Anda di halaman 1dari 12

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan bimbinganNya sehingga
referat mandiri Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa di Panti Sosial Bina Insan Budaya mengenai
Pendekatan pada pasien risiko bunuh diri (Approach to the suicidal patient) dapat terselesaikan.
Referat ini dibuat untuk memenuhi tugas dan sebagai pembelajaran bersama.
Saya ingin mengucapkan terima kasih atas bimbingan dan nasihat para dosen dan dokter spesialis
Psikiatri Universitas Kristen Krida Wacana yang telah mengajar tanpa pamrih kepada mahasiswa
tentang Ilmu Kesehatan Jiwa. Saya juga turut mengucapkan terima kasih kepada dr. Marodjahan Siregar,
Sp.KJ, yang telah banyak membantu dan membimbing saya selama masa Kepaniteraan Klinik di Panti
Sosial Bina Insan Budaya.
Referat mengenai Pendekatan pada pasien bunuh diri masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu,
saya mohon kritik dan saran dari para pembaca sekalian. Semoga dengan kritik dan saran yang
membangun, dapat tersusun referat yang lebih baik di kemudian hari. Akhir kata saya mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan referat ini. Terima
kasih.

Jakarta, Mei 2013

Penulis

DAFTAR ISI
1
Kata Pengantar 1

Daftar Isi 2

BAB I. Pendahuluan

Latar belakang 3

Epidemiologi 3

BAB II. Pembahasan

Definisi 4
Etiologi 4
Manifestasi klinis dan diagnosa 5
Penatalaksanaan 11
Prognosis 13
Komplikasi 13

BAB III.Penutup

Kesimpulan 14

Daftar Pustaka 14

BAB I
2
PENDAHULUAN

Latar belakang

Bunuh diri merupakan kematian yang diperbuat oleh sang pelaku sendiri secara sengaja. Pikiran
bunuh diri dan usaha percobaan bunuh diri merupakan kasus yang sering menampilkan diri di UGD.
Tema umum yang menyebabkan bunuh diri termasuk krisis yang membuat penderitaan yang amat
sangat dan rasa putus asa dan tak berdaya, konflik antara hidup dan stres yang tak tertahankan
penyempitan dari pilihan jalan keluar yang dilihat pasien serta keinginan untuk melarikan diri dari hal
itu. Pikiran bunuh diri terjadi pada orang yang rentan dalam reaksi terhadap beraneka stressor pada tiap
umur dan terus merupakan gagasan untuk jangka waktu lama tanpa suatu usaha percobaan bunuh diri.1

Epidemiologi

Bunuh diri merupakan penyebab utama kematian ke delapan di Amerika Serikat, telah dilaporkan
terdapat lebih dari 30.000 kematian per tahun (1-2 % dari total kematian pertahun). Dari tiap orang yang
berhasil bunuh diri, 8 -10 orang pernah berusaha bunuh diri sebelumnya. Dari tiap kasus bunuh diri,
terdapat 18 – 20 kali usaha untuk bunuh diri. Sebanyak 1-2 % merupakan kasus emergency, 5% masuk
unit perawatan intensif, 10% yang masuk ke ruang perawatan umum merupakan akibat dari kegagalan
usaha bunuh diri.2

BAB II

PEMBAHASAN
3
a. Definisi
Kata suicide berasal dari bahasa latin yang berarti “membunuh diri snediri”, Jika berhasil,
tindkan ini merupakan tindakan fatal yang menunjukkan keinginan orang tersebut untuk mati.
Meskipun demikian, terdapat kisaran antara gagasan bunuh diri dan melakukannya. Beberapa orang
memiliki gagasan bunuh diri yang tidak pernah mereka lakukan. Beberapa orang lagi merencanakan
behari – hari, berminggu – minggu, atau bahkan bertahun – tahun sebelum mereka melakukannya,
dan orang lain melakukan bunuh diri berdasarkan impuls, tanpa memikirkannya terlebih dahulu.3

