Anda di halaman 1dari 7

ranskripsi

1 PANDUAN PELAKSANAAN RUJUKAN PELAYANAN HIV OLEH : TIM


AKREDITASI MDGS RSUD LAHAT TAHUN 2017 BAB I PENDAHULUAN

2 A. Latar Belakang Acruired Immune Deficiensy Syndrome atau yang lebih dikenal dengan
istilah AIDS merupakan penyakit yang ditandai dengan adanya kelainan yang komplek dalam
sistem pertahanan selular tubuh dan menyebabkan korban menjadi sangat peka terhadap
mikroorganisme oportunistik. Penyakit AIDS disebabkan oleh Human Immunodeficiency
Virus atau disingkat dengan HIV. Penyakit ini merupakan penyakit kelamin, yang pada
mulanya dialami oleh kelompok kaum homoseksual. AIDS pertama kali ditemukan di kota
San Francisco, Amerika Serikat. Penyakit ini muncul karena hubungan seksual (sodomi)
yang dilakukan oleh komunitas kaum homoseksual (Varney, 2006: 151). Menurut data
UNAIDS/WHO AIDS Epidemic Update yang dipublikasikan pada 21 November 2007,
diperkirakan 39,5 juta Orang dengan HIV/AIDS (ODHA). Terdapat 4,3 juta infeksi baru pada
2006, 2,8 juta (65 persen) dari jumlah tersebut terjadi di Sub-Sahara Afrika, sedangkan
kawasan Asia Selatan dan Asia Tenggara menyumbang angka (15 persen). Sedangkan kanker
merupakan penyakit atau kelainan pada tubuh sebagai akibat dari sel-sel yang tumbuh
abnormal, diluar batas kewajaran dan tidak terkendali perkembangannya. (Sunaryati, 2011:
12) Kanker mempunyai andil yang besar dalam kasus kematian penduduk dunia. Insidensi
kanker di Asia berkisar 20 kasus baru di antara penduduk. Adapun di negara maju, yaitu 100
kasus per penduduk dan sekitar akan meninggal akibat penyakit ini. Pasien yang menderita
AIDS dan mengalami kanker memperlihatkan adanya gangguan psikologis berupa stres dan
depresi yang ditunjukkan dengan perasaan sedih, putus asa, pesimis, merasa diri gagal, tidak
puas dalam hidup, merasa lebih buruk dibandingkan dengan orang lain, penilaian rendah
terhadap tubuhnya, dan merasa tidak berdaya. (Jeffry dkk, 2006: 157). Berdasarkan latar
belakang tersebutlah maka penulis menyusun makalah mengenai Psikologi pada Pasien
dengan HIV AIDS dan Kanker. B. Rumusan Masalah 1. Apa pengertian HIV AIDS dan
Kanker 2. Apa kebutuhan psikologi pada pasien dengan HIV AIDS dan Kanker 2

3 3. Bagaimana masalah psikologis yang akan terjadi pada pasien dengan HIV AIDS dan
Kanker 4. Apa strategi pemecahan masalah psikologis yang terjadi pada pasien dengan HIV
AIDS dan Kanker 5. Bagaimana sistem rujukan pada pasien HIV AIDS dan Kanker dalam
lingkup masalah psikologi C. Tujuan Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah: 6.
Untuk mengetahui pengertian HIV AIDS dan Kanker 7. Untuk mengidentifikasi kebutuhan
psikologi pada pasien dengan HIV AIDS dan Kanker 8. Untuk memprediksi masalah
psikologis yang akan terjadi pada pasien dengan HIV AIDS dan Kanker 9. Untuk
menjelaskan strategi pemecahan masalah psikologis yang terjadi pada pasien dengan HIV
AIDS dan Kanker 10. Untuk menerangkan sistem rujukan pada pasien HIV AIDS dan
Kanker dalam lingkup masalah psikologi BAB II HIV AIDS A. Definisi HIV (Human
Immunodeficiency Virus) adalah virus penyebab AIDS. HIV tidak dikenal hingga awal tahun
1980-an, dan sejak saat itu telah menginfeksi 3

