Anda di halaman 1dari 19

BAB II

Tinjauan Pustaka

Demam Berdarah Dengue (DBD)


2.5.1 Pengertian
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakti infeksi yang disebabkan oleh
satu dari 4 virus dengue berbeda dan ditularkan melalu nyamuk terutama Aedes aegypti
dan Aedes albopicus yang ditemukan di daerah tropis dan suptropis diantaranya kepulauan
di Indonesia.11

2.5.2 Penyebab
DBD disebabkan oleh virus Dengue, yang termasuk dalam kelompok B Arthropod
Borne virus (Arboviruses) yang dikenal sebagai genus Flavivirus, keluarga
Flaviviridae.Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 yang
semuanya dapat menyebabkan DBD.12 Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan
antibodi terhadap serotipe yang bersangkutan, sedangkan antibodi yang terbentuk
terhadapserotipe lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang
memadai terhadap serotipe lain tersebut. Seseorang yang tinggal di daerah endemis
Dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama hidupnya.12,13 Keempat serotipe
ditemukan di Indonesia dengan tingkat yang berbeda-beda di setiap wilayah Indonesia.14

2.5.3 Epidemiologi
Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik Barat, dan
Karibia.Indonesia merupakan wilayah endemis DBD dengan sebaran di seluruh wilayah
tanah air. Pada tahun 2015 didapatkan 129.650 kasus dan 1.071 kematian, angka tersebut
meningkat di tahun 2016 dengan 202.314 kasus dan 1.593 kematian.15,16

Peningkatan kasus DBD berkaitan dengan sanitasi lingkungan, dengan tersedianya


tempat perindukan bagi nyamuk betina yaitu bejana yang berisi air jernih (bak mandi,
kaleng bekas, dan tempat penampungan air lainnya).16,17

Munculnya DBD berkaitan dengan faktor-faktor yang saling berinteraksi, yaitu


adanya peran agent (virus dengue), host (penjamu) yang rentan, dan

1
environment(lingkungan) yang memungkinkan tumbuh dan berkembang biaknya
nyamuk.16,17

a. Agent
Agen penyebab penyakit DBD adalah virus Dengue dari genus Flavivirus (Arbovirus Grup
B).Dikenal ada empat serotipe virus Dengue yaitu DEN-1.DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Virus
Dengue ini memiliki masa inkubasi yang tidak terlalu lama yaitu antara 3-7 hari, virus akan
terdapat di dalam tubuh manusia. Dalam masa tersebut penderita merupakan sumber penular
penyakit DBD.16,17
b. Host
Host yang dimaksud adalah manusia yang rentan terpapar terhadap penyakit
DBD.Dalam penularan DBD faktor manusia erat kaitannya dengan perilaku seperti peran
serta dalam kegiatan pemberantasan vektor di masyarakat dan mobilitas penduduk. Faktor-
faktor host antara lain.17
 Kelompok umur

Kelompok umur akan mempengaruhi peluang terjadinya penularan penyakit,


beberapa penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa kelompok umur yang
paling banyak diserang DBD adalah kelompok usia sekolah, terutama usia dibawah 15
tahun.17

 Jenis kelamin

Sejauh ini tidak ditemukan perbedaan kerentanan terhadap serangan DBD


dikaitkan dengan perbedaan jenis kelamin (gender).Di Philippines dilaporkan bahwa
rasio antar jenis kelamin adalah 1:1. Di Thailand tidak ditemukan perbedaan kerentanan
terhadap serangan 16DBD antara laki-laki dan perempuan, meskipun ditemukan angka
kematian yang lebih tinggi pada anak perempuan namun perbedaan angka tersebut
tidak signifikan. Singapura menyatakan bahwa insiden DBD pada anak laki-laki lebih
besar dari pada anak perempuan.17

 Kebiasaan menggantung pakaian

Kebiasaan menggantung pakaian di dalam rumah merupakan indikasi menjadi

2
kesenangan beristirahat nyamuk Aedes aegypti. Kegiatan PSN dan 3M ditambahkan
dengan cara menghindari kebiasaan menggantung pakaian di dalam kamar merupakan
kegiatan yang mesti dilakukan untuk mengendalikan populasi nyamuk Aedes aegypti,
sehingga penularan penyakit DBD dapat dicegah dan dikurangi.

 Kebiasaan menggunakan tirai dan kelambu saat tidur

Menggunakan tirai atau kelambu saat tidur merupakan salah 1 cara untuk
mencegah gigitan nyamuk dan dapat digunakan secara efektif baik digunakaan saat
tidur malam ataupun tidur siang.

