Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

ILEUS OBSTRUKSI

A. DEFINISI
Obstruksi usus atau ilieus adalah gangguan aliran normal isi usus sepanjang
saluran usus (Price, 2012 : 502).
Obstruksi usus dapat didefinisikan sebagai gangguan (apapun penyebabnya)
aliran normal isi usus sepanjang saluran usus. Obstruksi usus terdiri dari akut
dan kronik, partial atau total. (Price & Wilson, 2007).
Obstruksi usus atau illeus adalah obstruksi saluran cerna tinggi artinya disertai
dengan pengeluaran banyak aliran cairan dan elektrolit baik didalam lumen usus
bagian oral dari obstruksi maupun oleh muntah (Syamsuhidayat, 2014 : 842)
Obstruksi usus biasanya mengenai kolon sebagai akibat karsinoma dan
perkembangannya lambat. Sebagian dasar dari obstruksi justru mengenai usus
halus.Obstruksi total usus halus merupakan keadaan gawat yang memerlukan
diagnosis dini dan tindakan pembedahan darurat bila penderita ingin tetap hidup.
B. KLASIFIKASI
Ada dua tipe obstruksi yaitu :
1. Mekanis (Ileus Obstruktif)
Suatu penyebab fisik menyumbat usus dan tidak dapat diatasi oleh peristaltik. Ileus
obstruktif ini dapat akut seperti pada hernia stragulata atau kronis akibat
karsinoma yang melingkari. Misalnya intusepsi, tumor polipoid dan neoplasma
stenosis, obstruksi batu empedu, striktura, perlengketan, hernia dan abses
2. Neurogenik/fungsional (Ileus Paralitik)
Obstruksi yang terjadi karena suplai saraf otonom mengalami paralisis dan
peristaltik usus terhenti sehingga tidak mampu mendorong isi sepanjang usus.
Contohnya amiloidosis, distropi otot, gangguan endokrin seperti diabetes mellitus,
atau gangguan neurologis seperti penyakit parkinson.
C. TANDA DAN GEJALA
1. Nyeri tekan pada abdomen.
2. Muntah.
3. Konstipasi (sulit BAB).
4. Distensi abdomen.
5. BAB darah dan lendir tapi tidak ada feces dan flatus
D. ETIOLOGI
1. Adhesi ( perlekatan usus halus )
Merupakan penyebab tersering ileus obstruktif, sekitar 50-70% dari semua
kasus. Adhesi bisa disebabkan oleh riwayat operasi intraabdominal sebelumnya
atau proses inflamasi intraabdominal. Obstruksi yang disebabkan oleh adhesi
berkembang sekitar 5% dari pasien yang mengalami operasi abdomen dalam
hidupnya. Perlengketan kongenital juga dapat menimbulkan ileus obstruktif di
dalam masa anak-anak.
2. Hernia inkarserata eksternal ( inguinal, femoral, umbilikal,
insisional, atau parastomal )
Merupakan yang terbanyak kedua sebagai penyebab ileus obstruktif, dan
merupakan penyebab tersering pada pasien yang tidak mempunyai riwayat operasi
abdomen. Hernia interna (paraduodenal, kecacatan mesentericus, dan hernia
foramen Winslow) juga bisa menyebabkan hernia.
3. Neoplasma
Tumor primer usus halus dapat menyebabkan obstruksi intralumen, sedangkan
tumor metastase atau tumor intra abdominal dapat menyebabkan obstruksi melalui
kompresi eksternal.
4. Intususepsi usus halus
Menimbulkan obstruksi dan iskhemia terhadap bagian usus yang mengalami
intususepsi. Tumor, polip, atau pembesaran limphanodus mesentericus dapat
sebagai petunjuk awal adanya intususepsi.
5. Penyakit Crohn
Menyebabkan obstruksi sekunder sampai inflamasi akut selama masa infeksi atau
karena striktur yang kronik.
6. Volvulus
Disebabkan oleh adhesi atau kelainan kongenital, seperti malrotasi usus.
Volvulus lebih sering sebagai penyebab obstruksi usus besar.
7. Batu empedu
Batu empedu yang masuk ke ileus. Inflamasi yang berat dari kantong
empedu menyebabkan fistul dari saluran empedu ke duodenum atau usus halus
yang menyebabkan batu empedu masuk ke traktus gastrointestinal. Batu empedu
yang besar dapat terjepit di usus halus, umumnya pada bagian ileum terminal atau
katup ileocaecal yang menyebabkan obstruksi.
