Anda di halaman 1dari 62

Workshop

The Role of Young Professional in Standardization

Partisipasi Masyarakat
Dalam Perumusan dan Penerapan SNI

Syamsir Abduh
Wakil Ketua MASTAN

Jakarta, 22 Maret 2012


AGENDA

 Standar dan Kehidupan


 Mengapa Partisipasi Masyarakat
 Pemangku Kepentingan Standardisasi
 CGP Perumusan Standar
 Meningkatkan Keberterimaan SNI
 MASTAN dan Tahapan Perumusan SNI
 TENTANG MASTAN
STANDAR dan KEHIDUPAN

Long life standardization

Standard influence everything we do (UK Standard)

Standard control market (German National Standard)

Standardization is one of most powerful sources of


competitive economical intelligence
(French Standardization Strategy)
MENGAPA DIPERLUKAN PARTISIPASI MASYARAKAT
Demand Side

Standar Kesadaran
dibutuhkan Masyarakat
SNI Keberterimaan

Peran Partisipasi
UMKM Masyarakat
MENINGKATKAN KEBERTERIMAAN SNI

Keberterimaan
SNI
TOTAL ORGANIZATION PERFORMANCE

Efficiency Innovation

Profitability
Effectiveness Productivity (Organizational
Performance)

Quality Quality of Working Life


PEMANGKU KEPENTINGAN STANDARDISASI

PEMERINTAH

PELAKU
USAHA KONSUMEN
MASTAN

LEMBAGA
INFRA AHLI
STRUKTUR / PRAKTISI
TEKNIS
Code of Good Practice Perumusan Standar

Openess

Transparency
Development
dimension

Consensus
and impartiality
Coherence

Effectiveness
and relevance

WTO G/TBT/1/Rev.7
PRINSIP DASAR PERUMUSAN SNI

Transparansi dan Keterbukaan


Terbuka bagi semua pihak yang berkepentingan untuk mengetahui program
pengembangan SNI serta memberikan kesempatan yang sama bagi yang berminat
untuk berpartisipasi melalui kelembagaan yang berkaitan dengan pengembangan SNI.

Konsensus dan Tidak memihak


Memberikan kesempatan bagi pihak-pihak yang memiliki kepentingan berbeda untuk
mengutarakan pandangannya serta mengakomodasikan pencapaian kesepakatan
oleh pihak-pihak tersebut secara konsensus (mufakat atau suara mayoritas) dan tidak
memihak kepada pihak tertentu

Efektif dan Relevan


Harus mengupayakan agar hasilnya dapat diterapkan secara efektif sesuai dengan
konteks keperluannya.
PRINSIP DASAR PERUMUSAN SNI

Koheren
Sejauh mungkin mengacu kepada satu standar internasional yang relevan dan
menghindarkan duplikasi dengan kegiatan perumusan standar internasional agar
hasilnya harmonis dengan perkembangan internasional.

Dimensi Pengembangan
Mempertimbangkan kepentingan usaha kecil/menengah dan daerah dengan
memberikan peluang untuk dapat berpartisipasi dalam proses perumusan SNI.
MASTAN dan TAHAPAN PERUMUSAN SNI

Programming Drafting Enquiry Adoption

Jajak Pemungutan
Usulan Suara
Pendapat
MASTAN MASTAN MASTAN

Draft RSNI
Program Drafting Finalisasi
PT/Sub-PT RSNI3
PT
PT/Sub-PT

Program RSNI Adopsi &


Verifikasi Publikasi
BSN
BSN BSN

Notification via ISO-Net


Program Nasional Perumusan Standar (PNPS)

1. PNPS adalah rencana kegiatan untuk merumuskan SNI dalam periode


tertentu, yang dipublikasikan agar dapat diketahui oleh semua pihak yang
berkepentingan

2. BSN menyusun kebijakan pengembangan SNI jangka panjang dan jangka


pendek dengan memperhatikan:
a) kebijakan nasional di bidang standardisasi;
b) kebutuhan pasar
c) perkembangan standardisasi internasional;
d) kesepakatan regional dan internasional;
e) kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi

3. Berdasarkan kebijakan tersebut di atas, setiap pertengahan tahun


anggaran, BSN menetapkan Rencana PNPS untuk periode satu tahun
berikutnya dan menyampaikan perencanaan tersebut kepada seluruh
panitia teknis
Program Nasional Perumusan Standar (PNPS)

Dalam menyusun usulan PNPS, panitia teknis/subpanitia teknis


memperhatikan dan menjaring masukan dari berbagai pihak terutama
pemangku kepentingan, Masyarakat Standardisasi Indonesia (MASTAN) dan
instansi teknis terkait, serta memperhatikan sumber daya dan target waktu
penyelesaian.

a) waktu untuk penyelesaian perumusan RSNI (RSNI1, RSNI2, RSNI3, RSNI4);


b) waktu yang harus disediakan untuk mendapatkan tanggapan terhadap RSNI
c) waktu yang diperlukan untuk melaksanakan konsensus nasional
d) penetapan dan publikasi SNI.
PERKIRAAN WAKTU