 Menggunakan lotion / obat anti nyamuk


Pemakaian obat anti nyamuk merupakan suatu cara paling umum bagi
seseorang untuk melindungi dirinya dari serangan nyamuk dan juga serangga
lainnya. Jenis iiiiiin secara luas di klasifikasikan menjadi 2 kategori penangkal
alamiah dan kimiawi Minyak murni dan ekstrak tanaman merupakan bahan utama
obat-obatan nyamuk alamiah, contohnya minyak serai, minyak sitrum dan minyak
neem. Bahan penangkal kimia seperti DEET( Ndiethylm-Tohiamide) dapat
memberikan perlinndungan terhadap aedes albopictus, aedes aegypti, spesies
anopheline selama beberapa jam. Selain itu ada juga produk insektisida yang
banyak digunakan di dalam trumah tangga sbgaiperlindungan terhadap gigitan
nyamuk seperti obat nyamuk aerosol/semprot, bakar dan elektrik.

C )Environment (lingkungan)

Lingkungan adalah kondisi atau faktor yang menginteraksikan agen dengan penjamu.
Lingkungan ada bermacam-macam, misalnya kebersihan rumah, macam-macam tempat
penampungan air atau kontainer, ketinggian tempat dan iklim.17
a. Jarak antara rumah
Hal ini mempengaruhi penyebaran nyamuk dari satu rumah ke rumah lain, semakin
dekat jarak antara rumah semakin mudah nyamuk menyebar dari rumah satu ke rumah lain.
b. Tempat penampungan air/Kontainer

3
Kontainer merupakan tempat perkembangbiakan vektor nyamuk Aedes sp. tergantung
jenis/bahan kontainer, letak kontainer, bentuk, warna, kedalaman air, tutup dan asal air
serta pengurasan kontainer itu sendiri.
c. Mengubur barang bekas
Mengubur barang bekas seperti ban ,botol,plastic dan barang-barang lain yang
dapat menanmpung air merupakan sarana yang memungkinkan untuk tempat
perkembangbiakan nyamuk. Semkain banyak barang bekas yang dapat yang dapat
menanmpung air semakin banyak tempat untuk nyamuk bertelur dan berkembang biak
sehingga makin meningkat pula reiko kejadian DBD.

d. Jumlah Tanaman Hias


Lingkungan biologi yang mempengaruhi penularan DBD terutama adalah banyaknya tanaman hias
dan tanaman pekarangan yang bias mempengaruhi kelembapan dan pencahayaan di dalam rumah
serta merupakan tempat yang disenangi nyamuk untuk hinggap dan beristirahat.

e. Jumlah akuarium/ kolam ikan


Nyamuk aedes aegypti memiliki pemangsa yaitu kelelawar dan burung, sementara larva-larva atau
jentik nyamuk dimangsa oleh burung air, serangga lain ataupun ikan.

f. Penyinaran Matahari
Nyamuk aedes aegypti memiliki kebiasaan untuk istirahat di dalam rumah juga. Biasanya pada
benda-benda yang berwarna gelap atau benda bergantung dan juga biasanya pada tempat yang
terlindungi dari sinar matahari

Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kehidupan vektor adalah faktor abiotik
dan biotik.Faktor abiotik seperti curah hujan, temperatur, dan evaporasi dapat
mempengaruhi kegagalan telur, larva dan pupa nyamuk menjadi imago.Demikian juga
faktor biotik seperti predator, parasit, kompetitor dan makanan yang berinteraksi dalam
kontainer sebagai sebagai habitatnya sangat berpengaruh keberhasilan menjadi imago.
g. Rumah Sehat
Rumah sehat adalah bangunan rumah tinggal yang memenuhi syarat kesehatan yaitu rumah
yang memiliki jamban sehat, sarana air bersih, pembuangan sampah, sarana pembuangan

4
air limbah, ventilasi yang baik, kepadatan hunian rumah yang sesuai dan lantai yang tidak
terbuat dari tanah (kedap air).
-Syarat rumah sehat :
1. Pencahayaan: cukup, terang di semua ruangan untuk membaca
2. Atap tidak bocor
3. Dinding : bersih, kering dan kuat
4. Tersedia jamban keluarga yang sehat
5. Tersedia air bersih
6. Pengudaraan: segar, banyak udara yang masuk
7. Lantai: bersih, teratur, rapih, ada dinding pemisah, bebas tikus dan nyamuk
8. Ada sarana pembuangan air limbah

D) Vektor

Nyamuk Aedes

Aegypti merupakan vektor yang paling dominan dalam kasus terjadinya Demam Berdarah.

a. Morfologi
Aedes Aegypti mempunyai morfologi sebagai berikut :
1) NyamukDewasa
Nyamuk dewasa berukuran lebih kecil bila dibandingkan dengan rata-rata
nyamuk lain dan mempunyai warna dasar hitam dengan bintik-bintik putih
pada bagian badan dan kaki.

