Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN PASIEN DENGAN DIAGNOSA MEDIS

HEMOROID
DI RSUD PASAR MINGGU
JL. TB Simatupang No.1 RT 1/RW 5, Ragunan, Kec. Ps Minggu, Kota Jakarta Selatan,
DKI Jakarta 12550

Disusun Oleh :
Ananda Oktavianti 1610711091

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA


FAKULTAS ILMU - ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
2019
LAPORAN PENDAHULUAN HEMOROID

A. Anatomi Fisiologi
Bagian utama usus besar yang terakhir dinamakan rectum dan terbentang dari colon
sigmoid sampai anus, colon sigmoid mulai setinggi krista iliaka dan berbentuk lekukan huruf
S. Lekukan bagian bawah membelok ke kiri waktu colon sigmoid bersatu dengan rectum. Satu
inci dari rectum dinamakan kanalis ani dan dilindungi oleh sfingter eksternus dan internus.
Panjang rectum dan kanalis ani sekitar 15 cm.

Usus besar secara klinis dibagi menjadi belahan kanan dan belahan kiri sesuai dengan
suplai darah yang diterimanya. Arteri mesentrika superior memperdarahi belahan bagian kanan
yaitu sekum, colon asendens dan dua pertiga proksimal colon tranversum, dan arteria
mesentrika inferior memperdarahi belahan kiri yaitu sepertiga distal colon transversum, colon
desendens, sigmoid dan bagian proksimal rectum. Suplai darah tambahan untuk rectum adalah
melalui arteria sakralis media dan arteria hemoroidalis inferior dan media yang dicabangkan
dari arteria iliaka interna dan aorta abdominalis.
Alir balik vena dari colon dan rectum superior melalui vena mesentrika superior dan
inferior dan vena hemoroidalis superior, yaitu bagian dari sistem portal yang mengalirkan darah
ke hati. Vena hemoroidalis media dan inferior mengalirkan darah ke vena iliaka dan merupakan
bagian dari sirkulasi sistematik. Terdapat anastomosis antara vena hemoroidalis superior,
media dan inferior, sehingga peningkatan tekanan portal dapat mengakibatkan aliran darah
balik ke dalam vena-vena ini.
Terdapat dua jenis peristaltik propulsif: (1)kontraksi lamban dan tidak teratur, berasal
dari segmen proksimal dan bergerak ke depan, menyumbat beberapa haustra; (2) peristaltik
massa, merupakan kontraksi yang melibatkan segmen colon. Gerakan peristaltik ini
menggerakkan massa feces ke depan, akhirnya merangsang defekasi. Kejadian ini timbul dua
sampai tiga kali sehari dan dirangsang oleh reflek gastrokolik setelah makan pertama masuk
pada hari itu. Propulasi feces ke rectum mengakibatkan distensi dinding rectum dan
merangsang reflek defekasi. Defekasi dikendalikan oleh sfingter ani eksterna dan interna.
Sfingter interna dikendalikan oleh sistem saraf otonom, dan sfingter eksterna berada di bawah
kontrol volunter. Reflek defekasi terintegrasi pada segmen sakralis kedua dan keempat dari
medula spinalis. Serabut-serabut parasimpatis mencapai rectum melalui saraf splangnikus
panggul dan bertanggung jawab atas kontraksi rectum dan relaksasi sfingter interna. Pada
waktu
rectum yang mengalami distensi berkontraksi, otot levator ani berelaksasi, sehingga
menyebabkan sudut dan anulus anorektal menghilang. Otot-otot sfingter interna dan eksterna
berelaksasi pada waktu anus tertarik atas melebihi tinggi massa feces. Defekasi dipercepat
dengan adanya peningkatan tekanan intra-abdomen yang terjadi akibat kontraksi volunter.
Otot-otot dada dengan glotis ditutup, dan kontraksi secara terus menerus dari otot-otot
abdomen (manuver atau peregangan valsava). Defekasi dapat dihambat oleh kontraksi volunter
otot-otot sfingter eksterna dan levator ani. Dinding rectum secara bertahap akan relaks, dan
keinginan untuk berdefekasi menghilang.

