PENDAHULUAN
terhadap kecurigaan ataupun bukti fokus infeksi pada neonatus. Infeksi bisa
1000 kelahiran hidup tapi lebih tinggi kejadiannya pada BBLR. Sepsis
Banyak agen penyebab yang menginfeksi bayi baru lahir di utero, intra
dan post-partum. Infeksi dapat disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan
protozoa.2
1
1.2 Tujuan Penulisan
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sepsis neonatorum adalah sindroma klinis dengan gejala infeksi sitemik dan
diikuti dengan bakteremia yang terjadi pada bulan pertama kehidupan.6 Sepsis neonatal
merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas baik pada bayi aterm maupun
bayi preterm, infeksi aliran darah bersifat invasif dan ditandai ditemukannya bakteri
dalam cairan tubuh seperti darah, cairan sumsum tulang atau air kemih. Keadaan ini
sering terjadi pada bayi berisiko, misalnya pada berat bayi lahir rendah (BBLR), bayi
dengan sindrom gangguan nafas atau bayi lahir dari ibu berisiko. Sepsis merupakan
suatu proses berkelanjutan mulai dari infeksi, SIRS, sepsis, sepsis berat, syok septik,
disfungsi multiorgan, dan akhirnya kematian.7
Walaupun terdapat kemajuan di dalam perawatan neonatus dengan meningkatnya
survival, dan menurunnya komplikasi pada bayi preterm, namun sepsis masih
menyebabkan kesakitan dan kematian, terutama pada BBLR < 1500 gram di ruang
Neonatus Intensive Care Unit (NICU).8
Gambar 2.1. Hubungan antara respon inflamasi sistemik sindrom ( SIRS), sepsis dan
infeksi. Infeksi tidak selalu disertai dengan respon inflamasi dan SIRS dapat terjadi
tanpa disertai oleh infeksi. Bila SIRS terjadi bersama-sama dengan infeksi disebut
sebagai sepsis.7
3
Dari Child Health Research Project Special Report: Reducing perinatal and
neonatal mortality (1999) dikemukakan bahwa 42% kematian bayi terjadi karena
berbagai bentuk infeksi seperti infeksi saluran pernafasan, tetanus neonatorum, sepsis
dan infeksi gastrointestinal. Morbiditas tetanus neonatal sudah banyak mengalami
perbaikan, tetapi kematian disebabkan sepsis belum memperlihatkan perbaikan
bermakna. Di Negara yang sedang berkembang, lebih dari setengah kematian neonatus
disebabkan oleh sepsis neonatal. Tingginya angka kematian ini karena banyaknya
kendala yang dihadapi dalam penanganan sepsis neonatus. Hambatan utama dalam
tatalaksana tersebut adalah kesulitan diagnosis dini.8
Berdasarkan umur dan onset timbulnya gejala, sepsis neonatorum dapat dibagi
menjadi dua sebagai berikut:9
1. Sespis awitan dini (SAD)/Early onset sepsis neonatal, merupakan infeksi
perinatal yang terjadi segera dalam periode pascanatal (kurang dari 72 jam) dan
biasanya diperoleh pada saat proses kelahiran. Menurut Sagori, Early Onset
Neonatal Sepsis didefinisikan sebagai adanya infeksi bakteri pada darah maupun
cairan otak dari bayi yang berumur 7 hari pertama dari kehidupannya. Penyebab
infeksi saluran genital ibu, organisme penyebab diantaranya Streptococcus group
B, Eschericia coli, Listeria non typic, Haemophilus influenza dan enterococcus.10
Incidence rate sepsis neonatorum awitan dini adalah 3,5 kasus per 1.000
kelahiran hidup dan 15-50% pasien tersebut meninggal. Di Amerika Serikat
insiden Early Onset Neonatal Sepsis adalah 3-4 kasus per 1000 kelahiran.
Dengan berkembangnya perawatan di bidang kebidanan dan neonatus, akan
menurunkan insiden SAD. Centres for Disease Control and Prevention (CDC)
Amerika Serikat merekomendasikan pemakaian antibiotika sebagai profilaksis
intrapartum untuk mencegah penyakit-penyakit perinatal oleh karena group β
Streptococcus. Saat ini insiden group β Streptococcus khususnya pada SAD
terjadi penurunan menjadi 0,3 - 0,4 kasus per 1000 kelahiran.