2) Kepompong
Kepompong (pupa) berbentuk seperti “koma”.Bentuknya lebih besar namun
lebih ramping dibanding larva (jentik)-nya. Pupa berukuran lebih kecil jika
dibandingkan dengan rata-rata pupa nyamuklain.

3) Jentik(larva)
Ada empat tingkat (instar) jentik sesuai dengan pertumbuhan larva tersebut, yaitu
:
1. Instar I : berukuran paling kecil, yaitu 1-2mm

5
2. Instar II : 2,5 – 3,8mm
3. Instar III : lebih besar sedikit dari larva instarII
4. Instar IV : berukuran paling besar 5mm
4) Telur
Telur berwarna hitam dengan ukuran sekitar 0,80 mm, berbentuk oval yang
mengapung satu per satu pada permukaan air yang jernih, atau menempel pada
dinding tempat penampung air.

b. Siklushidup
Nyamuk Aedes Aegypti seperti nyamuk Anophelini lainnya, mengalami
metamorfosis sempurna, yaitu : telur-jentik-kepompong-nyamuk. Stadium telur, jentik
dan kepompong terjadi di dalam air. Pada umumnya telur akan menetas menjadi jentik
dalam waktu 2 hari setelah telur terendam di dalam air. Stadium jentik biasanya
berlangsung 6-8 hari, dan stadium kepompong berlangsung antara 2-4 hari.Pertumbuhan
dari telur menjadi nyamuk dewasa selama 9-10 hari.Umur nyamuk betina dapat mencapai
2-3bulan.

c. TempatPerkembangbiakan
Tempat perkembangbiakan utama ialah tempat-tempat penampungan air yang
berada di dalam dan sekitar rumah, serta tempat-tempat umum yang biasanya berjarak
tidaklebih dari 500 meter dari rumah. Nyamuk ini biasanya tidak dapat berkembang biak
di genangan air yang langsung berhubungan dengan tanah.
Jenis tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti dapat dikelompokkan
sebagai berikut :
1. Tempat penampungan air (TPA) untuk keperluan sehari-hari seperti drum,
tangki reservoir, tempayan, bak mandi/wc, ember.
2. Tempat penampungan air (TPA) bukan untuk keperluan sehari-hari seperti
tempat minum burung, vas bunga, perangkap semut dan barang-barang bekas
(ban, kaleng, botol, plastik danlain-lain).
3. Tempat penampungan air alamiah seperti lubang pohon, lubang batu, pelepah
daun, tempurung kelapa dan potonganbambu.

6
d. Perilaku NyamukDewasa
Setelahlahir(keluardarikepompong),nyamukistirahatdikulitkepompongsementara
waktu.Beberapa saat setelah itu, sayap meregang menjadi kaku sehingga nyamuk mampu
terbang mencarimakan.
Nyamuk Aedes Aegypti jantan menghisap cairan tumbuhan atau sari bunga untuk
keperluan hidupnya, sedangkan nyamuk betina menghisap darah.Nyamuk betina ini lebih
menyukai darah manusia dibanding darah binatang (bersifat antropofilik).Protein darah
diperlukan untuk mematangkan telur.Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan
perkembangan telur mulai dari nyamuk menghisap darah sampai telur dikeluarkan
biasanya bervariasi antara 3-4 hari.Jangka waktu tersebut disebut satu siklus gonotropik.
Biasanya nyamuk betina mencari mangsa pada siang hari.Aktifitas menggigit
biasanya mulai pagi hingga petang hari, dengan 2 puncak aktifitas antara pukul 09.00-
10.00 dan 16.00-17.00. Tidak seperti nyamuk lain, nyamuk Aedes Aegypti mempunyai
kebiasaan menghisap darah berulang kali (multiple bites) dalam satu siklus gonotropik,
untuk memenuhi lambungnya dengan darah. Dengan demikian nyamuk ini sangat efektif
sebagai penular penyakit.
Setelah menghisap darah, nyamuk ini hinggap beristirahat di dekat tempat
perkembangbiakannya.Biasanya di tempat yang agak gelap dan lembab. Di tempat-
tempat ini nyamuk menunggu proses pematangan telurnya.
Setelah beristirahat dan proses pematangan telur selesai, nyamuk betina akan
meletakkan telurnya di dinding tempat perkembangbiakannya, sedikit di atas permukaan
air. Pada umumnya telur akan menetas menjadi jentik dalam waktu 2 hari setelah telur
terendam air. Setiap kali bertelur, nyamuk betina dapat mengeluarkan telur sebanyak 100
butir.Ditempat yang kering (tanpa air), telur dapat bertahan selama berbulan-bulan pada
suhu -2⁰C - 42⁰C.Bila kemudian tempat tersebut tergenang air atau kelembabannya
tinggi, maka telur dapat menetas lebih cepat.

e. Penyebaran
Kemampuan terbang nyamuk betina rata-rata 40 meter, maksimal 100 meter,
namun karena angin atau kendaraan, dapat berpindah lebih jauh.