Penyusunan target waktu perlu diusahakan sesingkat mungkin tanpa


mengurangi mutu dari standar yang dirumuskan. Sebagai acuan perencanaan
program dapat digunakan perkiraan waktu sebagai berikut:

• Penyelesaian RSNI1 3 bulan


• Penyelesaian RSNI2 3 bulan
• Penyelesaian RSNI3 3 bulan
• Jajak pendapat (enquiry) 3 bulan (2 bulan dan perpanjangan 1 bulan)
• Penyelesaian RSNI4 2 bulan
• Pemungutan suara (voting) 3 bulan (2 bulan dan perpanjangan 1 bulan)
• Penetapan SNI 1 bulan
• Publikasi SNI 1 bulan

Total Waktu SNI : 19 bulan


PENILAIAN dan PENETAPAN PNPS

BSN melakukan kajian (penilaian) terhadap usulan PNPS panitia teknis


dengan mempertimbangkan:

• kesesuaian usulan dengan lingkup panitia teknis;


• duplikasi atau keterkaitan usulan dari panitia teknis yang berbeda;
• duplikasi dengan SNI yang telah ada;
• duplikasi dengan perumusan RSNI yang sedang dilaksanakan;
• duplikasi dengan program perumusan standar internasional yang
sedang dilaksanakan;
• kesepakatan-kesepakatan regional dan internasional.
PUBLIKASI PNPS

Sesuai dengan ketentuan TBT-WTO, sekurang-kurangnya satu kali


setiap 6 (enam) bulan BSN akan mempublikasikan PNPS dan
perubahannya serta status pelaksanaan PNPS periode sebelumnya
melalui website BSN (http://www.bsn.or.id atau http://sisni.bsn.go.id)
atau media lain dan menotifikasikan publikasi tersebut kepada Pusat
Informasi ISO/IEC.
PENYUSUNAN KONSEP (DRAFTING)
1. Panitia teknis atau subpanitia teknis menunjuk konseptor untuk merumuskan
RSNI1.
2. Konseptor dapat berbentuk perorangan atau gugus kerja yang terdiri atas tenaga
ahli yang berkaitan dengan bidang standar yang akan dirumuskan dan dapat
berasal dari luar anggota panitia teknis atau subpanitia teknis.
3. Gugus kerja ini bersifat sementara dan tugasnya selesai setelah RSNI1 disetujui
menjadi RSNI2 oleh panitia teknis atau subpanitia teknis.
4. Apabila diperlukan gugus kerja atau subpanitia teknis atau panitia teknis dapat
berkonsultasi dengan berbagai pihak lain yang berkepentingan, melakukan
penelitian, studi banding, dan atau pengujian untuk memastikan agar ketentuan
yang dicakup dalam RSNI1 sesuai dengan konteks tujuan penyusunan SNI tersebut
serta kondisi yang mempengaruhinya.
5. Apabila menetapkan metode pengujian baru yang berdiri sendiri atau merupakan
bagian suatu standar dan metode tersebut tidak mengadopsi atau tidak mengacu
suatu standar lain yang biasa digunakan, maka harus dilakukan validasi.
6. Penulisan RSNI1 harus sesuai dengan PSN 08:2007 tentang Penulisan Standar
Nasional Indonesia.
RAPAT TEKNIS

1. RSNI1 yang disusun oleh konseptor atau gugus kerja dibahas dalam rapat panitia
teknis atau subpanitia teknis untuk mendapatkan pandangan dan masukan dari
seluruh anggota. Apabila diperlukan dalam tahap ini dapat diundang pakar dari luar
anggota panitia teknis atau subpanitia teknis, dilakukan konsultasi dengan
berbagai pihak dan atau melakukan penelitian/pengujian sesuai dengan
kebutuhan. Hasil rapat teknis setelah diperbaiki oleh tim editor diperoleh RSNI2.

2. Pada tahap ini, BSN dapat memantau pelaksanaan rapat teknis dengan
menugaskan Tenaga Ahli Standardisasi sebagai pengendali mutu (TAS-QC)
perumusan SNI.

3. Seluruh substansi pembahasan dalam rapat teknis harus terekam secara lengkap,
akurat serta mudah dibaca dan dimengerti.
RAPAT KONSENSUS
1. Pada tahap ini RSNI2 dikonsensuskan oleh panitia teknis atau subpanitia teknis
dengan memperhatikan pandangan seluruh peserta rapat yang hadir dan
pandangan tertulis dari anggota panitia teknis atau subpanitia teknis yang tidak
hadir.

2. Apabila diperlukan, dalam tahap ini dapat diundang pakar dari luar anggota panitia
teknis atau subpanitia teknis sebagai narasumber yang pendapatnya dapat
digunakan sebagai bahan pertimbangan oleh anggota panitia teknis atau
subpanitia teknis dalam mengambil keputusan, tetapi tidak memiliki hak suara.

3. Rapat konsensus hanya dapat dilakukan apabila rapat mencapai kuorum, yaitu
minimal 2/3 anggota panitia teknis atau subpanitia teknis hadir dan semua pihak
yang berkepentingan terwakili.

