Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kayu merupakan salah satu bahan yang berasal dari batang tumbuhan. Salah
satu kelebihan kayu yaitu memiliki tesktur yang indah sehingga pemanfaatan kayu
untuk berbagai keperluan cukup diminati oleh masyarakat. Kayu dapat
dimanfaatkan dalam berbagai bidang baik dalam bidang struktural maunpun non
strukural. Kayu yang digunakan untuk bahan struktural harus mempunyai dimensi
yang besar dengan bentang yang cukup panjang. Sedangkan ketersediaan kayu
dengan dimensi maupun jumlah besar sudah semakin berkurang sehingga
diperlukan suatu solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut yaitu salah satunya
dengan pengembangan kayu modifikasi menggunakan teknologi Glued Laminated
Timber (Glulam).
Glued Laminated Timber (Glulam) merupakan teknologi kayu laminasi
yang memanfaatkan beberapa kayu berukuran kecil yang disusun dan direkatnya
menggunakan perekat sehingga dapat menjadi satu kesatuan seperti kayu utuh.
Salah satu kelebihan teknologi Glued Laminated Timber (Glulam) yaitu dapat
menghasilkan kayu dengan dimensi yang diinginkan. Glued Laminated Timber
(Glulam) dapat dimanfaatkan untuk beberpa bahan konstruksi seperti dalam
pembuatan struktur kolom. Selain dari segi dimensi, syarat lain yang harus
dipenuhi dalam penggunaan kayu di bidang struktural untuk konstuksi yaitu
kekuatan, untuk itu perlu dilakukan analisa kekuatan dalam penggunaan teknologi
Glued Laminated Timber (Glulam) untuk struktur kolom
Di sisi lain ada juga permasalahan mengenai kayu yaitu penggunaan kayu di
bidang non struktural seperti pembuatan peti kemas. Jika sudah tidak digunakan
kayu yang dipakai untuk peti kemas biasanya dibuang atau dibakar. Hal ini tentu
akan berdampak tidak baik pada lingkungan sehingga pada penelitian ini
digunakan kayu daur ulang sebagai bahan dalam pembuatan kolom menggunakan
teknologi Glued Laminated Timber (Glulam).
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada sub bab 1.1 maka rumusan masalah dalam
penelitian ini yaitu apakah kayu daur ulang dengan memanfaatkan teknologi
Glued Laminated Timber (Glulam) dapat digunakan sebagai struktur kolom pada
konstruksi bangunan sederhana.

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan penelitian ini yaitu untuk menganalisa kekuatan kolom laminasi dari
bahan kayu daur ulang menggunakan teknologi Glued Laminated Timber
(Glulam).

1.4 Batasan Masalah


Adapun batasan masalah dalam penelitian ini antara lain :
1. Bahan yang digunakan dalam pembuatan kolom laminasi yaitu kayu
pinus daur ulang.
2. Nilai kadar air dan hasil uji rekat untuk menentuan jenis lem yang
digunakan didasarkan pada pengujian Sella pada tahun 2018 karena
jenis kayu yang digunakan sama.
3. Pengujin propertis yang dilakukan meliputi uji kuat tarik sejajar serat,
tarik tegak lurus serat, uji kuat geser, uji delaminasi dan uji kuat tekan.
4. Acuan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu SNI 03-3399-1994,
SNI 03-3958-1995, SNI 03-3400-1994, 03-3975-1995, dan JAS 2007.
5. Analisa hasil uji menggunakan SNI 7973-2013 dan PKKI 1961 untuk
nilai pembanding kayu solid.

1.5 Manfaat Penelitian


Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi mengenai struktur
kolom dari kayu laminasi menggunakan teknologi Glued Laminated Timber
(Glulam) dan dapat dijadikan acuan untuk penelitian selanjutnya.
1.6 Sitematika Penulisan
Sistematika dalam penulisan penelitian ini sebagai berikut
a. BAB I PENDAHULUAN
Bab ini menguraikan mengenai latar belakang penelitian, perumusan
masalah, tujuan penelitian, batasan penelitian, manfaat penelitian dan
sistematika penulisan.

b. BAB II LANDASAN TEORI


Bab ini menguraikan tentang definisi kayu, sifat-sifat kayu, penggunaan
teknologi Glued Laminated Timber (Glulam) dalam dunia konstruksi
dan penelitian terdahulu mengenai Glued Laminated Timber (Glulam).

c. BAB III METODE PENELITIAN


Bab ini menguraikan tentang waktu, tempat penelitian, tahapan
pelaksanaan penelitian, serta alat dan bahan yang digunakan dalam
penelitian.

d. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN


Bab ini menguraikan tentang langkah dalam memulai penelitian,
memperoleh hasil pengujian, dan menganalisa hasil pengujian.

e. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN


Bab ini menguraikan tentang kesimpulan yang diperoleh dari hasil
penelitian serta saran yang dapat digunakan untuk penelitian
selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Kayu


Kayu adalah bahan yang diperoleh dari bagian batang tumbuhan yang keras
karena mengalami lignifikasi (PKKI 1961). Kayu dapat dimanfaatkan untuk
bebagai kebutuhan baik dalam bidang struktural mau non struktural. Pemanfaatan
kayu di bindang non struktural salah satunya digunakan untuk pembuatan
perabotan rumah tangga seperti yang terlihat pada gambar 2.1, sedangkan dalam
bidang struktural kayu biasanya di manfaatakan sebagi bahan konstruksi
pembuatan rumah seperti untuk pembuatan balok dan kolom. Gambar 2.2
menunjukkan contoh pemanfaatan kayu di bidang konstruksi.
.