7
Nyamuk Aedes Aegypti tersebar luas di daerah tropis dan sub tropis. Di Indonesia,
nyamuk ini tersebar luas, baik di rumah-rumah maupun di tempat-tempat umum. Nyamuk
ini dapat hidup dan berkembang biak pada daerah yang berketinggian sampai 1.000
meter. Di atas ketinggian 1.000 meter, nyamuk ini tidak dapat berkembang biak karena
suhu udara yang rendah.

2.5.4 Cara Penularan


Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus dengue,
yaitu manusia, virus dan vektor perantara.Virus dengue ditularkan kepada manusia melalui
nyamuk Aedes Aegypti. Aedes albopictus, Aedes polynesiensis dan beberapa spesies yang
lain dapat juga menularkan virus ini, namun merupakan vektor yang kurang berperan.
Aedes tersebut mengandung virus dengue pada saat menggigit manusia yang sedang
mengalami viremia. Kemudian virus yang berada di kelenjar liur berkembang biak dalam
waktu 8 – 10 hari (extrinsic incubation period) sebelum dapat di tularkan kembali pada
manusia pada saat gigitan berikutnya. Sekali virus dapat masuk dan berkembang biak di
dalam tubuh nyamuk tersebut akan dapat menularkan virus selama hidupnya (infektif).16,18

Dalam tubuh manusia, virus memerlukan waktu masa tunas 4–6 hari (intrinsic
incubation period) sebelum menimbulkan penyakit. Penularan dari manusia kepada
nyamuk dapat terjadi bila nyamuk menggigit manusia yang sedang mengalami viremia,
yaitu 2 hari sebelum panas sampai 5 hari setelah demam timbul.16,19

2.5.5 Patofisiologi dan Patogenesis


Fenomena patofisiologi utama menentukan berat penyakit dan membedakan
demam berdarah dengue dengan dengue klasik ialah tingginya permeabilitas dinding
pembuluh darah, menurunnya volume plasma, terjadinya hipotensi, trombositopenia dan
diabetes hemoragik. Meningginya nilai hematokrit pada penderita dengan renjatan
menimbulkan dugaan bahwa renjatan terjadi sebagai akibat kebocoran plasma ke daerah
ekstra vaskuler melalui kapiler yang rusak dengan mengakibatkan menurunnya volume
plasma dan meningginya nilai hematokrit.18,20

Mekanisme sebenarnya tentang patofisiologi dan patogenesis demam berdarah

8
dengue hingga kini belum diketahui secara pasti, tetapi sebagian besar menganut "the
secondary heterologous infection hypothesis" yang mengatakan bahwa DBD dapat terjadi
apabila seseorang setelah infeksi dengue pertama mendapat infeksi berulang dengan tipe
virus dengue yang berlainan dalam jangka waktu yang tertentu yang diperkirakan antara 6
bulan sampai 5 tahun. Patogenesis terjadinya renjatan berdasarkan hipotese infeksi
sekunder dicoba dirumuskan oleh Suvatte dan dapat dilihat pada gambar.16,18

Gambar 1. Patogenesis terjadinya syok pada DBD.18

Akibat infeksi kedua oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seorang penderita
dengan kadar antibodi anti dengue yang rendah, respons antibodi anamnestik yang akan
terjardi dalam beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit imun
dengan menghasilkan antibodi IgG anti dengue titer tinggi. Replikasi virus dengue terjadi
dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah yang banyak. Hal-hal ini semuanya akan
mengakibatkan terbentuknya kompleks antigen antibodi yang selanjutnya akan
mengaktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat antivasi C3 dan C5
menyebabkan meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya
plasma melalui endotel dinding pembuluh darah. Pada penderita renjatan berat, volume
plasma dapat berkurang sampai lebih dari pada 30% dan berlangsung selama 24-48 jam.
Renjatan yang tidak ditanggulangi secara adekuat akan menimbulkan anoksia jaringan,
asidosis metabolik dan kematian.16,21

