Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) menyebutkan bahwa pengertian
kesehatan adalah sebagai suatu keadan fisik, mental dan penyakit. Kondisi
fisik, mental dan penyakit seseorang salah satu penyakit yang sering terjadi
yang dapat menyebabkan penurunan kesehatan mental dan fisik adalah Infark
Miokard Akut ((IMA).
Kardiovaskuler merupakan sebuah organ yang terdiri dari otot dan
bekerja menyerupai otot polos, yaitu bekerja di luar kemauan kita
(dipengaruhi oleh susunan saraf otonom) (Syaifuddin, 2006). Pembuluh darah
koroner merupakan penyakit aliran darah (darah membawa oksigendan
makanan yang dibutuhkan miokard agar dapat berfungsi dengan baik).
Penyakit jantung koroner adalah salah satu akibat utama arteriosklerosis Pada
keadaan ini pembuluh darah nadi menyempit karena terjadi endapan-endapan
lemak (atheroma dan plaques) di dindingnya. Juga dapat merupakan proses
degeneratif, di samping banyak faktor lain. Penyakit jantung koroner
diantaranya angina stabil, angina tidak stabil, infark miokard akut.
Infark Miokard Akut (IMA) merupakan bentuk yang paling berbahaya
(Soeharto, 2004). Infark Miocard (IM) adalah kematian sel-sel miokardium
yang terjadi akibat kekurangan oksigen berkepanjangan. Hal ini adalah respon
letal terakhir terhadap iskemia miokardium yang tidak teratasi. Sel-sel
miokardium mulai mati setelah sekitar 20 menit mengalami kekurangan
oksigen. Setelah periode ini,kemampuan sel untuk menghasilkan ATP secara
aerobis lenyap, dan sel tidak dapat memenuhi kebutuhan energinya. (Elizabeth
J Corwin : 2000).
Pada tahun 2002 penyakit infark miokard akut, merupakan penyebab
kematian utama didunia.Terhitung sebanyak 7.200.000 (12,2%) kematian
terjadi akibat penyakit infark miokard akut diseluruh dunia (WHO, 2008).

1
Laporan studi mortalitas tahun 2009 yang dilakukan oleh Badan Kesehatan
Nasional menunjukkan bahwa penyebab kematian utama di Indonesia adalah
penyakit sistem sirkulasi (jantung atau pembuluh darah) sekitar 6.000.000
(26,39%) dari total keseluruhan 22.800.000 (100%). Jumlah kasus terbanyak
yaitu penyakit jantung iskemik (59,72%), infark miokard akut (13,49%)
diikuti oleh gagal jantung (13,42%) dan penyakit jantung lainnya (13,37%)
(Depkes, 2009).
Peran perawat dalam penanganan klien, yaitu sebagai pemberi
perawatan, perawat membantu klien mendapatkan kembali kesehatannya
melelui proses penyembuhan yang lebih dari sekedar sembuh dari penyakit
tertentu. Namun, berfokus pada kebutuhan kesehatan klien secara holistik,
meliputi upaya mengembalikan kesehatan emosi, spiritual dan 3 sosial.
Disinilah peran perawat sebagai rehabilitator untuk mengembalikan keadaan
klien atau seoptimal mungkin untuk mendekati keadaan seperti sebelum klien
sakit dengan berbagai asuhan keperawatan seperti latihan ROM dan latihan
lain yang dapat membantu klien. Perawat juga memiliki peran sebagai
pendidik, sebagai pendidik di suatu instansi pendidikan atau memberikan
pendidikan kesehatan kepada klien dan masyarakat. Perawat juga berperan
sebagai advokat atau pelindung klien, yaitu membantu untuk mempertahankan
lingkungan yang aman bagi klien dan mengambil tindakan untuk mencegah
terjadinya kecelakaan dan melindungi klien dari efek yang tidak
diinginkanyang berasal dari pengobatan atau tindakan diagnostik tertentu
(Potter & Perry, 2005).
Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk mempelajari dan
membahas lebih lanjut serta lebih mendalami konsep dasar teoritis dan asuhan
keperawatan kegawatdaruratan pada Tn. C dengan Kasus Pemicu Infark
Miokard Akut Di Ruang IGD RSUD Raden Mattaher Jambi 2015.

2
B. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah yang diangkat pada makalah ini adalah
bagaimana pelaksanaan asuhan keperawatan kegawatdaruratan pada Ny. C
dengan Kasus Pemicu Infark Miokard Akut Di Ruang IGD RSUD Raden
Mattaher Jambi 2015.

C. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami dan memberikan asuhan
keperawatan kegawatdaruratan pada Ny. C dengan Kasus Pemicu Infark
Miokard Akut Di Ruang IGD RSUD Raden Mattaher Jambi 2015.

2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada Ny. C dengan Kasus
Pemicu Infark Miokard Akut Di Ruang IGD RSUD Raden Mattaher
Jambi 2015.
b. Mahasiswa mampu merumuskan diagnosa keperawatan dalam asuhan
keperawatan dengan pada Ny. C dengan Kasus Pemicu Infark Miokard
Akut Di Ruang IGD RSUD Raden Mattaher Jambi 2015.
c. Mahasiswa mampu membuat perencanaan dalam asuhan keperawatan
dengan pada Ny. C dengan Kasus Pemicu Infark Miokard Akut Di
Ruang IGD RSUD Raden Mattaher Jambi 2015.
d. Mahasiswa mampu melakukan implementasi atau tindakan
keperawatan dalam rangka penerapan asuhan keperawatan pada Ny. C
dengan Kasus Pemicu Infark Miokard Akut Di Ruang IGD RSUD
Raden Mattaher Jambi 2015.
e. Mahasiswa mampu mengevaluasi terhadap intervensi yang telah
dilakukan dalam asuhan keperawatan pada Ny. C dengan Kasus
Pemicu Infark Miokard Akut Di Ruang IGD RSUD Raden Mattaher
Jambi 2015.

3
f. Mahasiswa mampu melakukan pendokumentasian pada Asuhan
Keperawatan pada Ny. C dengan Kasus Pemicu Infark Miokard Akut
Di Ruang IGD RSUD Raden Mattaher Jambi 2015.

D. MANFAAT PENULISAN
1. Bagi Mahasiswa
Untuk memberikan informasi kepada mahasiswa tentang Infark
Miokard Akut (IMA), sehingga kita semua menyadari akan pentingnya
kesehatan.

2. Bagi Institusi
Sebagai tambahan informasi dan bahan pustaka bagi Sekolah
Tinggi Kesehatan Harapan Ibu Jambi (STIKES HI) mengenai asuhan
keperawatan kegawatdaruratan pada klien dengan Infark Miokard Akut
(IMA).

4
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI


Menurut Udjianti, Wajan Juni. (2010) Jantung berukuran sekitar satu
kepalan tangan dan terletak di dalam dada, batas kanannya tepat pada sternum
kanan dan apeksnya pada ruang intercostalis kelima kiri pada linea mid
clavicular. Batas atas jantung terdapat pembuluh darah besar (aorta, truncus
pulmonalis, dll); bagian bawah terdapat diafragma; batas belakang terdapat
aorta descendens, oesophagus, dan columna vertebralis; sedangkan di setiap
sisi jantung adalah paru.
1. Atrium Kanan
Atrium kanan berada pada bagian kanan jantung dan terletak
sebagian besar di belakang sternum. Darah memasuki atrium kanan
melalui :
a) Vena cava superior pada ujung atasnya
b) Vena cava inferior pada ujung bawahnya
c) Sinus coronarius (vena kecil yang mengalirkan darah dari jantung
sendiri).

