PENURUNAN KESADARAN
Dokter Pembimbing :
Disusun Oleh :
KEPANITERAAN KLINIK
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
subthalamus, hipothalamus, thalamus dan akan menimbulkan penurunan derajat
kesadaran. Neurotransmiter yang berperan pada ARAS antara lain neurotransmiter
kolinergik, monoaminergik dan gamma aminobutyric acid (GABA).1-3
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Terdapat beberapa definisi yang menggambarkan arti dari kesadaran. Kesadaran
adalah suatu keadaan yang menggambarkan sejauh mana seseorang siaga atau
mengetahui keadaan yang terjadi pada dirinya dan juga lingkungan di sekitarnya.
Menurut para psikolog definisi dari kesadaran itu sendiri adalah kesiagaan yang
terus menerus terhadap seluruh rangsangan yang meliputi perasaan, tingkah laku,
emosi, kemauan dan impuls. Beberapa aspek yang penting dalam kesiagaan atau
awareness adalah fungsi mental yaitu proses kognitif yang berhubungan dengan
kejadian saat ini dan pengalaman terdahulu. Para klinisi yang mengedepankan
penilaian kesadaran pada hal yang objektif seperti kelakuan dan respon pasien
terhadap stimulus daripada apa yang dikatakan oleh pasien menambahkan definisi
kesadaran yaitu suatu keadaan yang menggambarkan sejauh mana seseorang siaga
terhadap diri dan lingkungannya dan sejauh mana responsivitas seseorang
terhadap stimulus eksternal (nyeri, sentuhan) dengan kebutuhan internal (makan,
minum). Pada ilmu medis terdapat batasan yang jelas antara tingkat kesadaran
dengan isi dari kesadaran tersebut. Tingkat kesadaran digambarkan dengan
ekspresi wajah, terbuka atau tidaknya mata, adanya kontak mata dan postur tubuh,
contoh tingkat kesadaran adalah kompos mentis, sedangkan isi dari kesadaran
contohnya adalah kualitas berpikir dan koherensi antara pemikiran dengan tingkah
laku. Akan tetapi istilah-istilah seperti kesadaran, tingkat kesadaran seperti
kompos mentis, delirium dan koma masih ambigu saat digunakan karena tidak
semua klinisi dan ilmuwan berpendapat sama.1-4
4
2.2 Fisiologi kesadaran
Keadaan sadar dan siaga ditentukan oleh adanya stimulus. Stimulus yang
membangkitkan kesadaran dapat berasal darimanapun seperti penglihatan,
pendengaran, penciuman, pengecapan dan lainnya. Ada 2 komponen yang
dibutuhkan agar keadaan sadar dapat dipertahankan, yang pertama adalah
stimulus dan juga ARAS (Ascending Reticular Activating System). ARAS adalah
suatu jaras yang menghubungkan antara formatio reticularis di batang otak
dengan seluruh bagian dari kedua korteks hemisfer serebri, meskipun arahnya
yang ascending jaras ini terpisah dari jaras sensorik lainnya, penamaan “reticular”
sendiri yang berarti “jaring” menunjukan bahwa ARAS merupakan jaras yang
tidak searah dan seperti halnya jaring, bercabang-cabang menerima impuls dari
berbagai reseptor sensorik.1-4
Formatio reticularis adalah kumpulan nukleus neuron yang terletak di
pertengahan pons dan memanjang sampai ke otak tengah. Pada zaman perang
dunia ke 1, terjadi sebuah epidemik dari penyakit ensefalitis lethargica dimana
pasien dapat tidur sampai 20 jam per hari, kemudian pada autopsi ditemukan
adanya lesi pada batang otak di batang otak dekat dengan otak tengah. Bukti lain
bahwa formatio reticularis dibutuhkan dalam mempertahankan kesadaran adalah
eksperimen yang dilakukan oleh Moruzzi dan Magoun. Pada eksperimen tersebut
dilakukan diseksi pada dua ekor kucing, pada kucing pertama dilakukan diseksi di
