Anda di halaman 1dari 14

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

“SPONDILITIS TB”

Dosen Pengampu :

Dafid Arifiyanto, M.Kep., Ns., Sp.Kep.MB

Dian Kartikasari, M.Kep.

Disusun Oleh : Kelompok 7 (Kelas 3A)

1. Dian Ratna Puspita Siwi (16.1142.S)


2. Ike Shokhikha Sari (16.1156.S)
3. Ulul Ilmi (16.1197.S)
4. Widianto Istiadi (16.1202.S)

PRODI S1 KEPERAWATAN

STIKES MUHAMMADIYAH PEKAJANGAN PEKALONGAN

2018-2019
KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik Allah SWT. Shalawat dan salam selalu tercurahkan
kepada Rasulluah SAW. Berkat limpahan dan rahmat-Nya penyusun mampu
menyelesaikan tugas makalah ini guna memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan
Medikal Bedah.

Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang
dihadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini
tidak lain berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan orangtua, sehingga kendala-
kendala yang penulis hadapi teratasi.

Makalah ini ditulis agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang kaitan
dengan caring, prinsip, dan kode etik yang diterapkan dalam kasus “Asuhan
Keperawatan pada Pasien Spondilitis TB” yang kami sajikan berdasarkan
pengamatan dari berbagai sumber informasi, refrensi, dan berita. Makalah ini disusun
oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang dating dari diri penyusun
maupun yang dating dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama
pertolongan dari Allah akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.

Pekalongan

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................................. 1


BAB I ........................................................................................................................................ 3
PENDAHULUAN .................................................................................................................... 3
A. Latar Belakang .............................................................................................................. 3
B. Tujuan Penulisan ........................................................................................................... 3
BAB II....................................................................................................................................... 4
KONSEP TEORI SPONDILITIS TB ....................................................................................... 4
A. Pengertian Spondilitis TB ............................................................................................. 4
B. Batasan Gangguan Spondilitis TB ................................................................................ 5
C. Etiologi Gangguan Spondilitis TB ................................................................................ 6
D. Pathofisiologis dan Gambaran Pathways Spondilitis TB.............................................. 6
E. Pemeriksaan Diagnosis dan Hasil yang Spesifik Gangguan Spondilitis TB .............. 10
F. Manajemen Therapy Spondilitis TB ........................................................................... 11
G. Komplikasi Gangguan Spondilitis TB ........................................................................ 11
H. Manajemen Keperawatan Gangguan Spondilitis TB .................................................. 11
BAB III ................................................................................................................................... 12
PENUTUP .............................................................................................................................. 12
A. Kesimpulan ................................................................................................................. 12
B. Saran ........................................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 13

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Spondilitis Tubeculosa atau penyakit Pott telah terdokumentasi pada
mumi bangsa Mesir dan Peru, yang merupakan penyakit tertua yang diketahui
pada manusia. Pada tahun 1779, Previcall Pott menggambarkan deskripsi
klasik dari tuberculosis spinal. Sejak penemuan obat anti tuberculosis,
penyakit tuberculosis tulang mulai jarang ditemukan di Negara maju, namun
nashi banyak di Negara berkembang.

Penyaki spodilitis tubekulosis disebabkan oleh mycobacterium


tuberculosis. Khusunya pada Negara berkembang dengan social ekonomi
rendah, malnutrisi, sanitasi lingkungan yang tidak baik dan munculnya
keadaan resistensi terhadap pengobatan merupakan hal-hal yang
mengakibatkan semakin berkembangnya penyebaran penyakit ini.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum : Untuk mengetahui asuhan keperawatan dengan kasus
gangguan Spondilitis TB sehingga dapat mengerti pencegahan primer dan
sekunder serta manajemen kasus tersebut.
2. Tujuan Khusus :
a. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan spondilitis TB.
b. Untuk mengetahui batasan gangguan spondilitis TB.
c. Untuk mengetahui etiologi gangguan spondilitis TB.
d. Untuk mengetahui pathofisiologi dan gambaran pathways gangguan
spondilitis TB.
e. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik dan hasil yang spesifik
gangguan spondilitis TB.

