Anda di halaman 1dari 27

REFERAT

PENURUNAN KESADARAN

Dokter Pembimbing :

dr. F. Sukma W , Sp.S , M.Kes

Disusun Oleh :

Stefanus Purnomo 030.12.262

KEPANITERAAN KLINIK

ILMU PENYAKIT SARAF

RSAU DR. ESNAWAN ANTARIKSA

1
BAB I

PENDAHULUAN

Penurunan kesadaran adalah suatu kegawat daruratan dalam neurologi


yang ditandai dengan hilangnya kemampuan pasien untuk merespon stimulasi dari
dalam tubuh maupun lingkungan luar tubuh. Dalam praktik di UGD dan praktik
neurologi sehari-hari sangat penting untuk dapat melakukan penilaian dengan
cepat pada penurunan kesadaran dan mendiagnosis penyebab dari penurunan
kesadaran tersebut untuk mencegah terjadinya kerusakan otak yang irreversibel.
Sekitar 80 tahun yang lalu diadakan survey di dua rumah sakit besar di Boston
mengenai penyebab dari koma. Hasil dari survey tersebut menunjukan bahwa
dalam praktek klinis sehari-hari, ternyata penyebab dari koma atau penurunan
kesadaran tidak begitu bervariasi. Intoksikasi alkohol, penyakit cerebrovaskular
(CVD) dan trauma kepala merupakan penyebab 82% terjadinya penurunan
kesadaran. Penyebab lainnya yang cukup sering adalah kejang, keracunan obat,
komplikasi diabetes melitus dan infeksi berat. Menurut data yang dikumpulkan
oleh Plum dan Posner penyebab tersering dari koma adalah penyebab metabolik
baik eksogen (overdosis obat) maupun endogen (asidosis, hipoglikemia) dan
kelainan seperti stroke infark maupun hemoragik hanya 25% dari seluruh
penyebab koma. Penyebab yang lebih jarang, hanya sekitar 6% adalah trauma
kepala, dan penyebab koma yang terjarang ditemui adalah penyakit seperti tumor
otak, abses, dan perdarahan spontan.1-3

Kesadaran ditentukan oleh kondisi pusat kesadaran yang berada di kedua


hemisfer serebri dan Ascending Reticular Activating System (ARAS). Jika terjadi
kelainan pada kedua sistem ini, baik yang melibatkan sistem anatomi maupun
fungsional akan mengakibatkan terjadinya penurunan kesadaran dengan berbagai
tingkatan. Ascending Reticular Activating System merupakan suatu rangkaian
atau network system yang dari kaudal berasal dari medulla spinalis menuju rostral
yaitu diensefalon melalui brain stem sehingga kelainan yang mengenai lintasan
ARAS tersebut berada diantara medulla, pons, mesencephalon menuju ke

2
subthalamus, hipothalamus, thalamus dan akan menimbulkan penurunan derajat
kesadaran. Neurotransmiter yang berperan pada ARAS antara lain neurotransmiter
kolinergik, monoaminergik dan gamma aminobutyric acid (GABA).1-3

Respon gangguan kesadaran pada kelainan di ARAS ini merupakan


kelainan yang berpengaruh kepada sistem arousal yaitu respon primitif yang
merupakan manifestasi rangkaian inti-inti di batang otak dan serabut-serabut saraf
pada susunan saraf. Korteks serebri merupakan bagian yang terbesar dari susunan
saraf pusat di mana kedua korteks ini berperan dalam kesadaran akan diri terhadap
lingkngan atau input-input rangsangan sensoris, hal ini disebut juga sebagai
awareness.1-3

Mengingat banyaknya penyebab dari penurunan kesadaran, maka isi


daripada referat ini pada akhirnya bertujuan agar pembaca dapat mengerti tentang
definisi penurunan kesadaran, bahaya penurunan kesadaran, patofisiologi, serta
diagnosis penurunan kesadaran, terutama akibat metabolik, dan sebagian kecil
penurunan kesadaran akibat kelainan struktural dan tatalaksana penurunan
kesadaran yang terbagi atas tatalaksana baik umum maupun khusus. Saat
perbedaan keduanya telah jelas maka diagnosis klinis menjadi lebih cepat
ditegakkan, terapi yang diberikan lebih cepat dan tepat serta kerusakan otak yang
irreversibel dapat dicegah secara cepat dan efektif.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Terdapat beberapa definisi yang menggambarkan arti dari kesadaran. Kesadaran
adalah suatu keadaan yang menggambarkan sejauh mana seseorang siaga atau
mengetahui keadaan yang terjadi pada dirinya dan juga lingkungan di sekitarnya.
Menurut para psikolog definisi dari kesadaran itu sendiri adalah kesiagaan yang
terus menerus terhadap seluruh rangsangan yang meliputi perasaan, tingkah laku,
emosi, kemauan dan impuls. Beberapa aspek yang penting dalam kesiagaan atau
awareness adalah fungsi mental yaitu proses kognitif yang berhubungan dengan
kejadian saat ini dan pengalaman terdahulu. Para klinisi yang mengedepankan
penilaian kesadaran pada hal yang objektif seperti kelakuan dan respon pasien
terhadap stimulus daripada apa yang dikatakan oleh pasien menambahkan definisi
kesadaran yaitu suatu keadaan yang menggambarkan sejauh mana seseorang siaga
terhadap diri dan lingkungannya dan sejauh mana responsivitas seseorang
terhadap stimulus eksternal (nyeri, sentuhan) dengan kebutuhan internal (makan,
minum). Pada ilmu medis terdapat batasan yang jelas antara tingkat kesadaran
dengan isi dari kesadaran tersebut. Tingkat kesadaran digambarkan dengan
ekspresi wajah, terbuka atau tidaknya mata, adanya kontak mata dan postur tubuh,
contoh tingkat kesadaran adalah kompos mentis, sedangkan isi dari kesadaran
contohnya adalah kualitas berpikir dan koherensi antara pemikiran dengan tingkah
laku. Akan tetapi istilah-istilah seperti kesadaran, tingkat kesadaran seperti
kompos mentis, delirium dan koma masih ambigu saat digunakan karena tidak
semua klinisi dan ilmuwan berpendapat sama.1-4

