1. NafiatulAmrah
2. Marisa Ainun
3. NurulHidayanti
4. RinuliaAndisva
5. Ummah
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat limpahan rahmat dan karunia-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan “Asuhan Keperawatan Komunitas Pada Kasus
Reumathoid Atritis” ini dengan baik dan tepat pada waktunya.
Makalah ini dibuat dengan berbagai observasi dan beberapa bantuan dari teman-teman
untuk membantu menyelesaikan makalah ini.Oleh karena itu kami ucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua teman-teman yang telah membantu dalam penyusunan makalah
ini.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini.Oleh
karena itu, kami mengundang pembaca untuk memberikan saran serta kritik yang dapat
membangun kami.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita sekalian.
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar................................................................................................................. i
Daftar Isi………………..………………………………………………………...……... ii
BAB I Pendahuluan……………………………….…………………………………..... 1
1.1 Latar Belakang………………………………………………………………….. 1
1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………………...…. 2
1.3 Tujuan……………………………………………………………….................... 3
1.4 Manfaat………………………………………………………....……................... 3
1.5 Sistematika Penulisan………………………………………………...………… 3
1.6 Metode Penulisan……………………………….……………………………..... 4
BAB II Pembahasan……………………………….…………………………………..... 5
2.1 Konsep Dasar Teori.……….……..……….…………............................……….. 5
2.2 Konsep Dasar Askep……………….…..……………………………………..… 12
BAB III Penutup………………………….…………………………..……………..... 22
3.1 Kesimpulan………………………………………..………………………...…… 22
3.2 Saran………………………………………………...………………...………..… 23
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
2.1.2 Etiologi
Etiologi arthritis reumatoid masih belum diketahui, kemungkinan artritis
reumatoid merupakan manifestasi respon terhadap suatu sgen infeksiosa paja pejamu
yang secara genetis rentan telah di perkirakan.Karena distribusi artritis reumatoid
yang telah mendunia, organisme tersangka yang telah dihipotesiskan terdapat
dimana-mana. Sejumlah agen penyebab telah di perkirakan, yaitu Mycoplasma,virus
Eipstein Barr, sitomegalovirus, parvovirus, dan virus rubella, tetapi bukti yang
meyakinkan apakah agen tersebutatau agen infeksiosa lain menyebabkan arthritis
reumatoidbelum ada (Harrison,2000).
Walaupun belum dapat dipastikan sebagai penyebab, faktor genetik,
hormonal, infeksi, dan head shock protein telah diketahui berpengaruh kuat dalam
menentukan pola morbiditas.
1. Faktor genetik dan beberapa faktor lingkungan telah lama diduga berperan
dalam timbulnya penyakit ini. Hal ini terbukti dari terdapatnya hubungan dalam
produk kompleks tustokompatibilitas utama kelas II, khusus nya HLA – DR,
dengan Arthritis reumatoid. Seropositif. Karena adanya temuan terhadap antigen
tustokompatibilitas spesifik (HLA) pada anggota keluarga.
2. Kecenderungan wanita yang menderita AR dan sering dijumpai pada wanita
yang sedang hamil menimbulkan dugaan terdapatnya faktor keseimbangan
huormonal sebagai salah satu faktor yang berpengaruh terhadap penyakit.
3. Karena pemberian hormon estrogen eksterna tidak menghasilkan perbaikan
infeksi telah diduga merupakan penyebab AR. Dugaan faktor infeksi sebagai
penyebab AR juga timbul karena umunya omset penyakit ini terjadi secara
mendadak dan timbul dengan disertai oleh gambaran inflamsi yang mencolok.
Agen infeksius yang diduga merupakan penyebab AR antara lain adalah bakteri
mikoplasma dan virus.
4. Heat Shock Protein (HSP) adalah sekelompok protein berukuran sedang(60-90
Kda) yang dibentuk oleh sel seluruh species sebagai respon terhadap stres.
