Anda di halaman 1dari 4

Kenabian Muhammad Menurut Wansbrough

Secara umum karya John Wansbrough memberikan kritik yang tajam atas
kenabian Muhammad dan al-Qur’an. Kenabian Muhammad dianggap sebagai imitasi
(tiruan) dari kenabian Nabi Musa as. yang dikembangkan secara teologis untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat Arab.1

Berdasarkan petunjuk al-Qur’an, kata John Wansbrough dalam keyakinan umat


Islam tidak ada perbedaan antara satu nabi dengan lainnya. Akan tetapi umat Islam
meyakini bahwa Nabi Muhammad saw adalah sayyid al-mursalin. Padahal al-Qur’an
mengatakan tidak ada perbedaan di antara para nabi. Misalnya dalam QS. al-Baqarah (2):
285. Sebaliknya, kata John Wansbrough Nabi Muhammad saw. tidak bisa disamakan
dengan nabi lainnya, bahkan ia lebih rendah derajatnya dari Musa as. Keunggulan Nabi
Musa sering diungkap dalam al-Qur’an, misalnya dalam QS. al-Nisa’ (4): 164 di mana
Tuhan berbicara langsung kepada Nabi Musa as., QS. al-A’raf (7): 143 menunjukkan
bahwa keadaan Nabi Musa as. ingin melihat Tuhannya, al-Syu’ara’ (26): 10 Tuhan
menyeru kepada Musa dengan firmannya dan mukjizat tongkat Nabi Musa as., dalam QS.
al-Naml (27): 8-12 dan al-Qasas (28): 30-31. Inilah yang menurut John Wansbrough
menunjukkan kelebihan Nabi Musa as. dibanding dengan Nabi Muhammad saw. Selain
hal tersebut, John Wansbrough juga meletakkan Nabi Muhammad saw. di bawah nabi-
nabi lain semisal Nabi Isa as, Nabi Ibrahim as, dan Nabi Adam.2

Berdasarkan pada pendapat John Wansbrough di atas dengan menganalisa adanya


persamaan nabi-nabi dalam al-Qur’an dan beberapa keistimewaan Nabi Musa as.
akhirnya John Wansbrough berkesimpulan Nabi Muhammad saw. berada di bawah nabi
Musa as. dan nabi-nabi lainnya.

Dalam al-Quran banyak klaim ayat-ayat yang meletigimasi Muhammad saw


sebagai utusan tuhan, sebagai penutup para nabi, sekaligus pengkoreksi ajaran-ajaran
terdahulu, sebagaimana dalam alquran surah al-Ahzab: 40

1
Alfatih Suryadilaga, Kajian atas Pemikiran John Wansbrough tentang Al-Qur’an dan Nabi
Muhammad, Jurnal Tsaqafah Vol. 7, No. 1, April 2011, h. 92
2
Alfatih Suryadilaga, Kajian atas Pemikiran John Wansbrough tentang Al-Qur’an dan Nabi
Muhammad, h.93
‫ع ِّلِّي ًما‬
َ ٍ‫ش ْىء‬ ُ ‫َّما َكانَ ُم َح َّمد ٌ أَبَآ أ َ َح ٍد ِّمن ِّر َجا ِّل ُك ْم َولَ ِّكن َّر‬
َ ‫سو َل للاِّ َوَخَاَت َ َم الَّنَّ ِِّب ِِّّيِّينَ َو َكانَ للاُ ِّب ُك ِِّّل‬

Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu,
tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui
segala sesuatu. (QS. 33:40)
‫نجِّي َِّل‬ ْ ْ‫ص ِّدقًا ِّل َما بَِّيْنَ يَدَ ْي ِّه َوأَنزَ َل الت َّ ْو َراة َ َوا‬
ِّ ‫إل‬ ِّ ‫اب ِّب ْال َح‬
َ ‫ق ُم‬ َ َ ‫علَِّي َْك ْال ِّكت‬
َ ‫ن ََّز َل‬
Dia menurunkan Al-Kitab (al-Qur'an) kepadamu dengan sebenarnya; membenarkan kitab
yang telah diturunkan sebelumnya dan menurunkan Taurat dan Injil. (QS. 3:3)

Namun Wansbrough membacanya secara terbalik, yaitu melihat fakta yang dimunculkan
berbeda seperti halnya ketika kita bercermin, benda yang sama akan memantulkan
“fakta” yang terbalik yang tentu berbeda dengan aslinya. Justru dengan ayat-ayat
tersebuit wansbrough mendelegitimasi kenabian nabi Muhammad saw. Seperti halnya
dalam surah al-‘Araaf ayat 157:

‫نجِّي ِِّّل‬ َّ ‫ي اْأل ُ ِّم‬


ِّ ‫ي الَّذِّي َي ِّجدُونَهُ َم ْكتُوبًا ِّعَّندَ ُه ْم فِّي الت َّ ْو َراةِّ َواْ ِّإل‬ َّ ‫سو َل الَّنَّ ِِّب‬ َّ َ‫الَّذِّينَ يَتَِّبِّعُون‬
ُ ‫الر‬

(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka
dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka,
Dalam ayat ini muncul penegasan bahwa Nabi Muhammad Saw adalah nabi sekaligus
rasul yang termaktub dalam kitab Taurat dan Injil. Karenanya, Wansbrough yakin jika
Muhammad tak lain adalah seorang “visioner hebat” yang melalui ayat ini mampu
menyajikan fakta yang membuat dirinya seolah ditakdirkan didunia sebagai janji Tuhan
yang secara khusus ditujukan kepada para Ahli Kitab.3

Keanehan yang diutarakan oleh wansbrough juga datang dari permasalahn


pengangkatan nabi Muhammad sebagai rasul’ yaitu ketika beliau berumur 40 tahun.
Menurut Wansbrough ini merupakan hal yang tidak biasa, karena pada pengangkatan
nabi-nabi sebelumnya (pelantikan) terjadi ketika masa kanak-kanak dalam bentuk
“merespon” perkataan tuhan. Wansbrough mencontohkan Nabi Samuel dan Musa. Dalam
I Samuel 1:20-28, 2:18-21, dan 3:1-4, diceritakan bagaimana pelantikan Samuel sebagai
nabi terjadi; Samuel merespon “sapaan” Tuhan. Dalam Keluaran 1:8 sampai Keluaran 3:1

3
Ahmadi Faturrahman, Menelaah Pemikiran John Wansbrough Tentang Muhammad, al-Qur’a n,
dan Islam, Skripsi UIN Sunan Kalijaga tahun 2013, h.7
dijelaskan bagaimana Tuhan “menyiapkan” Musa kelak menjadi salah seorang
utusanNya ketika masih usia kanak-kanak.4

Wansbrough mengkritik proses pengangkatan Muhammad saw sebagai nabi yang


tidak sama dengan Samuel dan Musa. Hal ini berimplikasi pada adanya kecurigaan
Wansborugh pada kenabian Muhammad saw (bi’sah Muhammad). Wansbrough
berkesimpulan ada 3 teori penting tentang kenabian Muhammad yang digunakan
Muhammad untuk melegitimasi dirinya. Ketiga teori ini adalah purification, the beatific
vision, dan the ascencion/noctural journey.5

Pertama, purification atau penyucian diri adalah dogma Islam akan kesucian
“dada” Muhammad dari kesalahan, sebagaimana tertuang dalam QS 94:1-3. Hal ini
berimplikasi pada “label” ‘ismah (kerterhindaran dari berbuat dosa) Muhammad saw
yang membuat kenabiannya sempurna. Sebagai bukti nyata, Muhammad pernah menolak
tawaran kekuasaan dan kekayaan yang ditawarkan kafir Quraysh kepadanya. Ini menjadi
bukti ‘ismah Muhammad.

Kedua, the beatific vision dipahami sebagai petunjuk langsung Tuhan kepada
seorang hamba terpilih dalam bentuk pengindraan-langsung (direct visual perception).
Dalam hal ini, Muhammad mendapatkan pengetahuan yang tidak biasa yang itu
didapatkannya dari Allah, sebagaimana dikisahkan dalam QS 53:11-18, 81:19-25, dan
48:27. Dalam bahasa manusia, penglihatan semacam ini seperti penglihatan
menggunakan kalbu (spiritual vision atau ru’yah fi al-qalb).

Ketiga, the ascencion atau mi’raj, yaitu proses “naiknya” Muhammad saw ke
hadapan Tuhan. Terkait pula di dalamnya adalah Isra’, yaitu perjalanan malam hari, dari
Masjid al-Haram menuju Masjid al-Aqsa’, sebagaimana dikisahkan QS 17:1.

ُ‫ار ْكَّنَا َح ْولَه‬ َ ‫س ِْب َحانَ الَّذِّي أَس َْرى ِّبعَ ِْب ِّد ِّه لَ ِّْيالً ِّمنَ ْال َمس ِّْج ِّد ْال َح َر ِّام ِّإلَى ا ْل َمس ِّْج ِّد اْأل َ ْق‬
َ َ‫صا الَّذِّي ب‬ ُ
‫ِّير‬
ُ ‫ص‬ ِّ َ‫س ِّمِّي ُع ْالِب‬
َّ ‫ِّلَّنُ ِّريَهُ ِّم ْن َءايَاَتَِّّنَآ إِّنَّهُ ُه َو ال‬

4
Ahmadi Faturrahman, Menelaah Pemikiran John Wansbrough Tentang Muhammad, al-Qur’a n,
dan Islam, , h.8
5
John Wansbrough, Quranic Studies: Source and Methods of Scriptual Interpretation (Oxford:
Oxford University Press, 1977), h.66.
Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al-
Masjidil Haram ke Al-Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami
perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda kebesaran Kami. Sesungguhnya Dia adalah
Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (QS. 17:1)
Menurut Wansbrough, ada yang harus dicurigai dari fakta Isra’ dan Mi’raj ini. Selain
hanya mencantumkan saksi mata‘abd yang adalah Muhammad sendiri, perjalanan isra’
pada QS 17:1 juga menyerupai kisah isra’ versi Musa dalam al-Qur’an yaitu QS 20:77,
QS 26:52, dan 44:23 dan Bibel (Keluaran 12:29-34). Yang menjadi pertanyaan, apakah
ini pada QS 17:1 benar-benar isra’ tentang Muhammad atau menceritakan isra’ Musa?,
dengan bukti keterangan tentang Musa pada ayat selanjutnya QS 17:2.27 Ketiga hal di
atas tampak seperti “sihir” Muhammad. Selain itu, al-Qur’an yang memiliki
kemukjizatan “tekstual” (I’jaz al-Qur’an) menambah Wansbrough yakin akan adanya
sihir di balik diri Muhammad melalui agama yang dibawanya.6

Pelemahan kenabian Muhammad dilanjutkan dengan mendelegitimasi al-Qur’an


sebagai kitab suci, yang dalam pandangan Wansbrough al-Qur’an tak lain adalah “alat”
legitimasi bagi Muhammad.

6
John Wansbrough, Quranic Studies dalam Ahmadi Faturrahman, Menelaah Pemikiran John
Wansbrough Tentang Muhammad, al-Qur’a n, dan Islam, h.9

Anda mungkin juga menyukai