Anda di halaman 1dari 27

BAB I

KONSEP EMPATI

Empati berasal dari bahasa yunani yang berarti “ketertarikan fisik, didefinisikan
sebagai kemampuan seseorang untuk mengenali,mempersepsi dan merasakan perasaan orang
lain. Karena pikiran, kepercayaan, dan keinginan seseorang berhubungan dengan
perasaannya,seseorang yang berempati akan mampu mengetahui pikiran dan mood orang
lain. Empati sering dianggap sebagai semacam resonansi perasaan.

Secara sederhana menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), empati adalah
keadaan mental yang membuat seseorang merasa atau mengidentifikasi dirinya dalam
keadaan perasaan atau pikiran yang sama dengan orang atau kelompok lain.

Dalam buku Social Psychologi karangan Robert A baron dinyatakan : empati adalah
kemampuan seseorang untuk bereaksi terhadap emosi negative atau positif orang lain seolah-
olah emosi itu dialami sendiri. Menurut Wiseman,1996 empati adalah : Kesadaran yang
objektif akan pikiran dan perasaan orang lain.

1
Wheeled an Wolberg yang dikutip oleh Stuart Sundeen(1998) membagi empati dalam 2 tipe :

1.Empati dasar ( Basic empati )

Merupakan respons alamiah dari seseorang untuk mengerti orang lain

2.Empati Terlatih ( Trained Empaty/ clinical Empaty/professional Empaty)

Merupakan kemampuan ber empati yang diperoleh setelah melalui training dalam
rangka menolong orang lain.

Seorang perawat dengan empatinya akan membantu pasien. Perawat berkeharusan


bersikap baik dan santun kepada seluruh pasien,baik itu bayi yang baru lahir sampai orang
lanjut usia sekalipun. Sikap ini didasarkan pada pemikiran,pilihan sikap yang benar dan tepat
dalam segala situasi,yaitu tempat dan waktu.

Perawatan yang efektif mencakup pemberian perhatian kepada kebutuhan emosi sang
pasien. Sikap perawat kepada pasien disesuaikan dengan usia pasien. Hal ini menguatkan
bahwa kemampuan untuk dapat berempati sangat diperlukan sekali oleh perawat agar
perawatan lebih efektif.Empati adalah suatu perasaan dalam diri seseorang yang sesuai
dengan apa yang dirasakan oleh orang lain secara psikologis. Empati memiliki beberapa
fungsi yang dapat membantu seseorang dalam bersosial berinteraksi ,berkomunikasi,dan
bersikap dilingkungan masyarakat.

Florence Nightiangel,tokoh dunia


yang mengubah persepsi dunia bahwa
perawat itu merupakan pekerjaan yang
sangat mulia dan terhormat. Sebagai perawat
dibutuhkan kemampuan khusus yang tidak
semua orang memilikinya,yaitu kemampuan
empati. Perawat yang memiliki empati
diharapkan memiliki kemampuan
empati,yaitu kemampuan untuk melakukan
aksi komunikasi secara sadar kapada pasien
sehingga dapat memahami dan merasakan
suasana hati pasien tersebut.

2
Perilaku yang muncul dari tiap perawat terhadap pasien berbeda-beda,hal ini terkait
dengan kemampuan empati perawat itu sendiri,adapun yang mempengaruhi kemampuan
empati,yaitu: pikiran yang optimis, tingkat pendidikan,keadaan psikis,pengalaman,usia,jenis
kelamin,latar belakang social budaya,status social dan beban hidup. Faktor-faktor tersebut
diperlukan untuk menunjang perawat dalam meningkatkan kemampuan empati.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses empati, antara lain :

1. Sosialisasi

Dengan adanya sosialisasi memungkinkan seseorang dapat mengalami sejumlah emosi,


mengarahkan seseorang untuk melihat keadaan orang lain dan berpikir tentang orang lain.

2. Perkembangan kognitif

Empati dapat berkembang seiring dengan perkembangan kognitif yang mengarah kepada
kematangan kognitif, sehingga dapat melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain (berbeda)

3. Mood dan Feeling

Situasi perasaan seseorang ketika berinteraksi dengan lingkungannya akan mempengaruhi


cara seseorang dalam memberikan respon terhadap perasaan dan perilaku orang lain

4. Situasi dan tempat

Situasi dan tempat tertentu dapat memberikan pengaruh terhadap proses empati seseorang.
Pada situasi tertentu seseorang dapat berempati lebih baik dibanding situasi yang lain.

5. Komunikasi

Pengungkapan empati dipengaruhi oleh komunikasi (bahasa) yang digunakan seseorang.


Perbedaan bahasa dan ketidakpahaman tentang komunikasi yang terjadi akan menjadi
hambatan dalam proses empati.
Kemampuan empati dapat dilatih
atau diasah meskipun usia seseorang telah
beranjak dewasa. Ada beberapa cara yang
dapat dilakukan agar kemampuan empati
kita terbentuk, antara lain :

3
1. Rekam semua emosi pribadi

Setiap orang pernah mengalami perasaan positif maupun negatif, misalnya sedih, senang,
bahagia, marah, kecewa dan lain sebagainya. Pengalaman-pengalaman tersebut apabila kita
catat atau rekam akan membantu kita memahami perasaan yang sama saat kondisi tertentu
menjumpai kita kembali. Disamping itu ketika kita mengetahui perasaan tersebut sedang
dialami oleh seseorang, kita dapat memahami kondisi tersebut sehingga kita dapat
memperlakukannya sesuai dengan apa yang diharapkannya. Cara mencatat atau merekamnya
dapat berupa tulisan di buku harian atau sekedar mengingat-ingat dalam alam sadar kita.

2. Perhatikan lingkungan luar (orang lain)

Memperhatikan lingkungan luar atau orang lain akan memberikan banyak informasi
tentang kondisi orang di sekitar kita. Informasi ini sangat penting untuk dijadikan panduan
dalam mengambil pilihan perilaku tertentu. Informasi ini juga dapat dijadikan pembanding
dengan diri kita tentang apa yang sedang terjadi, sehingga kita dapat mengatahui apakah
perasaan dan perilaku kita sudah sesuai dengan lingkungan sekitarnya. Memperhatikan orang
lain merupakan ketrampilan tersendiri yang tidak semua orang menyukainya. Memperhatikan
tidak sekedar melihat orang per orang tetapi juga mencoba menghilangkan perasaan-perasaan
subyektif kita saat memperhatikan, sehingga akan muncul keinginan untuk mendalami
perasaan orang yang sedang kita lihat tersebut.