daerah kaudal medula oblongata, pada kucing kedua dilakukan diseksi di daerah
di antara pons dengan otak tengah. Hasilnya adalah penurunan kesadaran terjadi
pada kucing kedua. Hal ini menunjukan bahwa terdapat suatu sistem kesadaran
pada daerah batang otak tersebut.1-4
Jaras dari ARAS antara formatio reticularis dengan korteks serebri
dihubungkan oleh bagian medial dari thalamus, setelah singgah di thalamus, jaras
ini akan menyebar ke seluruh korteks di kedua hemisfer serebri. Fungsi dari
ARAS sendiri adalah mempertahankan impuls yang terus menerus agar korteks
serebri tetap aktif dan memberikan respon terhadap stimulus tersebut sehingga
seorang individu terlihat “sadar”.1-4
5
Gambar 1
Ascending Reticular Activating System (ARAS)
Penurunan kesadaran terjadi paling banyak karena adanya lesi pada jaras
ARAS. Lesi pada ARAS bisa disebabkan oleh iskemia misalnya pada stroke
iskemik, hipoksia pada sufokasi, penekanan oleh tumor, gangguan elektrolit,
penumpukan metabolit seperti urea dan ammonia. Pada stroke iskemik, akan
terjadi gangguan pada fungsi pompa Na+-K pada membran sel saraf karena untuk
menjalankan fungsinya pompa ini memerlukan ATP yang banyak didapat dari
proses fosforilasi oksidatif. Saat fungsi pompa ini terganggu maka akan terjadi
pembengkakan sel akibat dari membran sel saraf yang tidak bisa mempertahankan
kadar Na+ ekstrasel dan K+ intrasel yang seharusnya sehingga terjadi influx dari
cairan extraseluler3. Gangguan dari muatan dan pembengkakan sel saraf ini akan
menyebabkan gangguan dari penghantaran impuls, dimana jika hal ini terjadi pada
jaras ARAS impuls dari formatio reticularis ke korteks serebri akan berhenti
6
sehingga menyebabkan penurunan kesadaran. Hal yang sama berlaku pada proses
yang terjadi pada penekanan ARAS oleh tumor yang akhirnya akan menyebabkan
gangguan perfusi. Hipoglikemia juga dapat mengakibatkan pembengkakan sel
karena tidak tersedianya energi bagi pompa Na+-K+. Keadaan hiponatremia dapat
menyebabkan influx cairan ekstrasel yang menyebabkan pembengkakan sel
sedangkan hipernatremia dapat menyebabkan keluarnya cairan intrasel sehingga
terjadi pengerutan sel saraf yang juga akan menggangu hantaran impuls dari
ARAS dan berakibat pada penurunan kesadaran.1-5
Gambar 2.
7
2.4 Klasifikasi penurunan kesadaran
Penurunan kesadaran akut1,3,6
o Clouding of consciousness (somnolen) Keadaan dimana terjadi
sedikit penurunan kesadaran yang ditandai dengan inatensi dan pasien
tampak mengantuk.
o Confusion Pada keadaan ini pasien tampak terdisorientasi,
kebingungan dan kesulitan dalam memahami dan mengikuti instruksi
yang diberikan
o Delirium gangguan kesadaran akut yang ditandai dengan
kegelisahan, ilusi, halusinasi dan inkoherensi antara pikiran dengan
perkataan.
o Obtundation pasien tampak apatis dengan keadaan sekitar dan
cenderung tertidur, masih dapat dibangunkan akan tetapi akan cepat
kembali pada keadaan tidur.
o Stupor kondisi dimana pasien mengalami tidur yang dalam atau
tidak merespon, respon hanya timbul pada stimulan yang kuat dan
terus menerus. Dalam keadaan ini dapat ditemukan gangguan kognitif.
o Koma Pasien sama sekali tidak merespon terhadap rangsangan
apapun yang diberikan.
o Locked-in syndrome pasien tidak dapat meneruskan impuls eferen
sehingga tampak kelumpuhan pada keempat ektremitas dan saraf
cranial perifer. Pasien masih sadar akan tetapi tidak bisa merespon.
Biasanya pemeriksa akan meminta pasien untuk menjawab pertanyaan
tertutup (ya atau tidak) dengan kedipan mata.
