LAPORAN PENDAHULUAN
A. Teori Medis
1. Pengertian
Asma adalah penyakit pernapasan obstruktif yang ditandai inflamasi
saluran napas dan spasme akut otot polos bronkiolus. (Elizabeth J. Colwin.
2009)
Asma merupakan penyakit inflamasi kronik saluran napas yang
disebabkan olehreaksi hiperresponsif sel imun tubuh seperti sel mast,
eosinofil, dan limfosit-T terhadapstimulus tertentu dan menimbulkan
gejala dyspnea, wheezing, dan batuk akibat obstruksi jalan napas yang
bersifat reversibel dan terjadi secara episodik berulang (Brunner
&Suddarth, 2001). Pendapat serupa juga menyatakan bahwa asma
merupakan reaksihiperresponsif saluran napas yang berbeda-beda
derajatnya dan menimbulkan fluktuasispontan terhadap obstruksi jalan
napas (Lewis et al., 2000)
Asthma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel
dimana trakea dan bronkhi berespon secara hiperaktif terhadap stimulasi
tertentu. (Smelzer Suzanne : 2001).
Asthma bronchial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon.
trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi
adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-
ubah baik secara spontan maupun hasil dari pengobatan (The American
Thoracic Society).
1
2
3. Etiologi
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi
timbulnya serangan asma bronkhial.
a. Faktor predisposisi
Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum
diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan
penyakit alerg biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita
penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat
mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan foktor
pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa
diturunkan.
6
b. Faktor presipitasi
1) Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
a) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan
ex: debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan
polusi
b) Ingestan, yang masuk melalui mulut
ex: makanan dan obat-obatan
c) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit
ex: perhiasan, logam dan jam tangan
2) Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering
mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan
faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan
berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim
kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin
serbuk bunga dan debu.
3) Stress
Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma,
selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada.
Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita
asma yang mengalami stress/gangguanemosi perlu diberi nasehat
untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya
belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.
4) Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan
asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang
yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes,
polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.
5) Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika
melakukan aktifitas jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat
7
4. Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya, asthma bronkhial dapat diklasifikasikan
menjadi 3 tipe, yaitu :
a. Ekstrinsik (alergik)
Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor
pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang,
obat-obatan (antibiotic dan aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik
sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap
alergi. Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus spesifik seperti
yang disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asthma ekstrinsik.
b. Intrinsik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap
pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin
atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan
emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan
dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis
kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma
gabungan.
c. Asthma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik
dari bentuk alergik dan non-alergik.
5. Manifestasi klinis
Gambaran klinis menurut Elisabeth J Corwin diantaranya adalah :
a. Dispnea yang bermakna.
b. Batuk, terutama dimalam hari.
c. Pernapasan yang dangkal dan cepat.
d. Mengi yang dapat terdengar pada auskultasi paru. Biasanya mengi
terdengar saat ekspirasi, kecuali kondisi pasien parah.
8
Pada serangan asma ini dapat dilihat yang berat dengan gejala gejala
yang makin banyak antara lain :
1) Kontraksi otot-otot bantu pernafasan, terutama sternokliedo
mastoideus
2) Sianosis
3) Silent Chest
4) Gangguan kesadaran
5) Tampak lelah
6) Hiperinflasi thoraks dan takhikardi
e. Asma tingkat V
Yaitu status asmatikus yang merupakan suatu keadaan darurat medis
beberpa serangan asma yang berat bersifat refrakter sementara
terhadap pengobatan yang lazim dipakai.
Karena pada dasarnya asma bersifat reversible maka dalam kondisi
apapun diusahakan untuk mengembalikan nafas ke kondisi normal
6. Patofisiologi
Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang
menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah
hipersensitivitas bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara.
Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara
sebagai berikut : seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk
membentuk sejumlah antibody Ig E abnormal dalam jumlah besar dan
antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen
spesifikasinya. Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast
yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan
brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka
antibody Ig E orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi
yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan
mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis
yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient), factor kemotaktik
eosinofilik dan bradikinin. Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini
10
Bronkho konstriksi
Sesak nafas
11
Hiperkapnia
Ekspirasi menurun, udara tertahan
7. Pemeriksaan Diagnosis
a. Pemeriksaan laboratorium
1) Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya:
a) Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari
Kristal eosinopil.
b) Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan)
dari cabang bronkus.
c) Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
d) Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya
bersifat mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang
terdapat mucus plug.