4
2.2 Fisiologi kesadaran

Keadaan sadar dan siaga ditentukan oleh adanya stimulus. Stimulus yang
membangkitkan kesadaran dapat berasal darimanapun seperti penglihatan,
pendengaran, penciuman, pengecapan dan lainnya. Ada 2 komponen yang
dibutuhkan agar keadaan sadar dapat dipertahankan, yang pertama adalah
stimulus dan juga ARAS (Ascending Reticular Activating System). ARAS adalah
suatu jaras yang menghubungkan antara formatio reticularis di batang otak
dengan seluruh bagian dari kedua korteks hemisfer serebri, meskipun arahnya
yang ascending jaras ini terpisah dari jaras sensorik lainnya, penamaan “reticular”
sendiri yang berarti “jaring” menunjukan bahwa ARAS merupakan jaras yang
tidak searah dan seperti halnya jaring, bercabang-cabang menerima impuls dari
berbagai reseptor sensorik.1-4
Formatio reticularis adalah kumpulan nukleus neuron yang terletak di
pertengahan pons dan memanjang sampai ke otak tengah. Pada zaman perang
dunia ke 1, terjadi sebuah epidemik dari penyakit ensefalitis lethargica dimana
pasien dapat tidur sampai 20 jam per hari, kemudian pada autopsi ditemukan
adanya lesi pada batang otak di batang otak dekat dengan otak tengah. Bukti lain
bahwa formatio reticularis dibutuhkan dalam mempertahankan kesadaran adalah
eksperimen yang dilakukan oleh Moruzzi dan Magoun. Pada eksperimen tersebut
dilakukan diseksi pada dua ekor kucing, pada kucing pertama dilakukan diseksi di
daerah kaudal medula oblongata, pada kucing kedua dilakukan diseksi di daerah
di antara pons dengan otak tengah. Hasilnya adalah penurunan kesadaran terjadi
pada kucing kedua. Hal ini menunjukan bahwa terdapat suatu sistem kesadaran
pada daerah batang otak tersebut.1-4
Jaras dari ARAS antara formatio reticularis dengan korteks serebri
dihubungkan oleh bagian medial dari thalamus, setelah singgah di thalamus, jaras
ini akan menyebar ke seluruh korteks di kedua hemisfer serebri. Fungsi dari
ARAS sendiri adalah mempertahankan impuls yang terus menerus agar korteks
serebri tetap aktif dan memberikan respon terhadap stimulus tersebut sehingga
seorang individu terlihat “sadar”.1-4

5
Gambar 1
Ascending Reticular Activating System (ARAS)

2.3 Patofisiologi penurunan kesadaran

Penurunan kesadaran terjadi paling banyak karena adanya lesi pada jaras
ARAS. Lesi pada ARAS bisa disebabkan oleh iskemia misalnya pada stroke
iskemik, hipoksia pada sufokasi, penekanan oleh tumor, gangguan elektrolit,
penumpukan metabolit seperti urea dan ammonia. Pada stroke iskemik, akan
terjadi gangguan pada fungsi pompa Na+-K pada membran sel saraf karena untuk
menjalankan fungsinya pompa ini memerlukan ATP yang banyak didapat dari
proses fosforilasi oksidatif. Saat fungsi pompa ini terganggu maka akan terjadi
pembengkakan sel akibat dari membran sel saraf yang tidak bisa mempertahankan
kadar Na+ ekstrasel dan K+ intrasel yang seharusnya sehingga terjadi influx dari
cairan extraseluler3. Gangguan dari muatan dan pembengkakan sel saraf ini akan
menyebabkan gangguan dari penghantaran impuls, dimana jika hal ini terjadi pada
jaras ARAS impuls dari formatio reticularis ke korteks serebri akan berhenti

6
sehingga menyebabkan penurunan kesadaran. Hal yang sama berlaku pada proses
yang terjadi pada penekanan ARAS oleh tumor yang akhirnya akan menyebabkan
gangguan perfusi. Hipoglikemia juga dapat mengakibatkan pembengkakan sel
karena tidak tersedianya energi bagi pompa Na+-K+. Keadaan hiponatremia dapat
menyebabkan influx cairan ekstrasel yang menyebabkan pembengkakan sel
sedangkan hipernatremia dapat menyebabkan keluarnya cairan intrasel sehingga
terjadi pengerutan sel saraf yang juga akan menggangu hantaran impuls dari
ARAS dan berakibat pada penurunan kesadaran.1-5

Gambar 2.