3. Dengarkan curhat orang lain

Mendengarkan adalah sebuah kemampuan penting yang sering dibutuhkan untuk


memahami masalah atau mendapatkan pemahaman yang lebih jelas terhadap permasalahan
yang sedang dihadapi orang lain. Kemampuan mendengarkan juga harus latih agar
memberikan dampak yang positif dalam interaksi sosial kita. Syarat yang dibutuhkan untuk
dapat mendengarkan adalah menghilangkan atau meminimalkan perasaan negatif atau
prasangka terhadap obyek yang menjadi sasaran dengar. Disamping itu juga perlu adanya
kemauan untuk membuka diri kita untuk orang lain, khususnya dengan memberikan
kesempatan orang lain untuk berbicara yang dia inginkan tanpa kita potong sebelum selesai
pembicaraannya. Mendengar keluh kesah atau cerita gembira orang lain akan mampu
memberikan pengalaman lain dalam suasana hati kita. Mendengarkan cerita sedih akan
mampu membawa kita kedalam suasana hati orang lain yang sedang bersedih dan dapat
membangkitkan keinginan untuk memahami masalah atau perasaan orang tersebut. Begitu
pula perasaan yang lain. Semakin banyak cerita, masalah dan ungkapan perasaan yang kita
dengarkan akan membuat kita semakin kaya dengan pengalaman tersebut dan pada akhirnya
semakin mengetahui bagaimana cara memahami orang lain atau perasaannya.

4. Bayangkan apa yang sedang dirasakan orang lain dan akibatnya untuk diri kita.

Membayangkan sebuah kejadian yang dialami orang lain akan menarik diri kita ke dalam
sebuah situasi yang hampir sama dengan yang dialami orang tersebut. Refleksi keadaan orang
lain dapat membuat kita merasakan apa yang sedang dialami orang tersebut dan mampu
membangkitkan suasana emosional. Membayangkan sebuah kondisi tersebut dapat lebih
mudah manakala kita pernah mengalami perasaan atau kondisi yang sama. Seseorang yang
sering membayangkan apa yang dialami atau dirasakan orang lain dan akibat yang akan
ditimbulkan manakala hal tersebut terjadi pada diri kita saat kejadian atau setelah kejadian

4
akan memudahkan kita merasakan suasana emosi seseorang manakala melihat kejadian-
kejadian yang berkaitan dengan situasi penuh dengan emosi-emosi tertentu.

5. Lakukan bantuan secepatnya.

Memberikan bantuan atau pertolongan kepada orang-orang yang membutuhkan dapat


membangkitkan kemampuan empati. Respon yang cepat terhadap situasi di lingkungan
sekitar yang membutuhkan bantuan akan melatih kemampuan kita untuk empati. Bantuan
yang kita berikan tidak perlu menunggu waktu yang lebih lama tetapi kita berusaha
memberikan segenap kemampuan kita saat melihat atau menyaksikan orang-orang yang
membutuhkan. Pertolongan yang kita berikan akan menstimulus keadaan emosi kita untuk
melihat lebih jauh perasaan orang yang kita beri pertolongan dan semakin sering kita
memberikan respon dengan cepat akan semakin mudah kita mengembangkan kemampuan
empati kepada orang lain.

Dengan begitu maka perawat dapat meningkatkan kemampuan empatinya agar dapat
lebih mengerti,memahami,dan menghayati tidak hanya kondisi fisik,namun juga kondisi
psikis pasien karena pada dasarnya pasien yang datang untuk berobat ke rumah sakit tentunya
dengan tujuan memulihkan kondisi fisiknya yang sakit,padahal apabila kondisi fisik
seseorang mengalami suatu keadaan sakit,maka akan mempengaruhi kondisi
psikisnya,biasanya pasien akan lebih labil emosinya.

Tenaga kesehatan khususnya perawat harus peka dengan keadaan seperti ini,perawat
tidak hanya menangani kondisi fisik dari pasien tetapi kondisi psikisnya juga,dengan
berempati kepada pasien maka diharapkan pasien dapat sembuh lebih cepat. Dengan
kemampuan empati maka perawat memiliki kemampuan untuk menghayati perasaan
pasien.Kemampuan empati seorang perawat dipengaruhi oleh kondisi perawat itu sendiri.
Perawat perlu menjaga kondisi kesehatan fisik dan psikis,karena keduanya saling
mempengaruhi satu sama lain.

Untuk dapat memiliki kemampuan empati,seorang perawat harus mampu bersosialisasi.


Kebanyakan perawat memiliki sifat ekstopert ( terbuka ), maka akan lebih mudah dalam
menangani pasien,karena pasien merasa nyaman dengan keberadaannya.

Sekarang ini sudah cukup banyak pelatihan-pelatihan untuk meningkatkan kualitas


performance perawat,pihak rumah sakit diharapkan dapat tanggap dalam meningkatkan
manajemen terhadap tenaga kesehatan terutama perawatnya. Pengawasan dan evaluasi
5
kinerja secara rutin akan sangat baik dilakukan oleh pihak rumah sakit melalui bagian HRD (
Human Resource Development ) nya.

Begitu juga perhatian pihak rumah sakit terhadap kesejahteraan perawatnya,hal ini sangat
penting karena secara langsung mempengaruhi kinerja perawat itu sendiri.

Kemampuan empati perawat hendaknya disertai juga keramahan kepada keluarga atau
kerabat pengantar atau penunggu dari pasien lebih lagi kepada setiap pengunjung rumah
sakit,karena sesungguhnya citra rumah sakit ditentukan oleh sikap yang diperlihatkan sumber
daya tenaga kesehatan terutama perawat sebagai ujung tombak rumah sakit.

CARING

Caring secara umum dapat diartikan sebagai suatu kemampuan untuk berdediksi bagi
orang lain, pengawasan dengan waspada, dan perasaan cinta atau menyayangi. Dalam
keperawatan, caring merupakan bagian inti yang penting terutama dalam praktik
keperawatan.

Caring merupakan fenomena universal yang berkaitan dengan cara seseorang


berpikir, berperasaan dan bersikap ketika berhubungan dengan orang lain. Caring dalam
keperawatan dipelajari dari berbagai macam filosofi dan perspektif etik .

6
Human care merupakan hal yang mendasar dalam teori caring. Menurut Pasquali dan
Arnold (1989) serta Watson (1979), human care terdiri dari upaya untuk melindungi,
meningkatkan, dan menjaga atau mengabdikan rasa kemanusiaan dengan membantu orang
lain mencari arti dalam sakit, penderitaan, dan keberadaannya serta membantu orang lain
untuk meningkatkan pengetahuan dan pengendalian diri .

