Anda di halaman 1dari 22

IMPLEMENTASI DAN PERKEMBANGAN

E-GOVERNMENT DI INDONESIA

MAKALAH
Disusun untuk Memenuhi Tugas Kelompok
pada Mata Kuliah Sistem Informasi
yang Diampu oleh Beta Noranita, S.Si.,M.Kom

Disusun Oleh :

Wildan Viado Elvana Putra 24010313120005


Randy Ichsan Adlis 24010313120006
Dhimas Nandista 24010313120015
Indriana BR Sembiring 24010314120048

JURUSAN ILMU KOMPUTER/INFORMATIKA


FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2016
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Teknologi digital pada saat ini cenderung dimanfaatkan untuk keperluan
organisasi publik. Oleh karena itu konsep e-government harus dipersiapkan dengan
sematangnya. Penggunaan teknologi diharapkan dapat mempercepat dan mempermudah
pertukaran informasi, menyediakan layanan dan kegiatan transaksi dengan masyarakat
(G2C), pelaku bisnis (G2B), serta dengan pihak pemerintah sendiri (G2G). Konsep
transformasi adalah hal utama yang harus diterapkan, bukan sekedar memakai teknologi,
namun juga memanfaatkan teknologi tersebut sebagai pendukung dalam sistem
pembuatan kebijakan dan menciptakan pelayanan publik yang lebih baik.
Penerapan e-government di Indonesia telah menyebar dengan tingkat
keberhasilan yang beragam. Tujuan akhir penerapan konsep ini harus memperhatikan
proses transformasi elektronik dalam organisasi, serta dampak dampak setelahnya. Di
Indonesia, penggunaan e-government merujuk ke penggunaan komputer dalam
menyelenggarakan prosedur pelayanan oleh pemerintah. Namun dalam dunia
internasional e-government lebih merujuk kepada teknologi yang sudah tersedia secara
luas di negara-negara maju, yaitu teknologi internet.

1.2 Permasalahan
Penerapan e-government merupakan implementasi penggunaan teknologi
informasi bagi pelayanan pemerintah kepada publik. Yaitu bagaimana pemerintah
memberikan informasi kepada stakeholder melalu portal web. Perbedaan pemahaman,
cara pandang dan penerapan e-government menimbulkan distorsi serta penyimpangan
atas maksud pembuatannya. Kondisi ini terjadi di berbagai birokrasi, dari staf paling
bawah hingga paling tinggi. Begitu juga dalam berbagai praktik bisnis. Lemahnya
pemanfaatan di lingkungan birokrasi serta terbatasnya aplikasi di dunia bisnis
menyebabkan lambatnya perkembangan program e-government tersebut.
BAB II
DASAR TEORI

2.1 Pengertian E-Government


E-Government adalah salah satu dimensi utama dari sistem administrasi negara yang
menerapkan teknologi informasi sebagai konsep oleh pemerintah.
2.2 Tujuan E-Government
Bank Dunia (The World Bank Group, 2001) mendefinisikan : “e-Government refers to
the use by government agencies of information technologies (such as Wide Area Network,
the internet, and mobile computing) that have the ability to transform relations with
citizens, business, and other arms of government.”
Berdasarkan definisi tersebut e-Government merujuk pada penggunaan teknologi
informasi atau lembaga publik. Tujuannya adalah membuat hubungan tata pemerintahan,
pelaku bisnis dan masyarakat dapat tercipta lebih efisien, produktif dan responsif.
2.3 Konsep E-Government
E-Government dikaitkan dengan konsep digital e-Government atau online e-Government
dan dibahas pada konteks transformational e-Government.
Transformational e-Government merupakan penggunaan teknologi internet
yang diharapkan dapat menjadi wahana dalam berbagai proses, diantaranya :
1. Pertukaran informasi
2. Menyediakan sarana layanan
3. Pelaku Bisnis
4. Pihak Pemerintah

Konsep transformasi menjadi hal yang lebih diutamakan, dimana e-Government


bukan hanya sekedar memanfaatkan teknologi terkini, melainkan juga adanya sistem
pembuatan kebijakan dan pelayanan publik ke arah yang lebih baik.