3
f. Untuk mengetahui manajemen therapy pada pasien dengan gangguan
spondilitis TB.
g. Untuk mengetahui komplikasi pada pasien dengan gangguan
spondilitis TB.
h. Untuk mengetahui manajemen keperawatan pada pasien dengan
gangguan spondilitis TB.

BAB II

KONSEP TEORI SPONDILITIS TB

A. Pengertian Spondilitis TB

Spondilitis tuberkulosis (TB) atau dikenal dengan Pott’s disease


adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium
tuberculosis yang mengenai tulang belakang. Infeksi Mycobakcterium
tuberculosis pada tulang belakang terbanyak disebarkan melalui infeksi dari
diskus. Mekanisme infeksi terutama oleh penyebaran melalui hematogen.
(Paramarta, Purniti, Subanada, & Astawa, 2013)

Spondilitis tuberkulosis adalah infeksi Mycobacterium tuberculosis


pada tulang belakang. Spondilitis tuberkulosis memiliki perjalanan penyakit
yang relatif indolen, sehingga sulit untuk didiagnosis secara dini. Infeksi
spinal oleh tuberkulosis, atau yang biasa disebut sebagai spondilitis
tuberkulosis (TB), sangat berpotensi menyebabkan morbiditas serius,
termasuk defisit neurologis dan deformitas tulang belakang yang permanen,
oleh karena itu diagnosis dini sangatlah penting. Diagnosis dini spondilitis TB

4
sulit ditegakkan dan sering disalahartikan sebagai neoplasma spinal atau
spondilitis piogenik lainnya. Diagnosis biasanya baru dapat ditegakkan pada
stadium lanjut, saat sudah terjadi deformitas tulang belakang yang berat dan
defi sit neurologis yang bermakna seperti paraplegia. (Zuwanda & Janitra,
2013)

Infeksi ini menyebabkan destruksi tulang dan mengakibatkan


deformitas tulang belakang berupa kifosis (deformitas kifotik, atau sering
disebut dengan gibbus). Abses terbentuk jika infeksi menyebar ke otot psoas
atau jaringan ikat sekitarnya. (Adriman, Bisri, Rahardjo, & Wargahadibrata,
2015)

B. Batasan Gangguan Spondilitis TB


1. Kelemahan anggota gerak bawah.
2. Gangguan miksi.
3. Nyeri tidak spesifik pada daerah vertebra yang terinfeksi.
4. Demam.
5. Malaise.
6. Penurunan berat badan juga dapat ditemukan.
7. Pada kasus kronis, dapat ditemukan kifosis dan defisit neurologis berupa
paraplegia, paresis, hipestesia, nyeri radikular dan/ atau sindrom kauda
equina. (Adriman, Bisri, Rahardjo, & Wargahadibrata, 2015)
8. Menggigil.
9. kaku leher atau nyeri leher yang tidak spesifik.
10. Gangguan motorik, sensorik dan sfingter distal dari lesi vertebra.
(Zuwanda & Janitra, 2013)
11. Benjolan pada tulang belakang yang disertai oleh nyeri. (Sahputra &
Munandar, 2015)

5
C. Etiologi Gangguan Spondilitis TB
Spondilitis tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan
oleh kuman Mycobacterium tuberculosis yang merupakan anggota ordo
Actinomicetales dan famili Mycobacteriase. Basil tuberkel berbentuk batang
lengkung, gram positif lemah yaitu sulit untuk diwarnai tetapi sekali berhasil
diwarnai sulit untuk dihapus walaupun dengan zat asam, sehingga disebut
sebagai kuman batang tahan asam. Hal ini disebabkan oleh karena kuman
bakterium memiliki dinding sel yang tebal yang terdiri dari lapisan lilin dan
lemak (asam lemak mikolat). Selain itu bersifat pleimorfik, tidak bergerak dan
tidak membentuk spora serta memiliki panjang sekitar 2-4 μm. (Sahputra &
Munandar, 2015)