Gambar 2.1 Pemanfaatan Kayu sebagai Bahan Perabotan Rumah


(Sumber : decorarymas.com)
Gambar 2.2 Pemanfaatan Kayu sebagai Bahan Perabotan Rumah
(Sumber : kompasiana.com)

2.2 Sifat Kayu


Kayu yang berasal dari berbagai jenis tumbuhan mempunyai sifat yang
berbeda-beda. Sifat kayu terdiri dari sifat anatomi, sifat fisis, sifat mekanik dan
sifat kimia. Pada penelitian ini akan dibahas mengenai sifat fisis dan sifat mekanik
kayu.

2.2.1 Sifat Fisis Kayu


Sifat fisis kayu yaitu sifat yang ada pada fisik kayu itu sediri. Sifat fisis kayu
dapat berbeda sesuai jenis tumbuhan dan kondisi lingkungan. Menurut
Taufiqullah (2017) yang termasuk sifat fisis kayu antara lain :
1. Berat jenis
Berat jenis kayu adalah perbandingan berat dan volume kayu dalam
keadaan kering udara dengan kadar air kesetimbangan kayu di sekitar
(untuk Indonesia rata-rata 14 %).
2. Keawetan Alami Kayu
Keawetan alami kayu adalah ketahanan kayu terhadap serangan unsur-
unsur perusak kayu dari luar seperti jamur, rayap, bubuk, cacing laut dan
mahluk lainnya, yang diukur dengan jangka waktu tahunan. Keawetan
kayu tsb disebabkan karena adanya suatu zat di dalam kayu (zat
ekstraktif).

3. Warna kayu
Terdapat berbagai macam warna kayu, antara lain warna kuning, keputih-
putihan, coklat muda, cokelat tua, kehitam-hitaman, kemerahmerahan
dan lain sebagainya. Hal ini disebabkan oleh zat-zat pengisi warna dalam
kayu yang berbeda-beda. Warna suatu jenis kayu dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain: tempat di dalam batang, umur pohon, dan
kelembaban udara. Sebagai pedoman pada pengenalan kayu yang di
pakai adalah warna kayu terasnya.

4. Higroskopik
Kayu mempunyai sifat higroskopik, yaitu dapat menyerap atau
melepaskan air atau kelembaban. Kelembaban kayu sangat sangat
dipengaruhi oleh kelembaban dan suhu udara pada suatu saat. Makin
lembap udara di sekitarnya akan makin tinggi pula kelembapan kayu
sampai tercapai keseimbangan dengan lingkungannya. Kandungan air
pada kayu semacam ini dinamakan kandungan air kesetimbangan (EMC
= Equilibrium Moiture Content).

5. Tekstur
Tekstur adalah ukuran relatif sel-sel kayu. Maksud sel kayu adalah serat-
serat kayu. Jadi dapat dikatakan bahwa tekstur ialah ukuran relatif serat-
serat kayu.
6. Serat
Serat berkaitan dengan sifat kayu, yang menunjukkan arah umum sel-sel
kayu di dalam kayu terhadap sumbu batang pohon. Arah serat dapat
ditentukan oleh arah alur-alur yang terdapat pada permukaan kayu. Kayu
dikatakan berserat halus, jika arah sel-sel kayunya sejajar dengan sumbu
batang. Jika arah sel-sel itu menyimpang atau membentuk sudut terhadap
sumbu panjang batang, maka kayu itu dikatakan berserta mencong. Serat
mencong dapat dibagi menjadi empat macam, yaitu serat berpadu, serat
berombak, serat terpilin, dan diagonal.

7. Serat Berpadu
Jika batang kayu terdiri dari lapisan-lapisan yang berselang-seling,
menyimpang ke kiri dan ke kanan terhadap sumbu batang, dikatakan
berserat berpadu. Contohnya adalah kayu kulim, renghas dan kapur.

8. Serat Berombak
Serat berombak adalah serat-serat kayuyangmembentuk gambaran
berombak. Contohnya adalah kayu renghas dan merbau.

9. Serat Terpilin
Serat terpilin adalah serat-serat kayu yang membentuk gambaran terpilin
(puntiran), seolaholah batang kayu tersebut dipilin mengelilingi sumbu.
Contohnya adalah kayu bintangur, kapur dan damar.

10. Serat Diagonal


Serat diagonal adalah serat yang terdapat pada potongan kayu atau
papan , yang digergaji sedemikian rupa sehingga tepinya tidak sejajar
arah sumbu, tetapi membentuk sudut dengan sumbu.

11. Kekerasan
Pada umumnya terdapat hubungan langsung antara kekerasan kayu dan
berat kayu. Kayu-kayu yang keras juga termasuk kayu yang berat.
Sebaliknya kayu ringan adalah kayu lunak.
2.2.2 Sifat Mekanik Kayu
Sifat mekanik kayu yaitu sifat yang dimiliki kayu untuk menahan beban
atau gaya yang mengakibatkan kayu tersebut berubah bentuk. Sifat mekanik kayu
teridir dari kekuatan tarik, kekuatan tekan, keteguhan geser, kelenturan (kekuatan
lengkung), dan kekuatan belah (hidayat;2013)

1. Kekuatan Tarik
Kuat tarik kayu yaitu reaksi dari kayu yang ditimbulkan oleh gaya-gaya
yang menarik kayu. Arah dari kekuatan tarik kayu yaitu searah serat kayu
atau tegak lurus (melintang) arah serat kayu. Besarnya kekuatan tarik
kayu dapat di cari dengan persamaan 2.1
𝒑
𝝈𝒕 = ………………………………………………….2.1
𝒃𝒉

Keterangan:
𝜎𝑡 = kuat tarik kayu (MPa)
P = beban maximum (N)
b = lebar dalam (mm)
h = tinggi dalam (mm)
2. Kekuatan Tekan
Kekuatan Tekan adalah daya tahan kayu terhadap tekanan pada searah
serat kayu atau melintang serat kayu. Kekuatan tekan kayu lebih lemah
pada arah melintang serat. Besarnya kekuatan tarik kayu dapat di cari
dengan persamaan 2.2

𝒑
𝝈𝒄 = …………………………………………………………..2.2
𝒃.𝒉
Keterangan:
𝜎𝑐 = kuat tekan (MPa)
P = beban maximum dalam N
b = lebar dalam mm
h = tinggi dalam mm
3. Keteguhan Geser
Keteguhan geser adalah kekuatan kayu menahan gerakan dan tekanan
yang membuat kayu bergeser (tanpa pukulan) baik itu beban mati
ataupun beban hidup. Beban mati artinya tekanan secara terus menerus
pada skala tekanan tertentu. Sedangkan beban hidup berarti tekanan yang
berulang-ulang dan bisa berubah-ubah kekuatannya. Keteguhan geser
kayu paling besar adalah pada posisi melintang serat kayu.

