Anda di halaman 1dari 32

REFERAT FISIOLOGIS

FISIOLOGI BUNYI JANTUNG

Oleh:
Mochamad Ali Sobirin
Pembimbing:
dr. Yan Herry, SpJP(K), FIHA, FAsCC

Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular


Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro
Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Kariadi
Semarang
2013

1
ABSTRAK

Siklus jantung terdiri atas satu periode relaksasi yang disebut diastol dan diikuti oleh satu
periode kontraksi yang disebut sistol, dan mengakibatkan perubahan pada bunyi jantung yang
mengikutinya. Bunyi jantung fisiologis tersebut dapat berupa bunyi jantung berfrekwensi
tinggi yang berhubungan dengan regangan tiba-tiba pada katup atrioventrikuler dan semiluner
saat menutup yang masing-masing disebut bunyi jantung pertama dan kedua; serta bunyi
jantung berfrekwensi rendah yaang berkaitan dengan pengisian pada fase awal dan akhir dari
diastolik ventrikel yang disebut bunyi jantung ketiga dan keempat. Dengan auskultasi jantung
yang benar, keempat bunyi jantung tersebut dapat memberikan gambaran dan identifikasi
bunyi jantung fisiologis sebagai dasar untuk membedakan suatu keadaan yang patologis.

Kata kunci: siklus jantung, bunyi jantung, auskultasi jantung

2
BAB I

PENDAHULUAN

Sejak ditemukannya stetoskop oleh Laennec pada tahun 1816, auskultasi jantung telah
memainkan peranan yang penting untuk evaluasi pasien dengan penyakit jantung dan
pembuluh darah dan tampaknya tidak akan tergantikan oleh alat detektor ekokardiografi yang
mobile. Analisa bunyi jantung dan bising jantung oleh fonokardiografi, bersamaan dengan
informasi yang diperoleh dari kateterisasi jantung, angiografi, ekokardiografi, serta bedah
jantung, telah menjadikan auskultasi jantung sebagai “precise discipline” yang berpegang
pada prinsip-prinsip fisiologis.1 Suatu peristiwa fisiologis dapat menyebabkan fenomena yang
dapat diukur. Misalnya, kontraksi ventrikel menimbulkan tekanan darah yang dapat diukur,
denyut arteri yang dapat diraba, denyut nadi yang dapat dilihat, impuls prekordial yang dapat
dilihat dan diraba, bunyi jantung yang dapat didengar dan diraba, peristiwa listrik yang dapat
dicatat, dan pada keadaan tertentu dapat didengar bising jantung. Semua fenomena ini
merupakan manifestasi dari peristiwa jantung yang sama dan jelas harus dipandang dan
dinilai untuk memastikan adanya lesi jantung.2

Studi yang dilakukan Mangione dkk menunjukkan bahwa mahasiswa kedokteran dan
staf pengajar kekurangan dalam kemampuan auskultasi jantung. Para peneliti meyakini
bahwa kemampuan mereka tersebut meskipun sudah mendapatkan pelatihan sebelumnya,
namun masih dibawah para pendahulunya. Penurunan kemampuan tersebut diduga karena
penggunaan yang luas dari alat diagnostik yang berbasis teknologi seperti ekokardiografi.
Sementara penggunaan alat imaging tersebut merupakan integrasi dalam konfirmasi
diagnosis dan membantu dalam menentukkan outcome pasien, namun alat-alat tersebut cukup
mahal. Penghematan biaya dari teknologi tersebut membutuhkan kemampuan dokter untuk
menggunakan pemeriksaan jantung, termasuk auskultasi jantung sebagai skrining awal dalam
membentuk diagnosis. Untuk mendapatkan kemampuan auskultasi, ada 2 komponen yang
harus dipelajari yaitu: (1) mampu mengenali dan mengidentifikasi berbagai macam bunyi
jantung dan (2) mampu menginterpretasi penemuan tersebut. Dalam rangka memahami
dengan sepenuhnya bunyi jantung, informasi perlu diberikan secara fisiologis.3,4

Makalah ini dipresentasikan untuk menggunakan pendekatan secara fisiologis


mengenai prinsip-prinsip bunyi jantung yang fisiologis. Topik-topik yang akan disajikan

3
meliputi siklus jantung beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya, prinsip auskultasi
jantung, bunyi jantung pertama, bunyi jantung kedua, bunyi jantung ketiga dan bunyi jantung
keempat.

4
BAB II

SIKLUS JANTUNG

Peristiwa yang terjadi pada jantung berawal dari permulaan sebuah denyut jantung
sampai berakhirnya denyut jantung berikutnya disebut siklus jantung. Setiap siklus dimulai
oleh pembentukan potensial aksi yang spontan di dalam nodus sinus. Nodus ini terletak pada
dinding lateral superior atrium kanan dekat tempat masuk vena kava superior, dan potensial
aksi menjalar dengan cepat sekali melalui kedua atrium dan kemudian melalui berkas A-V ke
ventrikel. Karena ada pengaturan khusus sistem konduksi dari atrium menuju ke ventrikel,
ditemukan keterlambatan selama lebih dari 1/10 detik sewaktu impuls jantung dihantarkan
dari atrium ke ventrikel. Keadaan ini menyebabkan atrium akan berkontraksi mendahului
ventrikel, sehingga akan memompakan darah ke dalam ventrikel sebelum kontraksi ventrikel
yang kuat. Jadi, atrium bekerja sebagai pompa primer bagi ventrikel, dan ventrikel
selanjutnya akan menyediakan sumber kekuatan yang utama untuk memompakan darah ke
sistem pembuluh darah.5-7

2.1 Sistol dan Diastol

Siklus jantung terdiri atas satu periode relaksasi yang disebut diastol, yaitu periode
pengisian jantung dengan darah, yang diikuti oleh satu periode kontraksi yang disebut sistol.
Gambar 1 menjelaskan berbagai peristiwa yang berbeda yang terjadi selama siklus jantung.
Dibawah kurva elektrokardiogram, terdapat kurva secara berurutan yang menunjukkan
perubahan-perubahan tekanan di dalam aorta, ventrikel kiri, dan atrium kiri. Kurva keempat
melukiskan perubahan volume ventrikel, kurva keenam adalah fonokardiogram, yang
merupakan rekaman bunyi yang dihasilkan oleh jantung, terutama katup jantung, sewaktu
memompkan darah.5-8

5
Gambar 1. Peristiwa-peristiwa dalam siklus jantung8

2.2 Elektrokardiogram dan Siklus Jantung

Gelombang P, Q, R, S, T yang ditunjukkan oleh elektrokardiogram pada Gambar 1


merupakan tegangan listrik yang ditimbulkan oleh jantung dan direkam oleh
elektrokardiograf dari permukaan tubuh. Gelombang P disebabkan penyebaran depolarisasi
melewati atrium yang diikuti oleh kontraksi atrium, yang menyebabkan kurva tekanan atrium

6
naik sedikit segera sesudah gelombang P. Kira-kira 0.16 detik sesudah timbul gelombang P,
muncul gelombang QRS sebagai hasil dari depolarisasi pada ventrikel, yang mengawali
kontraksi ventrikel dan menyebabkan tekanan ventrikel mulai meningkat, seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 1. Oleh karena itu, kompleks QRS mulai sesaat sebelum sistolik
ventrikel. Gelombang T mewakili tahap repolarisasi ventrikel yaitu waktu dimana serat-serat
ventrikel mulai berelaksasi, yang terjadi sesaat sebelum akhir dari kontraksi ventrikel.5,7-8

2.3 Fungsi Atrium Sebagai Pompa Primer5,7

Dalam keadaan normal, darah mengalir secara terus menerus dari vena-vena besar
menuju ke atrium; kira-kira 75 persen dari darah tersebut akan mengalir langsung melewati
atrium dan masuk ke dalam ventrikel bahkan sebelum atrium berkontraksi. Selanjutnya,
kontraksi atrium biasanya menyebabkan tambahan pengisian ventrikel sebesar 25 persen.
Oleh karena itu, atrium dikatakan berfungsi sebagai pompa primer yang meningkatkan
efektivitas pompa ventrikel sebanyak 25 persen. Namun, jantung bahkan dapat terus bekerja
dengan memuaskan pada keadaan tanpa tambahan efektivitas sebesar 25 persen tersebut,
karena secara normal jantung sudah memompakan darah 300 sampai 400 persen lebih banyak
daripada yang sebesarnya dibutuhkan oleh tubuh.