2. Sepsis awitan lambat (SAL)/Late onset sepsis neonatal, merupakan infeksi
pascanatal (lebih dari 72 jam) yang diperoleh dari lingkungan sekitar atau
rumah sakit (infeksi nosokomial). Disebut juga infeksi dengan transmisi
horizontal, dengan angka mortalitas 10-20%.
4
Berat lahir memegang peranan penting pada terjadinya sepsis neonatal. BBLR
adalah bayi lahir dengan berat < 2500 gram, tanpa memperhatikan usia kehamilan.
Dilaporkan bahwa bayi dengan berat lahir rendah mempunyai risiko 3 kali lebih
tinggi terjadi sepsis dari pada bayi dengan berat lahir > 2500 gram. Makin rendah
berat lahir, makin tinggi angka kejadian sepsis yang biasanya disertai defisiensi
imun.11,12
2.2 Etiologi
Penyebab terjadinya sepsis neonatus adalah infeksi bakteri, virus, jamur, atau
protozoa. Penyebab paling sering sepsis awitan dini adalah Streptococcus group B
dan bakteri enterik yang didapat dari saluran kelamin ibu. Sepsis awitan lambat dapat
disebabkan oleh Streptococcus group B, virus herpes simplek (HSV), enterovirus dan
E. Coli.8
Pada bayi dengan berat badan lahir sangat rendah, Candida dan stafilokokus
koagulase-negatif, merupakan patogen paling sering pada sepsis. Di FK UI / RSCM
selama tahun 2002 kuman yang ditemukan pada awitan dini berturut-turut
Enterobacter Sp., Acinetobacter dan E. Coli Sp.13,14
Berlainan dengan awitan dini, pada awitan lambat kuman yang ditemukan
biasanya terdiri dari kuman nosokomial. Keadaan ini sering terjadi pada bayi yang
dirawat di ruang intensif neonatus, bayi kurang bulan yang mengalami perawatan lama,
nutrisi parenteral berlarut-larut, infeksi yang bersumber dari peralatan perawatan bayi,
infeksi nosokomial atau reaksi silang dari bayi lain atau dari tenaga medis yang merawat
bayi. Dalam penelitian di FKUI/RSCM pada awitan lambat tersebut ditemukan kuman
Enterobacter Sp., Klebsiella Sp., dan Acinetobacter Sp., dan E. Coli Sp. Selain
perbedaan kuman, faktor risiko juga berbeda pada kedua kelompok sepsis neonatal.15
5
Tabel 2.1. Organisme yang dapat diisolasi dari neonatus yang terinfeksi.7
Organisme Persentase isolate
Gram Negatif
Escherichia coli 30,6 – 56 %
Klebsiella pneumonia 3,7 – 12,9 %
Actinobacillus species 8 – 19 %
Enterobacter species 3,5 – 5,7 %
Pseudomonas aeruginosa 2,8 – 4,7 %
Citrobacter species 4,7 %
Pasteurella species 3,7 %
Salmonella species 2,8 – 3,7 %
Serratia marcescens 2,8 – 3,7 %
Gram-positif
β-hemolytic streptococci 1,2 – 5,6 %
Other streptococci 7,1 %
Staphylococcus species 2,8 – 3,7 %
Clostridium species 2,4 – 3,7 %
Faktor Anak : asfiksia perinatal, berat lahir rendah, bayi kurang bulan, prosedur
invasif, kelainan bawaan.
6
Tabel 2.2. Gambaran klinis sepsis neonatal.14
Variabel klinik :
1. Suhu tubuh yang tidak stabil.
2. Laju nadi > 100 x/menit atau < 100 x/menit.
3. Laju nafas < 60 x/menit dengan retraksi atau desaturasi oksigen.
4. Letargi
5. Intoleransi glukosa (plasma glukosa > 10 mmol/L.
6. Intoleransi minum.
Variabel Hemodinamik :