2.1.3 Klasifikasi
Beberapa klasifikasi dari artritis :
1. Artritis juventil tipe pausiartikular.
Biasanya mengenai sendi lutut atau pergelangan kaki, kadang mengenai
sendi panggul atau siku.Keadaan umum biasanya baik.Komplikasi yang dapat
timbul adalah iridosiklitis.
2. Artritis tipe poliartikular.
Menenai lima sendi atau lebih dan disetrai dengan tanda yang lebih berat.
Paling sering di temukan pada sendi lutut, pergelangan kaki, telapak kaki,
pergelangantangan dan leher.Prognosisi buruk bila timbul berulang.Komplikasi
berupa hambatan umum pertumbuhan skelet.Keadaan ini diperberat dengan
pemberian kortikosteroid jangka panjang.
3. Artritis juventil sistemik yang disebut juga penyakit still.
Tipe ini jarang ditemukan, tetapi dengan prognosis yang lebih buruk.
Biasanya menyerang anak dibawah umur lima tahun. Pada keadaaan akut, dapat
menyerang beberapa sendi disertai tanda sistemik berupa panas tinggi, bercak
eritema, anemia.Limfadenopati, hepatosplenomegali dan perikarditis. Dan tipe
ini 70% akan mengalami remisi dibawah umur 10 tahun. Umumnya didapat
depormitas karena destruksi sendi dan gangguan pertumbuhan.Penanggulangan
dengan imobilisasi menggunakan bidai sementara dapat mencegah defoemitas
sendi. Pemberiana kortikostiroid jangka panjang tidak memperbaiki prognosis
atau mencegah komplikasi, malah mengakibatkan daya tahan tubuh terhadap
infeksi menurun dan osteoporoosis.
2.1.5 Patofisiologi
Pemahaman mengenai anatonomi normal dan fisiologi persendian
diartrodial atau sinovial merupakan kunci untuk memahami patofisiologi penyakit
reumatik. Fungsi persendian sinovial memilki kisaran gerak tertentu kendati
masing-masing orang tidak mempunyai kisaran gerak yang sama pada sendi-sendi
yang dapat digerakkan.
Pada sendi sinovial yang normal, kartilago artikuler membungkus ujung
tulang pada sendi dan menghasilkan permukaan yang licin serta ulet untuk
gerakkan.Membran sinovial melapisi dinding dalam kapsula fibrosa dan
mensekresi cairan ke dalam ruangan antar tulang.Fungsi dari cairan sinovial ini
yaitu sebagai peredam kejut (shock absorber) dan pelumas yang memungkinkan
sendi untuk bergerak secara bebas dalam arah yang tepat.
Sendi merupakan salah satu bagian tubuh yang paling sering terkena
inflamasi.Meskipun memilki keankearagaman mulai dari kelainan yang terbatas
pada satu sendi hingga kelainan multisistem yang sistemik, semua penyakit
rematik meliputi inflamasi dan degenerasi dalam derajat tertentu yang bisa terjadi
sekaligus. Inflamasi ini akan terlihat pada persendian sebagai sinovitis. Pada
penyakit rematik inflamatori, inflamasi adalah proses primer dan degenerasi yang
terjadi merupakan proses sekunder yang timbul akibat pembentukan pannus
(proliferasi jaringan sinovial). Inflamasi tersebut merupakan akibat dari respon
imun tersebut.
Sebaliknya, pada penyakit rematik degeneratif dapat terjadi proses
inflamasi yang sekunder sinovitis ini biasanya lebih ringan serta menggambarkan
suatu proses reaktif, dan lebih besar kemungkinannya untuk terlihat pada penyakit
lanjut. Pelepasan proteoglikan tulang rawan yang bebas dari kartilago artikuler
yang mengalami degenerasi dapat berhubungan dengan sinovitis kendati faktor-
faktor imunologi dapat pula terlibat (Smeltzer dan Bare, 2002).