Perubahan Tekanan di Dalam Atrium

Pada kurva tekanan atrium dalam Gambar 1 dapat dilihat tiga peningkatan tekanan yang
utama, yang disebut gelombang tekanan atrium a, c, dan v.

Gelombang a disebabkan oleh kontraksi atrium. Biasanya selama kontraksi atrium, tekanan
atrium kanan meningkat sebesar 4 sampai 6 mmHg, sedangkan tekanan atrium kiri meningkat
kira-kira sebesar 7 sampai 8 mmHg. Gelombang c terjadi saat ventrikel mulai berkontraksi,
gelombang ini disebabkan sebagian oleh adanya sedikit aliran balik darah ke dalam atrium
pada permulaan kontraksi ventrikel, tetapi mungkin terutama disebabkan oleh penonjolan
katup A-V kembali ka arah atrium karena adanya peningkatan tekanan di dalam ventrikel.
Gelombang v terjadi menjelang akhir kontraksi ventrikel, yang terjadi oleh aliran yang
lambat dari vena sementara katup A-V tertutup sewaktu kontraksi ventrikel. Kemudian,
waktu kontraksi ventrikel selesai, maka katup A-V membuka, sehingga darah dapat mengalir
dengan cepat ke dalam ventrikel dan meyebabkan hilangnya gelombang v.

7
2.4 Fungsi Ventrikel Sebagai Pompa5,7

Pengisian Ventrikel

Selama fase sistolik ventrikel, sejumlah darah berkumpul dalam atrium karena katup
A-V tertutup. Oleh karena itu, segera sesudah sistolik selesai dan tekanan ventrikel turun lagi
sampai ke nilai diastoliknya yang rendah, tekanan yang cukup tinggi di dalam atrium segera
mendorong katup A-V agar terbuka sehingga darah dapat mengalir dengan cepat ke dalam
ventrikel, seperti yang diperlihatkan dengan naiknya kurva volume ventrikel dalam Gambar
1. Keadaan ini disebut sebagai periode pengisian cepat pada ventrikel.

Periode pengisian cepat berlangsung kira-kira pada sepertiga pertama dari diastolik.
Selama sepertiga kedua dari diastolik, biasanya hanya ada sedikit darah yang mengalir ke
ventrikel; darah ini adalah darah yang terus mengalir masuk ke dalam atrium dari vena-vena,
dan dari atrium langsung masuk ke dalam ventrikel. Selama periode sepertiga akhir dari
diastolik, atrium berkontraksi dan memberikan dorongan tambahan terhadap aliran darah
yang masuk ke dalam ventrikel; dan hal ini kira-kira 25 persen dari pengisian ventrikel pada
setiap siklus jantung.

Periode Kontraksi Isovolemik (Isometrik)

Segera sesudah ventrikel mulai berkontraksi, tekanan ventrikel meningkat dengan


tiba-tiba, seperti yang digambarkan dalam Gambar 1, sehingga menyebabkan katup A-V
menutup. Selanjutnya dibutuhkan tambahan waktu sebesar 0.02-0.03 detik bagi ventrikel agar
dapat membentuk tekanan yang cukup untuk mendorong katup semilunaris (katup aorta dan
katup pulmonal) agar terbuka melawan tekanan di dalam aorta dan arteri pulmonalis. Oleh
karena itu, selama periode waktu tersebut, akan terjadi kontraksi dalam ventrikel, namun
belum ada pengosongan, yang disebut sebagai periode kontraksi isovolemik atau isometrik,
yang berarti ada kenaikan tegangan didalam otot namun tidak terjadi pemendekan serat-serat
otot. (Hal itu tidak begitu benar, sebab sebenarnya ada pemendekan yang berlangsung dari
bagian apeks jantung ke bagian basis jantung dan juga perpanjangan sirkumferensial)

Periode ejeksi

Bila tekanan ventrikel kiri meningkat sedikit diatas 80 mmHg dan tekanan ventrikel
kanan meningkat sedikit diatas 8 mmHg, maka tekanan ventrikel ini sekarang akan
mendorong katup semilunaris supaya terbuka. Segera setelah itu, darah mulai mengalir keluar

8
dari ventrikel, sekitar 70 persen dari proses pengosongan terjadi sepertiga pertama dari
periode ejeksi dan 30 persen sisanya terjadi selama dua pertiga berikutnya. Oleh karena itu,
waktu sepertiga yang pertama disebut peridoe ejeksi cepat dan waktu duapertiga yang
terakhir disebut sebagai periode ejeksi lambat. Untuk suatu alasan yang khusus, selama
periode ejeksi lambat tekanan ventrikel turun sampai sedikti dibawah tekanan dalam aorta,
walaupun kenyataannya masih ada sejumlah darah yang mengalir meninggalkan ventrikel
kiri. Alasannya ialah darah yang mengalir keluar dari ventrikel itu mempunyai daya gerak.
Sewaktu daya gerak ini menurun selama bagian akhir dari sistolik, energi kinetik dari daya
gerak diuabah menjadi tekanan di dalam aorta, yang akan menyebabkan tekanan arteri
meningkat sedikit lebih tinggi daripada tekanan di dalam ventrikel.

Periode Relaksasi Isovolemik (Isometrik)

Pada akhir sistolik, relaksasi ventrikel mulai terjadi secara tiba-tiba, sehingga tekanan
intraventrikular menurun dengan cepat. Peninggian tekanan di dalam arteri besar yang
berdilatasi segera mendorong darah kembali ke ventrikel, dimana aliran darah ini akan
menutup katup aorta dan katup pulmonalis dengan keras. Selama 0.03 sampai 0.06 detik
berikutnya, otot ventrikel akan terus berelaksasi, meskipun volume ventrikel tidak berubah,
sehingga meningkatkan periode relaksasi isovolemik atau isometrik. Selama periode ini,
tekanan intraventrikular menurun dengan cepat sekali ke tekanan diastoiknya yang sangat
rendah. Selanjutnya katup A-V akan terbuka untuk memulai siklus pemompaan ventrikel
yang baru.

Volume Akhir-Diastolik, Volume Akhir-Sistolik, dan Keluaran Isi Sekuncup

Selama fase diastolik, pengisian ventrikel biasanya akan meningkatkan volume setiap
ventrikel sampai kira-kira 110-120 mililiter. Volume ini dikenal sebagai volume akhir-
diastolik. Selanjutnya, sewaktu ventrikel mengosongkan isinya selama fase sistolik, volume
ventrikel akan menurun sampai kira-kira 70 mililiter, yang disebut sebagai keluaran isi
sekuncup. Volume yang masih tertinggal dalam setiap ventrikel, yakni kira-kira 40 sampai 50
mililiter, disebut sebagaivolume akhir-sistolik. Bagian dari volume akhir-diastolik yang
disemprotkan keluar disebut bagian ejeksi, biasanya sama dengan kira-kira 60 persen.

Bila jantung berkontraksi dengan kuat, volume akhir-sistolik dapat turun rendah
sekali mencapai 10 sampai 20 militer. Sebaliknya, bila sejumlah besar darah mengalir masuk
ke dalam ventrikel selama fase diastolik dapat menjadi 150-180 mililiter pada sebuah jantung

9
yang normal. Dan dengan menaikkan volume akhir-diastolik dan menurunkan volume akhir-
sistolik, keluaran isi sekuncup seringkali dapat ditingkatkan sampai kira-kira lebih dari dua
kali volume normal.