b. Etiologi
1. Faktor sosiologis
Teori Durkheim
Durkheim membagi bunuh diri menjadi tiga kategori : Egositik, Altruistik, dan Anomik
Egoistik
Berlaku bagi mereka yang tidak terintegrasi kuat kedalam kelompok sosial manapun.
Altruistik
Berlaku bagi mereka yang lebih rentan bunuh diri karena integrasi mereka yang berlebihan
kedalam kelompok.
Anomik
Berlaku bagi mereka yang integrasinya kedalam masyarakat terganggu sehingga mereka tidak
dapat mengikuti perilaku yang lazim.
2. Faktor psikologis
Teori Freud
Freud menyatakan bahwa bunuh diri menunjukkan agresi yang diarahkan untuk melawan objek
cinta yang diintrojeksikan.
Teori Menninger
Berpendapat bahwa bunuh diri sebagai pembunuhan yang dibalik kepada diri sendiri karena
kemarahan pasien kepada orang lain.
Teori terkini
ahli bunuh diri kontemporer tidak menganjurkan bahwa struktur kepribadian atau psikodinamik
tertentu terkait dengan bunuh diri. Mereka yakin banyak yang dapat dipelajari mengenai
psikodinamik pasien bunuh diri dari khayalan mereka mengenai apa yang akan terjadi dan apa
akibatnya jika mereka bunuh diri. 3
3. Faktor biologis
Studi reseptor postmortem melaporkan perubahan bermakna ditempat pengikatan serotonin
presinaps dan pascasinaps pada korban bunuh diri. Jiak dipertimbangkan bersama, studi CSS,
neurokimia, dan reseptor menyokong hipotesis bahwa berkurangnya serotonin sentral terkait
dengan bunuh diri. Studi terkini juga melaporkan beberapa perubahan sistem noradrenergik pada
korban bunuh diri. 3
Faktor genetik

4
Perilaku bunuh diri, seperti gangguan psikiatrik lainnya, cenderung menurun di keluarga. Pada
pasien psikiatrik, riwayat bunuh diri didalam keluarga meningkatkan risiko percobaan bunuh diri
dan bunuh diri yang berhasil pada sebagian besar kelompok diagnostik. 3

c. Diagnosa
1. Evaluasi pasien dengan kecenderungan untuk bunuh diri
A. Syarat pasien
Evaluasi dilakukan apabila terdapatnya ide, rencana, atau upaya bunuh diri. Pasien dengan
gangguan psikiatri atau siapapun yang mengekspresikan rasa keputus-asaannya tentang masa
depan perlu juga untuk dievaluasi sebaik mungkin.2

B. Pendekatan umum
Pasien yang berisiko bunuh diri perlu dilakukan pendekatan saat evaluasi. Pembinaan rapor
yang baik pada awal wawancara sangat diperlukan, seperti tidak menghakimi pasien,
memberikan support pada pasien, dan berempati. 2
Awal mula wawancara dokter dapat memperkenalkan diri, dan menanyakan identitas dasar
seputar identitas pasien, kemudian menanyakan “alasan dibawa ke rumah sakit”, dan “apa yang
terjadi”. Jika pasien menolak cobalah untuk membina kembali rapor lebih baik dengan membuat
pasien merasa lebih nyaman. Setelah mengajukan pertanyaan umum, arahkan pertanyaan
menjadi lebih spesifik tentang masalah pasien. Pasien yang menyimak dan mengikuti pertanyaan
dengan baik cenderung untuk memberikan data yang lebih akurat. 4
C. Evaluasi ide dan niat bunuh diri
Pertanyaan umum seputar ide bunuh diri dapat ditanyakan secara perlahan sambil
menanyakan data terkait penyakitnya terdahulu.
1. “Pernahkan terlintas bahwa segala sesuatu tidaklah berguna?” atau “Pernahkah and berpikir
bahwa hidup sudah tidak berguna lagi?” Pertanyaan ini mengarah lebih ke depresi dan keputus-
asaan
2. “Pernahkah anda menjadi sangat depresi/ tertekan dan anda mempertimbangkan untuk
mengakhiri hidup?” atau “ Pernahkah anda berpikran untuk bunuh diri?” Pertanyaan ini
mengarah ke arah evaluasi ide dan rencana bunuh diri. 2

D. Evaluasi rencana bunuh diri


Jika adanya ide atau pikiran untuk bunuh diri perlu ditanyakan juga mengenai adanya
rencana bunuh diri. Bila ada, pasien harus ditanyakan kapan, dimana, dan bagaimana usaha
bunuh diri yang dibuat dan adanya potensi bunuh diri harus di evaluasi mengenai kemungkinan
terjadi dan lethalitas. Rencana bunuh diri yang terstruktur dan terorganisir dengan baik disertai
lethalitas yang tinggi berisiko besar untuk bunuh diri. 2
1. The risk-rescue ratio