4. RSNI2 dapat ditetapkan menjadi RSNI3 apabila anggota panitia teknis atau
subpanitia teknis peserta rapat konsensus sebagaimana dimaksud pada butir 3
menyepakati rancangan tersebut secara aklamasi. Dalam hal aklamasi tidak
dicapai, dapat dilakukan voting, dengan sekurang-kurangnya 2/3 dari anggota
panitia teknis atau subpanitia teknis peserta rapat konsensus menyatakan setuju.
RAPAT KONSENSUS
5. Pelaksanaan rapat konsensus harus dihadiri oleh Tenaga Ahli Standardisasi yang
ditugaskan oleh BSN sebagai pengendali mutu (TAS-QC) perumusan SNI.

6. Anggota panitia teknis atau subpanitia teknis yang tidak hadir dalam rapat berhak
memberikan pandangannya secara tertulis sebagai bahan pembahasan, namun
yang bersangkutan tidak diperhitungkan di dalam kuorum dan pemungutan suara.

7. Apabila peserta rapat konsensus yang menyetujui rancangan tersebut tidak


mencapai 2/3 maka RSNI2 tersebut harus diperbaiki sesuai dengan ketentuan
pada 5.2.3 dengan memperhatikan alasan dari tanggapan yang menyatakan tidak
setuju.

8. Seluruh substansi pembahasan dalam rapat konsensus harus terekam secara


lengkap, akurat serta mudah dibaca dan dimengerti, baik merupakan catatan pada
RSNI2 maupun rekaman terpisah.

9. Hasil rapat konsensus harus dituangkan dalam berita acara sesuai dengan format
yang ditetapkan.
RAPAT KONSENSUS

10. Naskah asli RSNI2 yang memuat catatan-catatan kesepakatan rapat yang telah
diparaf oleh ketua dan sekretaris panitia teknis atau subpanitia teknis, dan
rekaman rapat lainnya, naskah RSNI3 yang telah diperbaiki oleh tim pengedit,
dalam bentuk hard copy dan e-file, serta berita acara hasil konsensus, harus
dikirimkan ke BSN dan salinannya disimpan oleh sekretariat panitia teknis atau
subpanitia teknis sampai RSNI yang dimaksud ditetapkan menjadi Standar
Nasional Indonesia.

11. Naskah RSNI3 yang diserahkan ke BSN sepenuhnya merupakan tanggung jawab
panitia teknis.
TAHAP JAJAK PENDAPAT (enquiry)
melalui Media Elektronik
1. Pada tahap ini RSNI3 yang dihasilkan oleh panitia teknis atau subpanitia
teknis, diserahkan ke BSN agar dapat disebarluaskan untuk mendapatkan
tanggapan dari anggota panitia teknis atau subpanitia teknis yang bersangkutan
dan anggota MASTAN kelompok minat yang relevan.

2. Sebelum disebarluaskan, BSN akan melakukan verifikasi terhadap kelengkapan


administrasi (selambat-lambatnya 2 bulan setelah menerima RSNI3 dari panitia
teknis).Dalam hal kelengkapan administrasi tidak dipenuhi, maka BSN
mengembalikan RSNI3 kepada panitia teknis atau subpanitia teknis yang
bersangkutan.

3. Dalam proses ini, anggota panitia teknis atau subpanitia teknis (sebagai anggota
yang memiliki hak suara) dan anggota MASTAN kelompok minat yang relevan,
baik yang memiliki atau tidak memiliki hak suara, dapat memberikan tanggapan
dalam kurun waktu dua bulan untuk menyatakan: (a) setuju terhadap RSNI3
tersebut yang dapat disertai dengan catatan editorial dan/atau catatan teknis yang
tidak bersifat substansial, (b) tidak setuju atas semua atau sebagian ketentuan
substansi RSNI3 dengan memberikan alasan yang jelas mengapa dan bagian
mana yang tidak disetujui, atau (c) abstain tanpa memberikan catatan/alasan,
TAHAP PEMUNGUTAN SUARA (votting)
melalui Media Elektronik

1. Pada tahap ini RSNI4 yang dihasilkan oleh panitia teknis atau subpanitia teknis,
diserahkan ke BSN agar dapat disebarluaskan untuk mendapatkan tanggapan dari
anggota panitia teknis atau subpanitia teknis yang bersangkutan dan anggota
MASTAN kelompok minat yang relevan.

2. Sebelum disebarluaskan, BSN akan melakukan verifikasi terhadap perubahan


yang dilakukan. Dalam hal perubahan tidak dilaksanakan tanpa alasan yang jelas,
maka BSN mengembalikan RSNI4 kepada panitia teknis atau subpanitia teknis
yang bersangkutan untuk diperbaiki.
TAHAP PEMUNGUTAN SUARA (votting)
melalui Media Elektronik

3. BSN menyebarluaskan RSNI4 melalui SISNI untuk memperoleh tanggapan dari


seluruh anggota panitia teknis atau subpanitia teknis dan anggota MASTAN
kelompok minat yang relevan untuk mendapatkan persetujuan melalui pemungutan
suara dalam kurun waktu dua bulan. Pada tahap ini anggota panitia teknis atau
subpanitia teknis dan anggota MASTAN kelompok minat yang relevan dapat
menyatakan setuju tanpa catatan, tidak setuju dengan alasan yang jelas, atau
abstain, dengan mengisi formulir eballoting.