2.5 Fungsi dari Katup 7,9

Katup atrioventrikular

Katup A-V mencegah aliran balik darah yang berasal dari ventrikel menuju ke atrium
selama fase sistolik, dan katup semilunaris mencegah aliran balik darah yang berasal dari
aorta dan arteri pulmonaris kembali ke ventrikel selama diastolik. Semua katup tersebut,
seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 2, menutup dan membuka secara pasif. Yaitu, katup-
katup ini akan menutup sewaktu gradien tekanan balik mendorong darah kembali ke
belakang, dan katup-katup akan membuka bila gradien tekanan ke arah depan mendorog
darah ke depan. Dengan alasan anatomi yang jelas, penutupan katup A-V yang tipis dan mirip
selaput ini hampir tidak membutuhkan aliran balik darah, sedangkan katup semilunaris yang
jauh lebih tebal membutuhkan aliran balik yang agak kuat selama beberapa milidetik untuk
menutup.

Gambar 2. Anatomi Katup jantung9

10
Fungsi Muskularis Papillaris

Gambar 2 menggambarkan muskularis papillaris yang melekat pada daun-daun katup


A-V melalui korda tendinea. Muskularis papilaris berkontraksi bila dinding ventrikel
berkontraksi, tetapi berlawanan dengan yang diharapkan, muskularis papilaris ini tidak
membantu menutup katup tersebut. Sebaliknya, selama kontraksi ventrikel, muskulus
papillaris ini menarik daun-daun katup ke dalam, menuju ke arah ventrikel untuk mencegah
agar katup tidak membonjol terlalu jauh ke arah atrium. Bila korda tendinea robek atau salah
satu muskulus papilaris ini lumpuh, katup akan membonjol jauh ke belakang, sehingga
kadang-kadang terjadi kebocoran.

Katup Semilunaris

Cara kerja katup semiluanris aorta dan pulmonalis cukup berbeda dengan katup A-V.
Pertama, bila dibandingkan dengan penutupan katup A-V yang lebih lembut, tekanan yang
tinggi dalam arteri pada akhir sistolik akan menyebabkan katup semilunaris menutup dengan
keras sehingga timbul keadaan tertutup. Kedua, karena pembukaan yang kebih kecil,
kecepatan ejeksi darah melewati katup aorta dan pulmonalis jauh lebih besar daripada
kecepatan ejeksi yang melewati katup A-V yang jauh lebih lebar juga. Juga, karena
penutupan dan penyemprotan yang berlangsung cepat, tepi katup semilunaris cenderung
mendapat abrasi mekanis yang lebih besar dibandingkan dengan katup A-V yang juga
disokong oleh korda tendinea.

2.6 Hubungan antara Bunyi Jantung dengan Pompa Jantung

Sewaktu mendengarkan bunyi jantung dengan stetoskop, pembukaan katup jantung


tidak terdengar karena hal ini merupakan suatu proses yang terjadi relatif lambat sehingga
tidak menimbulkan suara. Akan tetapi, waktu daun katup tertutup, daun dari katup dan cairan
di sekelilingnya bergetar oleh karena adanya perbedaan tekanan yang timbul dengan tiba-tiba,
sehingga menghasilkan suara yang menjalar melewati dada ke semua jurusan.

Bila ventrikel berkontraksi, pertama kali akan terdengar suatu suara yang disebabkan
oleh penutupan katup A-V. Getaran suara tersebut nadanya rendah dan berlangsung relatif
lama dan dikenal sebagai bunyi jantung pertama. Sewaktu katup aorta dan pulmonalis
menutup pada akhir sistolik, terdengarlah suatu bunyi yang mengatup lebih cepat, sebab
katup-katup ini menutup dengan cepat, dan sekelilingnya hanya bergetar untuk suatu periode
waktu yang singkat. Bunyi ini dikenal sebagi bunyi jantung kedua.

11
Bila atrium berdenyut, kadang-kadang terdengar bunyi atrium, yang disebabkan oleh
getaran yang berhubungan dengan aliran darah yang masuk ke ventrikel. Juga, bunyi jantung
ketiga dapat terjadi kira-kira pada akhir sepertiga pertama dari fase diastolik, yang diyakini
disebabkan oleh darah yang mengalir masuk ke dalam ruang ventrikel yang hampir penuh
dengan bunyi bergemuruh.5-7

12
BAB III

BUNYI JANTUNG

3.1 Bunyi dan Pendengaran

Alat pendengaran menangkap getaran dari udara yang mempunyai frekwensi dan
amplitudo yang sesuai. Terdapat tiga sifat penting dari udara yaitu; frekwensi, amplitudo dan
kualitas. Frekwensi atau tinggi suara dari suatu nada yang murni adalah jumlah getaran dalam
satu detik. Amplitudo adalah intensitas yang terukur dari suatu bunyi tertentu dan
mencerminkan kekuatan yang menghasilkannya. Selain getaran yang fundamental tersebut,
yang menentukkan tinggi, kebanyakan suara mempunyai frekwensi yang tinggi, yang
dinamakan harmonik. Perpaduan getaran fundamental dan harmonik, menentukkan kualitas
suara dan memungkinkan pendengar menentukkan suatu bunyi.

Alat pendengaran manusa dapat menangkap suara dengan frekwensi 16 sampai 16.000 siklus
perdetik (spd), tetapi kita paling peka terhadap suara dengan frekwensi manusia, dari 500
sampai 5000 spd. Persepsi kerasnya suatu suara berhubungan dengan amplitudo dan
frekuensinya. Sebuah nada 100 spd harus mempunyai amplitudo 100 kali lebih besar
dibandingkan nada 1000 spd, agar kita dapat dengan dengan kemudahan yang sama.
Kebanyakan suara kardiovaskuler terletak dekat batas bawah kemampuan pendengaran
manusia; 80 persen frekwensi yang membentuk bunyi jantung pertama dan kedua
mempunyai frekwensi kurang dari 70 spd. Bunyi jantung ketiga dan keempat mempunyai
frekwensi sekitar 30 spd.

Kalau suara yang beramplitudo rendah timbul segera setelah suara yang keras, suara tersebut
mungkin tidak dapat didengar. Fenomena ini menyulitkan kita untuk mendeteksi bising
lemah menyertai suara yang keras atau suara lemah yang mengikuti bising yang keras.
Penghantaran suara mengikuti “hukum pangkat dua terbalik” yaitu intensitas suara akan
menurun sebanding dengan pangkat dua jaraknya dari sumber yang sama. Bila suara berjalan
melalui otot, paru-paru dan lemak, kualitas berubah, sehingga bising yang sama dapat
mempunyai kualitas yang berbeda kalau didengarkan pada dua daerah yang berbeda. Semua
rintangan waktu melakukan auskultasi akan mampu diatasi dengan kesabaran, latihan dan
pengalaman.2,10-11

13
3.2 Auskultasi Jantung

Salah satu pengamatan bunyi jantung yang pertama kali dicatat adalah hasil
pengamatan William Harvey. Ia mengatakan: “Ketika kuda sedang minum, air mengalir ke
dalam lambung pada setiap tegukan yang dilakukannya, pergerakan tersebut menimbulkan
bunyi yang mudah kita dengarkan, sedangkan denyut yang terjadi dapat kita dengar dan
rasakan. Demikian halnya dengan setiap pergerakan jantung, pada saat sebagian darah
dipindahkan dari vena ke arteri, denyut yang timbul dapat didengar di dada”. Kemudian
Laennec menciptakan stetoskop yang telah menjadi lambang kedokteran.