4 jutaan manusia di seluruh dunia. HIV ditularkan terutama melalui semen, darah dan cairan
serviks. Hasil dari infeksi HIV adalah rusaknya sistem kekebalan tubuh yang akan menjadi
penyebab munculnya AIDS. AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) yaitu sindrom
(kumpulan gejala) menurunnya kekebalan tubuh yang disebabkan oleh HIV. Orang yang
mengidap AIDS sangat mudah tertular oleh berbagai macam penyakit karena sistem
kekebalan tubuh penderita telah menurun. Semua orang yang terinfeksi HIV adalah orang
yang berisiko untuk sakit atau mati akibat infeksi oportunistik dan komplikasi neoplastik
sebagai suatu konsekuensi yang tidak terelakkan dari AIDS (Nugraha, 2006: 125). Untuk
keperluan surveilans AIDS pada remaja dan dewasa (lebih dari 12 tahun), WHO telah
menetapkan sebagai kasus AIDS apabila hasil tes untuk antibodi HIV positif, dan munculnya
satu atau lebih tandatanda/kondisi berikut ini: 1. Berat badan menurun lebih dari 10 persen,
disertai dengan diare kronis atau demam berkepanjangan yang berlangsung lebih dari 1
bulan. 2. Cryptococcal meningitis. 3. Pulmonary atau extrapulmonary tuberculosis. 4.
Sarkoma kaposi. 5. Kerusakan syaraf. 6. Candidiasis pada oesophagus. 7. Pneumonia dengan
episode berulang. 8. Kanker serviks invasif. Tidak ada obat atau vaksin untuk infeksi HIV,
akan tetapi penggunaan antiretroviral yang sangat aktif memberi harapan dalam
memperpanjang usia penderita. (Jerry dkk, 2006: 158) B. Kebutuhan Psikologi Studi yang
dilakukan oleh Meredith (dalam Varney: 2006) yang menanyai wanita HIV positif mengenai
apa yang mereka butuhkan dari perawatan mereka, menjawab: 1. Perawatan personal dan
dihargai 2. Mempunyai seseorang untuk diajak bicara tentang masalahmasalahnya 3.
Jawaban-jawaban yang jujur dari lingkungannya 4. Tindak lanjut medis 5. Mengurangi
penghalang untuk pengobatan 6. Pendidikan/penyuluhan tentang kondisi mereka 4

5 Selain itu beberapa studi lainnya menjelaskan bahwa seorang penderita HIV AIDS
setidaknya membutuhkan bentuk dukungan dari lingkungan sosialnya. Dimensi dukungan
sosial meliputi 3 hal: 1. Emotional support, miliputi; perasaan nyaman, dihargai, dicintai, dan
diperhatikan 2. Cognitive support, meliputi informasi, pengetahuan dan nasehat 3. Materials
support, meliputi bantuan / pelayanan berupa sesuatu barang dalam mengatasi suatu masalah.
(Nursalam, 2007) Dukungan sosial terutama dalam konteks hubungan yang akrab atau
kualitas hubungan perkawinan dan keluarga barangkali merupakan sumber dukungan sosial
yang paling penting. House (2006) membedakan empat jenis dimensi dukungan sosial 1)
Dukungan Emosional Mencakup ungkapan empati, kepedulian dan perhatian terhadap pasien
dengan HIV AIDS yang bersangkutan 2) Dukungan Penghargaan Terjadi lewat ungkapan
hormat / penghargaan positif untuk orang lain itu, dorongan maju atau persetujuan dengan
gagasan atau perasaan individu dan perbandingan positif orang itu dengan orang lain 3)
Dukungan Instrumental Mencakup bantuan langsung misalnya orang memberi pinjaman
uang, kepada penderita HIV AIDS yang membutuhkan untuk pengobatannya 4) Dukungan
Informatif Mencakup pemberian nasehat, petunjuk, sarana. C. Masalah Psikologi Pasien yang
didiagnosis dengan HIV akan mengalami masalah fisik, psikologis, sosial, dan spiritual.
Masalah psikologis yang timbul adalah: 5