Watson (1979) yang terkenal dengan Theory of Human Care, mempertegas bahwa
caring sebagai jenis hubungan dan transaksi yang diperlukan antara pemberi dan penerima
asuhan untuk meningkatkan dan melindungi pasien sebagai manusia, dengan demikian
mempengaruhi kesanggupan pasien untuk sembuh .

Lebih lanjut Mayehoff memandang caring sebagai suatu proses yang berorientasi
pada tujuan membantu orang lain bertumbuh dan mengaktualisasikan diri. Mayehoff juga
memperkenalkan sifat-sifat caring seperti sabar, jujur, rendah hati. Sedangkan Sobel
mendefinisikan caring sebagai suatu rasa peduli, hormat dan menghargai orang lain. Artinya
memberi perhatian dan mempelajari kesukaan-kesukaan seseorang dan bagaimana seseorang
berpikir, bertindak dan berperasaan.Caring sebagai suatu moral imperative (bentuk moral)
sehingga perawat harus terdiri dari orang-orang yang bermoral baik dan memiliki kepedulian
terhadap kesehatan pasien, yang mempertahankan martabat dan menghargai pasien sebagai
seorang manusia, bukan malah melakukan tindakan amoral pada saat melakukan tugas
pendampingan perawatan.Caring juga sebagai suatu affect yang digambarkan sebagai suatu
emosi, perasaan belas kasih atau empati terhadap pasien yang mendorong perawat untuk
memberikan asuhan keperawatan bagi pasien. Dengan demikian perasaan tersebut harus ada
dalam diri setiap perawat supaya mereka bisa merawat pasien .

Marriner dan Tomey (1994) menyatakan bahwa caring merupakan pengetahuan


kemanusiaan, inti dari praktik keperawatan yang bersifat etik dan filosofikal.Caring bukan
semata-mata perilaku.Caring adalah cara yang memiliki makna dan memotivasi tindakan.
Caring juga didefinisikan sebagai tindakan yang bertujuan memberikan asuhan fisik dan
memperhatikan emosi sambil meningkatkan rasa aman dan keselamatan klien (Carruth et all,
1999) Sikap caring diberikan melalui kejujuran, kepercayaan, dan niat baik.Caringmenolong
klien meningkatkan perubahan positif dalam aspek fisik, psikologis, spiritual, dan
sosial.Bersikap caring untuk klien dan bekerja bersama dengan klien dari berbagai
lingkungan merupakan esensi keperawatan.Dalam memberikan asuhan, perawat
menggunakan keahlian, kata-kata yang lemah lembut, sentuhan, memberikan harapan, selalu
7
berada disamping klien, dan bersikap caring sebagai media pemberi asuhan (Curruth, Steele,
Moffet, Rehmeyer, Cooper, & Burroughs, 1999). Para perawat dapat diminta untuk merawat,
namun tidak dapat diperintah untuk memberikan asuhan dengan menggunakan spirit caring .

Spirit caring seyogyanya harus tumbuh dari dalam diri perawat dan berasal dari hati
perawat yang terdalam.Spirit caring bukan hanya memperlihatkan apa yang dikerjakan
perawat yang bersifat tindakan fisik, tetapi juga mencerminkan siapa dia. Oleh karenanya,
setiap perawat dapat memperlihatkan cara yang berbeda ketika memberikan asuhan kepada
klien .

Beberapa ahli merumuskan konsep caring dalam beberapa teori. Menurut Watson,
ada tujuh asumsi yang mendasari konsep caring. Ketujuh asumsi tersebut adalah

1. caring hanya akan efektif bila diperlihatkan dan dipraktekkan secara interpersonal,
2. caring terdiri dari faktor karatif yang berasal dari kepuasan dalam membantu
memenuhi kebutuhan manusia atau klien,
3. caring yang efektif dapat meningkatkan kesehatan individu dan keluarga,
4. caring merupakan respon yang diterima oleh seseorang tidak hanya saat itu saja
namun juga mempengaruhi akan seperti apakah seseorang tersebut nantinya,
5. lingkungan yang penuh caring sangat potensial untuk mendukung perkembangan
seseorang dan mempengaruhi seseorang dalam memilih tindakan yang terbaik untuk
dirinya sendiri,
6. caring lebih kompleks daripada curing, praktik caring memadukan antara
pengetahuan biofisik dengan pengetahuan mengenai perilaku manusia yang berguna
dalam peningkatan derajat kesehatan dan membantu klien yang sakit,
7. caring merupakan inti dari keperawatan (Julia,1995).

Watson juga menekankan dalam sikap caring ini harus tercermin sepuluh faktor karatif
yang berasal dari perpaduan nilai-nilai humanistik dengan ilmu pengetahuan dasar. Faktor
karatif membantu perawat untuk menghargai manusia dari dimensi pekerjaan perawat,
kehidupan, dan dari pengalaman nyata berinteraksi dengan orang lain sehingga tercapai
kepuasan dalam melayani dan membantu klien.

8
Faktor karatif menurut Watson:

1. Pembentukan sistem nilai humanistik dan altruistic.

Perawat menumbuhkan rasa puas karena mampu memberikan sesuatu kepada


klien.Selain itu, perawat juga memperlihatkan kemampuan diri dengan memberikan
pendidikan kesehatan pada klien.

2. Memberikan kepercayaan-harapan dengan cara memfasilitasi dan meningkatkan


asuhan keperawatan yang holistik. Di samping itu, perawat meningkatkan perilaku
klien dalam mencari pertolongan kesehatan
3. Menumbuhkan kesensitifan terhadap diri dan orang lain.

Perawat belajar menghargai kesensitifan dan perasaan klien, sehingga ia sendiri dapat
menjadi lebih sensitif, murni, dan bersikap wajar pada orang lain.

4. Mengembangkan hubungan saling percaya.

Perawat memberikan informasi dengan jujur, dan memperlihatkan sikap empati yaitu
turut merasakan apa yang dialami klien. Sehingga karakter yang diperlukan dalam
faktor ini antara lain adalah kongruen, empati, dan kehangatan.

5. Meningkatkan dan menerima ekspresi perasaan positif dan negatif klien. Perawat
memberikan waktunya dengan mendengarkan semua keluhan dan perasaan klien.
6. Penggunaan sistematis metoda penyelesaian masalah untuk pengambilan keputusan.
Perawat menggunakan metoda proses keperawatan sebagai pola pikir dan pendekatan
asuhan kepada klien.
7. Peningkatan pembelajaran dan pengajaran interpersonal, memberikan asuhan mandiri,
menetapkan kebutuhan personal, dan memberikan kesempatan untuk pertumbuhan
personal klien.
8. Menciptakan lingkungan fisik, mental, sosiokultural, dan spritual yang mendukung.
Perawat perlu mengenali pengaruh lingkungan internal dan eksternal klien terhadap
kesehatan dan kondisi penyakit klien.
9. Memberi bimbingan dalam memuaskan kebutuhan manusiawi.