Sebab lain dari kematian pada DBD ialah perdarahan saluran pencernaran hebat

9
yang biasanya timbul setelah renjatan berlangsung lama dan tidak dapat diatasi.
Trombositopenia merupakan kelainan hematologis yang ditemukan pada sebagian besar
penderita DBD.Nilai trombosit mulai menurun pada masa demam dan mencapai nilai
terendah pada masa renjatan.Jumlah tromosit secara cepat meningkat pada masa
konvalesen dan nilai normal biasanya tercapai sampai hari ke 10 sejak permulaan
penyakit.Kelainan sistem koagulasi mempunyai juga peranan sebagai sebab perdarahan
pada penderita DBD.Berapa faktor koagulasi menurun termasuk faktor II, V, VII, IX, X
dan fibrinogen.Faktor XII juga dilaporkan menurun. Perubahan faktor koagulasi
disebabkan diantaranya oleh kerusakan hepar yang fungsinya memang terbukti terganggu,
juga oleh aktifasi sistem koagulasi.19

Gambar 2. Patogenesis perdarahan pada DBD.17

Pembekuan intravaskuler menyeluruh (PIM/DIC) secara potensial dapat terjadi


juga pada penderita DBD tanpa atau dengan renjatan. Renjatan pada PIM akan saling
mempengaruhi sehingga penyakit akan memasuki renjatan irrevesible disertai perdarahan
hebat, terlihatnya organ-organ vital dan berakhir dengan kematian.20,21

2.5.6 Faktor yang Mempengaruhi Pemberantasan Sarang Nyamuk Berdasarkan Penelitian


Sebelumnya
Menurut penelitian Bibah novrita pada tahun 2017 di kabupaten ogan komering ilir
didapatkan ada hubungan yang signifikan antara umur dengan kejadian DBD (p-value =
0,000). Dimana dari 57 orang terdapat 33,3% penderita pada umur < 15 tahun dan 66,7%
penderita pada umur > 15 tahun. Sedangkan untuk kontrolnya dari 57 orang terdapat 5,3%

10
atau 3 orang yang berumur < 15 tahun dan 54 orang atau 94,7% yang berumur > 15 tahun.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya bahwa responden yang berumur <15
tahun mempunyai risiko 1,2 kali lebih besar daripada yang berumur ≥15 tahun untuk
menderita penyakit DBD.Dalam penelitian ini variabel umur merupakan variabel yang
paling berpengaruh terhadap kejadian DBD. Anak-anak lebih rentan untuk terkena DBD
karena faktor imunitas (kekebalan).22

Menurut penelitian Bibah novrita pada tahun 2017 di kabupaten ogan komering ilir
didapatkan ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin degan kejadian DBD (p-value
= 0,002). Dimana dari 57 orang terdapat 35,1% penderita pada laki-laki dan 64,9% penderita
pada perempuan. Sedangkan untuk kotrolnya dari 57 orang terdapat 8,8% atau 5 orang laki-
laki dan 91,2% atau 52 orang perempuan.Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya
bahwa responden laki-laki mempunyai risiko 4,9 kali lebih besar daripada yang berjenis
kelamin perempuan untuk menderita penyakit DBD Jenis kelamin laki-laki memiliki potensi
tertular DBD menjadi lebih besar, hal ini terjadi karena produksi cytokine pada perempuan
lebih besar daripada laki-laki sehingga respon imun pada perempuan lebih baik.22

Menurut penelitian Herlina Susmaneli pada tahun 2011 di kabupaten Rokan Hulu –
Pekanbaru, didapatkan adanya hubungan yang signifikan antara kepadatan rumah dengan
kejadian DBD. Dimana dari 200 responden didapatkan 68,5% penderita pada daerah yang
padat dan 31,5% penderita pada daerah yang tidak padat penduduk. Hasil penelitian ini
membuktikan adanya hubungan yang signifikan antara kepadatan rumah dengan kejadian
DBD. Nyamuk Aedes aegypti bersifat domestik karena jarak terbangnya pendek (100
meter). Apabila rumah penduduk saling berdekatan maka nyamuk dengan mudah berpindah
dari satu rumah ke rumah lainnya. Apabila salah satu penghuni rumah ada yang menderita
DBD maka virus tersebut dapat ditularkan kepada tetangganya melaui gigitan nyamuk Aedes
aegypti.23