8. Struktur yang sekunder yang berhubungan dengan iskhemia, inflamasi, terapi
radiasi, atau trauma operasi.
9. Penekanan eksternal oleh tumor, abses, hematoma, intususepsi, atau penumpukan
cairan.
10. Benda asing, seperti bezoar.
11. Divertikulum Meckel yang bisa menyebabkan volvulus, intususepsi, atau hernia
Littre.
12. Fibrosis kistik dapat menyebabkan obstruksi parsial kronik pada ileum distalis dan
kolon kanan sebagai akibat adanya benda seperti mekonium
E. PATOFISIOLOGI
Semua peristiwa patofisiologik yang terjadi setelah obstruksi usus adalah
sama, tanpa memandang apakah obstruksi tersebut diakibatkan oleh penyebab
mekanik atau non mekanik. Perbedaan utama adalah pada obstruksi paralitik
peristaltik dihambat dari permulaan, sedangkan pada obstruksi mekanik peristaltik
mula-mula diperkuat, kemudian intermitten, dan akhirnya hilang. Sekitar 6-8 liter
cairan diekskresikan ke dalam saluran cerna setiap hari. Sebagian besar cairan
diasorbsi sebelum mendekati kolon. Perubahan patofisiologi utama pada obstruksi
usus adalah adanya lumen usus yang tersumbat, ini menjadi tempat perkembangan
bakteri sehingga terjadi akumulasi gas dan cairan (70% dari gas yang tertelan).
Akumulasi gas dan cairan dapat terjadi di bagian proksimal atau distal usus. Apabila
akumulasi terjadi di daerah distal mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan intra
abdomen dan intra lumen. Hal ini dapat meningkatkan terjadinya peningkatan
permeabilitas kapiler dan ekstravasasi air dan elektrolit di peritoneal. Dengan
peningkatan permeabilitas dan ekstravasasi menimbulkan retensi cairan di usus dan
rongga peritoneum mengakibatakan terjadi penurunan sirkulasi dan volume darah.
Akumulasi gas dan cairan di bagian proksimal mengakibatkan kolapsnya usus
sehingga terjadi distensi abdomen. Terjadi penekanan pada vena mesenterika yang
mengakibatkan kegagalan oksigenasi dinding usus sehingga aliran darah ke usus
menurun, terjadilah iskemi dan kemudian nekrotik usus. Pada usus yang mengalami
nekrotik terjadi peningkatan permeabilitas kapiler dan pelepasan bakteri dan
toksin sehingga terjadi perforasi. Dengan adanya perforasi akan menyebabkan bakteri
masuk ke dalam sirkulasi sehingga terjadi sepsis dan peritonitis.
Masalah lain yang timbul dari distensi abdomen adalah penurunan fungsi usus
dan peningkatan sekresi sehingga terjadi peminbunan di intra lumen secara progresif
yang akan menyebabkan terjadinya retrograde peristaltic sehingga terjadi kehilangan
cairan dan elektrolit. Bila hal ini tidak ditangani dapat menyebabkan syok
hipovolemik. Kehilangan cairan dan elektrolit yang berlebih berdampak pada
penurunanan curah jantung sehingga darah yang dipompakan tidak dapat memenuhi
kebutuhan seluruh tubuh sehingga terjadi gangguan perfusi jaringan pada otak, sel dan
ginjal. Penurunan perfusi dalam sel menyebabkan terjadinya metabolisme anaerob
yang akan meningkatkan asam laktat dan menyebabkan asidosis metabolic. Bila
terjadi pada otak akan menyebabkan hipoksia jaringan otak, iskemik dan infark. Bila
terjadi pada ginjal akan merangsang pertukaran natrium dan hydrogen di tubulus
prksimal dan pelepasan aldosteron, merangsang sekresi hidrogen di nefron bagian
distal sehingga terjadi peningaktan reabsorbsi HCO3- dan penurunan kemampuan
ginjal untuk membuang HCO3. Hal ini akan menyebabkan terjadinya alkalosis
metabolic.
F. PATHWAY
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Sinar x abdomen menunjukkan gas atau cairan di dalam usus
2. Barium enema menunjukkan kolon yang terdistensi, berisi udara atau lipatan
sigmoid yang tertutup.
3. Penurunan kadar serum natrium, kalium dan klorida akibat muntah, peningkatan