4. Kuorum dihitung berdasarkan hak suara yang dimiliki oleh anggota panitia teknis
atau subpanitia teknis, dan anggota MASTAN dari kelompok minat yang relevan
berdasarkan status keanggotaan dalam pemberian suara.

5. Pemungutan suara dinyatakan sah atau kuorum apabila tanggapan yang diterima
dari anggota yang memiliki hak suara lebih dari 50% dari total hak suara
sebagaimana diatur dalam butir 4. Apabila batas minimum tidak tercapai, maka
pemungutan suara diperpanjang selama satu bulan dan hasil pemungutan suara
dinyatakan sah
TAHAP PEMUNGUTAN SUARA (votting)
melalui Media Elektronik

6. BSN akan menghitung hasil pemungutan suara yang sah dengan ketentuan
sebagai berikut:

a. Perhitungan hasil pemungutan suara dilakukan terhadap tanggapan yang


menyatakan setuju dan tidak setuju, sedangkan tanggapan yang menyatakan
abstain atau tanggapan yang menyatakan tidak setuju tanpa alasan yang jelas
tidak dihitung.

b. Apabila 2/3 atau lebih anggota yang memiliki hak suara dan ikut memberikan
suara menyatakan setuju, dan yang menyatakan tidak setuju dengan alasan
yang jelas tidak lebih ¼ dari seluruh tanggapan yang diterima (dari anggota yg
memiliki dan tidak memiliki hak suara), maka RSNI4 tersebut disetujui menjadi
RASNI.
PROSES PERUMUSAN
Untuk KEPERLUAN MENDESAK

Proses perumusan SNI dari PNPS atau untuk


keperluan mendesak yang mengadopsi standar
internasional secara identik dapat dilaksanakan
melalui jalur cepat.
PENETAPAN SNI

1. RSNI yang telah mencapai tahap RASNI atau DT akan dialokasikan


penomorannya oleh BSN. Tata cara penomoran SNI dan DT diatur dalam PSN
06:2007 Tata Cara Penomoran Standar Nasional Indonesia dan Dokumen Teknis.

2. BSN menetapkan RASNI menjadi SNI atau amandemen SNI dan RSNI4 atau
RSNI3 menjadi DT tanpa adanya perubahan atau editing dengan menerbitkan
surat keputusan kepala BSN.

3. BSN menyampaikan Surat Keputusan penetapan SNI atau DT kpda sekretariat


panitia teknis atau subpanitia teknis, disertai e-file dari SNI/DT terkait.
KETENTUAN TEKNIS DALAM PERUMUSAN SNI

1. Satuan ukuran yang dipergunakan adalah Satuan Sistem Internasional sesuai SNI
19-2746, Satuan sistem internasional.

2. Ketentuan tentang pelaksanaan penilaian kesesuaian terhadap persyaratan,


pedoman, karakteristik, dan ketentuan teknis lain sebaiknya memperhatikan hal-hal
sebagai berikut:
a) cara pengambilan contoh termasuk pemilihan contoh dan metode
pengambilannya;
b) batas dan toleransi untuk parameter pengukuran;
c) urutan pengujian apabila mempengaruhi hasil pengujian;
d) jumlah spesimen yang perlu diuji;
e) metode dan jenis pengujian parameter yang tepat, benar, konsisten dan
tervalidasi;
f) spesifikasi yang jelas dari peralatan pengujian yang tidak dapat diperoleh
secara komersial (customized product).

3. Metode pengujian sejauh mungkin mengacu metode pengujian yang baku, baik yang
telah ditetapkan dalam SNI, standar internasional, atau standar lain yang telah umum
dipergunakan. Apabila metode uji yang dipergunakan bukan metode uji baku, metode
tersebut harus divalidasi oleh laboratorium yang kompeten.
PUBLIKASI

SNI atau DT dipublikasikan melalui website BSN


selambat-lambatnya dua bulan setelah penetapan
dalam bentuk full text untuk jangka waktu satu tahun.
Apabila diperlukan, BSN dapat menyediakan SNI yang
ditetapkan dalam bentuk file elektronik (e-file) atau
cetakan (hardcopy).
PEMELIHARAAN SNI

1. Panitia teknis atau subpanitia teknis berkewajiban memelihara SNI dengan


melaksanakan kaji ulang sekurang-kurangnya satu kali dalam 5 (lima) tahun
setelah ditetapkan, untuk menjaga kesesuaian SNI terhadap kebutuhan pasar dan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dalam rangka memelihara dan
menilai kelayakan dan kekinian SNI.

2. Panitia teknis harus melaporkan program kaji ulang setiap akhir tahun bersamaan
dengan usulan PNPS.

3. Dalam hal suatu SNI terdapat kondisi tertentu yang memerlukan perubahan
sebelum 5 tahun maka kaji ulang terhadap SNI tersebut dapat diusulkan kepada
BSN atau panitia teknis untuk ditindaklanjuti.
MONITORING dan PENGAWASAN

1. Untuk menjamin pelaksanaan pengambilan keputusan di dalam proses perumusan


SNI, BSN berhak mengirimkan tenaga ahli standardisasi sebagai petugas
mengendali mutu (QC) untuk memantau pelaksanaan proses perumusan SNI.