D. Pathofisiologis dan Gambaran Pathways Spondilitis TB


1. Pathofisiologis

Spondilitis TB dapat terjadi akibat penyebaran secara


hematogen/limfogen melalui nodus limfatikus para-aorta dari fokus
tuberkulosis di luar tulang belakang yang sebelumnya sudah ada. Pada
anak, sumber infeksi biasanya berasal dari fokus primer di paru,
sedangkan pada orang dewasa berasal dari fokus ekstrapulmoner (usus,
ginjal, tonsil). Dari paru-paru, kuman dapat sampai ke tulang belakang
melalui pleksus venosus paravertebral Batson.

Lesi tuberkulosis pada tulang belakang dimulai dengan infl amasi


paradiskus. Setelah tulang mengalami infeksi, hiperemia, edema sumsum
tulang belakang dan osteoporosis terjadi pada tulang. Destruksi tulang
terjadi akibat lisis jaringan tulang, sehingga tulang menjadi lunak dan
gepeng terjadi akibat gaya gravitasi dan tarikan otot torakolumbal.
Selanjutnya, destruksi tulang diperberat oleh iskemi sekunder akibat
tromboemboli, periarteritis, endarteritis. Karena transmisi beban gravitasi
pada vertebra torakal lebih terletak pada setengah bagian anterior badan

6
vertebra, maka lesi kompresi lebih banyak ditemukan pada bagian anterior
badan vertebra sehingga badan vertebra bagian anterior menjadi lebih
pipih daripada bagian posterior. Resultan dari hal-hal tersebut
mengakibatkan deformitas kifotik. Deformitas kifotik inilah yang sering
disebut sebagai gibbus.

Beratnya kifosis tergantung pada jumlah vertebra yang terlibat,


banyaknya ketinggian dari badan vertebra yang hilang, dan segmen tulang
belakang yang terlibat. Vertebra torakal lebih sering mengalami
deformitas kifotik. Pada vertebra servikal dan lumbal, transmisi beban
lebih terletak pada setengah bagian posterior badan vertebra sehingga bila
segmen ini terinfeksi, maka bentuk lordosis fisiologis dari vertebra
servikal dan lumbal perlahan-lahan akan menghilang dan mulai menjadi
kifosis.

Cold abscess terbentuk jika infeksi spinal telah menyebar ke otot


psoas (disebut juga abses psoas) atau jaringan ikat sekitar. Cold abscess
dibentuk dari akumulasi produk likuefaksi dan eksudasi reaktif proses
infeksi. Abses ini sebagian besar dibentuk dari leukosit, materi kaseosa,
debris tulang, dan tuberkel basil.

Abses di daerah lumbar akan mencari daerah dengan tekanan


terendah hingga kemudian membentuk traktus sinus/fi stel di kulit hingga
di bawah ligamentum inguinal atau regio gluteal.

Adakalanya lesi tuberkulosis terdiri dari lebih dari satu fokus


infeksi vertebra. Hal ini disebut sebagai spondilitis TB non-contiguous,
atau “skipping lesion”. Peristiwa ini dianggap merupakan penyebaran dari
lesi secara hematogen melalui pleksus venosus Batson dari satu fokus
infeksi vertebra. Insidens spondilitis TB non-contiguous dijumpai pada 16
persen kasus spondilitis TB.

7
Defisit neurologis oleh kompresi ekstradural medula spinalis dan
radiks terjadi akibat banyak proses, yaitu: 1) penyempitan kanalis spinalis
oleh abses paravertebral, 2) subluksasio sendi faset patologis, 3) jaringan
granulasi, 4) vaskulitis, trombosis arteri/ vena spinalis, 5) kolaps vertebra,
6) abses epidural atau 7) invasi duramater secara langsung. Selain itu,
invasi medula spinalis dapat juga terjadi secara intradural melalui
meningitis dan tuberkulomata sebagai space occupying lesion.

