BENDUNGAN
d. Bendungan Serbaguna
Pada umumnya pembangunan bendungan tidak hanya bertujuan
memperoleh manfaat tunggal, tapi untuk lebih dari satu manfaat seperti
untuk penyedia air irigasi, tenaga listrik, air baku, pengendali banjir,
perikanan, rekreasi dan lain sebagainya, bendungan ini lazim disebut
bendungan serbaguna. Berikut ini salah satu contoh bendungan
serbaguna yaitu pembangunan bendungan serba guna waduk gajah yang
berada di daerah wonogiri.
Dibanding dengan tipe lain, tipe ini dapat dibangun hampir pada
segala jenis tanah pondasi dan pada topografi yang kurang baik, dan
umumnya lebih sering dibangun untuk tujuan penapung air. Secara garis
besar potongan tipe bendungan dikelompokan menjadi dua tipe, yakni:
Bendungan urugan tanah homogen
Bendungan urugan tanah berzona (dengan inti tegak atau inti miring)
Pembuatan zona-zona pada tubuh bendungan adalah bertujuan untuk
meningkatkan keamanan bendungan, yaitu dalam rangka mendapatkan
kekuatan (strength) yang cukup, serta pengendalian rembesan dan
retakan. Untuk mendapatkan desain yang aman, dapat dibuat berbagai
kemungkinan tipe zona, bila material yang digunakan memiliki tingkat
lulus air yang rendah atau diperlukan adanya ketahanan terhadap retakan,
dihilir bendungan perlu dipasang lapisan drainasev horizontal yang
dikombinasikan dengan drainase tegak atau miring. Bendungan urugan
tanah harus dielengkapi dengan bangunan pelimpah dengan kapsitas
yang memadai. Kelemahan utama bendungan tipe ini adalah rawan
terhadap erosi yang dapat berakibat kerusakan atau keruntuhan
bendungan.
Jenis, metode dan tingkat akurasi investigasi geologi harus dilakukan sesuai
dengan tahapan pelaksanaan. Pelaksanaan investigasi (investigator) harus
memiliki kemampuan yaitu menghasilkan tanah dan batuan, memahami sifat
teknik dan geologi berbgai bentuk rupa bumi (landforms), terbiasa dengan
metode-metode sampling, logging, serta uji lapangan dan laboratorium untuk
bendungan.
Pada tahap desain awal : paling tidak diperlukan 2 lobang bor pada
poros bendungan masing-masing ditumpukan kanan dan kiri, 2 atau
3 lubang bor dipalung sungai kecuali bila terlihat adanya singkapan
batuan segar jumlah lobang bor dapat dikurangi 1 lobang bor
dibawah mercu pelimpah, dan ditempat-tempat lain yang
memerlukan. Bila lembah sungai sempit dan diduga merupakan jalur
strktur sesar, perlu dilakukan pemboran miring pada sisi tebing
sungai menembus formasi batuan dibawah sungai.
Pada desain rinci : Jumlah dan lokasi pemboran tergantung pada
kondisi geologi setempat, dengan mempertimbangkan titik-titik
pemboran yang telah dilaksankan pada tahap desain awal. Secara
umum lokasi pemboran sama dengan jalur pemboran sama dengan
jalur pemboran pada desain awal, namun jarak titik pemboran perlu
dirapatkan dengan jarak antara masing-masing titik pemboran
disarankan berkisar antara 20 sampai 30 m.
Inti hasil pemboran, harus disimpan dengan baik didalam peti kayu, disusun
sesuai kemajuan pemboran. Deskripsi sample inti pemboran harus dicatatdalam
kolom-kolom format laporan (log bor) yang antara lain memuat nama pelaksana,
tanggal, elevasi, deskripsi, satuan batuan, perolehan inti, RQD, koefesien
permeabilitas, SPT, air pembilas, dan lain-lain yang perlu.
Dari hasil pemboran bersama hasil kegiatan investigasi geologi yang lain
setelah diolah kemudian dibuat peta geologi teknik rinci, termasuk peta-peta
kontur batuan dasar, penampang atau profil geologi, serta peta lugeon untuk
menentukan kedalaman dan kerapatan injeksi. Pada tahap konstruksi nanti, peta
geologi rinci harus diperbaiki kembali sesuai hasil investigasi pada galian pondasi
dan investigasi tambahan. Profil geologi setidaknya mencakup sepanjang poros
bendungan digambarkan dari arah hulu, dengan skala 1:500 – 1:1000, setidaknya
mencakup sepanjang poros bendungan sampai batas galian pada bukit tumpuan,
bangunan pelimpah, terowongan pengelak dan terowongan pengambilan.
c. Terowong Uji
Metode ini disarankan untuk dilakukan bagi bendungan besar tinggi
diatas 30 meter, dimana kekuatan pondasi sangat penting untuk diketahui.
