partai atau atribut
PNS, sebagai peserta kampanye dengan mengerahkan PNS
lain;
7. memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil
Presiden dengan cara mengadakan kegiatan yang mengarah
kepada keberpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi
peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa
kampanye meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan,
atau pemberian barang kepada PNS dalam lingkungan unit
kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat; 71
PELANGGARAN BERDAMPAK HUKUMAN
SEDANG
8. memberikan dukungan kepada calon anggota Dewan
Perwakilan Daerah atau calon Kepala Daerah/Wakil Kepala
Daerah dengan cara memberikan surat dukungan disertai
foto kopi Kartu Tanda Penduduk atau Surat Keterangan Tanda
Penduduk sesuai peraturan perundang-undangan; dan
9. memberikan dukungan kepada calon Kepala Daerah/Wakil
Kepala Daerah dengan cara terlibat dalam kegiatan
kampanye untuk mendukung calon Kepala Daerah/Wakil
Kepala Daerah serta mengadakan kegiatan yang mengarah
kepada keberpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi
peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa
kampanye meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan,
atau pemberian barang kepada PNS dalam lingkungan unit
kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat. 72
PELANGGARAN BERDAMPAK HUKUMAN
BERAT
1. menyalahgunakan wewenang;
2. menjadi perantara untuk mendapatkan keuntungan pribadi
dan/atau orang lain dengan menggunakan kewenangan
orang lain.
3. tanpa izin Pemerintah menjadi pegawai atau bekerja untuk
negara lain dan/atau lembaga atau organisasi internasional
4. bekerja pada perusahaan asing, konsultan asing, atau
lembaga swadaya masyarakat asing
5. memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan,
atau meminjamkan barang-barang baik bergerak atau tidak
bergerak, dokumen atau surat berharga milik negara secara
tidak sah dan pelanggaran berdampak negatif pada
pemerintah dan/atau negara;
73
PELANGGARAN BERDAMPAK HUKUMAN
BERAT
6. melakukan kegiatan bersama dengan atasan, teman sejawat, bawahan,
atau orang lain di dalam maupun di luar lingkungan kerjanya dengan
tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan, atau pihak lain, yang secara
langsung atau tidak langsung merugikan negara dan apabila pelanggaran
berdampak negatif pada pemerintah dan/atau negara;
7. memberi atau menyanggupi akan memberi sesuatu kepada siapapun
baik secara langsung atau tidak langsung dan dengan dalih apapun untuk
diangkat dalam jabatan
8. menerima hadiah atau suatu pemberian apa saja dari siapapun juga yang
berhubungan dengan jabatan dan/atau pekerjaannya
9. melakukan suatu tindakan atau tidak melakukan suatu tindakan yang
dapat menghalangi atau mempersulit salah satu pihak yang dilayani
sehingga mengakibatkan kerugian bagi yang dilayani sesuai dengan
ketentuan peraturan perundangundangan;
74
PELANGGARAN BERDAMPAK HUKUMAN
BERAT
10. menghalangi berjalannya tugas kedinasan, apabila pelanggaran
berdampak negatif pada pemerintah dan/atau negara;
11. memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden, Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, atau Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah dengan cara sebagai peserta kampanye dengan
menggunakan fasilitas negara,
12. memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden dengan
cara membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau
merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye
13. memberikan dukungan kepada calon Kepala Daerah/Wakil Kepala
Daerah, dengan cara menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatan
dalam kegiatan kampanye dan/atau membuat keputusan dan/atau
tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan
calon selama masa kampanye .
75
PP 46/2011 PENILAIAN PRESTASI KERJA
PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS)
PENILAIAN SASARAN KERJA PEGAWAI
(SKP)
Pasal 8
(1) Penilaian SKP dilakukan dengan cara membandingkan antara
realisasi kerja dengan target.
(2) Dalam hal realisasi kerja melebihi dari target maka penilaian
SKPcapaiannya dapat lebih dari 100 (seratus).
Pasal 9
Dalam hal SKP tidak tercapai yang diakibatkan oleh faktor diluar
kemampuan individu PNS maka penilaian didasarkan pada
pertimbangan kondisi penyebabnya
77
KEBERATAN HASIL PENILAIAN
Pasal 25
(1) Dalam hal PNS yang dinilai keberatan atas hasil penilaian maka PNS yang
dinilai dapat mengajukan keberatan disertai dengan alasan-alasannya
kepada atasan pejabat penilai secara hierarki paling lama 14 (empat
belas) hari sejak diterima hasil penilaian prestasi kerja.
(2) Atasan pejabat penilai berdasarkan keberatan yang diajukan wajib
memeriksa dengan seksama hasil penilaian prestasi kerja yang
disampaikan kepadanya.
(3) Atasan pejabat penilai meminta penjelasan kepada pejabat penilai dan
PNS yang dinilai.
(4) Berdasarkan penjelasan , atasan pejabat penilai wajib menetapkan hasil
penilaian prestasi kerja dan bersifat final.
(5) Dalam hal terdapat alasan-alasan yang cukup, Atasan Pejabat Penilai
dapat melakukan perubahan nilai prestasi kerja PNS.
78
Tindak Lanjut Keputusan KASN
Keputusan KASN:
Ada PPK dan PyB wajib
pelanggaran pelanggaran kode etik dan Ditindaklanjuti
kode perilaku Pegawai ASN menindaklanjuti
Tidak
Hasil Ditindaklanjuti
pengawasan
KASN
KASN merekomendasikan kepada Presiden
untuk menjatuhkan sanksi terhadap PPK
dan PyB yang melanggar prinsip Sistem
Tidak ada Merit dan ketentuan peraturan perundang-
pelangaran
undangan.