1. Tekanan darah < 2 SD menurut usia bayi.
2. Tekanan darah sistolik < 50 mmHg (bayi usia 1 hari).
3. Tekanan sistolik < 65 mmHg (bayi usia < 1 bulan)
Variabel Inflamasi :
1. Leukositosis (> 34.000 x 109/L)
7
Divisi Perinatologi FK UI/RSCM mencoba melakukan pendekatan diagnosis
dengan menggunakan faktor risiko dan mengelompokkan dalam 2 kelompok yaitu
faktor risiko mayor dan minor (tabel 2.).13
Tabel 2.3. Pengelompokan faktor risiko.13
Risiko Mayor Risiko Minor
20.000/mm3
8
Pasien ditetapkan sepsis bila terdapat ≥ 2 faktor tersebut, dan hal ini
mempunyai sensitivitas 93 % dan spesifisitas 88 %. Kriteria di atas juga dapat
mendeteksi sepsis neonatus awitan lambat dengan sensitivitas dan spesifisitas
berturut-turut: 88 % dan 74 %.
9
Infeksi oleh gram negatif merupakan penyebab sepsis terbanyak pada
neonatus, lipopolisakarida (LPS) biasanya turut terlibat di dalamnya. Saat masuk ke
dalam sirkulasi LPS berikatan dengan LPS-binding protein (LBP), kemudian ikatan
LPS kompleks berikatan dengan reseptor yang terdapat pada permukaan sel fagosit
mononuklear (mCD14) atau di dalam sirkulasi (sCD14). CD14 juga berikatan dengan
PG dan LTA dari bakteri gram positif. Ini menunjukkan jalur aktivasi seluler infeksi
bakteri gram positif. LPS-LBP-CD14 atau PG-LTA-CD14 kompleks kemudian
bereaksi terhadap aktivasi seluler dari fagosit mononuklear melalui TLR mengirim
sinyal melalui membran sel. Berbagai tipe TLRs dapat diidentifikasi pada sepsis
mamalia spesies dan beberapa bukti menyatakan bahwa tipe TLR ini dapat digunakan
untuk membedakan mikrobial patogen.8
Aktivasi seluler juga terjadi sebagai akibat dari terbentuknya reaksi stres oksidatif
di dalam fagosit mononuklear diikuti stimulasi oleh proinflamasi seperti TNFα,
endotoksin atau exotoksin. Respon inflamasi terjadi tergantung pada dihasilkannya
terutama oleh fagosit mononuklear beberapa mediator inflamasi meliputi sitokin
proinflamasi (TNFα, IL-1, IL-6), enzim proinflamasi (seperti inducible ntric oxide
10
FIRS, kemudian terjadi sepsis, sepsis berat, syok septik, disfungsi multi organ, dan
akhirnya kematian.6,14
Tabel 2.5 Patofisiologi dan perjalanan penyakit infeksi pada neonatus.14
Bila ditemukan dua atau lebih keadaan :
- Laju nafas > 60x/mnt dengan / tanpa
retraksi dan desaturasi O2.
Tahap awal mungkin terbatas hanya gejala seperti takipnea, apnea, atau
takikardia, namun gambaran klinis dan pemeriksaan laboratorium secara menyeluruh
akan menggambarkan kelainan lainnya. Berbagai gejala bisa mengesankan penyakit
respiratorik, gastrointestinalis, atau sistem saraf pusat, kejang bisa disebabkan oleh
hipokaemia, hipoglikemia akibat septikemia atau oleh peradangan sistem saraf
pusat.14,17
11
2.5 Diagnosis
Paparan infeksi neonatus dapat terjadipada saat proses kehamilan, persalinan
dan kelahiran atau dapat pula timbul beberapa waktu setelah bayi lahir. Biasanya
dikelompokkan dalam bentuk infeksi paparan dini SAD, dimana gambaran sepsis
terlihat dalam 3-7 hari pertama setelah lahir. Setelah proses kelahiran, infeksi biasanya
berasal dari kuman lingkungan sekitar dan invasi terjadi melalui saluran pernafasan,
saluran pencernaan atau melalui kulit yang terinfeksi. Kelompok sepsis ini dikenal
sebagai bentuk SAL (Late Onset Sepsis). Selain berbeda dari waktu paparan, kedua
infeksi ini berbeda juga dalam faktor risiko dan kuman penyebab infeksi. Selanjutnya
baik patogenesa dan gambaran klinisnya penderita tidak banyak berbeda.18,19
Pemeriksaan laboratorium yang dapat menunjang di dalam menegakkan
diagnosis sepsis adalah: 20,21,22,10
1. Kultur Darah
Kultur darah (biakan darah) merupakan baku emas (gold standar) dalam
diagnosis, dan membutuhkan waktu 3-5 hari untuk mendapatkan hasilnya.