8
o Hypersomnia keadaan dimana pasien tampak tidur secara normal
namun saat terbangun, kesadaran tampak menurun/tidak sadar penuh.
o Abulia keadaan dimana pasien kehilangan keinginan dan motivasi
(lack of will) dan merespon secara lambat terhadap rangsangan
verbal.
o Akinetic mutism Kelainan kesadaran kronis yang ditandai dengan
ppasien yang imobil (akinetic) dan diam, tidak mengeluarkan
perkataan (mutism).
o The minimally conscious state (MCS) keadaan dimana terdapat
penurunan kesadaran yang drastis/berat tetapi pasien dapat mengenali
diri sendiri dan keadaaan sekitar. Keadaan ini biasanya timbul pada
pasien yang mengalami perbaikan dari keadaan koma atau perburukan
dari kelainan neurologis yang progresif.
o Vegetative state (VS) bukan merupakan tanda perbaikan dari pasien
yang mengalami penurunan kesadaran,meskipun tampak mata pasien
terbuka, namun pasien tetap dalam keadaan koma. Pada keadaan ini
regulasi pada batang otak dipertahankan oleh fungsi kardiopulmoner
dan saraf otonom, tidak seperti pada pasien koma dimana hemisfer
cerebri dan batang otak mengalami kegagalan fungsi. Keadaan ini
dapat mengalami perbaikan namun dapat juga menetap (persistent
vegetative state). Dikatakan persisten vegetative state jika keadaan
vegetative menetap selama lebih dari 30 hari.
o Brain death didefinisikan sebagai hilangnya seluruh fungsi otak
yang sifatnya ireversibel, termasuk fungsi yang paling penting yaitu
untuk mempertahankan sirkulasi dan homeostasis.
o Penilaian AVPU (Alert, Verbal, Pain, Unresponsive)
Tenaga kesehatan yang bekerja di ruangan gawat darurat biasanya
lebih memilih menggunakan penilaian AVPU karena lebih cepat.
9
Penilaian AVPU adalah sebagai berikut:
A: Alert atau sadar penuh
V: Verbal, hanya sadar saat dirangsang dengan suara
P: Pain. Sadar saat dirangsang nyeri
U: Unresponsive, tidak sadarkan diri dengan stimulus apapun
10
V4 bicara dengan kalimat tetapi disorientasi waktu dan tempat
(confused)
V5 bicara dengan kalimat dengan orientasi baik (orientated)
Jika nilai GCS 13-14 menandakan somnolen, 12-9 sopor, dan kurang dari 8
menandakan koma.6,7
Etiologi dari penuruan kesadaran dapat dibagi menjadi etiologi metabolik dan
struktural. Di mana etiologi struktural dibagi lagi menjadi dua yaitu
supratentorial dan infratentorial.1,6,7
11
Tabel 1
Klasifikasi etiologi penurunan kesadaran
12
Menentukan ada atau tidaknya gejala-gejala fokal yang ada pada
pasien yang menandakan kerusakan pada jaras, korteks maupun batang
otak.
Seperti penanganan kasus berat lainnya, sebelum mencari kemungkinan
etiologi, seorang dokter atau tenaga medis harus yakin bahwa tidak ada
kondisi yang mengancam nyawa pada pasien, oleh karena itu penting
dlakukan primary survey yang meliputi Airway, Breathing, Circulation
(ABC).1-4
Airway: Apakah ada tanda-tanda sumbatan jalan nafas seperti snoring,
gargling, stridor yang menandakan sumbatan parsial jalan nafas atau
bahkan hilangnya suara nafas yang menandakan obstruksi total dari
jalan napas.
Breathing: Apakah pasien masih bernafas, jika ya, nilai juga pola dan
frekuensi nafas dari pasien apakah ada tachypnoe, apnoe, atau pola
pernafasan yang abnormal seperti cheyne stoke respiration.