B. Definisi
Hemoroid adalah pelebaran varices satu segmen atau lebih vena-vena hemoroidalis.
Hemoroid atau ”wasir (ambeien)” merupakan vena varikosa pada kanalisani. Hemoroid timbul
akibat kongesti vena yang disebabkan oleh gangguan aliran balik dari vena hemoroidalis.
Hemoroid sering dijumpai dan terjadi pada sekitar 35% penduduk berusia lebih dari 25 tahun.
Walaupun keadaan ini tidak mengancam jiwa, namun dapat menimbulkan perasaan yang
sangat tidak nyaman.
Penyakit hemoroid sering menyerang usia diatas 50 tahun. Hemoroid seringkali
dihubungkan dengan konstipasi kronis dan kehamilan. Terkadang dihubungkan dengan diare,
sering mengejan, pembesaran prostat, fibroid uteri, dan tumor rectum. Komplikasi dapat
menyebabkan nyeri hebat, gatal dan perdarahan rectal. Hemoroidektomi adalah eksisi yang
hanya dilakukan pada jaringan yang benar-benar berlebihan untuk penderita yang mengalami
keluhan menaun dan pada penderita hemoroid derajat III dan IV.

C. Etiologi
a. Faktor predisposisi adalah herediter, anatomi, makanan, psikis dan sanitasi, sedangkan
sebagai faktor presipitasi adalah faktor mekanis (kelainan sirkulasi parsial dan
peningkatan tekanan intra abdominal), fisiologis dan radang umumnya faktor etiologi
tersebut tidak berdiri sendiri tetapi saling berkaitan. Menurut Tambayong (2000) faktor
predisposisi dapat diakibatkan dari kondisi hemoroid. Hemoroid berdarah mungkin
akibat dari hipertensi portal kantong-kantong vena yang melebar menonjol ke dalam
saluran anus dan rectum terjadi trombosis, ulserasi, dan perdarahan, sehingga nyeri
mengganggu. Darah segar sering tampak sewaktu defekasi atau mengejan. Menurut
Smeltzer dan Bare (2002) hemoroid sangat umum terjadi pada usia 50-an, 50% individu
mengalami berbagai tipe hemoroid berdasarkan vena yang melebar, mengawali atau
memperberat adanya hemoroid.
b. Faktor penyebab terjadinya hemoroid adalah sebagai berikut:
1) Mengejan pada waktu defekasi.
2) Konstipasi yang menahun yang tanpa pengobatan.
3) Pembesaran prostat.
4) Keturunan atau hereditas.
5) Kelemahan dinding structural dari dinding pembuluh darah.
6) Peningkatan tekanan intra abdomen (seperti: Kehamilan, berdiri dan duduk terlalu
lama dan konstipasi).

D. Klasifikasi
a. Hemoroid internal Adalah pelebaran plexus hemoroidalis superior. Diatas garis
mukokutan dan ditutupi oleh mukosa diatas sfingter ani. Hemoroid internal
dikelompokkan dalam 4 derajat :
1) Derajat I Hemoroid menyebabkan perdarahan merah segar tanpa rasa nyeri sewaktu
defekasi. Tidak terdapat prolap dan pada pemeriksaan terlihat menonjol dalam lumen.
2) Derajat II Hemoroid menonjol melalui kanal analis pada saat mengejan ringan tetapi
dapat masuk kembali secara spontan.
3) Derajat III Hemoroid akan menonjol saat mengejan dan harus didorong kembali
sesudah defekasi.
4) Derajat IV Hemoroid menonjol keluar saat mengejan dan tidak dapat didorong masuk
kembali.
b. Hemoroid Eksternal Adalah hemoroid yang menonjol keluar saat mengejan dan tidak dapat
didorong masuk. Hemoroid eksternal dikelompokkan dalam 2 kategori yaitu:
1) Akut Bentuk hemoroid akut berupa
pembengkakan bulat kebiruan pada
pinggir anus dan sebenarnya
merupakan hematoma. Walaupun
disebut sebagai hemoroid trombosis
eksterna akut. Bentuk ini sering
sangat nyeri dan gatal karena ujung-
ujung saraf pada kulit merupakan
reseptor nyeri.
2) Kronik Bentuk hemoroid eksterna
kronik adalah satu atau lebih lipatan
kulit anus yang terdiri dari jaringan
penyambung dan sedikit pembuluh
darah.
E. Tanda dan Gejala
a. Tanda
1) Perdarahan Umumnya merupakan tanda pertama hemoroid interna trauma oleh feces
yang keras. Darah yang keluar berwarna merah segar dan tidak bercampur dengan
feces. Walaupun berasal dari vena, darah yang keluar berwarna merah segar karena
kaya akan zat asam, jumlahnya bervariasi.
2) Nyeri Nyeri yang hebat jarang sekali ada hubungannya dengan hemoroid interna dan
hanya timbul pada hemoroid eksterna yang mengalami trombosis dan radang.
b. Gejala
1) Anemia dapat terjadi karena perdarahan hemoroid yang berulang.
2) Jika hemoroid bertambah besar dapat terjadi prolap awalnya dapat tereduksi spontan.
Pada tahap lanjut pasien harus memasukkan sendiri setelah defekasi dan akhirnya
sampai pada suatu keadaan dimana tidak dapat dimasukkan.
3) Keluarnya mucus dan terdapatnya feces pada pakaian dalam merupakan ciri hemoroid
yang mengalami prolap menetap.
4) Rasa gatal karena iritasi perianal dikenal sehingga pruritis anus rangsangan mucus.

F. Pathofisiologi
Dalam keadaan normal sirkulasi darah yang melalui vena hemoroidalis mengalir
dengan lancar sedangkan pada keadaan hemoroid terjadi gangguan aliran darah balik yang
melalui vena hemoroidalis. Gangguan aliran darah ini antara lain dapat disebabkan oleh
peningkatan tekanan intra abdominal. Vena porta dan vena sistematik, bila aliran darah vena
balik terus terganggu maka dapat menimbulkan pembesaran vena (varices) yang dimulai pada
bagian struktur normal di regio anal, dengan pembesaran yang melebihi katup vena dimana
sfingter anal membantu pembatasan pembesaran tersebut. Hal ini yang menyebabkan pasien
merasa nyeri dan feces berdarah pada hemoroid interna karena varices terjepit oleh sfingter
anal.
Peningkatan tekanan intra abdominal menyebabkan peningkatan vena portal dan vena
sistemik dimana tekanan ini disalurkan ke vena anorektal. Arteriola regio anorektal
menyalurkan darah dan peningkatan tekanan langsung ke pembesaran (varices) vena anorektal.
Dengan berulangnya peningkatan tekanan dari peningkatan tekanan intra abdominal dan aliran
darah dari arteriola, pembesaran vena (varices) akhirnya terpisah dari otot halus yang
mengelilinginya ini menghasilkan prolap pembuluh darah hemoroidalis. Hemoroid interna
terjadi pada bagian dalam sfingter anal, dapat berupa terjepitnya pembuluh darah dan nyeri, ini
biasanya sering menyebabkan pendarahan dalam feces, jumlah darah yang hilang sedikit tetapi
bila dalam waktu yang lama bisa menyebabkan anemia defisiensi besi.
Hemoroid eksterna terjadi di bagian luar sfingter anal tampak merah kebiruan, jarang
menyebabkan perdarahan dan nyeri kecuali bila vena ruptur. Jika ada darah beku (trombus)
dalam hemoroid eksternal bisa menimbulkan peradangan dan nyeri hebat.
G. Pemeriksaan Penunjang
a. Inspeksi
1) Hemoroid eksterna mudah terlihat terutama bila sudah mengandung thrombus.
2) Hemoroid interna yang prolap dapat terlihat sebagai benjolan yang tertutup mukosa.
3) Untuk membuat prolap dengan menyuruh pasien mengejan.
b. Rectal touch
1) Hemoroid interna biasanya tidak teraba dan tidak nyeri, dapat teraba bila sudah ada
fibrosis
2) Rectal touch diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan karsinoma recti.
3) Anoscopi Pemeriksaan anoscopi diperlukan untuk melihat hemoroid interna yang
belum prolap. Anoscopi dimasukkan dan dilakukan sebagai struktur vaskuler yang
menonjol ke dalam lubang.

H. Penatalaksanaan
Terapi yang diberikan disesuaikan dengan klasifikasi hemoroid yaitu untuk derajat I
dapat dicoba dengan menghilangkan faktor-faktor penyebab, misalnya saat konstipasi dengan
menghindari mengejan berlebihan saat BAB. Memberi nasehat untuk diit tinggi serat, banyak
makan sayur, buah dan minum air putih paling sedikit 2.000 cc/hari dan olahraga ringan secara
teratur, serta kurangi makan makanan yang merangsang dan daging, menjaga hygiene daerah
anorektal dengan baik, jika ada infeksi beri antibiotika peroral. Bila terdapat nyeri yang terus-
menerus dapat diberikan suppositoria, untuk melancarkan defekasi, dapat diberikan cairan
parafin atau larutan magnesium sulfat 10%. Bila dengan pengobatan di atas tidak ada
perbaikan, diberikan terapi skleroting (sodium moruat) 5% atau fenol. Penyuntikan dilakukan
antara mukosa dan varices, dengan harapan timbul fibrosis dan hemoroid mengecil.
Kontraindikasi pengobatan ini adalah hemoroid eksterna, radang dan adanya fibrosis hebat di
sekitar hemoroid interna. Pada hemoroid derajat II dapat dicoba dengan terapi sklerosing secara
bertahap. Apabila terapi sklerosing tidak berhasil dapat dilakukan tindakan operasi. Pada
derajat III dapat dicoba dengan rendaman duduk. Cara lain yang dapat dilakukan adalah
operasi, bila ada peradangan diobati dahulu. Teknik operasi pada hemoroid antara lain :
a. Prosedur ligasi pita-karet Prosedur ligasi pita-karet dengan cara melihat hemoroid
melalui anoscop dan bagian proksimal diatas garis mukokutan di pegang dengan alat.
Kemudian pita karet kecil diselipkan diatas hemoroid yang dapat mengakibatkan
bagian distal jaringan pada pita karet menjadi nekrotik setelah beberapa hari dan lepas.
Tindakan ini memuaskan pada beberapa pasien, namun pasien yang lain merasakan
tindakan ini menyebabkan nyeri dan menyebabkan hemoroid sekunder dan infeksi
perianal.
b. Hemoroidektomi kriosirurgi Metode ini dengan cara mengangkat hemoroid dengan
jalan membekukan jaringan hemoroid selama beberapa waktu tertentu sampai waktu
tertentu. Tindakan ini sangat kecil sekali menimbulkan nyeri. Prosedur ini tidak
terpakai luas karena menyebakan keluarnya rabas yang berbau sangat menyengat dan
luka yang ditimbulkan lama sembuh.
c. Laser Nd: YAG Metode ini telah digunakan saat ini dalam mengeksisi hemoroid,
terutama hemoroid eksternal. Tindakan ini cepat menimbulkan nyeri. Hemoragi dan
abses jarang menjadi komplikasi pada periode pasca operatif.
d. Hemoroidektomi Hemoroidektomi atau eksisi bedah, dapat dilakukan untuk
mengangkat semua jaringan sisa yang terlibat dalam proses ini. Setelah prosedur
operatif selesai, selang kecil dimasukkan melaui sfingter untuk memungkinkan
keluarnya flatus dan darah. Untuk Terapi setelah operasi dapat dilakukan dengan cara
suppositoria yang mengandung anestesi, antibiotika, analgetik dan astrigent. Tiga hari
post operasi diberikan diit rendah sisa untuk menahan BAB. Jika sebelum tiga hari ingin
BAB, tampon dibuka dan berikan rendaman PK hangat (37oC) dengan perbandingan
1:4000 selama 15-20 menit. Setelah BAB, lalu dipasang lagi tampon baru. Jika setelah
tiga hari post operasi pasien belum BAB diberi laxantia. Berikan rendaman duduk
dengan larutan PK hangat (37oC), perbandingan 1:4000 selama 15-20 menit sampai
dengan 1-2 minggu post operasi. Pada penatalaksanaan hemoroid tingkat IV dapat
dilakukan dengan istirahat baring dan juga operasi. Bila ada peradangan diobati dahulu.
DAFTAR PUSTAKA
Alimul, H. A. A. 2007. Riset keperawatan dan Tekhnik Penulisan Ilmiah. Edisi 2. Jakarta:
Salemba Medika. Ariyoni, D. 2011.
Asuhan keperawatan hemoroid. Dikutip tanggal 15 Juni 2011 dari website
http://desiariyoni.wordpress.com/2011/03/23/.
Basuki, Ngudi. 2007. Pengaruh teknik distraksi dan relaksasi terhadap penurunan tingkat nyeri
pada pasien fraktur ekstremitas bawah. Dikutip tanggal 15 juni 2011 dari website
http:/www.poltekes-soeproen.ac.id/?prm=artikel&yar=detail&id=27.
Carpenito, L. J. 2001. Buku saku diagnosa keperawatan. Edisi 8. Jakarta: EGC.
Chandrasoma, T. 2006. Ringkasan patologi anatomi. Edisi2. Jakarta: EGC.
Corwin, E. J. 2000. Buku saku patofisiologi. Jakarta: EGC.
Doenges, M. E. 2000. Rencana asuhan keperawatan: Pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: EGC.
Guyton, A. C. Hall, S. E. 1997. Fisiologi Kedokteran. Irawati Setiawan. Edisi 9. Jakarta: EGC.
Jong, W. D. Syamsuhidayat, R. 2000. Buku ajar ilmu bedah, Editor: R. Syamsuhidajat, W. D.
Jong, Edisi revisi. Jakarta:EGC.
Mansjoer, A. 2000. Kapita selekta kedokteran. Edisi 3. Jakarta: Penerbit Media Aeskulapius.
Nanda. 2011. Pedoman diagnosa keperawatan, Alih Bahasa Budi Sentosa. Jakarta: Arima
Medika. .
NN. 2011. Media informasi obat. Dikutip tanggal 15 Juni 2011 dari website
http://medicastore.com.

Anda mungkin juga menyukai