Patofisiologi penurunan kesadaran

7
2.4 Klasifikasi penurunan kesadaran
 Penurunan kesadaran akut1,3,6
o Clouding of consciousness (somnolen)  Keadaan dimana terjadi
sedikit penurunan kesadaran yang ditandai dengan inatensi dan pasien
tampak mengantuk.
o Confusion  Pada keadaan ini pasien tampak terdisorientasi,
kebingungan dan kesulitan dalam memahami dan mengikuti instruksi
yang diberikan
o Delirium  gangguan kesadaran akut yang ditandai dengan
kegelisahan, ilusi, halusinasi dan inkoherensi antara pikiran dengan
perkataan.
o Obtundation  pasien tampak apatis dengan keadaan sekitar dan
cenderung tertidur, masih dapat dibangunkan akan tetapi akan cepat
kembali pada keadaan tidur.
o Stupor kondisi dimana pasien mengalami tidur yang dalam atau
tidak merespon, respon hanya timbul pada stimulan yang kuat dan
terus menerus. Dalam keadaan ini dapat ditemukan gangguan kognitif.
o Koma  Pasien sama sekali tidak merespon terhadap rangsangan
apapun yang diberikan.
o Locked-in syndrome  pasien tidak dapat meneruskan impuls eferen
sehingga tampak kelumpuhan pada keempat ektremitas dan saraf
cranial perifer. Pasien masih sadar akan tetapi tidak bisa merespon.
Biasanya pemeriksa akan meminta pasien untuk menjawab pertanyaan
tertutup (ya atau tidak) dengan kedipan mata.

 Penurunan kesadaran kronis1,3,6


o Dementia  kelainan mental yang kronis, progresif dan persisten
yang disebabkan oleh proses penyakit pada otak atau cedera pada otak
yang ditandai dengan gejala kelainan memori, kemampuan
pemecahan masalah dan perubahan kepribadian.

8
o Hypersomnia  keadaan dimana pasien tampak tidur secara normal
namun saat terbangun, kesadaran tampak menurun/tidak sadar penuh.
o Abulia  keadaan dimana pasien kehilangan keinginan dan motivasi
(lack of will) dan merespon secara lambat terhadap rangsangan
verbal.
o Akinetic mutism Kelainan kesadaran kronis yang ditandai dengan
ppasien yang imobil (akinetic) dan diam, tidak mengeluarkan
perkataan (mutism).
o The minimally conscious state (MCS) keadaan dimana terdapat
penurunan kesadaran yang drastis/berat tetapi pasien dapat mengenali
diri sendiri dan keadaaan sekitar. Keadaan ini biasanya timbul pada
pasien yang mengalami perbaikan dari keadaan koma atau perburukan
dari kelainan neurologis yang progresif.
o Vegetative state (VS) bukan merupakan tanda perbaikan dari pasien
yang mengalami penurunan kesadaran,meskipun tampak mata pasien
terbuka, namun pasien tetap dalam keadaan koma. Pada keadaan ini
regulasi pada batang otak dipertahankan oleh fungsi kardiopulmoner
dan saraf otonom, tidak seperti pada pasien koma dimana hemisfer
cerebri dan batang otak mengalami kegagalan fungsi. Keadaan ini
dapat mengalami perbaikan namun dapat juga menetap (persistent
vegetative state). Dikatakan persisten vegetative state jika keadaan
vegetative menetap selama lebih dari 30 hari.
o Brain death didefinisikan sebagai hilangnya seluruh fungsi otak
yang sifatnya ireversibel, termasuk fungsi yang paling penting yaitu
untuk mempertahankan sirkulasi dan homeostasis.
o Penilaian AVPU (Alert, Verbal, Pain, Unresponsive)
Tenaga kesehatan yang bekerja di ruangan gawat darurat biasanya
lebih memilih menggunakan penilaian AVPU karena lebih cepat.

9
Penilaian AVPU adalah sebagai berikut:
A: Alert atau sadar penuh
V: Verbal, hanya sadar saat dirangsang dengan suara
P: Pain. Sadar saat dirangsang nyeri
U: Unresponsive, tidak sadarkan diri dengan stimulus apapun

2.5 Cara menilai kesadaran secara kuantitatif


 Glasgow Coma Scale (GCS)
GCS adalah suatu cara untuk mengukur kesadaran seseorang secara
objektif dan kuantitatif berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan meliputi
pemeriksaan untuk Penglihatan/ Mata (E), Pemeriksaan Motorik (M) dan
Verbal (V).Pemeriksaan ini mempunyai nilai terendah 3 dan nilai tertinggi
15 (Compos mentis atau sadar penuh). Pemeriksaan derajat kesadaran
GCS adalah sebagai berikut :6,7
o Eye:
E1 tidak membuka mata dengan rangsang nyeri
E2 membuka mata dengan rangsang nyeri
E3 membuka mata dengan rangsang suara
E4 membuka mata spontan
o Motorik:
M1 tidak melakukan reaksi motorik dengan rangsang nyeri
M2 reaksi deserebrasi dengan rangsang nyeri
M3 reaksi dekortikasi dengan rangsang nyeri
M4 reaksi menghampiri rangsang nyeri tetapi tidak mencapai sasaran
M5 reaksi menghampiri rangsang nyeri tetapi mencapai sasaran
M6 reaksi motorik sesuai perintah
o Verbal:
V1 tidak menimbulkan respon verbal dengan rangsang nyeri (none)
V2 respon mengerang dengan rangsang nyeri (sounds)
V3 respon kata dengan rangsang nyeri (words)