Auricula dextra adalah penonjolan runcing kecil dari atrium,


terletak pada bagian depan pangkal aorta dan arteria pulmonalis. Pada sisi
kiri atrium lubang atrioventrikular kanan membuka ke dalam ventrikel
kanan.

2. Ventrikel Kanan

Ventrikel kanan adalah ruang berdinding tebal yang membentuk


sebagian besar sisi depan jantung. Valva atrioventricular dextra
(tricuspidalis) mengelilingi lubang atrioventrikular kanan, pada sisi
ventrikel. Katup ini, seperti katup jantung lain, terbentuk dari selapis tipis
jaringan fibrosa yang ditutupi pada setiap sisinya oleh endocardium.Katup
trikuspidalis terdiri dari tiga daun katup. Basis setiap daun katup melekat
pada tepi lubang. Tepi bebas setiap daun katup melekat pada chordae

5
tendineae (tali jaringan ikat tipis) pada penonjolan kecil jaringan otot yang
keluar dari myocardium dan menonjol ke dalam ventrikel. Lubang
pulmonalis ke dalam arteria pulmonalis berada pada ujung atas ventrikel
dan dikelilingi oleh valva pulmonalis,terdiri dari tiga daun katup
semilunaris.
3. Atrium Kiri
Atrium kiri adalah ruang berdinding tipis yang terletak pada bagian
berlakang jantung. Dua vena pulmonalis memasuki atrium kiri pada tiap
sisi, membawa darah dari paru. Atrium membuka ke bawah ke dalam
ventrikel kiri melalui lubang atrioventrikular. Auricula sinistra adalah
penonjolan runcing kecil dari atrium, terletak pada sisi kiri pangkal aorta.
4. Ventrikel Kiri
Ventrikel kiri adalah ruang berdinding tebal pada bagian kiri dan
belakang jantung. Dindingnya sekitar tiga kali lebih tebal daripada
ventrikel kanan. Valva atrioventrikular sinistra (mitralis) mengelilingi
lubang atrioventrikular kiri pada bagian samping ventrikel, katup ini
memiliki dua daun katup mendapat nama yang sama dengan topi (mitre
uskup), tepinya melekat pada chordae tendineae, yang melekat pada
penonjolan kerucut myocardium dinding ventrikel. Lubang aorta
membuka dari ujung atas ventrikel ke dalam aorta dan dikelilingi oleh
ketiga daun katup aorta, sama dengan katup pulmonalis.
5. Myocardium
Myocardium membentuk bagian terbesar dinding jantung.
Myocardium tersusun dari serat – serat otot jantung, yang bersifat lurik
dan saling berhubungan satu sama lain oleh cabang – cabang muscular.
Serat mulai berkontraksi pada embrio sebelum saraf mencapainya, dan
terus berkontraksi secara ritmis bahkan bila tidak memperoleh inervasi.
6. Endocardium
Endocardium melapisi bagian dalam rongga jantung dan menutupi
katup pada kedua sisinya. Terdiri dari selapis sel endotel, di bawahnya
terdapat lapisan jaringan ikat, licin dan mengkilat.

6
7. Pericardium
Pericardium adalah kantong fibrosa yang menutupi seluruh
jantung. Pericardium merupakan kantong berlapis dua, kedua lapisan
saling bersentuhan dan saling meluncur satu sama lain dengan bantuan
cairan yang mereka sekresikan dan melembabkan permukaannya. Jumlah
cairan yang ada normal sekitar 20 ml. Pada dasar jantung (tempat
pembuluh darah besar, limfatik, dan saraf memasuki jantung) kedua
lapisan terus berlanjut. Terdapat lapisan lemak di antara myocardium dan
lapisan pericardium di atasnya.
8. Arteria Coronaria
Kedua arteria coronaria, kanan dan kiri, menyuplai darah untuk
dinding jantung. Arteri ini keluar dari aorta tepat di atas katup aorta dan
berjalan ke bawah masing – masing pada permukaan sisi kanan dan kiri
jantung, memberikan cabang ke dalam untuk myocardium. Arteri ini
menyuplai masing – masing sisi jantung tetapi memiliki variasi individual
dan pada beberapa orang, arteria coronaria dextra menyuplai sebagian
ventrikel kiri. Arteri ini memiliki relatif sedikit anastomosis antara arteria
dextra dan sinistra.

B. DEFINISI
Infark Miocard (IM) adalah kematian sel-sel miokardium yang terjadi
akibat kekurangan oksigen berkepanjangan. Hal ini adalah respon letal
terakhir terhadap iskemia miokardium yang tidak teratasi. Sel-sel miokardium
mulai mati setelah sekitar 20 menit mengalami kekurangan oksigen. Setelah
periode ini,kemampuan sel untuk menghasilkan ATP secara aerobis lenyap,
dan sel tidak dapat memenuhi kebutuhan energinya. (Elizabeth J Corwin :
2000)
Infark adalah area nekrosis koagulasi pada jaringan akibat iskemia lokal,
disebabkan oleh obstruksi sirkulasi ke daerah itu, paling sering karena
trombus atau embolus (Dorland, 2002). Iskemia terjadi oleh karena obstruksi,
kompresi, ruptur karena trauma dan vasokonstriksi. Obstruksi pembuluh darah

7
dapat disebabkan oleh embolus, trombus atau plak aterosklerosis. Kompresi
secara mekanik dapat disebabkan oleh tumor, volvulus atau hernia. Ruptur
karena trauma disebabkan oleh aterosklerosis dan vaskulitis. Vaskokonstriksi
pembuluh darah dapat disebabkan obat-obatan seperti kokain (Wikipedia,
2010).
Infark miokardium mengacu pada proses rusaknya jaringan jantung
akibat suplai darah yang tidak adekuat sehingga aliran darah koroner
berkurang (Smeltzer & Bare, 2002).
Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (ST Elevation
Myocardial Infarct) merupakan bagian dari spektrum sindrom koroner akut
(SKA) yang terdiri atas angina pektoris tak stabil, IMA tanpa elevasi ST, dan
IMA dengan elevasi ST ( Sudoyo, dkk 2009).

C. KLASIFIKASI
Menurut Sudoyo, dkk (2009), Infark Miokard Akut diklasifikasikan berdasar
EKG 12 sandapan menjadi:
a. Infark miokard akut ST-elevasi (STEMI) : oklusi total dari arteri koroner
yang menyebabkan area infark yang lebih luas meliputi seluruh ketebalan
miokardium, yang ditandai dengan adanya elevasi segmen ST pada EKG.
b. Infark miokard akut non ST-elevasi (NSTEMI) : oklusi sebagian dari arteri
koroner tanpa melibatkan seluruh ketebalan miokardium, sehingga tidak
ada elevasi segmen ST pada EKG.