Kultur darah dapat dilakukan baik pada kasus sepsis awitan dini maupun sepsis
awitan lambat.
2. Pewarnaan Gram
Pemeriksaan dengan pewarnaan Gram ini dilakukan untuk membedakan apakah
bakteri penyebab sepsis termasuk golongan bakteri Gram positif atau Gram
negatif. Pemeriksaan atau identifikasi awal kuman dengan pengecatan gram
dapat dilaksanakan di rumah sakit dengan fasilitas laboratorium terbatas dan
bermanfaat dalam menentukan diagnosis sepsis sebelum didapatkan hasil
pemeriksaan kultur darah.
3. Pemeriksaan Hematologi.
Langkah diagnosis sepsis pada neonatus meliputi hitung sel darah putih/WBC
(White Blood Cell) dengan diferensiasinya, hitung trombosit, I/T ratio,
Pemeriksaan darah untuk sepsis neonatus: hitung sel darah putih dan
diferensiasinya, hitung neutrofil absolut dan ratio immature terhadap neutrofil
total dalam darah telah digunakan dengan luas sebagai tes penyaring adanya
sepsis pada neonatus, namun tidak satupun dari pemeriksaan ini dapat
digunakan dalam menetapkan penyebab utama sepsis pada neonatus.21,22
12
Nilai neutrofil normal, tergantung pada usia bayi, dengan nilai tertinggi pada
umur 12-14 jam pertama kehidupan bayi (range 7.800 – 14.500 sel/mm3).
Selama 72 – 240 jam dari kehidupan awal bayi, nilainya berkisar 2.700 (5th
percentile) – 13.000 sel/mm3 (95th percentile) pada bayi cukup umur (full
term). Hitung imatur neutrofil absolut tertinggi pada 12 jam pertama setelah
lahir. Bila rasio neutrofil imatur dibanding neutrofil total > 0,16 hal ini
menunjukkan adanya infeksi bakteri.17,23
Sebaliknya nilai maksimum ratio immature terhadap hitung total sel
darah putih (I/T ratio) 0,16 saat lahir dan mencapai nilai terendah (Nadir) 0,12
sejalan dengan waktu setelah lahir. NIlai tunggal I/T ratio (>0,3) mempunyai
nilai negative predictive value (NPV) 99 %, tetapi nilai PPV sangat jelek (25 %)
untuk sepsis neonatus.17
Ada dua metoda pemeriksaan untuk menghitung nilai I/T ratio sebagai berikut :
a. Metoda Manual
Rumus untuk menghitung I/T ratio adalah sebagai berikut :
Imatur Granulosit + Stab
I/T ratio =
Total Neutrofil
b. Metoda Otomatis
Metoda ini menggunakan inovasi baru yang telah menemukan alat
hematologi otomatis untuk mengidentifikasi dan menghitung granulosit muda
sehingga dapat meningkatkan kualitas dan biaya dalam pemeriksaan
laboratorium. Hasil pembacaan jenis leukosit dibaca dengan alat CELL-DYN
Rubby kemudian dilakukan perhitungan sesuai rumus perhitungan I/T ratio.24
4. Procalcitonin (PCT)
PCT adalah sebagai alat diagnostik untuk mengidentifikasi infeksi bakteri
berat dan dapat diandalkan untuk mengindikasikan suatu komplikasi sekunder
akibat inflamasi sistemik pada tubuh, sebagai petanda diagnosis sepsis bakterial.