2.4 Metode Penelitian


2.4.1 Alur Pikir Penelitian
Metode pendekatan yang digunakan adalah pendekatan secara deskriptif
melalui studi literatur. Pendekatan ini bertujuan untuk menggambarkan suatu
keadaan. Tahapan penelitian yang menjadi rujukan pada penulisan ini dapat dilihat
pada gambar berikut :

2.4.2 Metode Pengumpulan Data


Data yang digunakan dalam kajian ini adalah data sekunder. Proses
pengumpulan data dilakukan melalui penelusuran terhadap hasil penelitian
terdahulu, baik berdasarkan hasil penelitian Waseda University, United 40 Nation
(UN), Brown University dan PeGI. Data sekunder yang dikumpulkan berupa
indikator penilaian untuk pemeringkatan egovernment dan hasil pemeringkatan
egovernment. Data hasil pemeringkatan akan digunakan untuk melakukan
pengukuran terhadap tingkat kematangan e-Government di Indonesia berdasarkan
interpretasi penulis jurnal, dosen STIMED Nusa Palapa, Makassar.
2.4.3 Metode Analisis Data
Metode analisis data dilakukan melalui kajian konsepsual (literature review)
terhadap implementasi dan perkembangan egovernment di Indonesia saat ini.
Proses analisis terhadap implementasi egovernment dilakukan dengan mengkaji
aplikasi yang mendukung e-Government, infrastruktur pendukung dan faktor-
faktor penghambat dalam melakukan implementasi e-Government. Sedangkan
proses analisis terhadap perkembangan e-Government dilakukan dengan
melakukan proses pentahapan e-Government (roadmap) dan melakukan uji coba
terhadap data sekunder (data hasil pemeringkatan PeGI) untuk menilai tingkat
kematangan e-Government di Indonesia.
2.4.4 Metode Pengukuran Data
Dalam kajian ini penulis melakukan pengukuran berdasarkan interpretasi
terhadap data sekunder (hasil pemeringkatan PeGI) menggunakan skala
kematangan COBIT, hasil pengukuran akan tergambar dalam sebuah roadmap
implementasi egovernment. Penulis tidak melakukan proses perhitungan ulang
terhadap pemeringkatan e-Government.
Pola pengukuran data sekunder dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Metode Deskripsi
Pengukuran e-Government Pengukuran e-Government diukur
menggunakan parameter variabel indikator
dari hasil penelitian sebelumnya, yaitu
indikator penilaian Waseda, UN, Brown
dan PeGI. Berdasarkan parameter yang ada,
dapat dilihat pola pengukuran egovernment
untuk e-Government 0.0, 1.0, 2.0 dan 3.0.
Hasil akhir berupa roadmap dan gambaran
perkembangan egovernment di Indonesia
sudah sampai tingkat berapa.
Pentahapan e-Government Pentahapan e-Government diukur
menggunakan parameter variabel indikator
dari hasil penelitian sebelumnya, yaitu
indikator penilaian Waseda, UN, Brown
dan PeGI. Berdasarkan parameter yang ada,
dapat dilihat pola pentahapan e-
Government yang mengadopsi pola
pentahapan UN (1-emerging, 2-enhanced,
3-interaction, 4-transaction dan 5-
seamless). Hasil akhir berupa roadmap dan
gambaran perkembangan e-Government di
Indonesia sudah sampai tingkat berapa.
Tingkat Kematangan e-Government Pengukuran tingkat kematangan
egovernment diukur menggunakan
parameter variabel indikator dari hasil
penelitian sebelumnya, yaitu indikator
penilaian Waseda, UN, Brown dan PeGI.
Berdasarkan parameter yang ada, dapat
dilihat pola tingkat kematangan yang
menggunakan skala kematangan COBIT
(level 0,1,2,3 atau level 4). Hasil akhir
berupa roadmap dan gambaran tingkat
kematangan dari perkembangan
egovernment di Indonesia.
Uji Coba Data Sekunder Data sekunder (hasil pemeringkatan
egovernment PeGI) akan didefinisikan ke
dalam pola pengukuran e-Government,
pentahapan e-Government dan tingkat
kematangan e-Government. Untuk data
yang akan diuji dipilih 6 lembaga terbaik
untuk tingkat pemerintah pusat dan 4
lembaga terbaik untuk tingkat pemerintah
41

daerah. Tingkat kematangan akan diukur


menggunakan skala kematangan COBIT.
Hasil interpretasi yang diperoleh
merupakan hasil analisa terhadap
perkembangan e-Government Indonesia
saat ini.

