Anda di halaman 1dari 7

JKK, Tahun 2016, Vol 5(2), halaman 43-49 ISSN 2303-1077

UJI STABILITAS KITOSAN-KAOLIN SEBAGAI ADSORBEN


LOGAM BERAT Cu(II) DALAM AIR

Irene Frinada Nucifera1*, Titin Anita Zaharah1, Intan Syahbanu2


1
Program Studi Kimia, Fakultas MIPA, Universitas Tanjungpura
Jl. Prof. Dr. H. Hadari Nawawi, Pontianak
*email: irenfrinada3@yahoo.co.id

ABSTRAK
Kitosan merupakan adsorben yang sangat melimpah di alam dan baik digunakan dalam proses
penyerapan (adsorpsi) beberapa logam berat namun memiliki kelarutan yang tinggi dalam pH
asam sehingga mengakibatkan pemanfaatan adsorben kitosan menjadi terbatas. Penelitian ini
bertujuan untuk meningkatkan kestabilan adsorben kitosan dengan cara immobilisasi kitosan
terhadap kaolin serta mengetahui kemampuan adsorben kitosan-kaolin dalam menyerap ion
logam Cu(II) dalam air. Uji stabilitas dilakukan dalam berbagai variasi pH dan kecepatan
pengadukan. Adsorben kitosan-kaolin yang diperoleh dikarakterisasi menggunakan
spektrofotometer inframerah. Hasil spektrum IR menunjukkan karakteristik puncak-puncak
serapan kitosan-kaolin pada bilangan gelombang 3695,61 cm-1 dan 3433,29 cm-1 yang
menunjukkan tumpang tindih vibrasi gugus –OH dan NH ulur. Setelah diimmobilisasikan pada
kaolin, kestabilan kitosan meningkat pada rentang pH 1 hingga 8 dan kecepatan pengadukan
160 hingga 240 rpm. Kemudian adsorben kitosan-kaolin diaplikasikan dalam proses adsorpsi
terhadap ion logam Cu(II). Pada konsentrasi 30 ppm dalam pH 7 dan waktu kontak 30 menit
terjadi penurunan konsentrasi ion logam Cu(II) sebesar 99,79%.

Kata kunci: adsorpsi, Cu(II), kitosan-kaolin, stabilitas

PENDAHULUAN Kaolin atau kaolinite merupakan jenis clay


material dengan rumus kimia
Kehidupan manusia tidak bisa
Al2O3.2SiO2.2H2O yang merupakan salah
dilepaskan dari kebutuhan akan air.
satu jenis dari lempung primer. Kaolin
Kebutuhan akan air yang semakin hari
merupakan adsorben yang sangat tidak
semakin meningkat ini mengakibatkan
plastis sehingga taraf penyusutan dan
sebagian orang akhirnya menggunakan air
kekuatan keringnya pun paling rendah.
yang tidak memenuhi standar kesehatan.
Kitosan merupakan produk
Menurut Suhendrayatna (2001), kecemasan
deasetilasi kitin yang merupakan polimer
yang berlebihan terhadap hadirnya logam
rantai panjang glukosamin dengan bobot
berat di lingkungan dikarenakan tingkat
molekul 2,5x10-5 Dalton dan rumus kimia
keracunan yang sangat tinggi dalam seluruh
poli(2-amino-2-deoksi-D-Glukosa), memiliki
aspek kehidupan manusia. Tembaga
rumus molekul [C6H11NO4]n. Kitosan sedikit
diketahui merupakan salah satu logam
larut dalam asam klorida, serta larut baik
berat yang terdapat di lingkungan
dalam asam lemah, seperti asam formiat
khususnya wilayah perairan industri.
dan asam asetat. Beberapa diantara
Tembaga dapat masuk dalam lingkungan
keunggulan kitosan yakni mempunyai
yang berasal dari aktifitas manusia seperti
massa molekul besar sehingga memiliki
bidang elektronik, perlistrikan dan lain-lain.
daya absorbsi besar dan non toksik karena
Efek samping adanya tembaga adalah
kitosan memiliki gugus asam amino dan
apabila masuk dalam tubuh manusia secara
gugus hidroksil (Pebriani, dkk., 2012).
terus menerus, tembaga akan menumpuk
Adsorben kitosan jauh lebih efektif dalam
pada organ ginjal dan pada akhirnya bisa
mengadsorpsi ion logam Fe2+, Ni2+, Cu2+
merusak jaringan lunak tubuh
dibandingkan dengan adsorben karbon aktif
Salah satu cara untuk meminimalisir
(Guzel dan Uzun, 2000).
terdapatnya logam berat tembaga di
lingkungan adalah dengan proses adsorpsi.

