ABSTRAK
ABSTRACT
ANDHINI ERIDHA PUTRI. Hatching Performance at Crossbreeding of Local
Chicken and Commercial Chicken. Supervised by SRI DARWATI and
RUKMIASIH.
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Peternakan
pada
Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
Judul Skripsi : Performa Penetasan Telur Ayam Hasil Persilangan Ayam Kampung
dengan Ayam Ras Pedaging
Nama : Andhini Eridha Putri
NIM : D14114004
Disetujui oleh
Diketahui oleh
Tanggal Lulus:
viii
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2013 ini ialah
Performa Penetasan Telur Ayam Hasil Persilangan Ayam Kampung dengan
Ayam Ras Pedaging.
Terima kasih penulis ucapkan kepada dosen pembimbing Ibu Dr Ir Sri
Darwati, MSi dan Ibu Dr Ir Rukmiasih, MS atas waktu, tenaga, saran, bimbingan,
dan kesabaran yang telah diberikan, kepada Ibu Dr Ir Widya Hermana, MSi
sebagai dosen penguji sidang yang telah memeberikan banyak saran untuk
bahasan dan tulisan penulis. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada
Mama, Papa, Nenek, adik-adik (Tari, Dhika, Tio, Ade Rangga) serta seluruh
keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Tak lupa penulis sampaikan
terima kasih atas kerja sama dan dukungan tim penelitian Yusup Sophian, Yusrini
A Rambe, Devi Simamora, Cahyatina Tri R, dan Ananta Titan P. Teman-teman
seperjuangan Alih Jenis 2011 Arma Aditya K, Betti Zanora, Daniel P Manurung,
Trubus Tri I, Annisa Aulia, Fitriyati Siregar, Ridha C Yoshi, Sarah Sellawati, dan
Aditya Gilang P. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan
METODE
Bahan
Alat
Prosedur
Pemeliharaan
Ayam kampung dan broiler dikandangkan untuk perkawinan alami
berdasarkan persilangan ayam kampung jantan dengan ayam broiler betina
sebanyak 3 sekat sebagai ulangan (Gambar 1) dan ayam broiler jantan dengan
ayam kampung betina (2 sekat sebagai ulangan). Perbandingan jantan dan betina
yang digunakan adalah 1 jantan : 5 betina (1:5). Ayam diberi pakan ad libitum
yaitu pada pagi dan sore di dalam 1 hanging feeder setiap 1 kandang ulangan
dengan pemberian maksimal 200 g ekor-1 hari-1, air minum diberikan ad libitum di
dalam 1 galon plastik setiap 1 kandang ulangan. Alas kandang adalah sekam
padi. Sekam diganti saat sekam basah dan menggumpal.
Pencegahan penyakit dilakukan dengan cara menjaga kebersihan kandang
dan lingkungan sekitar kandang serta meminimalisir masuknya vektor penyakit
dari luar kandang dengan melepas atau mengganti alas kaki saat memasuki
kandang. Pencegahan stres ayam dilakukan dengan menggunakan pakaian warna
putih saat masuk ke dalam kandang. Ayam yang cidera atau sakit dipindahkan ke
kandang lain untuk pengobatan hingga ayam kembali pulih (medikasi). Vaksinasi
juga dilakukan pada bulan Juli dan Oktober 2013 yaitu vaksinasi ND (Newcastle
Disease) dan AI (Avian Influenza).
Mesin tetas dibersihkan menggunakan air dan deterjen lalu diatur suhu
hingga kisaran 37-39 oC dengan kelembaban 59%-60%. Telur yang ditetaskan
adalah telur dengan kisaran penyimpanan 1-7 hari. Sebelum ditetaskan telur
diseleksi dengan parameter keutuhan kerabang, bobot telur KB (50-70 g) BK (35-
50 g), dan tidak kotor. Telur difumigasi selama 30 menit menggunakan formalin
dan kalium permanganat (KMnO4) sebanyak 1 dosis.