D. ETIOLOGI
Menurut Alpert (2010), infark miokard terjadi oleh penyebab yang
heterogen, antara lain:
a. Infark miokard tipe 1
Infark miokard secara spontan terjadi karena ruptur plak, fisura, atau
diseksi plak aterosklerosis. Selain itu, peningkatan kebutuhan dan
ketersediaan oksigen dan nutrien yang inadekuat memicu munculnya
infark miokard. Hal-hal tersebut merupakan akibat dari anemia, aritmia
dan hiper atau hipotensi.

8
b. Infark miokard tipe 2
Infark miokard jenis ini disebabkan oleh vaskonstriksi dan spasme arteri
menurunkan aliran darah miokard.
c. Infark miokard tipe 3
Pada keadaan ini, peningkatan pertanda biokimiawi tidak ditemukan. Hal
ini disebabkan sampel darah penderita tidak didapatkan atau penderita
meninggal sebelum kadar pertanda bookimiawi sempat meningkat.
d. Infark miokard tipe 4
1) Infark miokard tipe 4a
Peningkatan kadar pertanda biokimiawi infark miokard (contohnya
troponin) 3 kali lebih besar dari nilai normal akibat pemasangan
percutaneous coronary intervention (PCI) yang memicu terjadinya
infark miokard.
2) Infark miokard tipe 4b
Infark miokard yang muncul akibat pemasangan stenttrombosis.
e. Infark miokard tipe 5
Peningkatan kadar troponin 5 kali lebih besar dari nilai normal. Kejadian
infark miokard jenis ini berhubungan dengan operasi bypass koroner.

Ada empat faktor resiko biologis infark miokard yang tidak dapat
diubah, yaitu usia, jenis kelamin, ras, dan riwayat keluarga. Resiko
aterosklerosis koroner meningkat seiringbertambahnya usia. Penyakit yang
serius jarang terjadi sebelum usia 40 tahun.
Faktor resiko lain masih dapat diubah, sehingga berpotensi dapat
memperlambat prosesaterogenik (Santoso, 2005). Faktor- faktor tersebut
adalah abnormalitas kadar serum lipid, hipertensi, merokok, diabetes,
obesitas, faktor psikososial, konsumsi buah-buahan, diet dan alkohol, dan
aktivitas fisik (Ramrakha, 2006).
Menurut Anand (2008), wanita mengalami kejadian infark miokard
pertama kali 9 tahun lebih lama daripada laki-laki. Perbedaan onset infark
miokard pertama ini diperkirakandari berbagai faktor resiko tinggi yang
mulai muncul pada wanita dan laki-laki ketika berusia muda. Wanita
agaknya relatif kebal terhadap penyakit ini sampai menopause, dan

9
kemudian menjadi sama rentannya seperti pria. Hal diduga karena adanya
efek perlindungan estrogen (Santoso, 2005).
Abnormalitas kadar lipid serum yang merupakan faktor resiko adalah
hiperlipidemia. Hiperlipidemia adalah peningkatan kadar kolesterol atau
trigliserida serum di atas batas normal. The National Cholesterol Education
Program (NCEP)menemukan kolesterol LDL sebagai faktor penyebab
penyakit jantung koroner. The Coronary Primary Prevention Trial (CPPT)
memperlihatkan bahwa penurunan kadar kolesterol juga menurunkan
mortalitas akibat infark miokard (Brown, 2006).
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140
mmHg atau tekanan diastolik sedikitnya 90 mmHg. Peningkatan tekanan
darah sistemik meningkatkan resistensi vaskuler terhadap pemompaan darah
dari ventrikel kiri. Akibatnya kerja jantung bertambah, sehingga ventrikel
kiri hipertrofi untuk meningkatkan kekuatan pompa. Bila proses
aterosklerosis terjadi, maka penyediaan oksigen untuk miokard berkurang.
Tingginya kebutuhan oksigen karena hipertrofi jaringan tidak sesuai dengan
rendahnya kadar oksigen yang tersedia (Brown, 2006).
Merokok meningkatkan resiko terkena penyakit jantung kororner
sebesar 50%. Seorang perokok pasif mempunyai resiko terkena infark
miokard. Di Inggris, sekitar 300.000 kematian karena penyakit
kardiovaskuler berhubungan dengan rokok (Ramrakha, 2006). Menurut
Ismail (2004), penggunaan tembakau berhubungan dengan kejadian miokard
infark akut prematur di daerah Asia Selatan.
Obesitas meningkatkan resiko terkena penyakit jantung koroner. Sekitar
25-49% penyakit jantung koroner di negara berkembang berhubungan
dengan peningkatan indeks masa tubuh (IMT). Overweight didefinisikan
sebagai IMT > 25-30 kg/m2 dan obesitas dengan IMT > 30 kg/m2. Obesitas
sentral adalah obesitas dengan kelebihan lemak berada di abdomen.
Biasanya keadaan inijuga berhubungan dengan kelainan metabolik seperti
peninggian kadar trigliserida, penurunan HDL, peningkatan tekanan darah,
inflamasi sistemik, resistensi insulin dan diabetes melitus tipe II (Ramrakha,
2006).

10
Resiko terkena infark miokard meningkat pada pasien yang
mengkonsumsi diet yang rendah serat, kurang vitamin C dan E, dan bahan-
bahan polisitemikal. Mengkonsumsi alkohol satu atau dua sloki kecil per
hari ternyata sedikit mengurangi resiko terjadinya infark miokard. Namun
bila mengkonsumsi berlebihan, yaitu lebih dari dua sloki kecil per hari,
pasien memiliki peningkatan resiko terkena penyakit (Beers, 2004).

E. PATOFISIOLOGI
Kejadian infark miokard diawali dengan aterosklerosis yang kemudian
ruptur dan menyumbat pembuluh darah terbentuknya. Penyakit aterosklerosis
ditandai dengan formasi bertahap fatty plaquedi dalamdinding arteri. Lama-
kelamaan plak ini terus tumbuh ke dalam lumen, sehingga diameter lumen
menyempit. Penyempitan lumen mengganggu aliran darah ke distal dari
tempat penyumbatan terjadi (Ramrakha, 2006).
Faktor-faktor seperti usia, genetik, diet, merokok, diabetes mellitus tipe
II, hipertensi, reactive oxygen speciesdan inflamasi menyebabkan disfungsi
dan aktivasi endotelial.Pemaparan terhadap faktor-faktor di atas menimbulkan
injurybagi sel endotel. Akibat disfungsi endotel, sel-sel tidak dapat
lagimemproduksi molekul-molekul vasoaktif seperti nitric oxide, yang
berkerja sebagai vasodilator, anti-trombotik dan anti-proliferasi.Sebaliknya,
disfungsi endotel justru meningkatkan produksi vasokonstriktor, endotelin-1,
dan angiotensin II yang berperan dalam migrasi dan pertumbuhan sel
(Ramrakha, 2006).
Leukosit yang bersirkulasi menempel pada sel endotel teraktivasi.
Kemudian leukosit bermigrasi ke sub endotel dan berubah menjadi makrofag.
Di sini makrofag berperan sebagai pembersih dan bekerja mengeliminasi
kolesterol LDL. Sel makrofag yang terpajan dengan kolesterol LDL
teroksidasi disebut sel busa (foam cell). Faktor pertumbuhan dan trombosit
menyebabkan migrasi otot polos dari tunika media ke dalam tunika intima dan
proliferasi matriks. Proses ini mengubah bercak lemak menjadi ateroma matur.
Lapisan fibrosa menutupi ateroma matur, membatasi lesi dari lumen pembuluh
darah. Perlekatan trombosit ke tepian ateroma yang kasar menyebabkan