Terdapat dua jenis dasar bagian dada stetoskop, bell dan diafragma. Bell paling baik
menghantarkan suara berfrekwensi rendah. Bell sebaiknya ditempelkan dengan ringan pada
kulit, oleh karena kalau ditempelkan dengan kuat pada dinding dada, kulit akan teregang dan
akan bertindak sebagai diafragma. Diafragma akan memperkuat suara berfrekwensi tinggi,
dengan cara menurunkan atau meniadakan penghantaran suara berfrekwensi rendah,
bertindak sebagai penyaring suara berfrekwensi rendah.

Daerah-daerah jantung dimana bunyi katup mempunyai intensitas yang paling besar, tidak
sesuai dengan letak anatomi katup yang bersangkutan, seperti yang diperlihatkan dalam
Gambar 3. Suara abnormal atau bising yang berasal dari berbagai katup tersebut, biasanya
didengar pada daerah katup tersebut, walaupun intensitas maksimal mungkin terletak di
tempat lain dan penyebarannya mungkin berbeda sekali dengan penyebaran suara normal.2,11-
12

Gambar 3. Area-area katup dengan auskultasi bunyi jantung

14
3.3 Bunyi Jantung Pertama 13-15

Peristiwa yang bertanggungjawab terhadap 2 komponen utama dari bunyi jantung


(BJ) pertama bukan disebabkan semata-mata oleh bertemunya daun katup mitral. Bunyi
jantung pertama tersebut dihasilkan oleh getaran dari katup dan ventrikel saat gerakan keatas
dari katup yang menggembung, tiba-tiba teregang maksimal. Komponen bunyi frekwensi
tinggi dari BJ pertama terjadi kurang lebih 20 milidetik dari penutupan katup dari
ekokardiografi dan setelah terjadi persilangan tekanan ventrikel kiri dan atrium kiri.
Penutupan katup mitral merupakan suatu gerakan yang kontinyu: daun katup terlibat kontak
pada tepi bebasnya, kemudian area yang kontak tersebut menyebar menuju basal
perlekatannya dan kedua daun katup terdorong ke arah atrium kiri sampai teregang oleh
korda tendinea untuk menghasilkan komponen mitral dari BJ pertama. Tegangan yang tiba-
tiba dari menyatunya katup yang elastis tersebut menyebabkan mereka meregang dan
memental pada getaran yang cepat yang menghasilkan komponen M1. Apabila katup mitral
diambil dengan eksperimen, komponen mitral (M1) menghilang.

Apabila fonokardiogram frekwensi rendah dianalisa, ada 4 getaran yang jelas pada BJ
pertama. Tetapi, apabila hanya frekwensi sedang dan tinggi yang digunakan, biasanya ada 2
atau 3 getaran yang berbeda.

Bunyi jantung pertama biasanya mempunyai 2 komponen utama yang berbeda. Bunyi
yang terdengar pertama disebut M1 karena berhubungan dengan penutupan katup mitral. Asal
usul dari komponen bunyi yang terdengar kedua (fonokardiografi ketiga) bergantung pada
lebar dari pemisahan. Apabila pemisahannya sempit, kemungkinan berasal dari penutupan
katup trikuspid, dan bunyi tersebut di namakan bunyi trikuspid (T1). Apabila pemisahannya
lebar, komponen bunyi terdengar kedua (fonokardiografi keempat) mungkin disebabkan
pembukaan dari katup aorta dan pulmonal yang kaku, sebagaimana terjadi pada hipertensi
sistemik atau pulmonal serta stenosis katup aorta atau pulmonal. Komponen kedua yang
terpisah lebar tersebut disebut bunyi ejeksi, tetapi jika katup semilunar cukup kaku, bunyinya
mungkin pendek dan tajam yang mempunyai kualitas seperti klik, sehingga disebut sebagai
klik ejeksi.

Meskipun getaran dengan amplitudo rendah pertama yang tidak terdengar dari BJ pertama
kadang-kadang disebabkan kontraksi atrium, getaran tersebut kadang-kadang masih terjadi
pada fibrilasi atrium, disosisasi AV dan ketika ventrikel dengan alat pacu. Jadi, itu mungkin
saja berasal atau muncul dari dinding ventrikel yang tegang. Teori bunyi akar aorta telah

15
dikemukakan untuk menerangkan komponen A1 dari BJ pertama yang terpisah lebar pada
orang-orang dengan tidak adanya abnormalitas valvuler yaitu A1 disebabkan oleh
perubahan pada tekanan yang naik pada ventrikel kiri (Vki) menyebabkan ketegangan yang
tiba-tiba pada struktur akar aorta saat katup aorta mulai terbuka.

Beberapa argumen yang digunakan untuk mempertanyakan BJ pertama yang membelah lebar
disebabkan oleh penutupan katup triskuspid adalah sebagai berikut:

1. Ketika ventrikel kanan (Vka) diambil atau dirusak sehingga tidak berkontraksi, BJ
pertama masih terpisah.
2. Ketika jantung diperiksa dengan dipasang mikrofon pada miokardium, semua
komponen dari BJ pertama, menjadi lebih lembut pada Vka, serta tidak ada
amplifikasi dari semua komponen dari BJ pertama.
3. Pada orang dengan left bundle branch block (LBBB), BJ pertama sering menunjukkan
tingkat pemisahan yang sama serta junmlah komponen yang sama meski ada
keterlambatan yang nyata pada awal M1 di LBBB. Kapanpun terjadi pemisahan yang
lebar pada right bundle branch block (RBBB), komponen yang kedua sering
merupakan bunyi ejeksi bukan T1. Pada suatu penelitian, 40% pasien RBBB tidak
menunjukkan splitting BJ kedua. Sementara sisanya 42%, menunjukkan splitting
yang normal sempit.
4. Pada suatu penelitian 16 subyek manusia dengan ekokardiografi , komponen pertama
dari BJ pertama bersamaan dengan penutupan katup mitral pada semua subyek, dan
juga mayoritas bersamaan dengan penutupan katup trikuspid. Bunyi jantung kedua
berkaitan dengan pembukaan katup aorta pada semua subyek serta sepertiga pada
penutupan katup trikuspid.
5. Dari angiografi radionuklida, ditemukan Vka yang berkontraksi setelah 7 milidetik
dari Vki, sehingga bunyi jantung dari mitral dan trikuspid sulit untuk dibedakan.

Namun demikian, penutupan katup trikuspid berkontribusi pada BJ pertama dengan adanya
katup trikuspid yang normal apabila Vka terdapat overload volum dan tekanan, dibuktikan
dengan:

1. Pada pasien dengan atrial septal defect (ASD), komponen utama kedua dari BJ
pertama berhubungan dengan puncak dari gelombang c dari atrium kanan

16
2. Pada 75% anak dengan ASD, komponen kedua dari BJ pertama yang membelah pada
apeks didominasi oleh Vka lebih keras daripada M1, yang tidak biasa terjadi pada
anak normal.

Kekerasan dari M1 sebagai komponen BJ pertama

Faktor-faktor yang mempengaruhi kekerasan dari M1 adalah: 1) bentuk dinding dada, 2)


ketebalan dinding dada, 3) tingkat dari kenaikan tekanan ventrikel. Semakin cepat kenaikan
dari tekanan Vki melebihi tekanan atrium kiri, makin keras M1, 4) Durasi kontraksi Vki
sebelum melampui tekanan atrium kiri. Semakin lama Vki harus berkontraksi untuk dapat
mnenutup katup mitral, makin keras M1, 5) Kekakuan dari katup mitral. Katup yang imobil
hanya menghasilkan suara yang kecil.

Pada efusi perikard yang besar, dapat timbul auscultatory alternans dari kekerasan BJ
pertama sebagai akibat jantung yang bergoyang sehingga posisi jantung berubah-ubah dari
jauh atau dekat dengan stetoskop.