43
JKK, Tahun 2016, Vol 5(2), halaman 43-49 ISSN 2303-1077

Peningkatan kinerja kitosan dapat d.m) hingga mencapai pH pencuci


dilakukan dengan imobilisasi kitosan kemudian dikeringkan menggunakan oven
terhadap kaolin. Penelitian terhadap dengan T=100 selama 24 jam lalu diayak
imobilisasi kitosan sebelumnya telah menggunakan ayakan 100 mesh. Kitosan
dilakukan oleh Permanasari dkk (2010). dan kaolin dibuat dengan menvariasikan
Kitosan merupakan adsorben yang kurang massanya yaitu dengan perbandingan
stabil jika dimanfaatkan dalam keadaan (Kitosan:Kaolin) yaitu 1:1, 1:2, 1:3, 1:4 dan
asam sehingga penambahan agen pengikat 1:5 dengan total massa dari kedua
silang (crosslink agent) dapat membantu adsorben yaitu 30 gram. Kitosan dilarutkan
stabilitas kitosan dalam asam. Pada menggunakan asam asetat 1% (per 1 gram)
penelitian ini akan dibahas mengenai uji lalu dicampurkan kaolin. Campuran diaduk
stabilitas kitosan-kaolin sebagai adsorben menggunakan pengaduk selama 2 jam
kitosan-kaolin dengan menentukan pH dan kemudian disaring. Kitosan-kaolin yang
kecepatan optimum adsorben tersebut serta dihasilkan dicuci dengan aqua d.m hingga
massa optimum yang digunakan. Uji bebas dari suasana asam dan dipanaskan
adsorpsi juga dilakukan pada penelitian ini menggunakan oven dengan suhu 50
untuk menentukan seberapa besar selama 24 jam. Kitosan-kaolin yang telah
terserapnya logam Cu(II) menggunakan kering kemudian dihaluskan dan diayak
adsorben kitosan-kaolin dengan parameter menggunakan ayakan 100 mesh untuk
konsentrasi, pH dan waktu kontak optimum. penggunaan lebih lanjut lalu ditimbang
Pembuatan adsorben ini diharapkan dapat untuk mendapatkan massa optimum dan
membantu menyelesaikan permasalahan dikarakterisasi menggunakan FTIR
air bersih yang ada di kalangan masyarakat (Permanasari, 2010; Nurlamba, 2010).
khususnya masyarakat Kalimantan Barat. Tahap II, yaitu ikatan silang
adsorben kitosan-kaolin. Kitosan-kaolin
METODE PENELITIAN dengan massa optimum direndam
menggunakan larutan ninhidrin 0,02% yang
a. Alat dan Bahan
berfungsi sebagai agen pengikat silang
Alat-alat yang digunakan dalam
(crosslink agent) selama 24 jam kemudian
penelitian ini adalah ayakan 100 mesh,
dicuci berulang-ulang dengan aquades dan
neraca analitik dengan ketelitian 0,001 g,
dikeringkan dalam suhu selama 24
oven, perangkat gelas standar, pH meter
Hanna Instrument model 19208, rotary jam kemudian dianalisis menggunakan
shaker, Atomic Absorption FTIR (Hermanto, 2006).
Spectrophotometer (AAS) Shimadzu tipe Tahap III yaitu uji stabilitas terhadap
AA7000 dan spektrofotometer FT-IR adsorben kitosan-kaolin dengan
8201PC Shimadzu. menentukan pH dan kecepatan
pengadukan optimum adsorben. Untuk
Bahan-bahan yang digunakan pada
menentukan pH optimum adsorben,
penelitian ini adalah akuademineralisasi
(aqua d.m), asam asetat glasial kitosan-kaolin ditimbang masing-masing 1
gram kemudian diinteraksikan ke dalam 50
(CH3COOH), asam klorida (HCl) 0,1 M,
mL larutan asam asetat 1%. Divariasikan
asam nitrat (HNO3), kertas saring, kaolin
pH yaitu 1,2,3,4,5,6,7 dan 8 dan diatur
Capkala (Al2O3.2SiO2.2H2O) dari Desa
menggunakan larutan HCl 0,1 M dan NaOH
Capkala, Kabupaten Bengkayang,
0,1 M. Diaduk dengan kecepatan
Kalimantan Barat, kitosan DD 87,5%
pengadukan 200 rpm selama 2 jam.
(C6H11NO4)n, tablet buffer pH 4, 7, dan 10,
Adsorben disaring dan dikeringkan pada
natrium hidroksida (NaOH) 0,1 M, sampel
berupa tembaga nitrat (Cu(NO3)2). suhu 80 selama 1 jam kemudian
ditimbang kembali (Indrawati, 2013;
b. Metode Oktavianus, 2010). Kemudian untuk
Penelitian yang dilakukan dibagi menentukan kecepatan pengadukan
menjadi empat tahap. Penelitian tahap I, optimum adsorben dilakukan dengan
preparasi adsorben kitosan dan kaolin. memvariasikan kecepatan pengadukan
Tahapan dari proses ini adalah mencuci pada 160, 180 200, 220 dan 240 rpm.
adsorben kitosan dan kaolin secara terpisah Waktu kontak yang digunakan seragam
menggunakan akuademineralisasi (aqua yaitu 2 jam dan pH yang digunakan
merupakan pH optimum yang diperoleh

44
JKK, Tahun 2016, Vol 5(2), halaman 43-49 ISSN 2303-1077

sebelumnya dengan cara kerja yang sama. 2015). Larutan kitosan yang terbentuk
Filtrat disaring menggunakan kertas saring kental berwarna kuning pucat.
dan dikeringkan pada suhu 80 selama 1 Modifikasi kitosan-kaolin dilakukan
jam kemudian ditimbang kembali. pada variasi rasio massa 1:1, 1:2, 1:3, 1:4
Tahap IV, yaitu uji adsorpsi dan 1:5 (kitosan-kaolin) dengan total massa
adsorben kitosan-kaolin terhadap ion logam yaitu 30 gram. Proses pengadukan ini
Cu(II) dengan parameter konsentrasi, pH bertujuan untuk mengontakkan kedua
dan waktu kontak optimum. Tahap ini adsorben sehingga terbentuk campuran
diawali dengan mengontakkan adsorben yang homogen. Semakin besar massa
kitosan-kaolin sebanyak 1 gram yang kaolin maka semakin kurang kekentalan
ditambahkan pada 100 mL larutan tunggal dari gel. Hal ini mengindikasi bahwa kitosan
ion logam Cu(II) dengan variasi konsentrasi bereaksi dengan baik sepenuhnya pada
10, 15, 20, 25 dan 30 ppm, diatur kadar pH kaolin.
nya hingga mencapai pH 7. Campuran Banyaknya adsorben yang tersisa
diaduk dengan pengaduk dengan (tidak larut) menunjukkan kestabilan dari
kecepatan pengadukan 300 rpm selama 1 adsorben yang terbentuk. Kombinasi kedua
jam, lalu disaring menggunakan kertas jenis material adsorben menjanjikan
saring. Berdasarkan data yang diperoleh stabilitas fisikokimia yang tinggi disertai
dari hasil analisis Spektrofotometer Serapan peningkatan efektivitas adsorpsi sebagai
Atom (SSA), kandungan Cu(II) yang bentuk kompleksasi antara gugus
teradsorpsi dapat dihitung menggunakan fungsional (ligan) dengan ion logam
persamaan: (Zaharah, dkk., 2015).
qe =
Tabel 1. Data Hasil Stabilitas Adsorben
dengan adalah kapasitas Kitosan-Kaolin
adsorpsi (mg/g), adalah konsentrasi awal
Variasi
logam (mg/L), adalah konsentrasi akhir Berat Awal Berat Akhir
Rasio
logam (mg/L), W adalah masa adsorben (g) (gram) (gram)
Massa
dan V adalah volume larutan logam (L).
1:1 30 16,08
(Nurdiani, 2005). Untuk variasi pH
1:2 30 21,66
digunakan pH 5,6,7,8 dan 9 menggunakan
1:3 30 23,46
konsentrasi optimum yang diperoleh serta
1:4 30 24,22
variasi waktu kontak digunakan waktu 30,
1:5 30 25,61
60, 90, 120 dan 150 menit menggunakan
konsentrasi dan pH optimum yang diperoleh
Data pada Tabel 1 menunjukkan
sebelumnya.
semakin banyak kaolin yang digunakan
maka semakin besar kestabilan dari
HASIL DAN PEMBAHASAN adsorben. Pada data yang lain
menunjukkan masih adanya molekul
Karakterisasi Adsorben Kitosan-Kaolin
kitosan yang belum berikatan pada kaolin
Salah satu parameter kualitas dan
dikarenakan massa kaolin yang kecil
penggunaan produk kitosan ditentukan dari
sehingga tidak dapat berikatan secara baik.
seberapa besar derajat deasetilasinya.
Perubahan gugus fungsional kitosan
Kitosan yang digunakan memiliki derajat
dan kitosan-kaolin yang dikarakterisasi
deasetilasi sebesar 87,5% berwarna kuning
melalui spektrofotometri FT-IR disajikan
pucat.
melalui Gambar 1. Data pada Gambar 1
Proses pembuatan kitosan
diketahui bahwa semua perbandingan
termodifikasi diawali dengan melarutkan
variasi massa menyatakan bahwa kitosan
kitosan ke dalam asam asetat 1% hingga
dan kaolin telah membentuk suatu ikatan
terbentuk gel kitosan. Pada proses
baru dengan adanya pergeseran bilangan
pelarutan kitosan, sebagian ikatan hidrogen
gelombang gugus-gugus fungsinya.
antar molekul putus dan membuat rantai
Berdasarkan kestabilan massa maka
polimer teregang, mengakibatkan pori-pori
dinyatakan perbandingan 1:5 merupakan
kitosan terbuka sehingga meningkatkan
perbandingan terbaik karena memiliki
fleksibilitasnya untuk berinteraksi dengan
kelarutan paling rendah dibandingkan
gugus fungsional dari kaolin (Zaharah, dkk.,
perbandingan massa yang lain.

45
JKK, Tahun 2016, Vol 5(2), halaman 43-49 ISSN 2303-1077

pada bilangan gelombang 1635,64 cm-1


menunjukkan penurunan bilangan
gelombang pada kitosan-kaolin yang
berada pada 1627,92 cm -1 yang
mengakibatkan serapan semakin lemah
dan ini menandakan deasetilasi semakin
sempurna dan menunjukkan kualitas
adsorben yang baik.

Tabel 2 . Interpretasi Gugus Fungsi


Spektrum IR Kitosan dan Kitosan-
Kaolin
1:1 1:4
Bilangan Gelombang (cm-1)
1:2 1:5 Kitosan- Gugus
Kitosan*
Kitosan Kaolin** Fungsional
1:3
3695,61-
Gambar 1. Spektrum InfraMerah Kitosan dan 3749,62 N-H,OH ulur
3618,46
Kitosan-Kaolin (1:1, 1:2, 1:3, 1:4, 1:5)
3417,86 3433,29 O-H ulur
2931,80 2931,80 -CH2, -CH3 ulur
1635,64 1627,92 N-H tekuk
C-O (C-O-C)
1103,28 1087,85
ulur
1033,85 1033,85 C-O-C ulur
1010,70 Si-O ulur
948,98 910,40 Si-O
756,10 Si-O kuarsa
694,37 Si-O ulur
524,64 540,07 Si-O-Al ulur
470,63 Si-O-Si tekuk
Gambar 2 . Spektrum InfraMerah Kitosan-
Kaolin Perbandingan 1:5 Ikatan Silang Adsorben Kitosan-Kaolin
Ikatan silang dapat memperbaiki
Kitosan
Kitosan sifat-sifat pada polimer sehingga menjadi
-Kaolin
lebih baik, seperti meningkatkan kestabilan
terhadap bahan kimia yang memiliki
Gambar 2 dan Tabel 2 menunjukkan kelarutan yang tinggi terhadap pelarut
serapan yang khas, diantaranya pada organik, serta dapat juga meningkatkan
bilangan gelombang 3100-3700 cm-1 dan kinerja pada suhu yang tinggi. Sifat mekanik
1600-1700 cm-1. Pada bilangan gelombang yang dihasilkan sangat bergantung pada
3695,61 cm-1 dan 3618,46 cm -1 muncul densitas agen pengikat-silangnya.
serapan baru yang diindikasi sebagai Penelitian ini menggunakan Ninhidrin
vibrasi ulur N-H. Gugus tersebut berasal 0,02% sebagai agen pengikat silang.
dari struktur kitosan, berarti secara kualitatif Kemudian dianalisis menggunakan
kitosan telah berinteraksi dengan kaolin spektrofotometer IR dan disajikan pada
(Ngah, dkk., 2008). Serapan karakteristik Gambar 3.
dari kitosan terdapat pada bilangan Pada gambar 3, terdapat
gelombang 3417,86 cm-1 dan pada kitosan- pergeseran bilangan gelombang pada
kaolin di bilangan gelombang 3433,29 cm -1 beberapa puncak diantaranya, 3433,29 cm-1
yang menunjukkan adanya ikatan hidrogen menjadi 3441,01 cm-1, 2530,61 cm-1
dari gugus –OH yang tumpang tindih menjadi 2553,75 cm-1 dan intensitas lebih
dengan rentangan –NH. Salah satu tajam ditunjukkan pada bilangan gelombang
interaksi kimia yang dapat terjadi antara 3695,61 cm-1, 3618,46 cm-1 dan 2337,72
senyawa organik dan kaolin yaitu ikatan cm-1 yang mengindikasi adanya ikatan yang
hidrogen (Paiva, dkk., 2008). Terlihat pula lebih kuat yang terjadi antara kitosan

46
JKK, Tahun 2016, Vol 5(2), halaman 43-49 ISSN 2303-1077

dengan kaolin yang menyebabkan Selain variasi pH, kestabilan


meningkatnya tingkat energi. Perubahan adsorben juga ditentukan dari kecepatan
tingkat energi inilah yang menyebabkan pengadukannya. Berikut disajikan data
pergeseran bilangan gelombang. persen stabilitas (%) adsorben kitosan-
kaolin terhadap variasi kecepatan
pengadukan pada Tabel 4.

Tabel 4. Data Persen Stabilitas Adsorben


Kitosan, Kaolin dan Kitosan-
Kaolin Terhadap Variasi
Kecepatan Pengadukan

Persen Stabilitas (%)


Kecepatan
Kitosan-
Pengadukan Kitosan Kaolin
Kaolin
160 93 88,17 99,67
180 91,75 80 99,67
200 95,13 80,86 100
220 90,77 85 100
Gambar 3. Spektrum InfraMerah Kitosan- 240 90,53 89,97 100
Kaolin-Ninhidrin 0,02%
Data Tabel 4 menunjukkan bahwa
Kitosan Kitosan penambahan kecepatan pengadukan tidak
-kaolin mempengaruhi stabilitas kitosan-kaolin
Kitosan-kaolin-ninhidrin
secara signifikan.
Uji Stabilitas Adsorben Kitosan-Kaolin
Kitosan memiliki sifat mudah larut Uji Adsorpsi Adsorben Kitosan-Kaolin
dalam asam asetat sehingga penggunaan Terhadap Ion Logam Cu(II)
kitosan secara langsung sebagai adsorben Pengujian awal adsorpsi dilakukan
akan menjadi kurang efektif (Pasaribu, dengan variasi konsentrasi pada
2004). Data uji stabilitas berdasarkan konsentrasi 10 ppm, 15 ppm, 20 ppm, 25
variasi pH disajikan pada Tabel 3. ppm dan 30 ppm. Berikut adalah hasil
Data pada Tabel 3 menunjukkan analisis variasi konsentrasi:
bahwa pH 6 memiliki stabilitas yang terbaik
4
pada adsorben kitosan-kaolin sedangkan
Kapasitas Adsorpsi ion

3,5
pH 2 merupakan kondisi pH dimana 3,564
logam Cu2+ (mg/g)

3 2,875
stabilitasnya cenderung lebih rendah dari 2,5
kondisi pH yang lainnya. Namun kelarutan 2 2,448
1,738
yang terjadi pada pH 2 hanya berkisar 1,5
1 1,204
4,33%.
0,5
Tabel 3. Data Persen Stabilitas Adsorben 0
10 15 20 25 30
Kitosan, Kaolin dan Kitosan-Kaolin
Terhadap Variasi pH Konsentrasi awal ion logam cu2+
(ppm)
Persen Stabilitas (%)*
pH
Kitosan Kaolin Kitosan-Kaolin
1 0 88,17 97 Gambar 4. Pengaruh Konsentrasi
2 0 80,49 95,67 Terhadap Jumlah Ion Logam
3 0 79,96 99,67 Cu2+ Teradsorpsi
4 0,02 85 97,67
5 0,1 81,75 98,67 Pada Gambar 4 menunjukkan
6 99 87,06 100 bahwa semakin tinggi konsentrasi maka ion
7 97,56 84,33 98,67 yang dihasilkan juga semakin banyak
8 98,01 76,67 99,33 sehingga mempengaruhi adsorpsi atau
*stabilitas dinyatakan sebagai % berat tidak terlarut dalam penyerapan larutan tersebut. Kapasitas
larutan asam asetat 1% adsorpsi kitosan-kaolin lebih besar pada

47
JKK, Tahun 2016, Vol 5(2), halaman 43-49 ISSN 2303-1077

konsentrasi larutan 30 ppm, hal ini terjadi sehingga menghalangi untuk berinteraksi
karena lebih banyak ion logam yang terlarut dengan kitosan-kaolin. Pada penelitian
sehingga lebih banyak juga ion logam Nurdiani (2005) juga menunjukkan bahwa
terserap pada permukaan kitosan-kaolin. penurunan persen konsentrasi terbesar
Selama situs aktif belum jenuh oleh yang menggunakan kitosan berbentuk
adsorbat, maka kenaikan konsentrasi serpihan berada pada pH 7.
adsorbat akan diikuti pula dengan kenaikan Hasil penelitian yang diperoleh
jumlah adsorbat yang teradsorpsi (Utami, kemudian dilakukan uji statistik berupa uji
2009). ANOVA dengan SPSS. Hasil uji statistik
Berdasarkan Keputusan Menteri menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
Negara Lingkungan Hidup nomor 202 tahun yang signifikan pada pH 5 dengan pH 7, 8
2004, tentang baku mutu air limbah bagi dan 9.
usaha dan atau kegiatan pertambangan biji Waktu kontak merupakan suatu hal
emas dan atau tembaga yaitu ukuran batas yang sangat menentukan dalam proses
atau kadar maksimum unsur tembaga adsorpsi. Berikut grafik persen penurunan
terlarut yang ditoleransi dalam air limbah konsentrasi ion logam Cu2+ berdasarkan
yang akan dibuang atau dilepaskan ke variasi waktu kontak 30, 60, 90, 120 dan
sumber air dari usaha dan atau kegiatan 150 menit.
pertambangan biji emas dan atau tembaga 100
adalah 2 mg/L.
99,8
Proses adsorpsi juga dipengaruhi

ion logam Cu2+


% Penurunan 99,6 99,7999,74
konsentrasi
oleh derajat keasaman (pH) larutan.
Penentuan pH optimum dilakukan untuk 99,4
99,47
mengetahui pH interaksi dimana adsorben 99,2
menyerap secara maksimum. 99 99,27
99,08
98,8
98,6
ion logam Cu2+

120
% Penurunan

30 60 90 120 150
konsentrasi

100
98,42 98,8 Waktu Kontak (Menit)
80 94,38
60
Gambar 6. Pengaruh Waktu Kontak
Terhadap Jumlah Ion Logam Cu2+
40 Teradsorpsi
20
30,36 34,8
0 Berdasarkan pada grafik Gambar 6
5 6 7 8 9 diketahui bahwa semakin lama waktu
pH Larutan kontak yang digunakan maka semakin
rendah persen penurunan konsentrasi ion
Gambar 5. Pengaruh pH Larutan Terhadap logam Cu2+. Ketika waktu kontak 60, 90,
Jumlah Ion Logam Cu2+ Teradsorpsi 120 dan 150 menit efisiensi penyerapan
mulai menurun dikarenakan terjadi proses
Pada pH 5 dan 6 yang ditunjukkan desorpsi. Proses desoprsi merupakan
pada Gambar 5 tidak terjadi penurunan proses pelepasan kembali ion/molekul yang
konsentrasi yang signifikan, namun pada telah berikatan dengan gugus aktif pada
pH di atas 6 terjadi lonjakan penurunan adsorben. Waktu kontak di atas 30 menit
konsentrasi yang sangat drastis hingga adsorben telah mengalami kejenuhan
94,38%. Berdasarkan penelitian sehingga sebagian molekul ion logam yang
Mulyasuryani (2013) tentang adsorpsi Pb2+ ada di permukaan adsorben menjadi
dan Cu2+ menggunakan kitosan-silika terlepas.
menyatakan bahwa masing-masing Hasil penelitian yang diperoleh
adsorben mempunyai kemampuan adsorpsi kemudian dilakukan uji statistik berupa uji
yang lebih baik terhadap Cu2+ dibandingkan ANOVA dengan SPSS. Hasil uji statistik
Pb2+. Pada pH 7 ke atas jumlah Cu(II) yang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
teradsorpsi cenderung konstan karena pada yang signifikan pada 30 menit dengan 120
pH tersebut Cu(II) sudah mulai mengendap, dan 150 menit.

48
JKK, Tahun 2016, Vol 5(2), halaman 43-49 ISSN 2303-1077

KESIMPULAN Kitosan-Bentonit dan Adsorpsi


Diazinon Terhadap Kitosan-
Kestabilan adsorben kitosan-kaolin
Bentonit, J.Sains, 1:2.
pada rentang pH 1 hingga 8 dan kecepatan
Oktavianus, S., 2010, Pengaruh pH
pengadukan 160 hingga 240 rpm terus
Adsorpsi Ion Pb(II) Oleh Kitosan
meningkat apabila dibandingkan ketika
Terikat Silang Glutaraldehida,
sebelum diimmobilisasi. Adsorpsi dengan
Fakultas Matematika dan Ilmu
adsorben kitosan-kaolin dengan konsentrasi
Pengetahuan Alam, Universitas
30 ppm pada pH 7 dan waktu kontak 30
Tanjungpura, Pontianak, (Skripsi).
menit terjadi penurunan konsentrasi ion
Paiva, B.L.; Morales, R.A.; Francisco R.;
logam Cu(II) sebesar 99,79%.
Diaz, V., 2008, Organoclays:
Properties, preparation and
DAFTAR PUSTAKA
applications. J. Appl. Clay Sci. 42 :
Guzel, F. and Uzun, I., 2000, Adsorption of 8–24.
Some Heavy Metal Ion from Pasaribu, N. 2004. Minyak Buah Kelapa
Aqueous Solution by Activated Sawit. Repository Universitas
Carbon and Comparison of Percent Sumatera Utara.
Adsorption Result of Activated Pebriani, H.R., Rilda, Y. dan Zulhadjri.
Carbon with Those of Some Other 2012.Modifikasi Komposisi Kitosan
Adsorbent, Turk. J. Chem., 24, pada Proses Sintesis Komposit
291-297. Tio2-Kitosan. J. Kimia Unand. 1(1):
Hermanto.; Bimbing.; Eko, S., 2006, 40-47.
Adsorpsi Ion Logam Pb(II) Pada Permanasari, A.; Siswaningsih, W.;
Membran Selulosa-Khitosan Terikat Wulandari, I.; 2010, Uji Kinerja
Silang, Akta Kimindo., 2, 9-24. Adsorben Kitosan-Bentonit
Indrawati, D., dan Cahyaningrum, S.E., Terhadap Logam Berat dan
2013, Pengaruh Perbandingan Diazinon Secara Simultan, J. Sains
Komposisi Kitosan dan Silika dan Teknologi Kimia, 1(2): 121-134.
Terhadap Karakterisasi Adsorben Suhendrayatna, 2001., Bioremoval Logam
Kitosan-Silika Bead, UNESA. J. Berat Dengan Menggunakan
Chem., 2, 1. Microorganisme: Suatu Kajian
Mulyasuryani, A.; Rumhayati, B.; Cahyani, Kepustakaan, Seminar on-Air
C.; Soebiantoro., 2013, Adsorpsi Bioteknologi untuk Indonesia Abad
Pb2+ dan Cu2+ Menggunakan 21, Sinergy Forum - PPI Tokyo
Kitosan-Silika dari Abu Sekam Institute of Technology, tanggal 1-
Padi, Valensi, 3(2): 88-92. 14 Februari 2001.
Ngah, W.S.; Hanafiah, M.A.K.M.; Yong, Utami, U.B.L.; Rohman, T.; Mahmud., 2009,
S.S., 2008, Adsorption of humic Adsopsi Pb(II) oleh Kitosan
acid from aqueous solutions on Terlapiskan pada Arang Aktif
crosslinked chitosan- Cangkang Kelapa Sawit, J. Sains
epichlorohydrin beads: Kinetics MIPA, 15(2) : 89 – 99.
and isotherm studies. Colloids and Zaharah, T. A.; Shofiyani, A.; Sayekti, E.,
surface B: Biointerfaces, 65, 18-24. 2015, Karakteristik Biomassa
Nurdiani, D., 2005, Adsorpsi Logam Cu(II) Chorella sp Terimobilisasi Pada
dan Cr(IV) Pada Kitosan Bentuk Kitosan Untuk Adsorpsi Kromium
Serpihan dan Butiran, Institut (III) Dalam Larutan. J. Penelitian
Pertanian Bogor, Bogor, (Skripsi). Kimia, 11: 15-28.
Nurlamba, N. S.; Zackiyah.; Siswaningsih,
W., 2010, Kajian Kinetika Interaksi

49

Anda mungkin juga menyukai