Bila dibandingkan antara pasien spondilitis TB dengan defi sit


neurologis dan tanpa defi sit neurologis, maka defisit biasanya terjadi jika
lesi TB pada vertebra torakal. Defi sit neurologis dan deformitas kifotik
lebih jarang ditemukan apabila lesi terdapat pada vertebra lumbalis.
Penjelasan yang mungkin mengenai hal ini antara lain: 1) Arteri
Adamkiewicz yang merupakan arteri utama yang mendarahi medula
spinalis segmen torakolumbal paling sering terdapat pada vertebra torakal
10 dari sisi kiri. Obliterasi arteri ini akibat trombosis akan menyebabkan
kerusakan saraf dan paraplegia. 2) Diameter relatif antara medula spinalis
dengan foramen vertebralisnya. Intumesensia lumbalis mulai melebar
kira-kira setinggi vertebra torakal 10, sedangkan foramen vertebrale di
daerah tersebut relatif kecil. Pada vertebra lumbalis, foramen
vertebralenya lebih besar dan lebih memberikan ruang gerak bila ada
kompresi dari bagian anterior. (Zuwanda & Janitra, 2013)

8
2. Pathways
Udara tercemar bakteri Mycobacterium Tuberculosa Terhirup lewat saluran nafas

Fagositosi bakteri oleh makrofag gagal Masuk ke paru (alveoli)

Tuberculosis paru Penyebaran hasil melalui arteri intercostal

Menyebar ke korpus vertebra diskus interverterbralis

Perusakan tulang dan penjalaran infeksi keruang diskus verterbre yang berdekatan

SPONDILITIS TUBERKULOSIS

Eksudasi

Perubahan pada Osteoporosis dan perlunakan Perubahan pada


verterbra torakal verterbra servikal

Perubahan pada Menyebar dibawah Eksudat menumpuk


Kerusakan pada korteks
verterbra lumbalis ligamentum di belakang fasia
epifises & discus
longitudinal anterior paravertebralis
verterbra sekitar
Kompresi saraf
Ligament tertembus Menyebar ke lateral
Abses verterbra torakal
MK : NYERI AKUT dibelakang muskulus
Menyebar ke sternokledomastoideus
Paraplegi
Kifosis Gibbus ligament yang lemah
Faring menonjol
Perubahan
MK : GANGGUAN Abses vertebra lumbal
respon psikologi
CITRA TUBUH Abses faringeal

Abses mengikuti muskulus psoas


MK : ANSIETAS Esophagus
MK : GANGGUAN
tersumbat eksudat
MOBILITAS FISIK
Muncul dibawah ligament inguinal

Gangguan menelan
Menyebar ke pembuluh darah femuralis

MK : NUTRISI KURANG DARI KEBUTUHAN TUBUH

9
E. Pemeriksaan Diagnosis dan Hasil yang Spesifik Gangguan Spondilitis TB
1. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
1) Laju endapan darah meningkat (tidak spesifik), dari 20 sampai
lebih dari 100 mm/jam.
2) Tuberculin skin test / mantoux test / tuberculin Purified Protein
Derivative (PPD) positif. Dikatakan positif jika tampak area
berindurasi, kemerahan dengan diameter ≥ 10mm disekitar tempat
suntikan 48-72 jam setelah suntikan.
3) Kultur urin pagi membantu bila terlihat adanya keterlibatan ginjal.
4) Apus darah tepi menunjukan leukositosis dengan limfositosis yang
bersifat relatife.
5) Tes darah untuk titer anti-staphylococcal dan anti-streptolysin
haemolysins, typhoid, paratyphoid dan brucellosis.
6) Cairan serebrospinal dapat abnormal (Pada kasus dengan
meningitis tuberkulosa) normalnya cairan ini tidak
mengeksklusikan kemungkinan infeksi TBC.
b. Radiologi
Gambarnya bervariasi tergantung tipe patologi dan kroonisitas infeksi.
c. Computed Tomography-Scan (CT)
Bermanfaat untuk memvisualisasikan regio torakal dan keterlibatan
iga yang sulit dilihat pada foto polos. Keterlibatan syaraf posterior
seperti pedikel tampak lebih baik dengan CT Scan.
d. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Mempunyai manfaat besar untuk membedakan komplikasi yang
bersifat kompresif dengan yang bersifat non kompresif pada
tuberkulosa tulang belakang.
e. Neddle biopsy / operasi eksplorasi

10
Dari lesi spinal mungkin diperlukan pada kasus yang sulit tetapi
membutuhkan penglaman dan pembacaan histologi yang baik.