9
Perawat perlu mengenali kebutuhan komprehensif diri dan klien.Pemenuhan
kebutuhan paling dasar perlu dicapai sebelum beralih ke tingkat selanjutnya.

10. Mengijinkan terjadinya tekanan yang bersifat fenomenologis agar pertumbuhan diri
dan kematangan jiwa klien dapat dicapai. Kadang-kadang seorang klien perlu
dihadapkan pada pengalaman/pemikiran yang bersifat profokatif. Tujuannya adalah
agar dapat meningkatkan pemahaman lebih mendalam tentang diri sendiri (Julia,
1995).

Dari kesepuluh faktor karatif tersebut, Watson merumuskan tiga faktor karatif yang
menjadi filosofi dasar dari konsep caring. Tiga faktor karatif tersebut adalah: pembentukan
sistem nilai humanistik dan altruistik, memberikan harapan dan kepercayaan, serta
menumbuhkan sensitifitas terhadap diri sendiri dan orang lain (Julia, 1995).

Kesepuluh faktor karatif di atas perlu selalu dilakukan oleh perawat agar semua aspek
dalam diri klien dapat tertangani sehingga asuhan keperawatan profesional dan bermutu dapat
diwujudkan. Selain itu, melalui penerapan faktor karatif ini perawat juga dapat belajar untuk
lebih memahami diri sebelum memahami orang lain (Nurahmah, 2006).

Leininger (1991) mengemukakan teori “culture care diversity and universality”,


beberapa konsep yang didefinisikan antara lain:

1. kultural berkenaan dengan pembelajaran dan berbagi sistem nilai, kepercayaan,


norma, dan gaya hidup antar kelompok yang dapat mempengaruhi cara berpikir,
mengambil keputusan, dan bertindak dalam pola-pola tertentu;
2. keanekaragaman kultural dalam caring menunjukkan adanya variasi dan perbedaan
dalam arti, pola, nilai, cara hidup, atau simbol care antara sekelompok orang yang
berhubungan, mendukung, atau perbedaan dalam mengekspresikan humancare;
3. cultural care didefinisikan sebagai subjektivitas dan objektivitas dalam
pembelajaran dan pertukaran nilai, kepercayaan, dan pola hidup yang mendukung
dan memfasilitasi individu atau kelompok dalam upaya mempertahankan
kesehatan, meningkatkan kondisi sejahtera, mencegah penyakit dan meminimalkan
kesakitan;

10
4. dimensi struktur sosial dan budaya terdiri dari keyakinan/agama, aspek sosial,
politik, ekonomi, pendidikan, teknologi, budaya, sejarah dan bagaimana faktor-
faktor tersebut mempengaruhi perilaku manusia dalam lingkungan yang berbeda;
5. care sebagai kata benda diartikan sebagai fenomena abstrak dan konkrit yang
berhubungan dengan bimbingan, bantuan, dukungan atau perilaku lain yang
berkaitan untuk orang lain dalam meningkatkan kondisi kehidupannya;
6. care sebagai kata kerja diartikan sebagai suatu tindakan dan kegiatan untuk
membimbing, mendukung, dan ada untuk orang lain guna meningkatkan kondisi
kehidupan atau dalam menghadapi kematian;
7. caring dalam profesionalisme perawat diartikan sebagai pendidikan kognitif dan
formal mengenai pengetahuan care serta keterampilan dan keahlian untuk
mendampingi, mendukung, membimbing, dan memfasilitasi individu secara
langsung dalam rangka meningkatkan kondisi kehidupannya, mengatasi
ketidakmampuan/kecacatan atau dalam bekerja dengan klien (Julia, 1995,
Madeline,1991).

Sebagai seorang perawat, kemampuan care, core, dan cure harus dipadukan secara
seimbang sehingga menghasilkan asuhan keperawatan yang optimal untuk klien.Lydia Hall
mengemukakan perpaduan tiga aspek tersebut dalam teorinya.Care merupakan komponen
penting yang berasal dari naluri seorang ibu. Core merupakan dasar dari ilmu sosial yang
terdiri dari kemampuan terapeutik, dan kemampuan bekerja sama dengan tenaga kesehatan
lain. Sedangkan cure merupakan dasar dari ilmu patologi dan terapeutik. Dalam memberikan
asuhan keperawatan secara total kepada klien, maka ketiga unsur ini harus dipadukan (Julia,
1995).

Menurut Boykin dan Schoenhofer, pandangan seseorang terhadap caring dipengaruhi


oleh dua hal yaitu persepsi tentang caring dan konsep perawat sebagai disiplin ilmu dan
profesi.Kemampuan caring tumbuh di sepanjang hidup individu, namun tidak semua perilaku
manusia mencerminkan caring (Julia, 1995).

Keperawatan merupakan suatu proses interpersonal yang terapeutik dan signifikan. Inti
dari asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien adalah hubungan perawat-klien yang
bersifat profesional dengan penekanan pada bentuk interaksi aktif antara perawat dan
klien.Hubungan ini diharapkan dapat memfasilitasi partisipasi klien dengan memotivasi
keinginan klien untuk bertanggung jawab terhadap kondisi kesehatannya.
11
BAB II

KEHILANGAN DAN BERDUKA

DEFINISI KEHILANGAN

Kehilangan dan kematian adalah realitas yang sering terjadi dalam lingkungan asuhan
keperawatan. Sebagian besar perawat berinteraksi dengan klien dan keluarga yang
mengalami kehilangan dan dukacita. Penting bagi perawat memahami kehilangan dan
dukacita. Ketika merawat klien dan keluarga, parawat juga mengalami kehilangan pribadi
ketika hubungan klien-kelurga-perawat berakhir karena perpindahan, pemulangan,
penyembuhan atau kematian. Perasaan pribadi, nilai dan pengalaman pribadi mempengaruhi
seberapa jauh perawat dapat mendukung klien dan keluarganya selama kehilangan dan
kematian ( Potter & Perry, 2005).

Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan sesuatu yang
sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan
(Lambert dan Lambert,1985,h.35).

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REAKSI KEHILANGAN

a. Perkembangan .

- Anak- anak.

* Belum mengerti seperti orang dewasa, belum bisa merasakan.


* Belum menghambat perkembangan.
* Bisa mengalami regresi

- Orang Dewasa

12
Kehilangan membuat orang menjadi mengenang tentang hidup, tujuan hidup,
menyiapkan diri bahwa kematian adalah hal yang tidak bisa dihindari.

b. Keluarga.
Keluarga mempengaruhi respon dan ekspresi kesedihan. Anak terbesar biasanya
menunjukan sikap kuat, tidak menunjukan sikap sedih secara terbuka.

c. Faktor Sosial Ekonomi.