2. Petugas QC berhak memberikan peringatan apabila pelaksanaan proses


perumusan SNI menyimpang dari ketentuan pada pedoman ini dan pedoman lain
yang relevan.

3. Peringatan petugas QC yang tidak diindahkan akan mempengaruhi persetujuan


BSN untuk pelaksanaan tahap selanjutnya dalam perumusan SNI.

4. Dalam melaksanakan tugasnya, petugas QC berkewajiban memberikan laporan


lengkap terhadap keseluruhan kegiatan proses perumusan SNI.

5. Pelaksanaan pengendaian mutu dalam proses perumusan SNI diatur dalam PSN
05-2006,Tenaga ahli standardisasi untuk pengendali
TENTANG MASTAN
DEKLARATOR MASTAN
APA ITU MASTAN ?

 MASTAN atau Masyarakat Standardisasi Indonesia adalah suatu


organisasi yang bersifat independen; mandiri, nirlaba dan terbuka yang
dideklarasikan para pemangku kepentingan standardisasi pada tanggal
18 Desember 2003 berdasarkan tindak lanjut dari hasil Konvensi
Nasional para pemangku kepentingan di Jakarta pada tanggal 15
Oktober 2003
 Deklarator MASTAN meliputi wakil dari unsur pelaku usaha/
produsen, konsumen, pakar/cendekiawan, dan pemerintah yang
terkait dan/atau memperhatikan standardisasi (a.l. Ir Aburizal Bakrie, Ir
Thomas Dharmawan, Dra Indah Suksmaningsih, Almarhum Prof Dr Nurcholis Madjid,, Ir
Iman Sudarwo, dan Dr Ir Delima H Azahari)
APA ITU MASTAN ? (lanjutan)

 sebagai wadah untuk mensinergikan pelaku usaha, konsumen, ilmuwan


dan pemerintah dalam upaya mewujudkan
 industri nasional dengan daya saing yang tangguh di tingkat nasional,
regional dan internasiona,l serta
 perlindungan konsumen, pelaku usaha dan masyarakat lainnya
dengan penerapan dan pengembangan sistem mutu, keselamatan,
keamanan, kesehatan, maupun fungsi kelestarian lingkungan hidup
melalui Sistem Standardisasi Nasional (SSN) yang selaras dengan
Sistem Internasional
VISI dan MISI

VISI MASTAN
“ Menjadi organisasi profesional, kuat, mandiri dan
pusat keunggulan di bidang Standardisasi ”

MISI MASTAN
1. Meningkatkan profesionalisme organisasi melalui pembinaan kelompok minat
MASTAN
2. Membangun kekuatan organisasi melalui perluasan DPW dan penambahan
anggota
3. Menjadi organisasi yang mandiri dalam pengelolaan sumberdaya
4. Menjadi pusat keunggulan dibidang standardisasi melalui hasil-hasil riset
dibidang standardisasi
ORGANISASI MASTAN

 Pengurus Pusat terdiri atas Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris Jenderal,


Wakil Sekjen, Bendahara, 4 Ketua Bidang, DPW, Sekretariat, dan
Panitia/Tim yang bersifat adhoc.
 11 Korwil yang telah terbentuk meliputi Jawa Timur (Surabaya), Jawa
Tengah (Semarang), DIY (Yogyakarta), Jawa Barat (Bandung),
Sumatera Selatan (Palembang), Sumatera Utara (Medan), Sulawesi
Selatan (Makassar), Sulawesi Utara (Manado), Riau (Pekanbaru),
Jabodetabek (DKI Jakarta), dan Bali & Nusa Tenggara
KEANGGOTAAN MASTAN

 Berdasarkan kelembagaan terdiri dari anggota


perorangan, perusahaan, organisasi nirlaba, dan organisasi
pemerintah, serta anggota kehormatan
 Berdasarkan komponen pemangku kepentingan terdiri atas unsur
kelompok pelaku usaha/produsen, konsumen, cendekiawan dan
regulator/pemerintah
 Berdasarkan data per Desember 2011, jumlah anggota
MASTAN sebanyak 3533 anggota
GRAFIK PERKEMBANGAN ANGGOTA
s.d 31 Desember 2010

2942
3000 2711
2593
2500 2337
1917
2000
1428
1500
991
1000
487 462 591
268 380
500 158
60 124
0
0
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

Perorangan Institusi
SEBARAN ANGGOTA MASTAN

160 42
16
13 46
59
10 27

1 7
9
17
97 198
255 14
2
1815 4
24
290
264 33
16 113

DPW NON DPW TOTAL MEMBERS : 3533


KOMPOSISI STAKEHOLDER ANGGOTA MASTAN

Industries /
Government; Bussiness / People;
1152; 33% 1063; 30%

Scientists /
Research / Consumers; 248;
Academics; 7%
1070;
31%
BAGAIMANA PERAN MASTAN ?