10
V4 bicara dengan kalimat tetapi disorientasi waktu dan tempat
(confused)
V5 bicara dengan kalimat dengan orientasi baik (orientated)

Jika nilai GCS 13-14 menandakan somnolen, 12-9 sopor, dan kurang dari 8
menandakan koma.6,7

2.6 Etiologi penurunan kesadaran

Etiologi dari penuruan kesadaran dapat dibagi menjadi etiologi metabolik dan
struktural. Di mana etiologi struktural dibagi lagi menjadi dua yaitu
supratentorial dan infratentorial.1,6,7

 Etiologi metabolik (65%)


 Etiologi struktural (33%)
o Supratentorial: ditandai adanya gejala fokal yang terjadi lebih dulu dan
menonjol sebelum terjadinya penurunan kesadaran
o Infra tentorial: koma terjadi lebih dahulu akibat penekanan batang
otak, dapat terjadi gangguan pada pola pernafasan dan refleks batang
otak seperti reflek pupil, refleks kornea, doll eye movement (respon
okulosefalik) dan respon okulovestibular
 Psikiatri (2%) : ditandai dengan tertutupnya kelopak mata secara aktif dan
pemeriksaan dengan hasil yang normal.

11
Tabel 1
Klasifikasi etiologi penurunan kesadaran

2.7 Pemeriksaan umum pada kasus penurunan kesadaran


Teknik pemeriksaan pada seseorang dengan penurunan kesadaran dibagi
menjadi tiga tahapan:1-4
 Menentukan level kesadaran dari pasien dan primary survey
 Menentukan kemungkinan penyebab penurunan kesadaran dari pasien

12
 Menentukan ada atau tidaknya gejala-gejala fokal yang ada pada
pasien yang menandakan kerusakan pada jaras, korteks maupun batang
otak.
Seperti penanganan kasus berat lainnya, sebelum mencari kemungkinan
etiologi, seorang dokter atau tenaga medis harus yakin bahwa tidak ada
kondisi yang mengancam nyawa pada pasien, oleh karena itu penting
dlakukan primary survey yang meliputi Airway, Breathing, Circulation
(ABC).1-4
 Airway: Apakah ada tanda-tanda sumbatan jalan nafas seperti snoring,
gargling, stridor yang menandakan sumbatan parsial jalan nafas atau
bahkan hilangnya suara nafas yang menandakan obstruksi total dari
jalan napas.
 Breathing: Apakah pasien masih bernafas, jika ya, nilai juga pola dan
frekuensi nafas dari pasien apakah ada tachypnoe, apnoe, atau pola
pernafasan yang abnormal seperti cheyne stoke respiration.
 Circulation: Menentukan apakah terjadi hipoperfusi atau syok pada
pasien dengan cara meraba nadi a. Radialis atau a. Karotis komunis,
dinilai frekuensi nadi (tachykardia, bradikardia) dan pola nya apakah
reguler atau tidak

Setelah melakukan primary survey, pemeriksaan baru dimulai dengan


melakukan inspeksi pada pasien, dinilai posisi pasien saat berbaring, apakah
ada posisi yang tidak biasa yang menandakan adanya spastisitas atau
paralysis, apakah mata pasien terbuka atau tidak, apakah pasien menyadari
kehadiran pemeriksa atau orang-orang lainnya di ruangan? Jika pasien tampak
sadar penuh, sadar terhadap kehadiran pemeriksa, tidak terdapat disorientasi
tempat dan waktu dan pasien tidak kebingungan saat menjawab pertanyaan
umum dan mendasar maka kesadaran dianggap normal. Pemeriksa harus
berhati-hati dengan kelainan-kelainan yang tampaknya seperti penurunan
kesadaran, padahal merupakan kelainan fokal seperti afasia dan hemiparese
dan bukan kelainan global seperti yang terjadi pada penurunan kesadaran.1-4

13
Saat mewawancara pasien pada penurunan kesadaran, untuk menilai
kesadaran dapat dipakai berbagai skala penilaian, berikut diberikan contoh
cara menilai kesadaran menggunakan Grady Coma Scale yang belum sering
dibahas. Saat pemeriksa memanggil nama pasien perhatikan apakah pasien
tampak kebingungan, mengantuk atau acuh tak acuh. Pasien yang merespon
saat namanya dipanggil, contohnya dengan membuka mata, kemudian tidak
tertidur lagi ketika tidak distimulasi, dapat dikatakan pasien tersebut ada
dalam keadaan Grade I coma.5 Pada pasien yang ada dalam penurunan
kesadaran yang lebih jauh lagi contohnya pada pasien yang tidak merespon
saat namanya dipanggil dapat dicoba rangsangan dengan light pain atau nyeri
ringan dengan menusukan secara halus jarum kecil pada dinding dada pasien,
jika dengan cara ini pasien sadar maka dikatakan, pasien ada dalam tingkat
kesadaran Grade II coma.1-4