Tingkat kenaikan tekanan ventrikel dapat diekspresikan secara fisiologis dengan delta P/delta
t (dP/dt): change of pressure/change of time. Makin besar dP/dt, makin keras M1.
Meningkatnya dP/dt Vki berarti meningkatnya kontraktilitas, yang bisa karena efek Starling
karena volum yanng besar ATAU inotropik positif seperti katekolamin, digitalis, atau
tiroksin. Sebagai contoh stimulasi simpatis menyebabkan bunyi M1 mengeras pada sinus
takikardia dan olahraga. Bunyi M1 lemah dapat disebabkan obat seperti beta bloker yang
menurunkan kontraktilitas sehingga dP/dt menurun; pada usia tua karena kontraktilitas
menurun, interval PR memanjang, dan meningkatnya diameter anteroposterior dada, BJ
melemah tersebut sering disebut muffled; pada infark miokard akut yang berkorelasi dengan
waktu kontraksi isovolumik yang memanjang. Setelah pasien membaik, BJ pertama bisa
lebih keras dan waktu kontraksi isovolumik menjadi lebih pendek. Interval PR yang pendek
menyebabkan M1 mengeras, interval PR memanjang menyebabkan M1 melemah.

17
Gambar 4. Pengaruh interval PR terhadap bunyi M1

Gelombang P mengontrol waktu dari kontraksi atrium , yang menaikkkan tekanan dari atrium
kiri dan membuka katup mitral saat akhir diastolik. Jika interval PR pendek, kontraksi
ventrikel berlangsung cepat setelah atrium kontraksi sehingga atrium kiri tidak ada waktu
cukup untuk relaksasi (penurunan gelombang x pendek). Sehingga, tekanan pada atrium
masih tinggi sewaktu tekanan di Vki melampauinya untuk menutup katup mitral. Ini berarti
ventrikel ada waktu yang lebih panjang untuk berkontraksi sebelum ventrikel mengatasi
tekanan pada atrium kiri yang relatif tinggi. Oleh karenanya, Vki ada waktu untuk
mengakselerasi dP/dt menjadi lebih cepat pada kurve tekanannya sampai menutupnya katup
mitral. Jika interval PR memanjang, kontraksi Vki yang lambat akan memberikan
kesempatan tekanan pada atrium kiri untuk turun sampai tingkat yang rendah (penurunan x
yang dalam) pada saat Vki mulai berkontraksi. Sehingga, tekanan pada Vki melampaui
tekanan pada atrium kiri pada waktu awal dari kurva akselerasinya, seperti terlighat pada
Gambar 4..

Sebelumnya banyak diajarkan bahwa alasan bunyi M1 mengeras dengan interaval PR yang
pendek adalah bahwa katup mitral terbuka lebar pada saat onset kontraksi ventrikel; relaksasi
atrial, dapat menyebabkan katup menutup seperti efek sedot, tidak ada waktu untuk
bertindak. Analogi pintu yang terbuka lebar membuat suara yang lebih keras saat menutup
daripada pintu yang terbuka sedikit TIDAK VALID kecuali jika pintu tersebut dibuat untuk
berakselerasi saat menutup. Sementara terjadi paradoks pada mitral stenosis (MS) dimana
terdapat long PR interval dengan BJ pertama yang mengeras. Ini disebabkan karena tekanan
yang tinggi pada atrium kiri menyebabkan Vki mempunyai waktu yang lebih panjang untuk
berakselerasi sebelum mitral menutup.

18
3.4 Bunyi Jantung Kedua 10,13-14

Bunyi jantung kedua yang normal terjadi pada peristiwa yang berkaitan dengan
penutupan katup mitral dan pulmonal. Penutupan katup sendiri kemungkinan tidak
menghasilkan bunyi. Data ekokardiografi menunjukkan bahwa bunyi terjadi sesaat setelah
koaptasi dari daun katup. Tidak lama setelah aposisi, katup menjadi teregang dan bergetar
karena tekanan yang cepat dari penggembungan aorta dan arteri pulmonalis.

Katup aorta menutup ketika kekuatan ejeksi ventrikel menurun serta resistensi perifer dan
elastic recoil dari aorta yang berkembang melampaui tekanan pada Vki yang menurun. Ini
terjadi sedikit dibawah tekanan sistolik aorta (jika tekanan sistolik aorta 120 mmHg, A2
(aorta) barangkali terjadi pada tekanan 110 mmHg. Pengukuran dari tekanan arteri pulmonal
juga menunjukkkan discrotic notch atau incisura. Tekana arteri pulmonalis yangn normal
adalah 25/10 mmHg.

Penutupan atau koaptasi yang sebenarnya dari aorta dan arteri pulmonalis ditunjukkan
dengan ekhofonokardiografi yang terjadi sesaat sebelum (0-20 milidetik) dari incisura dan
bunyi. Ini terjadi karena aliran darah mempunyai inersia yang melanjutkan aliran ke depan
meski tekanan Vki jatuh dibawah tekanan aorta dan katup telah menutup. Aliran ke depan
berlanjut pada waktu yang singkat setelah dimulainya bunyi. Durasi dari aliran kedepan yang
terjadi setelah tekanan arteri melampaui tekanan Vki dikendalikan oleh impedans atau
resistensi ke aliran kedepan , yaitu ukuran dari vascular bed (kapasitans), resistensi dari
vasculer bed, komplians dan distensibilitas dari vascular bed kemana darah diejeksi, inersia
dari massa darah yang mengalir ke vasculer bed. Jadi, jka impedansnya rendah, aliran
kedepan berlanjut dalam jangka lama setelah titik penyilangan dan A2(P2) terlambat terjadi.
Koaptasi daun katup ke interval A2 disebut sebagai interval “hangout”.

Gambar 5. Interval Hangout

19
Splitting Fisiologis Bunyi Jantung Kedua

Splitting fisiologis pada BJ kedua yaitu melebar pada inspirasi dan menyempit pada
ekspirasi. Hal itu disebabkan karena pergerakan dari P2 (pulmonal) yang menjauh dari A2
dan A2 yang bergerak menjauh dari P2. Bunyi jantung P2 terjadi belakangan pada inspirasi
karena 2 alasan:

1. Pada fase inspirasi Vka menjadi besar karena inspirasi menurunakan tekanan
intratoraks. Paru-paru berfungsi sebagai berikut; bahwa saat mereka mengembang
paru-paru berfungsi sebagai alat sedot yang menarik darah dari vena cava ke atrium
dan ventrikel. Meningkatnya volum Vka pada saat inspirasi menunda penutupan
katup pulmonal karena ketika ventrikel meningkatkan isinya dan hanya memiliki satu
pintu untuk sistol, membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mengeluarkan ekstra
volum tersebut.
2. Pada inspirasi impedans dari pulmoner turun karena kapasitans dari pembuluh darah
pulmonal meningkat. Hal tersebut berkontribusi pada penutupan katup pulmonal

Gambar 6. Splitting fisiologis bunyi jantung kedua

Bunyi jantung A2 terjadi lebih awal pada fase inspirasi karena Vki menjadi lebih kecil
dengan inspirasi. Dengan mengembangnya volum dada, inspirasi memperbesar kapasitas
vaskuler paru sampai ke titik dimana mereka tidak dapat mengkompensasi dengan menarik
darah dari Vka (paru-paru tidak mengisi dari Vka pada proporsi dengan meningkatnya ruang
darah potensial selama inspirasi). Kenaikan yang berlebih pada kapasitas paru menahan
sejumlah darah dari Vki. Splitting maksimal A2-P2 terjadi pada saat puncak inspirasi, dengan

20
jarak yang paling minimal atau hampir sama pada saat antara pertengahan dan akhir
ekspirasi.

Bunyi jantung P2 biasanya mengeras karena ekstra darah yang masuk ke arteri pulmonal
pada inspirasi menyebabkan lebih banyak energi elastic recoil. Sementara A2, menjadi lebih
lembut karena inspirasi menurunkan volume yang diejeksikan ke aorta serta tempat aorta
lebih jauh ke tempat stetoskop.