Menurut penelitian Mauren di puskesmas Gogagoman kota Kotamobagu ditemukan


adanya hubungan tidak mengubur barang bekas dengan kejadian DBD. Dimana dari 72
responden didapatkan 36 orang kasus dan 36 orang lainnya sebagai kontrol. Pada penderita
DBD semuanya memiliki kebiasaan tidak mengubur barang bekas (50%). Pada kontrol 23
orang (31,9%) tidak mengubur dan 13 orang (18,1%) mengubur barang bekas. Hasil

11
penelitianmenunjukan bahwa nilai probabilitas 0.000 (p< 0.05) hasil tersebut menyatakan
terdapat hubungan yang bermakna antara antara mengubur barang bekas dengan kejadian
Demam Berdarah Dengue dengan nilai OR 3.7 (CI 95% = 2.365-6.006). Maka dapat
dikatakan bahwa responden yang tidak mengubur barang bekas mempunyai resiko 3,7 kali
lebih besar menderita Demam Berdarah Dengue dibandingkan responden yang mengubur
barang bekas.24

Menurut penelitian Luluk Lidya tahun 2016 di Puskesmas Sekaran, Kecamatan


Gunungpati, Kota Semarang ditemukan adanya hubungan antara kebiasaan menguras tempat
penampungan air dengan kejadian DBD . Dimana dari 26 responden 16 orang yang tidak
menguras penampungan airnya 61,5% menderita DBD dan 10 orang yang menguras 38,5%
menderita DBD. Sedangkan untuk konrolnya 4 orang(15,4%) tidak menguras tempat
penampung airnya dan 22 orang (84,6%) yang menguras tempat penampung airnya. Pada
penelitian ini juga ditemukan adanya hubungan yang signifikan antara kebiasaan orangn
menggantung pakaian di kamar dengan angka kejadian DBD. Dimana di dapatkan dari 26
responden yang menderita DBD sebanyak 21 orang (80,8%) memiliki kebiasaan
menggantung pakaian di kamar dan sebanyak 5 orang (19,2%) tidak memiliki kebiasaan
menggantung pakaian di kamar. Sedangkan untuk konrolnya sebanyak 9 orang (34,6%)
memiliki kebiasaan menggantung pakaian di kamar dan 17 orang (65,4%) tidak memiliki
kebiasaan menggantung pakaian di kamar.25

Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan hasil ada hubungan yang bermakna


kebiasaan menguras TPA dengan kejadian DBD dengan p value = 0,002; OR = 8,800 (95%
CI = 2,336– 33,152), menunjukkan bahwa sampel yang tidak mempunyai kebiasaan
menguras TPA mempunyai risiko 8,800 kali lebih besar menderita DBD daripada sampel
yang mempunyai kebiasaan menguras TPA.Tempat penampungan air yang digunakan oleh
sebagian besar responden yakni berupa bak mandi yang terbuat dari semen, terbuka dan
kurang pencahayaan. Tempat penampungan air yang tidak adatutupnya dan terlindung dari
sinar matahari, merupakan tempat yang disukai oleh nyamuk. Oleh sebab itu sebaiknya perlu
dilakukan tindakan pencegahan yakni dengan menguras TPA minimal seminggu sekali agar
nyamuk tidak berkembang biak. Dikarenakan jika menguras tempat penampungan air lebih

12
dari seminggu sekali akan memberikan kesempatan telur untuk berkembang biak menjadi
nyamuk dewasa.25

Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan hasil ada hubungan yang bermakna


kebiasaan menggantung pakaian dikamar dengan kejadian DBD dengan p value = 0,002;
OR = 7,933 (95% CI = 2,236– 28,151), menunjukkan bahwa sampel yang mempunyai
kebiasaan menggantung pakaian dikamar mempunyai risiko 7,933 kali lebih besar menderita
DBD daripada sampel yang tidak mempunyai kebiasaan menggantung pakaian dikamar.
Didalam kamar responden banyak terdapat pakaian tergantung di belakang pintu kamar dan
di pintu lemari pakaian bahkan didinding. Serta ada juga pakaian yang dibiarkan begitu saja
berserakan diatas tempat tidur. Pakaian yang tergantung merupakan tempat yang disukai
oleh nyamuk untuk hinggap. Dengan demikian, untuk mencegah agar tidak dijadikan tempat
peristirahatan nyamuk, maka sebaiknya pakaian yang sudah dipakai diletakkan ditempat
baju kotordan pakaian yang belum dipakai dilipat rapi didalam lemari. Karena nyamuk
Aedes aegypti senang hinggap pada pakaian yang bergantungan dalam kamar untuk
beristirahat setelah menghisap darah manusia.25

Menurut penelitian Elvin Tirtasari pada tahun 2016 di kecamatan wundulako


kabupaten kolaka. Didapatkan adanya hubungan antara mengguakan obat anti nyamuk
dengan kejadian DBD. Hasil penelitian mengenai penggunaan obat/anti nyamuk dengan
kejadian DBD di Kelurahan 19 November Kecamatan Wundulako Kabupaten Kolaka Tahun
2016 menunjukkan bahwa nilai p=0,008. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa H0
ditolak dan Ha diterima, sehingga penggunaan obat/anti nyamuk mempunyai
hubunganterhadap kejadian DBD di Kelurahan 19 November.Dari 46 responden penelitian
diketahui bahwa responden yang tidak menggunakan obat/anti nyamuk sebanyak 22 orang
(47,8%) dan responden yang menggunakan obat/anti nyamuk sebanyak 24 orang (52,2 %).
Sedangkan responden yang pernah DBD dan tidak menggunakan obat/anti nyamuk
sebanyak 14 orang (63,6%) responden yang pernah sakit DBD dan menggunakan obat/anti
nyamuk sebanyak 5 orang (20,8%). Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa responden
yang menggunakan obat/anti nyamuk tidak memiliki peluang untuk terkena penyakit DBD,
sebaliknya responden yang tidak pernah menggunakan obat/anti nyamuk akan berpeluang
untuk terkena penyakit DBD.26

13
Penolak serangga merupakan sarana perlindungan diri terhadap nyamuk dan
serangga yang umum digunakan. Benda ini secara garis besarnya dibagi menjadi dua
kategori, penolak alami dan kimiawi. Minyak esensial dan ekstrak tanaman merupakan
bahan pokok penolak alami. Penolak serangga kimiawi dapat memberikan perlindungan
terhadap nyamuk Aedes Aegypti, Aedes Albopictus, dan spesies Anopheles selama beberapa
jam.26

Menurut penelitian jumiati pada tahun 2015 di Kecamatan Wakorumba Utara


Kabupaten Buton Utara, didapatkan responden yang tidak menggunakan kelambu saat tidur
siang pada kelompok kasus berjumlah 19 responden (79.2%), sedangkan pada kelompok
kontrol berjumlah 18 responden (75%).Hasil analisis besar risiko kebiasaan menggunakan
kelambu terhadap kejadian DBD diperoleh OR sebesar 1.25 setelah mergontrol variabel
tempat tinggal. Artinya responden yang tidak menggunakan kelambu mempunyai risiko
mengalami DBD 1.25 kali lebih besar dibandingkan dengan responden yang menggunakan
kelambu. Karena rentang nilai pada tingkat kepercayaan (CI)-95% dengan lower limit (batas
bawah) 0.333 dan upper limit (batas atas) 4.647 mencakup nilai satu, makabesar risiko
tersebut tidak bermakna. Dengan demikian, kebiasaan menggunakan kelambu bukan
merupakan faktor risiko kejadian DBD di Desa Wantulasi Kecamatan Wakorumba Utara
Kabupaten Buton Utara Tahun 2015.27

Menurut Penelitian Endo dardjito pada tahun 2008 di kabupaten Banyumas,


didapatkan kelompok kasus jumlah responden yang mempunyai tanaman hias 33 responden
(66%), sedangkan untuk kelompok kontrol sebanyak 34 responden (68%). Dari analisis
statistik didapatkan nilai OR sebesar 0,913 dan (95% CI: 0,397-2,103) Hal ini berarti bahwa
besamya risiko kejadian DBD belum tentu dikarenakan di rumahnya terdapat tanaman hias.
Dari basil uji Chi Square untuk mengetahui hubungan antara adanya tanaman hias dengan
kejadian DBD di Kecamatan Purwokerto Timur diperoleh p value sebesar 0,832. Hal ini
dapat diartikan bahwa tidak ada hubungan antara adanya kebiasaan menggantung pakaian
dengan kejadian DBD di Kecamatan Purwokerto Timur.28

Menurut Penelitian Amah majidah Vidya Dini pada tahun 2010 di kabupaten Serang,
didapatkan rata-rata lama penyinaran matahari selama periode 2007-2008 di Kabupaten
Serang adalah berkisar antara 63,9%. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara lama

14
penyinaran matahari dengan angka insiden DBD dimungkinkan karena lama penyinaran
matahari memiliki kaitan erat dengan suhu dan kelembaban. Karena kelembaban di
Kabupaten Serang merupakan batas atas dalam kelembaban optimal perkembangbiakan
nyamuk maka ketidak-bermaknaan tersebut mungkin dapat terjadi.29 Berbeda dengan
penelitian Nur Purwoko Widodo pada tahun 2012 di kota Mataram Nusa Tenggara Barat.
Dimana didapatkan keluarga dengan kondisi rumah yang tidak permanen(OR=0,43; 95%
CI=0,31-1,44) tidak berhubungan dengan kejadian DBD di kota Mataram pada tahun
2012.30Kaitan erat antara suhu dan lama penyinaran matahari ditunjukkan dengan fluktuasi
peningkatan/penurunan yang terlihat hampir sama pada tabel perbandingan suhu dan lama
penyinaran matahari. Kemudian nyamuk A. aegypti yang memiliki karakteristik tempat
beristirahat di tempat gelap dan terlindung dari sinar matahari serta waktu kontak pagi dan
sore hari di mana sinar matahari tidak terlalu terang sehingga faktor lama penyinaran
matahari dalam penyebaran vektor ini kecil.Cahaya berpengaruh pada kebiasaan nyamuk
untuk mencari makan atau tempat beristirahat.Karena terdapat spesies nyamuk yang
meninggalkan tempat istirahat setelah 20-30 menit matahari terbenam. WHO dalam Silaban
(2005) menyimpulkan bahwa nyamuk A. aegypti memiliki kebiasaan beristirahat di tempat
yang gelap dan terlindung dari sinar matahari, begitu pula dalam kebiasaan meletakkan
telur.29Kondisi rumah yang lembab, dengan pencahayaan yang kurang ditambah dengan
saluran air yang tidak lancar mengalir, disenangi oleh nyamuk penular DBD, sehingga resiko
menderita DBD pun semakin besar.30

Menurut penelitian Ririn Sumantri pada tahun 2013 di Kota Pontianak, didapatkan
bahwa kebiasaan menabur bubuk abate lebih banyak terdapat pada responden kelompok
kontrol yaitu sebanyak 39 orang (78%) dibandingkan dengan responden kasus yaitu
sebanyak 22 orang (22%). Analisis bivariat yang telah dilakukan menunjukan bahwa
terdapat hubungan yang bermakna antara kebiasaan menabur bubuk abate dengan kejadian
DBD (nilai p=0,000). Uji ini juga menunjukan nilai OR=4,512 dengan Confidential Interval
(CI) 95%=1,888-10,78 yang berarti bahwa seseorang yang tidak melakukan kebiasaan
menabur bubuk abate mempunyai risiko sebesar 4,512 kali lebih besar untuk terkena DBD
dibandingkan dengan orang yang melakukan kebiasaan menabur bubuk abate. Ini sejalan
dengan saran oleh Depkes RI dalam pengendalian vektor DBD untuk menurunkan kejadian
DBD. Penaburan bubuk abate adalah salah satu pengendalian DBD secara kimiawi. Abate

15
merupakan nama dagang dari temephos, merupakan pestisida golongan organofosfat.
Pestisida-pestisida yang tergolong di dalam senyawa organofosfat kerjanya menghambat
enzim cholinesterase sehingga menimbulkan gangguan pada aktivitas saraf karena
tertimbunnya acetylcholin . Penaburan bubuk abate sebaiknya ditaburkan pada TPA yang
sulit dikuras atau daerah yang sulit air. Takarannya yaitu 1 gram bubuk Abate untuk 10 liter
air (1 sendok makan yang diratakan atasnya sama dengan 10 gram 3 abate). Penaburan bubuk
abate di ulangi setiap 2-3 bulan sekali . Bubuk abate digunakan untuk membunuh jentik-
jentik nyamuk, bubuk tersebut bekerja dengan melumpuhkan otot salah satunya adalah otot
pernapasan jentik nyamuk.31

16
KERANGKA TEORI

Umur
Menggunakan
lotion / obat Vektor
anti nyamuk

Jenis
kelamin HOST DBD Agent

Kebiasaan
menggantung
pakaian

Menggunakan Menabur bubuk abate di TPA


Tirai/kelambu
Lingkungan

Jumlah Kepadatan Kebiasaan Jumlah Tempat Penyinaran Rumah


akuarium/ Penduduk mengubur Tanaman Hias penampungan Matahari Sehat
air / kontainer
kolam ikan barang bekas

17
KERANGKA KONSEP

Umur
Menggunakan

lotion / obat
anti nyamuk
Jenis
kelamin HOST DBD

Kebiasaan
menggantung
pakaian

Menggunakan Menabur
Tirai/kelambu Lingkungan bubuk abate
di TPA

Keberadaan Kepadatan Kebiasaan Keberadaan Tempat Penyinaran Rumah


akuarium/ Rumah mengubur Tanaman Hias penampungan Matahari Sehat
air / kontainer
kolam ikan barang bekas

18
19

Anda mungkin juga menyukai