Jika dengan stimulasi suara dan light pain pasien belum juga bisa
dibangunkan maka dapat dicoba dengan rangsang nyeri yang dalam atau deep
pain. Cara untuk merangsang nyeri secara dalam dapat dilakukan dengan
menarik atau memuntir puting susu dari pasien atau dengan cara memberikan
penekanan pada sternum. Menurut salah satu sumber, masalah yang
ditimbulkan dengan menarik puting lebih ringan dibandingkan dengan nyeri
periosteal kronik atau perdarahan subungual yang dapat terjadi dengan
penekanan sternum. Pasien yang sadar setelah diberikan stimulus nyeri dalam
dikatakan ada dalam keadaan Grade III coma.1-4

Respon pasien terhadap rangsangan nyeri dalam belum tentu berupa


kesadaran spontan. Dapat keluar postur yang abnormal seperti dekortikasi dan
deserebrasi. Kedua posisi ini ditandai dengan sendi lutut yang terekstensi dan
rotasi internal dan fleksi plantar dari ekstremitas bawah. Ekstremitas atas pada
pasien dengan posisi dekortikasi ditandai dengan aduksi pada bahu dan fleksi
pada sendi sikut, pergelangan tangan dan MCP, sedangkan ekstremitas atas
pada pasien dengan kelainan deserebrasi ditandai dengan adanya aduksi pada
sendi bahu, ekstensi dan rotasi internal pada sendi sikut. Jika pasien

14
menunjukan postur seperti ini setelah diberikan rangsang nyeri maka pasien
dikatakan ada pada kesadaran Grade IV coma.1-4

Jika setelah diberikan rangsangan nyeri dalam, pasien tidak merespon


dan ada dalam keadaan lemah flaccid maka dapat dikatakan pasien ada dalam
keadaan Grade V coma.1-4

Setelah melakukan pemeriksaan tingkat kesadaran, yang berikutnya


harus dilakukan adalah mencari kemungkinan penyebab terjadinya penurunan
kesadaran tersebut. Tahap ini dimulai dengan anamnesis, biasanya dengan
aloanamnesis jika pasien tidak bisa diajak berinteraksi. Perlu ditanyakan
apakah pasien mengalami cedera kepala sebelumnya, perlu juga ditanya
mengenai penyakit metabolik yang dimiliki oleh pasien seperti diabetes
melitus, hipertensi, gangguan fungsi paru, ginjal dan hepar. Dapat ditanyakan
juga apakah pada saat pasien ditemukan tidak sadar ada obat-obatan atau zat
yang berbahaya bila dikonsumsi di sekitar pasien untuk menyingkirkan
kemungkinan intoksikasi. Gejala-gejala penyerta seperti apakah ada
kelemahan pada separuh badan, nyeri kepala, mual muntah dan gangguan
penglihatan perlu ditanyakan untuk menyingkirkan kemungkinan kelainan
pada serebrovaskuler dan adanya peningkatan TIK. Setelah anamnesis
dilakukan, pemeriksaan fisik secara terarah perlu dilakukan. Dimulai dengan
pemeriksaan tanda-tanda vital yang dapat mengarahkan diagnosis pada infeksi
(jika suhu meningkat), hipertensi, peningkatan TIK (bradikardia dan
hipertensi). Inspeksi dilakukan dari kepala, dicar apakah ada bekas luka atau
jejas pada kulit kepala, wajah dan leher. Apakah ada ekimosis pada daerah
periorbita, retroaurikuler atau perdarahan pada membrana timpani yang
mengarahkan diagnosis pada fraktur basis kranii. Pada mata pasien dilakukan
inspeksi juga apakah ada konjungtiva anemis, sklera yang ikterik, pupil yang
anisokor, miosis atau dilatasi sempurna yang tidak berespon terhadap
rangsang cahaya. Dengan funduskopi dapat dicari papiledema sebagai tanda
peningkatan TIK dan juga perdarahan intraokular misalnya karena diabetes
dan hipertensi yang sudah lama. Pada bibir dan kuku dicari tanda hipoksia

15
seperti pucat atau sianosis yang mengarahkan diagnosis pada anemia dan
penyakit paru. Pada leher dicari tanda seperti kaku kuduk akibat meningitis,
namun perlu diperhatikan jika sebelumnya terjadi trauma kepala maka
pemeriksaan ini tidak boleh dilakukan.2,6-8

2.8 Pemeriksaan neurologis pada kasus penurunan kesadaran


Selain pemeriksaan fisik umum, pada pasien dengan penurunan kesadaran,
perlu dilakukan pemeriksaan neurologis yang lengkap, yaitu meliputi:1,7
1. Pemeriksaan kesadaran (GCS, AVPU, Grady Coma Scale)
2. Pemeriksaan pupil berfungsi untuk mengetahui apakah ada
gangguan pada fungsi batang otak sekaligus mengarahkan pada
kecurigaan letak lesi pada batang otak.