4. Kelenturan (Kekuatan Lengkung)


Kelenturan (Kekuatan Lengkung) yaitu kemapuan kayu untuk menahan
gaya yang berusaha melengkungkan kayu dengan satu kali tekanan
secara terus menerus atau berkali-kali (secara mendadak, seperti
pukulan).

5. Kekuatan Belah
Keku belah paling rendah pada posisi searah serat. Walaupun demikian
untuk beberapa jenis kayu tertentu sangat baik apabila kekuatan belahnya
sangat lemah karena jenis kayu ini akan sangat cocok untuk pembuatan
atap sirap atau kayu bakar.

2.3 Kelebihan dan KeKayu


Menurut Josephin (2015) kayu memiliki beberapa kelebihan dan kelemahan.
Kelebihan kayu seperti dapat penjaga kesetabilan suhu ruanga, ramah lingkungan
dan dalam dunia konstruksi merupakan material yang hemat biaya dan waktu serta
kayu merupakan material yang fleksibel sehingga dari segi kekuatan kayu dapat
menahan pergeseran lebih baik dibanding material baja atau beton. Sedangkan
untuk kelemahan kayu yaitu rentan terhadap bahaya kebakaran, mudah diserang
rayap, pemuaian dan susut yang relatif besar, dan memiliki keterbatasan ukuran.
2.4 Kayu Laminasi
Kayu Laminasi adalah jenis kayu komposit yang dapat mengatur dan
mengontrol sifat produk kayu. Keuntungan penggunaan kayu laminasi adalah
memberikan pilihan bentuk geometri lebih beragam, memungkinkan untuk
penyesuaian kualitas laminasi dengan tingkat tegangan yang diinginkan,
meningkatkan akurasi dimensi, dan stabilitas bentuk. Disamping kelebihan
tersebut, kayu laminasi juga memiliki beberapa kekurangan yaitu cukup sulit
dalam proses pengerjaan karena pembuatan kayu laminasi memerlukan peralatan
khusus, perekat, fasilitas pabrik dan keahlian dalam pembuatannya, dibandingkan
bila memproduksi kayu gergajian. Jenis-jenis Kayu laminasi sendiri terdiri dari
laminated veneer lumber (LVL), laminated strand lumber (LSL), parallel strand
lumber (PSL), Cross Laminated Timber (CLT) dan glue-laminated timber
(glulam). Perbedaan jenis-jenis kayu laminasi terletak pada tebal veener yang
digunakan dan susunan laminasinya. LVL, LSL, PSL biasanya menggunakan
tebal veneer masing-masing 8 mm 0,8 mm dan 3 mm. Sedangkan pada CLT
susanan lamina dibuat menyilang yang terdiri dari beberapa lamina. Perbedaan
LVL, LSL, PSL, CLT dan glulam dapat dilihat pada gambar 2.3 . Pada penelitian
ini akan difokuskan pada kayu laminasi Glue Laminated Timber (Glulam).

(a) (b)
(c) (d)

(e)

Gambar 2.7 Jenis-jenis Kayu Laminasi (a) LVL (b) LSL (c) PSL (d) CLT
(e) Laminated Timber (Glulam)

2.5 Kayu Laminasi Glue-Laminated Timber (Glulam)


Menurut Rustandi (2013), Glued Laminated Timber (Glulam) adalah salah
satu kayu komposit yang terbuat dari sususan beberapa lapis kayu yang ukurannya
kecil, kemudian direkatkan dan dikempa sehingga akan menjadi satu kesatuan.
Glulam pertama kali digunakan di Eropa sebagai konstruksi pada
auditorium Bassel di Negara Switzerland tahun 1893. Sistem ini dipatenkan
sebagai Hertzer System dan digunakan perekat yang tidak tahan air (Moody et al.
1999). Namun pada tahun 2007 Riberholt mengemukakan bahwa pada tahun 1835
dan 1855, di Inggris dan Skotlandia telah menggunakan glulam lengkung sebagai
jembatan kereta api dengan panjang bentang 18 m dan 36 m. Pada 11 awal abad
19 aplikasi glulam lengkung dan balok pada sebagai struktur atap menggunakan
perekat casein. Selama perang dunia ke II ketertarikan terhadap glulam semakin
meningkat yaitu untuk aplikasi dalam pembuatan gudang dan hanggar pesawat.
Menurut Moody et al. 1999 industri pertama glulam yaitu di New Zealand
pada tahun 1957. Pada saat itu jenis kayu yang digunakan yaitu Radiata pine dan
Douglas fir dsn menggunakan perekat melamine-urea formaldehyde. Pada tahun
1965, New Zealand Forest Products membangun gedung 3 tiga lantai dari kayu
Radiata pine dengan perekat casein untuk komponen interior dan perekat
resorcynol untuk komponen eksterior.
Menurut Indah (2009), Indonesia sendiri pertama kali menggunakan glulam
pada pembangunan Aula Barat dan Timur Kampus Institut Teknik Bandung ITB.
Kayu yang digunakan saat itu yaitu kayu jati dengan sambungan mekanis untuk
menyatukan lamina satu dengan menggunakan baut yang diperkuat dengan klem
baja.
Glulam dapat dijadikan solusi dalam mengatasi keterbatasan kayu dengan
dimensi yang besar. Glulam dapat merubah dan memanfaatkan kayu kayu kecil
menjadi bentuk baru yang kekuatan dan dimensi/ besarnya dapat diatur sesuai
keinginan sehingga dapat digunakan untuk keperluan furniture dan struktural yang
lebih baik. Karakteristik yang dimiliki glulam sendiri menyebabkan glulam
banyak digunakan dalam industri kayu. Bangunan konstruksi besar seperti
gimnasium, jembatan, hanggar pesawat udara, dan kapal laut lain akan mengarah
pada penggunaan kayu glulam.