Apabila yang meninggal merupakan penanggung jawab ekonomi keluarga,


beraati kehilangan orang yang dicintai sekaligus kehilangan secara ekonomi. Dan
hal ini bisa menggangu kelangsungan hidup.

d. Pengaruh Kultural.

Kultur mempengaruhi manifestasi fisik dan emosi. Kultur ‘barat’ menganggap


kesedihan adalah sesuatu yang sifatnya pribadi sehingga hanya diutarakan pada
keluarga, kesedihan tidak ditunjukan pada orang lain. Kultur lain menggagap
bahwa mengekspresikan kesedihan harus dengan berteriak dan menangis keras-
keras.

e. Agama.

Dengan agama bisa menghibur dan menimbulkan rasa aman. Menyadarkan


bahwa kematian sudah ada dikonsep dasar agama. Tetapi ada juga yang
menyalahkan Tuhan akan kematian.

f. Penyebab Kematian
Seseorang yang ditinggal anggota keluarga dengan tiba-tiba akan menyebabkan
shock dan tahapan kehilangan yang lebih lama. Ada yang menganggap bahwa
kematian akibat kecelakaan diasosiasikan dengan kesialan.

13
TIPE KEHILANGAN

Kehilangan dibagi dalam 2 tipe yaitu :

1. Aktual atau nyata Mudah dikenal


atau diidentifikasi oleh orang lain,

misalnya amputasi, kematian orang


yang sangat berarti / di cintai

2. Persepsi Hanya dialami oleh


seseorang dan sulit untuk dapat
dibuktikan, misalnya; seseorang
yang berhenti bekerja / PHK,
menyebabkan perasaan
kemandirian dan kebebasannya
menjadi menurun.

Jenis-jenis Kehilangan

Ada 5 jenis konsep kehilangan, yaitu :

1. Kehilangan Objek Eksternal


Kehilangan ini mencakup segala kepemilikan yang telah menjadi usang, berpindah
tempat, dicuri, atau rusak karena bencana alam. Kedalaman berduka yang dirasakan
seseorang terhadap benda yang hilang bergantung pada nilai yang dimiliki orang
tersebut terhadap benda yang dimilikinya, dan kegunaan dari benda tersebut. Contoh :
kehilangan sepeda motor, kehilangan uang, kehilangan rumah.

2. Kehilangan Lingkungan yang telah Dikenal


Kehilangan ini mencakup meninggalkan lingkungan yang telah dikenal selama
periode tertentu/kepindahan secara permanen. Contoh : pindah rumah baru dan alamat
baru atau yang ekstrim lagi dirawat di rumah sakit. Kehilangan melalui perpisahan
dari lingkungan yang telah dikenal dapat terjadi melalui situasinaturasional, misal :
lansia pindah kerumah perawatan.

14
3. Kehilangan Orang Terdekat
Kehilangan yang terjadi pada orang-orang terdekat seperti orangtua, pasangan, anak-
anak, saudara sekandung, guru, dll. Contoh : pindah rumah, pindah pekerjaan karena
promosi atau mutasi, melarikan diri, dan kematian.

4. Kehilangan Aspek Diri


Kehilangan aspek dalam diri dapat mencakup bagian tubuh, fungsi fisiologis, atau
psikologis. Kehilangan ini dapat terjadi karena penyakit, cedera, atau perubahan
perkembangan situasi. Kehilangan seperti ini dapat menurunkan kesejahteraan
individu, mengalami kehilangan kedudukan, mengalami perubahan permanen dalam
citra tubuh dan konsep diri. Contoh : kehilangan anggota tubuh dan harus diamputasi
karena kecelakaan lalu lintas, menderita kanker organ tubuh yang ganas, terkena
penyakit HIV/ AIDS.

5. Kehilangan Hidup
Kehilangan ini ada pada orang-orang yang akan menghadapi kematian sampai dengan
terjadinya kematian. Hal ini sering menyebabkan kehilangan kontrol terhadap diri
sendiri, gelisah, takut, bergantung pada orang lain, putus asa dan malu. Contoh :
pasien yang divonis menderita kanker otak, luekimia atau penyakit langka lainnya
yang tidak bisa disembuhkan oleh dokter.

Rentang Respon Kehilangan

Denia l—–> Anger —–> Bergaining ——> Depresi ——> Acceptance

15
 Fase Denial ( menyangkal )

Menyangkal adalah respons segera terhadap kehilangan baru atau kehilangan yang
mengancam.

Respon fisiologis dapat mencakup kelemahan muscular, tremor, menghela napas,


ruam kulit, atau dingin dan pucat, berkeringat banyak, anoreksia, dan
ketidaknyamanan.

Implikasi Keperawatan: Dukung kebutuhan emosi tanpa memperkuat penyangkalan.


Tawarkan diri untuk tetap bersama klien, tanpa mendiskusikan alas an perilaku atau
kebutuhan untuk mengatasi, kecuali klien mengawalinya. Tawarkan klien perawatan
dasar seperti makanan, minuman, oksigensi, kenyamanan, dan keamanan.

 Fase Anger atau Marah

Individu mengekspresikan marah dan di tunjukan kepada keluarga, staf perawta,


dokter, atau yang maha kuasa. Yang kedua dapa mengekspresikan marah yang di
tunjukan pada orang yang mati. Marah dapat mencetuskan rasa bersalah dan
mengarah pada ansietas dan menurunkan harga diri.

Implikasi Keperawatan: Berikan pedoman antisipasi tentang perasaan dan


intensitasnya yang mereka alami sebagai bagian dari kedukaan. Fokuskan terutama
poada kemarahan,Jangan mengambil hati kemarahan yang dilontarkan klien. Penuhi
kebutuhan yang menyebabkan respons marah. Berikan dorongan kepada klien dan
keluarganya untuk mengekspresikan perasaan mereka.

 Fase Bergaining ( Tawar Menawar )

Individu berkeinginan untuk melakukan apa saja untuk menghindari kehilangan atau
mengubah prognosis atau nasib.Individu membuat penawaran dengan yang maha
kuasa. Individu menerima bentuk terapi baru.

Implikasi Keperawatan: Beriakan informasi yang di perlukan untuk membuat


keputusan.