Gambar 3
Kelainan pada pemeriksaan pupil dan kemungkinan letak lesi

3. Pemeriksaan respon okulosefalik (doll eye movement) atau respon


okulovestibuler. Respon okulovestibuler dapat dites dengan dua
cara, yaitu doll eye manuver dan respon kalori. Pada doll eye
movement, pergerakan kepala akan menimbulkan rangsangan pada

16
nervus VIII. Untuk menjaga keseimbangan saat pergerakan kepala,
maka nervus VIII dan nervus yang mengatur otot eksternal bola
mata berusaha agar bayangan yang dibentuk di retina stabil dan
berada pada sentral retina, sehingga timbulah eksitasi dan inhibisi
dari otot bola mata eksternal yang menyebabkan pergerakan bola
mata ke satu arah (konjugat). Pada tes kalori, hasil normal didapat
bila pergerakan bola mata secara konjugat ke sisi dimana air
dimasukan ke dalam liang telinga.1,7,8

Gambar 4
Tes refleks okulosefalik
4. Pemeriksaan refleks kornea: reflek dalam menutup kelopak mata
dan elevasi kedua bola mata (Bell’s Phenomenon) menandakan
jaras reflek dari nervus trigeminal menuju tegmentum batang otak
lalu kembali ke nervus oculomotor dan facial masih dalam keadaaan
intak/baik8
5. Pemeriksaan nervus kranialis mulai dari Nervus I sampai dengan
Nervus XII.8

17
6. Pemeriksaan tanda rangsang meningeal, pada kasus cedera kepala
dan servikal, kaku kuduk jangan dilakukan bila belum ada foto
rontgen cervical. Dapat dilakukan tanda rangsang meningeal lain.8
7. Pemeriksaan pola pernafasan, pada kasus pasien koma pola
pernafasan menjadi penting untuk diamati karena dari pola
pernafasan yang abnormal dapat diketahui letak dari lesi di cerebral
atau batang otak. Beberapa contoh kelainan pada pola pernafasan
adalah:1,7,8
 Pola Cheyne-Stokes
Pola ini digambarkan dengan pernafasan yang
hyperventilation dan diselingi dengan periode apneu. Pola
pernafasan ini bisa terjadi pada kasus koma dengan letak lesi
pada supratentorial serebeli yang melibatkan kedua hemisfer
serebri atau penurunan kesadaran karena penyebab
metabolik.
 Pola Central Neurogenic Hyperventilation
Pola ini digambarkan dengan pernafasan yang cepat, konstan
dan reguler. Pola pernafasan ini menunjukan adanya lesi di
daerah otak tengah bawah – pons bagian atas
 Apneustic breathing
Mempunyai karakteristik fase inspirasi dan ekspirasi yang
panjang kemudian diikuti dengan fase apneu. Pola pernafasan
ini menunjukan adanya lesi pada pons bagian tengah sampai
pons bagian bawah.
 Cluster breathing
Mempunyai karakteristik adanya sebuah kelompk atau
cluster pernafasan dan disela dengan jeda yang ireguler di
antaranya. Menunjukan adanya lesi di bagian medulla
oblongata atau pons bawah

18
 Ataxic breathing
Pola pernafasan yang tidak beraturan, dapat berupa
pernafasan dangkal, dalam diselingi jeda yang acak dan
ireguler. Frekuensi pernafasan lambat. Menunjukan lesi pada
medulla oblongata

Gambar 5
Pola pernafasan dan letak lesi

8. Pemeriksaan motorik pada penderita yang mengalami penurunan


kesadaran dilakukan secara kualitatif dan hasilnya berupa kesan
apakah terdapat parese atau tidak
9. Pemeriksaan reflek fisiologik
10. Pemeriksaan refleks patologis

19
2.9 Pemeriksaan penunjang, diarahkan untuk mencari penyebab dari penurunan
kesadaran, meliputi:1-3
 Laboratorium
o Darah perifer lengkap (Hb, Leukosit, HT, LED, Trombosit,
Diff cout)
o Gula darah sewaktu
o SGOT/SGPT
o Ureum
o Kreatinin
o Urinalisa untuk mencari metabolit sisa intoksikasi
 Pemeriksaan-pemeriksaan khusus meliputi pungsi lumbal, CT scan
kepala, EEG, EKG, foto toraks dan foto kepala.

2.10 Membedakan sebab metabolik dengan struktural


Beberapa pemeriksaan diketahui sangat baik dalam membedakan
antara penyebab koma metabolik atau struktural. Pemeriksaan seperti
pemeriksaan neurologi yang baik, CT scan, CSF. Anamnesis bertujuan
untuk mencari tanda –tanda patologi intra kranial contohnya hemiparese,
kejang, nyeri kepala yang dapat mengarahkan diagnosis pada koma karena
etiologi struktural. Pemeriksaan fisik neurologi bertujuan untuk mencari
tanda-tanda lateralisasi, tanda fokal dan gejala lain seperti hemiparese,
pupil yang anisokor, papiledema, hambatan pada gerakan bola mata,
parese nervus fasialis, tanda rangsang meningeal dan temuan-temuan
lainnya. Pemeriksaan laboratorium misalnya analisa gas darah dapat
mendiagnosis adanya proses koma karena asidosis metabolik,
laboratorium fungsi ginjal yaitu ureum dan kreatinin dapat mendiagnosis
koma karena uremia, dan masih banyak lagi pemeriksaan laboratorium
lainnya. Pemeriksaan imaging seperti CT Scan dapat mendiagnosis secara
visualisasi langsung sebagian besar proses yang terjadi di dalam otak.
Pemeriksaan CSF juga dapat mendeteksi adanya infeksi virus atau bakteri
misalnya pada meningitis akut atau mendeteksi perdarahan pada