2) Pemeriksaan darah
a) Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula
terjadi hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.
b) Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.
c) Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas
15.000/mm3 dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi.
d) Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari
Ig E pada waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari
serangan.
b. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan radiologi
13
5) Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara
yang paling cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat
respon pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometer
dilakukan sebelum dan sesudah pamberian bronkodilator aerosol
(inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik.
Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20%
menunjukkan diagnosis asma. Tidak adanya respon aerosol
bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan spirometri tidak saja
penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk
menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Benyak penderita
tanpa keluhan tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan
obstruksi.
8. Penatalaksanaan
a. Pengobatan farmakologik :
Bronkodilator : obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi dalam 2
golongan :
1) Simpatomimetik/ andrenergik (Adrenalin dan efedrin).
Nama obat :
a) Orsiprenalin (Alupent)
b) Fenoterol (berotec)
c) Terbutalin (bricasma)
Obat-obat golongan simpatomimetik tersedia dalam bentuk tablet,
sirup,suntikan dan semprotan. Yang berupa semprotan: MDI
(Metered dose inhaler). Ada juga yang berbentuk bubuk halus yang
dihirup (Ventolin Diskhaler dan Bricasma Turbuhaler) atau cairan
broncodilator (Alupent, Berotec, brivasma serts Ventolin) yang
oleh alat khusus diubah menjadi aerosol (partikel-partikel yang
sangat halus ) untuk selanjutnya dihirup.
2) Santin (teofilin)
Nama obat :
15
9. Komplikasi
a. Status asmatikum adalah keadaan spasme bronkiolus berkepanjangan
yang mengancam jiwa yang tidak dapat dipulihkan dengan pengobatan
dapat terjadi beberapa individu.
b. Asidosis respiratorik
c. Gagal napas
d. Kematian
10. Pencegahan
Pasien dengan asma kambuhan harus menjalani pemeriksaan
mengidentifikasi substansi yang mencetuskan terjadinya serangan.
Penyebab yang mungkin dapat saja bantal, kasur, pakaian jenis tertentu,
hewan peliharaan, kuda, detergen, jamur, sabun, makanan tertentu dan
serbuk sari. Jika serangan berkaitan dengan musim, maka serbuk sari dapat
menjadi dugaan kuat. Upaya harus dibuat untuk menghindari agen
penyebab kapan saja memungkinkan.
Komplikasi asma dapat mencakup status asmatikus, fraktur iga,
pneumonia dan ateletaksis. Obstruksi jalan napas, terutama selama episode
asmatik akutsering mengakibatkan hipoksemia membutuhkan pemberian
oksigen dan pemantauan gas darah arteri. Cairan diberikan karena individu
dengan asma mengalami dehidrasi akibat diaforesis dan kehilangan cairan
tidak kasat mata dengan hiperventilasi
B. Asuhan Keperawatan
Asuhan keperawatan merupakan proses terapeutik yang melibatkan hubungan
kerjasama antara perawat dengan klien, keluarga, atau masyarakat untuk
mencapai derajat kesehatan yang, optimal didalam memberikan asuhan
keperawatan dugunakan metode proses keperawatan yang meliputi:
pengkajian, diagnosa keperawatanm, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
1. Pengkajian
a. Pengumpulan data.
1) Identitas klien.
17
2. Diagnosa Keperawatan .
Berikut adalah diagnosa keperawatan yang sering muncul pada klien status
astmatikus.
a. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan
sekresi kental peningkatan produksi mukus dan bronkospasme.
b. Ketidak efektifan pola nafas yang berhubungan dengan distensi
dinding dada dan kelelahan akibat kerja pernafasan.
c. Ansietas berhubungan dengan sulit bernafas dan rasa takut sufokasi.
d. Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan retensi CO2,
peningkatan sekresi, peningkatan kerja pernafasan dan proses penyakit.
e. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang
berhubungan dengan laju metabolik tinggi, dipsnea saat makan dan
ansietas.
3. Perencanaan
Perencanaan dari diagnosis – diagnosis keperawatan diatas adalah sebagai
berikut:
a. Ketidak efektifan jalan nafas yang berhubungan dengan sekresi kental
peningkatan produksi mukus bronkospasme.