Circulation: Menentukan apakah terjadi hipoperfusi atau syok pada
pasien dengan cara meraba nadi a. Radialis atau a. Karotis komunis,
dinilai frekuensi nadi (tachykardia, bradikardia) dan pola nya apakah
reguler atau tidak
13
Saat mewawancara pasien pada penurunan kesadaran, untuk menilai
kesadaran dapat dipakai berbagai skala penilaian, berikut diberikan contoh
cara menilai kesadaran menggunakan Grady Coma Scale yang belum sering
dibahas. Saat pemeriksa memanggil nama pasien perhatikan apakah pasien
tampak kebingungan, mengantuk atau acuh tak acuh. Pasien yang merespon
saat namanya dipanggil, contohnya dengan membuka mata, kemudian tidak
tertidur lagi ketika tidak distimulasi, dapat dikatakan pasien tersebut ada
dalam keadaan Grade I coma.5 Pada pasien yang ada dalam penurunan
kesadaran yang lebih jauh lagi contohnya pada pasien yang tidak merespon
saat namanya dipanggil dapat dicoba rangsangan dengan light pain atau nyeri
ringan dengan menusukan secara halus jarum kecil pada dinding dada pasien,
jika dengan cara ini pasien sadar maka dikatakan, pasien ada dalam tingkat
kesadaran Grade II coma.1-4
Jika dengan stimulasi suara dan light pain pasien belum juga bisa
dibangunkan maka dapat dicoba dengan rangsang nyeri yang dalam atau deep
pain. Cara untuk merangsang nyeri secara dalam dapat dilakukan dengan
menarik atau memuntir puting susu dari pasien atau dengan cara memberikan
penekanan pada sternum. Menurut salah satu sumber, masalah yang
ditimbulkan dengan menarik puting lebih ringan dibandingkan dengan nyeri
periosteal kronik atau perdarahan subungual yang dapat terjadi dengan
penekanan sternum. Pasien yang sadar setelah diberikan stimulus nyeri dalam
dikatakan ada dalam keadaan Grade III coma.1-4
14
menunjukan postur seperti ini setelah diberikan rangsang nyeri maka pasien
dikatakan ada pada kesadaran Grade IV coma.1-4
15
seperti pucat atau sianosis yang mengarahkan diagnosis pada anemia dan
penyakit paru. Pada leher dicari tanda seperti kaku kuduk akibat meningitis,
namun perlu diperhatikan jika sebelumnya terjadi trauma kepala maka
pemeriksaan ini tidak boleh dilakukan.2,6-8
Gambar 3
Kelainan pada pemeriksaan pupil dan kemungkinan letak lesi
16
nervus VIII. Untuk menjaga keseimbangan saat pergerakan kepala,
maka nervus VIII dan nervus yang mengatur otot eksternal bola
mata berusaha agar bayangan yang dibentuk di retina stabil dan
berada pada sentral retina, sehingga timbulah eksitasi dan inhibisi
dari otot bola mata eksternal yang menyebabkan pergerakan bola
mata ke satu arah (konjugat). Pada tes kalori, hasil normal didapat
bila pergerakan bola mata secara konjugat ke sisi dimana air
dimasukan ke dalam liang telinga.1,7,8
Gambar 4
Tes refleks okulosefalik
4. Pemeriksaan refleks kornea: reflek dalam menutup kelopak mata
dan elevasi kedua bola mata (Bell’s Phenomenon) menandakan
jaras reflek dari nervus trigeminal menuju tegmentum batang otak
lalu kembali ke nervus oculomotor dan facial masih dalam keadaaan
intak/baik8
5. Pemeriksaan nervus kranialis mulai dari Nervus I sampai dengan
Nervus XII.8
17
6. Pemeriksaan tanda rangsang meningeal, pada kasus cedera kepala
dan servikal, kaku kuduk jangan dilakukan bila belum ada foto
rontgen cervical. Dapat dilakukan tanda rangsang meningeal lain.8
7. Pemeriksaan pola pernafasan, pada kasus pasien koma pola
pernafasan menjadi penting untuk diamati karena dari pola
pernafasan yang abnormal dapat diketahui letak dari lesi di cerebral
atau batang otak. Beberapa contoh kelainan pada pola pernafasan
adalah:1,7,8
Pola Cheyne-Stokes
Pola ini digambarkan dengan pernafasan yang
hyperventilation dan diselingi dengan periode apneu. Pola
pernafasan ini bisa terjadi pada kasus koma dengan letak lesi
pada supratentorial serebeli yang melibatkan kedua hemisfer
serebri atau penurunan kesadaran karena penyebab
metabolik.