2.5.1 Kelebihan dan Kekurangan Glulam


Menurut Indah (2009) Glulam memiliki beberapa kelebihan diantaranya
1. Dimensi kayu pada pembuatan struktur kayu dapat dibuat lebih besar dari
kayu gergajian.
2. Pada segi arsitektural glulam dapat dibuat untuk bentang besar sebagai
material terekspose atau elemen dekoratif.
3. Pengaruh retak pada glulam dapat diminimalkan dengan cara
pengkondisian papan lamina sebelum digunakan.
4. Variasi penampang melintang dapat didesain dengan penampang
melintang yang berbeda sepanjang arah longitunal sesuai dengan kekuatan
dan kekakuan yang ditentukan.
5. Variasi kelas kayu untuk glulam dapat disusun dari 12 papan lamina
dengan kelas kayu dan spesies yang berbeda.
Selain kelebihan yang dimiliki, balok laminasi memiliki beberapa
kekurangan. Proses produksi balok laminasi membutuhkan peralatan khusus,
perekat, fasilitas pabrik dan keahlian dalam pembuatannya, dibandingkan bila
memproduksi kayu gergajian. (Moody et al ; 1999)

2.5.2 Kegunaan Kayu Glulam


Menurut Moody dan Hernandez 1997 balok laminasi Glued Laminated
Timber (Glulam) dapat digunakan untuk berbagai struktur di bawah ini:
1. Bangunan-bangunan Komersial dan Rumah
Balok laminasi dapat digunakan sebagai balok persegi, balok
bubungan dan lengkung, kuda-kuda, balok untuk konstruksi rumah,
bangunan kayu bertingkat, lengkungan, kubah dan tiang konstruksi.
2. Jembatan
Balok laminasi dapat digunakan sebagai bagian-bagian dari
struktur bagian atas balok penopang dan decking.
3. Penggunaan Struktur Lain
Balok laminasi dapat digunakan sebagai tiang transmisi listrik,
tonggak listrik dan penggunaan lain untuk memenuhi persyaratan ukuran
dan bentuk yang tidak dapat dicapai dengan menggunakan tiang kayu
konvensional.
Kegunaan Glued Laminated Timber (Glulam) dapat dilihat pda
gambar 2.4 dan gambar 2.5
Gambar 2.4 Glulam sebagai Jembatan (sumber : incofusta.com)

Gambar 2.5 Glulam sebagai Komponen Struktur Gedung Aula Barat ITB
(Sumber : Ronny Purba)

2.5.3 Pembuatan Kayu Glulam


Menurut Fank dan Prion (2002) pada pembuatan glulam laminasi disusun
sejajar arah serat. Kemudian diadakan pemilihan lamina dengan sedikit cacat lalu
dilakukan perekatan dan diklem secara bersama-sama dengan tekanan diklem 0,7
MPa atau 7,0 kgcm tertentu dan dilakukan curing. Kekakuan kayu sendiri tidak
mempunyai pengaruh dengan adanya proses laminasi. Balok glulam biasanya
dibentuk dari lamina mempunyai MOE sama atau lebih kecil dari balok utuh.
Proses pembuata glulam dapat dilihat pada gambar 2.6

Gambar 2.6 Proses Pembuatan Gluam (Sumber : Lightwood.org)

Menurut Pratama (2015), proses pembuatan atau manufacturing glulam


perlu memeperhatikan beberapa hal seperti keseimbangan antara kualitas
kayu,sambungan, dan bahan perekat. Berikut ini merupakan proses manufacturing
glulam
1. Lumber Drying and Grading (Pengeringan dan Penggolongan Kayu)
Drying dan Grading-drying adalah proses pengeringan kayu yang
bertujuan memperoleh kadar air tertentu untuk meminimalisasi perubahan
dimensi dari kayu. Kadar air maksimum yang dijinkan sebesar 16 % (ANSI
A.190.1-2017) dengan beda kadar air antar kayu sebesar 5%. Kadar air yang
sering dipakai dalam proses pembuatan yaitu 12% karena
memudahkandalam proses end joint dan merupakan rata-rata EMC
kebanyakan applikasi interior di US.-Grading (penggolongan kayu) dapat
dilakukan dengan visual maupun e-grading. Parameter yang digunakan
dalam visual grading adalah mata kayu dan kemiringan serat. Sedangkan
e-grading adalah kombinasi dari pemeriksaan kekakuan kayu dan visual
grading.

2. End Joint (Penyambungan Kayu)


Bentuk joint yang sering dipakai adalah finger joint, dimana kekuatan yang
didapat sebesar 75 persen dari clear wood. Proses pembuatan sambungan
adalah menentukan kualitas dari kayu, dimana bagian kayu yang akan
disambung dipastikan tidak terdapat mata kayu, kemudian sambungan
dipotong dengan pemotong khusus, setelah itu sambungan di beri perekat
dan perekat ditekanan.

3. Face Bonding
Face bonding merupakan proses penyatuan kayu menjadi satu
kesatuan dimana tiap lapisan harus direkatkan dengan hati-hati agar
memenuhi standart. Bahan perekat yang sering dipakai adalah phenol
resorcinol, namun tidak menutup kemungkinan penggunaan bahan perekat
lain dalam kondisi khusus tertentu. Setelah perekat di berikan, kayu
ditekan dengan metode clamping beds dimana perekat dituntut mencapai
90 persen kekuatan sambungannya.