Jumlah PCT meningkat dalam kasus sepsis serta reaksi inflamasi sistemik berat
yang lain. PCT lebih dapat diandalkan untuk mengikuti perjalanan penyakit
pasien dalam kondisi sepsis serta reaksi inflamasi berat yang lain jika
13
dibandingkan dengn parameter lain yang juga meningkat dalam kondisi
tersebut.8,20
neonatus atau membuat diganosis sepsis lebih sulit. Respiraory distress syndrom
akibat defisensi surfaktsn bisa terjadi bersamaan dengan pneumonia bakterial. Karena
sepsis bakterail sangan cepat mengalami progresif, petuga kesehatan harus waspada
akan gejala dan tanda sepsis. Diferensial doagnosis untuk sepsis antara lain di tabel
2.6. 1
14
2.7 Tatalaksana
Terapi terhadap kecurigaan sepsis ditentukan oleh pola penyakit dan
organisme sesua dengan umur neonatus dan flora yang ada di bangsal. Ketika
hasil kultur sudah diperoleh pemberian terapi antibiotik harus segera dilakukan
baik secara intravena maupun intramuskular (jarang). Terapi empirik awal untuk
dan listeria.1,5
kandida. Oleh karena itu obat antistafilokokus (oxacillin atau nafcillin untuk S.
Aureus atau lebih sering vankomisisn untuk stafilokokus koagulase negatif atau
dengan flukonazol untuk BBL resiko tinggi yaitu BBLSR (<1000gram) atau umur
Ketika hasil kultur sudah dan sensitifity test sudah didapatkan, terapi
antbiotik disesuaikan. Untuk hampir bakteri enterik gram negatif ampisilin dan
anaerob. 1
15
Terapi dilanjutkan sampai hari ke 7 atau ke 10 atau paling sedikit 5
sampai 7 hari setelah didapatkan respon klinis. Kemudian kultur darah 24-48 jam
setelah terapi inisial harus dilakukan. Biasanya hasilnya akan negatif, jika hasil
16
2.8 Komplikasi dan Prognosis
Komplikasi sepsis neonatorum akbiat bakteri anatar lain endokarditis,
emboli septik, pembentukan abses, septik join dengan disabiility residual dan
endokarditis, endoftalmitis dan abses pada ginjal, hepar, paru, dan otak. Sekuele
dari sepsis dihasilkan dari syok septik, DIC, organ failure 1,5
Tabel 2.8 Mortality rate untuk sepsis neonatal menurut bakteri penyebab. 1
17
2.9 Pencegahan
GBS sudah dinyatakan sebagai penyebab utama early neonatal sepsis
hamil pada pemeriksaan antenatal dan pemberian atibiotik bila ditemukan kuman
18
BAB III
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : By. Ny J
No. MR : 52.11.55
ANAMNESIS
Keluhan Utama : Bayi sesak sejak lahir
- Bayi baru lahir dengan Berat badan 3400 gram, Panjang Badan 47 cm, lahir SC
a.i. Fetal Distress Polihidramnion, preterm di tolong oleh dokter, cairan ketuban
jernih.
- Saat lahir, bayi tidak langsung menangis, 1 menit kemudian bayi menangis tidak
- Sesak nafas sejak lahir, sudah dibantu dengan tetapi resusitasi aktif tetapi sesak
tidak berkurang.
- Telah diberikan inj Vit K 0,5 mg dan obat tetes mata gentamisin ODS
19
Riwayat Persalinan :
Kesan : anak lahir SC a.i. Fetal distress dan Polihidramnion kurang bulan
Riwayat Keluarga :
Ayah Ibu
Penghasilan : +1.500.000 -
20
Saudara Kandung Umur Keadaan sekarang
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Umum
Kulit : kemerahan
21
Thorax :
Perkusi : Timpani
Genitalia :
Anggota gerak : akral hangat, CRT > 3 detik, turgor kembali lambat
22
Pemeriksaan Laboratorium (22-05-2019)
Darah :
Kesan : Leukositosis
Trombositopenia
DAFTAR MASALAH
- Sesak napas
- Preterm
DIAGNOSIS KERJA
DIAGNOSIS BANDING
PENATALAKSANAAN
Amphisilin 2x170 mg IV
Gentamisin 1 x 107 mg IV
23
FOLLOW UP PASIEN
22 Mei 2019
S/ Sesak nafas sudah berkurang
Demam tidak ada
Kejang tidak ada
Muntah tidak ada
BAK sudah keluar, BAB belum
24
FOLLOW UP PASIEN
23 Mei 2019
S/ Sesak tidak ada
Demam tidak ada
Kejang 1 x
OGT mengalir warna kecoklatan
BAB (-), BAK (+)
O/ Bayi dalam incubator
Kurang aktif
HR : 135 kali / menit RR: 56 x ventilator T=37,50C
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)
Thorax : Retraksi dinding dada minimal
Suara nafas vesikuler, rhonki tidak ada, wheezing tidak ada.