6/20/2019 79
SANKSI TERHADAP PELANGGARAN UU
ASN
1. Pelantikan yang tidak sesuai Prosedur
2. Non Job terhadap Pejabat ASN
3. Mutasi harus Lewat Pansel
4. Implikasi dari Aspek Kepegawaian (legalitas
jabatan dan implikasi keuangan)
5. Implikasi terhadap Pejabat Pembina Kepegawaian
Jo UU 23/2014 tentang Pemda
6/20/2019 80
Kewenangan KASN
• Pasal 32 UU ASN
– Mengawasi dan mengevaluasi penerapan asas, nilai dasar
serta kode etik dan kode perilaku pegawai ASN
– Meminta informasi dari pegawai ASN dan masyarakat
mengenai laporan pelanggaran norma dasar serta kode etik
dan kode perilaku pegawai ASN
– Memeriksa dokumen terkait pelanggaran norma dasar serta
kode etik dan kode perilaku Pegawai ASN
– Meminta klarifikasi dan/atau dokumen yang diperlukan dari
instansi pemerintah untuk pemeriksanaan laporan atas
pelanggaran norma dasar serta kode etik, dan kode perilaku
pegawai ASN
6/20/2019 81
IMPLIKASI DARI SISI UU 5/2014 TENTANG ASN
Pasal 33
(1) Berdasarkan hasil pengawasan yang tidak ditindaklanjuti
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3), KASN
merekomendasikan kepada Presiden untuk menjatuhkan
sanksi terhadap Pejabat Pembina Kepegawaian dan Pejabat
yang Berwenang yang melanggar prinsip Sistem Merit dan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa: a.
peringatan; b. teguran; c. perbaikan, pencabutan,
pembatalan, penerbitan keputusan, dan/atau
pengembalian pembayaran; d. hukuman disiplin untuk
Pejabat yang Berwenang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangundangan; dan e. sanksi untuk
Pejabat Pembina Kepegawaian, sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangundangan.
6/20/2019 82
IMPLIKASI DARI SISI UU 23/2014 TENTANG
PEMERINTAHAN DAERAH
1. Pasal 78 ayat (1) Kepala Daerah/WKDH berhenti karena:
1. Meninggal dunia
2. Permintaan sendiri
3. diberhentikan
2. Pasal 78 ayat (2) KDH/WKDH dapat diberhentikan karena:
1. Berakhir masa jabatannya
2. Berhalangan tetap berturut-turut selama 6 bulan
3. Melanggar sumpah janji
4. Tidak melaksanakan kewajibannya
3. Pasal 61 ayat (2) Sumpah Janji KDH adalah menjalankan segala Undang-Undang dan
Peraturannya dgn selurus-lurusnya
4. Pasal 67 Kewajiban KDH/WKDH adalah:
1. Memegang teguh Pancasila dan UUD 1945
2. Menaati seluruh ketentuan Peraturan Perundang-undangan
3. Mengembangkan kehidupan demokrasi
4. Menjaga Etika dan Norma Pelaksanaan Urusan Pemerintahan
5. Menerapkan Tata Pemerintahan Yang Baik
6. Melaksanakan Program Strategis Nasional
7. Menjalin Hub Kerja dgn Seluruh Instansi Vertikal di Daerah dan Perangkat Daerah
6/20/2019 83
IMPLIKASI DARI SISI UU 23/2014 TENTANG
PEMERINTAHAN DAERAH
Pasal 80:
(1) Pemberhentian kepala daerah dan/atau wakil kepala
daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (2) huruf c,
huruf d, huruf e, dan/atau huruf f dilaksanakan dengan
ketentuan:
a. pemberhentian kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah
diusulkan kepada Presiden untuk gubernur dan/atau wakil
gubernur serta kepada Menteri untuk bupati dan/atau wakil
bupati atau wali kota dan/atau wakil wali kota berdasarkan
putusan Mahkamah Agung atas pendapat DPRD bahwa kepala
daerah dan/atau wakil kepala daerah dinyatakan melanggar
sumpah/janji jabatan, tidak melaksanakan kewajiban kepala
daerah dst…
6/20/2019 84
IMPLIKASI DARI SISI UU 23/2014 TENTANG
PEMERINTAHAN DAERAH
Pasal 81
(1) Dalam hal DPRD tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 80 ayat (1), Pemerintah Pusat memberhentikan kepala
daerah dan/atau wakil kepala daerah yang: a. melanggar sumpah/janji
jabatan kepala daerah/wakil kepala daerah; b. tidak melaksanakan
kewajiban kepala daerah dst ….
(2) Untuk melaksanakan pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), Pemerintah Pusat melakukan pemeriksaan terhadap kepala daerah
dan/atau wakil kepala daerah untuk menemukan bukti-bukti terhadap
pelanggaran yang dilakukan oleh kepala daerah dan/atau wakil kepala
daerah.
(3) Hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan
oleh Pemerintah Pusat kepada Mahkamah Agung untuk mendapat
keputusan tentang pelanggaran yang dilakukan oleh kepala daerah
dan/atau wakil kepala daerah. (4) Apabila Mahkamah Agung
memutuskan bahwa kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah
terbukti melakukan pelanggaran, Pemerintah Pusat memberhentikan
kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah.
6/20/2019 85
KOMISI APARATUR SIPIL NEGARA
86
Sekian dan Terima Kasih
87
87