20
perdarahan sub arachnoid. Berikut adalah tiga kelompok besar mengenai
etiologi dari koma.1-4

Golongan besar Jenis penyakit Pemeriksaan fisik Pemeriksaan


laboratorium dan
penunjang
Koma dengan gejala Perdarahan Hemiplegia, Lesi hiperdens pada CT
fokal dan lateralisasi intracerebral hipertensi, pernafasan scan
siklik, pupil anisokor

Perdarahan Respirasi siklik, Lesi hiperdens pada CT


subdural hipertensi, scan; LCS
hemiparese, xanthochromic dengan
pembesaran pupil kadar protein rendah
unilateral

Sumbatan Extensor posturing, Arteri basilaris yang


arteri basilaris tanda babinski hiperdens, CSF yang
bilateral, hilangnya normal
respon okuosefalik
Koma tanpa tanda Meningitis Demam, kaku kuduk, Edema serebri,
fokal dan lateralisasi, bakterial akut tanda kernig, nyeri meningeal enhancement,
tapi ada tanda kepala protein yang meningkat
rangsang meningeal dan glukosa menurun
pada LCS

Perdarahan Pernafasan disertai CT scan: perdarahan


subarakhnoid mengorok, hipertensi, pada sisterna dan sulcus,
kaku kuduk, tanda LCS berwarna darah atau
kernig xantochrom.
Koma tanpa tanda Intoksikasi Hipotermia, hipotensi, Kadar alkohol darah

21
fokal, lateralisasi dan alkohol flushing pada kulit, meningkat
tanda iritasi meningeal nafas berbau alkohol

Koma diabetik Tanda-tanda Hiperglikemia,glikosuria


dehidrasi, pernafasan Asidosis, ketonemia,
kussmaul, nafas ketonuria
berbau “keton”

Uremia Hipertensi, kulit Protein dan silinder pada


kering dan pecah- urin, BUN dan creatinine
pecah, nafas berbau serum meningkat,
urin anemia, asidosis,
hipokalsemia

Koma hepatik Asites, jaundice, tanda Peningkatan kadar NH3


hipertensi portal, darah, LCS berwarna
asterixis (flapping kuning dengan kadar
tremor) protein normal atau
sedikit meningkat; enzim
transaminase meningkat
Tabel 2. Karakteristik dari etiologi struktural dan metabolik1-4

Dari keterangan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa koma yang


disebabkan oleh kelainan struktural, pada pemeriksaan neurologi akan
ditemukan tanda seperti lateralisasi, tanda fokal, kejang, nyeri kepala,
tanda rangsang meningeal. Sedangkan pada koma yang disebabkan oleh
etiologi metabolik, tidak ditemukan tanda-tanda neurologis seperti yang
telah disebutkan di atas.1-4

2.11 Tatalaksana
Penurunan kesadaran, apapun penyebabnya seringkali fatal karena
penurunan kesadaran menunjukan adanya penyakit yang serius dan

22
seringkali, saat pasien dengan penurunan kesadaran datang ke dokter
sudah terjadi kerusakan otak yang ireversibel misalnya karena
hipoglikemia atau hipoksia. Tujuan utama seorang dokter dalam
penanganan penurunan kesadaran adalah mendeteksi penyebabnya
kemudian menghilangkan penyebab tersebut untuk mencegah sequelae
lebih jauh lagi. Tatalaksana penurunan kesadaran, dapat dirangkum
menjadi langkah-langkah berikut:1-4
 Jika terdapat nafas yang dangkal dan mengorok, berarti ada
penyumbatan jalan nafas. Pasien harus segera ditempatkan
dalam posisi miring agar tidak terjadi aspirasi. Lendir yang
menyumbat harus segera di hilangkan dengan cara suctioning.
Tanda-tanda vital pasien dipantau dengan monitor. Bila ada
alat yang memadai pasien sebaiknya diintubasi untuk menjaga
patensi jalan nafas.
 Manajemen syok berupa resusitasi dengan 2 liter cairan
kristaloid jika terjadi syok derajat berat, pemaasangan akses
intravena harus didahulukan sebelum dilakukan pemeriksaan
diagnostik lain.
 Pasang akses intravena untuk memasukan obat dan mengambil
sampel darah untuk mengecek kadar gula darah, zat-zat toksik
pada kasus overdosis, fungsi ginjal dan fungsi hati. Jika terjadi
intoksikasi narkotika, dapat diberikan naloxone 0,5 mg, jika
terjadi hipoglikemia dapat diberikan D40 sebanyak 50 ml,
diikuti dengan infus D5.
 Jika curiga adanya peningkatan TIK segera periksa CT scan
cito.
 Jika terdapat tanda peningkatan TIK dan dikonfirmasi oleh CT
scan, segera berikan mannitol 25-50 g IV bolus dilarutkan
dengan konsentrasi 20%, diberikan secara intravena selama 10-
20 menit sambil dilakukan hiperventilasi. Dapat diulang
pemberian manitol sebanyak 0,25-0,5 g / KgBB IV bolus tiap 4

23
-6 jam. Setelah terapi boleh dilakukan pemeriksaan CT scan
ulang.
 Pemeriksaan lumbal pungsi dilakukan jika dicurigai adanya
meningitis atau perdarahan subarakhnoid. Tetapi, jika terdapat
CT scan lebih baik dilakukan pemeriksaan CT scan untuk
menyingkirkan massa atau perdarahan yang menimbulkan efek
tekanan. Perdarahan subarakhnoid juga dapat didiagnosis
dengan CT scan.
 Dapat dilakukan bilas lambung dengan NaCl dapat menjadi alat
diagnosis dan terapi untuk kasus-kasus intoksikasi obat yang
masuk melalui saluran pencernaan. Obat-obatan seperti
salisilat, opiat dan antikolinergik yang menimbulkan atoni
gaster dapat diamil sampelnya bahkan beberapa jam setelah
kejadian. Obat untuk menetralisir asam lambung dapat
diberikan untuk mencegah perdarahan lambung dari stress ucer.
 Pasang kateter urin agar tidak terjadi retensi urin, dan agar
pasien tidak buang air di tempat tidur. Dapat juga dipasang
kombinasi NGT dan ETT untuk mencegah aspirasi. NGT juga
dapat digunakan untuk mendeteksi adanya cairan lambung
yang hitam akibat perdarahan
 Jika pasien dapat bergerak dan memberontak sebaiknya kaki
dan tangan pasien diikat di tempat tidur.
 Berikan lubrikan mata agar tidak kering, jaga oral hygiene
untuk mencegah aspirasi.

2.12 Prognosis
Penyembuhan dari koma akibat metabolik lebih baik jika
dibandingkan dengan kelainan struktural. Pada pasien stroke yang
mengalami koma kebanyakan akan meninggal. Kecuali jika dilakukan
kraniotomi atau etiologinya adalah hidrosefalus yang disebabkan SAH.

24
Jika satu hari setelah onset koma bentuk apapun, jika tidak ada reflek
pupil, kornea atau okulovestibular prognosis akan buruk baik secara
kehidupan maupun fungsi. Setelah 1-3 hari setelah onset koma didapati
reflek kornea negatif, pasien tidak mau buka mata, dan atonia keempat
ekstremitas merupakan penunjuk akan terjadi outcome yang buruk secara
ad vitam maupun fungsionam.1

25
BAB III

KESIMPULAN

Penurunan kesadaran adalah suatu kegawatdaruratan pada bidang


neurologi. Meskipun penurunan kesadaran merupakan penyakit di bidang
neurologi namun sangat penting bagi dokter umum untuk mengetahui cara
mendiagnosis dan tatalaksana awal karena dokter umum akan banyak menjumpai
kasus penurunan kesadaran di Unit Gawat Darurat. Dari sekian banyak etiologi
penurunan kesadaran, diperlukan waktu yang cepat untuk mendiagnosis
etiologinya, karena itu pengetahuan untuk membedakan penurunan kesadaran
karena etiologi metabolik ataupun struktural sangat penting. Penurunan kesadaran
karena kelainan struktural biasanya disertai dengan kelainan pada pemeriksaan
neurologi seperti adanya lateralisasi, gejala fokal dan tanda rangsang meningeal
yang positif dan pemeriksaan CSF yang abnormal. Sedangkan pada kelainan
metabolik biasanya dijumpai pemeriksaan lab darah, urin yang abnormal sebagai
contoh hipoglikemia, namun tidak dijumpai kelainan pada pemeriksaan fisik
neurologis.

Tujuan dari tatalaksana kasus penurunan kesadaran adalah untuk


mendiagnosa etiologi secepatnya kemudian melakukan tindakan pertolongan
pertama jika diperlukan kemudian setelah pasien stabil baru dilakukan tatalaksana
spesifik untuk kausa dari penurunan kesadaran tersebut.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Hauser SL, Josephson SA, Fauci AS, Longo DL, Kasper DL, Jameson JL.
Harrison’s neurology in clinical medicine. New York: Mc Graw Hill
Education. 2014.p.125-41.
2. Ropper AH, Samuels MA, Klein JP. Adams and Victor’s Principle of
neurology. New York: Mc Graw Hill Education. 2014.p.357-80.
3. Posner BJ, Saper CB, Schiff ND, Plum F. Plum and Posner’s diagnosis of
stupor and coma. Oxford: Oxford University Press. 2007.p.4-34, 40-78.
4. Gorelick PB, Testai FD, HankeyGJ, Wardlaw JM. Hankey’s Clinical
Neurology. 2nd Ed. USA: CRC Press.2014.p.81-107.
5. Silbernagl S, Lang F. Teks & atlas berwarna patofisiologi. Jakarta: EGC;
2013.h.342.
6. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi klinis dasar. Jakarta: Dian Rakyat.
2014.h.183-97.
7. Baehr M, Frotscher M. Diagnosis topic neurologi Duus anatomi, fisiologi,
tanda, gejala. Jakarta: EGC; 2015.h.194-7, 241.
8. Lumbantobing SM. Neurologi klinik pemeriksaan fisik dan mental.
Jakarta: Fakultas kedokteran universitas Indonesia. 2014.h.2-114.

27

Anda mungkin juga menyukai