6 1. Stres, yang ditandai dengan menolak, marah, depresi, dan keinginan untuk mati. Individu
yang terinfeksi AIDS (atas pemberitahuan dokter), biasanya mengalami shock. Bisa putus asa
(karena shock berat). Penderita mengalami depressi berat, sehingga menyebabakan penyakit
makin lama makin berat, timbul berbagai infeksi opotunistik, penderita makin tersiksa. Biaya
pengobatan tambah besar, macam penyakit tambah banyak, obat yang di beri harus tambah
banyak dan tambah keras, dengan berbagai efek samping, yang memperparah keadaan
penderita. 2. Keyakinan diri yang rendah pada penderita HIV/AIDS akan menyebabkan
penderita mengalami hypochondria. Dimana penderita seringkali memikirkan mengenai
kehilangan, kesepian dan perasaan berdosa di atas segala apa yang telah dilakukan sehingga
menyebabkan mereka kurang menitik beratkan langkah-langkah penjagaan kesehatan dan
kerohanian mereka. Seorang pasien yang telah didiagnosis HIV positif dan mengetahuinya,
kondisi mental penderita akan mengalami fase yang sering disingkat SABDA (Shock, Anger,
Bargain, Depressed, Acceptance). 3. Kecemasan akan HIV/AIDS berkorelasi negatif dengan
Psychological Well Being (kesejahteraan psikologis) Ini menunjukkan bahwa semakin tinggi
tingkat kecemasan pada penderita HIV/AIDS, maka Psychological Well Being (kesejahteraan
psikologis) pada penderita HIV/AIDS akan semakin rendah. Dalam pandangan masyarakat,
ODHA sering dianggap memiliki perilaku yang tercela (orang jahat) dan mereka kemudian
dilihat sebagai orang yang berhak mendapatkan takdir atas perilaku tercela tadi. Pada saat
yang sama masyarakat menyalahkan ODHA sebagai sumber penularan penyakit AIDS.
Pandangan dan pendapat masyarakat tentang HIV/AIDS yang akhirnya menimbulkan stigma
dan 6

7 diskriminasi terhadap ODHA. Menurut The Centre for the Study of AIDS University of
Pretoria, terdapat 2 macam stigma, yaitu: a. Eksternal stigma Eksternal stigma merujuk pada
pengalaman ODHA yang diperlakukan secara tidak wajar/tidak adil dan berbeda dengan
orang lain. Eksternal stigma meliputi: 1) Menjauhi (avoidance), yakni orang-orang menjauhi
ODHA atau tidak menginginkan untuk menggunakan peralatan yang sama. 2) Penolakan
(rejection), yakni orang-orang menolak ODHA. Hal ini dapat dilakukan oleh anggota
keluarga atau teman yang tidak mau lagi berhubungan dengan ODHA atau dapat juga suatu
masyarakat atau kelompok tertentu yang tidak mau menerima ODHA. 3) Peradilan moral
(moral judgement), yakni orang menyalahkan ODHA karena status HIV mereka atau melihat
ODHA sebagai orang yang tidak bermoral. 4) Stigma karena hubungan (stigma by
association), yakni orang yang terkait dengan ODHA (seperti keluarga atau teman dekatnya)
akan terstigma juga karena keterkaitan tersebut. 5) Keenggganan untuk melibatkan ODHA
(unwillingness to invest in PLHA), yakni orang mungkin akan dipinggirkan dalam suatu
organisasi/kelompok karena status HIV mereka. 6) Diskriminasi (discrimination), yakni
penghilangan kesempatan untuk ODHA, seperti ditolak untuk bekerja, ditolak untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan yang memadai atau petugas menolak untuk melayani
ODHA. 7) Pelecehan (abuse), yakni ODHA yang secara fisik ataupun lisan dilecehkan. 8)
Pengorbanan (victimization), sebagai contoh anak-anak yang terinfeksi HIV atau anak yatim
piatu yang orangtuanya meninggal karena AIDS. 9) Pelanggaran hak asasi manusia (abuse of
human right), sebagai contoh pelanggaran asas kerahasiaan seperti membuka status HIV
seseorang pada orang lain tanpa persetujuan yang 7