Irama jantung regular, bising tidak ada
Abdomen : distensi ada, bising usus (+) normal, turgor kembali lambat
Ekstremitas: CRT < 3 detik
Hasil Lab
Albumin : 3,23 g/dl
Total protein : 4,6 g/dl
GDR I : 26
GDR II : 48
CaAs : 7,33
A/ Early Onset Sepsis
Hipoglikemi
Hipoalbuminemia
Hipokalsemi
P/ Inj Ampicilin 170 mg 2x1 Advise
Inj Gentamicin 17 mg 1x1 I. Ca 1,7 + aqua 1,7 selama 1 jam
Sibital 0,8 cc IM II. Ca 6,8 +aqua 6,8 selama 6 jam
IVFD : D 10% + ca glukonas 100 cc 9 tpm Koreksi Calsium
Aminosteni infan 60 cc/24 jam
Transfusi Albumin 17 ml selama 10 jam
25
FOLLOW UP PASIEN
24 Mei 2019
S/ Sesak (+)
Oedema (+)
Demam tidak ada
Kejang tidak ada
Muntah tidak ada
Cairan lambung coklat
BAB (+), BAK (+)
O/ Kurang aktif
HR : 139 kali/ menit RR: 65 x/mnt T=37,1 0C
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)
Thorax : Retraksi dinding dada (-)
Suara nafas vesikuler, rhonki tidak ada, wheezing tidak ada.
Irama jantung regular, bising tidak ada
Abdomen : distensi tidak ada, bising usus (+) normal
Ekstremitas: CRT < 3 detik
Bayi rawat dalam incubator, terpasang CPAP
Bayi masih puasa OGT dekompresi
Koreksi kalsium sudah selesai jam 20.00 wib
Transfusi albumin sudah selesai jam 23.30 wib
Hasil lab
Ca : 9,60 K : 3,48 Cl: 103,3 Na : 135,1 GDR : 96
A/ Early Onset sepsis perbaikan
Hipokalemia
P/ Terapi lanjut
CPAP FiO2 25% peep 7 mmHg
IVFD Kogtil 11ml/jam
Ampicilin 2 x 170 mg
Gentamicin 1 x 17 mg
Sibital 2 x 8 mg IV
Aminosteni Infan 80 ml/24 jam
Ranitidin 2x 3,5 mg iv
26
FOLLOW UP PASIEN
25 Mei 2019
S/ Sesak (+)
Oedema (+)
Demam tidak ada
Kejang tidak ada
Muntah tidak ada
BAB (+), BAK (+)
Bayi rawat dalam incubator terpasang CPAP
Intake masuk, toleransi baik
O/ HR : 146 kali / menit RR: 66 x/mnt T=36,90C
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)
Thorax : Retraksi dinding dada (+)
suara nafas vesikuler, rhonki tidak ada, wheezing tidak ada.
Irama jantung regular, bising tidak ada
Abdomen : distensi tidak ada, bising usus (+) normal
Ekstremitas: CRT < 3 detik
A/ Early onset sepsis perbaikan
P/ Lanjutkan terapi
Transfusi albumin ke 2 jam 11.00
IVFD kogtil 7cc/jam
Aminostenil infan 3,3 cc/jam
Inj Ampicilin 2 x 170mg
Inj Gentamicin 1 x 17mg
Oral care 3 x 0,1 ml
27
FOLLOW UP PASIEN
26 Mei 2019
S/ Sesak (+)
Oedema (+)
Demam tidak ada
Kejang tidak ada
Muntah tidak ada
Tampak kuning seluruh tubuh
BAB (-), BAK (+)
Cairan lambung jernih, Lendir (+)
Bayi rawat dalam incubator terpasang CPAP
Intake masuk, toleransi baik
P/ Lanjutkan terapi
ASI 8x8 ml/OGT
IVFD kogtil 9cc/jam
Aminostenil infan 5,5 cc/jam
Inj Ampicilin 2 x 165 mg
Inj Gentamicin 1 x 16 mg
Fototerapi
Cek Albumin, elektrolit, Bilirubin total, direct, indirect
28
FOLLOW UP PASIEN
27 Mei 2019
S/ Sesak (+) berkurang
Oedema (+)
Demam tidak ada
Kejang tidak ada
Muntah tidak ada
Tampak kuning seluruh tubuh
BAB (-), BAK (+)
Cairan lambung jernih, Lendir (+)
Bayi rawat dalam incubator terpasang CPAP
Intake masuk, toleransi baik
O/ HR : 140 kali / menit RR: 61 x/mnt T=37,80C
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)
Thorax : Retraksi dinding dada (-)
suara nafas vesikuler, rhonki tidak ada, wheezing tidak ada.