Pada artritis reumatoid, reaksi autoimun terutama terjadi pada jaringan
sinovial. Proses fagositosis menghasilkan enzim-enzim dalam sendi. Enzim-
enzim tersebut akan memecah kolagen sehingga terjadi edema, proliferasi
membran sinovial, dan akhirnya membentuk panus. Panus akan menghancurkan
tulang rawan dan menimbulkan erosi tulang, akibatnya menghilangkan
permukaan sendi yang akan mengganggu gerak sendi. Otot akan turut terkena
karena serabut otot akan mengalami perubahan generatif dengan menghilangnya
elastisitas otot dan kekuatan kontraksi otot (Lukman, 2009).
Pathway
2.1.6 Pemeriksaan Dignostik
1. Pemeriksaan labolatorium terdapat :
a. Auto Antibodi
Suatu faktor anti-gama globulin (IgM) yang bereaksi terhadap
perubahan IgG. Titer,lebih besar dari 1:160 biasanya dikatkan dengan
nodula reumatoid. Penyakit yang berat,vaskulitis dan proknosis yang buruk.
b. LED (laju endap darah)
Suatu indeks peradangan yang bersifat tidak spesifik.Pada artritis
reumatoid nilainya dapat tinggi (100mm/jam atau lebih tinggi).Hal ini
berarti bahwa laju endap darah dapat dipakai untuk memantau aktifitas
penyakit.
c. Protein C-reaktif biasanya positif
d. Leukosit normal atau meningkat sedikit.
e. Anemia normalistik hipokrom akibat adanya inflamasi yang kronik.
f. Trombosit meningkat.
g. Kadar albumin serum turun dan globulin naik.
2. Pemeriksaan sinar X dari sendi yang sakit :
Menunjukkan pembengkakkan pada jaringan lunak,erosi sendi,dan
osteoporosis dari tulang yang berdekatan berkembang menjadi formasi kista
tulang,memperkecil jarak sendi dan subluksasio.
3. Scan Radio Nuklida :
Identifikasi peradangan sinovium.
4. Pemeriksaan artroskopi langsung:
Visualisasi dari area yang menunjukkan irregularitas/degenerasi tulang
pada sendi.
5. Pemeriksaan aspirasi cairan sinovial:
Mungkin menunjukkan volume yang lebih besar dari normal,
buram,berkabut,munculnya warna kuning.
6. Pemeriksaan Biopsi membran sinovial :
Menunjukkan perubahan inflamasi dan perkembangan panas.
7. Arthrography:
Akan memberikan visualisasi radiografi setelah udara dan media kontras
dimasukkan ke sendi,hal ini berguna untuk melihat ligamen (ikatan sendi) dan
kartilago (tulang rawan) yang tidak bias tervisualisasikan dengan menggunakan
sinar x saja.
8. Mielography :
Ini digunakan untuk mengevaluasi kerusakan jaringan chorda spinalis dan
ujung-ujung syaraf.Tes ini mencakup pemeriksaan huroskopi ruangan
subarachnoid setelah dilakukan injection dan media kontra.
2.1.8 Komplikasi
1. Dapat menimbulkan perubahan pada jaringan lain seperti adanya proses
granulasi dibawah kulit yang disebut subcutan nodule.
2. Cervical myelopathy. Saraf tulang belakang tertekan akibat dislokasi persendian
tulang belakang bagian atas. Walau jarang terjadi, jika tidak segera dioperasi,
kondisi ini bisa menyebabkan kerusakan saraf tulang belakang permanen dan
akan berdampak kepada aktivitas sehari-hari
3. Pada pembuluh darah terjadi tromboemboli
Tromboemboli adalah adanya sumbatan pada pembuluh darah yang disebabkan
oleh adanya darah yang membeku
4. Terjadi splenomegali
Slenomegali merupakan pembesaran limfa,jika limfa membesar kemampuannya
untuk menyebabkan berkurangnya jumlah sel darah putih dan trombosit dalam
sirkulasi menangkap dan menyimpan sel-sel darah akan meningkat
2.2.3 INTERVENSI
Rencana keperawatan keluarga adalah kumpulan rencana tindakan yang
dibuat oleh perawat yang nantinya diimplementasikan dalam tindakan yang nyata
dengan mengerahkan segala kemampuan yang dimiliki untuk perbaikan kesehatan
keluarga yang lebih baik dari sebelumnya.