Terowong uji dibuat 1 atau 2 buah pada tumpuan kiri atau kanan tergantung
kondisi geologi setempat.
4. Hidrologi
Keadaan hidrologi akan berpengaruh pada operasi waduk yang
kemudian berakibat pada fluktasi air waduk. Disamping itu ada
hubungan erat antara fsktor ekonomi dengan hidrologi yang juga menjadi
pertimbangan seperti karakteristik aliran dan curah hujan dapat
berpengaruh terhadap biaya konstruksi yaitu terkait pekerjaan pengelakan
sungai dan lamanya waktu pelaksanaan konstruksi bendungan urug tanah
1. Bendungan Homogen
Suatu Bendungan urugan digolongkan dalam type homogen apabila
bahan yang membentuk tubuh bendungan tersebut terdiri dari tanah yang
hampir sejenis dan gradasinya (Susunan ukuran butirannya) hampir
seragam.Tubuh bendungan secara keseluruhannya berfungsi ganda, yaitu
sebagai bangunan penyanggah dan sekaligus sebagai penahan rembesan air.
2. Bendungan Zonal
Bendungan urugan digolongkan dalam type zonal apabila timbunan
yang membentuk tubuh bendungan terdiri dari batuan dengan gradasi
(susunan ukuran butiran) yang berbeda-beda dalam urutan-urutan pelapisan
tertentu.
d. Akan tetapi karna tubuh bendungan terdiri dari timbunan tanah atau
timbunan batu yang berkomposisi lepas. maka bahaya jebolnya
bendungan umumnya disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:
Longsoran yang terjadi baik pada lereng udik,maupun lereng hilir
tubuh bendungan.
Terjadinya sufosi (erosi dalam atau piping) oleh gaya-gaya yang
timbul dalam aliran filtrasi yang terjadi di dalam tubuh bendungan.
Suatu kontruksi yang kaku tidak diinginkan di dalam tubuh
bendungan karena konstruksi tersebut tak dapat mengikuti gerakan
konsolidasi dari tubuh bendungan tersebut.
Proses pelaksanaan pembangunannya biasanya sangat peka terhadap
pengaruh iklim Lebih-lebih pada bendungan tanah, dimana
kelembaban optimum tertentu perlu dipertahankan terutama pada saat
pelaksanaan penimbunan dan pemadatannya.
Be = B – 2 (nKp + K a) H1
.................................................................. Pers I
Keterangan :
n : jumlah pilar
Kp : koefisien kontraksi pilar
Ka : koefisien kontraksi pangkal bendung
H1 : tinggi energi, m
1.80
1.60
1.40
1.20
H (m)
1.00
0.80
0.60
0.40
0.20
0.00
0.00 50.00 100.00 150.00 200.00 250.00
Debit (m3/dtk)
Gambar 1.12 Hubungan Tinggi Muka Air dengan Debit diatas Mercu Bendung
Sumber : Hasil Perhitungan Penulis
b. Lantai Muka
LV = 3,0+2,0+(8x1,0)+(2,0x4)+3,0 + (1,0 x2) + 5,17 = 31,17 m
LH = (8x1,0)+3,0+(3x4,0)+4,5 + (3x1,5)+3,90+(2x2,0) = 39,90 m
CL = 31,17 + 1/3 x 39,90 = 44,47 = 9,67 > 4 Aman
46 56
7. Perkuatan Dasar
V3 = Kecepatan rata-rata diatas ambang didapat = 1,73 m/dt.
Dari grafik (KP04 pada gambar 6.7 hal. 107) didapatkan d40 = 0,10 m,
diameter stabil terhadap kecepatan yang ada.