4. Finishing and fabrication-finishing


Tahap bertujuan membersihakn perekat di sisi kayu dan memperhalus
tampilan dari glulam. Proses ini tergantung dari kebutuhan kayu seperti
untuk bidang industrial, architectural, dan premium dimana

5. Preservative Treatment
Dalam beberapa keadaan diperlukan pemberian pengawet pada glulam.
Hal tersebut dapat dibedakan atas :
- Creosote, cocok untuk penguunaan outdoor dimana glulam akan
nampak lebih gelap dan berminyak. Cara ini sangat efektif,
dibuktikan dengan pengguanaanya pada bantalan rel kereta.
- Oilbone treatment, yaitu penggunaan pengawet seperti
pentachlorophenol dan coppernapthanate terbagi atas beberapa tipe
seperti tipe berminyak dan ada pula yang dapat di cat.
- Waterborne treatment, yaitu menggunakan pengawet watersoluble.
Tingkat efektivitasnya watersoluble tergantung seberapa besar tingkat
penetrasi pengawet pada kayu. Keuntungannya dari cara ini adalah
perubahan permukaan kayu yang kecil.

2.6 Sambungan
Papan sambung adalah kayu hasil gergajian dengan arah melebar yang
direkatkan secara sejajajar. Menurut SNI 01-5008-1999 ada lima cara
penyambung papan sambung diantaranya
1. Sambungan Tegak (Butt Joint)
Butt joint adalah sambungan dengan kedua kayu berada pada
bidang yang sama dan disambung pada kedua ujung yang bedekatan.
Sambungan butt joint ditunjukan pada gambar 2. 7

Gambar 2.7 Sambungan Tegak (Butt Joint)


2. Sambungan Jari (Finger Joint)
Finger Joint adalah jenis sambungan pada yang kedua ujung kayu
yang akan di sambung dibentuk menyerupai jari. Sambungan ini
memiliki kelebihan lebih stabil untuk kayu berukuran kecil dan
memiliki kekuatan yang lebih kuat karena terdapat banyak jari-jari yang
menyebabkan permukaan untuk lem lebih luas. Namun pada proses
pembuatannya cukup rumit sehingga jika tidak teliti akan terdapat
kemungkinan adanya celah pada ujung sambungan.
Gambar 2.8 Sambungan Jari (Finger Joint)

3. Sambungan Miring (Scarf Joint)


Sambungan Miring (Scarf Joint) adalah sambungan dengan ujung
kayu dibuat miring.

Gambar 2.9 Sambungan Miring (Scarf Joint)


4. Sambungan Lidah dan Alur (tongue and groove joint)
Sambungan Lidah dan Alur (tongue and groove joint) sambungan
dengan salah satu kayu dibuat seperti lidah yang menjulur dan satu
kayu lagi dibuat seperti mulut sehingga saat digabungkan kedua ujung
kayu akan saling mengisi.

Gambar 2.10 Sambungan Lidah dan Alur (tongue and groove joint)
5. Sambungan Bangku (desk joint)
Sambungan Bangku (desk joint) adalah sambungan dengan kedua
ujung kayu dibuat menyerupai bangku.

Gambar 2.11 Sambungan Bangku (desk joint).

2.7 Perekat
Pada tahap kualifikasi perencanaan perlu ditentukan jenis perekat serta
prosedur perekatan yang sesuai agar memenuhi kekuatan geser rekat antar lapisan.
Fungsi dari perekatan yaitu untuk mengisi ruang kayu dan menghasilkan ikatan
pada masing-masing komponen yang sama kuat serta membentuk ikatan kohesi
diantara komponen. Pada struktur glulam garis rekat harus cukup kuat dan dapat
mempertahankan integritasnya sesuai dengan kelas serta umur yang diharapkan.
Sejak tahun 1960 di Eropa menggunakan perekat sintetis seperti Urea dan
Recorcinol dalam pembuatan glulam. Kemudian akhir-akhir ini digunakan
campuran Urea dengan Melamine. Menurut Riberholt (2007) dalam sepuluh tahun
terakhir banyak digunakan perekat polyurethane, yang dikenal sebagai perekat
ramah lingkungan, pernyataan yang disampaikan dapat digunakan untuk
pembuatan rangka furnitur dan bangunan-bangunan
Menurut Wijanarko (2013) perekat untuk kayu laminasi dibagi menjadi dua
berdasarkan jenisnya, yaitu bahan perekat (lem) yang berbasis air; dan bahan
perekat (lem) yang berbasis hardener. Penggunaan perekat didasarkan pada jenis
kayu yang digunakan serta aplikasi dari produk kayu yang dihasilkan. Produk
perekat yang sering digunakan untuk pembuatan kayu laminasi antara lain
1. Crossbond™ X4
Crossbond™ X4 merupakan lem kayu berbahan dasar water
based polyvinyl acetate yang telah dimodifikasi dengan bahan inner cross
linker sekaligus dalam satu komponen bahan perekat (single component
wood working adhesive). Lem ini dapat digunakan untuk kayu, bambu,
rotan, honeycomb papers dan lain lain. Crossbond™ X4 memiliki solid
content tinggi dengan viscositas rendah (encer) dan reologi yang baik
sehingga mudah diaplikasikan. Lem ini merupakan lem kayu water based
yang tidak beracun, aman dan ramah lingkungan, cepat kering (dalam
waktu 60 menit), memiliki daya rekat kuat standard B3 / D3, tahan air, dan
tahan solvent.
2. Eva Phaethon
Eva Phaethon adalah lem putih water based berbentuk milky white
yang diformulasikan khusus dari ethylene vinyl acetate (EVA) untuk
memenuhi kebutuhan perekatan dan penyambungan dua adheren yang
berbeda karakter. Lem ini sangat cocok diaplikasikan pada laminasi
(Particle Board, MDF, Plywood, Blockboard) vs (HPL, Tacoon Sheet,
PVC Sheet), yellow board (karton kuning) vs kain non woven, book
binding, dan perekatan batu alam. Keunggulan dari lem ini yaitu lem putih
serba guna, memilik solid content tinggi, daya rekat tinggi, daya sebar
luas, cepat kering, tahan air, heat resistant, dan mudah di aplikasikan.

2.7 Penelitian Terdahulu tentang Glued Laminated Timber


2.7.1 Pengaruh Jumlah Lamina terhadap Prilaku Lentur Balok
Yoresta (2014) melakukan penelitian mengenai pengaruh ketebalan lamina
pada glulam terhadap kekakuan balok. Kayu yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu kayu pinus (Pinus merkusii) dengan kadar air 10% dengan perekat
polyurethane (Water based polymer isocyanate, WBPI). Penelitian ini
menggunakan balok utuh dan empat jenis balok glulam (Glulam A, B, C, dan D)
dengan masing-masing susunan dan ketebalan dapat dilihat pada gambar 2.1
Balok Utuh Glulam A (2x25mm) Glulam B (3x16,7mm)

Glulam C (4x12,5mm) Glulam D (5x10mm)

Gambar 2.12 Susunan dan Ketebalan lamina pada Glulam

Semua balok pada gambar 2.12 memiliki dimensi penampang 50x50 mm2.
Metode pengujian pada penelitian ini menggunakan satu beban di tengah seperti
pada gambar 2.13 dengan hasil pengujian pada tabel 2.1.

Gambar 2.13 Pengujian dengan Satu Beban (Sumber : Yoresta)


Tabel 2.1 Hasil Pengujian Kayu Glulam
Nilai Kekakuan Nilai MOR
Nama Balok
kg mm-1 (Mpa)
Balok Utuh 52,27 68,31
Glulam A 31,91 41,29
Glulam B 41,66 47,06
Glulam C 49,24 60,25
Glulam D 39,86 50,96

Berdasarkan dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa semakin banyak


jumlah lamina penyusun suatu balok akan menambah nilai kekakuan dan nilai
MOR suatau balok. Namun pada balok glulam D dengan jumlah lamina lebih
banyak dari balok glulam C nilai kekakuannya justru lebih kecil. Hal ini bisa
disebabkan karena proses perekatan yang kurang baik.

2.7.2 Pengaruh Jumlah Lamina dan Komposisi Susunan Lamina dari


Campuran Kayu Mangium dan Sengon pada Pembuatan Glulam
Abdurachman dan Hadjib melakukan penelitian tentang pengaruh jumlah
lamina dan komposisi campuran kayu mangium dan kayu sengon. Perekat yang
digunakan pada penelitian ini yaitu tanin resorsinol formaldehida (TRF). Benda
uji yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 4 buah benda uji dengan
ketebalan lamina dan susunan campuran kayu yang berbeda-beda seperti pada
gambar 2.14.
(A1) (A2)

(B1) (B2)
Gambar 2.14 Bentuk dan susunan lamina dari kayu mangium-sengon
(sumber : Abdurachman dan Hadjib)

Benda uji A1 dan A2 memiliki ketebalan lamina 1,5 cm sedangkan B1 dan


B2 memiliki ketebalan lamina 2 cm. Metode pengujian dalam penelitian ini
menggunakan 2 pembebanan seperti gambar 2.15 dengan hasil pengujian
parameter yang diamati dapat dilihat pada tabel 2.2 dan tabel 2.3.

Gambar 2.15 Pengujian dengan 2 Beban


(sumber : Abdurachman dan Hadjib)
Tabel 2.2 Sifat Fisik Kayu Lamina
Sifat-sifat yang diamati
Bentuk Penampang Jumlah
(The examined properties)
Kayu Lamina Lapis
Kadar air
(Cross section of (Number of Kerapatan Delaminasi
(Moisture
glulam) layers) (Density) (Delamination)
content)
(g/cm3) (%)
(%)
A1 8 14,9 0,441 16,2
A2 8 15 0,448 10,46
B1 6 14,5 0,482 21,36
B2 6 14,9 0,436 25,76
Mangium utuh (Solid mangium) 15,7 0,684 -
Sengon utuh (Solid sengon) 14,2 0,261 -
Anonim, 1996 ≤ 15 - ≤5

Tabel 2.3 Hasil Rata-rata Nilai MOE dan MOR


Bentuk
Jumlah
penampang
Lapis MOE MOR
kayu lamina
(Number of (kg/cm2) (kg/cm2)
(Cross section
layers)
of glulam)
A1 8 89.296,40 400,54
A2 8 83.213,45 364,83
B1 6 91.893,97 440,56
B2 6 83.047,02 323,94

Hasil pengujian menyatakan bahwa jumlah lapisan berpengaruh terhadap


delaminasi dan komposisi lapisan kayu berpengaruh terhadap nilai MOE dan
MOR. Pada penelitian ini kayu denganm dengan jumlah lamina 8 buah memiliki
nilai delaminasi lebih rendah dari kayu dengan 6 lamina. sedangkan nilai MOE
dan MOR tertinggi yaitu pada kayu B1 dan masuk dalam mutu E110-F315 (MOE
minimum : 90.000 kg/cm2, MOR : 315 kg/cm2) sehingga dapat digunakan
sebagai kayu lamina struktural.

2.7.3 Kekuatan Lentur Glued Laminated (Glulam) Kayu Vertikal dan


Horizontal dengan Metode "Transformed Cross Secfion"
Sulistyawati et al. (2008) melakukan penelitian kekuatan lentur glulam
vertikal dan glulam horizontal. Kayu yang digunakan adalah jenis kayu Kempa
dan Borneo dengan bahan perekat sintetis Epoxy Bond EWA 12. Balok glulam
yang di pakai dapat di lihat pada gambar 2.16.

(a) (b)
Gambar 2.16 Susunan Lamina (a) Glulam Vertikal (b) Glulam Horizontal

Glulam terdiri dari 4 (empat) lapis lamina dengan kelas kuat tinggi yaitu
dari kayu kempas disusun masing-masing pada sisi atas dan bawah untuk glulam
horizontal dan sisi kiri dan kanan untuk glulam vertikal, sedangkan pada bagian
tengah merupakan lamina dari kayu Borneo. Benda uji masing-masing terdiri dari
5 balok glulam horizontal dan 5 balok glulam vertikal. Lamina yang digunakan
memiliki ukuran 1,25 cm x 5 cm x 76 cm dengan kadar air antara 14-16%.
Pemberian perekat dengan berat 150 g/m2 dilakukan pada kedua pemukaan antar
lapis lamina kemudian diklem selama 24 jam.
Pengujian pada penelitian ini menggunakan mesin UTM dengan satu
beban di tengah balok. Hasil dari penelitian ini diperoleh gaya maksimum rata-
rata yang dapat dipikul pada balok glulam horizontal adalah 1482 kg dan untuk
balok glulam vertikal sebesar 1683 kg. Sedangkan rata-rata nilai MOR balok
glulam horizontal adalah 882 kg/cm2 dan 1121 kg/cm2 untuk balok glulam
vertikal, sehingga dalam pembuatan balok glulam lebih baik digunakan susunan
lamina secara vertikal.
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Diagram Alir Penelitian

Mulai

Studi Pustaka Pengumpulan Kayu


Bekas

Uji Ketebalan

111.Uji Delaminasi
Uji Propertis
2. 2.Uji Kuat Lentur

3. 3.Uji Kuat Tarik Merencanakan Variasi


Susunan Panel Glulam
4. 4.Uji kuat Tekan

5. 5.Kuat Geser

Uji Eksperimental
2

3
Analisa Hasil Uji

3
Kesimpulan

SELESAI
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknik Sipil Universitas Bandar
Lampung.

3.3 Alat dan Bahan


Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kayu bekas palet jenis
pinus atau yang biasanya disebut jati belanda dan lem untuk merekatkan susunan
antar lamina. Selain itu pada penelitian ini juga menggunakan mesin pemotong
kayu dan mesin pengetam untuk membersihakan kayu. Alat lainnya yaitu clampC,
clamp F, dan kuas yang digunakan saat pembuatan benda uji.
Pengujian pada penelitian ini dilakukan menggunakan mesin UTM Hung Ta
9501 (Universal Testing Machine) dengan kapasitas 50 ton serta oven dan mistar
untuk pengujian delaminasi.

3.4 Tahap Penelitian


3.4.1 Studi Pustaka
Penelitian ini dimulai dengan melakukan studi pustaka untuk mecari
informasi mengenai permasalahan yang akan diteliti, mengumpulkan data
untuk memudahakan pada proses penelitian serta mempelajari literatur
terdahulu yang berhubungan dengan penelitian.

3.4.2 Pengumpulan Kayu Bekas


Pengumpulan kayu bekas dilakukan di panglong yang berada di Jl.
Perwira 1 no.30 Sukarame, Bandar Lampung

3.4.3 Pembersihan Kayu


Kayu bekas yang telah di kumpulkan lalu dibersihkan dan dipotong
untuk membuat lamina sesuai dengan ukuran yang diperlukan. Kegiatan ini
dilakukan di bengkel kayu milik SMKN 2 Bandar Lampung yang bertempat
di Jl. Prof Dr. Sumantri Bojonegoro, Gedong Meneng, Rajabasa, Bandar
Lampung.

3.4.4 Uji Ketebalan


Pengujian ketebalan lamina dilakukan untuk mengetahui tebal lamina
yang akan digunakan dalam pembuatan glulam. Lamina yang akan diuji
memliki ukuran 800 x 90 mm dengan tebal 10 mm, 15 mm, 20 mm, dan 25
mm. Masing-masing lamina akan disusun dalam bentuk panel glulam
dengan ukuran 800 x 90 x 100 mm. Susunan panel yang akan diuji dapat
dilihat pada gambar 3.1, 3.2, 3.3 dan gambar 3.14.
Gambar 3.1 Tebal Lamina 1 cm Gambar 3.2 Tebal Lamina 1,5 cm

Gambar 3.3 Tebal Lamina 2 cm Gambar 3.4 Tebal Lamina 2,5 cm

3.4.5 Uji Propertis


Uji propertis dilakukan untuk mengetahui kekuatan dari bahan yang
akan digunakan. Pengujian yang akan dilakukan yaitu uji delaminasi, uji
kuat lentur, uji kuat tarik sejajar serat, uji kuat tarik tegak lurus serat, uji
kuat tekan sejajar serat, uji kuat tekan tegak lurus serat dan uji geser
bahan.
1. Uji Delaminasi
Uji delaminasi digunakan untuk mengukur persentase lamina yang
terlepas sepanjang garis lem. Pengujian ini berdasarkan standar JAS 2007
yang terdiri dari uji delaminasi air dingin dan uji delaminasi air panas.
Dimensi yang digunkan yaitu 75 x 75 mm dengan jumlah benda uji
masing-masing 3 buah.
a. Delaminasi Air Dingin
Uji delaminasi air dingin dilakukan dengan cara merendam benda uji
dengan air pada suhu runganan selama 6 jam. Setelah itu benda uji
dikeringkan dalam oven selama 18 jam pada suhu 40±3 C. Kemudian
ukur bagian lamina yang terlepas sepanjang garis lem dan hitung rasio
delaminasi dengan persamaan 3.1.
Panjang garis rekat yang terbuka (cm )
Rasio Delaminasi (%) = x 100
Panjang garis rekat yang direkat (cm )
……………………………………………………………………Pers 3.1

b. Delaminasi Air Panas


Uji delaminasi air panas dilakukan dengan cara perendalam benda uji pada
air mendidih pada suhu ±100 C selama 4 jam. Kemudian rendam benda uji
pada suhu runagan selama 1 jam. Selanjutnya benda uji dikeringkan
menggunakan oven pada suhu (70 ± 3) C selama 18 jam. Lalu ukur garis
lem yang terlepas dan hitung rasio dengan peramaan 3.2