11
terbentuknya trombosis. Ulserasi atau ruptur mendadak lapisan fibrosa atau
perdarahan yang terjadi dalam ateroma menyebabkan oklusi arteri (Price,
2006).
Penyempitan arteri koroner segmental banyak disebabkan oleh formasi
plak. Kejadian tersebut secara temporer dapat memperburuk keadaan
obstruksi, menurunkan aliran darah koroner, dan menyebabkan manifestasi
klinis infark miokard. Lokasi obstruksi berpengaruh terhadap kuantitas
iskemia miokard dan keparahan manifestasi klinis penyakit. Oleh sebab itu,
obstruksi kritis pada arteri koroner kiri atau arteri koroner desendens kiri
berbahaya (Selwyn, 2005).

F. MANIFESTASI KLINIS
Gambaran klinis infark miokard umumnya berupa. IMA 10 sering
didahului oleh serangan angina pektoris pada sekitar 50% pasien. Namun,
nyeri pada IMA biasanya berlangsung beberapa jam sampai hari, jarang ada
hubungannya dengan aktivitas fisik dan biasanya tidak banyak berkurang
dengan pemberian nitrogliserin, nadi biasanya cepat dan lemah, pasien juga
sering mengalami diaforesis. Pada sebagian kecil pasien (20% sampai 30%)
IMA tidak menimbulkan nyeri dada. Silent AMI ini terutama terjadi pada
pasien dengan diabetes mellitus dan hipertensi serta pada pasien berusia lanjut
(Sudoyo, 2009).
Bila dijumpai pasien dengan nyeri dada akut perlu dipastikan secara
cepat dan tepat apakah pasien menderita IMA atau tidak. Diagnosis yang
terlambat atau yang salah, dalam jangka panjang dapat menyebabkan
konsekuensi yang berat. Nyeri dada tipikal (angina) merupakan gejala kardinal
pasien IMA. Seorang dokter harus mampu mengenal nyeri dada angina dan
mampu membedakan dengan nyeri dada lainnya, karena gejala ini merupakan
pertanda awal dalam pengelolaan pasien IMA. Sifat nyeri dada angina sebagai
berikut:
a. Lokasi : substernal, retrosternal, dan prekordial.
b. Sifat nyeri: rasa sakit,seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda
berat,seperti ditusuk, rasa diperas, dan dipelintir.

12
c. Penjalaran: biasanya ke lengan kiri, dapat juga ke leher, rahang bawah,
gigi, punggung/ interskapula, perut, dan dapat pula ke lengan kanan.
d. Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat, atau obat nitrat.
e. Faktor pencetus: latihan fisik, stress emosi, udara dingin, dan sesudah
makan.
f. Gejala yang menyertai: mual, muntah, sulit bernafas, keringat dingin,
cemas, dan lemas
(A. Muin Rahman, 2009)

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium harus dilakukan sebagai bagian dalam
tatalaksana pasien STEMI tetapi tidak boleh menghambat implementasi
terapi reperfusi. Pemeriksaan petanda kerusakan jantung yang dianjurkan
adalah creatinin kinase (CK)MB dan cardiac specific troponin (cTn) T
atau cTn I, yang dilakukan secara serial. cTn digunakan sebagai petanda
optimal untuk pasien STEMI yang disertai kerusakan otot skeletal karena
pada keadaan ini juga akan diikuti peningkatan CKMB.
a. CKMB meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan
mencapai puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4
hari. Operasi jantung, miokarditis, dan kardioversi elektrik dapat
meningkatkan CKMB.
b. cTn : ada dua jenis yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini meningkat
setelah 2 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam
10-24 jam dan cTn T masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari
sedangkan cTn I setelah 5-10 hari.
2. Pemeriksaan enzim jantung yang lain yaitu mioglobin, creatinine kinase
(CK), Lactic dehydrogenase (LDH) Reaksi non spesifik terhadap injuri
miokard adalah leukositosis polimorfonuklear yang dapat terjadi dalam
beberapa jam setelah onset nyeri dan menetap selama 3-7 hari. Leukosit
dapat mencapai 12.000-15.000/ul.
3. Terapi reperfusi diberikan segera mungkin pada pasien dengan elevasi ST
dan gejala IMA serta tidak tergantung pada pemeriksaan biomarker.

13
Peningkatan nilai enzim diatas dua kali nilai batas atas normal
menunjukkan adanya nekrosis jantung.
4. Pemeriksaan EKG 12 sandapan harus dilakukan pada semua pasien
dengan nyeri dada atau keluhan yang dicurigai STEMI, dalam waktu 10
menit sejak kedatangan di IGD sebagai landasan dalam menentukan
keputusan terapi reperfusi. Jika pemeriksaan EKG awal tidak diagnostik
untuk STEMI tetapi pasien tetap simptomatik dan terdapat kecurigaan kuat
STEMI, EKG serian dengan interval 5-10 menit atau pemantauan EKG 12
sandapan secara kontinyu harus dilakukan untuk mendeteksi potensi
perkembangan elevasi segmen ST. EKG sisi kanan harus diambil pada
pasien dengan STEMI inferior, untuk mendeteksi kemungkinan infark
ventrikel kanan.( Sudoyo,dkk 2009).

H. KOMPLIKASI
Menurut Sudoyo, dkk (2010) komplikasi Infark Miokard Akut (IMA) yaitu
sebagai berikut :
1. Disfungsi Ventrikular
Ventrikel kiri mengalami perubahan serial dalam bentuk ukuran,
dan ketebalan pada segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses
ini disebut remodelling ventricular yang sering mendahului
berkembangnya gagal jantung secara klinis dalam hitungan bulantahun
pasca infark. Pembesaran ruang jantung secara keseluruhan yang terjadi
dikaitkan dengan ukuran dan lokasi infark, dengan dilatasi terbesar pasca
infark p ada apeks ventrikel kiri yang mengakibatkan penurunan
hemodinamik yang nyata, lebih sering terjadi gagal jantung dan prognosis
lebih buruk.
2. Gangguan Hemodinamik
Gagal pemompaan (pump failure) merupakan penyebab utama
kematian di rumah sakit pada STEMI. Perluasan nekrosis iskemia
mempunyai korelasi dengan tingkat gagal pompa dan mortalitas, baik pada
awal (10 hari infark) dan sesudahnya.
3. Syok kardiogenik

14
kardiogenik ditemukan pada saat masuk (10%), sedangkan 90%
terjadi selama perawatan. Biasanya pasien yang berkembang menjadi syok
kardiogenik mempunyai penyakit arteri koroner multivesel.( Sudoyo,dkk
2010)
4. Infark ventrikel kanan
Infark ventrikel kanan menyebabkan tanda gagal ventrikel kanan
yang berat (distensi vena jugularis, tanda Kussmaul, hepatomegali) dengan
atau tanpa hipotensi.11
5. Aritmia paska STEMI
Mekanisme aritmia terkait infark mencakup ketidakseimbangan
sistem saraf autonom, gangguan elektrolit, iskemi, dan perlambatan
konduksi di zona iskemi miokard.
6. Strasistol ventrikel
Depolarisasi prematur ventrikel sporadis terjadi pada hampir semua
pasien STEMI dan tidak memerlukan terapi. Obat penyekat beta efektif
dalam mencegah aktivitas ektopik ventrikel pada pasien STEMI.(
Sudoyo,dkk 2010)
7. Takikardia dan fibrilasi ventrikel
Takikardi dan fibrilasi ventrikel dapat terjadi tanpa bahaya aritmia
sebelumnya dalam 24 jam pertama.
8. Aritmia supraventrikular
9. Asistol ventrikel
10. Bradiaritmia dan Blok
11. Komplikasi Mekanik
12. Ruptur muskulus papilaris, ruptur septum ventrikel, ruptur dinding
ventrikel

I. PENATALAKSANAAN
Tatalaksana IMA dengan elevasi ST mengacu pada data-data dari
evidence based berdasarkan penelitian randomized clinical trial yang terus
berkembang ataupun konsensus dari para ahli sesuai pedoman (guideline).
Tujuan utama tatalaksana IMA adalah mendiagnosis secara cepat,

15
menghilangkan nyeri dada, menilai dan mengimplementasikan strategi
reperfusi yang mungkin dilakukan, memberi antitrombotik dan anti platelet,
memberi obat penunjang. Terdapat beberapa pedoman (guideline) dalam
tatalaksana IMA dengan elevasi ST yaitu dari ACC/AHA tahun 2009 dan ESC
tahun 2008, tetapi perlu disesuaikan dengan kondisi sarana/fasilitas di masing-
masing tempat dan kemampuan ahli yang ada (Sudoyo,dkk 2009).
1. Penatalaksanaan Pra Rumah Sakit
Kematian di luar rumah sakit pada STEMI sebagian besar diakibatkan
adanya fibrilasi ventrikel mendadak, yang terjadi dalam 24 jam pertama
onset gejala dan lebih dari separuhnya terjadi pada jam pertama, sehingga
elemen utama tatalaksana pra hospital pada pasien yang dicurigai STEMI
antara lain7,11,16
a. Pengenalan gejala oleh pasien dan segera mencari pertolongan medis.
b. Pemanggilan tim medis emergensi yang dapat melakukan tindakan
c. Transportasi pasien ke rumah sakit yang mempunyai fasilitas
ICCU/ICU serta staf medis dokter dan perawat yang terlatih.
d. Melakukan terapi reperfusi

Keterlambatan terbanyak pada penanganan pasien disebabkan oleh


lamanya waktu mulai onset nyeri dada sampai keputusan pasien untuk
meminta pertolongan. Hal ini dapat diatasi dengan cara edukasi kepada
masyarakat oleh tenaga profesional kesehatan mengenai pentingnya
tatalaksana dini.( Sudoyo,dkk 2010)
Pemberian fibrinolitik pre hospital hanya bisa dikerjakan jika ada
paramedik di ambulans yang sudah terlatih untuk menginterpretasikan
EKG dan managemen STEMI serta ada kendali komando medis online
yang bertanggung jawab pada pemberian terapi.(Fauci,2010)
2. Penatalaksanaan di ruang emergensi
Tujuan tatalaksana di IGD adalah mengurangi/menghilangkan nyeri
dada, mengidentifikasi cepat pasien yang merupakan kandidat terapi
reperfusi segera, triase pasien risiko rendah ke ruangan yang tepat di

16
rumah sakit dan menghindari pemulangan cepat pasien dengan STEMI
(Fauci, 2010).
3. Penatalaksanaan umum
a. Oksigen : suplemen oksigen harus diberikan ada pasien dengan
saturasi oksigen <90%. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi
dapat diberikan oksigen selama 6 jam pertama.
b. Nitrogliserin : Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman
dengan dosis 0,4 mg dan dapat diberikan sampai 3 dosis dengan
interval 5 menit.
1) Morfin : sangat efektif dalam mengurangi nyeri dada dan
merupakan analgesik pilihan dalam tatalaksana STEMI. Morfin
dapat diberikan dengan dosis 2-4 mg dan dapat diulang dengan
interval 5-15 menit sampai dosis total 20 mg.
2) Aspirin : merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai
STEMI dan efektif pada spektrum sindroma koroner akut. Inhibisi
cepat siklooksigenase trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar
tromboksan A2 dicapai dengan absorpsi aspirin bukal dengan dosis
160-325 mg di ruang emergensi. Selanjutnya diberikan peroral
dengan dosis 75-162 mg.
3) Penyekat Beta : Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada,
pemberian penyekat beta intravena dapat efektif. Regimen yang
biasa diberikan adalah metoprolol 5 mg tiap 2-5 menit sampai total
3 dosis, dengan syarat frekuensi jantung > 60 kali permenit,
tekanan darah sistolik > 100 mmHg, interval PR < 0,24 detik dan
ronki tidak lebih dari 10 cm dari diafragma. Lima belas menit
setelah dosis IV terakhir dilanjutkan dengan metoprolol oral
dengan dosis 50 mg tiap 6 jam selama 48 jam, dan dilanjutkan
dengan 100 mg tiap 12 jam (Sudoyo, dkk 2010).

17
J. ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
1. Pengkajian Primer
a. Airways
1). Sumbatan atau penumpukan secret
2). Wheezing atau krekles
b. Breathing
1) Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat
2) RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal
3) Ronchi, krekles
4) Ekspansi dada tidak penuh
5) Penggunaan otot bantu nafas
c. Circulation
1) Nadi lemah, tidak teratur
2) Takikardi
3) TD meningkat / menurun
4) Edema
5) Gelisah
6) Akral dingin
7) Kulit pucat, sianosis
8) Output urine menurun

d. Pengkajian Sekunder.
1) Aktifitas
Gejala :
a) Kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur
b) Pola hidup menetap
c) Jadwal olah raga tidak teratur
Tanda : Takikardi
Dispnea pada istirahat atau aaktifitas
2) Sirkulasi
Gejala : Riwayat IMA sebelumnya, penyakit arteri koroner,
masalah tekanan darah, diabetes mellitus.

18
Tanda :

a) Tekanan darah Dapat normal / naik / turun.


b) Perubahan postural dicatat dari tidur sampai duduk atau
berdiri.
c) Nadi Dapat normal, penuh atau tidak kuat atau lemah / kuat
kualitasnya dengan pengisian kapiler lambat, tidak teratus
(disritmia)
d) Bunyi jantung ekstra : S3 atau S4 mungkin menunjukkan
gagal jantung atau penurunan kontraktilits atau komplain
ventrikel
e) Murmur bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi
otot jantung
f) Friksi ; dicurigai Perikarditis
g) Irama jantung dapat teratur atau tidak teratur
h) Edema ; Distensi vena juguler, edema dependent , perifer,
edema umum, krekles mungkin ada dengan gagal jantung
atau ventrikel
i) Warna ; pucat atau sianosis, kuku datar, pada membran
mukossa atau bibir
3) Integritas ego
Gejala : Menyangkal gejala penting atau adanya kondisi
takut mati, perasaan ajal sudah dekat, marah pada penyakit
atau perawatan, khawatir tentang keuangan , kerja ,
keluarga
Tanda : Menoleh, menyangkal, cemas, kurang kontak mata,
gelisah, marah, perilaku menyerang, focus pada diri
sendiri, koma nyeri
4) Eliminasi
Tanda : Normal, bunyi usus menurun.
5) Makanan atau cairan
Gejala : Mual, anoreksia, bersendawa, nyeri ulu hati atau
terbakar

19
Tanda : Penurunan turgor kulit, kulit kering, berkeringat, muntah,
perubahan berat badan
6) Hygiene
Gejala atau tanda : Kesulitan melakukan tugas perawatan
7) Neurosensori
Gejala : Pusing, berdenyut selama tidur atau saat bangun
(duduk atau istrahat )
Tanda : Perubahan mental, kelemahan
8) Nyeri atau ketidaknyamanan
Gejala : Nyeri dada yang timbulnya mendadak (dapat atau
tidak berhubungan dengan aktifitas ), tidak hilang dengan
istirahat atau nitrogliserin (meskipun kebanyakan nyeri
dalam dan viseral).
Lokasi : Tipikal pada dada anterior, substernal , prekordial, dapat
menyebar ketangan, ranhang, wajah. Tidak tertentu
lokasinya seperti epigastrium, siku, rahang, abdomen,
punggung, leher.
Kualitas : “Crushing ”, menyempit, berat, menetap, tertekan,
seperti dapat dilihat.
Intensitas : Biasanya 10 (pada skala 1 -10), mungkin pengalaman
nyeri palingburuk yang pernah dialami.
Catatan : nyeri mungkin tidak ada pada pasien pasca operasi,
diabetes mellitus , hipertensi, lansia
9) Pernafasan:
Gejala :
a) Dispnea tanpa atau dengan kerja
b) Dispnea nocturnal
c) Batuk dengan atau tanpa produksi sputum
d) Riwayat merokok, penyakit pernafasan kronis.
Tanda :
a) Peningkatan frekuensi pernafasan
b) Nafas sesak/kuat

20
c) Pucat, sianosis
d) Bunyi nafas (bersih, krekles, mengi), sputum
10) Interkasi social
Gejala : Stress
Kesulitan koping dengan stressor yang ada missal:
penyakit, perawatan di RS
Tanda :
a) Kesulitan istirahat dengan tenang
b) Respon terlalu emosi ( marah terus-menerus, takut )
c) Menarik diri

21
BAB III

TINJAUAN KASUS

A. KASUS PEMICU
Ny. C, usia 50 tahun, agama islam, suku bangsa jawa, pekerjaan guru.
Alamat jln Tarmidzi Kadir No.23 Thehok jambi, masuk rumah sakit:
01/10/2015, ruang ruang IGD dengan keluhan nyeri dada sebelah kiri,
menjalar ke leher, lengan kiri dan punggung.
Hasil pengkajian klien mengatakan nyeri dada sebelah kiri, menjalar
ke leher, lengan kiri dan punggung, rasa sakit seperti ditindih benda berat dan
kadang rasa terbakar, nyeri bertambah berat saat melakukan kegiatan fisik,
emosi, dan setelah makan, skala nyeri 8, durasi nyeri 35 menit, nyeri disertai
keringat dingin, berdebar-debar dan sesak nafas, klien juga mengatakan
badannya terasa lemah. Keluhan ini dirasakan klien sejak 5 bulan yang lalu, 2
bulan yang lalu klien pernah berobat di poliklinik RS dengan diagnosa medis
Infark Miokard Akut (IMA). Klien mengatakan sebelumnya tidak pernah
dirawat dirumah sakit.
Hasil pemeriksaan fisik: TTV : TD :170/90 mmhg, nadi 110x/menit,
RR: 27x/menit, S: 35 oC, akral teraba dingin, CRT > 3 detik, kulit tampak
pucat, ekspresi wajah klien tampak meringis, klien tampak gelisah, klien
tampak sesak, bibir tampak sianosis. Pada hasil rekaman EKG tampak ST
depresi/Q patologis, T inverted.

22
B. LAPORAN ANALISA SINTESA

Nama Pasien : Ny. C


Umur : 50 tahun
Diagnosa Medis : Infark Miokard Akut (IMA)
1. Pengkajian Primer
a. Airway:
Tidak adanya sumbatan jalan nafas
Batuk (-) sekret (-)
b. Breathing :
Sesak nafas (+)
RR : 27x/I, bunyi nafas vesikuler
c. Circulation
Nadi klien teraba frekuensi 110x/I, akral teraba dingin
d. Dishabilithy :
GCS 15
Pupil respon terhadap cahaya (miosis)
Kekuatan otot 5555 5555
5555 5555
e. Evaluation/exposure
Nyeri dada (+) dengan skala nyeri 9
f. Folley catether
Klien tidak menggunakan kateter
g. Gaster
Tidak menggunakan NGT

2. Diagnosa Keperawatan Aktual


Dx : Nyeri berhubungan dengan iskemia jaringan sekunder terhadap
sumbatan arteri ditandai dengan :
Ds : Klien mengatakan nyeri dada sebelah kiri, menjalar ke leher,
lengan kiri dan punggung, rasa sakit seperti ditindih benda

23
berat dan kadang rasa terbakar, nyeri bertambah berat saat
melakukan kegiatan fisik, emosi, dan setelah makan.
Do : Ekspresi wajah klien tampak meringis, klien tampak gelisah,
klien tampak memegangi dada kanannya.

3. Tindakan Keperawatan
a. Mengobservasi karakteristik, lokasi, waktu, dan perjalanan rasa nyeri
dada tersebut.
b. Menganjurkan pada klien menghentikan aktifitas selama ada serangan
dan istirahat.
c. Membantu klien melakukan tehnik relaksasi nafas dalam, perilaku
distraksi, visualisasi, dan bimbingan imajinasi.
d. Mempertahankan oksigenasi dengan nasal kanul 4 L/ menit.
e. Memonitor tanda-tanda vital ( Nadi & tekanan darah ) tiap dua jam.
f. Berkolaborasi dengan tim kesehatan dalam pemberian analgetik.

4. Evaluasi Hasil Tindakan :


S : Klien mengatakan nyerinya berkurang dengan skala nyeri 6
O : Klien tampak sedikit lebih bisa mengontrol nyeri, masih tampak
meringis.
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan diruangan selanjutnya

5. Pengkajian Sekunder
a. Pengkajian
Nama : Ny. C
Umur : 50 tahun
Agama : islam
Pendidikan : D3
Pekerjaan : Guru
Suku : Jawa
Status perkawinan : Kawin

24
Tanggal masuk : 01/10/2015
Alamat : Jln Tarmidzi Kadir No.23 Thehok jambi
b. Status kesehatan saat ini
Klien mengatakan nyeri dada sebelah kiri, menjalar ke leher,
lengan kiri dan punggung, rasa sakit seperti ditindih benda berat dan
kadang rasa terbakar, nyeri bertambah berat saat melakukan kegiatan
fisik, emosi, dan setelah makan, skala nyeri 8, durasi nyeri 35 menit,
nyeri disertai keringat dingin, berdebar-debar dan sesak nafas, klien
juga mengatakan badannya terasa lemah.
c. Riwayat kesehatan yg lalu
Keluhan ini dirasakan klien sejak 5 bulan yang lalu, 2 bulan yang lalu
klien pernah berobat di poliklinik RS dengan diagnosa medis Infark
Miokard Akut (IMA). Klien mengatakan sebelumnya tidak pernah
dirawat dirumah sakit.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Tidak terdapat anggota keluarga yang menderita penyakit seperti klien
dan penyakit menular lainnya.
e. Pengkajian Head to Toe
1) Kepala : rambut hitam, kulit kepala bersih, tidak ada lesi.
2) Mata : simetris, pupil miosis, sklera anikterik.
3) Mulut : mulut tampak simetris, warna bibir tampak sianosis.
4) Leher : tidak ada pembesaran kelenjar getah bening dan thyroid
5) Dada : dada simetris, RR 27x/i, bunyi nafas vesikuler
6) Kardio : tampak ictus cordis, disritmia (+), pada saat perkusi
terdapat pekak.
7) Abdomen : tidak ada pembesaran hepar dan limfa
8) Integumen : warna kulit tampak pucat, turgor kulit elastis
9) Ekstremitas : tidak terdapat gangguan ekstremitas.

f. Pemeriksaan Penunjang
Pada hasil rekaman EKG tampak ST depresi/Q patologis, T inverted.

25
g. Diagnosa Keperawatan (tindakan keperawatan prinsip)
1) Dx 1 : Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan iskemik,
penyempitan/penyumbatan pembuluh darah arteri koronaria
ditandai dengan :
Ds: klien mengatakan kulitnya terasa dingin terutama pada
ujung jari tangan dan kaki
Do: CRT > 3 detik, ekstremitas teraba dingin, kulit tampak
pucat, bibir tampak sianosis.
Tindakan Keperawatan:
a) Menyelidiki perubahan tiba-tiba atau gangguan mental
kontinyu, misal cemas, bingung, letargi, pingsan.
Rasional: perfusi serebral secara langsung sehubungan dengan
curah jantung dan juga di pengaruhi oleh
elektrolit/variasi asam basa, hipoksia, atau emboli
sistemik.
b) Mengkaji tanda Homan (nyeri pada betis dengan posisi
dorsofleksi), eritema, edema.
Rasional: indikator trombosis vena dalam
c) Mengajarkan latihan kaki aktif/pasif, hindari latihan isometrik
Rasional: menurunkan stasis vena, meningkatkan aliran balik
venadan menurunkan resiko tromboflebitis.
d) Kolaborasi dalam pemberian heparin.
Rasional: untuk menurunkan risiko trombflebitis atau
pembentukan trombus mural

2) Dx 2 : Intoleran aktivitas berhubungan dengan


ketidakseimbangan antara suplai oksigen miokard dan kebutuhan,
ditandai dengan:
Ds: Klien mengatakan badannya terasa lemah dan sesak
Do:Klien tampak lemah, klien tampak sesak, RR 27x/menit.

26
Tindakan Keperawatan:
a) Meningkatkan istirahat pasien
Rasional: menurunkan kerja miokardia/konsumsi oksigen.
b) Membatasi aktivitas pada dasar nyeri/respons hemodinamik
Rasional: menurunkan resiko komplikasi
c) Menganjurkan pasien menghindari peningkatan tekanan
abdomen, misal mengejan saat defekasi
Rasional: mencegah bradikardi, perununan curah jantung dan
takikardi denan peningkatan TD.

h. Monitoring Klien
1) Keluarga klien mengatakan Ny. C masih banyak mengeluh
nyeri pada dada kirinya.
2) Klien masih tampak meringis
3) TD 130/90, nadi 90x/i, RR 23x/i.

i. Evaluasi hasil tindakan


Dx 1:
S : klien mengatakan badannya msih terasa lemas.
O : klien tampak lemas, RR: 23x/menit
A : masalah belum teratasi.
P : intervensi dilanjutkan diruang perawatan
Dx 2:
S : Klien mengatakan badannya masih terasa lemah dan sesak
O : Klien tampak lemah, klien tampak sesak, RR 23x/menit
A : masalah belum teratasi
P : intervensi keperawatan dilanjutkan oleh perawat diruang
perawatan

27
BAB IV
PEMBAHASAN

A. PENGKAJIAN
Pengkajian pada Ny. C dilakkan dengan cara anamnesa (kelhan tama,
riwayat yang berhnga dengan kelhan tama, dan pengkajian psikososiospiritan),
observasi, wawancara pada kelarga klien, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
diagnostik.
Pada pengkajian yang telah dilakkan pada tanggal 01/10/2015 didapatkan
bahwa klien mengalami tiga masalah keperawatan. Masalah keperawatan
tersebt adalah nyeri, ganggan perfsi jaringan, intoleran aktivitas.
Terkait dengan masalah keperawatan nyeri menrt teoritis terjadi Iskemi
oleh karena obstruksi, kompresi, ruptur karena trauma dan vasokonstriksi.
Menimlkan gejala nyeri dada substernum yang terasa berat, menekan, seperti
diremas-remas dan terkadang dijalarkan ke leher, rahang, epigastrium, bahu,
atau lengan kiri, atau hanya rasa tidak enak di dada.
Masalah keperawatan nyeri rasa sakit seperti ditindih benda berat dan
kadang rasa terbakar, nyeri bertambah berat saat melakukan kegiatan fisik,
emosi, dan setelah makan, skala nyeri 8, durasi nyeri 35 menit.
Masalah keperawatan Intoleran aktivitas berhubungan dengan
ketidakseimbangan antara suplai oksigen miokard dan kebutuhan.
Meminimalkan kondisi klien terasa lemah.
Gejala-gejala terset di atas tidak sema ada pada klien. Ila dilihat teori
dengan dengan kass. Pada teori tidak di temkan tanda dan gejala badan klien
terasa lemah, sesak nafas, keringat dingin, sedangkan pada kass klien
merasakan keringat dingin, terasa lemah, sesak napas.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan terdapat 3 diagnosa yang mncl pada Ny. C yait
Nyeri berhubungan dengan iskemia jaringan sekunder terhadap sumbatan
arteri. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan iskemik.

28
Intoleran aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
oksigen miokard dan kebutuhan. Ketiga diagnosa terset sdah sesai dengan
teori.

