Minyak Sawit Kasa1
Minyak Sawit Kasa1
2.3 Mikroenkapsulasi
Mikroenkapsulasi adalah suatu proses penyalutan partikelpartikel suatu zat inti
berbentuk padat, cair maupun gas dengan bahan penyalut khusus yang membuat partikelpartikel
inti mempunyai sifat fisika dan kimia seperti yang dikehendaki (Shargel et al., 1989). Struktur
dan ukuran mikrokapsul tergantung dari beberapa proses mikroenkapsulasi.
Menurut Deasy (1984), keberhasilan suatu proses mikroenkapsulasi dan sifat mikrokapsul
yang dihasilkan dipengaruhi oleh parameterparameter penting, di antaranya :
a. Bahan inti yang disalut, yaitu berwujud padat, cair atau gas; sifat fisikokimia seperti
solubilitas, hidrofobik atau hidrofilik, stabilitas terhadap suhu dan pH,
b. Bahan penyalut yang digunakan,
c. Medium mikroenkapsulasi yang digunakan dapat berupa pelarut air maupun bukan air,
d. Prinsip proses mikroenkapsulasi yang digunakan, yaitu secara fisika atau kimia,
e. Tahap proses mikroenkapsulasi, yaitu tunggal atau bertahap,
f. Struktur dinding mikrokapsul, yaitu tunggal atau berlapis.
Hasil mikroenkapsulasi disebut mikroenkapsulat. Pada mikroenkapsulat dengan ukuran di
bawah 5 µm akan terjadi gerak Brown yang kuat sehingga mikroenkapsulat akan sulit
dikumpulkan. Struktur dan ukuran mikroenkapsulat tergantung dari teknik pembuatannya, jenis
bahan inti, dan polimer yang digunakan. Pada proses mikroenkapsulasi ada dua bahan yang
terlibat di dalamnya, yaitu inti dan penyalut. Inti adalah zat yang akan disalut. Zat ini
umumnya berbentuk padat, gas atau cair yang mempunyai sifat permukaan hidrofil maupun
hidrofob (Vandeagar,1974). Minyak sawit merah kaya βkaroten yang dimikroenkapsulasi ini
merupakan inti yang berbentuk cair. Penyalut adalah bahan yang digunakan untuk menyelaputi
inti dengan tujuan tertentu. Syaratsyarat suatu bahan sebagai penyalut yaitu dapat
membentuk lapisan di sekitar inti dengan membentuk ikatan adhesi dengan inti, tercampurkan
secara kimia dan tidak bereaksi dengan inti, mempunyai sifat yang sesuai dengan tujuan
penyalutan (kuat, fleksibel, impermeable, stabil dan memiliki sifat optis tertentu
(Vandeagar,1974)
Menurut Park et al. (2005), mikroenkapsulasi material lipid dengan dinding matriks
merupakan teknik yang sangat berguna untuk meningkatkan stabilitas selama penyimpanan.
Mikrokapsul dalam bentuk bubuk dapat digunakan secara luas untuk produk pangan dan
farmasetikal. Berbagai material pembentuk dinding kapsul telah terbukti memiliki kemampuan
untuk mengenkapsulasi dan membentuk inti lemak. Polisakarida merupakan bahan yang paling
potensial karena memiliki kemampuan dalam pembentukan dinding mikrokapsul, mudah
untuk dilarutkan dan didispersikan dalam medium aqueous serta memiliki sifat pengeringan
yang baik. Dari segi flavor, rasa dan antigenicity, polisakarida memiliki keunggulan
dibandingkan protein. Akan tetapi protein mampu membentuk emulsi yang lebih stabil yang
merupakan prerequisite dalam keberhasilan mikroenkapsulasi. Kombinasi protein dan
polisakarida sebagai material pembentuk dinding kapsul sudah terbukti meningkatkan
stabilitas oksidatif dari inti lemak. Faktorfaktor yang akan mempengaruhi stabilitas
mikroenkapsul minyak sawit merah pada proses pengeringan dan proses pemanasan adalah
suhu, oksigen,cahaya, kelembapan,dan kandungan asam lemak bebas. Faktorfaktor tersebut akan
mempengaruhi jumlah total karoten, jumlah βkaroten, warna dan kelarutan mikroenkapsul
(Vandeagar,1974)
2.5 CMC
CMC adalah ester polimer selulosa yang larut dalam air dibuat dengan mereaksikan
Natrium Monoklorasetat dengan selulosa basa (Fardiaz, 1987). Menurut Winarno (1991),
Natrium karboxymethyl selulosa merupakan turunan selulosa yang digunakan secara luas oleh
industri makanan adalah garam Na karboxyl methyl selulosa murni kemudian ditambahkan Na
kloroasetat untuk mendapatkan tekstur yang baik. Selain itu juga digunakan untuk mencegah
terjadinya retrogradasi dan sineresis pada bahan makanan. Adapun reaksi pembuatan CMC
adalah sebagai berikut:
ROH + NaOH R-Ona + HOH
R-ONa + Cl CH2COONa RCH2COONa + NaCl
Carboxy Methyl Cellulose (CMC) merupakan turunan selulosa yang mudah larut dalam
air. Oleh karena itu CMC mudah dihidrolisis menjadi gulagula sederhana oleh enzim selulase
dan selanjutnya difermentasi menjadi etanol oleh bakteri (Masfufatun, 2010).
Carboxy Methyl Cellulose (CMC) adalah turunan dari selulosa dan ini sering dipakai
dalam industri makanan untuk mendapatkan tekstur yang baik. Fungsi CMC ada beberapa
terpenting, yaitu sebagai pengental, stabilisator, pembentuk gel,sebagai pengemulsi, dan dalam
beberapa hal dapat merekatkan penyebaran antibiotik (Winarno, 1985).
Penggunaan CMC di Indonesia sebagai bahan penstabil, pengental, pengembang,
pengemulsi dan pembentuk gel dalam produk pangan khususnya sejenis sirup yang diijinkan
oleh Menteri Kesehatan RI, diatur menurut PP. No. 235/ MENKES/ PER/ VI/ 1979 adalah 1-2%.
Sebagai pengemulsi, CMC sangat baik digunakan untuk memperbaiki kenampakan tekstur
dari produk berkadar gula tinggi. Sebagai pengental, CMC mampu mengikat air sehingga
molekul-molekul air terperangkap dalam struktur gel yang dibentuk oleh CMC (Manifie, 1989).
Untuk industri-industri makanan biasanya digunakan sukrosa dalam bentuk kristal halus
atau kasar dan dalam jumlah yang banyak dipergunakan dalam bentuk cairan sukrosa (sirup).
Pada pembuatan sirup gula pasir (sukrosa) dilarutkan dalam air dan dipanaskan, sebagian
sukrosa akan terurai menjadi glukosa dan sukrosa yang disebut gula invert (Winarno, 1995).
2.6 Gelatin
Gelatin adalah protein yang diproleh dari hidrolisis parsial kolagen dari kulit, jaringan ikat
putih dan tulang rawan. Menurut Saleh (2004), gelatin adalah salah satu hidrokoloid yang dapat
digunakan sebagai gelling, bahan pengental atau penstabil.
Gelatin juga memiliki daya pembentukan gel yang sangat tinggi dan bersifat heat
reversible berarti gel yang terbentuk akan larut kembali pada pemanasan.
Kegunaan/Manfaat Gelatin
Ada beberapa manfaat gelatin berdasarkan bidang industri pangan, bidang bahan makanan,
bidang fotografi dan non pangan serta dibidang kosmetik sebagai berikut:
Dibidang industri pangan: dimanfaatkan untuk pembentukan busa, pembuatan es krim,
penstabil (stabilizer), meningkatkan visikositas dan pengikat (Wahyu dan Peranginangin,
2008).
Dibidang bahan makanan: dimanfaatkan untuk menambah rasa enak, kenyal, mengurangi
kadar kandungan lemak dan mempermudah absorbsi makanan (Anonimus, 2006).
Dibidang fotografi: dimanfaatkan untuk memperpanjang daya simpan foto, yaitu sebagai
fotorerist yang dapat menghindari (Coating) dari adanya cahaya sensitif ( Ockerman and
Hansen, 2000).
Dibidang non pangan: dimanfaatkan untuk industri farmasi sebagai pembuat kapsul,
pengikat tablet dan mikrienkapsulasi.
Dibidang kosmetik: dimanfaatkan untuk menstabilkan emulsi pada produk shampo, lotion,
lipstik, cat kuku, busa cukur dan krim tabir surya (Hermanianto, 2000)
DAFTAR PUSTAKA
Choo Y.M., S.C. Yap, A.S.H. Ong, C.K. Ooi and S.H. Goh 1989. Palm Oil Carotenoid:
Chemistry and Technology. Proc. of Int. Palm Oli Conf. PORIM, Kuala Lumpur.
Deasy, P. 1987. Microencapsulation and Related Drug Process. Marcel Dekker, Inc., London.
Ketaren, S. 1986. Minyak dan Lemak Pangan. Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Naibaho, P.M. 1983. Pemisahan Karoten (Provitamin A) Palm Oli dengan Metode Adsorpsi.
Disertasi. Progran Pascasarjana. IPB, Bogor.
Vandegaer, J.E. 1973. Microencapsulation, Process and Application. Plenum press, New York.
Weiss, T.J. 1983. Food Oil and Their Uses. The AVI Publ., Connecticut.