Dengan Dm = 0,50 m, maka
F = 1,76 x 0,500,5 = 39,35
R = 0,47 (218,34/39,35)1/3 = 0,83 m, sehingga diambil = 1,50 m
Panjang lindungan = 4 x 0,83 = 3,33 m, diambil = 5,0 m
1.7 Perlidungan Lereng Urugan (Slope Protection)
1.7.1 Cara-Cara Menstabilkan Lereng
Penanggulangan longsor yang dilakukan bersifat pencegahan sebelum
longsor terjadi pada daerah potensial dan stabilisasi, setelah longsor terjadi
jika belum runtuh total. Penanggulangan yang tepat pada kedua kondisi
diatas dengan memperhatikan penyebab utama longsor, kondisi pelapisan
tanah dan juga aspek geologinya. Sedhfkhang langkah yang umum dalam
menangani longsor antara lain: pemetaan geologi topografi daerah yang
longsor, pemboran untuk mengetahui bentuk pelapisan tanah/batuan dan
bidang gelincirnya, pemasangan piezometer untuk mengetahui muka air
atau tekanan air porinya, dan pemasangan slope indicator untuk mencari
bidang geser yang terjadi.
Selain itu dilakukan pula pengambilan tanah tidak terganggu, terutama
pada bidang geser untuk dipelajari besar kekuatan tahanan gesernya. Ada
beberapa cara untuk menstabilkan lereng yang berpotensi terjadi
kelongsoran. Pada prinsipnya ada dua cara yang dapat digunakan untuk
menstabilkan suatu lereng, yaitu:
1. Memperkecil gaya penggerak atau momen penyebab longsor. Gaya atau
momen penyebab longsor dapat diperkecil dengan cara merubah bentuk
lereng, yaitu dengan cara:
a. Merubah lereng lebih datar atau memperkecil sudut kemiringan
b. Memperkecil ketinggian lereng
c. Merubah lereng menjadi lereng bertingkat (multi slope)
3. Memperbesar gaya lawan atau momen penahan longsor. Gaya lawan atau
momen penahan longsor dapat diperbesar dengan beberapa cara yaitu:
a. Menggunakan counter weight yaitu tanah timbunan pada kaki lereng.
Cara ini mudah dilaksanakan asalkan terdapat tempat dikaki lereng
untuk tanah timbunan tersebut.
b. Dengan mengurangi air pori di dalam lereng
c. Dengan cara mekanis yaitu dengan memasang tiang pancang atau
tembok penahan tanah.
1.7.2 Metode Irisan (Method of Slice)
Bila tanah tidak homogen dan aliran rembesan terjadi di dalam
tanahnya memberikan bentuk aliran dan berat volume tanah yang tidak
menentu, cara yang lebih cocok adalah dengan metode irisan (method of
slice). Gaya normal yang bekerja pada suatu titik di lingkaran bidang
longsor, terutama dipengaruhi oleh berat tanah di atas titik tersebut. Dengan
metode irisan, massa tanah yang longsor dipecah–pecah menjadi beberapa
irisan vertical. Kemudian, keseimbangan dari tiap–tiap irisan diperhatikan.
memperlihatkan satu irisan dengan gaya–gaya yang bekerja padanya. Gaya–
gaya ini terdiri dari gaya geser (Xr dan X1) dan gaya normal efektif (Er
danE1) di sepanjang sisi irisannya, dan juga resultan gaya geser efektif (Ti)
dan resultan gaya normal efektif (Ni) yang bekerja di sepanjang dasar
irisannya. Pada irisannya, tekanan air pori U1 dan Ur bekerja di kedua
sisinya, dan tekanan air pori Ui bekerja pada dasarnya. Dianggap tekana air
pori sudah diketahui sebelumnya.
Lengan momen dari berat massa tanah tiap irisan adalah R sin Ø, maka
ΣMr = RΣ Ø ……………………………………………….............Pers 8
Dimana :
R = jari – jari lingkaran bidang longsor
N = jumlah irisan
Wi = berat massa tanah irisan ke – i
Øi = sudut
Dengan cara yang sama, momen yang menahan tanah yang akan longsor,
ΣMr = RΣ ( + Ø)…………………………………………… .........Pers 9
Bila terdapat air pada lerengnya, tekana air pori pada bidang longsor tidak
berpengaruh pada Md, karena resultan gaya akibat tekanan air pori lewat
titik pusat lingkaran. Maka :
F = Σ ( Ø ) ……………………………………………..................Pers 11
Dimana :
F = faktor aman
C = kohesi tanah
Ø = sudut gesek dalam tanah
ai = panjang bagian lingkaran pada irisan ke – i
Wi = berat irisan tanah ke – i
ui = tekanan air pori pada irisan ke – i
b) Inti Miring
Bendungan tipe inti miring adalah apabila bahan pembentuk tubuh
bendungn terdiri dari bahan yang lolos air tetapi dilengkapi dengan
inti kedap air yang berkedudukan vertikal.