5
Ketika mewawancarai pasien setelah adanya upaya bunuh diri, memastikan tingkat
kesungguhan bunuh diri yang telah ada saat itu merupakan hal yang penting. Tingkat
kesungguhan tinggi diindikasikan oleh hal – hal berikut :5
- Tindakan telah direncanakan dan persiapan telah dibuat, seperti membelikan peralatan atau
obat – obatan
- Tidakan pencegahan dilakukan menghindari diketahui orang, misalnya pintunya dikunci dan
menentukan waktu tindakan sehingga pasien kemungkinan tidak terganggu. Tindakan dilakukan
secara tertutup.
- Pasien tidak mencari bantuan setelah melakukan tindakan
- Tindakan melibatkan metode yang berbahaya seperti menggantung diri, paparan dengan listrik,
melompat atau menenggelamkan diri
- Terdapat suatu tindakan akhir, seperti membuat suatu pernyataan keinginan atau meninggalkan
catatan bunuh diri
Pasien – pasien harus ditanya apakah reaksinya bila menyadari bahwa mereka tidak akan
mati. Mereka juga harus ditanya apakah ingin mati. Tingginya risiko bunuh diri terindikaasi bila
pasien menyesal tidak mati dan masih tetap ingin mati.
Adanya gangguan psikiatrik yang menyebabkan bunuh diri harus dicari, setiap riwayat
terdahulu usaha bunuh diri harus ditanyakan dan masalah akhir – akhir ini yang terjadi harus
ditelusuri. Tunjangan sosial dan finansial yang dapar diandalkan oleh pasien juga harus dirinci.
Sebagai contoh kasus : 2
A. Seorang pasien yang mencoba bunuh diri dengan luka yang sedikit namun ia benar – benar
ingin mati dan tau bahwa tujuannya memang fatal. Pasien ini merupakan rasio high risk-rescue
dan berisiko bunuh diri.
Seorang laki – laki yang berencana untuk bunuh diri dengan pergi ketempat jauh untuk
mengisolasikan dirinya dimana ia tidak dapat diketahui keberadaannya dan setelah itu ia
menembak kepalanya. Hal ini merupakan serious risk –rescue ratio
B. Pasien yang selamat dari usaha bunuh diri dengan kemungkinan hidup kecil, seperti
meminum acetaminophen dosis besar, tetapi memiliki keinginan sangat kecil untuk bunuh diri
dan sedikit mengerti tentang kerasnya usaha bunuh dirinya. Pasien ini merupakan memiliki rasio
low risk-rescue dan risiko kecil untuk bunuh diri.
Wanita yang berencana bunuh diri dengan menelan beberapa kapsul fluksetin langsung didepan
pasangannya mungkin merupakan low risk-rescue ratio

2. Pasien yang selamat dari rencana bunuh diri yang telah disiapkan berisiko lebih besar untuk
mengulangi usaha bunuh dirinya daripada pasien yang selamat karena percobaan impulsif, atau
percobaan akibat intoksikasi. 2

E. Evaluasi adanya keputus-asaan

6
Pasien yang tidak memiliki harapan atau tujuan dimasa depan berisiko lebih besar untuk bunuh
diri. Pertanyaan penting kearah keputus-asaan meliputi :
1. “Apa yang anda lihat pada diri anda selama lima tahun kedepan dari kini?”
2. “Apakah ada hal yang masih anda tunggu- tunggu untuk lakukan atau melihat?” 2

F. Identifikasi faktor pencetus yang mungkin


Identifikasi faktor kemungkinan pencetus saat kegawatan terus –menerus akan
membantu usaha mengapa pasien bunuh diri. Pasien yang mengalami masalah yang sama, atau
yang tidak bisa atau tidak mau mendiskusikan pencetus potential, mungkin berisiko lebih besar. 2

G. Mempertimbangkan dukungan sosial (support)


Kurangnya perhatian keluarga, teman atau lingkungan sekitar dapat meningkatkan risiko bunuh
diri. 2

H. Penilaian status mental


Pemeriksaan status mental secara telaten akan mendeteksi adanya masalah psikiatri dan
memperkirakan kapasitas kognitif. Aspek yang berhungan dengan pemeriksaan mencakup level
kesadaran, penampilan, tingkah laku, atensi, mood, afek, bahasa, orientasi, memori, bentuk
pikiran, isi pikiran, persepsi, insight, dan pertimbangan. 2

I. Bukti yang menguatkan dari keluarga dan teman.


Keluarga dan teman dapat di wawancara untuk mengumpulkan informasi yang
menguatkan dan mendapat data baru serta keabsahan data. Keluarga akan memberitahukan data
yang meragukan karena data tersebut penting bagi keluarga pasien dan mereka perduli. Penilaian
risiko bunuh diri adalah prosedur penting yang harus dilakukan yang lebih mengutamakan
keinginan pasien untuk dirahasiakan dan memelihara kenyamanan hubungan dokter-pasien. 2

2. Pemeriksaan faktor risiko


Riwayat psikiatri, gangguan medis, sosial dan keluarga yang diperiksa secara cermat
pada pasien dengan risiko bunuh diri akan menyadarkan klinisi terhatap tanda penting risiko
bunuh diri. Keberadaan lebih dari satu tanda spesifik faktor risiko bunuh diri mungkin berisiko
untuk mengulangi kembali. 2

A. Faktor demografi
1. Umur. Seseorang diatas usia 65 lebih berisiko untuk bunuh diri daripada individu yang lebih
muda; dilaporkan data 20 persen lansia berhasil bunuh diri meskipun mereka hanya ada pada 13
persen populasi.
2. Jenis kelamin. Lelaki banding wanita yang telah bunuh diri 4:1. Walaupun wanita lebih
banyak melakukan percobaan bunuh diri daripada pria sebanyak 3:1

7
3. Ras. Ras kulit putih dua kali lebih rentan untuk berusaha dan berhasil bunuh diri daripada ras
kulit hitam (hispanik) 2

B. Gangguan Psikiatri
Gangguan psikiatri berhubungan dengan lebih dari 90 persen kasus bunuh diri yang
berhasil dan besar kemungkinan usaha bunuh diri.
1. Ganggguan depresi mayor
Data yang dilaporkan secara kasar terdapat 50 persen kasus dengan bunuh diri, dan 15
persen pasien dengan depresi mati karena bunuh diri. Faktor risiko muncul lebih besar di fase
awal episode depresi, dan selama fase inisial dari terapi dan penyembuhan.
2. Ketergantungan alkohol dan obat
Terdapat 25 persen kasu bunuh diri. Ketergantungan berat alkohol dan obat
mengakibatkan penderitaan yang besar dan merupakan komorbid gangguan depresi. Lsinnya.
Intoksikasi obat dan alkohol akut dapat merusak daya nilai dan meningkatkan reaksi impulsif,
sebagai hasil dari lebih banyaknya usaha dan keberhasilan bunuh diri.
3. Psikosis
Terdapat 10 persen kasus bunuh diri dengan psikosis. Sebanyak 10 persen pasien
skizofrenia biasanya berhasil bunuh diri, kebanyakan terjadi saat episode perubahan dari suatu
kekambuhan atau saat episode depresi. Diantara pasien dengan psikotik atau gangguan afektif,
kehadiran halusinasi yang membahayakan diri sendiri dapat meningkatkan risiko bunuh diri.
4. Gangguan kepribadian
Telah dilaporkan secara kasar terdapat 5 persen kasus bunuh diri. Gerak gerik atau
tindakan impulsif atau usaha pasien untuk bunuh diri harus ditangani serius.
5. Gangguan cemas (Khusunya panik)
Terjadi peningkatan kasus bunuh diri pada gangguan ini. 2

C. Gangguan medik umum


Gangguan medik berhubungan dengan 35 sampai 40 persen kasus bunuh diri dan
sebanyak 70 persen kasus didapat pada usia lebih dari 60. Pengamatan pada pasien dengan
peningkatan risiko pada kondisi gangguan medis mungkin dipengaruhi juga oleh beberapa faktor
seperti pengaruh faktor demografi, komorbid dengan kondisi psikiatri, atau menggunakan obat -
obatan yang menginduksi gejala psikiatri. Individu dengan derajat kesakitan sedang sampai berat
dilaporkan memiliki risiko yang lebih besar, penyakit tersebut seperti :
1. AIDS dan kanker
2. Trauma kepala dan gangguan mental organik
3. Epilepsi, multipel sklerosis, dan Huntington Korea
4. Spinal cord injury
5. Penyakit Karvas
6. Tukak peptik
7. Gagal ginjal kronik
8. Sindrom Cushings
8
9. Reumatoid arhtiritis
10. Porphyria2

D. Pengaruh sosial
1. Status perkawinan
Bercerai, atau perpisahan pada dewasa merupakan risiko terbesar untuk bunuh diri
dibandingkan dewasa yang tidak menikah, yang resikonya lebih besar daripada dewasa yg telah
menikah.
2. Situasi kehidupan
Hidup sendiri meningkatkan risiko untuk bunuh diri, khususnya pada kasus bercerai, atau
dewasa yang berpisah
3. Kehilangan seseorangan
Kematian orang yang dicintai dapat meningkatkan risiko bunuh diri, khusunya diantar
dewasa muda dan remaja.
4. Status pekerjaan
Pada Pengangguran, sepertiga atau seperempat berhasil bunuh diri dan mungkin
merupakan faktir risiko yang kuat pada pria
5. Finansial dan masalah legal
Masalah finansial, keterlibatan legal, dan ancaman hukuman penjara berisiko untuk
bunuh diri
6. Memiliki senjata api
Adanya senjata api dirumah dapat meningkatkan risiko bunuh diri2

E. Faktor keluarga
1. Riwayat keluarga yang menderita gangguan psikiatri merupajan faktor penting untuk
bunuh diri
2. Hubungan keluarga yang mendadak berantakan
Hal ini seperti kematian orang tua, perpisahan orang tua, penyalahgunaan emosi, perilaku
fisik menyimpang.2
F. Kecenderungan bunuh diri saat lalu dan masa kini
1. Pasien dengan riwayat percobaan bunuh diri dilaporkan merupakan 50 persen bagian
pasien yang berhasil bunuh diri, dan sebanyak 10 sampai 20 persen dari mereka akan mati
karena bunuh diri.
2. Usaha bunuh diri sebelumnya yang berat
3. Adanya ide dan niat yang terucap terdapa pada 80 persen orang yang berhasil bunuh
diri. Komunikasi bisa secara langsung atau tidak; Kematian atau bunuh diri bisa didiskusikan,
Surat asuransi atau polis asuransi telah ditulis, diberikannya barang berharga kepada orang lain,
atau kelakuan yang menyimpang mungkin ada. Pasien biasanya memilih membicarakan niat
mereka untuk bunuh diri dengan keluaraga daripada tenaga medis. Walaupun 50 pesen dari
indvidu yang menecetuskan bunuh diri menghubungi psikiater sebulan sebelum mereka mati.
Hanya 60 persen mengatakan beberapa tingkat ide bunuh diri atau niat bunuh diri. 2
4. Keputus -asaan
9
Atau ekspekstasi negatif tentang masa depan, merupakan salah satu dari faktor
predisposisi terkuat untuk bunuh diri.

d. Penatalaksanaan
Keselamatan pasien dalam kasus ini merupakan hal yang paling penting tanpa memikirkan
terlebih dahulu diagnosis yang mendasari. Evaluasi pasien di UGD, kemudian menetukan faktor risiko
bunuh diri, tindakan membahayakan baik yang sengaja ataupun tidak sengaja. Bila pasien datang
bersama keluarga, diperlukan juga informasi yang akurat mengenai kondisi pasien yang berguna juga
untuk terapi. Perlu diketahui juga apakah saat ini pasien dalam masa pengobatan. Bila ya, pasien harus
diawasi secara cermat. 4
A. Stabilisasi kondisi medis
Bila diagnosa belum dapat ditegakkan, terapi antidepresan dapat diberikan pada pasien. namun
bila diagnosa sudah dapat ditegakkan, terapi diberikan sesuai penyebabnya. Sebagai contoh pasien
dalam krisis karena kematian orang terdekat akan berfungsi lebih baik setelah menerima sedasi ringan
seperlunya, terutama bila sebelumnya tidur terganggu. Benzodiazepin merupakan obat terpilih dan
ramuan yang khas ialah lorazepam (Ativan) 1mg 1-3 x sehari untuk 2 minggu. Iritabilitas pasien
mungkin meningkat dengan penggunaan teratur benzodiazepin, dan iritabilitas ini merupakan salah satu
risiko bunuh diri, maka benzodiazepin dapat digunakan hati – hati pada pasien yang bersikap keras dan
bermusuhan. Hanya sejumlah kecil dari medikasi tersebut disediakan dan pasien harus di follow up. Bila
pasien terdapat halusinasi auditorik bisa diberikan terapi antipsikotik, pasien dengan panic attack dapat
diberikan benzodiazepin (lorazepam 1-2 mg oral). Pasien dengan ganguan deprsei harus diberikan
terapi aintidepresi. Dosis terapi harus diperhatikan terutama obat – obat ansietas dan hipnotik sedatif
karena takut akan resiko penyalahgunaan. 4

B. Proteksi dari mencelakai diri sendiri


Keselamatan pasien harus dipastikan sepanjang evaluasi dan terapi risiko bunuh diri.
1. Pasien yang berpotensi bunuh diri dan yang mengancam untuk menolak untuk dievaluasi atau
meninggalkan saat evaluasi belum selesai harus ditahan, meskipun melawan hak mereka, undang
undang negara mengizinkan menahan individu yang membahayakan dirinya atau orang lain. Pasien
yang mendesak untuk pergi harus di tahan dan diisolasi dari lingkungannya.
2. Barang yang membahayakan harus disingkirkan dari jangakauan pasien yang berisiko. Benda tajam,
termasuk gunting, jarum, gelas, peralatan makan, harus di jauhkan segera. Jendela yang terbuka, tangga,
atau area yang berpotensi untuk menggantung diri harus di kunci. Substasi obat atau medikasi milik
pasien harus disita. 2

C. Penilaian teratur status mental

10
Pasien yang memiliki ide risiko bunuh diri yang signifikan dan dirawat inap harus dinilai
kembali status mentalnya setidaknya setiap hari. Kebutuhan akan pengawasan dan penjagaan ketat harus
ditujukan secara berkesinambungan. 2
D. Terapi rawat jalan vs rawat inap
Pasien dibolehkan untuk tidak rawat inap apabila mereka benar - benar tidak ingin bunuh diri;
dan bisa melakukan komitmen apabila ada pikiran untuk bunuh diri kemudian harus menghubungi atau
kembali ke RS (Dengan syarat petugas RS siap 24 jam menangani pasien). Pasien yang mampu
berkomitmen seperti ini menguatkan kembali keyakinan bahwa mereka memiliki kekuatan yang cukup
untuk mengendalikan impuls tersebut dan untuk mencari pertolongan. Pasien dengan kondisi medis
stabil; dan tidak delirium, demensia, psikosis, depresif yang signifikan, atau intoksikasi. Adanya barang
sejata api harus dihilangkan dari rumah; Faktor presipitasi akut harus diidentifikasi dan ditujukan;
Dukungan sosial diperlukan dan terapi pasien rawat jalan harus di atur dan menyetujui yang telah
disepakati. 2
Psikoterapi suportif oleh psikiater menunjukkan kepedulian dan dapat mengihlangkan beberapa
penderitaan hebat pasien. Beberapa pasien dapat mampu menerima gagasan bahwa mereka menderita
penyakit yang diketahui dan mereka mungkin akan dapat sembuh sempurna. 1

e. Prognosis
Meskipun pasien yang digolongkan berpotensi bunuh diri akut dapat memiliki prognosis yang
baik, pasien dengan potensi bunuh diri kronis sulit ditera[i, dan mereka melelahkan orang yang merawat
mereka. 1

f. Komplikasi
Adanya percobaan bunuh diri yang gagal dapat mengakibatkan cedera pada organ atau
kerusakan otak. 1

11
BAB III
PENUTUP

Adanya ide, rencana, atau percobaan bunuh diri merupakan kasus yang harus diperhatikan
karena berisiko pada kematian, bila terdapatnya kegagalan pada usaha bunuh diri dapat terjadi kecacatan
organ yang dicederai atau kerusakan pada otak. Seseorang yang sebelumnya pernah berusah bunuh diri
berisiko lebih tinggi untuk mengakhiri hidupnya kembali. Tentunya untuk menangani kasus ini
diperlukan suatu pendekatan klinis yang sangat penting, dengan anamnesis secara cermat dengan
memperhatikan juga evaluasi derajat kecenderungan untuk bunuh diri dan pemeriksaan faktor risiko dari
pasien yang bunuh diri sehingga dapat memberikan suatu keputusan diagnosa dan terapi yang tepat.

DAFTAR PUSTAKA

1.Sadock BJ, Sadock VA. KAPLAN & SADOCK; Buku Ajar Psikiatri Klinik. Edisi kedua. Jakarta :
EGC, 2010. h. 426-33.

2. Lagomasino IT, Stern TA. Approach to the suicidal patient. Chapter 2.St. Louis: Mosby, 2000. p. 15-
21.

3. Kaplan MD, Sadock BJ. Ilmu Kedokteran Jiwa Darurat.Jakarta : EGC, 2004. h. 433-6.

4. Bernstein, Levin, Roag, Rubinsten. On Call Psychiatry. 3rd Edition. USA : Elsevier, 2006. p. 92-9.

5. Puri BK, Laking PJ, Treasaden IH. Buku Ajar Psikiatri. Edisi kedua. Jakarta : EGC, 2011. h. 181-7.

12

Anda mungkin juga menyukai