2.5 COBIT
2.5.1 Definisi dan Kegunaan COBIT
Control Objectives of Information and Related Technology (COBIT)
merupakan suatu metodologi yang terdiri dari standar dan pengendalian yang
dibuat untuk membantu organisasi dalam implementasi, review, administrasi,
dan pemantauan lingkungan teknologi informasi. COBIT (Control Objectives
of Information and Related Technology) merupakan seperangkat alat bagi
management IT yang diciptakan oleh Information System Audit and Control
Association (ISACA) dan IT Governance Institute (ITGI) pada tahun 1992,
dengan misi untuk mengembangkan, melakukan riset, dan mempublikasikan
suatu standar teknologi informasi yang diterima umum dan selalu up to date
untuk digunakan dalam kegiatan bisnis sehari-hari.
COBIT edisi pertama diluncurkan oleh yayasan ISACF pada tahun 1996.
COBIT edisi kedua, merefleksikan suatu peningkatan sejumlah dokumen
sumber, revisi pada tingkat tinggi dan tujuan pengendalian rinci dan tambahan
seperangkat alat implementasi (implementation tool set), yang telah
dipublikasikan pada tahun 1998. COBIT pada edisi ketiga ditandai dengan
masuknya penerbit utama baru COBIT yaitu IT Governance Institute (ITGI).
ITGI dibentuk oleh ISACA dan yayasan terkait pada tahun 1998 dan
memberikan pemahaman lebih dan mengadopsi prinsip-prinsip pengaturan TI.
Melalui penambahan pedoman manajemen (management guidelines) untuk
COBIT edisi ketiga dikeluarkan pada tahun 2000. Dalam edisi ini terdapat
penambahan yang meliputi pedoman bagi manajemen untuk menerapkan
COBIT dan fokusnya diperluas dan ditingkatkan pada IT Governance. COBIT
edisi keempat merupakan versi terakhir dari tujuan pengendalian untuk
informasi dan teknologi terkait.
COBIT adalah sekumpulan dokumentasi best practices untuk IT
Governance yang dapat membantu auditor, pengguna (user), dan manajemen,
untuk menjembatani gap antara risiko bisnis, kebutuhan kontrol dan masalah-
masalah teknis TI. COBIT bermanfaat bagi auditor karena merupakan teknik
yang dapat membantu dalam identifikasi IT controls issues. COBIT berguna
bagi IT users karena memperoleh keyakinan atas kehandalan sistem aplikasi
yang dipergunakan. Sedangkan para manajer memperoleh manfaat dalam
keputusan investasi di bidang TI serta infrastrukturnya, menyusun strategic IT
Plan, menentukan information architecture, dan keputusan atas procurement
(pengadaan / pembelian) aset.
2.5.2 Tujuan COBIT
Tujuan utama COBIT adalah memberikan kebijaksanaan yang jelas dan
latihan yang bagus bagi IT Governance bagi organisasi di seluruh dunia untuk
membantu manajemen senior untuk memahami dan mengatur risiko–risiko
yang berhubungan dengan TI. COBIT melakukannya dengan menyediakan
kerangka kerja IT Governance dan petunjuk kontrol obyektif yang rinci bagi
manajemen, pemilik proses bisnis, pemakai dan auditor.
2.5.3 Kerangka Kerja COBIT
Menurut [1] kerangka kerja COBIT, terdiri dari tujuan pengendalian
tingkat tinggi dan struktur klasifikasi keseluruhan. Terdapat tiga tingkat (level)
usaha pengaturan TI yang menyangkut manajemen sumberdaya TI. Mulai dari
bawah, yaitu kegiatan dan tugas (activities and tasks) yang diperlukan untuk
mencapai hasil yang dapat diukur. Dalam aktivitas terdapat konsep siklus hidup
yang di dalamnya terdapat kebutuhan pengendalian khusus. Kemudian satu
lapis di atasnya terdapat proses yang merupakan gabungan dari kegiatan dan
tugas (activities and tasks) dengan keuntungan atau perubahan (pengendalian)
alami. Pada tingkat yang lebih tinggi, proses biasanya dikelompokkan bersama
kedalam domain. Pengelompokan ini sering disebut sebagai tanggung jawab
domain dalam struktur organisasi dan yang sejalan dengan siklus manajemen
atau siklus hidup yang dapat diterapkan pada proses TI, dapat dilihat pada
gambar 1:

Selanjutnya, konsep kerangka kerja dapat dilihat dari tiga sudut pandang, yaitu
(1) kriteria informasi (information criteria), (2) sumberdaya TI (IT resources),
dan (3) proses TI (IT processes).
Ketiga sudut pandang tersebut digambarkan dalam kubus COBIT sebagai
berikut :
Dalam kerangka kerja sebelumnya, domain diidentifikasikan dengan memakai
susunan manajemen yang akan digunakan dalam kegiatan harian organisasi.
Kemudian empat domain yang lebih luas diidentifikasikan menjadi 4 domain
utama, yaitu :
1) Planning and Organization (PO) Domain ini mencakup strategi dan taktik,
dan perhatian atas identifikasi bagaimana TI secara maksimal dapat
berkontribusi dalam pencapaian tujuan bisnis. Selain itu, realisasi dari visi
strategis perlu direncanakan, dikomunikasikan, dan dikelola untuk berbagai
perspektif yang berbeda. Terakhir, sebuah pengorganisasian yang baik serta
infrastruktur teknologi harus di tempatkan di tempat yang semestinya.
2) Acquisition and Implementation (AI) Untuk merealisasikan strategi TI, solusi
TI perlu diidentifikasi, dikembangkan atau diperoleh, serta
diimplementasikan, dan terintegrasi ke dalam proses bisnis. Selain itu,
perubahan serta pemeliharaan sistem yang ada harus di cakup dalam domain
ini untuk memastikan bahwa siklus hidup akan terus berlangsung untuk
sistem sistem ini..
3) Delivery and Support (DS) Domain ini memberikan fokus utama pada aspek
penyampaian/pengiriman dari TI. Domain ini mencakup area-area seperti
pengoperasian aplikasi-aplikasi dalam sistem TI dan hasilnya, dan juga,
proses dukungan yang memungkinkan pengoperasian sistem TI tersebut
dengan efektif dan efisien. Proses dukungan ini termasuk isu/masalah
keamanan dan juga pelatihan.
4) Monitoring and Evaluation (ME) Semua proses IT perlu dinilai secara teratur
sepanjang waktu untuk menjaga kualitas dan pemenuhan atas syarat
pengendalian. Domain ini menunjuk pada perlunya pengawasan manajemen
atas proses pengendalian dalam organisasi serta penilaian independen yang
dilakukan baik auditor internal maupun eksternal atau diperoleh dari sumber-
sumber anternatif lainnya.
2.5.4 Model Kematangan (Maturity Model) pada COBIT
Model kematangan (maturity model) digunakan sebagai alat untuk
melakukan benchmarking dan selfassessment oleh manajemen teknologi
informasi secara lebih efisien. Model kematangan untuk pengelolaan dan
kontrol pada proses teknologi informasi didasarkan pada metoda evaluasi
perusahaan atau organisasi, sehingga dapat mengevaluasi sendiri, mulai dari
level 0 (non-existent) hingga level 5 (optimised). Dapat dilihat pada tabel 1 dan
gambar 3 berikut :

Gambar 3 : Grafik Maturity Model (Sumber : IT Governance Institute, 2007)


BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Analisa Jurnal


3.1.1 Judul
Implementasi dan Perkembangan E-Government di Indonesia
3.1.2 Abstrak
E-Government adalah salah satu dimensi utama dari sistem administrasi
negara. Dengan penerapan konsep teknologi informasi oleh pemerintah untuk
membuat sistem administrasi negara menjadi lebih efektif, efisien dan
transparan. Hal ini karena permintaan untuk kualitas pelayanan publik. Dengan
dikeluarkannya Republik Indonesia Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2003
tentang Kebijakan Nasional dan Strategi Pengembangan e-Government, diikuti
oleh Pedoman Pengembangan Rencana Induk Pengembangan Lembaga e-
Government Kementerian Komunikasi dan Informatika, menandai awal dari
penerapan e-Government oleh pemerintah Republik Indonesia. Dengan e-
Government, pemerintah secara tidak langsung telah mengubah cara kerja
sistem pemerintahan dan meningkatkan kualitas manajemen internal dalam
rangka meningkatkan kualitas pelayanan publik. Jurnal akan menyajikan studi
pelaksanaan dan pengembangan e-Government di Indonesia saat ini secara
deskriptif. Hasil analisis akan menjadi kesimpulan dari studi tentang
pelaksanaan dan pengembangan e-Government di Indonesia.
3.1.3 Kata Kunci
Indonesian implementation and development of e-Government
3.1.4 Penulis Jurnal
Safitri Jaya
3.1.5 Institusi
Sekolah Tinggi Informatika dan Multimedia (STIMED) Nusa Palapa, Makassar
3.2 Design
3.2.1 Pengumpulan data.
Pengumpulan data yang digunakan adalah data sekunder berupa indikator
penilaian untuk pemeringkatan e-government dan hasil pemringkatan e-
government.