Pola Central Neurogenic Hyperventilation
Pola ini digambarkan dengan pernafasan yang cepat, konstan
dan reguler. Pola pernafasan ini menunjukan adanya lesi di
daerah otak tengah bawah – pons bagian atas
Apneustic breathing
Mempunyai karakteristik fase inspirasi dan ekspirasi yang
panjang kemudian diikuti dengan fase apneu. Pola pernafasan
ini menunjukan adanya lesi pada pons bagian tengah sampai
pons bagian bawah.
Cluster breathing
Mempunyai karakteristik adanya sebuah kelompk atau
cluster pernafasan dan disela dengan jeda yang ireguler di
antaranya. Menunjukan adanya lesi di bagian medulla
oblongata atau pons bawah
18
Ataxic breathing
Pola pernafasan yang tidak beraturan, dapat berupa
pernafasan dangkal, dalam diselingi jeda yang acak dan
ireguler. Frekuensi pernafasan lambat. Menunjukan lesi pada
medulla oblongata
Gambar 5
Pola pernafasan dan letak lesi
19
2.9 Pemeriksaan penunjang, diarahkan untuk mencari penyebab dari penurunan
kesadaran, meliputi:1-3
Laboratorium
o Darah perifer lengkap (Hb, Leukosit, HT, LED, Trombosit,
Diff cout)
o Gula darah sewaktu
o SGOT/SGPT
o Ureum
o Kreatinin
o Urinalisa untuk mencari metabolit sisa intoksikasi
Pemeriksaan-pemeriksaan khusus meliputi pungsi lumbal, CT scan
kepala, EEG, EKG, foto toraks dan foto kepala.
20
perdarahan sub arachnoid. Berikut adalah tiga kelompok besar mengenai
etiologi dari koma.1-4
21
fokal, lateralisasi dan alkohol flushing pada kulit, meningkat
tanda iritasi meningeal nafas berbau alkohol
2.11 Tatalaksana
Penurunan kesadaran, apapun penyebabnya seringkali fatal karena
penurunan kesadaran menunjukan adanya penyakit yang serius dan
22
seringkali, saat pasien dengan penurunan kesadaran datang ke dokter
sudah terjadi kerusakan otak yang ireversibel misalnya karena
hipoglikemia atau hipoksia. Tujuan utama seorang dokter dalam
penanganan penurunan kesadaran adalah mendeteksi penyebabnya
kemudian menghilangkan penyebab tersebut untuk mencegah sequelae
lebih jauh lagi. Tatalaksana penurunan kesadaran, dapat dirangkum
menjadi langkah-langkah berikut:1-4
Jika terdapat nafas yang dangkal dan mengorok, berarti ada
penyumbatan jalan nafas. Pasien harus segera ditempatkan
dalam posisi miring agar tidak terjadi aspirasi. Lendir yang
menyumbat harus segera di hilangkan dengan cara suctioning.
Tanda-tanda vital pasien dipantau dengan monitor. Bila ada
alat yang memadai pasien sebaiknya diintubasi untuk menjaga
patensi jalan nafas.
Manajemen syok berupa resusitasi dengan 2 liter cairan
kristaloid jika terjadi syok derajat berat, pemaasangan akses
intravena harus didahulukan sebelum dilakukan pemeriksaan
diagnostik lain.
Pasang akses intravena untuk memasukan obat dan mengambil
sampel darah untuk mengecek kadar gula darah, zat-zat toksik
pada kasus overdosis, fungsi ginjal dan fungsi hati. Jika terjadi
intoksikasi narkotika, dapat diberikan naloxone 0,5 mg, jika
terjadi hipoglikemia dapat diberikan D40 sebanyak 50 ml,
diikuti dengan infus D5.
Jika curiga adanya peningkatan TIK segera periksa CT scan
cito.