 Sebagai salah satu jalur utama dalam pengusulan pengembangan


standar nasional yang diperlukan pasar (atau pemangku kepentingan)
dalam program nasional pengembangan standar (PNPS)
 Sebagai pihak utama yang memperoleh kewenangan dan tanggung jawab
untuk menyelenggarakan konsensus nasional rancangan SNI (standar
nasional Indonesia) melalui SISNI pada tahap jajak pendapat dan
pemungutan suara anggota MASTAN terkait
 Berpartisipasi aktif dalam pemasyarakatan (penerapan)
standar, peningkatan posisi Indonesia dalam forum standardisasi
internasional dan regional, serta pembinaan kemampuan sumberdaya
manusia di bidang standardisasi
FOKUS PROGRAM MASTAN TAHUN 2010-2015
1. Konsolidasi dan Penguatan Organisasi MASTAN
2. Rekrutasi dan Pembinaan Kompetensi, Partisipasi dan Peran
Anggota MASTAN di Bidang Standardisasi
3. Peningkatan Kemampuan Penerapan Standar dan Penilaian
Kesesuaian
4. Advokasi, Konsultasi dan Pelatihan Standardisasi
5. Sosialisasi/kampanye gerakan budaya peduli standar dan mutu
(termasuk publikasi, promosi, penyuluhan dll)
6. Pengembangan Jejaring Nasional, Regional, Dan Internasional
Di Bidang Standardisasi Termasuk Peningkatan Partisipasi
Organisasi Dalam Kerjasama Tersebut
Anggota P dan Anggota O
Dalam jajak pendapat dan e-balloting proses
penetapan SNI, setiap anggota dapat memilih
jenis keanggotaan :
a. Anggota peserta penuh (Participant member)
sesuai klasifikasi ICS-nya, atau
b. Anggota peserta peninjau (Observer member),
umumnya anggota kelompok konsumen
Syarat pemilihan kode ICS anggota P

Kode ICS dari anggota P harus relevan dengan


kode ICS dari salah satu faktor berikut :
- Bidang kegiatan Organisasi tempat bekerja
- Pendidikan formal
- Pendidikan non formal
- Pengalaman terkait standardisasi
Klasifikasi Bidang Standar berdasarkan ICS
01 Umum, Terminologi 19 Pengujian
Standardisasi, Dokumentasi
21 Sistem Mekanika dan
03 Sosiologi, Jasa, Organisasi dan Komponen untuk
Manajemen Penggunaan Umum
Perusahaan, Administrasi, Tran
23 Sistem Fluida dan
sportasi
Komponen untuk
07 Matematika Ilmu Pengetahuan Penggunaan Umum
Alam
25 Rekayasa Manufaktur
11 Teknologi Perawatan Kesehatan
27 Rekayasa Energi dan
13 Perlindungan Lingkungan dan Pemindahan Panas
Kesehatan Keselamatan
29 Rekayasa Listrik
17 Metrologi dan
31 Elektronika
Pengukuran, Fenomena Fisika
Klasifikasi Bidang Standar berdasarkan ICS

33 Telekomunikasi 49 Rekayasa Pesawat Terbang


dan Kendaraan Angkasa
35 Teknologi
Informasi, peralatan kantor 53 Peralatan Penanganan Bahan
37 Teknologi Citra 55 Pengemasan dan Distribusi
Barang
39 Mekanika Presisi, Perhiasan
59 Teknologi Tekstil dan Kulit
43 Rekayasa Kendaraan Jalan
Raya 61 Industri Pakaian
45 Rekayasa Perkeretaapian 65 Pertanian
47 Bangunan Kapal dan
Konstruksi Kapal
Klasifikasi Bidang Standar berdasarkan ICS
67 Teknologi Pangan 83 Industri Karet dan Plastik
71 Teknologi Kimia 85 Teknologi Kertas
73 Pertambangan dan Mineral 87 Industri Cat dan Warna
75 Minyak Bumi dan Teknologi 91 Bahan Konstruksi dan
Terkait Bangunan
77 Metalurgi 93 Rekayasa Sipil
79 Teknologi Kayu 95 Teknik Kemiliteran
81 Industri Kaca dan Keramik 97 Rumah Tangga, Hiburan, Olah
Raga
Sub Rekayasa Sipil
 93.020 Pekerjaan Tanah, Penggalian, Konstruksi
Pondasi, Pekerjaan Bawah Tanah
 93.040 Konstruksi Jembatan
 93.060 Konstruksi Terowongan
 93.080 Rekayasa Jalan
Sub Rekayasa Jalan
 93.080 Rekayasa Jalan

93.080.01 Rekayasa jalan secara umum


93.080.10 Konstruksi jalan incl. Peralatan
93.080.20 Bahan jalan
93.080.30 Peralatan dan instalasi jalan
93.080.40 Penerangan jalan dan peralatan terkait
93.080.99 Standar terkait lainnya
Panitia Teknis Berorientasi ICS
INSTANSI TERKAIT PANITIA TEKNIS SNI

I. PERPUSNAS, LIPI, BSN, 1 01-01 : Perpustakaan Dan Kepustakaan


BAKOSURTANAL 2 01-03 : Informasi dan Dokumentasi
3 03-02 : Sistem Manajemen Mutu
4 07-01 : Informasi Geografi/Geomatika
5 19-04 : Metode dan Prosedur Pengujian secara umum