Perencanaan keperawatan keluarga terdiri dari tujuan (umum dan khusus),
rencana intervensi, serta rencana evaluasi yang memuat criteria dan
standar.Perumusan tujuan dilakukan secara spesifik, dapat diukur (measurable),
dapat dicapai (achivable), rasional dan menunjukkan waktu (SMART).Rencana
intervensi ini ditetapkan untuk mencapai tujuan (Padila, 2012).
Berikut ini klasifikasi intervensi keperawatan menurut Feeman (1970)
dalam Friedman (1998), yaitu :
1. Intervensi Suplemental, perawat memberikan perawatan langsung kepada
keluarga karena tidak dapat dilakukan keluarga
2. Intervensi Facilitate, perawat membantu mengatasi hambatan yang dimiliki
keluarga dengan berusaha memfasilitasi pelayanan yang diperlukan, seperti
pelayanan medis, kesejahteraan sosial, transportasi dan pelayanan kesehatan
di rumah
3. Intervensi Developmental, perawat melakukan tindakan dengan tujuan
meningkatkan dan memperbaiki kapasitas keluarga dalam perawatan diri dan
tanggung jawab pribadi. Perawat juga membantu keluarga memanfaatkan
fasilitas kesehatan yang berasal dari sumber diri sendiri , termasuk dukungan
sosial internal maupun eksternal ( Padila, 2012).
2.2.4 IMPLEMENTASI
Implementasi atau pelaksanaan keperawatan adalah proses dimana
perawat mendapatkan kesempatan untuk menerapkan rencana tindakan yag telah
disusun dan membangkitkan minat dan kemandirian keluarga dalam mengadakan
perbaikan ke arah perilaku hidup sehat. Namun sebelum melakukan
implementasi, perawat terlebih dahulu membuat kontrak agar keluarga lebih siap
baik fisik maupun psikologis dalam menerima asuhan keperawatan yang
diberikan. Tindakan keperawatan keluarga mencakup hal-hal di bawah ini yaitu :
1. Merangsang kesadaran atau penerimaan keluarga mengenai masalah kesehatan
dan kebutuhan kesehatan dengan cara memberi informasi, mengkaji kebutuhan
dan harapan tentang kesehatan serta memberi motivasi atau dorongan sikap
emosi yang sehat terhadap masalah.
2. Membantu keluarga untuk memutuskan cara perawatan yang tepat, dengan cara
memberitahu konsekuensi jika tidak melakukan, mengidentifikasi sumber-
sumber yang dimiliki keluarga, dan membicarakan dengan keluarga tentang
konsekuensi tiap tindakan.
3. Memberikan kepercayaan diri dalam merawat anggota keluarga yang sakit,
dengan cara mendemonstrasikan cara perawatan, memanfaatkan alat dan
fasilitas yang ada di rumah, dan mengawasi keluarga dalam melakukan
tindakan.
4. Membantu keluarga untuk memodifikasi lingkungan menjadi sehat, dengan
cara menggali sumber-sumber yang ada pada keluarga dan memodifikasi
lingkungan semaksimal mungkin.
5. Memberi motivasi keluarga untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan tyang ada,
dengan cara mengenalkan fasilitas kesehatan yang ada di lingkungan keluarga,
serta membantu keluarga menggunakan fasilitas kesehatan yang ada.