24
1) Tujuan
Jalan nafas menjadi efektif.
2) Kriteria hasil
(a) menentukan posisi yang nyaman sehingga memudahkan
peningkatan pertukaran gas.
(b) dapat mendemontrasikan batuk efektif
(c) dapat menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan
sekresi
(d) tidak ada suara nafas tambahan
3) Rencana tindakan
(a) Kaji warna, kekentalan dan jumlah sputum
(b) Instruksikan klien pada metode yang tepat dalam mengontrol
batuk.
(c) Ajarkan klien untuk menurunkan viskositas sekresi
(d) Auskultasi paru sebelum dan sesudah tindakan
(e) Lakukan fisioterapi dada dengan tehnik drainage
postural,perkusi dan fibrasi dada.
(f) Dorong dan atau berikan perawatan mulut
4) Rasional
(a) Karakteristik sputrum dapat menunjukkan berat ringannya
obstruksi
(b) Batuk yang tidak terkontrol melelahkan dan inefektif serta
menimbulkan frustasi
(c) Sekresi kental sulit untuyk dikeluarkan dan dapat menyebabkan
sumbatan mukus yang dapat menimbulkan atelektasis.
(d) Berkurangnya suara tambahan setelah tindakan menunjukan
keberhasilan
(e) Fisioterpi dada merupakan strategi untuk mengeluarkan sekret.
(f) Hygiene mulut yang baik meningkatkan rasa sehat dan
mencegah bau mulut.
b. Ketidak efektifan pola nafas yang berhubungan dengan distensi dinding
dada, dan kelelahan akibat peningkatan kerja pernafasan.
25
1) Tujuan
Klien akan mendemontrasikan pola nafas efektif
2) Kriteria hasil
(a) Frekuensi nafas yang efektif dan perbaikan pertukaran gas pada
paru
(b) Menyatakan faktor penyebab dan cara adaptif mengatasi faktor-
faktor tersebut
3) Rencana tindakan
(a) Monitor frekuensi, irama dan kedalaman pernafasan
(b) Posisikan klien dada posisi semi fowler
(c) Alihkan perhatian individu dari pemikiran tentang keadaan
ansietas dan ajarkan cara bernafas efektif
(d) Minimalkan distensi gaster
(e) Kaji pernafasan selama tidur
(f) Yakinkan klien dan beri dukungan saat dipsnea
4) Rasional
(a) Takipnea, irama yang tidak teratur dan bernafas dangkal
menunjukkan pola nafas yang tidak efektif
(b) Posisi semi fowler akan menurunkan diafragma sehingga
memberikan pengembangan pada organ paru
(c) Ansietas dapat menyebabkan pola nafas tidak efektif
(d) Distensi gaster dapat menghambat kontraksi diafragma
(e) Adanya apnea tidur menunjukkan pola nafas yang tidak efektif
(f) Rasa ragu–ragu pada klien dapat menghambat komunikasi
terapeutik.
c. Ansietas yang berhubungan dengan sulit bernafas dan rasa takut
sufokasi.
1) Tujuan
Asietas berkurang atau hilang.
2) Kriteria hasil
(a) Klien mampu menggambarkan ansietas dan pola fikirnya.
(b) Munghubungkan peningkatan psikologi dan kenyaman
26
fisiologis.
(c) Menggunakan mekanisme koping yang efektif dalam
menangani ansietas.
3) Rencana tindakan.
(a) Kaji tingkat ansietas yang dialami klien.
(b) Kaji kebiasaan keterampilan koping.
(c) Beri dukungan emosional untuk kenyamanan dan
ketentraman hati.
(d) Implementasikan teknik relaksasi.
(e) Jelaskan setiap prosedur tindakan yang akan dilakukan.
(f) Pertahankan periode istirahat yang telah di rencanakan.
4) Rasional.
(a) Mengetahui tinggkat kecemasan untuk memudahkan dalam
perencanaan tindakan selanjutnya.
(b) Menilai mekanisme koping yang telah dilakukan serta
menawarkan alternatif koping yang bisa di gunakan.
(c) Dukungan emosional dapat memantapkan hati untuk mencapai
tujuan yang sama.
(d) Relaksasi merupakan salah satu metode menurunkan dan
menghilangkan kecemasan
(e) Pemahaman terhadap prosedur akan memotifasi klien untuk
lebih kooperatif.
d. Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan retensi CO2,
peningkatan sekresi, peningkatan pernafasan, dan proses penyakit.