II. BATAN, BPPT 6 17-01 : Pengukuran Radiasi


7 17-02 : Pengukuran Aliran Fluida dan Motor Bakar
8 19-01 : Uji Tak Rusak
9 19-02 : Pengujian Mekanik
10 25-01 : Sistem Otomasi Industri
11 27-01 : Rekayasa Energi Nuklir

III. DEPDAG, DEPHUB 12 03-03 : Jasa Bidang Perdagangan


13 03-04 : Persyaratan Pembangunan Sarana dan Prasarana
serta Pelayanan dan Pengelolaan Laut
INSTANSI TERKAIT PANITIA TEKNIS SNI
IV. ESDM - Ditjen LPE 14 01-02 : Istilah Teknik Ketenagalistrikan
15 13-02 : Keselamatan Pemanfaat Tenaga Listrik
16 13-03 : Keselamatan Pemanfaat Tenaga Listrik
17 17-03 : Meter Listrik
18 19-03 : Pengujian Tegangan Tinggi dan Perpetiran
19 27-02 : Turbin Listrik
20 27-03 : Energi Baru Terbarukan
21 29-01 : Sistem Ketenagalistrikan
22 29-02 : Perlengkapan & Sistem Proteksi Listrik (PTSP)
23 29-03 : Insulasi Listrik
24 29-04 : Jaringan Transmisi & Distribusi Tenaga Listrik
25 29-05 : Transformator
26 29-06 : Instalasi & Keandalan Ketenagalistrikan
27 29-07 : Kabel dan Konduktor Listrik
28 29-08 : Lengkapan Listrik
29 29-09 : Mesin Listrik
30 33-01 : Sistem Kendali Juah
V. DEPKOMINFO,
31 33-02 : Telekomunikasi
DITJEN
32 35-01 : Teknologi Informasi melalui Media Elektronika
TELEKOMUNIKASI
33 35-02 : Komunikasi Digital

VI. DEPKES, KLH, 34 11-03 : Alat Kesehatan


DEPNAKER, 35 11-04 : Invitro Diagnostic Test System
DEPDAGRI 36 13-01 : Keselamatan & Kesehatan Kerja
37 13-03 : Kualitas Lingkungan dan Manajemen Lingkungan
38 13-04 : Kendaraan dan Peralatan Pemadam Kebakaran
INSTANSI TERKAIT PANITIA TEKNIS SNI

VII. BPOM, DEPTAN, 39 11-01 : Terapetik


DEPPERIN 40 11-02 : Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga
41 65-03 : Pertanian
42 65-05 : Produk Perikanan
43 67-01 : Pangan Olahan Tertentu
44 67-02 : Bahan Tambahan Pangan (BTP) & Kontaminan
45 67-03 : Peternakan & Produk Peternakan
46 67-04 : Makanan dan Minuman

VIII. DEPHUT, DEPTAN, 47 65-01 : Pengolahan Hutan


DKP 48 65-02 : Hasil Hutan Bukan Kayu
49 65-04 : Sarana dan Prasarana Pertanian
50 65-05 : Produk Perikanan
65-05-S1 : Sarana Perikanan Tangkap
65-05-S2 : Perikanan Budidaya
51 79-01 : Hasil Hutan Kayu
INSTANSI TERKAIT PANITIA TEKNIS SNI
IX. DEPPERIN 52 21-01 : Permesinan & Produk Permesinan
53 31-01 : Elektronika untuk Keperluan Rumah Tangga
54 39-01 : Perhiasan
55 43-01 : Rekayasa kendaraan Jalan Raya
56 47-01 : Bangunan Kapal & Konstruksi Kelautan
57 59-01 : Tekstil & Produk Tekstil
58 59-02 : Kulit, Produk Kulit & Alas Kaki
59 65-06 : Produk Kimia dan Produk Agro Kimia
60 71-01 : Teknologi Kimia
61 77-01 : Logam, Baja dan Produk Baja
62 81-01 : Industri Kaca & Keramik
63 83-01 : Industri Karet & Plastik
64 85-01 : Teknologi Kertas
65 87-01 : Industri Cat & Warna
66 91-02 : Kimia Bahan Konstruksi
67 97-01 : Peralatan Rumah Tangga. Hiburan & Olah Raga
68 97-02 : Furnitur
X. ESDM – DITJEN 69 01-04 : Istilah Geologi & Pertambangan
PERTAMBANGAN dan 70 03-01 : Sistem Manajemen dalam Kegiatan Usaha Minyak dan Gas
DITJEN MIGAS Bumi
71 07-02 : Potensi Kebumian
72 13-05 : Perlindungan lingkungan geologi dan Pertambangan
73 13-06 : Keselamatan & Kesehatan Kerja Geologi & Pertambangan
74 73-01 : Komoditas Tambang Mineral, Batubara dan Panas Bumi
75 73-02 : Pertambangan Mineral, Batubara dan Panas Bumi
76 75-01 : Material, Peralatan Instalasi & Instrumentasi Minyak dan Gas
Bumi
77 75-02 : Produk Minyak Bumi, Gas Bumi dan Pelumas
INSTANSI TERKAIT PANITIA TEKNIS SNI