16
 Fase Depresi

Realitas dan sifat katetapan dari kehilangan telah dikenali. Kebingungan, kurang
motivasi, tidak menunjukan minat, tidak membuat keputusan, dan menangis adalah
umum. Menarik diri dari hubungan dan aktivitas sering terjadi. Individu dapat
menjadi pendiam dan tidak komunikatif. Timbul perasaan kesepian, Mulai
mengenang tentang masa lalu dan benda yang hilang. Individu kehilangan minat
dalam pena,pilan. Individu melakukan bunuh diri,atau berperilaku tidak sehat
seperti penggunaan obat secar berlebihan.

Implikasi Keperawatan: Berikan dukungan dan empati. Dukung menangis dengan


memberikan sentuhan yang mengomunikasikan kepedulian. Mendengarkan dengan
penuh perhatian, mengkaji resiko yang membahayakan diri dan rujuk ke tetangga
professional kesehatan mental jika di perluklan.

 Fase Akomodasi

Individu menerima kehilangan dan kematian dan mulai merencanakan hal tersebut.
Individu dapat berbagi perasaan tentang kehilangan. Mengenang kejadian masa lalu,
Terjadi periode depresi, waktu yang baik untuk mulai membandingkan dengan
waktu buruk. Hidup mulai menjadi stabil.

Implikasi Keperawatan: Berikan kesempatan untuk berbagi perasaan secara verbal,


dalam bentuk tulisan, bentuk seni, atau dengan rekaman. Biarkan dan dorong
pengungkapan sesering yang klien ingin lakukan, tunjukan penerimaan kelabilan
perasaan klien, bantu dalam mendiskusikan rencana masa mendatang.

Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami suatu


kekurangan atau tidak ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau pernah
dimiliki. Kehilangan merupakan suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu
yang sebelumnya ada menjadi tidak ada, baik sebagian atau seluruhnya.

BERDUKA

Berduka merupakan reaksi emosional terhadap kehilangan. Hal ini diwujudkan dalam
berbagai cara yang unik pada masing- masing orang dan didasarkan pada pengalaman
pribadi, ekspektasi budaya, dan keyakinan spiritual yang dianutnya. Sedangkan istilah

17
kehilangan ( bereavement ) mencakup berduka dan berkabung ( mourning ), yaitu perasaan di
dalam dan reaksi keluar orang yang ditinggalkan. Berkabung adalah periode penerimaan
terhadap kehilangan dan berduka. Hal ini terjadi dalam masa kehilangan dan sering
dipengaruhi oleh kebudayaan atau kebiasaan

Tidak ada cara yang paling tepat dan cepat untuk menjalani proses berduka.
Konsep dan teori berduka hanyalah alat yang hanya dapat digunakan untuk
mengantisipasi kebutuhan emosional klien dan keluarganya dan juga rencana
intervensi untuk membantu mereka memahami kesedihan mereka dan mengatasinya.
Peran perawat adalah untuk mendapatkan gambaran tentang perilaku berduka,
mengenali pengaruh berduka terhadap perilaku dan memberikan dukungan dalam
bentuk empati.

1. Teori Engels
Menurut Engel (1964) proses berduka mempunyai beberapa fase yang
dapat diaplokasikan pada seseorang yang sedang berduka maupun menjelang ajal.
 Fase I (shock dan tidak percaya)
Seseorang menolak kenyataan atau kehilangan dan mungkin menarik diri, duduk
malas, atau pergi tanpa tujuan. Reaksi secara fisik termasuk pingsan, diaporesis,
mual, diare, detak jantung cepat, tidak bisa istirahat, insomnia dan kelelahan.
 Fase II (berkembangnya kesadaran)
Seseoarang mulai merasakan kehilangan secara nyata/akut dan mungkin
mengalami putus asa. Kemarahan, perasaan bersalah, frustasi, depresi, dan
kekosongan jiwa tiba-tiba terjadi.
 Fase III (restitusi)\
Berusaha mencoba untuk sepakat/damai dengan perasaan yang hampa/kosong,
karena kehilangan masih tetap tidak dapat menerima perhatian yang baru dari
seseorang yang bertujuan untuk mengalihkan kehilangan seseorang.
 Fase IV
Menekan seluruh perasaan yang negatif dan bermusuhan terhadap almarhum.
Bisa merasa bersalah dan sangat menyesal tentang kurang perhatiannya di masa
lalu terhadap almarhum.
 Fase V
Kehilangan yang tak dapat dihindari harus mulai diketahui/disadari. Sehingga
pada fase ini diharapkan seseorang sudah dapat menerima kondisinya. Kesadaran
baru telah berkembang.

2. Teori Kubler-Ross
Kerangka kerja yang ditawarkan oleh Kubler-Ross (1969) adalah
berorientasi pada perilaku dan menyangkut 5 tahap, yaitu sebagai berikut:
 Penyangkalan (Denial)
Individu bertindak seperti seolah tidak terjadi apa-apa dan dapat menolak untuk
mempercayai bahwa telah terjadi kehilangan. Pernyataan seperti “Tidak, tidak

18
mungkin seperti itu,” atau “Tidak akan terjadi pada saya!” umum dilontarkan
klien.
 Kemarahan (Anger)
Individu mempertahankan kehilangan dan mungkin “bertindak lebih” pada setiap
orang dan segala sesuatu yang berhubungan dengan lingkungan. Pada fase ini
orang akan lebih sensitif sehingga mudah sekali tersinggung dan marah. Hal ini
merupakan koping individu untuk menutupi rasa kecewa dan merupakan
menifestasi dari kecemasannya menghadapi kehilangan.
 Penawaran (Bargaining)
Individu berupaya untuk membuat perjanjian dengan cara yang halus atau jelas
untuk mencegah kehilangan. Pada tahap ini, klien sering kali mencari pendapat
orang lain.
 Depresi (Depression)
Terjadi ketika kehilangan disadari dan timbul dampak nyata dari makna
kehilangan tersebut. Tahap depresi ini memberi kesempatan untuk berupaya
melewati kehilangan dan mulai memecahkan masalah.
 Penerimaan (Acceptance)
Reaksi fisiologi menurun dan interaksi sosial berlanjut. Kubler-Ross
mendefinisikan sikap penerimaan ada bila seseorang mampu menghadapi
kenyataan dari pada hanya menyerah pada pengunduran diri atau berputus asa.

3. Teori Martocchio
Martocchio (1985) menggambarkan 5 fase kesedihan yang mempunyai
lingkup yang tumpang tindih dan tidak dapat diharapkan. Durasi kesedihan
bervariasi dan bergantung pada faktor yang mempengaruhi respon kesedihan itu
sendiri. Reaksi yang terus menerus dari kesedihan biasanya reda dalam 6-12
bulan dan berduka yang mendalam mungkin berlanjut sampai 3-5 tahun.

