Anda di halaman 1dari 4

Seorang ibu datang membawa anaknya usia 1 ½ tahun, sesak napas mulai dua hari yang lalu,

napas pendek dan cepat, napas disertai bunyi mengi yang tidak hilang timbul dan tidak
dipengaruhi keadaan lingkungan seperti dingin dan mengi baru dirasakan pertama kali ini dan
waktu-waktu sebelumnya tidak ditemukan mengi. Empat hari sebelum datang anak
mengalami pilek dan sedikit demam, anak juga susah makan dan minum. Kemudian disusul
batuk, Anak tidak tampak lebih nyaman dengan posisi telungkup ke kanan atau ke kiri.
Riwayat penyakit dahulu seperti asma, jantung dan alergi disangkal. Riwayat kakak yang
berumur 3 tahun menderita gejala yang sama. pernapasan cuping hidung dan sianosis (+),
bibir sianosis : (+),suara pernafasan : ekspirasi memanjang (vesikuler), wheezing serta
crackles. suara tambahan : ronkhi nyaring halus. Diagnosa paling mungkin?

A. Asma
B. Bronkitis
C. Bronkiolitis
D. PPOK
E. Pneumonia

Metoda Diagnosis
Anamnesis
- Sering terjadi pada anak berusia <2 tahun. Sembilan puluh persen (90%) kasus yang
membutuhkan perawatan di rumah sakit terjadi pada bayi berusia <1 tahun. Insidens
tertinggi terjadi pada usia 3-6 bulan.
- Anak yang menderita bronkiolitis mengalami demam atau riwayat demam, namun
jarang terjadi demam tinggi.
- Rhinorrhea, nasal discharge (pilek), sering timbul sebelum gejala lain seperti batuk,
takipne, sesak napas, dan kesulitan makan.
- Batuk disertai gejala nasal adalah gejala yang pertama muncul pada bronkiolitis. Batuk
kering dan mengi khas untuk bronkiolitis.
- Poor feeding. Banyak penderita bronkiolitis mempunyai kesulitan makan yang
berhubungan dengan sesak napas, namun gejala tersebut bukan hal mendasar untuk
diagnosis bronkiolitis
- Bayi dengan bronkiolitis jarang tampak ”toksik”. Bayi dengan tampilan toksik seperti
mengantuk, letargis, gelisah, pucat, motling, dan takikardi membutuhkan penanganan
segera.
Pemeriksaan Fisis
- Napas cepat merupakan gejala utama pada lower respiratory tract infection (LRTI),
terutama pada bronkiolitis dan pneumonia.
- Retraksi dinding dada (subkosta, interkosta, dan supraklavikula) sering terjadi pada
penderita bronkiolitis. Bentuk dada tampak hiperinflasi dan keadaan tersebut
membedakan bronkiolitis dari pneumonia.
Fine inspiratory crackles pada seluruh lapang paru sering ditemukan (tapi tidak selalu)
pada penderita bronkiolitis. Di UK, crackles merupakan tanda utama bronkiolitis. Bayi
dengan mengi tanpa crackles lebih sering dikelompokkan sebagai viral-induced wheeze
dibandingkan bronkiolitis.
- Di UK, high pitched expiratory wheeze merupakan gejala yang sering ditemukan pada
bronkiolitis, tapi bukan temuan pemeriksaan fisis yang mutlak. Di Amerika, diagnosis
bronkiolitis lebih ditekankan pada adanya mengi.
- Apnea dapat terjadi pada bronkiolitis, terutama pada usia yang sangat muda, bayi
prematur, atau berat badan lahir rendah.
Pemeriksaan Penunjang
- Saturasi oksigen
- Pulse oximetry harus dilakukan pada setiap anak yang datang ke rumah sakit dengan
bronkiolitis. Bayi dengan saturasi oksigen ≤92% membutuhkan perawatan di ruang
intensif. Bayi dengan saturasi oksigen >94% pada udara ruangan dapat dipertimbangkan
untuk dipulangkan.
- Analisis gas darah
- Umumnya tidak diindikasikan pada bronkiolitis. Pemeriksaan tersebut berguna untuk
menilai bayi dengan distres napas berat dan kemungkinan mengalami gagal napas.
- Foto toraks
- Foto toraks dipertimbangkan pada bayi dengan diagnosis meragukan atau penyakit
atipikal. Foto toraks sebaiknya tidak dilakukan pada bronkiolitis yang tipikal. Foto
toraks pada bronkiolitis yang ringan tidak memberikan informasi yang dapat
memengaruhi pengobatan.
- Pemeriksaan virologi
- Rapid diagnosis infeksi virus pada saluran napas adalah cost effective karena mengurangi
lama perawatan, penggunaan antibiotik, dan pemeriksaan mikrobiologi.
- Pemeriksaan bakteriologi
- Pemeriksaan bakteriologi secara rutin (darah dan urin) tidak diindikasikan pada
penderita bronkiolitis bakteriologi tipikal. Pemeriksaan bakteriologi dari urin
dipertimbangkan pada bayi berusia <60 hari.
- Hematologi
- Pemeriksaan darah lengkap tidak diindikasikan dalam menilai dan menata laksana bayi
dengan bronkiolitis tipikal.
- C-reactive protein (CRP)
- Penelitian yang ada merupakan penelitian retrospektif atau penelitian dengan kualitas
yang buruk dan tidak memberikan bukti yang cukup berhubungan dengan bronkiolitis.
Tata laksana
Medikamentosa
Bronkiolitis pada umumnya tidak memerlukan pengobatan. Pasien bronkiolitis dengan
klinis ringan dapat rawat jalan, jika klinis berat harus rawat inap. Terapi suportif seperti
pemberian oksigen, nasal suction masih dapat digunakan. Fisioterapi dada dengan vibrasi
dan perkusi tidak direkomendasikan untuk pengobatan penderita bronkiolitis yang tidak
dirawat di ruang intensif.
Menurut penelitian, pemberian antiviral, antibiotik, inhalasi β2-agonis, inhalasi
antikolinergik (ipratropium) dan inhalasi kortikosteroid tidak direkomendasikan. Belum
ada penelitian yang dapat menunjang rekomendasi pemberian leukotriene receptor
antagonist (Montelukast) pada pasien dengan bronkiolitis.
Indikasi rawat di ruang rawat intensif
- Gagal mempertahankan saturasi oksigen >92% dengan terapi oksigen
- Perburukan status pernapasan, ditandai dengan peningkatan distres napas dan/atau
kelelahan
- Apnea berulang.
Faktor resiko bronkiolitis berat
- Usia
- Bayi usia muda dengan bronkiolitis mempunyai risiko lebih tinggi untuk mendapat
perawatan di rumah sakit.
- Prematuritas
- Bayi lahir prematur kemungkinan menderita RSV-associated hospitalization lebih tinggi
daripada bayi cukup bulan.
- Kelainan jantung bawaan
- Chronic lung disease of prematurity
- Orangtua perokok
- Jumlah saudara/berada di tempat penitipan
- Sosioekonomi rendah
Kepustakaan
1. Wohl MEB. Bronchiolitis. Dalam: Chernick V, Kendig EL, penyunting. Kendig’s
disorders of the
respiratory tract in children. Ed ke-7. Philadelphia: WB Saunders Co; 2006. h. 423-40.
2. Watt KD, Goodman DM. Wheezing in infant: bronchiolitis. Dalam: Behrman RE,
Kliegman RM, Jenson
HB, Stanton BF, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-18. Philadelphia: WB
Saunders Co;
2007. h. 1773-77.
3. Scottish intercollegiate guidelines network. Bronkiolitis in children a national clinical
guideline [diakses
tanggal 5 juni 2009]. Edisi pertama. Edinburg. 2006 . Diunduh dari: http://www.sign.ac.uk.
4. Ko HM, Chu I. The evidence based management of bronkiolitis. J Pediatr Neonatology
[Internet].
2009 [diakses tanggal 5 Juni 2009];10(1). Diunduh dari:
http://www.ispub.com/journal/the_internet_
journal_of_pediatrics_and_neonatology/volume_10_number_1_11/article/the-evidence-
based-
management-of-bronkiolitis.html

Anda mungkin juga menyukai