hitung SDP dengan nekrosis, strangulasi atau peritonitis dan peningkatan kadar
serum amilase karena iritasi pankreas oleh lipatan usus.
4. Arteri gas darah dapat mengindikasikan asidosis atau alkalosis metabolic.
5. Enteroskopi yaitu meneropong usus dapat dilakukan sebagai refleksi bagian
ligament treiz, sampai permulaan yeyenum.
H. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan obstruksi usus atau illeus adalah :
1. Intubasi nasogastrik dengan pengisap dan menggunakan selang salem sump atau
selang usus panjang (selang cantor, selang harris).
2. Terapi intra vena dengan penggantian elektrolit.
3. Tirah baring.
4. Analgetik.
5. Pembedahan seperti reseksi usus (pengangkatan segmen yang sakit sekostomi
temporer, untuk obstruksi yang disebabkan oleh faktor mekanis.
I. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Data Fokus Pengkajian
A. Anamnesa
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan upaya
untuk pengumpulan data secara lengkap dan sistematis mulai dari
pengumpulan data, identitas dan evaluasi status kesehatan pasien. (Nursalam,
2011).
1. Biodata pasien yang penting meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama,
suku dan gaya hidup.
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama .
Keluhan utama adalah keluhan yang dirasakan pasien pada saat dikaji.
Pada umumnya akan ditemukan pasien merasakan nyeri pada
abdomennya biasanya terus menerus, demam, nyeri tekan lepas,
abdomen tegang dan kaku.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Mengungkapkan hal-hal yang menyebabkan pasien mencari
pertolongan, dikaji dengan menggunakan pendekatan PQRST :
P : Apa yang menyebabkan timbulnya keluhan.
Q :Bagaiman keluhan dirasakan oleh pasien, apakah hilang, timbul atau
terus- menerus.
R : Di daerah mana gejala dirasakan
S : Seberapa keparahan yang dirasakan pasien dengan memakai skala
numeric 1 s/d 10.
T :Kapan keluhan timbul, sekaligus factor yang memperberat dan
memperingan keluhan.
c. Riwayat kesehatan masa lalu
Perlu dikaji apakah pasien pernah menderita penyakit yang sama,
riwayat ketergantungan terhadap makanan/minuman, zat dan obat-
obatan.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah ada anggota keluarga yang mempunyai penyakit yang sama
dengan pasien.
B. Pemeriksan fisik
a. Aktivitas/istirahat
Gejala : Kelelahan dan ngantuk.
Tanda : Kesulitan ambulasi
b. Sirkulasi
Gejala : Takikardia, pucat, hipotensi ( tanda syok)
c. Eliminasi
Gejala : Distensi abdomen, ketidakmampuan defekasi dan Flatus
Tanda : Perubahan warna urine dan feces
d. Makanan/cairan
Gejala : anoreksia,mual/muntah dan haus terus menerus.
Tanda : muntah berwarna hitam dan fekal. Membran mukosa pecah-
pecah. Kulit buruk.
e. Nyeri/Kenyamanan
Gejala : Nyeri abdomen terasa seperti gelombang dan bersifat kolik.
Tanda : Distensi abdomen dan nyeri tekan
f. Pernapasan
Gejala : Peningkatan frekuensi pernafasan,
Tanda : Napas pendek dan dangkal
C. Diagnosa Keperawatan
1. Kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan intake yang
tidak adequat dan ketidakefektifan penyerapan usus halus yang ditandai
dengan adanya mual, muntah, demam dan diaforesis.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi
nutrisi.
3. Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan distensi abdomen
4. Gangguan pola eliminasi: konstipasi berhubungan dengan disfungsi
motilitas usus.
5. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
D. Intervensi
1. Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan distensi abdomen
Tujuan : pola nafas pasien menjadi efektif
Kriteria Hasil: pasien memiliki pola pernafasan: irama reguler, frekuensi:
18-20x/menit, PCH(-)