C. PERENCANAAN
Diagnosa yang mncl selanjtnya dissn prioritas erdasarkan kethan dasar
mansia setelah di prioritaskan rencana keperaawatan dissn dan mengac pada
teori yang ada namn disesaikan dengan kondisi pasien serta sarana dan
prasarana yang ada. Rencana ntk selanjtnya pasien akan dipindahkan kerangan
rawat inap.
Intervensi diagnosa nyeri antara lain kaji nyeri secara konfrehensip catat
adanya kelhan, lokasi, frekensi, intensitas, drasi, dan skala nyeri. Panta TTV
dorong penggnaan keterampilan manajemen nyeri seperti teknik relaksasi,
misalnya nafas dalam. Erikan posisi yang nyaman sesai kethan pasien. \
Pada diagnosa kedua Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan
iskemik tindakan keperawatan yang dapat dilakkan adalah Mengajarkan
latihan kaki aktif/pasif, hindari latihan isometrik. Menyelidiki perubahan tiba-
tiba atau gangguan mental kontinyu, misal cemas, bingung, letargi, pingsan.
Mengkaji tanda Homan (nyeri pada betis dengan posisi dorsofleksi), eritema,
edema. Kolaborasi dalam pemberian heparin.
Pada diagnosa ketiga Intoleran aktivitas berhubungan dengan
ketidakseimbangan antara suplai oksigen miokard dan kebutuhan. Tindakan
keperawatan yang dapat dilakkan adalah Meningkatkan istirahat pasien.
Membatasi aktivitas pada dasar nyeri/respons hemodinamik. Menganjurkan
pasien menghindari peningkatan tekanan abdomen, misal mengejan saat
defekasi.

D. IMPLEMENTASI
Pada tahap implementasi hampir semua rencana tindakan belm dapat
dilaksanakan sesuai intervensi yang direncanakan.

29
Pada diagnosa pertama kaji nyeri secara konfrehensip catat adanya
keluhan, lokasi, frekensi, intensitas, drasi, dan skala nyeri. Pantau TTV.
Mendorong penggnaan keterampilan manajemen nyeri seperti teknik relaksasi,
memberikan posisi yang nyaman. Memberikan analgesik sesuai indikasi.
Pada diagnosa keda Mengajarkan latihan kaki aktif/pasif, hindari
latihan isometrik. Menyelidiki perubahan tiba-tiba atau gangguan mental
kontinyu, misal cemas, bingung, letargi, pingsan. Mengkaji tanda Homan
(nyeri pada betis dengan posisi dorsofleksi), eritema, edema. Kolaborasi
dalam pemberian heparin.
Pada diagnosa ketiga Tindakan keperawatan yang dapat dilakkan adalah
Meningkatkan istirahat pasien. Membatasi aktivitas pada dasar nyeri/respons
hemodinamik. Menganjurkan pasien menghindari peningkatan tekanan
abdomen, misal mengejan saat defekasi.
Implementasi yang dissn masing-masing diagnosa sebanyak empat
intervensi keperawatan. Implementasi dissn ntk mengrangi kelhan yang
dirasakan klien.

E. EVALUASI
Tahap evalasi adalah di nilai keberhasilan dari ashan keperawatan yang
telah dilakkan berdasarkan tjan yang telah ditetapkan dari ketiga diagnosa
keperawatan yang telah ditegakkan. Ketiga masalah keperawatan Nyeri
berhubungan dengan iskemia jaringan sekunder terhadap sumbatan arteri.
Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan iskemik. Intoleran
aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen
miokard dan kebutuhan. Belm dapat di atasi dan akan dilanjtkan oleh perawat
rangan rawat inap.

30
BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Berdasarkan ashan keperawatan yang telah dilakukan pada Ny. C, maka
dapat disimpulkan sebagai berikt:
1. Pada pengkajian didapatkan data Nama Ny. C Umur 50 tahun Jenis
Kelamin perempan Agama Islam Suku bangsa jawa Pekerjaan gr Alamat
jln Tarmidzi Kadir No.23 Thehok jambi Alasan masuk rumah sakit
yaitu klien mengatakan nyeri dada sebelah kiri, menjalar ke leher, lengan
kiri dan punggung, rasa sakit seperti ditindih benda berat dan kadang rasa
terbakar, skala nyeri 8, klien juga mengatakan badannya terasa lemah.
Hasil pemeriksaan fisik: TTV : TD :170/90 mmhg, nadi 110x/menit, RR:
27x/menit, S: 35 oC, akral teraba dingin, CRT > 3 detik, kulit tampak
pucat, ekspresi wajah klien tampak meringis, klien tampak gelisah, klien
tampak sesak, bibir tampak sianosis. Pada hasil rekaman EKG tampak ST
depresi/Q patologis, T inverted.

2. Diagnosa keperawatan yang muncul ada 3 yaitu, Nyeri berhubungan


dengan iskemia jaringan sekunder terhadap sumbatan arteri. Gangguan
perfusi jaringan berhubungan dengan iskemik. Intoleran aktivitas
berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen miokard
dan kebutuhan.

3. Rencana ashan keperawatan dilakkan secara cepat dan tepat. Rencana


ashan keperawatan yang dilakkan dissn erdasarkan teori yang disesaikan
sitasi dengan kondisi rmah sakit. Prioritas intervensi dilakkan erdasarkan
kethan dasar mansia.

31
4. Implementasi secara umum belum dapat dilakkan sesai rencana.
Implementasi keperawatan yang dilakkan pada Ny. C adalah pemerian
terapi analgesik sesai indikasi.
5. Evaluasi dilakkan terhadap 3 diagnosa keperawatan yang telah di
tegakkan, diagnosa yang pertama Nyeri berhubungan dengan iskemia
jaringan sekunder terhadap sumbatan arteri elm teratasi. Gangguan perfusi
jaringan berhubungan dengan iskemik elm teratasi. Intoleran aktivitas
berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen miokard
dan kebutuhan elm teratasi.

B. SARAN
1. Bagi mahasiswa
Setelah memepelajari dan memahami makalah asuhan keperawatan
Infark Miokard Akut (IMA) ini, kelompok mengaharapkan kritik dan saran
yang membangun dari Mahasiswa STIKES HI Jambi.

2. Bagi Instansi
Kelompok berharap makalah ini dapat menjadi referensi tambahan
untuk PSIK STIKES HI Jambi dan kelompok mengahrapkan kritik dan
saran yang membangun dari Instansi kampus STIKES HI Jambi.

32
DAFTAR PUSTAKA

Udjianti,Wajan Juni.2010.Keperawatan Kardiovaskuler.jakarta:Salemba


medika
Corwin,Elizabeth J.2000.Buku Saku Patofisiologi.Jakarta:EGC
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid
II edisi V. Jakarta: Interna Publishing; 2009.
Robbins SL, Cotran RS, Kumar V. Buku Ajar Patologi Robbins. Jakarta:
EGC; 2007.
Fauci, Braunwald, Kasper, Hauser, Longo, Jameson, Loscalzo. 17th Edition
Harrison’s Principles of Internal Medicine. New South Wales : McGraw
Hill;2010.
Antono, Eko. Streptokinase pada Infark Miokard Akut di RSJHK [Thesis].
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007.
Antman EM, Braundwald E. Harrison’s Principles of Internal Medicine 17th
ed. New South Wales : McGraw Hill; 2010. Chapter 239, ST-Segment
Elevation Myocardial Infarction; p.1532-41

33

Anda mungkin juga menyukai