Kekerasan dari Komponen BJ kedua

Untuk mengetahui amplitudo atau kekerasan dari komponen BJ kedua digunakan kisaran
frekwensi rendah sampai medium. Tetapi, splitting BJ kedua biasanya lebih baik didengarkan
dengan stetoskop diafragma karena diafragma membuang bunyi yang lebih keras dari
frekwensi rendah sampai medium sehingga dapat memisahkan dua komponen dari splitting
lebih baik. Komponen lembut dan frekwensi tinggi mungkin tertutup oleh bunyi yang lebih
keras dan lama dari frekwensi rendah sampai medium apabila pemisahannya sempit.

Bunyi jantung (BJ) kedua keras apabila terdapat banyak volum yang melewati katup. Apabila
akar dari pembuluh darah aorta dan pulmonal meregang karena meningkatnya volum,
pembuluh darah aorta dan arteri pulmonalis diluar katup memiliki kecepatan recoil yang
lebih besar, yang menyebabkan penutupan katup lebih berenergi.

Tempat kekerasan dari A2 dan P2

Sebelum tahun 1958, A2 maksudnya adalah seluruh BJ kedua pada area interkostalis
2 kanan (tradisional area aorta), dan P2 adalah bunyi pada seluruh BJ kedua di interkostalis 2
kiri (tradisional area pulmonal). Bunyi jantung A2 lebih keras terdengar daripada P2 pada
area interkostalis 2 kiri pada 70% orang normal dibawah usia 20 tahun. Diatas usia 20 tahun,
A2 selalu lebih keras dibanding P2 pada area tersebut. Bahkan pada hipertensi pulmonal berat
seperti dalam sindroma Eisenmenger, BJ A2 lebih keras dibanding P2 di interkostalis 2 kiri.
Bunyi jantung P2 seringkali lebih jelas terdengar pada area interkostalis 3 atau 4 kiri, yang
menjadikan suatu alasah bahwa area interkostalis 2 kiri sebaiknya tidak disebut area
pulmonal yang sebenarnya (true pulmonary area).

Pada orang dewasa, bunyi jantung P2 normalnya terdengar sepanjang batas kiri sternum,
seringkali hanya beberapa sentimeter dari sternum kiri. Pada bayi, kanak-kanak dan remaja,
dengan dinding yang tipis dan diameter dada anteroposterior sempit, bunyi P2 bisa juga

21
didengar di apeks. Implikasinya adalah kalau P2 (splitting BJ kedua) juga didengar pada area
sternum kanan atau di apeks pada orang dewasa dengan dada tebal, P2 berarti lebih keras
dibanding orang normal. Sementara BJ A2 normalnya terdengar diarea dada manapun.

Splitting BJ kedua seringkali terdengar pada area parasternal interkostalis 2 atau 3. Pada
orang gemuk, splitting BJ kedua seringkali terdengar pada area interkostalis 1. Sementara,
pada dekstrokardia, persisten trunkus arteriosus, atau pada transposisi pembuluh darah besar,
baik mereka dikoreksi atau tidak; paling baik didengarkan pada sebelah kanan dari sternum.

Penyebab A2 dan P2 keras

Kondisi-kondisi yang menyebabkan bunyi komponen aorta dari BJ 2 terdengar lebih


keras daripada normal antara lain:

1. Kondisi yang meningkatkan tekanan sistolik aorta (misal hipertensi sistemik).


Hipertensi sistemik kadang-kadang memproduksi BJ kedua seperti drum atau
“tambour”.
2. Kondisi yang menyebabkan hiperkinetik dari sirkulasi sistemik (misal, anak muda,
tirotoksikosis, serta regurgitasi aorta).
3. Suatu kondisi apapun yang membawa aorta dekat dengan dinding dada sebagaimana
kalau akar aorta membesar, saat aorta berada di depan batang pulmonal seperti pada
transposisi pembuluh darah besar.

Kondisi-kondisi yang menyebabkan P2 dari BJ 2 lebih keras daripada normal antara lain:

1. Dinding dada yang tipis


2. Hipertensi pulmonal
3. Kondisi yang menyebabkan meningkatnya aliran darah ke arteri pulmonalis seperti
pada ASD atau ventricle septal defect (VSD). Syarat terjadinya suara P2 yang lebih
keras dibanding A2 pada ASD apabila tekanan arteri pulmonal minimal 50 mmHg.

Bunyi jantung P2 sama keras atau lebih keras dibanding A2 pada hipertensi pulmonal
meskipun tekanan arteri pulmonalis tidak setinggi tekanan aorta oleh karena:

1. Katup pulmonal lebih terlembungkan dan mempunyai area permukaan yag lebih luas
dibandingkan katup aorta
2. Katup pulmonal berada didepan katup aorta

22
3. Pada emboli pulmonal, BJ P2 mungkin tidak terlalu nyata karena ada penurunan
ejeksi karena meningkatnya afterload

Beberapa hal yang menyebabkan A2 atau P2 lebih lembut dibanding normal, selain efek dari
respirasi serta bentuk dan ketebalan dada antara lain: penurunan tekanan sistolik seperti pada
stenosis pulmonal yang berkaitan dengan tekanan arteri pulmonalis yang rendah terutama jika
terdapat pintas kanan ke kiri melalui ASD atau VSD; penurunan kekuatan recoil dari akar
aorta dan pulmonal karena kontraktilitas miokard yang jelek, dilatasi arteri pulmonalis
idiopatik atau dilatasi poststenosis dari aorta atau arteri pulmonalis; serta kondisi yang
menyebabkan katup semilunar kaku seperti karena kalsifikasi, sklerosis, bersatunya katup
seperti pada stenosis aorta atau pulmonal.

Splitting BJ kedua yang lebar

Interval waktu terkecil antara bunyi jantung yang telinga mampu untuk membedakan
dua bunyi yang terpisah adalah 20 milidetik. Interval yang sempit tersebut dapat memisahkan
dua bunyi terpisah hanya apabila bunyi tersebut pendek dan frekwensi tinggi. Namun, telinga
lebih mampu membedakan dua bunyi terpisah dengan tajam dan jernih apabila interval
waktunya minimal 30 milidetik. Splitting yang lebar dapat diartikan bunyi yang terpisah
secara lebar pada waktu inspirasi, minimal 60 milidetik, meski ekspirasinya tunggal; serta
persisten splitting dari BJ kedua pada ekspirasi yang lebih melebar pada waktu inspirasi.

Splitting dari BJ kedua dapat terjadi karena penutupan lebih awal dari katup aorta atau
penutupan lebih lambat dari arteri pulmonalis. Bunyi jantung P2 terlambat dapat disebabkan
karena RBBB, volume yang meningkat pada Vka dibanding Vki seperti pada ASD atau
regurgitasi pulmonal, adanya gradien pada katup pulmonal karena valvuler atau stenosis
pulmonal infundibuler, gagal jantung kanan akut atau kronis seperti pada emboli pulmonal
masif, penurunan elastic recoil dan meningkatnya kapasitans dari arteri pulmonal semisal
pada dilatasi idiopatik dari arteri pulmonalis. Penutupan bunyi jantung A2 yang yang awal
dapat dijumpai pada pasien dengan pulsus paradoksus atau dengan tumor atrium kiri, misal
miksoma karena terjadi pengisian yang kurang pada Vki.

Bunyi jantung S2 yang fixed atau fixed relatif adalah apabila splitting berubah kurang dari 20
milidetik dengan respirasi biasa. Hal tersebut dapat disebabkan adanya ASD, gagal jantung,
VSD yang sedang sampai besar, stenosis pulmonal, emboli paru, dilatasi idiopatik dari arteri
pulmonal, perikarditis konstriktif.