Telur tetas ditata vertikal ke dalam rak telur dan diganjal menggunakan
kertas atau karton bekas hingga tidak ada ruang yang longgar agar telur tidak
jatuh saat pemutaran telur berlangsung, kemudian rak telur dimasukkan ke dalam
mesin tetas. Selama penetasan suhu dan kelembaban mesin tetas dicatat dan
dijaga agar tetap optimal. Kelembaban dijaga dengan mengisi bak air hingga ¾
bagian dan diisi kembali saat air sudah berkurang. Pemutaran telur dilakukan
setiap hari yaitu 3 kali dalam sehari. Pada inkubasi hari ke-7, telur diteropong
untuk mengetahui fertilitas telur tetas, sedangkan hari ke-18 telur dipindahkan ke
dalam rak telur hatcher untuk persiapan telur akan menetas. Saat telur menetas,
DOC ditimbang setelah bulu kering dan diperiksa kondisi kesehatan dan keutuhan
DOC (Gambar 2). Kerabang telur diukur ketebalannya di bagian tumpul, tengah,
dan lancip kerabang untuk mendapatkan rataan ketebalan kerabang (Gambar 2).
5
Gambar 2 Hari ke-21 (pull chick), (A) DOC yang menetas dalam
rak hatcher dan (B) Pengukuran kerabang telur
Analisa Data
Data dianalisa secara deskriptif dan uji T (Walpole 1995) untuk mengetahui
perbedaan peubah-peubah antara persilangan KB dan BK.
Keterangan :
𝑦̅1 = rataan sampel 1
𝑦̅2 = rataan sampel 2
µ1 = rataan populasi 1
µ2 = rataan populasi 2
n1 = banyak sampel 1
n2 = banyak sampel 2
S = akar KT(G)
Performa Reproduksi
Jumlah telur yang diproduksi
7. Hen day (%) = x 100%
Jumlah ayam produktif
Jumlah telur layak tetas
8. Layak tetas (%) = x 100%
Jumlah telur yang diproduksi
Jumlah telur layak tetas−jumlah telur infertil
9. Fertilitas (%) = x 100%
jumlah telur layak tetas
6
60.06
59.93
59.84
59.57
59.46
70.00
58.84
57.90
56.90
60.00
47.00
44.64
44.28
Bobot telur tetas (g)
42.04
41.00
40.88
40.86
40.10
50.00
36.52
40.00
30.00 KB
20.00 BK
10.00
0.00
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Periode bertelur
yang diproduksi periode tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Suprijatna et al.
(2005) bahwa ukuran telur akan meningkat dengan meningkatnya kandungan
protein pakan.
Indeks Telur
Indeks telur tetas KB 0.75±0.038, sedangkan telur tetas BK 0.798±0.019
dan keduanya berbeda sangat nyata (P<0.01). Besarnya indeks telur yang
menetas tidak begitu jauh dengan indeks yang ditetaskan yakni sebesar
0.756±0.036 untuk KB dan 0.798±0.019 untuk BK dengan perbedaan sangat
nyata (P<0.01).
Perbedaan yang sangat nyata pada indeks telur tetas dan indeks telur yang
menetas pada persilangan yang berbeda (KB dengan BK) karena dipengaruhi oleh
sifat genetik, bangsa, umur induk, dan proses-proses yang terjadi selama
pembentukan telur terutama pada saat telur melalui magnum dan isthmus. Sesuai
dengan pendapat Sodak (2011) bahwa faktor yang mempengaruhi indeks bentuk
telur antara lain umur induk, sifat genetik, bangsa, juga disebabkan oleh proses-
proses yang terjadi selama pembentukan telur terutama pada saat telur melalui
magnum dan isthmus. Menurut Wardiny (2002) indeks bentuk telur tetas ayam
kampung yang baik yaitu sebesar 0.76-0.78 dan hal ini sesuai dengan indeks telur
hasil persilangan BK. Korelasi antara bobot telur vs indeks telur KB adalah 0.115
sedangkan persilangan BK -0.038, namun keduanya tidak menunjukkan korelasi
yang nyata.