Gambar 1.19 Gaya yang Bekerja pada Tembok Penahan Tanah Pintu Pengambilan
a. Gaya-gaya yang Bekerja
Data tanah pondasi di pintu pengambilan Bendung Kaligending Dari
hasil pengeboran di titik BM-4 dihasilkan data tanah pondasi sebagai
berikut:
- Sudut geser dalam = 22,80
- Saturated density (γsat) = 1,753 t/m3
- Kohesi (c) = 0,033 kg/cm2
- Specific Gravity (Gs) = 2,766 t/m3
- SPT = 40 N
- Skema gaya-gaya yang bekerja pada tembok penahan tersebut seperti
terlihat pada gambar diatas.
• Terlihat bahwa faktor kohesi tanah (C) sangat kecil, karena nilai kohesi
(C) = 0,033kg/cm2 sangat kecil dan untuk selanjutnya pengaruh kohesi (C)
diabaikan sehingga :
Ea = ½ x γsat x h2 x tan2 (450 - φ/2)
Ea = 20,506 ton
Untuk menghitung jarak titik tangkap gaya yang ditahan oleh tulangan tarik
terhadap titik A adalah sebagai berikut:
Sehingga dapat disimpulkan bahwa Tembok aman terhadap guling karena momen
tahan lebih besar dari momen guling.
Gaya-gaya dari luar yang bekerja pada bangunan pengambilan ini berupa
tekanan tanah yang berkerja simetris dari arah kanan dan kiri dengan arah
berlawanan seperti terlihat pada sketsa diatas, sehingga bangunan ini tidak
akan bergeser.
1.11 Metoda Analisa (Methods of Analysis) Rembesan
Secara umum, metoda analisa digunakan untuk desain bendungan, ketika
bendungan dikonstruksi, pengamatan menjadi sangat penting dan dapat
memberikan informasi penting bila terjadi masalah. Pengamatan lapangan
merupakan kondisi sebenarnya dibandingkan asumsi desain yang mungkin saja
salah. Untuk mengatasi permasalahan maka dalam pemilihan metoda pengamatan
atau metoda analitis harus berdasarakan masukan-masukan dari hasil pengamatan.
Rembesan merupakan Proses mengalirnya air dalam pori- pori tanah
sedangkan kemampuan tanah untuk dapat dirembesi disebut daya rembes
atau permeabilitas (permeability).
Tujuan analisis rembesan adalah untuk menentukan apakah
rembesan berpengaruh terhadap keamanan bendungan, sehingga dapat diperoleh
suatu bentuk geometri bendungan dan pengendalian rembesan yang aman dan
ekonomis.
Faktor-faktor yang mempengaruhi rembesan antara lain:
a. Ukuran partikel
b. Kadar pori
c. Susunan tanah
d. Struktur tanah
e. Derajat kejenuhan
Masalah rembesan yang dapat mengakibatkan terjadinya keruntuhan
pada konstruksi khususnya Bendungan adalah akibat ;
a. Tekanan angkat berlebihan,
b. Piping,
c. Erosi internal,
d. Teruraikannya (solutioning) material batu yang mudah melarut,
e. Tekanan rembesan berlebihan atau penjenuhan yang
menyebabkan terjadinya pembasahan lereng hilir (sloughing)
Berikut ini cara yang dapat dilakukan untuk pengendalian rembesan:
a. Filter untuk mencegah terbawanya butiran tanah.
b. Pembatasan terhadap debit rembesan.
c. Metoda drainasi untuk mengurangi tekanan rembesan dan
mengumpulkannya melalui konstruk si pembuang yang aman.
d. Kombinasi antara ketiga cara di atas.
https://www.ilmutekniksipil.com/bangunan-air/pengertian-bendungan
(PENGERTIAN BENDUNGAN)
https://repository.widyatama.ac.id/xmlui/bitstream/handle/123456789/8412/
Bab%202.pdf?sequence=9
(jenis dan macam bendungan)
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Bendungan
(gambar contoh bendungan mengatasi banjir)
https://menzanusantara.com/waduk-gajah-mungkur-wonogiri-riwayatmu-
dulu/
(Gambar bendungan serbaguna)
http://janggan.magetan.go.id/data-teknis-bendungan-gonggang/
(bendungan urugan batu)
http://konstruksibesar.blogspot.com/2015/11/bendungan.html?m=1
(bendungan penampung air)
https://www.kompasiana.com/arifin.faal/552858e9f17e61b03b8b4665/
wisata-waduk-buatan-yang-tidak-kalah-dengan-wisata-lain
(gambar bendungan penampung air)