8 bersangkutan atau dilakukan tes HIV tanpa melakukan informed consent. b. Internal stigma
Internal stigma adalah perasaan tertentu seseorang tentang diri mereka sendiri seperti rasa
malu atau rasa takut ditolak. Internal stigma meliputi: 1) Mengasingkan diri dari pelayanan
atau kesempatan (selfexclusion from services or opportunities), yakni ODHA tidak
menginginkan untuk mendapatkan pelayanan atau tidak bekerja karena mereka takut
diketahui sebagai ODHA. 2) Persepsi terhadap diri sendiri (perception of self), ODHA
memiliki rasa rendah diri karena status HIV mereka yang positif. 3) Penarikan diri secara
sosial (social withdrawal), ODHA akan menarik diri dari hubungan pribadi dan sosial. 4)
Mengganti secara berlebihan (overcompensation), ODHA percaya bahwa mereka seharusnya
memberi lebih dibanding orang lain atau adanya perasaan berhutang jika orang lain bersikap
baik pada mereka. 5) Ketakutan untuk pengungkapan (fear of disclosure), ODHA tidak akan
mengungkapkan status HIV mereka karena mereka takut akan konsekuensinya. D. Strategi
Pemecahan Masalah Mekanisme koping adalah mekanisme yang digunakan individu untuk
menghadapi perubahan yang diterima. Apabila mekanisme koping berhasil, maka orang
tersebut akan dapat beradaptasi terhadap perubahan tersebut. Mekanime koping dapat
dipelajari, sejak awal timbulnya stresor dan orang menyadari dampak dari stresor tersebut.
Kemampuan koping dari individu tergantung dari temperamen, persepsi, dan kognisi serta
latar belakang budaya/norma dimana dia dibesarkan. Mekanisme koping terbentuk melalui
proses belajar dan mengingat. Belajar disini adalah kemampuan menyesuaikan diri (adaptasi)
pada pengaruh faktor internal dan eksternal. Menurut Roy, yang dikutip oleh Nursalam
(2007) mekanisme belajar merupakan suatu proses didalam sistem adaptasi 8

9 (cognator) yang meliputi mempersepsikan suatu informasi, baik dalam bentuk implisit
maupun eksplisit. Belajar implisit umumnya bersifat reflektif dan tidak memerlukan
kesadaran (focal) sebagaimana terlihat pada gambar. Keadaan ini ditemukan pada perilaku
kebiasaan, sensitisasi dan keadaan. Pada habituasi timbul suatu penurunan dari transmisi
sinap pada neuron sensoris sebagai akibat dari penurunan jumlah neurotransmitter yang
berkurang yang dilepas oleh terminal presinap. Pada habituasi menuju ke depresi
homosinaptik untuk suatu aktivitas dari luar yang terangsang terus menerus. Sensitifitas
sifatnya lebih kompleks dari habituasi, mempunyai potensial jangka panjang (beberapa menit
sampai beberapa minggu). Koping yang efektif menempati tempat yang central terhadap
ketahanan tubuh dan daya penolakan tubuh terhadap gangguan maupun serangan suatu
penyakit baik bersifat fisik maupun psikis, sosial, spiritual. Perhatian terhadap koping tidak
hanya terbatas pada sakit ringan tetapi justru penekanannya pada kondisi sakit yang berat.
Lipowski membagi koping dalam 2 bentuk, yaitu: a) Coping style merupakan mekanisme
adaptasi individu meliputi mekanisme psikologis dan mekanisme kognitif dan persepsi. Sifat
dasar coping style adalah mengurangi makna suatu konsep yang dianutnya, misalnya
penolakan atau pengingkaran yang bervariasi yang tidak realistis atau berat (psikotik) hingga
pada tingkatan yang sangat ringan saja terhadap suatu keadaan. b) Coping strategy
merupakan koping yang digunakan individu secara sadar dan terarah dalam mengatasi sakit
atau stresor yang dihadapinya. Terbentuknya mekanisme koping bisa diperoleh melalui
proses belajar dalam pengertian yang luas dan relaksasi. Apabila individu mempunyai
mekanisme koping yang efektif dalam menghadapi stresor, maka stresor tidak akan
menimbulkan stres yang berakibat kesakitan (disease), tetapi stresor justru menjadi stimulan
yang mendatangkan wellness dan prestasi. Beradaptasi terhadap penyakit memerlukan
berbagai strategi tergantung ketrampilan koping yang bisa digunakan dalam menghadapi
situasi sulit. 9