Intervensi Rasional
1. Kaji status pernafasan: pola, frekuensi, 1. sebagai data dasar mengenai status
kedalaman pernafasan pasien

2. Atur posisi pasien fowler atau semi fowler 2. mengatur posisi pasien bertujuan
Tinggikan kepala tempat tidur 40-60 derajat untukMengurangi penekanan pada paru
akibat distensi abdomen.
3. lakukan teknik latihan nafas dalam 3. nafas dalam dapat membuka ekspansi paru
sehingga paru-paru bisa lebih mengembang
lagi
4. kolaborasi dengan tim medis mengenai 4. hal ini bertujuan untuk memenuhi
pemberian nasal kanul sesuai dengan therapy kebutuhan oksigenasi pasien

2. Kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan intake yang


tidak adequat dan ketidakefektifan penyerapan usus halus yang ditandai
dengan adanya mual, muntah, demam dan diaforesis.
Tujuan : Kebutuhan cairan dan elektrolit terpenuhi, Mempertahankan
hidrasi adekuat dengan bukti membran mukosa lembab, turgor kulit baik,
dan pengisian kapiler baik, tanda-tanda vital stabil, dan secara individual
mengeluarkan urine dengan tepat.
Kriteria Hasil : :
1. Tanda vital normal (N:70-80 x/menit, S: 36-37 C, TD: 110/70 -120/80
mmHg)
2. Intake dan output cairan seimbang
3. Turgor kulit elastic
4. Mukosa lembab
5. Elektrolit dalam batas normal (Na: 135-147 mmol/L, K: 3,5-5,5
mmol/L, Cl: 94-111 mmol/L).
Intervensi Rasional

1. Kaji kebutuhan cairan pasien 1. sebagai data dasar untuk mengetahui


kebutuhan cairan pasien
2. 2. Observasi tanda-tanda vital: N, TD, P, S 2. untuk mengetahui keadaan umum pasien
3. Monitor intake dan output secara ketat 3. untuk Menilai keseimbangan cairan apakah
sudah tepat atau masih kekurangan cairan
4. Kolaborasi dengan medik untuk 4. terapi intra vena diberikan
pemberian terapi intravena untuk memenuhi kebutuhan cairan dan
elektrolit pasien

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi


nutrisi, mual,dan anoreksia
Tujuan: Berat badan stabil dan nutrisi teratasi.
Kriteria Hasil:
1. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
2. Berat badan stabil.
3. Pasien tidak mengalami mual muntah

Intervensi Rasional
1. kaji faktor-faktor individual yang 1. untuk menddapatkan data dasar mengenai
mempengaruhi kemampuan untuk mencerna ststus nitrisi pasien
makanan, mis: status puasa, mual, ileus
paralitik setelah selang dilepas.
2. Auskultasi bising usus; 2. untuk menentukan kembalinya peristaltik (
palpasi abdomen; catat pasase flatus. biasanya dalam 2-4 hari ).
3. ciptakan lingkungan yang nyaman saat 3. lingkungan yang nyaman dapat
pasien makan meningkatka selera makan pasien
4. Kolaborasi dengan tim medis dalam 4. therapy yang tepat dapat mencegah
pemberian obat-obatan sesuai indikasi: muntah. Menetralkan atau menurunkan
Antimetik, mis: proklorperazin (Compazine). pembentukan asam untuk mencegah erosi
Antasida dan inhibitor histamin, mis: mukosa dan kemungkinan ulserasi.
simetidin (tagamet).
5. anjurkan pasien untuk makan sedikit tapi 5. makan sedikit tapi sering dapat
sering mengurangi mual pasien. Dan asupan nutrisi
bisa lebih adekuat.