Ketebalan Kerabang
Ketebalan kerabang merupakan salah satu aspek penilaian kualitas telur
tetas. Persilangan ayam kampung dan broiler menghasilkan ketebalan kerabang
yakni 0.262±0.045 mm (KB) dan 0.258±0.041 mm (BK). Kerabang KB dan BK
dapat dinyatakan kerabang tipis untuk telur tetas karena menurut North dan Bell
(1990) rataan tebal kerabang telur yang baik yaitu antara 0.33 mm dan 0.35 mm
dan ketebalan kerabang yang dilakukan oleh peneliti lain (Ayu 2012) dengan
prosedur yang sama yaitu sebesar 0.33-0.34 mm. Kerabang yang tipis diakibatkan
9
oleh kurangnya kandungan Ca dan P dalam pakan, umur ayam yang meningkat,
dan suhu lingkungan yang tinggi (Sodak 2011).
Pada penelitian ini kandungan kalsium pada pakan untuk ayam BK sebesar
1.83%-2.55%, ini lebih rendah dibandingkan ayam KB dan dari standar kadar
kalsium ayam kampung fase layer yang menurut Sinurat (1991) yaitu sebesar
3.40% dalam pakan. Suhu lingkungan kandang yang tinggi (32-33 oC) selama
penelitian sehingga mengakibatkan konsumsi pakan menurun dan mempengaruhi
asupan nutrisi yang masuk ke dalam tubuh ayam termasuk kalsium walaupun
kandungan kalsium sudah cukup seperti yang terjadi pada KB. Selain itu pada
saat suhu lingkungan meningkat ayam terlihat panting, pada kondisi ini H2O dan
CO2 yang seharusnya digunakan untuk pembentukan CaCO3 pada kerabang
berkurang sehingga kerabang menjadi tipis. Namun ketebalan kerabang keduanya
tidak berbeda, hal ini karena bobot telur yang lebih besar akan memiliki kerabang
yang lebih tipis pula, walaupun KB diberi kandungan kalsium yang lebih tinggi
dari BK. Korelasi antara bobot telur vs ketebalan kerabang bernilai -0.172 untuk
KB dan -0.075 untuk BK, namun tidak menunjukkan korelasi yang nyata pada
keduanya.
Bobot Tetas
Telur yang menetas diperiksa kondisi ayamnya (DOC), kemudian ditimbang
untuk memperoleh bobot tetas, dan diberi nomor sayap sebagai identitas individu
dan membedakan jenis persilangan. Gambar DOC KB dan BK dapat dilihat pada
Gambar 4.
Bobot tetas merupakan bobot badan anak ayam pada saat menetas umur
sehari. Persilangan KB memiliki bobot tetas 35.883±5.323 g namun kurang
sesuai dengan SNI 01-4868.1-2005 tentang bobot DOC ayam ras pedaging
sebesar 37 g. Hal ini karena penguapan yang lebih awal sebelum telur ditetaskan
yakni pada suhu penyimpanan yang kurang sesuai sehinga diduga telur menyusut
lebih lama dan bobot tetas lebih kecil dari yang seharusnya. Bobot tetas BK
27.87±5.33 g dengan KB sangat nyata lebih berat dibandingkan BK (P<0.01).
Perbedaan bobot tetas yang dihasilkan ini karena bobot telur tetas antara
telur KB dengan BK berbeda sangat nyata, seperti yang diungkapkan (Hermawan
2000) bahwa ada hubungan yang sangat nyata antara bobot telur dengan bobot
10
tetas yang dihasilkan. Bobot telur KB yang lebih besar dibandingkan telur BK
mengakibatkan bobot tetas KB lebih besar pula dibandingkan dengan bobot tetas
BK.
Korelasi bobot telur terhadap bobot tetas KB memiliki nilai 0.058 dengan
R2 0.3%, sedangkan BK 0.256 dengan R2 6.6% serta tidak ada korelasi antara
bobot telur dengan bobot tetas (P>0.05). Hal ini bertentangan dengan pendapat
Lestari et al. (2013) bahwa bobot tetas dipengaruhi oleh bobot telur dan
penjelasan North dan Bell (1990) juga menyatakan bahwa telur yang bobotnya
kecil akan menghasilkan anak ayam kecil pula pada saat menetas dibandingkan
dengan telur yang bobotnya bobot (berkorelasi). Hal ini karena faktor lain atau
lingkungan yang terlalu besar (99.7% KB dan 93.4% BK) mempengaruhi bobot
tetas yakni pada saat dalam inkubator dan ruang penyimpanan telur sehingga
bobot telur dan bobot tetas tidak berkorelasi nyata. Selama penyimpanan telur
tetas harus disimpan pada suhu 18 oC (Suprijatna et al. 2005), sedangkan selama
penelitian telur disimpan pada suhu ruang sehingga mempercepat penguapan telur
yang sebagian besar (75.5%) adalah air (Bell dan Weaver 2002).
Performa Reproduksi
Performa reproduksi yang diperoleh dari hasil penelitian terdiri atas hen
day, layak tetas, fertilitas, daya tetas dan mortalitas embrio setiap minggu seperti
disajikan pada Tabel 3.
Hen Day
Hen day merupakan parameter kualitas reproduksi, yaitu jumlah telur satu
hari dari jumlah ayam yang dipelihara saat itu (setiap hari). Hen day KB 49.72
±9.73% sedangkan BK 38.26±6.25%, keduanya memiliki perbedaan yang nyata
(P<0.05). Hal ini karena ayam betina kampung secara genetis memiliki
kemampuan produksi telur yang lebih rendah dibandingkan ayam ras yaitu ayam
ras pedaging strain Cobb 500 umur 27-35 minggu sebesar 65%-86% (Cobb
vantrees 2013), sedangkan ayam kampung 30.9% (Direktorat Jendral Peternakan
2006) dengan sistem pemeliharaan intensif. Hen day pada penelitian ini jauh
lebih kecil dibandingkan dengan standar strain Cobb 500, penyebab utama terjadi
karena manajemen pemeliharaan yang kurang dari standar dengan seharusnya
yakni dari sisi jenis kandang, jenis pakan, dan suhu lingkungan. Performa hen
day selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 5.
Produksi telur KB mencapai puncak produksi pada periode 2 yaitu pada saat
induk berumur 28 minggu, hal ini sesuai pendapat North dan Bell (1990) bahwa
ayam ras mencapai puncak produksi sekitar umur 28-30 minggu kemudian
produksi semakin menurun hingga masa produksinya berakhir. Pada Gambar 5
dapat dilihat periode 7 produksi telur sudah mengalami penurunan yang cukup
besar dibandingkan puncak produksi. Ayam BK pada periode yang sama diduga
sudah melewati puncak produki karena pada saat memasuki periode 1 umur ayam
betina sudah berkisar 35 minggu dengan hen day fluktuatif. Menurut North dan
Bell (1990) faktor yang menentukan produksi telur (hen day) yaitu strain , umur
pertama bertelur, konsumsi ransum dan kandungan protein ransum.
11
70
58.24
58.16
54.08
60
48.21
47.25
46.67
42.86
42.86
41.49
41.27
50
38.96
Hen day (%)
37.35
36.73
35.71
37.5
30.61
40
28.57
30 KB
20 BK
10
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Periode bertelur
selanjutnya) terlalu lama, telur juga diduga terinjak karena pada malam hari tidak
ada penerangan di dalam kandang sehingga ayam tidak melihat keberadaan telur
di kandang.
Fertilitas
Fertilitas telur diperoleh setelah terjadi proses pembuahan yaitu
penggabungan antara sperma dan ovum. Semakin tinggi persentase fertilitas yang
diperoleh maka semakin baik pula kemungkinan daya tetasnya (Sinabutar 2009).
Fertilitas telur KB sebesar 61.87±8.73% berbeda sangat nyata (P<0.01)
terhadap telur BK 29.90±16.1%. Rendahnya fertilitas BK diduga karena
jarangnya frekuensi kawin akibat perbedaan jenis ayam (ayam ras dengan
kampung), pejantan yang terlalu agresif dan bobot badannya yang terlalu berat
sehingga libido rendah, hal ini diperkuat oleh penyataan Suprijatna et al. (2005)
bahwa rendahnya frekuensi perkawinan pada ayam tipe pedaging disebabkan
ayam terlalu gemuk sehingga mengalami kesulitan dalam melakukan perkawinan
yang berakibat pada libido yang rendah.
Daya Tetas
Rataan daya tetas pada penelitian ini tidak berbeda, 37.7±11.11% untuk
KB dan BK 41.90±31.7%. Daya tetas dipengaruhi oleh 4 faktor utama yaitu
kondisi induk, kondisi telur tetas, kondisi mesin tetas dan pengelolaan penetasan
(Nuryati et al. 2000).
Suhu selama penetasan berkisar antara 37-39 oC dan kelembaban udara
relatif berkisar 58%-60%, hal ini masih dalam range suhu dan kelembaban yang
dianjurkan oleh Ensminger et al. (2004) bahwa perkembangan embrio yang
optimal pada suhu 37.2-39.4 oC dengan kelembaban sekitar 60% dan sebesar 70%
selama 3 hari terakhir penetasan. Kendala penilitiaan ini yaitu mesin setter dan
hatcher menjadi 1 sehingga kelembaban selama penetasan 58%-60%, hal ini
mengakibatkan daya tetas rendah. Kelembaban yang rendah mengakibatkan
embrio ayam mengalami dehidrasi kemudian melemah sehingga ayam kesulitan
keluar dari dalam kerabang walaupun sudah pipping, selain itu embrio ayam
sudah mati saat dehidrasi akut sehingga tidak sampai pada tahap pipping.
Mortalitas Embrio
Mortalitas embrio merupakan persentase kematian embrio yang terjadi
selama masa inkubasi. Mortalitas embrio dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu
penyimpanan telur, kondisi tempat penyimpanan telur, musim, ukuran telur, dan
umur induk. KB memiliki mortalitas embrio 62.34±11.13% dengan umur
kematian 15.23±6.47% (umur 0-7 hari), 19.20±8.62% (8-14 hari), dan
27.90±16.50 (15-21 hari) dengan perbedaan yang tidak nyata dengan persilangan
BK yang memiliki mortilitas embrio 58.1±31.7% terdiri atas 15.63±12.13%
(minggu ke-1), 16.04±15.93% (minggu ke-2), dan 26.46±22.05 (minggu ke-3)
seperti disajikan pada Gambar 6.
Kurangnya kelembaban mesin tetas menjadi penyebab kematian embrio
minggu ketiga yaitu 60% sedangkan yang dianjurkan 70% menurut Ensminger et
al. (2004). Daulay et al. (2008) menjelaskan bahwa jika kelembaban tidak
optimal, embrio tidak akan mampu memecahkan kerabang yang terlalu keras.
Kematian yang terjadi pada minggu awal diduga karena putusnya khalaza akibat
13
dari penanganan telur pada saat dipindahkan dari ruang telur ke ruang tetas
dengan menggunakan sepeda motor. Embrio yang mati pada minggu ke-2
inkubasi menurut Hartono dan Isman (2012) biasanya karena kekurangan nutrisi
berupa riboflavin dan biotin.
(A) Embrio minggu ke-1 (B) Embrio minggu ke-2 (C) Embrio minggu ke-3
Gambar 6 Mortalitas embrio pada (A) minggu ke-1, (B) minggu ke-2 dan (C)
minggu ke-3
Simpulan
Bobot telur tetas, bobot telur layak tetas, bobot telur yang menetas dan
bobot tetas pada persilangan KB lebih besar dibandingkan BK, namun indeks
telur tetas dan indeks telur yang menetas pada BK lebih besar dibandingkan KB.
Fertilitas dan hen day persilangan KB memiliki performa lebih baik
dibandingkan dengan persilangan BK.
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Ayu MD. 2012. Karakteristik kualitas telur tetas dan perkembangan tulang
belakang (somite) embrio ayam arab pada umur telur yang berbeda.
[skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Bell DD,Weaver WD. 2002. Commercial Chicken Meat and Egg. New York
(US): Kluwer Academic Publishers.
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2008. Telur ayam segar untuk konsumsi.
SNI 01-3926-2008. Jakarta (ID): BSN.
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2005. Bibit niaga (final stock) ayam ras tipe
pedaging umur sehari (kuri/doc). SNI 01-4868.1-2005. Jakarta (ID): BSN.
14
Campbell JR, Kenealy MD, Campbell KL. 2003. Animal Science. The Biology,
Care, and Production of Domestic Animal. Ed ke-4. New York (US):
Mc.Graw Hill.
Cobb-vantrees.com. 2013. Breeder management supplement Cobb 500.
[Internet]. [Januari 2014]. Tersedia pada http://67.43.0.82/docs/default-
source/cobb-500-guides/cobb500ff-breeder-mangement-supplement---
(english).pdf?sfvrsn=12
Darwati S. 2000. Produktivitas ayam kampung, pelung, dan resiprokalnya. Bogor
(ID): MedPet 23 (2): 32-35.
Daulay AH, Aris S, Salim A. 2008. Pengaruh umur dan frekuensi pemutaran
terhadap daya tetas dan mortalitas telur ayam arab (Gallus turcicus). Medan
(ID): Jurnal Agribisnis Peternakan 1 (4).
[Ditjennak] Direktorat Jendral Peternakan, Departemen Pertanian. 2006.
Pedoman Pembibitan Ayam Kampung yang Baik. Jakarta (ID): Ditjennak.
Ensminger ME, Brant G, Scanes CG. 2004. Poultry Science. Ed-ke4. New York
(US): Pearson Prentice Hall.
Hartono T, Isman. 2012. Kiat Sukses Menetaskan Telur Ayam. Jakarta (ID):
Agromedia Pustaka.
Hermawan A. 2000. Pengaruh bobot dan indeks telur terhadap jenis kelamin
anak ayam kampung pada saat menetas. [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas
Peternakan. Institut Pertanian Bogor.
Krista B, Hartono B. 2010. Buku Pintar Beternak dan Bisnis Ayam Kampung.
Jakarta (ID): AgroMedia Pustaka.
Lesson S, Summers JD. 2000. Broiler Breeder Production. Ontario (CA):
Nottingham University Pr.
Lestari E, Ismoyowati, Sukardi. 2013. Korelasi antara bobot telur dengan bobot
tetas dan perbedaan susut bobot pada telur entok (cairina moschata) dan itik
(Anas plathyrhinchos). Purwokerto (ID): Jurnal Ilmiah Peternakan. 1 (1) :
163-169.
[NRC] National Research Council. 1994. Nutrient Requirements of Poultry. Ed
ke-8. Washington DC (US): National Academy of Sciences.
North MO, Bell DD. 1990. Commercial Chicken Production Manual. Ed ke-4.
New York (US): Van Nostrad Reinhold.
Nuryati T, Sutarto, Khanim M, Hardjosworo PS. 2000. Sukses Menetaskan Telur.
Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
Sartika T, Gunawan B, Matondang R, Mahyudin P. 2002. Seleksi generasi ketiga
untuk mengurangi sifat mengeram dan meningkatkan produksi telur ayam
kampung. Jakarta (ID): Balai penelitian Ternak, Laporan No. UAT/BRE/F-
01/APBN/2001.
Sinabutar M. 2009. Pengaruh frekuensi inseminasi buatan terhadap daya tetas
telur itik kampung yang diinseminasi buatan dengan semen entok. [skripsi].
Medan (ID): Fakultas Pertanian, Universitas Sumatra Utara.
Sinurat AP. 1991. Penyusunan ransum ayam buras. Wartazoa 2:1-4.
Sodak JF. 2011. Karakteristik fisik dan kimia telur ayam arab pada dua
peternakan di Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur. [skripsi]. Bogor (ID):
Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Suprijatna E, Atmomarono U, Kartasudjana R. 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas.
Cetakan ke-2. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
15
Walpole RE. 1995. Pengantar Statistika. Jakarta (ID): Gedia Pustaka Umum.
Wardiny TM. 2002. Evaluasi hubungan antara bentuk telur dengan persentase
telur yang menetas pada ayam kampung galur arab. Jakarta (ID): Jurnal
Matematika, Sains dan Teknlogi. Universitas Terbuka 3:2.
LAMPIRAN
Persamaan regresi:
Bobot DOC BK = - 0,4 + 0.668 Bobot telur yang menetas (BK)
RIWAYAT HIDUP