Irama jantung regular, bising tidak ada
Abdomen : distensi tidak ada, bising usus (+) normal
Ekstremitas: CRT < 3 detik
Hasil Lab
Albumin : 3,18 Kalium : 3,64 HT : 41,5%
Bill D : 14,03 Natrium : 140,8 Trombosit : 16.000
Bill I : 19,03 Khlorida : 110 Diffcount : 0/5/8//40/39/7
CaAs : 8,1 Hb : 14,3 IT:Metamielosit: 2%,B :20% S :78%
TP : 5.0 Leukosit : 13,370
A/ Ikterus Grade IV
Trombositopenia
Hiperbilirubinemia
P/ Lanjut Terapi Inj Ampicilin 2x165 mg
CPAP Inj Gentamicin 1x16 mg
ASI 8x14 ml/OGT Urfafalk 3x20 mg
IVFD kogtil 9cc/jam Transfusi PRC
Aminostenil infan 5,5 cc/jam
29
BAB IV
DISKUSI
pada tanggal 21 Mei 2019 dengan keluhan utama sesak napas sejak lahir. Berat badan
lahir 3400 gram dan panjang badan 47 cm, lahir sectio cesaria atas indikasi Preterm,
Fetal Distress dan Polihidramnion, langsung menangis, tidak kuat dan ketuban jernih.
Diagnosis sepsis ditegakkan berdasarkan faktor resiko, baik dari ibu maupun
anak, gejala klinis sepsis dan pemeriksaan penunjang. Pada pasien ini ditemukan satu
resiko mayor sepsis yaitu denyut jantung bayi lebih dari 160 kali per menit dan dua
resiko minor sepsis yaitu Bayi lahir dengan APGAR rendah yaitu 5/6 dan usia gestasi
kurang dari 37 minggu. Sehingga kecurigaan Sepsis pada bayi ini tidak bisa
disingkirkan.
Gambaran klinis yang ditunjukkan dari bayi ini juga mengarah kepada sepsis
yaitu peningkatan laju denyut jantung bayi lebih dari 160 kali per menit, pernafasan
lebih dari 60 kali per menit disertai dengan adanya retraksi dinding dada , pengisian
capiller refilling time lebih dari tiga detik, peningkatan jumlah leukosit lebih dari
25.000 mm3 dan penurunan jumlah trombosit kurang dari 100.000 mm3.
pada bayi ini adalah 2, yaitu terdapat tanda infeksi dan melibatkan dua atau lebih
organ yang terlibat dan didapatkan hasil leukosit diatas 20.000 mm3. Pasien dikatakan
Membran Disease atau RDS (Respiratory Distress Syndrome). Hal ini merupakan
sindrom gawat nafas yang disebabkan defisiensi surfaktan terutama pada bayi yang
30
lahir dengan masa gestasi yang kurang. Berdasarkan etiologi terjadinya RDS, pada
pasien ini ditemukan tiga etiologi yaitu bayi lahir prematur, Asfiksia perinatal
dikarenakan riwayat fetal distress dan bayi prematur yang lahir dengan cara Sectio
Caesaria. Riwayat ibu diabetes pada kasus ini disangkal dan perlu untuk ditelusuri
empirik awal untuk early onset of sepsis adalah ampisilin dan aminoglikosida
(biasanya gentamisin), dimana efektif melawan patogen seperti GBS, bakteri gram
Pasien juga diberikan terapi oksigen untuk mengatasi sesak nafas, pada
pasien ini didapatkan Down score nya adalah 4, sehingga pasien diberikan CPAP
Pada rawatan hari ke-2 pasien kejang, hal ini bisa terjadi karena infeksi telah
motorik, sensorik, dan otonom tubuh. Pada pasien ini juga ditemukan kadar glukosa darah
yang rendah yaitu GDR I : 26 mg/dl, GDR II : 48 mg/dl, dan kadar kalsium dalam
darah yang rendah yaitu 7,33. Bayi hipoglikemia, dengan kadar glukos darah <45
mg/dl yang berkepanjangan akan mengakibatkan dampak pada susunan saraf pusat.