2. Pengkajian Fokus

F. Manajemen Therapy Spondilitis TB


1. Terapi konservatif
a. Pemberi nutrisi yang bergizi.
b. Pemberian kemoterapi atau terapi anti tuberkulosa.
c. Istirahat tirah baring (resting).
2. Terapi operatif

G. Komplikasi Gangguan Spondilitis TB


1. Cedera corda spinalis (spinal cord injury).
Dapat terjadi karena adanya tekanan ekstradural sekunder karena pus
tuberkulosa, sekuestra tulang, sekuester dari diskus intervertebralis atau
dapat juga langsung karena keterlibatan korda spinalis oleh jaringan
granulasi tuberkulosa.
2. Empyema tuberkulosa karena rupturnya abses paravertebral di torakal ke
dalam pleura.

H. Manajemen Keperawatan Gangguan Spondilitis TB

11
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Spondilitis tuberkulosa merupakan peradangan granulomatosa yang
bersifat kronik destruktif yang disebabkan oleh mikobakterium tuberkulosa.
Spondilitis tuberkulosa atau yang dikenal juga sebagai penyakit Pott,
Paraplagi Pott, merupakan 50% dari seluruh tuberculosis tulang dan sendi.
Nyeri spinal yang menetap, terbatasnya pergerakan spinal, dan komplikasi
neurologis merupakan tanda terjadinya destruksi yang lebih lanjut.
Pengobatan tuberculosis tulang belakang harus dilakukan sesegera mungkin
untuk menghentikan progresivitas penakit serta mencegah paraplegia.

B. Saran
Semoga, apa yang kita pelajari dalam makalah ini dapat kita pelajari
dengan sungguh-sungguh, dan dapat kita terapkan dengan baik. Demikianlah
makalah tentang spondilitis tb ini kami buat, semoga makalah ini bermanfaat
bagi kita semua baik kami yang membuat maupun anda yang membaca. Kami
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu,
saran dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca ,kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.

12
DAFTAR PUSTAKA

Adriman, S., Bisri, D. Y., Rahardjo, S., & Wargahadibrata, H. (2015). Penatalaksanaan
Anastesi pada Pasien Spondilitis Tuberkulosis Torakalis dan Tumor Ekstramedular
(Meningioma Torakalis) T7-11. Jurnal Neuroanestesi Indonesia Vol.4 No.2: 98-103, 1-
6.

Danchaivijitr, N., Temram, S., Thepmongkhol, K., & Chiewvit, P. (2007). Diagnostic Accuracy
of MR Imaging in Tuberculous Spondylitis. J Med Assoc Thai Vol. 9 No. 8, 1-9.

Faried, A., Hidayat, I., Yudoyono, F., Dahlan, R. H., & Arifin, M. Z. (2015). Spondylitis
Tuberculosis in Neurosurgery Department Bandung Indonesia. JSM Neurosurg Spine
3 (3) : 1059, 1-4.

Paramarta, I. E., Purniti, P. S., Subanada, I. B., & Astawa, P. (2013). Spondilitis Tuberkulosis.
Sari Pediatri, Vol. 10, No. 3, 1-7.

Sahputra, R. E., & Munandar, I. (2015). Spondilitis Tuberkulosa Cervical. Jurnal Kesehatan
Andalas, 1-10.

Zuwanda, & Janitra, R. (2013). Diagnosis dan Penatalaksanaan Spondilitis Tuberkulosis. CDK-
208 Vol.40 No. 9, 1-13.

13

Anda mungkin juga menyukai