4. Teori Rando
Rando (1993) mendefinisikan respon berduka menjadi 3 katagori:
 Penghindaran
Pada tahap ini terjadi shock, menyangkal dan tidak percaya.
 Konfrontasi
Pada tahap ini terjadi luapan emosi yang sangat tinggi ketika klien secara
berulang-ulang melawan kehilangan mereka dan kedukaan mereka paling dalam
dan dirasakan paling akut.
 Akomodasi
Pada tahap ini terjadi secara bertahap penurunan kedukaan akut dan mulai
memasuki kembali secara emosional dan sosial dunia sehari-hari dimana klien
belajar untuk menjalani hidup dengan kehidupan mereka.

19
LATIHAN SOAL

1. Keadaan mental yang membuat seseorang merasa atau mengidentifikasi dirinya dalam
keadaan perasaan atau pikiran yang sama dengan orang atau kelompok merupakan
pengertian dari....
a. Simpati.
b. Etika
c. Empati
d. Perhatian
e. Proses
2. Empati adalah kemampuan seseorang dalam ikut merasakan atau menghayati
perasaan dan pengalaman orang lain. Akan tetapi orang tersebut tidak
boleh.....................
a. Hanyut dalam suasana orang lain
b. Tersentuh hatinya
c. Perhatian
d. Segera melakukan tindakan
e. Mendengarkan keluhan orang lain
3. Secara lebih luas empati diartikan sebagai ketrampilan sosial tidak sekedar ikut
merasakan pengalaman orang lain atau disebut dengan istilah............
a. Concern
b. Vicarious affect response
c. Consep
d. Viralios respons
e. Vilar affect
4. Respon kepedulian terhadap perasaan dan perilaku orang lain disebut......
a. Concern
b. Vicarious affect response
c. Consep
d. Viralios respons
e. Vilar affect
5. Dalam empati menyatakan bahwa kemampuan menyelami perasaan orang lain tidak
membuat kita tenggelam dan larut dalam situasi perasaannya tetapi kita mampu
memahami perasaan negatif atau positif seolah-olah emosi itu kita alami sendiri
disebut dengan................
a. Resonansi perasaan
b. Simpati perasaan
c. Ungkapan perasaan
d. Reformasi perasaan
e. Empati perasaan
6. Dalam kehidupan bermasyarakat atau berkelompok setiap individu memiliki watak
yang.........
a. Sama
b. Beraneka ragam

20
c. Cenderung sama
d. Persis
e. Tergantung pergaulan
7. Berikut ini yang merupakan contoh penerapan empati kepada orang lain
adalah.............
a. Memenuhi semua keinginan orang lain
b. Mendengarkan dengan penuh perhatian
c. Memberikan perhatian berlebihan
d. Memberikan banyak nasehat
e. Meminta perhatian
8. Kemampuan empati seseorang perlu diasah agar dirinya dapat menyesuaikan diri
dengan.......
a. Orang lain
b. Masyarakat
c. Orang tua
d. Lingkungan sekitarnya
e. Tempat bekerja
9. Berikut ini merupakan faktor- faktor yang dapat mempengaruhi proses empati,
kecuali..........
a. Sosialisasi
b. Perkembangan kognitif
c. Mood dan Feeling
d. Situasi dan tempat
e. Peran seseorang
10. Kognitif adalah proses yang terjadi secara internal di dalam pusat susunan saraf pada
waktu manusia sedang berpikir Istilah “Cognitive” berasal dari kata cognition artinya
adalah.......
a. Berpikir
b. Merasakan
c. Mengerti
d. Proses
e. Internal
11. Situasi perasaan seseorang ketika berinteraksi dengan lingkungannya akan
mempengaruhi cara seseorang dalam memberikan respon terhadap perasaan dan
perilaku orang lain. Pernyataan tersebut termasuk dalam....
a. Sosialisasi
b. Perkembangan kognitif
c. Mood dan Feeling
d. Situasi dan tempat
e. Komunikasi
12. Perbedaan bahasa dan ketidakpahaman tentang komunikasi yang terjadi akan menjadi
hambatan pada proses .......
a. Empati
b. Simpati

21
c. Kognitif
d. Komunikasi
e. Berpikir
13. Berikut ini yang merupakan teknik- teknik mengasah empati kecuali,......
a. Rekam semua emosi pribadi
b. Perhatikan lingkungan luar
c. Dengarkan curhat orang lain
d. Bayangkan apa yang sedang dirasakan orang lain dan akibatnya untuk diri kita
e. Berikan simpati
14. Berikut ini yang merupakan contoh penerapan teknik mengasah empati dengan cara
merekam semua emosi adalah......
a. Ingatlah semua kejadian dalam hidup
b. Catatlah semua kejadian baik senang maupun sedih
c. Tulislah kesedihan dalam buku diary
d. Jawaban A dan C benar
e. Semua jawaban benar
15. Mendengarkan adalah sebuah kemampuan penting yang sangat dibutuhkan untuk
.........
a. Mengetahui watak seseorang
b. Memahami masalah orang lain
c. Mengetahui kelemahan orang lain
d. Membantu orang lain
e. Menafsirkan perilaku
16. Menghilangkan atau meminimalkan perasaan negatif atau prasangka terhadap obyek
yang menjadi sasaran dengar merupakan syarat yang dibutuhkan untuk.....
a. Berbicara
b. Melihat
c. Mendengar
d. Menyentuh hati
e. Bersimpati
17. Berikut ini merupakan tata cara yang tepat untuk berbicara yang baik kepada orang
lain adalah....
a. Menundukkan kepala
b. Tidak memotong saat orang lain berbicara
c. Memperhatikan situasi sekitar
d. Mengajak ke tempat yang penuh dengan suara bising
e. Mengalihkan pembicaraan
18. Refleksi keadaan orang lain dapat membuat kita merasakan apa yang sedang dialami
orang tersebut dan mampu membangkitkan........
a. Suasana emosional
b. Situasi yang kondusif
c. Suasana dan situasi
d. Amarah
e. Suasana refleksi