4. Gangguan pola eliminasi: konstipasi berhubungan dengan disfungsi


motilitas usus
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pola eliminasi
kembali normal.
Kriteria Hasil: Pola eliminasi BAB normal: 1x/hari, dengan konsistensi
lembek, BU normal: 5-35 x/menit, tidak ada distensi abdomen.

Intervensi Rasional
1. Kaji dan catat frekuensi, warna dan 1. untuk mengetahui ada atau tidaknya
konsistensi feces kelainan yang terjadi pada eliminasi fekal.
2. Auskultasi bising usus 2. Mengetahui normal atau tidaknya
pergerakan usus.
3. Kolaborasi dalam pemberian terapi 3. kolaborasi yang tepat dapat ditentukan
pencahar (Laxatif) Therapy yangtepat dalam Membantu
pemenuhan kebutuhan eliminasi pasien
5. Nyeri berhubungan dengan distensi abdomen
Tujuan: rasa nyeri pasien teratasi atau terkontrol
Kriteria Hasil: pasien mengungkapkan penurunan ketidaknyamanan;
menyatakan nyeri pada tingkat dapat ditoleransi, menunjukkan relaks.
Intervensi Rasional
1. Kaji keluhan nyeri, karakteristik dan skala 1. untuk mengetahui kekuatan nyeri yang
nyeri yang dirasakan pesien sehubungan dirasakan pasien dan menentukan tindakan
dengan adanya distensi abdomen selanjutnya untuk mengatasi nyeri.
2. Observasi TTV: N, TD, HR, P tiap shif 2. Nyeri hebat yang dirasakan pasien akibat
adanya distensi abdomen dapat menyebabkan
peningkatan hasil TTV.
3. Ajarkan dan anjurkan tehnik relaksasi tarik 3. Relaksasi nafas dalam dapat mengurangi
nafas dalam saat merasa nyeri rasa nyeri karena otot-otot yang tegang bisa
menjadi rileks
4. Kolaborasi dengan medic untuk terapi 4. Analgetik dapat mengurangi rasa nyeri
analgetik

6. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan.


Tujuan: Kecemasan teratasi.
Kriteria Hasil: pasien mengungkapkan pemahaman tentang penyakit saat
ini dan mendemonstrasikan keterampilan koping positif.

Intervensi Rasional
1 1. Observasi adanya peningkatan kecemasan: 1. Rasa cemas yang dirasakan pasien dapat
wajah tegang, gelisah terlihat dalam ekspresi wajah dan tingkah
laku
2. Berikan penjelasan kepada pasien dan 2. Dengan mengetahui tindakan yang akan
keluarga tentang tindakan yang akan dilakukan akan mengurangi tingkat
dilakukan sehubungan dengan keadaan kecemasan pasien dan meningkatkan
penyakit pasien kerjasama
3. Pertahankan lingkungan yang tenang dan 3. Lingkungan yang tenang dan nyaman dapat
tanpa stres. mengurangi stress pasien berhadapan dengan
penyakitnya
DAFTAR PUSTAKA

Arief, Fatratul Wahyi . 2012. Askep Ileus Obstruktif

Alief. M, dkk, (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: FKUI.

Brunner & Suddarth, (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Alih bahasa Agung

Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta : EGC.

Doengoes.(2000).Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan

Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3.Jakarta: EGC.

Price &Wilson, (2007). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6,

Volume1. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai