Anda di halaman 1dari 8

 Biografi Henri Maclaine Pont

Henri Maclaine Pont lahir di Meester Cornelis atau kini


disebut Jatinegara pada 21 Juni 1885 yang merupakan anak
ke-4 dari 7 saudara dalam keluarga Protestan. Ibunya berasal
dari Pulau Buru sementara ayahnya merupakan keturunan
Skotlandia, Spanyol, dan Perancis. Beliau merupakan arsitek
populer di Hindia Belanda pada sekitar abad 20.
Pada tahun 1893, ketika beliau berusia 8 tahun, ia pindah
bersama keluarganya ke Belanda dan bersekolah di Den
Haag. Ia pun berkuliah di Jurusan Pertambangan, Institut
Teknologi Delft (THS Delft) selama satu setengah tahun. Pada tahun 1903, beliau pindah ke
Jurusan Arsitektur dan diam-diam mempelajari agama Katolik. Dalam usia 24 tahun, beliau lulus
dari THS Delft. Setelah lulus, ia kembali ke Hindia Belanda dan mulai bekerja pada Kantor
Posthumus Meijes sampai November 1910. Perkenalannya dengan Leonora (Noor) Hermine
Gerlings, anak direktur SCS di Den Haag, akhirnya membawanya pada pernikahan di bulan
Oktober 1910.
Pertama kali, tahun 1911, Henri menginjakkan kaki di kota Tegal dan merancang Kantor NIS.
Pertengahan tahun 1913, ia pindah ke Semarang memantapkan kantornya dan mengerjakan
proyek perkantoran seperti bangunan perkeretaapian di Purwokerto, gudang gula di Cirebon
dan Cilacap, Kompleks kampus ITB, Stasiun Poncol di Semarang, Stasiun Tegal di Tegal, dan
Gereja Puhsarang di Kediri, dan sebagainya. Maclaine Pont juga membuat rencana
pengembangan kota Semarang Selatan dan Surabaya.
Pada 1915, Maclaine Pont sakit. Ia bersama isterinya kembali ke Belanda. Setelah sembuh ia
bekerja di kantor kereta api di Utrecht. Mengira takkan kembali ke Indonesia, tahun 1918 Pont
berniat menjual kantornya di Semarang pada Karsten cs. Di luar dugaan Pont malah diundang
ke Indonesia untuk merancang Sekolah Tinggi Teknik di Bandung (ITB). Desain mulai di kerjakan
di Belanda dan selesai tahun 1919 lalu dibawa ke Indonesia.
Pada abad 20, Henri tertarik dengan arsitektur percandian di Jawa. Sumbangan terbesarnya
dalam arkeologi di Indonesia adalah pendeskripsiannya mengenai konsep tata kota ibukota
Majapahit di Trowulan. Sejak 1921, ia aktif dalam penggalian tersebut dan membuat draft
tentang kemungkinan Trowulan pantas menjadi ibukota kerajaan kuno itu, dan pada 1925, ia
mendirikan Museum dan Pusat Penelitian Arkeologi Trowulan.
Nasib Henri memang tidak seindah karya-karyanya. Hanya setelah setahun ia kembali ke
Belanda agar anak-anaknya mendapatkan pendidikan yang layak, ketertarikan Henri terhadap
agama katolik menjauhkan jarak antara ia dengan anak istrinya. Stelah itu, akhirnya Henri
menghabiskan masa-masa tuanya sendiri di Jawa mulai tahun 1928, dan ia dibaptis ulang di
Gereja Katolik Ganjuran, Bantul, Yogyakarta pada 1931. Pada 1933, ia resmi bercerai dengan
istrinya dan berpisah dengan anak-anaknya.
Henri juga merasakan pahitnya masa penjajahan Jepang dan pada Oktober 1943 ia masuk ke
kamp internir Jepang di Surabaya. Satu-satunya alasan mengapa Henri keluar dari kamp
tersebut pada 1945 adalah karena kesehatannya yang terus memburuk. Kemudian ia dirawat di
Australia dan pada tahun tersebut pula ia diminta menjadi Guru Besar di ITB. Tetapi pada
September 1946 ketika ia pulang ke Jawa, posisi Guru Besar tersebut sudah dihilangkan. Ia pun
kecewa dan kembali ke Den Haag.
Saat itu pula Henri mulai menyusun otobiografinya pada 1947 yang ia rampungkan 21 tahun
kemudian. Diantara masa itu, ia sempat mendirikan Maclaine Pont Stiching di bidang penelitian
mengenai struktur dan kosntruksi bangunan. Dari penelitian-penelitiannya, Henri berhasil
mendapatkan paten atas semua temuannya, sementara hak paten tidak ia gunakan terhadap
penemuan industri konstruksi. Akhirnya pada 2 Desember 1971, Henri meninggal di Den Haag
pada usia 86 tahun.

 Penjabaran dan Sejarah Bangunan Aula Barat dan Timur ITB

Pada konsep bangunannya, ia memodifikasi gaya bangunan Eropa untuk kondisi tropis yang
lembab, bersuhu dan bercurah hujan tinggi. Namun, pengalamannya dalam menangani
berbagai bangunan candi (terutama di Trowulan), membuatnya mengubah konsep menjadi
modernisasi konsep bangunan tradisional lokal Hindia Belanda yang sampai saat ini dikenal
dengan gaya Indisch. Sementara dalam perancangannya mendesain bangunan di ITB, selama
dua tahun beliau mengawasi pembangunannya bersama badan pembangunan pemerintah
kota. Selama proses pembangunan berlangsung hingga 1924, beliau tinggal di daerah
Mampang, Jakarta. Kompleks ITB telah diperluas, namun karya Mclaine Pont tetap bisa dilihat di
bagian depan kampus, di Jalan Ganesha 10, persisnya yaitu Aula Barat dan Timur ITB. Ironisnya,
MacLaine Pont tidak bisa hadir ketika pada 3 Juli 1920 bangunan ITB diresmikan oleh GG JP
Graaf van Limburg Stirum, ia hanya diwakilkan oleh istrinya.
Rencana Awal Tata Letak Bangunan Institut Teknologi Bandung Tahun 1925

Pendirian kampus ITB dipelopori oleh kelompok filantropis masyarakat Eropa/Belanda yang
berprofesi sebagai pemilik perkebunan di Priangan yang terdiri dari E.J Kerhoven dan K.A.R Bosscha.
Pada awal pendiriannya, ITB ini direncanakan mutunya setara dengan perguruan tinggi di Delft.
Setelah dibangun, Kampus Technische Hoogeschool Bandung diresmikan oleh Gubernur Jendral
Hindia Belanda Mr. J.P Graaf van Limburg Stirum (1916-1921) pada 3 Juli 1920. Kampus ITB semula
dibatasi oleh Jl. Ganesha di sisi selatan dan Jl. Tamansari di sisi barat dan utara. Tetapi kini
telahberkembang ke kawasan Lebak Siliwangi yang terletak di sepanjang Jl. Tamansari. Saat ini,
kampus tersebut terbagi menjadi dua kapling besar yaitu kelompok bangunan sebelah barat
merupakan bangunan FTSP dan Departemen Teknik Sipil serta kelompok bangunan sebelah timur.
Bangunan utama kampus yaitu Aula Barat dan Timur yang menjadi sebuah eksperimen seni
bangunan dalam memadukan langgam arsitektur tradisional nusantara dengan kemajuan teknik
konstruksi modern. Langgam ini dikenal dengan arsitektur Indisch. Komplek bangunan tersebut
memiliki atap sirap dengan kolom-kolom yang ditempeli susunan batu kali. Batu kali dan bahan-
bahan seperti kayu, dinding batu, jalan setapak dan atap yang diekspos dimaksudkan untuk
memberikan kesan alamiah sekaligus merespon iklim tropis.

Selasar Aula Barat dan Timur ITB


 Metode Desain Perancangan Aula Barat dan Timur ITB

Henri Maclaine Pont menggunakan ciri khas dalam merancang seperti:


1. Dalam segi bentuk tidak terpengaruh pada bentuk-bentuk geometris seperti kubus, garis,
bidang bertikal maupun lainnya yang sempat tenar pada arsitektur saat itu.
2. Memberikan penekanan pada kesatuan antara bentuk, fungsi, dan konstruksi. Bangunan
yang ia rancang selalu mengungkapkan spiritual dari suatu kelompok masyarakat
3. Adanya hubungan logis antara bangunan dengan lingkungan. Ia menyadari bahwa
lingkungan secara keseluruhan menjadi bagian yang menyatu dengan bangunan, sehingga
ia selalu memperhatikan adat dan budaya setempat.
4. Dalam peracangannya, ia selalu menggunakan bahan lokal pada konstruksi bangunan yang
dirancang.
5. Memadukan arsitektur tradisional dengan arsitektur modern.
6. Mengkombinasikan unsur dekorasi dan konstruksi tradisional arsitektur kolonial
Belanda/Eropa berbahan kayu dan bata.

Aula Barat dan Timur ITB


Pemilik : Konsorsium, kemudian diserahkan kepada pemerintah dan sekarang menjadi milik
Depdikbud RI
Dirancang : Tahun 1918 di Utrecht, Belanda
Dibangun : Mulai 1919-1920
Inisiatif : Nederlandsch Indie Weerbaar
Konsep : Pokok-pokok dalam penugasan yang diterima Maclaine Pont meminta: “Ruang-
ruang yang fungsional, fleksibel untuk program yang bisa berubah, bentuk, dan
konstruksi yang baik serta tidak mahal”. Berdasarkan persyaratan tersebut, maka
Henri mengadopsi penataan massa seperti yang ada di keraton-keraton Jawa,
tersebar dengan selasar-selasar penghubung.

Berdasarkan ciri khas bangunan yang dibuatnya, beliau menerapkan arsitektur tradisional
Indonesia yang digabungkan dengan arsitektur modern. Berikut merupakan metode desain Henri
Maclaine Pont dalam membuat rancangan gedung aula barat dan timur ITB :

Merasionalkan cara
Menelaah sistem Mengembangkan
membangun dengan
konstruksi bangunan sistem konstruksi
menerapkan prinsip struktur
tradisional Jawa bangunan
bangunan tradisional lain

Menggabungkan
Mengubah sistem sosial Menggabungkan unsur
bangunan Jawa
budaya masyarakat menjadi lokal Indonesia dengan
dengan sistem
sistem bangunan teknik material Belanda
struktural modern

Mewujudkannya dalam
Memahami budaya
bentuk bangunan seperti
masyarakat asli
Aula Barat dan Timur ITB

1. Menelaah sistem bangunan tradisional Jawa secara detail mulai dari sistem konstruksi
bangunan di Jawa hingga nilai teknologinya seperti pada arsitektur Pendopo Keraton.
2. Mengembangkan sistem konstruksi bangunan untuk mengakomodasi fungsi, skala aktivitas
dan metode produksi baru.
3. Merasionalkan cara membangun, mematematikan prinsip struktur Masjid Yogyakarta,
Masjid Agung Cirebon, Bangsal Witana Solo, dan Bangsal Kaniyana Yogyakarta, serta
mengadopsi bentuk rumah sunda yaitu Julang ngapak yang artinya burung enggang yang
membentangkan sayap untuk bentuk atap bangunan.
4. Melogikakan bangunan Jawa dengan sistem struktural modern, dengan cara menekan
semua perbedaan sosial budaya berdasarkan kepantasan formal dan strukturalnya.
Misalnya, susunan, penandaan ruang, ekspresi bangunan, aliran kegiatan yang selama ini
berjarak antara kaum elit dan rakyat jelata dalam kehidupan masyarakat Jawa.
5. Menggabungkan hibriditas dari unsur lokal (Indonesia) dengan teknik material Belanda,
seperti penerapan struktur atap Aula yang seluruhnya menggunakan bahan kayu.
6. Mengubah sistem hirarkis sosial budaya masyarakat Jawa yang abstrak menjadi sistem
bangunan dan langgam arsitektur yang netral dan pragmatik.
7. Memahami raga tradisional dan imajinasi budaya masyarakat asli sebelum menariknya ke
ranah ilmiah dan meninggalkan spiritual masyarakat asli.
8. Warisan konsepsi arsitektural masyarakat asli Indonesia diwujudkan dalam bentuk bangunan
dan ekspresi arsitektural seperti pada Aula Barat dan Timur ITB.

Bentuk Atap Rumah Sunda “Julang Ngapak”

Pembangunan Aula Timur dan Pemasangan Atap Aula Barat

Aula Barat dan Timur


Aula Barat, Aula Timur, Teknil Sipil dan Jurusan Fisika

Aula Timur dan Barat dilihat dari Taman Ganesha Aula Timur dilihat dari samping
DAFTAR PUSTAKA

Haloganesha. 2012. Aula Barat dan Timur ITB. http://chirpstory.com/li/29246

ITB. 2007. Henri Maclaine Pont, Tak Seindah Karyanya. http://www.itb.ac.id/news/1660.xhtml

Rinaldimunir. 2012. Kampus ITB, Kecil Tapi Besar (d/h ITB Multikampus).
http://if99.net/category/seputar-itb/page/6/

Savitri. 2009. Maclaine Pont : Perintis Arsitektur Indonesia.


http://anisavitri.wordpress.com/2009/05/19/maclaine-pont-perintis-arsitektur-indonesia/

Seputar ITB. 2012. Kenapa Atap Aula Barat/Timur ITB Bergaya Gonjong Rumah Gadang? (d/h Abdoel
Moeis Penggagas ITB). http://rinaldimunir.wordpress.com/2012/05/29/kenapa-atap-aula-
barattimur-itb-bergaya-gonjong-rumah-gadang-dh-abdoel-moeis-penggagas-itb/

Wewengkon Sumedang. 2013. JULANG NGAPAK, FILOSOFI SEBUAH BANGUNAN.


http://www.wewengkonsumedang.com/2013/09/julang-ngapak-filosofi-sebuah-
bangunan.html

Anda mungkin juga menyukai