23
Splitting BJ kedua yang Paradoks

Splitting BJ kedua yang paradoks adalah split dimana urutan dari komponen BJ kedua
menjadi P2A2 bukannya A2P2. Splitting BJ kedua paradoks dapat dicurigai apabila
didapatkan split yang melebar saat ekspirasi dan sempit saat inspirasi yang mengarahkan
bahwa P2 lebih dahulu terdengar daripada S2. Penyebab utamanya selalu A2 yang terlambat,
misalnya pada:

1. depolarisasi yang terlambat pada Vki seperti pada LBBB komplit.


2. adanya perbedaan gradien katup aorta yang menyebabkan keterlambatan turunnya
tekanan Vki dibawah tekanan aorta seperti pada stenosis aorta.
3. overload volume pada Vki dengan hanya satu pintu keluar saat sistol, contohnya pada
PDA atau regurgitasi aorta.

Gambar 7. Splitting paradoks pada komponen bunyi jantung kedua

3.5 Bunyi Jantung Ketiga 13-14,16-17

Bunyi jantung ketiga disebut juga bunyi galop protodiastolik, galop early filling atau
galop rapid filling. Istilah bunyi jantung ketiga lebih dipilih daripada bunyi rapid-filling
karena bunyi jantung keempat juga karena pengisian cepat ventrikel, tetapi sekunder karena
kontraksi atrium.

24
Ada 2 teori yang menjelaskan mekanisme produksi bunyi jantung ketiga, yaitu:

1. Produksi internal
Pada teori produksi internal, bunyi jantung ketiga disebabkan oleh tarikan pendek
yang mendadak dari ventrikel yang bekembang secara cepat oleh daya miokard yang
belum diketahui pada akhir dari fase pengisian cepat di awal diastol. Pada saat bunyi
jantung ketiga, ventrikel sudah menghentikan ekspansi cepatnya, dan tekanan dalam
ventrikel tidal lagi turun tapi relatif stabil selama 40 detik, meskipun pengisian cepat
masih berlangsung karena inersia dari massa darah. Meningkatnnya volume darah
saat pengisian cepat berlangsung pada waktu transisi yang mendadak barangkali
bertindak sebagai daya gembung tiba-tiba dan menyebabkan bunyi.
Bunyi jantung ketiga tidak disebabkan oleh regangan tiba-tiba dari muskulus papilaris
dan korda tendinea yang melekat pada daun katup karena bunyi jantung ketiga masih
dapat terjadi pada homograft atau katup prostetik dari katup mitral dimana tidak ada
korda tendinea serta bukti dari ekokardiogram yang menunjukkan bahwa aparatus
katup mitral tidak berperan penting pada produksi BJ ketiga.
2. Teori produksi eksternal
Selama kontraksi jantung berputar berlawanan dengan jarum jam, seperti yang terlihat
dari apeks, sampai awal diastol. Rotasi tersebut juga memuntir pembuluh darah besar
dan meregangkan struktur elastis yang tertahan yang bekerja untuk membatasi rotasi
terebut. Apabila jantung berputar dengan cukup energi, momentumnya mungkin
meregangkan struktur yang tertahan sampai ke suatu titik yang menyebabkan adanya
recoil yang kuat pada akhir rotasi di awal diastol tersebut. Recoil tersebut
melemparkan jantung melawan dinding dada dan menghasilkan suatu bunyi.

Bunyi jantung ketiga fisiologis dapat direkam dekat apeks pada sepertiga orang normal
berusia dibawah 15 tahun. Bunyi tersebut jarang terekam atau terdengar pada orang normal
berusia diatas 30 tahun. Kondisi –kondisi jantung yang menghasilkan BJ ketiga yang
terdengar adalah kenaikan dari kecepatan ekspansi dan recoil ventrikel seperti pada kenaikan
aliran atau stimulasi simpatis. Bunyi jantung ketiga biasanya terjadi jika tekanan atrium
sedikit lebih tinggi daripada tekanan ventrikel pada saat mendekati akhir dari pengisian cepat
ventrikel.

25
Gambar 8. Mekanisme terbentuknya bunyi jantung ketiga yang audible

Keberadaan BJ ketiga fisiologis setidaknya memberikan informasi bahwa waktu sirkulasi


adalah normal. Tonus simpatis dan katekolamin yang menghasilkan ekspansi awal yang cepat
yang dibutuhkan oleh BJ ketiga juga meningkatkan cardiac output dan mempercepat waktu
sirkulasi. Suatu venous hum pada leher menunjukkan normal atau waktu sirkulasi cepat, dan
keberadaanya membantu konfirmasi bahwa BJ ketiga adalah normal dan tidak berkaitan
dengan gagal jantung.

Kekerasan Bunyi Jantung ketiga

Untuk mendengarkan BJ ketiga digunakan stetoskop bell yang ditempelkan dengan


tekanan ringan sampai sedang sehingga frekwensi rendah tidak tersingkir. Adanya ekspirasi
maupun inspirasi dapat menyebabkan kenyaringan dari BJ ketiga. Ekspirasi dapat membuat
ketiga lebih keras dengan memompa keluar dari paru menuju ke atrium kiri dan ventrikel dan
dengan membawa stetoskop mendekat ke jantung, inspirasi menyebabkan bunyi yang lebih
keras lagi dengan meningkatnya tonus simpatis apabila ada sinus artimia dan jantung
berdetak selama inspirasi.

Kondisi yang menyebabkan kenaikan dari volume menyebabkan bunyi jantung ketiga lebih
keras, misal olahraga dan regurgitasi mitral. Kondisi yang menyebabkan aliran ke jantung
menurun dan turunnya isi ventrikel dapat menurunkan kenyaringan dari BJ ketiga, misal
berdiri, torniket vena, atau kekurangan cairan karena diuresis. Bunyi jantung ketiga fisiologis
yang berlebihan dapat disebabkan karena aliran darah yang berlebihan melalui katup mitral.
Aliran berlebihan melalui katup mitral membawa kembali BJ ketiga fisiologis seperti pada
VSD dan PDA, serta katup mitral inkompeten (regurgitasi mitral)

Bunyi jantung ketiga yang patologis dapat disebabkan karena tekanan atrium rata-rata yang
tinggi (karena gelombang v tinggi), ventrikel yang nonkomplains, serta ventrikel yang besar

26
dengan fraksi ejeksi yang jelek. Sulit untuk membedakan BJ ketiga fisiologis dengan
patologis tanpa mengetahui latar belakang penyakit pasien.

Untuk mengetahui BJ ketiga berasal dari Vka atau Vki, dapat digunakan penanda sebagai
berikut: Bunyi jantung ketiga yang terdengar lebih keras di area parasternal bawah atau
epigastrium saat inspirasi serta berhubungan dengan dengan heave Vka, gelombang jugular v
yang besar, serta penurunan gelombang Y yang cepat, kemungkinannya adalah dari Vka.

3.6 Bunyi Jantung Keempat 13-14

Secara fisiologis, atrium normal berkontraksi secara peristaltik menuju ke ventrikel.


Oleh karenanya, pada saat kontraksi atrium menyebabkan ventrikel mencapai puncak
tekanan presistoliknya, sebagian besar atrium relaksasi dan mempunyai tekanan lebih rendah
(x descent). Meskipun demikian, pada saat itu ventrikel tidak berelaksasi, dan terdapat
momentary reversal dari tekanan gradien. Pembalikan tekanan tersebut cenderung untuk
menutup daun katup, menarik korda tendinea, dan menghasilkan suara.

Bunyi jantung keempat biasanya sangat lembut dan low-pitched. Seringkali terlalu dekat
dengan BJ pertama untuk bisa dipisahkan oleh telinga, sehingga biasa disebut komponen
atrium dari BJ pertama. Sesekali dapat didengar oleh orang normal pada semua kelompok
umur. Meskipun demikian, selain normal didapatkan bersamaan dengan BJ ketiga fisiologis
pada atlet dengan hipertrofi fisiologis, sebaiknya perlu dicurigai suatu penemuan yang
abnormal. Sekitar 50% atlet yang tinggi, misal pada pemain basket mempunyai BJ keempat
fisiologis dengan gambaran EKG menunjukkan adanya hipertrofi Vki. Meskipun BJ keempat
dapat direkan pada hampir duapertiga anak muda dengan fonokardiogram frekwensi rendah,
serta pada 35-70 persen pada orang normal diatas usia 40 tahun, ini bukan berarti getaran BJ
keempat dapat didengar dengan jelas.

Bunyi jantung keempat pada Vki biasanya didengarkan pada apeks dengan posisi
pasien left lateral decubitus, namun kadang-kadang lebih baik terdengar pada paraternal kiri
bawah. Stetoskop bell lebih baik digunakan karena BJ keempat merupakan frekwensi rendah
dan tatkala BJ keempat keras, frekwensi tinggi terbentuk, dan penghambatan frekwensi
rendah oleh stetoskop bell akan mempertajam persepsi dari ekstra bunyi dengan membantu
memisahkan mereka dari BJ pertama atau kedua, terutama saat takikardia.

27
Bunyi jantung keempat dapat dibuat mengeras dengan cara sebagai berikut:

1. Meningkatkan aliran darah ke atrium


2. Meningkatkan tekanan dalam atrium kiri sehingga terdapatdaya regang yang lebih
tinggi pada dinding atrium
3. Membawa gerakan ventrikel mendekat ke arah stetoskop

Kontraksi atrium yang kuat merupakan persyaratan yang paling utama untuk
menghasilkan bunyi jantung keempat. Kondisi apapun yang membuat ventrikel menjadi lebih
kaku dari normal (ventrikel berkurang kelenturan) menghasilkan kontraksi atrium yang kuat.
Pada hipertensi, kontraksi atrium tidak hanya meningkat karena efek Starling tetapi juga
karena meningkatnya inotropik dari atrium kiri. Begitu juga pada infark miokard lama dan
distrofi muskular Duchene dimana ventrikel menjadi kaku karena miokardium diganti dengan
jaringan fibrosit.

3.7 Bising Fungsional11

Bising adalah suatu getaran auditorik yang dihasilkan oleh aliran turbulen di dalam
struktur jantung. Bising tersebut dapat merupakan temuan yang normal atau fisiologis, atau
abnormal (patologis). Bising normal yang dapat ditemukan pada masa kanak-kanak antara
lain:

Bising Still

Disebut sebagai bising aliran fungsional yang merupakan salah satu tanda yang paling sering
ditemukan pada pemeriksaan fisik anak yang normal. Bising terdengar pada anak-anak yang
berusia diantara 2 tahun dan awal masa remaja serta bahkan menetap pada dewasa.
Penyebabnya diduga karena aliran turbulen yang melewati saluran keluar Vki. Bising Still
adalah bising sistolik derajat II-III dan terdengar jelas pada batas bawah sternum kiri, serta
digambarkan sebagai bunyi getaran, bunyi menggaruk, dan akan menguat sewaktu pasien
berbaring telentang.

28
Dengung Vena (Venous hum) Servikal

Aliran turbulen dapat terjadi pada pertautan vena subklavia dan pembuluh darah kranial
sewaktu bergabung membentuk vena cava superior, menimbulkan bising kontinyu yang
disebut dengungan vena (venous hum). Dengungan vena ini bernada rendah dan paling jelas
terdengar tepat dibawah klavikula kanan sewaktu anak duduk tegak. Menolehkan kepala
secara ekstrem ke sisi kiri atau kanan, menempatkan pasien pada posisi berbaring telentang,
atau menekan fosa supraklavikularis secara perlahan kadang dapat menghilangkan bising
secara dramatis. Bising ini dapat dikelirukan dengan PDA, dengan perbedaan bahwa bising
PDA tidak berubah menurut posisi dan paling jelas terdengar pada regio klavikula kiri.
Venous hum biasanya menghilang selama remaja, tetapi dapat menetap pada orang dewasa
kurus.

Bising fisiologis lain yang dapat ditemukan antara bising karena keadaan curah
jantung yang tinggi, misal demam, anemia, dan tirotoksikosis); fistula aeteriovenosa, serta
stenosis pulmonal perifer.

29
BAB IV

KESIMPULAN

Dokumentasi dari bunyi jantung berdasarkan auskultasi dapat berupa gambaran bunyi jantung
pertama sebagai normal, meningkat, menurun atau split; intensitas bunyi jantung kedua serta
tipe splitting, serta ada tidaknya bunyi jantung ketiga dan keempat. Interpretasi bunyi jantung
dapat dilakukan apabila memahami anatomi dan fisiologisnya.

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Fang JC, O’Gara PT. The history and physical examination of the heart and
circulation. In: Bonow RO et al, eds. Braundwald’s Heart Disease:The Textbook of
Cardiovascular Medicine. 9th ed. Philadelphia: Elsevier-Saunders; 2012:107-126.

2. Delf MH, Manning RT. Sistem Kardiovaskuler. In: Delf MH, Manning RT, ed. Major
dianosis fisik. 9th ed. Jakarta: EGC; 1996:268–354.

3. Mangione S, Nieman LZ. Cardiac auscultatory skills of internal medicine and family
practice trainees: A comparison of diagnostic proficiency. JAMA1997;278(9): 717-
722

4. Conn RD, O’Keefe JH. Cardiac physical diagnosis in the digital age: an important
but neglected skill. Am J Cardiol 2009;104:590-595

5. Guyton AC, Hall JE. Heart muscle; the heart as a pump and the function of the valves.
In: Guyton & Hall, eds. Textbook of medical physiology. 11th ed. Philadelphia:
Elsevier-Saunders; 2006:103-110

6. Mohrman DE, Heller LJ. Heart pump. In: Mohrman DE, Heller LJ, eds.
Cardiovascular physiology. 5th ed. New York:McGraw-Hill; 2006:53-73

7. Ganong WF. Jantung sebagai pompa. In: Ganong WF. Buku ajar fisiologi kedokteran.
22th ed. Jakarta: EGC; 2005; 584-596

8. Despopoulos A, Silbernagl S. Cardiovascular system. In: Despopoulos A, Silbernagl


S, eds. Color atlas of physiology.6th ed. Stuttgart: Georg Thieme Verlag; 2008:190

9. Weinhauss AJ, Roberts KP. Anatomy of human heart. In: Iaizzo PA, eds. Handbook
of cardiac anatomy, physiology, and device. 1st ed. New Jersey: Humana Press; 2005:
51-80

10. Ravin A, Craddock LD, Wolf PS, Shander D. Sound. In: Ravin A, Craddock LD,
Wolf PS, Shander D, eds. Auscultation of the heart. 3rd ed. Chicago: Year Book
Medical; 1980: 1-18

11. Pelech AN. The physiology of cardiac auscultation. Pediatr Clin N Am 2004;
51:1515– 1535

12. Chizner MA. Cardiac auscultation: rediscovering the lost art. Curr Probl Cardiol
2008; 33:326-408

13. Walsh RA, O’Rourke RA, Shaver JA. The history, physical examination, and cardiac
auscultation. In Fuster V et al, eds. The Heart.13th ed. New York: McGraw-Hill;
2012: 239-307

31
14. Constant J. Bedside Cardiology. 5th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins;
1999: 127-207

15. Shaver JA, Salerni R, Reddy PS. Normal and abnormal heart sounds in cardiac
diagnosis: I. Systolic sounds. Curr Probl Cardiol. 1985;10:1–68

16. Ozawa Y, Smith D, Craige E. Origin of the third heart sound. II. Studies in human
subjects. Circulation. 1983; 67: 399-404

17. Mehta NJ, Khan IA. Third heart sound: genesis and clinical importance. Int J Cardiol.
2004; 97(2):183-6

32

Anda mungkin juga menyukai