3.2.2 Pentahapan e-government


Pentahapan e-government di ukur mengunakan parameter variebel indicator
penilaian berdasarkan parameter yang ada dapat dilihat pola pentahapan (1-
emerging, 2-enhanced, 3-interaction, 4-trasaction, 5-seamless)

3.2.3 Metode Tingkat kematangan e-government


Pengukuran tingkat kematangan e-government di ukur menggunakan
parameter variebel indicator dari hasil peniitian sebelumnya dengan pola
tingkat kematangan COBIT (level 0,1,2,3,4) dengan hasil akhir berupa
roadmap dan gambaran tingkat kematangan dari perkembangan e-government
di Indonesia.

3.2.4 Uji coba data sekunder


Data sekunder yang di uji akan di definisikan ke dalam pola pengukuran e-
governmenr,pentahapan e-governmenr dan tingkat kematangan e-
government.dengan tingkat kematangan di hitung menggunakan COBIT

3.3 Implementasi
Kesimpulan yang di peroleh dari hasil pengamatan yang dilakukan oleh kementrian
komunikasi dan informasi,mayoritas situs pemerintah dan pemerintah daerah otonom
berada pada tingkat persiapan dan sebagian kecil telah mencapai tingkat pemantangan
sedangkan untuk tingkat pemntapan dan pemnfaatan belum tercapai.

Observasi secara lebih mendalam menunjukkan bahwa inisiatif tersebut belum


menunjukkan arah pembentukan e-government yang baik. Beberapa kelemahan yang
menonjol adalah ;
1. E-Leadership
Prioritas dan inisiatif negara di dalam mengantisipasi dan memanfaatkan kemajuan
teknologi informasi.
2. Infrastruktur Jaringan Informasi Kondisi infrastruktur telekomunikasi serta akses,
kualitas, lingkup dan biaya jasa akses.
3. Pengelolaan Informasi
Kualitas dan keamanan pengelolaan informasi
4. Lingkungan Bisnis
Kondisi pasar, sistem perdagangan, dan regulasi yang membentuk konteks
perkembangan bisnis teknologi informasi
5. Masyarakat dan Sumber Daya Manusia
Difusi teknologi informasi di dalam kegiatan masyarakat baik perorangan maupun
organisasi, serta sejauh mana teknologi informasi disosialisasikan kepada
masyarakat melalui proses pendidikan.

Terdapat sejumlah kelemahan pembentukan e-government di Indonesia :

1. Pelayanan yang diberikan situs


pemerintah belum ditunjang oleh system manajemen dan proses kerja yang efektif
karena kesiapan peraturan, prosedur dan keterbatasan SDM sangat membatasi
penetrasi komputerisasi ke dalam system pemerintah.
2. Belum mapannya strategi serta tidak memadainya anggaran yang dialokasikan untuk
pengembangan e-government.
3. Inisiatif merupakan upaya instansi secara sendiri-sendiri, dengan demikian sejumlah
faktor seperti standarisasi, keamanan informasi, otentifikasi dan berbagai aplikasi
dasar yang memungkinkan interoperabilitas antar situs secara andal, aman, dan
terpercaya kurang mendapat perhatian.
4. Kesenjangan kemampuan masyarakat untuk mengakses jaringan internet.

3.4 Uji Coba Data Sekunder


Data sekunder (hasil pemeringkatan e-government PeGI) akan didefinisikan ke
dalam pola pengukuran e-government, pentahapan e-government dan tingkat
kematangan e-government. Untuk data yang akan diuji dipilih 6 lembaga terbaik untuk
tingkat pemerintah pusat dan 4 lembaga terbaik untuk tingkat pemerintah 41 daerah.
Tingkat kematangan akan diukur menggunakan skala kematangan COBIT. Hasil
interpretasi yang diperoleh merupakan hasil analisa terhadap perkembangan e-
government Indonesia saat ini.

3.5 Perkembangan e-Government di Indonesia


Tingkat perkembangan e-government di Indonesia diperoleh dengan
menggunakan pengukuran terhadap data sekunder (hasil PeGI) yang berupa skala
pematangan. Sebelum melakukan mapping terhadap skala kematangan, sebelumnya
dilakukan roadmap terhadap pengukuran, pentahapan dan tingkat kematangan e-
government dengan menggunakan nilai indikator dari penelitian sebelumnya, yaitu
indikator penilaian Waseda, UN, Brown dan PeGI. Berikut merupakan penjelasan hasil
dari hasil roadmap yang telah dilakukan sebelumnya,
1. Matrik pengukuran e-Government
2. Matrik Pentahapan e-government
3. Matrik tingkat kematangan e-Government
4. Hasil uji coba data sekunder
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa hasil pengujian data
sekunder didapat dari hasil pengukuran PeGI, maka dari itu hasil uji coba pun
dikeluarkan berdasarkan hasil yang dianggap baik berdasarkan pengukuran yang
dilakukan oleh PeGI. Penentuan lembaga berada ditingkat berapa/pada tahapan
berapa/level kematangan berapa dilakukan berdasarkan hasil mapping yang sudah
tergambar pada hasil matrik (roadmap) disetiap pengukuran yang sudah dipetakan
sebelumnya.
BAB IV
KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisa yang dilakukan, maka terdapat beberapa kesimpulan yang
bisa diperoleh yaitu,
a. Implementasi e-government Indonesia saat ini, masih jauh tertinggal dari negara yang lain
bila yang dilihat dari banyak aspek. Penerapan ICT yang belum merata, tingkat kemampuan
sumber daya manusia yang masih kurang handal juga tercermin pada budaya kerja, budaya
organisasi dan kepemimpinan. Kebijakan yang sudah dikeluarkan oleh pemerintah baik itu
tentang tujuan penerapan, manfaat bahkan strategi pengembangan e-government belum
sepenuhnya dilaksanakan. Hampir semua kantor dan instansi pemerintah sudah menggunakan
peran IT namun masih minim dalam hal penerapan dan pengaplikasiannya.
b. Perkembangan e-government di Indonesia saat ini berdasarkan banyak penelitian dan mapping
yang dilakukan rata-rata masih dalam tahap pengembangan dengan tingkat kematangan di level
2 menuju level 3. Hal ini juga banyak disebabkan karena kurangnya anggaran terhadap
persiapan lapangan seperti pada halnya infrastruktur yang dirasa masih sangat kurang.
c. Pada pengukuran tingkat kematangan berdasarkan indikator penilaian PeGI bila dibandingkan
dengan indikator penilaian dari waseda, UN, dan Brown hampir memiliki persamaan seperti
penilaian kebijakan dan kelembagaan hampir memiliki peran sama dengan penilaian CIO di
Pemerintah pada indikator Waseda atau human capital pada indikator UN.
DAFTAR PUSTAKA

Jaya, Safitri. Implementasi dan Perkembangan E-Government di Indonesia. (Online)


http://jim.stimednp.ac.id/wp-content/uploads/2014/03/IMPLEMENTASI-DAN
PERKEMBANGAN-E-GOVERNMENT.pdf . 2014. Makassar: STIMED Nusa Palapa.

Supradono, Bambang. Tingkat kematangan tata kelola teknologi informasi (it governance) pada
layanan dan dukungan teknologi informasi (kasus : perguruan tinggi swasta di kota semarang).
2011. Semarang : FakultasTeknik, Universitas Muhammadiyah Semarang.

[1] IT Governance Institute (2000), “COBIT 3rd Implementation Tol Set”, IT Governance Institute.

IT Governance Institute (2005), “COBIT 4.1 Framework, Control Objectives, Management Guidelines,
Maturity Models”, IT Governance Institute.

Greet Volders, “IT Governance – Practical Case using COBIT Quickstart”,


http://www.isaca.org/Content/ContentGroups/Member_Content/Journal1/20044/IT_Governance
_Prac tical_Case_using_C_small_OBIT_small_T_Quickstart.htm

Anda mungkin juga menyukai