10 Ada 3 teknik koping yang ditawarkan dalam mengatasi stress: a) Pemberdayaan Sumber
Daya Psikologis (Potensi diri) Sumber daya psikologis merupakan kepribadian dan
kemampuan individu dalam memanfaatkannya menghadapi stres yang disebabkan situasi dan
lingkungan. Karakterisik di bawah ini merupakan sumber daya psikologis yang penting. 1)
Pikiran yang positif tentang dirinya (harga diri) Jenis ini bermanfaat dalam mengatasi situasi
stres, sebagaimana teori dari Colley s looking-glass self: rasa percaya diri, dan kemampuan
untuk mengatasi masalah yg dihadapi. 2) Mengontrol diri sendiri Kemampuan dan keyakinan
untuk mengontrol tentang diri sendiri dan situasi (internal control) dan external control
(bahwa kehidupannya dikendalikan oleh keberuntungan, nasib, dari luar) sehingga pasien
akan mampu mengambil hikmah dari sakitnya (looking for silver lining). Kemampuan
mengontrol diri akan dapat memperkuat koping pasien, perawat harus menguatkan kontrol
diri pasien dengan melakukan: (1) Membantu pasien mengidentifikasi masalah dan seberapa
jauh dia dapat mengontrol diri (2) Meningkatkan perilaku menyeleseaikan masalah (3)
Membantu meningkatkan rasa percaya diri, bahwa pasien akan mendapatkan hasil yang lebih
baik (4) Memberi kesempatan kepada pasien untuk mengambil keputusan terhadap dirinya
(5) Mengidentifikasi sumber-sumber pribadi dan lingkungan yang dapat meningkatkan
kontrol diri: keyakinan, agama b) Rasionalisasi (Teknik Kognitif) Upaya memahami dan
mengiterpretasikan secara spesifik terhadap stres dalam mencari arti dan makna stres
(neutralize its stressfull). 10
11 Dalam menghadapi situasi stres, respons individu secara rasional adalah dia akan
menghadapi secara terus terang, mengabaikan, atau memberitahukan kepada diri sendiri
bahwa masalah tersebut bukan sesuatu yang penting untuk dipikirkan dan semuanya akan
berakhir dengan sendirinya. Sebagaian orang berpikir bahwa setiap suatu kejadian akan
menjadi sesuatu tantangan dalam hidupnya. Sebagian lagi menggantungkan semua
permasalahan dengan melakukan kegiatan spiritual, lebih mendekatkan diri kepada sang
pencipta untuk mencari hikmah dan makna dari semua yang terjadi. c) Teknik Perilaku
Teknik perilaku dapat dipergunakan untuk membantu individu dalam mengatasi situasi stres.
Beberapa individu melakukan kegiatan yang bermanfaat dalam menunjang kesembuhannya.
Misalnya, pasien HIV akan melakukan aktivitas yang dapat membantu peningkatan daya
tubuhnya dengan tidur secara teratur, makan seimbang, minum obat anti retroviral dan obat
untuk infeksi sekunder secara teratur, tidur dan istirahat yang cukup, dan menghindari
konsumsi obat-abat yang memperparah keadan sakitnya. E. Sistem Rujukan Selama hari-hari
sulit dimana pasien dengan HIV AIDS, keluarga dapat menjadi sangat tergantung pada
keputusan professional. Oleh sebab itu, seorang tenaga professional hendaknya secara empati
mampu mengarahkan dan memberikan pilihan pada keluarga untuk menemukan tempat
rujukan terbaik, berupa klinik kesehatan mental, layanan psikolog/psikiater atau dokter
dengan spesialisasi kejiwaan. Dalam hal pemberian pengarahan alternatif rujukan ini, Laura
A. Talbot menganjurkan bekerja dengan anggota keluarga dengan jalan: 1) Memberikan
pilihan 2) Membantu mereka mengidentifikasi dan memfokuskan perasaan 3) Mendorong
istirahat dari krisis 4) Memberi pengarahan dalam cara memberi tanggung jawab dan harapan
11