Panjang garis rekat yang terbuka (cm )


Rasio Delaminasi (%) = x 100
Panjang garis rekat yang direkat (cm )
…………………………………………………………………….Pers. 3.2

2. Uji Kuat Lentur


Pengujian ini dilaukan untuk memperoleh nilai kuat lentur kayu yang
dilakukan berdasarkan SNI 03-3959-1995. Perhitungan kuat Lentur
dihitungan menggunakan Persamaan berikut:
P Maks x a
Fb = …………………………........................................ Pers 3.3
2xw

Dimana:
Fb = Kuat Lentur (N/mm2)
a = Jarak antara beban titik dan tumpuan terdekat(mm)
W = Momen tahanan bh3/6 (mm3)
P maks = beban maksimum (N)
3. Uji Kuat Tarik Sejajar Serat
Uji kuat tarik sejajar serat bertujuan untuk mendapatkan nilai kuat
tarik sejajar serat dari kayu yang dilakukan berdasarkan SNI 03-3399-
1994. Perhitungan kuat Tarik Sejajar serat dihitung menggunakan
persamaan 3.4
P
Ft// = ……………………………………………………….... Pers 3.4
bxh

Dimana:
Ft// = Kuat Tarik sejajar serat (N/mm2)
b = Lebar benda uji (mm)
h = Tinggi benda uji (mm3)
P maks = beban maksimum (N)

4. Uji Kuat Tarik Tegak Lurus Serat


Pengujian ini bertujuan dalah untuk mendapatkan nilai kuat tarik
tegak lurus serat setelah diberi gaya tarik. Pengujian ini dilakukan
menggunakan metode kuat tarik kayu dilaboratorium yaitu SNI 03-3399-
1994. Perhitungan kuat tekan tegak lurus serat dihitung menggunakan
rumus:

F max
Ft┴ = ………………………………………………………. Pers 3.5
bxL

Dimana:
Fc┴ = Kuat Tarik tegak lurus serat (N/mm2)
b = Lebar benda uji (mm)
h = Tinggi benda uji (mm3)
F maks = beban maksimum (N)

5. Uji Kuat Tekan Tegak Lurus Serat


Tujuan dari pengujian ini adalah untuk memperoleh nilai kuat tekan
tegak lurus serat pada kayu. Standar pengujian yang digunakan yaitu SNI
03-3958-1995 dengan hasil uji yang dapat dihitung menggunakan
persamaan 3.6
F max
Fc┴ = ………………………………………………………. Pers. 3.6
bxL

Dimana:
Fc┴ = Kuat Tarik tegak lurus serat (N/mm2)
b = Lebar benda uji (mm)
h = Tinggi benda uji (mm3)
F maks = beban maksimum (N)

6. Uji Kuat Tekan Sejajar Serat


Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui kekuatan sejajar serat kayu
saat diberi gaya tekan. Metode pengujian kuat tekan menggunakan SNI
03-3958-1995 dengan hasil uji dapat dihitung menggunakan persamaan
berikut.
F max
Fc// = ………………………………………………………. Pers 3.7
bxL

Dimana:
Fc // = Kuat Tarik tegak lurus serat (N/mm2)
b = Lebar benda uji (mm)
h = Tinggi benda uji (mm3)
F maks = beban maksimum (N)
7. Uji Kuat Geser
Uji kuat geser dilakukan untuk mengetahui kekuatan geser kayu.
Pengujian ini menggunakan standar SNI 03-3400-1994 dan dihitung
menggumakan persamaan berikut.
p
Fs// = ………………………..………………………….. Pers. 3.8
bxh

Keterangan :

Fs = Kukuatan Geser (N/mm)

P = Beban Maksimum

b = lebar (mm)

h = tinggi
3.4.6 Merencanakan Variasi Susunan
Pada penelitian ini pembuatan kolom laminasi Glulam bertujuan untuk
menganalisa kekuatan kolom tersebut. Pada penerapannya kolom dari kayu
laminasi memerlukan sambungan untuk mendapatkan dimensi yang
diinginkan. Bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu kayu bekas
yang mempunyai ukuran terbatas sehingga perlu dibuat variasi susunan
untuk mendapatkan dimensi yang diinginkan. Pada penelitian ini akan
dibuat beberapa variasi susunan glulam yang memiliki dimensi
4000x180x200 mm. glulam dengan beberapa bentuk variasi akan diuji
untuk mendapatkan susunan yang paling kuat. Variasi susunan dapat dilihat
pada gambar 3.5, 3.6, 3.7, 3,8 dan 3.9

Gambar 3.5 (a) Variasi Susunan Bentuk Standar

Gambar 3.5 (b) Detail Susunan Bentuk Standar


Gambar 3.6 (a) Variasi Susunan Bentuk Bata

Gambar 3.6 (b) Detail Susunan Bentuk Bata

Gambar 3.5 (a) Variasi Susunan Bentuk Bata

Gambar 3.7 (a) Variasi Susunan Bentuk Tangga


Gambar 3.7 (b) Detail Susunan Bentuk Tangga

Gambar 3.8 (a) Variasi Susunan Lamina Vertikal di dalam

Gambar 3.8 (b) Detail Susunan Lamina Vertikal di dalam

\
Gambar 3.9 (a) Variasi Susunan Lamina Vertikal di Luar

Gambar 3.9 (b) Detail Susunan Lamina Vertikal di Luar

3.4.7 Analisa Hasil Uji


Setelah diperoleh data dari pengujian propertis dan variasi susunan
panel glulam kemudian dilakukan analisa hasil uji berdasarkan SNI 7973-
2013 dan PKKI 1961.

Anda mungkin juga menyukai