(Widyanto, 2014)
Namun, tidak semua pelaksanaan tindakan ini berjalan dengan baik, ada faktor-
faktor penyulit dari keluarga yang dapat menghambat minat keluarga dalam
berkerja sama melakukan tindakan kesehatan ini, yaitu :
1. Kurang jelasnya informasi yang didapat keluarga, sehingga membuat keluarga
keliru
2. Kurang lengkapnya informasi yang didapat keluarga sehingga keluarga melihat
masalah sebagian
3. Keliru, keluarga tidak dapat mengkaitka informasi yang di dapat dengan
kondisi yang dihadapi
4. Keluarga tidak mau menghadapi situasi
5. Anggota keluarga tidak mampu melawan tekanan dari keluarga atau
lingkungan sekitar
6. Keluarga ingin mempertahankan suatu pola tingkah laku
7. Gagalnya keluarga dalam mengaitkan tindakan dengan sasaran atau tujuan
upaya keperawatan
8. Keluarga kurang percaya dengan tindakan yang diajukan perawat
Selain itu, ada juga kesulitan yang dihadapi petugas dalam tahap pelaksanaan ini,
seperti :
1. Perawat kaku dan kurang flekesibel dan cenderung menggunakan 1 pola
pendekatan
2. Kurangnya pemberian penghargaan dan perhatian terhadap faktor-faktor sosial
budaya dari petugas
3. Perawat kurang mampu dalam mengambil tindakan/menggunakan berbagai
macam teknik dalam mengatasi masalah yang rumit. (Mubarak, 2012)
2.2.5 EVALUASI
Menurut Mubarak (2012), evaluasi proses keperawatan ada dua yaitu evaluasi
kuantitatif dan evaluasi kualitatif.
1. Evaluasi Kuantitatif
Evaluasi kuantitatif dilaksanakan dalam kuantitas, jumlah pelayanan, atau
kegiatan yang telah dikerjakan.
2. Evaluasi Kualitatif
Evaluasi kualitatif merupakan evaluasi mutu yang dapat difokuskan pada salah
satu dari tiga dimensi yang saling terkait.
Tahapan evaluasi dapat dilakukan pula secara formatif dan sumatif. Evaluasi
formatif adalah evaluasi yang dilakukan selama proses asuhan keperawatan
sedangkan evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan pada akhir asuhan
keperawatan (Mubarak, 2012).
Evaluasi dilaksanakan dengan pendekatan SOAP (Subyektif, Obyektif,
Analisa, dan Planning)
S : adalah hal-hal yang dikemukakan oleh keluarga secara subjektif setelah
dilakukan intervensi keperawatan.
O : adalah hal-hal yang ditemui oleh perawat secara objektif setelah dilakukan
intervensi keperawatan.
A : adalah analisa dari hasil yang telah dicapai dengan mengacu pada tujuan yang
terkait dengan diagnosis.
P : adalah perencanaan yang akan datang setelah melihat respon dari keluarga
pada tahapan evaluasi.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Arthritis adalah suatu bentuk penyakit sendi yang sering dijumpai, meliputi
bermacam-macam kelainan dengan penyebab yang berbeda (Robbins, 2007).
Arthritis reumatoid adalah suatu penyakit inflamasi sistemik kronik yang tidak
diketahui penyebabnya, dikarakteristikkan oleh kerusakan dan perforasi membran sinovial,
yang menyebabkan kerusakan pada tulang sendi, ankilosis, dan deformitas. (Doenges, E
Marlin, 2000 : hal 859).
Sejumlah agen penyebab telah di perkirakan, yaitu Mycoplasma,virus Eipstein Barr,
sitomegalovirus, parvovirus, dan virus rubella, tetapi bukti yang meyakinkan apakah agen
tersebutatau agen infeksiosa lain menyebabkan arthritis reumatoidbelum ada
(Harrison,2000).
3.2 SARAN
Dengan disusunnya makalh ini kami penulis mengharapkan kepada semua
mahasiswa dan masyarakat agar dapat mengetahui dan memahami penyebab, tanda dan
gejala, penatalaksanaannya serta asuhan keperawatan komunitas dengan gangguan artritis.
DAFTAR PUSTAKA