12 BAB III KANKER A. Definisi Kanker adalah penyakit yang tidak mengenal status sosial
dan dapat manyerang siapa saja dan muncul akibat pertumbuhan tidak normal dari sel-sel
jaringan tubuh yang berubah menjadi sel kanker dalam perkembangannya. Sel-sel kanker ini
dapat menyebar ke bagian tubuh lainnya sehingga dapat menimbulkan kematian(varney,
2006: 107). Hal ini sejalan dengan defenisi dari American Cancer Society yang mengatakan
kanker sebagai kelompok penyakit yang ditandai oleh pertumbuhan dan penyebaran sel
abnormal yang tidak terkendali. Sel kanker berbahaya karena dapat menyebabkan kematian
baik secara langsung maupun tidak langsung. Sel kanker tumbuh dengan cepat, sehingga sel
kanker pada umumnya cepat menjadi besar. Sel kanker menyusup ke jaringan sehat
sekitarnya, sehingga dapat digambarkan seperti kepiting dengan kaki-kakinya mencengkram
alat tubuh yang terkena (Sunaryati, 2011: 13). Di samping itu, sel kanker dapat menyebar
(metatasis) ke bagian alat tubuh lainnya yang jauh dari tempat asalnya melalui pembuluh
darah dan pembuluh getah bening sehingga tumbuh kanker baru di tempat lain. Penyeberan
sel kanker ke jaringan sehat pada alat tubuh lainnya dapat merusak alat tubuh tersebut
sehingga fungsi alat tersebut menjadi terganggu. Di sisi lain, bila ditinjau dari aspek gender,
maka jumlah kaum perempuan yang menderita penyakit kanker 12

13 menduduki proporsi yang lebih banyak dibandingkan kaum lelaki. (Varney: 2006: 107)
Manusia mempunyai sifat yang holistik, dalam artian manusia adalah makhluk fisik yang
sekaligus psikologis, yang mana kedua aspek ini saling berkaitan satu sama lain dan saling
mempengaruhi. Sehingga apa yang terjadi dengan kondisi fisik manusia akan mempengaruhi
pula kondisi psikologisnya, dengan kata lain setiap penyakit fisik yang dialami seseorang
tidak hanya menyerang manusia secara fisik saja, tetapi juga dapat membawa masalah-
masalah bagi kondisi psikologisnya. Hal ini dapat kita lihat pada pasien penderita kanker
dimana ketika dokter mendiagnosis bahwa seseorang menderita penyakit berbahaya seperti
kanker. B. Kebutuhan Psikologi Bagi pasien dengan penyakit kanker, terdapat beberapa
kebutuhan yang mampu menurunkan ketegangan akibat masalah-masalah bagi kondisi
psikologisnya, antara lain: 1. Rasa Nyaman, terhindar dari hal-hal yang menyulitkan,
ketenangan. 2. Komunikasi, mendengarkan berbagai keluhan pasien, mendapat informasi
mengenai kebenaran kondisinya, serta perkembangan yang dialaminya setelah mendapat
pengobatan 3. Dukungan Keluarga, merupakan bentuk dukungan terpenting bagi pasien,
membuat mereka merasa masih dibutuhkan Berdasarkan teori kebutuhan dasar manusia dari
Abraham Maslow, kebutuhan pasien dengan penyakit kanker pun dapat dianalisis sebagai
berikut, yaitu: 1. Kebutuhan fisik, pasien dengan kanker tentu membutuhkan nutrisi, cairan,
oksigenasi, eliminasi, istirahat, tidur, dan sebagainya, hanya saja berbeda dengan dalam hal
pemenuhannya bagi tiap jenis kanker. 2. Kebutuhan rasa aman dan perlindungan, lebih
kepada psikologis pasien, dalam hal inilah dibutuhkan peran tenaga kesehatan guna
meyakinkan bahwa pasien sedang menjalani pengobatan dengan aman. 13

14 3. Kebutuhan rasa cinta, berupa kasih saying, kehangatan, persahabatan, mendapat tempat
bukan hanya ditengah keluarga, juga kelompok social dan sebagainya. 4. Kebutuhan akan
harga diri, perasaan dihargai orang lain, guna memperoleh kekuatan, rasa percaya diri untuk
menjalani kehidupan. 5. Kebutuhan aktualisasi diri, kebutuhan untuk berkontribusi pada
orang lain, hal ini dapat diwujudkan dengan ikut serta dalam kelompok / grup komunitas
penderita kanker, sehingga penderita bisa saling berbagi dan saling berkontribusi satu sama
lain. (Uliyah, 2006: 3) C. Masalah Psikologi Kemungkinan terjadinya gangguan psikologi
seperti depresi, kecemasan, kemarahan, perasaan tidak berdaya dan tidak berharga dialami
antara 23%-66% pasien kanker. Diperkirakan saat ini ada sekitar 25% pasien kanker yang
mengalami depresi berat. a) Stress Salah satu pengobatan yang harus dijalani pasien kanker
adalah radioterapi. Radioterapi memberikan dampak fisik dan psikis terhadap penderitanya.
Dampak fisik tersebut berupa bentuk tubuh tidak indah lagi, rambut rontok, kulit menghitam,
susah menelan, makan tidak enak, mual, muntah, dan terasa nyeri pada luka bekas operasi.
Dampak psikisnya dapat berupa perasaan cemas, was-was, khawatir, takut, tegang, distres,
bingung, dan kekhawatiran terhadap perubahan sikap orang-orang terdekat. b) Kecemasan
Perawatan di rumah sakit merupakan salah satu hal yang cukup mencemaskan bagi pasien,
misalnya ketika akan dilakukan operasi dan merasa tidak nyaman atau mengalami rasa sakit
setelah dilakukannya operasi. Setelah operasi, penderita kanker seringkali mengalami
perasaan kecewa ketika harus kehilangan salah satu organ tubuh Selain itu, pendekatan yang
tidak personal dari dokter, perawat ataupun 14

15 pegawai rumah sakit menyebabkan pasien merasa hanya menjadi objek pemeriksaan
semata. Dalam kondisi demikian, seorang seringkali mengalami kehilangan identitas diri dan
kehilangan kontrol atas tubuh, lingkungan fisik dan sosialnya, sehingga membuat pasien
kurang nyaman menjalani pemeriksaan dan perawatan di rumah sakit. c) Depresi Secara
umum ada tiga bentuk respon emosional yang bisa muncul pada pasien penyakit kronis
seperti kanker, yaitu penolakan, kecemasan dan depresi. Dalam keadaan tersebut sangat sulit
bagi pasien kanker untuk dapat menerima dirinya karena keadaan dan penanganan penyakit
kanker ini dapat menimbulkan stres yang terus-menerus, sehingga tidak hanya mempengaruhi
penyesuaian fisik tapi juga penyesuaian psikologi individu. d) Gangguan Kualitas Hidup
Penyakit kanker juga berkaitan dengan kualitas hidup penderitanya. Kualitas hidup terdiri
atas empat dimensi, yaitu kesejahteraan fisik, psikologis, fungsional, dan sosial. Salah satu
bentuk penurunan kualitas hidup yang banyak dialami pasien kanker adalah terjadinya
penurunan kesejahteraan psikologis. Kesejahteraan psikologis adalah gambaran kesehatan
psikologis individu berdasarkan pemenuhan kriteria fungsi psikologis positif individu
tersebut (positive psychological functioning). Fungsi psikologis positif yang dimaksud adalah
enam kriteria dasar yang disarikan dari teori-teori psikologi kepribadian, kesehatan mental,
maupun psikologi perkembangan. Adapun kriterianya adalah penerimaan diri, hubungan
positif dengan orang lain, kemandirian, penguasaan lingkungan, tujuan hidup, dan
pertumbuhan pribadi. D. Strategi Pemecahan Masalah 1) Strategi Koping 15