1) Tujuan
Klien akan mempertahankan pertukaran gas dan oksigenasi
adekuat.
2) Kreteria hasil
(a) Frekuensi nafas 16 – 20 kali/menit
(b) Frekuensi nadi 60 – 120 kali/menit
(c) Warna kulit normal, tidak ada dipnea dan GDA dalam batas
normal
27
3) Rencana tindakan
(a) Pantauan status pernafasan tiap 4 jam, hasil GDA, pemasukan
dan haluaran
(b) Tempatkan klien pada posisi semi fowler
(c) Berikan terapi intravena sesuai anjuran
(d) Berikan oksigen melalui kanula nasal 4 l/mt selanjutnya
sesuaikan dengan hasil PaO2
(e) Berikan pengobatan yang telah ditentukan serta amati bila ada
tanda – tanda toksisitas
4) Rasional
(a) Untuk mengidentifikasi indikasi kearah kemajuan atau
penyimpangan dari hasil klien
(b) Posisi tegak memungkinkan expansi paru lebih baik
(c) Untuk memungkinkan rehidrasi yang cepat dan dapat mengkaji
keadaan vaskular untuk pemberian obat – obat darurat.
(d) Pemberian oksigen mengurangi beban otot – otot pernafasan
(e) Pengobatan untuk mengembalikan kondisi bronkus seperti
kondisi sebelumnya
(f) Untuk memudahkan bernafas dan mencegah atelektasis
e. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang
berhubungan dengan laju metabolik tinggi, dipsnea saat makan dan
ansietas
1) Tujuan
Pemenuhan kebutuhan nutrisi terpenuhi
2) Kriteria hasil
(a) Klien menghabiskan porsi makan di rumah sakit
(b) Tidak terjadi penurunan berat badan
3) Rencana tindakan
(a) Mengidentifikasi faktor yang dapat menimbulkan nafsu makan
menurun misalnya muntah dengan ditemukannya sputum yang
banyak ataupun dipsnea.
(b) Anjurkan klien untuk oral hygiene paling sedikit satu jam
28
sebelum makan.
(c) Lakukan pemeriksaan adanya suara perilstaltik usus serta
palpasi untuk mengetahui adanya masa pada saluran cerna
(d) Berikan diit TKTP sesuai dengan ketentuan
(e) Bantu klien istirahat sebelum makan
(f) Timbang berat badan setiap hari
4) Rasional
(a) Merencanakan tindakan yang dipilih berdasarkan penyebab
masalah.
(b) Dengan perawatan mulut yang baik akan meningkatkan nafsu
makan.
(c) Mengetahui kondisi usus dan adanya dan konstipasi.
(d) Memenuhi jumlah kalori yang dibutuhkan oleh tubuh.
(e) Kelelahan dapat menurunakn nafsu makan.
(f) Turunya berat badan mengindikasikan kebutuhan nutrisi
kurang.
3. Implementasi
Implementasi merupakan pelaksanaan perencanaan keperawatan oleh
perawat . Seperti tahap – tahap yang lain dalam proses keperawatan , fase
pelaksanaan terdiri dari beberapa kegiatan antara lain :
a. Validasi (pengesahan) rencana keperawatan
b. Menulis/ mendokumentasikan rencana keperawatan
c. Memberikan asuhan keperawatan
d. Melanjutkan pengumpulan data
4. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan yang
merupakan kegiatan sengaja dan terus menerus yang melibatkan klien
perawat dan anggota tim kesehatan lainnya
Tujuan evaluasi adalah :
a. Untuk menilai apakah tujuan dalam rencana perawatan tercapai atau
tidak
29
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddart.2002.“Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah”.Jakarta :
EGC.
Doenges, M. E., Moorhouse, M. F. & Geissler, A. C. (2000) “Rencana Asuhan
Keperawatan”, Jakarta : EGC.
Corwin, Elisabeth J. 2009. Patofisiologi : buku saku. Jakarta : EGC.
NANDA. 2010. Diagnosa Keperawatan 2009-2011. Jakarta : EGC.
Syaifudin. 2006. Anatomi dan Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta :
EGC.
http://www.scribd.com/doc/119055273/Laporan-Pendahuluan-Asthma-Attack. 07
Januari 2014. jam 09.00.