Jika terdapat tanda peningkatan TIK dan dikonfirmasi oleh CT
scan, segera berikan mannitol 25-50 g IV bolus dilarutkan
dengan konsentrasi 20%, diberikan secara intravena selama 10-
20 menit sambil dilakukan hiperventilasi. Dapat diulang
pemberian manitol sebanyak 0,25-0,5 g / KgBB IV bolus tiap 4
23
-6 jam. Setelah terapi boleh dilakukan pemeriksaan CT scan
ulang.
Pemeriksaan lumbal pungsi dilakukan jika dicurigai adanya
meningitis atau perdarahan subarakhnoid. Tetapi, jika terdapat
CT scan lebih baik dilakukan pemeriksaan CT scan untuk
menyingkirkan massa atau perdarahan yang menimbulkan efek
tekanan. Perdarahan subarakhnoid juga dapat didiagnosis
dengan CT scan.
Dapat dilakukan bilas lambung dengan NaCl dapat menjadi alat
diagnosis dan terapi untuk kasus-kasus intoksikasi obat yang
masuk melalui saluran pencernaan. Obat-obatan seperti
salisilat, opiat dan antikolinergik yang menimbulkan atoni
gaster dapat diamil sampelnya bahkan beberapa jam setelah
kejadian. Obat untuk menetralisir asam lambung dapat
diberikan untuk mencegah perdarahan lambung dari stress ucer.
Pasang kateter urin agar tidak terjadi retensi urin, dan agar
pasien tidak buang air di tempat tidur. Dapat juga dipasang
kombinasi NGT dan ETT untuk mencegah aspirasi. NGT juga
dapat digunakan untuk mendeteksi adanya cairan lambung
yang hitam akibat perdarahan
Jika pasien dapat bergerak dan memberontak sebaiknya kaki
dan tangan pasien diikat di tempat tidur.
Berikan lubrikan mata agar tidak kering, jaga oral hygiene
untuk mencegah aspirasi.
2.12 Prognosis
Penyembuhan dari koma akibat metabolik lebih baik jika
dibandingkan dengan kelainan struktural. Pada pasien stroke yang
mengalami koma kebanyakan akan meninggal. Kecuali jika dilakukan
kraniotomi atau etiologinya adalah hidrosefalus yang disebabkan SAH.
24
Jika satu hari setelah onset koma bentuk apapun, jika tidak ada reflek
pupil, kornea atau okulovestibular prognosis akan buruk baik secara
kehidupan maupun fungsi. Setelah 1-3 hari setelah onset koma didapati
reflek kornea negatif, pasien tidak mau buka mata, dan atonia keempat
ekstremitas merupakan penunjuk akan terjadi outcome yang buruk secara
ad vitam maupun fungsionam.1
25
BAB III
KESIMPULAN
26
DAFTAR PUSTAKA
1. Hauser SL, Josephson SA, Fauci AS, Longo DL, Kasper DL, Jameson JL.
Harrison’s neurology in clinical medicine. New York: Mc Graw Hill
Education. 2014.p.125-41.
2. Ropper AH, Samuels MA, Klein JP. Adams and Victor’s Principle of
neurology. New York: Mc Graw Hill Education. 2014.p.357-80.
3. Posner BJ, Saper CB, Schiff ND, Plum F. Plum and Posner’s diagnosis of
stupor and coma. Oxford: Oxford University Press. 2007.p.4-34, 40-78.
4. Gorelick PB, Testai FD, HankeyGJ, Wardlaw JM. Hankey’s Clinical
Neurology. 2nd Ed. USA: CRC Press.2014.p.81-107.
5. Silbernagl S, Lang F. Teks & atlas berwarna patofisiologi. Jakarta: EGC;
2013.h.342.
6. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi klinis dasar. Jakarta: Dian Rakyat.
2014.h.183-97.
7. Baehr M, Frotscher M. Diagnosis topic neurologi Duus anatomi, fisiologi,
tanda, gejala. Jakarta: EGC; 2015.h.194-7, 241.
8. Lumbantobing SM. Neurologi klinik pemeriksaan fisik dan mental.
Jakarta: Fakultas kedokteran universitas Indonesia. 2014.h.2-114.
27