16 Perilaku atau usaha yang dilakukan individu dalam menyesuikan diri maupun
menghindari hal-hal yang menekannya atau proses mengatasi kondisi yang mengancam
disebut strategi koping. Lazarus dan Folkam membagi koping menjadi 2 macam fungsi,
yaitu; (1) Problem focus coping yaitu perilaku koping yang berpusat pada masalah. Individu
akan mengatasi dengan mempelajari cara-cara atau ketrampilan-ketrampilan yang baru.
Individu cenderung menggunkan strategi ini bila dirinya yakin akan dapat mengubah situasi;
(2) Emotion focused coping, yaitu perilaku koping yang berpusat pada emosi digunakan
untuk mengatur respon emosional terhadap stress 2) Pengobatan Paliatif Strategi yang
dilakukan dapat pula berupa pengobatan paliatif diberikan untuk meningkatkan kualitas hidup
pasien yang menderita penyakit yang serius atau membahayakan jiwa. Tujuan dari
pengobatan paliatif adalah mencegah atau merawat sedini mungkin gejala-gejala penyakit
dan efek samping yang disebabkan dari pengobatan penyakit tersebut, serta masalah-masalah
psikologi. Pengobatan paliatif diantaranya: a) Mengurangi rasa sakit dan gejala tidak nyaman
lainnya b) Menegaskan arti kehidupan dan memandang kehidupan sebagai suatu proses yang
normal c) Tidak bertujuan untuk membantu pasien hidup seaktif mungkin sampai saatnya
meninggal d) Menawarkan dukungan untuk membantu keluarga pasien agar tabah selama
pasien sakit serta disaat-saat sedih dan kehilangan e) Menggunakan pendekatan secara tim
untuk menjawab kebutuhan pasien dan keluarganya, termasuk dukungan disaat-saat sedih dan
kehilangan 16

17 f) Meningkatkan kualitas hidup, dan memberikan pengaruh positif selama sakit g) Dapat
diterapkan sejak awal pengobatan penyakit, bersamaan dengan terapi-terapi lain yang
bertujuan untuk memperpanjang hidup E. Sistem Rujukan Rujukan dalam kondisi optimal
dan tepat waktu ke fasilitas yang lebih baik diharapkan mampu menanggulangi gangguan
psikologi kanker sedini mungkin. Tempat rujukan yang dipilih harus: memiliki tenaga
spesialis yang khusus menangani kanker, mempunyai sarana terapi kanker yang memadai
layanan psikolog/psikiater dokter dengan spesialisasi kejiwaan. Dalam hal ini pun perlu
kerjasama dengan anggota keluarga guna pengambilan keputusan yang tepat. 17

18 BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Dari penjelasan sebelumnya dapat disimpulkan


bahwa: 1. HIV AIDS dan Kanker adalah penyakit yang mampu menyebabkan masalah
psikologi pada penderitanya, berupa stress, kecemasan dan depresi 2. Dukungan merupakan
hal yang paling dibutuhkan baik bagi pasien HIV AIDS maupun kanker 3. Strategi yang
digunakan dalam pemecahan masalah psikologi adalah metode koping dan pengobatan
paliatif 4. Rujukan dilakukan dengan kerjasama anggota keluarga menuju psikolog atau ahli
kejiwaan yang tepat. B. Saran 1. Setelah mengetahui masalah-masalah psikologis pada
penderita HIV AIDS dan Kanker diharapkan kita mampu menjaga pola hidup sehat agar
terhindar dari penyakit-penyakit tersebut. 2. Supaya kita lebih peka untuk memberi dukungan
pada penderita HIV AIDS dan Kanker yang berada disekitar kita. 18

Anda mungkin juga menyukai