Anda di halaman 1dari 15

A.

DEFINISI
Asma disebut juga sebagai reactive airway disease (RAD), adalah suatu
penyakit obstruksi pada jalan nafas secara reversible yang ditandai dengan broncospasme,
inflamasi dan peningkatan reaksi jalan nafas terhadap berbagai stimulant.
Asma bronkhial adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermitten, reversible
dimana trakeobronkial berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu. Asma
bronchial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan bronkus
terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang
luas dan derajatnya dapat berubah-ubah baik secara spontan maupun hasil dari
pengobatan (The American Thoracic Society).
Asma adalah penyakit kronik yang sangat kompleks dan hingga saat ini belum
ada obat yang dapat dapat menyembuhkannya. Namun, asma tidak dapat sembuh,
penyakit asma dapat terkontrol (tidak pernah kambuh) (Nataprawira, 2007).
Asma adalah suatu penyakit peradangan kronik pada jalan napas yang mana
peradangan ini menyebabkan perubahan derajat obstruksi pada jalan napas dan
menyebabkan kekambuhan. (Lewis, 2010).

GAMBAR 1. ASMA
BRONKIAL

1
Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe,
yaitu:
1. Ekstrinsik (alergik)
Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang
spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan aspirin)
dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu
predisposisi genetik terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus
spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik.
2. Intrinsik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak
spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh
adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat
dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis
kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma abungan.
3. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk
alergik dan non-alergik.

B. ETIOLOGI
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi
timbulnya serangan asma bronkhial.
1. Faktor predisposisi
Genetik. Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui
bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya
mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat
alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar
dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa
diturunkan.
2. Faktor presipitasi
a. Alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
1) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan, ex: debu, bulu binatang,
serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi
2) Ingestan, yang masuk melalui mulut, ex: makanan dan obat-obatan
3) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit, ex: perhiasan, logam dan
jam tangan.
b. Perubahan cuaca

2
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma.
Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan
asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim
hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin
serbuk bunga dan debu.
c. Stress
Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga
bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang
timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguanemosi
perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika
stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.
d. Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini
berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di
laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini
membaik pada waktu libur atau cuti.
e. Olah raga/aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas
jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan
serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah
selesai aktifitas tersebut.

C. PATOFISIOLOGI
Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang
menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas
bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma
tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut: seorang yang alergi mempunyai
kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody Ig E abnormal dalam jumlah
besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen
spesifikasinya. Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat
pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil.
Bila seseorang menghirup alergen maka antibody Ig E orang tersebut meningkat,
alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan
sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis
yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient), factor kemotaktik eosinofilik dan
bradikinin. Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan adema

3
lokal pada dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi mucus yang kental dalam
lumen bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan
tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat. Pada asma , diameter bronkiolus
lebih berkurang selama ekspirasi daripada selama inspirasi karena peningkatan
tekanan dalam paru selama eksirasi paksa menekan bagian luar bronkiolus. Karena
bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari
tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Pada
penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi
sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu
fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma
akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan
barrel chest.

4
Pathway

Alergen
Defisit self care Kurang pengetahuan

Masuk dalam
tubuh

Intoleransi aktivitas Cemas orang tua

Menempel pada
sel mast
Kelelahan Sesak nafas >,
Degranulasi gelisah

Res keb cairan Takut


Mengeluarkan
kurang dari keb
mediator : histamine,
platelet, bradikinin
Intake tak adekuat, Hospitalisasi,
dll
Permiabilitas kapiler Metabolisme meningkat, Tx inhalasi,
meningkat diaporesis tind invasif

Serangan Asma : Psikis


Edema mukosa, Sesak nafas
Sekresi produktif,
kontriksi otot polos

Kelelahan
Jalan nafas tidak efektif
Pola nafas tidak efektif
Resiko aspirasi Infeksi Sal
Iritan : debu Cuaca : dingin Nafas

Sumber : Lewis (2010)