Keadaan ini dapat bersifat sementara akibat kekurangan produksi glukosa karena
asam amino. Bila pembentukan energi dari glukosa turun, akan terjadi kerusakan neuron..
31
Pada pasien juga didapatkan penurunan kadar Albumin, yaitu 3,23 g/dl. Pada
pada endotel dan selanjutnya akan menimbulkan migrasi leukosit serta pem-bentukan
menyebabkan vasodilatasi pada otot polos pembuluh darah dan dapat terjadi
Pasien diberikan terapi sibital 0,8 cc IM untuk mengatasi kejang, dan koreksi
kadar glukosa darah dan elektrolit. Pasien juga diberikan transfusi albumin 17 ml
IV, IM.Jika diberikan IM dosis dinaikkan 10-15% dari dosis IV, jika masih terdapat
mg/kg BB. 25
Pada hari rawatan ke-6 pasien tampak kuning diseluruh tubuh, dan
didapatkan peningkatan kadar bilirubin direct 14,03 dan bilirubin indirect 19,03.
Bakteri yang menyebabkan sepsis dapat menyerang hepar yang dapat menyumbat
berlebihan di dalam sistem retikulo endotelial oleh enzim heme oksigenase menjadi
indirek.26 Karena terjadinya penyumbatan pada ductus biliaris dan destruksi eritrosit
32
sehingga terjadi pemecahan hemoglobin yang berlebihan memicu peningkatan kadar
Terapi yang diberikan untuk mengatasi kuning pada bayi adalah pemberian
Urdafalk 3x20 mg. Urdafalk adalah obat dengan kandungan Ursodeoxycholic acid
,merupakan asam empedu tersier endogen yang disintesis di hepar dari 7
ketolithicolic acid, yang merupakan hasil produk dari oksigenasi asam
kenodeoksikolat (AKDK) oleh bakteri usus. Pada keadaan kolestasis karena terjadi
hambatan aliran empedu ke usus, asam empedu tersebut akan merusak hati yang bila
berlangsung lama akan menyebabkan sirosis hati. Selama pengobatan dengan
33
DAFTAR PUSTAKA
1. Behrman, R.E., Geme J.W, Schor, N., Stanton B., Kliegman R. Nelson
10, 2016
3. Shah B,A., Padbury J. Neonatal sepsis An old problem with new insights.
5. Lopez E.S., Guiral E.,Soto S. Neonatal Sepsis by Bacteria: A Big Problem for
7. Haque KN, Definition of Blood Streamy Infection in the New Born. Pediatr
34
10. Herry Garna. Pedoman Diagnosis dan Terapi IKA, edisi 3, Bagian IKA FK
11. Ekrem Guler, Mehmet Davutoglu, Hasan Ucmak, Hamza Karabiber and faruk
/RSCM 2004.
14. Asril Aminullah. Diagnosis dan Tatalaksana Sepsis pada Bayi Baru Lahir.
reliable for the Diagnosis of Neonatal Sepsis. Iran J Basic Med Sci, 2012 Mar-
18. Eviridiki K. Vouloumanov, Eleni Plessa Drosos E, Kara Georgo Povles, Elpis
35
19. Wacker C, Prkno A, Brunkhorst FM, Schlattmann P. Procalcitonin as a
pages http://dx.doi.org/10.1155/2012/483670.
21. Christensen RD, Bradley PP, Rothstein G. The Leukocyte left shift in clinical
22. A Ng-AT, Honk, Chia SE. The Usefullness of CRP and I/T Ratio in Early
routine use. Int J Lab Hematol, 2008 Oct; 30 (5): 400-7. Doi:1111/j.1751-
553X.2007.x.
36