XI. DEPARTEMEN PU 78 91-01-S1 : Bahan Konstruksi/Bangunan dan Rekayasa Sipil/ SPT


Bidang Sumber Daya Air
91-01-S2 : Bahan Konstruksi/Bangunan & Rekayasa Sipil/ SPT
Bidang Rekayasa Jalan & Jembatan
91-01-S3 : Bahan Konstruksi/Bangunan & Rekayasa Sipil/ SPT
Bidang Perumahan dan Sarana & Prasarana
Permukiman
91-01-S4 : Bahan Konstruksi/Bangunan & Rekayasa Sipil/ SPT
Bidang Bahan, Sains, Struktur dan Konstruksi
Bangunan
91-01-S5 : Bahan Konstruksi/Bangunan & Rekayasa Sipil/ SPT
Bidang Tata Ruang
Tanggapan dalam tahap Jajak Pendapat

 Setuju, dapat disertai komentar non substansial. Jika komentar


bersifat substansial, dianggap tidak setuju.

 Tidak setuju, harus disertai alasan. Jika tidak disertai


alasan, tanggapan dihitung sebagai abstain.

 Abstain, tanpa komentar


Perangkuman Hasil Jajak Pendapat

 Verifikasi tanggapan oleh BSN

 Hasil Jajak Pendapat disampaikan BSN kepada PT/SPT

 Apabila dalam jajak pendapat semua peserta setuju tanpa ada


yang menolak, RSNI3 tersebut diproses tidak melalui tahap
pemungutan suara dan langsung masuk tahap RASNI.
RANAH KEGIATAN MASTAN

PENGEMBANGAN SNI PENERAPAN SNI PROMOSI SNI

PENILAIAN KESESUAIAN
PROGRAMMING PENGEMBANGAN &
SMM
KERJASAMA MEDIA
Usulan Perumusan : Lembaga Inspeksi
 SNI baru LSPro
 Media Cetak
Laboratorium
 SNI review  Kesiapan LPK
 Media Elektronik
 SNI abolisi  Pameran Edukasi SNI
 Pelatihan

BALLOTING SNI DI TEMPAT KERJA ADVOKASI


 Kajian / Seminar  Penyusunan Manual
Perbandingan Standar  Pelatihan Designer  Konsumen
 Enquiry  Pelatihan Supervisor  Kepranataan
 Voting  Pelatihan Operator  Program & Kebijakan

PENGEMBANGAN PROFESI STANDARDISASI


PENGEMBANGAN PROFESI STANDARDISASI
AUDIT /
PENGEMBANGAN INSPEKSI PENGUJIAN
JENJANG KEAHLIAN ASSESSMENT
MU MA UT PROVI MA LEAD MU MA UT MU MA UT
KOMPETENSI

1. PENGEMBANGAN
STANDAR
2. PENERAPAN
STANDAR :
 SISTEM
MANAJEMEN
 INSPEKSI TEKNIS
 SERTIFIKASI
PRODUK
 LABORATORIUM
3. INFORMASI
STANDAR
4. MANAJEMEN
STANDAR
5. METROLOGI

Sertifikasi
System Credit
Pelatihan/
Pendidikan Bahan Bakuan Point/
Etika Pelatihan Lembaga
Tinggi Ajar Kompetensi Penghargaan
Berkelanjutan Sertifikasi
Cum
MASTAN
DASAR PEMBENTUKAN DPW

I. ANGGARAN DASAR (AD)

Pasal 19
Kelompok Minat
(POKNAT)

1. Kelompok Minat/POKNAT adalah merupakan wahana komunikasi dan pembinaan


anggota MASTAN yang memiliki bidang minat khusus dalam pengembangan dan
penerapan standar;
2. Jenis POKNAT ditetapkan berdasarkan keputusan DPN;
3. Pembentukan dan pembinaan keberadaan POKNAT dikembangkan sesuai kebutuhan
lapangan oleh DPW atas sepengetahuan dan pengesahan DPN.
4. Ketentuan ayat 3 khusus untuk wilayah JABODETABEK diatur oleh DPN.
DASAR PEMBENTUKAN DPW

II. ANGGARAN RUMAH TANGGA (ART)

Pasal 7
Penetapan Pengurus Wilayah dan Kewenangan

1. Bila disuatu wilayah Propinsi terdapat sekurang-kurangnya 5 (lima) Kelompok Minat, maka dapat dibentuk
Dewan Pengurus Wilayah (DPW) MASTAN
2. Untuk meningkatkan efektifitas organisasi dan pendayagunaan kepengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat 1
diatas, Khusus untuk wilayah JABODETABEK (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi) dapat dibentuk
kepengurusan DPW khusus JABODETABEK.
3. Pembentukan DPW dan penetapan kepengurusan pertama dari organisasi DPW dilakukan oleh DPN
berdasarkan studi kelayakan dan ketentuan yang berlaku
4. Berkaitan dengan ayat 3 diatas, untuk kepengurusan selanjutnya Ketua DPW dipilih secara demokratis dan
ditetapkan melalui Musyawarah Wilayah (MUSWIL)
5. Bila di suatu Propinsi belum terbentuk DPW, urusan keanggotaan di Propinsi tersebut dapat digabungkan
dengan atau diurus oleh DPW terdekat yang diatur oleh DPN.

Anda mungkin juga menyukai