5
D. MANIFESTASI KLINIS
Biasanya pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala
klinis, tapi pada saat serangan penderita tampak bernafas cepat dan dalam, gelisah,
duduk dengan menyangga ke depan, serta tanpa otot-otot bantu pernafasan bekerja
dengan keras.
Gejala klasik dari asma bronkial ini adalah sesak nafas, mengi (whezing), batuk,
dan pada sebagian penderita ada yang merasa nyeri di dada. Gejala-gejala tersebut
tidak selalu dijumpai bersamaan. Pada serangan asma yang lebih berat , gejala-gejala
yang timbul makin banyak, antara lain: silent chest, sianosis, gangguan kesadaran,
hyperinflasi dada, tachicardi dan pernafasan cepat dangkal . Serangan asma seringkali
terjadi pada malam hari.
1. Stadium dini
Faktor hipersekresi yang lebih menonjol
a.Batuk dengan dahak bisa dengan maupun tanpa pilek
b. Rochi basah halus pada serangan kedua atau ketiga,
sifatnya hilang timbul
c.Whezing belum ada
d. Belum ada kelainan bentuk thorak
e.Ada peningkatan eosinofil darah dan IG E
f. BGA belum patologis
Faktor spasme bronchiolus dan edema yang lebih dominan
a. Timbul sesak napas dengan atau tanpa sputum
b.Whezing
c. Ronchi basah bila terdapat hipersekresi
d.Penurunan tekanan parsial O2
2. Stadium lanjut/kronik
a. Batuk, ronchi
b. Sesak nafas berat dan dada seolah –olah tertekan
c. Dahak lengket dan sulit untuk dikeluarkan
d. Suara nafas melemah bahkan tak terdengar (silent Chest)
e. Thorak seperti barel chest
f. Tampak tarikan otot sternokleidomastoideus
g. Sianosis
h. BGA Pa O2 kurang dari 80%

6
i. Ro paru terdapat peningkatan gambaran bronchovaskuler kanan dan kiri
j. Hipokapnea dan alkalosis bahkan asidosis respiratorik

E. KOMPLIKASI
1. Gangguan keseimbangan asam basa dan gagal nafas
2. Bronchitis kronis
3. Bronchitis
4. Pneumonia
5. Emphysema

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Diagnosis asma berdasarkan:
1. Anamnesis: riwayat perjalanan penyakit, factor-faktor yang berpengaruh
terhadap asma, riwayat keluarga dan adanya riwayat alergi serta gejala klinis.
2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan laboratorium: darah (terutama eosinofil, IgE total, IgE spesifik),
sputum (eosinofil, spiral Curshman, kristal Charcot-Leyden).
4. Tes fungsi paru dengan spirometri atau peak flow meter untuk menentukan
adanya obstruksi jalan nafas.

G. PENATALAKSANAAN
1. Medikamentosa
Obat-obatan bisa membuat penderita asma menjalani kehidupan normal.
pengobatan segera untuk mengendalikan serangan asma berbeda dengan
pengobatan rutin untuk mencegah serangan.
agonis reseptor beta-adrenergik merupakan obat terbaik untuk mengurangi
serangan asma yang terjadi secara tiba-tiba dan untuk mencegah serangan yang
mungkin dipicu oleh olahraga. bronkodilator ini merangsang pelebaran saluran
udara oleh reseptor beta-adrenergik.
bronkodilator yang yang bekerja pada semua reseptor beta-adrenergik
(misalnya adrenalin), menyebabkan efek samping berupa denyut jantung yang
cepat, gelisah, sakit kepala dan tremor (gemetar) otot. bronkodilator yang hanya
bekerja pada reseptor beta2-adrenergik (yang terutama ditemukan di dalam sel-sel

7
di paru-paru), hanya memiliki sedikit efek samping terhadap organ lainnya.
bronkodilator ini (misalnya albuterol), menyebabkan lebih sedikit efek samping
dibandingkan dengan bronkodilator yang bekerja pada semua reseptor beta-
adrenergik.
Sebagian besar bronkodilator bekerja dalam beberapa menit tetapi efeknya
hanya berlangsung selama 4-6 jam. Bronkodilator yang lebih baru memiliki efek
yang lebih panjang, tetapi karena mula kerjanya lebih lambat, maka obat ini lebih
banyak digunakan untuk mencegah serangan.
Bronkodilator tersedia dalam bentuk tablet, suntikan atau inhaler (obat yang
dihirup) dan sangat efektif. Penghirupan bronkodilator akan mengendapkan obat
langsung di dalam saluran udara, sehingga mula kerjanya cepat, tetapi tidak dapat
menjangkau saluran udara yang mengalami penyumbatan berat. Bronkodilator
per-oral (ditelan) dan suntikan dapat menjangkau daerah tersebut, tetapi memiliki
efek samping dan mula kerjanya cenderung lebih lambat.
Jenis bronkodilator lainnya adalah teofilin. Teofilin biasanya diberikan per-
oral (ditelan); tersedia dalam berbagai bentuk, mulai dari tablet dan sirup short-
acting sampai kapsul dan tablet long-acting. Pada serangan asma yang berat, bisa
diberikan secara intravena (melalui pembuluh darah). Jumlah teofilin di dalam
darah bisa diukur di laboratorium dan harus dipantau secara ketat, karena jumlah
yang terlalu sedikit tidak akan memberikan efek, sedangkan jumlah yang terlalu
banyak bisa menyebabkan irama jantung abnormal atau kejang. Pada saat pertama
kali mengkonsumsi teofilin, penderita bisa merasakan sedikit mual atau gelisah.
kedua efek samping tersebut, biasanya hilang saat tubuh dapat menyesuaikan diri
dengan obat. pada dosis yang lebih besar, penderita bisa merasakan denyut
jantung yang cepat atau palpitasi (jantung berdebar). juga bisa terjadi insomnia
(sulit tidur), agitasi (kecemasan, ketakuatan), muntah, dan kejang.
Kortikosteroid menghalangi respon peradangan dan sangat efektif dalam
mengurangi gejala asma. jika digunakan dalam jangka panjang, secara bertahap
kortikosteroid akan menyebabkan berkurangnya kecenderungan terjadinya
serangan asma dengan mengurangi kepekaan saluran udara terhadap sejumlah
rangsangan tetapi penggunaan tablet atau suntikan kortikosteroid jangka panjang
bisa menyebabkan:
- gangguan proses penyembuhan luka
- hilangnya kalsium dari tulang

8
- perdarahan lambung
- katarak premature
- peningkatan kadar gula darah
- penambahan berat badan
- kelaparan
- kelainan mental.
Tablet atau suntikan kortikosteroid bisa digunakan selama 1-2 minggu untuk
mengurangi serangan asma yang berat. Untuk penggunaan jangka panjang
biasanya diberikan inhaler kortikosteroid karena dengan inhaler, obat yang sampai
di paru-paru 50 kali lebih banyak dibandingkan obat yang sampai ke bagian tubuh
lainnya. Kortikosteroid per-oral (ditelan) diberikan untuk jangka panjang hanya
jika pengobatan lainnya tidak dapat mengendalikan gejala asma
Obat antikolinergik (contohnya atropin dan ipratropium bromida) bekerja
dengan menghalangi kontraksi otot polos dan pembentukan lendir yang berlebihan
di dalam bronkus oleh asetilkolin. lebih jauh lagi, obat ini akan menyebabkan
pelebaran saluran udara pada penderita yang sebelumnya telah mengkonsumsi
agonis reseptor beta2-adrenergik.
Pengubah leukotrien (contohnya montelukas, zafirlukas dan zileuton)
merupakan obat terbaru untuk membantu mengendalikan asma. obat ini mencegah
aksi atau pembentukan leukotrien (bahan kimia yang dibuat oleh tubuh yang
menyebabkan terjadinya gejala-gejala asma). pengobatan untuk serangan asma
suatu serangan asma harus mendapatkan pengobatan sesegera mungkin untuk
membuka saluran pernafasan. obat yang digunakan untuk mencegah juga
digunakan untuk mengobati asma, tetapi dalam dosis yang lebih tinggi atau dalam
bentuk yang berbeda. Agonis reseptor beta-adrenergik digunakan dalam bentuk
inhaler (obat hirup) atau sebagai nebulizer (untuk sesak nafas yang sangat berat).
Nebulizer mengarahkan udara atau oksigen dibawah tekanan melalui suatu larutan
obat, sehingga menghasilkan kabut untuk dihirup oleh penderita. Pengobatan
asma juga bisa dilakukan dengan memberikan suntikan epinefrin atau terbutalin di
bawah kulit dan aminofilin (sejenis teofilin) melalui infus intravena.
Pengobatan asma jangka panjang salah satu pengobatan asma yang paling
efektif adalah inhaler yang mengandung agonis reseptor beta-adrenergik.
penggunaan inhaler yang berlebihan bisa menyebabkan terjadinya gangguan irama
jantung. jika pemakaian inhaler bronkodilator sebanyak 2-4 kali/hari selama 1
bulan tidak mampu mengurangi gejala, bisa ditambahkan inhaler kortikosteroid,