22
19. Dalam berkomunikasi dengan orang lain yang sedang mengalami suatu permasalah,
sikap yang harus kita tunjukkan adalah...................
a. Acuh tak acuh
b. Berdiam diri agar suasana tenang
c. Berusaha menjadi pendengar yang baik
d. Jawaban B dan C Benar
e. Semua jawaban benar
20. Apabila kita menghadapi suatu permasalah yang dirasa cukup berat, maka harapan
kita kepada orang disekitar kita adalah...............
a. Dapat bersimpati kepada kita
b. Memberikan perhatian kepada kita
c. Hanya menasehati
d. Memberikan bantuan materi
e. Menjauhi kita
21. Suatu keadaan individu yang berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada,
kemudian menjadi tidak ada baik terjadi sebagian atau keseluruhan merupakan
pengertian dari...................
a. Berduka
b. Duka cita
c. Bersedih
d. Kehilangan
e. Kematian
22. Istilah kehilangan mencakup dua hal yaitu berduka dan ..................
a. Berempati
b. Berkabung
c. Bersimpati
d. Berdukacita
e. Bergaining
23. Respon total terhadap pengalaman emosional akibat kehilangan disebut dengan........
a. Berduka
b. Berkabung
c. Kehilangan
d. Proses berkabung
e. Kematian
24. Berikut ini yang termasuk dalam kehilangan obyek eksterna adalah....
a. Kehilangan bagian tubuh
b. Kehilangan ingatan
c. Kehilangan rasa humor
d. Kehilangan rambut
e. Kehilangan perhiasan
25. Terpisahnya dari lingkungan yang sangat di kenal termasuk dari latar belakang
keluarga dalam waktu satu periode atau bergantian secara permanen termasuk dalam
kehilangan.........
a. Kehilangan eksterna

23
b. Kehilangan interna
c. Kehilangan lingkungan yang dikenal
d. Kehilangan orang terdekat
e. Kehilangan aspek diri
26. Berikut ini termasuk dalam kehilangan orang terdekat, kecuali.............
a. Anak
b. Orang tua
c. Indra peraba
d. Saudara
e. Rekan kerja
27. Tn.B mengalami kecelakaan berat yang mengakibatkan kakinya patah dan harus
diamputasi. Dari kejadian yang dialami oleh Tn.B tersebut termasuk dalam tipe
kehilangan..........
a. Aspek tubuh
b. Fungsi fisiologis
c. Fungsi psikologis
d. Fungsi jaringan
e. Bagian tubuh
28. Pada kasus Ny.N mengalami krisis kepercayaan diri, beliau merasa dirinya tidak
cantik dan minder dari lingkungan sekitarnya. Pada kasus diatas Ny.N mengalami tipe
kehilangan aspek diri yaitu kehilangan .............
a. Fungsi Fisiologis
b. Fungsi Psikologis
c. Fungsi Percaya Diri
d. Fungsi bagian tubuh
e. Fungsi organ
29. Kehilangan dimana seseorang mengalami mati baik secara perasaan, pikiran dan
respon pada kegiatan dan orang disekitarnya sampai pada kematian yang
sesungguhnya termasuk dalam..............
a. Kehilangan perasaan
b. Kehilangan hidup
c. Kehilangan orang yang dicintai
d. Kehilangan orang terdekat
e. Kehilangan eksterna
30. Berikut ini rentang respon kehilangan yang benar adalah............
a. Acceptance Angger Bergaining Depresi Acceptance
b. Denial Angger Bergaining Depresi Acceptance
c. Depresi Angger Bergaining Depresi Acceptance
d. Denial Bergaining Depresi Acceptance
e. Denial Angger Bergaining Depresi

31. Respons segera terhadap kehilangan baru atau kehilangan yang mengancam (
menyangkal ) disebut dengan respon.............
a. Denial

24
b. Angger
c. Bergaining
d. Aceptance
e. Depresi
32. Individu mengekspresikan marah dan di tunjukan kepada keluarga, staf perawat,
dokter, atau yang maha kuasa merupakan respon kehilangan pada tahap..............
a. Denial
b. Angger
c. Bergaining
d. Aceptance
e. Depresi
33. Dalam istilah kehilangan mencangkup dua hal yaitu berduka dan berkabung, berduka
disebut juga dengan istilah..........
a. Grieving
b. Mourning
c. Grivea
d. Growing
e. Moursing
34. Sedangkan berkabung disebut juga dengan istilah............
a. Grieving
b. Mourning
c. Grivea
d. Growing
e. Moursing
35. Ny.Y usia 75 tahun sering mengompol karena kandung kontrol kemihnya sudah tidak
berfungsi dengan normal, hal diatas termasuk kehilangan aspek diri yaitu
kehilangan.........
a. Fungsi organ
b. Fungsi Psikologis
c. Fungsi Fisiologis
d. Fungsi Somatis
e. Fungsi Kontrol Saraf
36. Apabila kita menjumpai seseorang dengan tingkat keseriusan yang tinggi dan sama
sekali tidak memiliki rasa humor, maka orang tersebut kehilangan aspek diri yaitu
kehilangan.....
a. Fungsi organ
b. Fungsi Psikologis
c. Fungsi Fisiologis
d. Fungsi Somatis
e. Fungsi Kontrol Saraf
37. Keadaan dimana individu mengalami kebingungan, menarik diri dari hubungan dan
aktivitas serta individu dapat menjadi pendiam dan tidak komunikatif termasuk dalam
rentang respon kehilangan yaitu.............
a. Denial

25
b. Angger
c. Bergaining
d. Aceptance
e. Depresi
38. Pada rentang respon kehilangan dimana individu berkeinginan untuk melakukan apa
saja untuk menghindari kehilangan atau mengubah prognosis atau nasib dan individu
membuat penawaran dengan Yang Maha Kuasa termasuk dalam rentang...............
a. Denial
b. Angger
c. Bergaining
d. Aceptance
e. Depresi
39. Pada saat individu menerima kehilangan dan kematian, individu dapat berbagi
perasaan tentang kehilangan dan hidupnya mulai menjadi stabil...............
a. Denial
b. Angger
c. Bergaining
d. Aceptance
e. Depresi
40. Ny.H usia 40 tahun mengalami kehilangan fungsi sensoris , hal tersebut termasuk
kehilangan aspek diri yaitu kehilangan.........
a. Fungsi organ
b. Fungsi Psikologis
c. Fungsi Fisiologis
d. Fungsi Somatis
e. Fungsi Kontrol Saraf

SOAL ESAY

1. Sebutkan faktor- faktor yang mempengaruhi proses empati?


2. Sebutkan perbedaan berduka dan berkabung?
3. Jelaskan mengapa faktor komunikasi dapat mempengaruhi proses empati?
4. Sebutkan 4 teknik mengasah empati?
5. Sebutkan rentang respon kehilangan?

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Alimul H, Aziz, 2006, Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia 1, Jakarta: Salemba


Medika.
2. Hergner, Barbara R, 2003, Asisten keperawatan : suatu pendekatan proses
keperawatan, Jakarta : EGC

3. Tarwoto dan wartona. 2006, Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses keperawatan,
Jakarta: Salemba Medika.

4. https://shohibmoe.wordpress.com/content/empati-dan-perilaku-prososial

27

Anda mungkin juga menyukai