9
kromolin atau pengubah leukotrien. jika gejalanya menetap, terutama pada malam
hari, juga bisa ditambahkan teofilin per-oral.

2. Keperawatan
a. Primary survey:
1) Airway
Look: pasien terlihat mengalami agitasi, tidak dapat bicara, penurunan
kesadaran.
Listen: terdengar adanya suara pernafasan abnormal. Sumbatan pada laring
atau faring akan menghasilkan suara mendengkur (snoring), berkumur
(gurgling), dan bersiul (crowing sound, stridor). Sumbatan pada faring
dapat memberikan suara parau (hoarseness, disfonia).
2) Breathing
Dipsnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan.
Napas memburuk ketika pasien berbaring terlentang ditempat tidur.
Menggunakan obat bantu pernapasan, misalnya: meninggikan bahu,
melebarkan hidung. Adanya bunyi napas mengi. Adanya batuk berulang.

3) Circultion
Adanya peningkatan tekanan darah. Adanya peningkatan frekuensi
jantung. Warna kulit atau membran mukosa normal/ abu-abu/sianosis.
Kemerahan atau berkeringat dan terjadi syanosis.
b. Secundery survey:
1) Riwayat kesehatan yang lalu:
Kaji riwayat pribadi atau keluarga tentang penyakit paru sebelumnya. Kaji
riwayat reaksi alergi atau sensitifitas terhadap zat/ faktor lingkungan. Kaji
riwayat pekerjaan pasien.
2) Aktivitas
Ketidakmampuan melakukan aktivitas karena sulit bernapas. Adanya
penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan
aktivitas sehari-hari. Tidur dalam posisi duduk tinggi.
3) Pengkajian head to toe

H. PENCEGAHAN
Serangan asma dapat dicegah jika faktor pemicunya diketahui dan bisa dihindari.
serangan yang dipicu oleh olah raga bisa dihindari dengan meminum obat sebelum
melakukan olah raga

10
I. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan
dengan bronkokonstriksi, peningkatan produksi lender, batuk tidak efektif dan
infeksi bronkopulmonal.
2. Gangguan pertukaran gas b/d spasme bronkus
3. Kecemasan b/d hospitalisasi distress pernafasan

11
RENCANA KEPERAWATAN
No Diagnosa NOC NIC
keperawatan
1 Bersihan jalan Setelah dilakukan asuhan  Airway Management
nafas tidak efektif
b/d peningkatan
keperawatan selama 3x24 jam, 1. Posisikan pasien untuk
produksi sekret dan bersihan jalan nafas menjadi efektif memaksimalkan ventilasi
bronkospasme dengan kriteria hasil sebagai berikut : 2. Identifikasi pasien perlunya
 Respiratory status : Airway pemasangan alat jalan nafas
patency buatan
1. Mendemonstrasikan batuk efektif 3. Lakukan fisioterapi dada jika
dan suara nafas yang bersih, perlu
tidak ada sianosis dan dyspneu 4. Keluarkan sekret dengan batuk
(mampu mengeluarkan sputum, efektif
mampu bernafas dengan mudah, 5. Auskultasi suara nafas, catat
tidak ada pursed lips) adanya suara tambahan
2. Menunjukkan jalan nafas yang 6. Berikan bronkodilator bila perlu
paten (klien tidak merasa 7. Atur intake untuk cairan
tercekik, irama nafas, frekuensi mengoptimalkan keseimbangan.
pernafasan dalam rentang 8. Monitor respirasi dan status O2
normal, tidak ada suara nafas
abnormal)
3. Mampu mengidentifikasikan dan
mencegah factor yang dapat
menghambat jalan nafas
2 Gangguan Setelah dilakukan tindakan  Airway Management
pertukaran gas b/d
spasme bronkus
keperawatan selama 3 x 24 jam, 1. Buka jalan nafas, guanakan
diharapkan tidak terjadi gangguan teknik chin lift atau jaw thrust
pertukaran gas, dengan criteria : bila perlu
 Respiratory Status : 2. Posisikan pasien untuk
ventilation memaksimalkan ventilasi
1. Mendemonstrasikan peningkatan 3. Identifikasi pasien perlunya
ventilasi dan oksigenasi yang pemasangan alat jalan nafas
adekuat buatan
2. Memelihara kebersihan paru paru 4. Pasang mayo bila perlu
dan bebas dari tanda tanda 5. Lakukan fisioterapi dada jika
distress pernafasan perlu
3. Mendemonstrasikan batuk efektif 6. Auskultasi suara nafas, catat
dan suara nafas yang bersih, adanya suara tambahan
tidak ada sianosis dan dyspneu 7. Berika bronkodilator bial perlu
(mampu mengeluarkan sputum, 8. Barikan pelembab udara
mampu bernafas dengan mudah, 9. Atur intake untuk cairan
tidak ada pursed lips) mengoptimalkan keseimbangan.
4. Tanda tanda vital dalam rentang 10. Monitor respirasi dan status O2
normal  Respiratory Monitoring
1. Monitor rata–rata, kedalaman,
irama dan usaha respirasi
2. Catat pergerakan dada,amati
kesimetrisan, penggunaan otot
tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan intercostal
3. Monitor pola nafas
4. Monitor kelelahan otot
diagfragma (gerakan paradoksis)
5. Auskultasi suara nafas, catat area
penurunan/tidak adanya ventilasi
dan suara tambahan
6. Tentukan kebutuhan suction
dengan mengauskultasi crakles
dan ronkhi pada jalan napas utama
3 Kecemasan b/d Setelah dilakukan tindakan  Anxiety Reduction (penurunan
hospitalisasi,
distress
keperawatan selama 3 x 24 jam, kecemasan)
pernafasan diharapkan kecemasan pasien 1. Gunakan pendekatan yang
berkurang, dengan criteria : menenangkan
 Anxiety control 2. Nyatakan dengan jelas harapan
1. Klien mampu mengidentifikasi terhadap pelaku pasien
dan mengungkapkan gejala 3. Jelaskan semua prosedur dan apa
cemas yang dirasakan selama prosedur
2. Mengidentifikasi, 4. Temani pasien untuk memberikan
mengungkapkan dan keamanan dan mengurangi takut
menunjukkan tehnik untuk 5. Berikan informasi faktual
mengontol cemas mengenai diagnosis, tindakan
3. Vital sign dalam batas normal prognosis
4. Postur tubuh, ekspresi wajah, 6. Dorong keluarga untuk menemani
bahasa tubuh dan tingkat anak
aktivitas menunjukkan 7. Lakukan back / neck rub
berkurangnya kecemasan 8. Dengarkan dengan penuh
perhatian
9. Identifikasi tingkat kecemasan
10. Bantu pasien mengenal situasi
yang menimbulkan kecemasan
11. Dorong pasien untuk
mengungkapkan perasaan,
ketakutan, persepsi
12. Instruksikan pasien menggunakan
teknik relaksasi
13. Berikan obat untuk mengurangi
kecemasan
DAFTAR PUSTAKA

Doenges M, 2001. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan


Pemdokumentasian Perawatan pasien. Edisi III. EGC:Jakart.

Johnson, Marion . (2000) . Nursing Outcomes Classification / NOC . Missouri : Mosby Inc.

NANDA International. (2010) . Diagnosis Keperawatan : definisi dan klasifikasi 2009-2011.


Jakarta : EGC .

Notoatmojoyo, S, 2003, Ilmu Kesehatan Masyarakat, Rineka Cipta, Jakarta

Mansjoer, A, 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jilid II. Media Aesculapius:Jakarta

Mc. Closkey, Joane C . (1996) . Nursing Interventions Classification / NIC . Missouri :


Mosby Inc.

Setyono, Joko; 2001, Keperawatan Medikal Medah, Salemba Medika, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai