Disusun Oleh:
Fatimah Cheisya Lolyta
NIM:
G1A218064
1
HALAMAN PENGESAHAN
Disusun Oleh
Fatimah Cheisya Lolyta
G1A218064
PEMBIMBING
2
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa
atas segala limpahan kasih dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan
Case Report Session ini dengan judul “Stroke Non Haemoragik” Laporan ini
merupakan bagian dari tugas Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Penyakit
Saraf RSUD Raden Mattaher Jambi.
Terwujudnya laporan ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan dan dorongan
dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih
kepada dr. Freddy H. Aritonang Sp.S, selaku pembimbing yang telah memberikan
arahan sehingga laporan Case Report Session ini dapat terselesaikan dengan baik
dan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian laporan ini.
Penulis menyadari laporan ini masih banyak kekurangannya, untuk itu
saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan oleh penulis.Sebagai
penutup semoga kiranya laporan Case Report Session ini dapat bermanfaat bagi
kita khususnya dan bagi dunia kesehatan pada umumnya.
Penulis
3
BAB I
PENDAHULUAN
Stroke menurut WHO adalah suatu penyakit defisit neurologis akut yang
disebabkan oleh gangguan pembuluh darah otak yang terjadi secara mendadak
dan dapat menimbulkan cacat atau kematian.1
Stroke non hemoragik didefinisikan sebagai sekumpulan tanda klinik yang
berkembang oleh sebab vaskular. Gejala ini berlangsung 24 jam atau lebih pada
umumnya terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke otak, yang menyebabkan
cacat atau kematian.1
Stroke non hemoragik bisa terjadi akibat suatu dari dua mekanisme
patogenik yaitu trombosis serebri atau emboli serebri. Stroke memiliki etiologi
dan patogenesis yang multikompleks. Rumitnya mekanisme stroke
(cerebrovascular disease) disebabkan adanya integritas tubuh yang sempurna. Di
mana otak tidak berdiri sendiri di luar lingkup kerja jantung, susunan vascular,
metabolisme tubuh. Sehingga jika integritas itu diputuskan, maka akan timbul
kekacauan. 2,3,4
Secara garis besar, stroke dikategorikan dalam dua tipe, yaitu stroke iskemik
dan stroke hemoragik.2
Faktor risiko pada setiap jenis stroke berbeda. Pada stroke hemoragik, faktor
risikonya adalah hipertensi, alkoholisme, penggunaan antikoagulan, dan
trombolitik. Sedangkan pada stroke iskemik terdapat 4 faktor risiko terbesar yaitu
hipertensi, dislipidemia, diabetes, dan merokok. Etiologi pada kedua jenis stroke
berbeda. Pada stroke hemoragik etiologi nya meliputi aneurisma, pecahnya
pembuluh darah, tumor otak dan malformasi dari arteriovenosus. Sedangkan pada
stroke iskemik, etiologinya adalah aterosklerosis, kardioemboli, dan vasospasme.8
4
BAB II
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. S
Umur : 70 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku/Bangsa : Melayu/Indonesia
Agama : Islam
Alamat : Jl. Lingkar Selatan
Pekerjaan : IRT
No.Reg : 181069
MRS : 6 Juli 2019
DAFTAR MASALAH
No. Masalah Aktif Tanggal Masalah Tanggal
Pasif
1. Afasia Global 5 Juli 2019
2. Hemiparese Dekstra 6 Juli 2019
2. Hipertensi Grade II ± 20 tahun
5
2. Riwayat penyakit dahulu:
o Riwayat stroke 3 tahun yang lalu disertai lateralisasi ke kiri
o Riwayat tekanan darah tinggi terkontrol sejak ± 20 tahun yang lalu
o Riwayat Diabetes Mellitus tidak ada
o Riwayat penyakit kolesterol tidak diketahui
o Riwayat trauma tidak ada
4. Riwayat sosial, ekonomi, pribadi: Pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga
III. OBYEKTIF
1. Status Present (8 Juli 2019)
Kesadaran : Composmentis , GCS E:4 M:x V:x
Tekanan darah : 190/105 mmHg
Nadi : 98x/menit
Suhu : 36,5oC
Respirasi : 24x/menit
2. Status Internus
a. Kulit :Warna kulit sawo matang, tidak ikterik, tidak sianosis,
turgor kulit cukup, CRT < 2 detik dan teraba hangat.
b. Kepala :Normocephal, rambut berwarna hitam keputihan
Mata : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), RCL (+/+),
RCTL (+/+), pupil bulat, isokor 3 mm
Hidung : Deformitas (-), nyeri tekan (-), krepitasi (-), deviasi
septum (-), sekret (-/-)
Telinga : nyeri tekan (-/-), nyeri tarik (-/-), sekret (-/-)
Mulut : kering (-), sianosis (-)
Tenggorokan : Tidak dapat dinilai
c. Pemeriksaan Leher
a) Inspeksi : Tidak terdapat tanda trauma maupun massa
b) Palpasi : Tidak terdapat pembesaran KGB maupun kelenjar tiroid,
tidak terdapat deviasi trakea
d. Pemeriksaan Toraks
Jantung
6
a) Inspeksi : Ictus kordis tidak terlihat
b) Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS V linea midclavicula sinistra
c) Perkusi :
Batas atas kiri : ICS II garis parasternal sinsitra
Batas atas kanan : ICS II garis parasternal dekstra
Batas bawah kiri : ICS V garis midklavikula sinistra
Batas bawah kanan : ICS IV garis parasternal dekstra
d) Auskultasi: Bunyi jantung I dan II regular, murmur (-), gallop (-)
Paru
a) Inspeksi : Dinding toraks simetris, retraksi otot-otot pernapasan (-)
b) Palpasi : Tidak dapat dinilai
c) Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
d) Auskultasi: Suara napas vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
e. Pemeriksaan Abdomen
a) Inspeksi : Perut datar, massa (-), pulsasi abnormal (-)
b) Auskultasi : Bising usus (+) normal
c) Perkusi : Timpani pada seluruh lapang abdomen
d) Palpasi : Soepel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-)
k. Pemeriksaan Ekstremitas
Tidak terdapat jejas, bekas trauma, massa, dan sianosis (-/-)
Akral hangat (+/+), edema pretibial (-/-)
3. Status Psikiatri
Cara berpikir : NT
Perasaan hati : NT
Tingkah laku : normoaktif
Ingatan : NT
4. Status neurologikus
Kesadaran kualitatif : Compos Mentis
Kesadaran kuantitatif (GCS) : E4 VX MX
a. Kepala
Nyeri tekan : (-)
Simetris : (+)
Pulsasi : (+)
b. Leher
7
Sikap : Normal
Pergerakan : Normal
N III (Okulomotorius)
Sela mata Simetris Simetris
Ptosis Tidak ada Tidak ada
Pergerakan bola mata NT NT
Nistagmus NT NT
Ekso/endotalmus Tidak ada Tidak ada
Pupil
bentuk Bulat, isokor, F 3 mm Bulat, isokor, F 3 mm
reflex cahaya langsung + +
reflex cahaya tidak + +
langsung
Diplopia - -
N IV (Trochlearis)
Pergerakan bola mata NT NT
ke bawah-dalam
Diplopia - -
N V (Trigeminus)
Motorik
Membuka mulut NT NT
Mengunyah NT NT
Menggigit NT NT
Sensorik
Oftalmikus NT NT
8
Maksila NT NT
Mandibula NT NT
Refleks kornea NT NT
N VI (Abdusen)
Pergerakan bola mata NT NT
(lateral)
Diplopia - -
N VII (Fasialis)
Mengerutkan dahi NT NT
Menutup mata NT NT
Tersenyum NT NT
Tinggi alis NT NT
Sensasi lidah 2/3 depan NT NT
N VIII (Vestibularis)
Suara berbisik NT NT
Detik arloji NT NT
Rinne test NT NT
Weber test NT NT
Swabach test NT NT
Nistagmus NT NT
N IX (Glossofaringeus)
Sensasi lidah 1/3 blkg NT NT
Refleks muntah NT NT
N X (Vagus)
Arkus faring NT
Berbicara NT
Menelan NT
Refleks muntah NT
N XI (Assesorius)
Memalingkan kepala NT
Mengangkat bahu NT NT
N XII (Hipoglosus)
Kedudukan lidah NT
ketika dijulurkan
Atropi papil NT
Tremor NT
Disatria NT
9
Badan Kanan Kiri
10
Motorik
Respirasi Simetris Simetris
Duduk Simetris Simetris
Bentuk kolumna vertebralis - -
Pergerakan kolumna - -
vertebralis
Sensibilitas
Taktil NT NT
Nyeri NT NT
Thermi NT NT
Reflek
Reflek kulit perut atas NT NT
Reflek kulit perut tengah NT NT
Reflek kulit perut bawah NT NT
Anggota Gerak Atas
Motorik
Pergerakan NT Baik
Kekuatan 1 5
Tonus Normal Normal
Trofi - -
Sensibilitas
Taktil NT NT
Nyeri NT NT
Thermi NT NT
Reflek
Biseps + +
Triseps + +
Radius + +
Ulna + +
Hoffman-Tromner - -
11
Nyeri NT NT
Thermi NT NT
Reflek
Patella + +
Achilles + +
Babinsky - -
Chaddock - -
Rossolimo - -
Mendel-Bechterew - -
Schaefer - -
Oppenheim - -
Klonus Paha - -
Klonus Kaki - -
Tes Laseque - -
Tes Kernig - -
F. Gerakan-gerakan Abnormal
Gerakan-gerakan Abnormal Hasil Pemeriksaan
Tremor -
Athetosis -
Miokloni -
Khorea -
G. Alat Vegetatif
12
Alat Vegetatif Hasil Pemeriksaan
Miksi Normal
Defekasi -
H. Tes tambahan
Tes Nafziger NT
Tes Valsava NT
I. Tanda Rangsang Meningeal: (-)
I. Kaku kuduk : -
II. Brudzinsky 1 : -
III. Brudzinsky 2 : -|-
IV. Brudzinsky 3 : -|-
V. Brudzinsky 4 : -
VI. Laseque : >700 / >700
VII. Kernig : >1350 / >1350
J. Pemeriksaan Badan dan Anggota Gerak :
Motorik: kekuatan anggota gerak atas kanan dan kiri: 1|5
Kekuatan anggota gerak bawah kanan dan kiri: 1|5
L. Refleks patologis:
a. Babinsky (-/-)
b. Chaddock (-/-)
c. Oppenheim (-/-)
d. Gordon (-/-)
e. Scaeffer (-/-)
f. Mendel-Bechterew (-/-)
13
PLT 272(109/L) 100 – 300
Hb 13,4 g/dL 11 – 16
Ht 39,4% 35 – 50
14 mg/dL 15-39
RESUME
S: pasien datang dengan keluhan bicara pelo terjadi mendadak + 1 hari
SMRS. 4 jam setelah MRS pasien mengalami kelemahan anggota gerak
sebelah kanan yang terjadi secara mendadak.
O:
Kesadaran: Composmentis, GCS: 15 E:4 M:x V:x
Tekanan darah : 190/105 mmHg
Nadi : 98x/menit
Suhu : 36,5oC
Respirasi : 24x/menit
Pemeriksaan ekstremitas :
Motorik: kekuatan ekstremitas atas dextra dan sinistra: 1/5
Kekuatan ekstremitas bawah dextra dan sinistra: 1/5
14
Gerakan ekstremitas atas dextra tidak ada sinistra baik gerakan ekstremitas
bawah dextra tidak ada dan sinistra baik.
Tanda Rangsang meningeal :
Kaku kuduk :-
Brudzinsky 1 :-
Brudzinsky 2 : -|-
Brudzinsky 3 : -|-
Brudzinsky 4 :-
Laseque : >700 / >700
Kernig : >1350 / >1350
15
A : Diagnosis Klinis :
1. Global afasia
2. Hemiparese dekstra
3. Hipertensi grade II
Diagnosis Topis : Infark hemisfer sinistra
Diagnosis Etiologi : SNH
P:
Non Medikamentosa :
- Bed Rest
- Elevasi kepala 30 derajat
- Latihan berbicara dan menggerakkan anggota gerak
Medikamentosa
- IVFD Asering 20 gtt/menit
Inj. Mecobalamin 3x1 amp
Inj. Citicolin 2x1 amp
Inj. Omz 2x1 amp
P.O aspilet 4x80 mg
P.O Candesartan 1x8 mg
P.O Amlodipin 1x10 mg
P.O Neuroaid 2x1 tab
P.O Lanaginkola 2x1 tab
Mx : Pantau tanda-tanda vital dan status neurologi.
16
Ex :
Beri penjelasan kepada keluarga dan pasien mengenai penyakit pasien, faktor
risiko, penatalaksanaan, komplikasi serta prognosisnya.
Posisi tidur pasien 30º.
Ajari keluarga pasien untuk melatih pergerakan anggota gerak pasien
Beri tahu pasien bahwa faktor risiko yang dimiliki pasien untuk terjadinya
penyakit ini adalah hipertensi. Oleh karena itu, jika pasien dibolehkan pulang,
pasien tetap harus mengontrol life style dan rajin kontrol ulang.
V. PROGNOSIS
- Quo ad vitam : dubia ad bonam
- Quo ad fungsionam : dubia ad bonam
- Quo ad sanationam : dubia ad malam
17
Inj. Mecobalamin 3x1 amp
18
Aspilet 1x80 mg
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi Stroke
Stroke menurut WHO adalah suatu penyakit defisit neurologis akut yang
disebabkan oleh gangguan pembuluh darah otak yang terjadi secara mendadak
dan dapat menimbulkan cacat atau kematian.1
3.2 Epidemiologi
Stroke adalah penyebab kematian kedua terbesar di dunia dan penyebab paling
umum ketiga dari disability-adjusted life-years (DALYs).9
Pada tahun 2013, stroke iskemik menyumbang:
67% dari 10,3 juta stroke baru yang terjadi di seluruh dunia.
71% dari sekitar 25,7 juta orang yang selamat dari stroke.
51% dari 6,5 juta kematian akibat stroke.
58% dari 113 juta DALY karena stroke.
Organisasi Kesehatan Dunia telah meramalkan bahwa DALY yang hilang
akibat stroke akan meningkat dari 38 juta pada 1990 menjadi 61 juta pada 2020.
19
Gambar 1. Epidemiologi Stroke Iskemik
Perbedaan geografis
Ada perbedaan geografis dalam beban stroke, pada negara-negara berpenghasilan
rendah dan menengah menanggung beban stroke terbesar. Pada tahun 2013,
jumlah kematian akibat stroke adalah 4,85 juta di negara-negara berpenghasilan
rendah dan menengah dibandingkan 1,6 juta di negara-negara berpenghasilan
tinggi. Demikian juga, jumlah DALY di negara-negara berkembang adalah 91,4
juta dibandingkan 21,5 juta di negara-negara berpenghasilan tinggi.9
20
Gambar 2. Distribusi proporsional stroke iskemik
Perbedaan jenis kelamin
Kejadian global yang lebih tinggi dari stroke iskemik tetapi tidak haemorrhagic
dilaporkan pada pria dibandingkan pada wanita. Tingkat kejadian pada wanita
telah menurun secara signifikan antara tahun 1990 dan 2013, tetapi pada pria
penurunannya tidak signifikan. Jumlah DALY yang hilang karena stroke adalah
serupa pada pria dan pada wanita, meskipun DALY yang hilang telah meningkat
pada kedua jenis kelamin dari 1990-2013.9
3.3 Etiologi
a. Emboli
Sumber embolisasi dapat terletak di arteria karotis atau vertebralis akan tetapi
dapat juga di jantung dan sistem vaskuler sistemik.10
a) Embolisasi kardiogenik dapat terjadi pada:
Penyakit jantung dengan “shunt” yang menghubungkan bagian kanan
dengan bagian kiri atrium atau ventrikel;
Penyakit jantung rheumatoid akut atau menahun yang meninggalkan
gangguan pada katup mitralis;
21
Fibralisi atrium;
Infark kordis akut;
Embolus yang berasal dari vena pulmonalis
Kadang-kadang pada kardiomiopati, fibrosis endrokardial, jantung
miksomatosus sistemik;
b) Embolisasi akibat gangguan sistemik dapat terjadi sebagai:
Embolia septik, misalnya dari abses paru atau bronkiektasis.
Metastasis neoplasma yang sudah tiba di paru.
Embolisasi lemak dan udara atau gas N (seperti penyakit “caisson”).
Emboli dapat berasal dari jantung, arteri ekstrakranial, ataupun dari right-
sided circulation (emboli paradoksikal).Penyebab terjadinya emboli kardiogenik
adalah trombi valvular seperti pada mitral stenosis, endokarditis, katup buatan),
trombi mural (seperti infark miokard, atrial fibrilasi, kardiomiopati, gagal jantung
kongestif) dan atrial miksoma. Sebanyak 2-3% stroke emboli diakibatkan oleh
infark miokard dan 85% di antaranya terjadi pada bulan pertama setelah
terjadinya infark miokard.11
b. Trombosis
Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah besar
(termasuk sistem arteri karotis) dan pembuluh darah kecil (termasuk sirkulus
Willisi dan sirkulus posterior).Tempat terjadinya trombosis yang paling sering
adalah titik percabangan arteri serebral utamanya pada daerah distribusi dari arteri
karotis interna.Adanya stenosis arteri dapat menyebabkan terjadinya turbulensi
aliran darah (sehingga meningkatkan resiko pembentukan trombus aterosklerosis
(ulserasi plak), dan perlengketan platelet. Penyebab lain terjadinya trombosis
adalah polisetemia, anemia sickle sel, displasia fibromuskular dari arteri serebral,
dan vasokonstriksi yang berkepanjangan akibat gangguan migren. Setiap proses
yang menyebabkan diseksi arteri serebral juga dapat menyebabkan terjadinya
stroke trombotik (contohnya trauma, diseksi aorta thorasik, arteritis).11
Stroke iskemik dapat dijumpai dalam 4 bentuk klinis: 12
1. Serangan Iskemia Sepintas/Transient Ischemic Attack (TIA)
Pada bentuk ini gejalah neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran
darah di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam.
22
2. Defisit Neurologik Iskemia Sepintas/Reversible Ischemic Neurological
Deficit (RIND).
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih dari 24
jam, tapi tidak lebih dari seminggu.
3. Stroke progresif (Progressive Stroke/Stroke in evolution)
Gejala neurologik makin lama makin berat.
4. Stroke komplet (Completed Stroke/Permanent Stroke)
Gejala klinis sudah menetap. Kasus completed stroke ini ialah hemiplegi
dimana sudah memperlihatkan sesisi yang sudah tidak ada progresi lagi.
Dalam hal ini, kesadaran tidak terganggu
23
Asal stroke embolik dapat dari suatu arteri distal atau jantung.
Stroke yang terjadi akibat embolus biasanya menimbulkan defisit
neurologik mendadak dengan efek maksimum sejak awitan penyakit.
Biasanya serangan terjadi saat pasien beraktivitas. Pasien dengan stroke
kardioembolik memiliki risiko besar menderita stroke hemoragik di
kemudian hari.
d. Stroke kriptogenik
Biasanya berupa oklusi mendadak pembuluh intrakranium besar
tanpa penyebab yang jelas walaupun telah dilakukan pemeriksaan
diagnostik dan evaluasi klinis yang ekstensif.
24
dibandingkan pria.15 Dari penelitian yang dilakukan oleh BEACH pada
periode tahun 2000 sampai tahun 2013, prevalensi stroke di Australia
berdasarkan jenis kelamin ditemukan bahwa prevalensi kejadian stroke
lebih tinggi pada pria dibandingkan pada wanita dengan prevalensi
masing-masingnya 0,24% dan 0,16%.16, 17
Sementara itu dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Dinata et al
pada tahun 2013, didapatkan bahwa angka kejadian stroke lebih tinggi
pada wanita dibandingkan dengan pria dengan prevalensi sebesar 54,17%
pada wanita dan 45,83% pada pria. Namun, dari beberapa penelitian
menunjukkan hasil yang berbeda.5,18
3. Ras dan etnis
Terdapat perbedaan yang besar dari faktor risiko terjadinya stroke
dari setiap etnis atau ras. Etnis asli Afrika memiliki potensial terjadinya
semua jenis stroke dibandingkan dengan etnis kaukasia. Etnis Afrika
memiliki faktor risiko 1,2 kali lebih tinggi dibandingkan dengan etnis
Kaukasia dan faktor risiko tersebut lebih tinggi lagi pada stroke
hemoragik. Selain itu, dari hasil yang dilaporkan bahwa etnis Asia Timur
dan Afrika Amerika memiliki faktor risiko yang lebih tinggi
dibandingkan dengan etnis Kaukasia.19
4. Riwayat keluarga dan Genetik
Data dari Framingham Heart Study (FHS) menyebutkan bahwa
kejadian stroke pada individu akan meningkat sebanyak 3 kali apabila
terdapat riwayat orang tua terkena stroke pada usia 65 tahun. Individu
dengan kuintil tertinggi pada FRS dengan terdapat riwayat kejadian
stroke pada orang tua pada usia 65 tahun memiliki faktor risiko sebesar
25% untuk terjadinya stroke. Bila dibandingkan dengan individudengan
kuintil tertinggi pada Framingham Risk Score (FRS) tapi tidak
terdapatnya riwayat keluarga hanya memiliki faktor risiko sebesar 7,5%
untuk terjadinya stroke.4
Selain itu, terdapat juga faktor genetik yang ikut berperan dalam
kejadian stroke. Sebagaimana halnya pada penyakit sickle cell, penyakit
25
inimemiliki risiko yang besar untuk terjadinya stroke pada masa kanak-
kanak dengan prevalensi sebanyak 11% terjadinya infark serebri pada
usia 20 tahun. Variasi dari polimorfisme nukleotida tunggal (SNP) juga
berperan dalam peningkatan risiko stroke. Sebagai contoh, variasi dari
SNP pada kromosom 9p21 memiliki hubungan dengan kejadian stroke
khususnya pada stroke pada pembuluh darah besar.19
b. Faktor risiko yang dapat diubah
1. Hipertensi
Tekanan darah adalah salah satu faktor risiko yang penting pada
stroke baik pada stroke iskemik maupun stroke hemoragik. Tekanan
darah yang tinggi atau hipertensi berkontribusi dalam patogenesis stroke
melalui inisiasi dan akselerasi dari vaskulopati intraserebral.20Hipertensi
juga dapat memperburuk keadaan aterosklerosis sehingga dapat
meningkatkan kejadian stroke 3 sampai 4 kali lipat. Selain itu, risiko ini
semakin meningkat pada pasien dengan isolated systolic hypertension .21
Rata-rata sebanyak 77% penderita dengan serangan stroke pertama
memiliki tekanan darah lebih besar dari 140/90 mmhg. 4 Kejadian
hipertensi juga tidak terlepas dari faktor usia. Kejadian hipertensi akan
meningkat seiring dengan bertambahnya usia.20
Dari hasil penelitian yang dilakukan di RSUD Solok Selatan oleh
Dinata et al. (2013), didapatkan bahwa prevalensi hipertensi baik derajat
1 dan 2 pada pasien stroke memiliki angka sebesar 82,30% yang
diantaranya 43,76% pada pasien stroke iskemik dan 38,54% pada pasien
stroke hemoragik. Selain itu, data yang didapatkan dari UK Stroke
Association(2015) menyebutkan bahwa hipertensi memberikan
kontribusi atas 54% kejadian stroke di Inggris, Wales dan Irlandia
Utara.5,18
2. Diabetes mellitus
Diabetes mellitus (DM) diperkirakan meningkatkan risiko terjadinya
stroke iskemik sebesar 2 sampai 4 kali dibandingkan dengan individual
tanpa diabetes. DM juga akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas
26
setelah terjadinya stroke.Selain itu, kejadian DM pada pasien stroke akan
meningkatkan risiko terjadinya rekurensi dari stroke tersebut. Pada
pasien DM, umumnya terjadinya stroke trombus lakunar. Walaupun
demikian, tak selalu ditemukannya stroke jenis ini pada pasien DM.19
Mekanisme terjadinya stroke sekunder pada pasien diabetes diduga
disebabkan oleh serebrovaskular aterosklerosis dan cardioemblism. Pada
pasien diabetes dengan komplikasi retinopati dan neuropati, risiko
terjadinya stroke iskemik akan semakin meningkat.21Dari penelitian
menyebutkan bahwa terdapat kejadian hiperglikemia sebanyak 30-40%
pada pasien stroke iskemik akut. Keadaan hiperglikemia dihubungkan
dengan hasil fungsional yang buruk melalui perburukan dari kerusakan
iskemik yang sudah ada dengan cara gangguan dari rekanalisasi dan
peningkatan reperfusi dari bagian yang rusak.Kejadian diabetes ini
berkontribusi pada kejadian stroke di Inggris, Wales dan Irlandia Utara
sebesar 20%.18
Namun, gangguan metabolisme glukosa dan stroke iskemik pada
dasarnya mempunyai hubungan yang bidireksional. Pada pasien diabetes
seperti yang sudah disebutkan diatas, akan meningkatkan risiko
terjadinya stroke. Di lain hal, kejadian stroke akan menimbulkan kelainan
dari metabolisme glukosa yang nantinya sangat berhubungan dengan
prognosis pada pasien stroke.
3. Fibrilasi atrium
Fibrilasi atrium merupakan suatu supraventrikular takiaritmia yang
ditandai dengan aktivasi dan kontraksi atrium yang cepat dan tak
terkoordinasi.8 Kontraksi yang abnormal dari jantung akan menyebabkan
aliran darah yang tidak laminar pada atrium kiri. Aliran darah yang
terganggu akan menyebabkan terbentuknya bekuan darah, sehingga
apabila bekuan darah tersebut lepas dari tempat melekatnya akan
menyebabkan embolisasi pada arteri serebri atau bagian lain dari arteri.19
Kejadian fibrilasi atrium meningkatkan risiko stroke sebanyak 5 kali
lipat pada semua umur.4 Sementara itu, rata-rata 15% dari seluruh
27
kejadian stroke dihubungkan dengan fibrilasi atrium tanpa adanya
penyakit katup jantung.9Risiko terjadinya emboli pada penderita fibrilasi
atrium juga akan semakin meningkat apabila terdapat hubungan dengan
faktor risiko stroke lainnya seperti hipertensi, DM, dan usia diatas 75
tahun.21
4. Dislipidemia
Ketidakseimbangan lipid darah juga berperan dalam peningkatan
risiko terjadinya stroke walaupun tidak memainkan peranan yang
penting.19 Ketidakseimbangan ini berupa penurunan maupun penaikan
dari beberapa profil lipid pada darah. Peningkatan kadar LDL dapat
menyebabkan terjadinya penimbunan kolesterol didalam sel sehingga
terjadi pengerasan pada endotel pembuluh darah, proses ini disebut
aterosklerosis. Ini dikarenakan fungsi LDL yang bersifat membawa
kolesterol dari hati kedalam sel. Sedangkan fungsi HDL yaitu membawa
koleterol dari dalam sel menuju hati, sehingga apabila terjadi penurunan
pada kadar HDL maka akan menyebabkan tertimbunnya kolesterol di
dalam sel dan pada akhirnya akan mendukung terjadinya pembentukan
plak.5
Peningkatan kolesterol dapat dihubungkan dengan kejadian stroke
iskemik.Walaupun demikian, terdapat perbedaan patogenesis dari setiap
subtipe stroke iskemik. Peningkatan kolesterol total dihubungkan dengan
kejadian aterosklerosis pada arteri karotis dan kejadian infark serebral
dikarenakan penyakit pada arteri besar.
Namun menurut Elkind (2010) dalam penelitiannya, kadar kolesterol
non-HDL (LDL, VLDL, IDL) memang memiliki hubungan dengan risiko
terjadinya stroke iskemik. Sedangkan kadar HDL, trigliserida, dan
apolipoprotein tak memiliki hubungan dengan risiko terjadinya stroke
iskemik. Lain halnya dengan data yang didapatkan dari Honolulu Heart
Program dan NHLBI, data tersebut menunjukkan bahwa kadar HDL
yang rendah dapat meningkatkan risiko terjadinya stroke pada lelaki
jepang. Walaupun demikian, dari sebuah meta-analisis dari 23 studi pada
28
wilayah asia pasifik tidak menunjukkan adanya hubungan antara
rendahnya kadar HDL dan risiko stroke.4
3.5 Patogenesis dan patofisiologi stroke iskemik
Sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya, stroke iskemik terjadi
ketika tidak adekuatnya suplai darah pada salah satu bagian otak. Tidak
adekuatnya suplai ini dapat terjadi karena adanya hambatan pada aliran darah
menuju otak yang dapat disebabkan oleh adanya trombosis maupun emboli.
Pada dasarnya, pembentukan plak aterosklerosis-lah yang memudahkan
terjadinya kedua hal tersebut.
Aterosklerosis adalah inflamasi kronik pada tunika intima pembuluh darah
yang disebabkan oleh akumulasi lipid sehingga terjadi penebalan ke dalam
lumen pembuluh darah. Aterosklerosis memiliki peranan penting sebagai
penyebab dari beberapa penyakit seperti infark miokard, stroke iskemik, dan
penyakit arteri perifer. Erosi atau ruptur pada plak aterosklerosis ini akan
menyebabkan terbentuknya trombus sehingga memudahkan terjadinya
iskemik akut.21
Aterosklerosis sering mengenai bagian bifurkasio arteri, ini dikarenakan
turbulensi yang besar pada daerah tersebut. Turbulensi yang besar pada
daerah bifurkasio akan menyebabkan terbentuknya lesi pada daerah ini
sehingga memudahkan terjadinya penyelipan lipid kedalam intima.22Lokasi
tersering ditemukannya plak aterosklerosis pada pembuluh darah otak
terdapat pada arteri basilaris, arteri karotis interna, arteri serebral posterior,
arteri serebral anterior, dan arteri serebral media.23
Pembentukan plak aterosklerosis bergantung kepada beberapa faktor
risiko. Faktor risiko ini dapat dibagi menjadi risiko mayor dan risiko minor.
Faktor risiko mayor dibagi menjadi dua yaitu, faktor risiko yang dapat diubah
dan tidak dapat diubah. Faktor risiko yang tidak dapat dikendalikan meliputi
usia, jenis kelamin, riwayat keluarga dan kelainan genetik. Dan pada faktor
risiko yang dapat dikendalikan meliputi, hiperlipidemia, hipertensi, merokok,
dan diabetes. Sedangkan faktor risiko minor yaitu, kegemukan, kurangnya
aktivitas, stres, chlamydia pneumonia, dan lain-lain.Lesi aterosklerosis
29
diklasifikasikan dalam 3 bentuk tahapan yaitu, endapan lemak atau fatty
streak, plak fibrosa atau plak ateromatosa, dan lesi komplikata.Pada
umumnya, bercak perlemakan atau fatty streak sudah terbentuk pada usia
yang lebih muda. Bercak perlemakan ini dapat ditemukan pada semua anak
usia lebih dari 10 tahun. Namun, bercak perlemakan ini merupakan lesi yang
tidak meninggi sehingga tidak terjadi gangguan aliran darah.24
Sedangkan plak fibrosa atau plak ateroma adalah penebalan tunika intima
yang sudah meninggi. Plak fibrosa ini terdiri dari inti pusat lipid dan sisa-sisa
(debris) sel nekrotik yang ditutupi oleh jaringan fibromaskular yang banyak
mengandung kolagen dan sel-sel otot polos. Plak ateroma ini biasanya
muncul setelah dekade ketiga. Pada usia 20-30 tahun, plak ateroma jarang
sekali terlihat pada arteri karotis atau vertebrobasilaris. Setelah usia 30 tahun,
plak aterosklerosis ini dapat dilihat di berbagai tempat. Plak ateroma muncul
lebih awal pada arteri karotis interna dan arteri koroner dibandingkan arteri-
arteri eksstrakranial dan vertebrobasilaris. Sedangkan setelah usia 50 tahun,
pembentukan plak ateroma ini cenderung mengenai arteri-arteri serebral yang
kecil.
Pembentukan plak aterosklerosis diduga diawali oleh akumulasi
apolipoprotein b yang mengandung lipoprotein yang didominasi oleh LDL
pada tunika intima pembuluh darah. Pada awalnya, terjadi kerusakan sel
endotel pembuluh darah karena terpaparnya sel endotel ini oleh zat-zat iritan.
Faktor risiko yang dapat menyebabkan kerusakan endotel ini adalah merokok,
hipertensi, diabetes, peningkatan kadar LDL, penurunan kadar HDL, dan
autoimun.25 Setelah itu, Partikel LDL sangat rentan untuk masuk kedalam
tunika intima. Pada matriks ekstraseluler ini, partikel LDL bergabung dengan
proteoglikan. Produksi lipoprotein lipase yang dihasilkan oleh matriks
ekstraseluler akan memudahkan terjadinya penjebakkan LDL di tunika intima
ini. Selain lipoprotein lipase, fosfolipase dan sfingomyelinase juga berperan
dalam penjebakkan LDL pada tunika intima. Setelah terjebak di tunika
intima, partikel LDL diserang oleh enzim seperti NADPH oksida dan
myeloperoksidase. Penyerangan terhadap enzim ini akan mengubah partikel
30
LDL menjadi partikel LDL teroksidasi. LDL teroksidasi ini akan
menyebabkan stimulasi pada sitokin dan menginhibisi produksi dari NO.26
Selama modifikasi LDL, terjadi pelepasan fosfolipid teroksidase dan hal ini
akan mengaktifkan sel endotel dan makrofag. Pengaktifan tersebut akan
memicu produksi kemokin dan pengekspresian molekul adhesi dari leukosit.
Kedua hal tersebut bersama-sama memicu pergerakan monosit dan sel T
kedalam intima. Monosit yang masuk kedalam intima akan diubah menjadi
makrofag oleh growth factor lokal.22
31
Kemudian sel T yang masuk kedalam intima akan mengenal antigen yang
dipresentasikan oleh makrofag. Pengaktifan sel limfosit T didalam intima
akan menyebabkan dihasilkannya sitokin tipe Th-1, seperti interferon
gamma, TNF, dan limfotoksin yang secara keseluruhan merupakan
proaterogenik yang kuat. Sitokin ini juga dapat mengaktifkan makrofag.
Dengan masuknya dan pengaktifan makrofag dan sel T akan menyebabkan
akumulasi lipid di intima mengarah kepada proses inflamasi kronik dari
aterosklerosis.22
Selain itu, makrofag teraktivasi dan trombosit juga akan melepaskan
growth factor yang menyebabkan perpindahan otot polos dari media ke
intima.25Growth factor ini juga akan menyebabkan proliferasi dari otot polos.
Sel otot polos yang berada pada daerah kerusakan endotel akan berproliferasi,
dan menghasilkan kolagen. Kemudian akan bermigrasi kebagian atas dari
endapan lemak yang nantinya akan membatasi lesi dari lumen pembuluh
darah. Pada tahap ini, endapan lemak atau fatty streak menjadi plak ateroma
atau plak fibrosa. Plak fibrosa dapat mengalami pengerasan apabila terjadinya
penimbunan kalsium ke dalam plak fibrosa.25
32
yang bermakna. Bagaimanapun juga, apabila suatu saat permukaan plak
rusak, oklusi trombotik dari arteri dapat terjadi. Terjadinya ruptur atau erosi
pada plak akan menstimulasi aterotrombosis dengan cara pemaparan
material-material trombogenik yang terdapat didalam plak, seperti fosfolipid,
faktor-faktor jaringan, molekul-molekul matriks kepada faktor-faktor
koagulasi dan trombosit. Agrerasi trombosit yang terbentuk pada permukaan
yang tepapar bersifat stabil dikarenakan terdapatnya benang-benang fibrin.
Faktor-faktor jaringan, yang diekspresikan pada sel otot polos vaskular dan
makrofag yang terdapat pada plak aterosklerosis adalah inisiator primer dari
kaskade koagulasi darah yang mengarah kepada formasi fibrin.
Aterostrombus akan meluas dengan cepat dan bisa menyumbat lumen
pembuluh darah dalam hitungan menit, yang nantinya akan menyebabkan
iskemia dan infark.
33
Oklusi akut yang terdapat pada pembuluh darah otak akan menyebabkan
terjadinya penurunan aliran darah kepada bagian otak yang bersangkutan.
Besarnya pengurangan aliran darah otak bergantung kepada fungsi aliran
darah kolateral dan ini bergantung pada anatomi vaskular setiap individu,
daerah terjadinya oklusi, dan tekanan darah sistemik. Aliran darah otak (CBF)
normalnya berkisar 50mL/100 g jaringan otak per menit. Pengurangan alirah
darah otak menjadi <10 mL/g jaringan per menit sampai 0 akan menyebabkan
kematian jaringan otak dalam waktu 4-10 menit, <16-18 mL/100 g jaringan
setiap menitnya akan menyebabkan terjadinya infarksi dalam waktu satu jam,
dan <20 mL/100 g jaringan per menit akan menyebabkan terjadinya iskemia
tanpa terjadinya infarksi kecuali terjadinya perpanjangan waktu dalam
beberapa jam atau hari. Sebagai tambahan, disfungsi serebral terjadi saat
reduksi CBF dalam rentang 16-20 mL/100 g jaringan otak per menit.
Kegagalan pompa ion dan hilangnya homeotasis ion terjadi pada saat adanya
reduksi 10-12 mL/100 g jaringan otak per menit.26
Sel-sel saraf sangat tergantung pada metabolisme oksidatif dalam
menghasilkan ATP dalam jumlah yang besar untuk menunjang kebutuhan
energi. Pengurangan aliran darah menghambat dua komponen utama yang
sangat dibutuhkan dalam pembentukan energi ini, yakni oksigen dan glukosa.
Namun, sel-sel saraf dapat mengkompensasi pembentukan ATP dengan cara
alternatif yaitu oxygen-independent pathway yang lebih dikenal dengan
glikolisis (pengkonversian glukosa menjadi piruvat dan laktat).
Bagaimanapun juga, tanpa adanya reperfusi yang adekuat dan segera, strategi
melalui glikolisis tak mencukupi dalam penyuplaian energi yang dibutuhkan
sehingga pada akhirnya akan menyebabkan gangguan fungsi dan kematian
sel. Seperti mekanisme injuri lainnya, kekurangan energi lebih nyata terjadi
pada inti iskemik dibandingkan dengan bagian penumbra .27
Salah satu penggunaan energi pada sel adalah untuk mengatur gradien
ion transmembran. Hal ini terjadi karena mitokondria gagal membentuk ATP,
kegagalan pembentukan energi ini akan mengakibatkan gradien ion akan
menghilang. Kegagalan ini menyebabkan pompa ion membran seperti
34
Na+/K+-ATPase yang membutuhkan 2/3 energi yang dihasilkan dan yang
bertanggung jawab dalam mengatur konsentrasi K+ intrasel, gagal melakukan
fungsinya. Sebagai konsekuensinya, K+ merembes keluar dari sel dan
mendepolarisasi sel-sel yang bersebelahan, mengaktivasi voltage-gated ion
channels, peninggian kadar kalsium, dan pelepasan neurotransmiter.
Tingginya kadar K+ ekstraseluler bersamaan dengan glutamat akan
menyebabkan cortical spreading depression (CSD), suatu fenomena elektrik
yang berhubungan dengan depolarisasi saraf dan astrofit, yang mana
menggunakan energi lebih banyak lagi dan dapat memperluas daerah.27
Selama iskemia, konsentrasi kalsium sitosol dapat meningkat sampai
1000 kali. Masuknya Ca2+ ke dalam sel terjadi saat iskemia serebral sebagai
hasil dari turunnya kadar ATP dan depolarisasi membran, yang mengarah
kepada pembukaan voltage-dependent calcium channels (VDCC) dan
pembalikan dari pertukaran Na+-Ca2+. Selain itu, pemasukan Ca2+ juga dapat
terjadi melalui voltage-sensitive glutamate receptor-gated channel, kanal
transient receptor potensial (TRP) juga dapat masuk melalui acid-sensitive
ion channels yang di aktivasi oleh produksi ion H+ dari proses glikolisis.
Peningkatan natrium intraseluler yang diakibatkan tidak berfungsinya Na+/K+-
ATPase menyebabkan pertukaran Na+/Ca2+, yang mana normalnya
mengekspor Ca2+ dari dalam sel melawan gradien konsentrasinya menjadi
kebalikannya yaitu memasukkan Ca2+ kedalam sel. Sebagai tambahan, Ca2+
akan merangsang pengeluaran Ca2+ yang lebih besar dari retikulum
endoplasma. Saat terjadinya peningkatan Ca2+ intraseluler, kapasitas buffer-
Ca2+ dari organel-organel (mitokondria dan retikulum endoplasma) dan
protein pengikat Ca2+, keduanya menjadi kewalahan. Selanjutnya akan terjadi
pengaktivasian dari protease katabolik, lipase, dan nuklease, terganggunya
fungsi mitokondria, dan kematian sel.27
Kata excitotoxicity mengacu kepada efek patogen dari perangsangan
neurotransmiter, terutama glutamat. Iskemia akan menyebabkan terjadinya
excitotoxicity melalui depolarisasi yang menginduksi pelepasan glutamat dari
sinaps, melepaskan glutamat melalui kebalikan dari ambilan glutamat dari
35
astrosit, dan mengaktivasi voltage-sensitive glutamate receptor-gated
channels. Setelah terjadinya pelepasan glutamat dari sinaps, kelebihan kadar
glutamat ekstraseluler menghasilkan neurotoksisitas dengan mengaktifkan
reseptor glutamat pada post sinaps yang dapat mengakibatkan pemasukan
Ca2+ kedalam sel-sel saraf. Reseptor-resesptor utama yang terlibat dalam
excitotoxicity adalah N-methyl-D-aspartate (NMDA) dan reseptor ionotropic.
Aliran masuk Ca2+ melalui reseptor NMDA berkontribusi dalam disregulasi
dari Ca2+ itu sendiri. Sebagai tambahan, pemasukan Ca2+ melalui reseptor ini
dihubungkan kepada aktivasi dari nitric oxide synthase (NOS1) neuron, yang
mana menghasilkan gasotransmiter yang dikenal dengan Nitric Oxide (NO).
Keberadaan NO berkontribusi dalam kerusakan nitrosative. Sebaliknya, NO
yang dihasilkan oleh endothelial nitric oxide synthase (NOS3) memberikan
perlindungan pada keadaan iskemia, yang berfungsi sebagai vasodilator.27
Beberapa efek toksik dari iskemia dimediasi melalui produksi dari
reactive oxygen species (ROS) dan nitrogen-containing species (RNS).
Produksi radikal bebas ini dikarenakan terjadinya disfungsi dari mitokondria
dan degradasi membran lemak. ROS dapat langsung bereaksi dengan
makromolekul yang terdapat pada sel-sel otak yang menyebabkan kerusakan
dari protein, lipid, dan DNA, dan juga dapat mengoksidasi reduktan berat
molekul rendah, seperti glutathione (GSH), askorbat, dan alpha-tocopherol.
ROS dan RNS, Keduanya mencakup anion superoksida (O2-) dan NO, yang
mana apabila terjadi penggabungan dari keduanya akan menghasilkan
peroksinitrit (ONOO-) yang sangat merusak DNA. Selain merusak DNA,
efek lainnya adalah penghambatan dari enzim yang dihasilkan oleh
mitokondria dan fungsi mitokondria itu sendiri, mengaktivasi kanal ion,
menyebabkan terjadinya modifikasi kovalen dari berbagai protein, dan
memicu jalur kematian sel.27
Kematian sel iskemik mungkin terjadi karena beberapa mekanisme,
tergantung seberapa besar lokasi yang terkena dan seberapa lama waktu yang
terjadi. Kematian sel terjadi sangat cepat pada inti infarksi dan lebih lambat
terjadi pada bagian penumbra dan ketika terjadinya reperfusi. Kematian sel
36
yang cepat pada inti iskemik ditandai dengan nekrosis, pembengkakan dari
sel-sel dan organel, rupturnya membran, dan keluarnya kandungan
intraseluler ke ekstraseluler. Iskemia serebral akan merangsang respon
inflamasi yang melibatkan astrosit dan mikroglia pada awalnya dan diikuti
oleh neutrofil, limfosit, dan monosit. Inflamasi dimulai saat terjadinya oklusi
pada pembuluh darah dan diperkuat pada saat terjadinya kematian sel pada
parenkim otak. mediator-mediator molekular yang diinduksi oleh inflamasi
akibat iskemia termasuk diantaranya molekul-molekul adhesi, sitokin,
kemokin, dan protease. Walaupun respon inflamasi awal yang terjadi saat
iskemia akan memprovokasi terjadinya kerusakan sekunder, proses inflamasi
yang berikutnya diperkirakan sebagai proktektor dari sel-sel saraf atau
berkontribusi dalam perbaikan jaringan.27
37
stroke. Apabila didapatkan total skor 5 diindikasikan sebagai stroke derajat
ringan, total skor 6-20 diindikasikan sebagai stroke derajat sedang, dan total
skor 20 diindikasikan sebagai stroke derajat berat. 28Sebagaimana yang telah
disebutkan sebelumnya, terdapat beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan, yang diantaranya adalah pemeriksaan laboratorium dan
pemeriksaan radiologi. Pada pemeriksaan laboratorium meliputi tes glukosa
darah, penilaian panel metabolisme dasar, pemeriksaan darah lengkap, enzim
jantung, dan penilaian koagulasi. 12 sadapan EKG seharusnya dilakukan pada
semua pasien stroke, ini merupakan tingkat evidensi kelas 1 dengan
rekomendasi level B. Setelah pasien dalam kondisi stabil, pemeriksaan seperti
profil lipid dan hemoglobin A1c seharusnya dilaksanakan untuk penilaian
faktor risiko. Jika tidak terdapat etiologi yang teridentifikasi, penilaian
laboratorium yang lebih jauh dilaksanakan, seperti staus hiperkoagulasi,
gangguan genetik atau metabolis, atau kondisi-kondisi inflamasi.
Pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan CT-Scan
otak tanpa kontras, bila dicurigai adanya stroke. Selain itu pemeriksaan CT-
Angiography dengan atau tanpa penilaian perfusi dapat dilakukan untuk
penilaian aliran darah bilamana terjadinya oklusi vaskular. Bagaiamanapun
juga, pemeriksaan tersebut menggunakan kontras, oleh karena itu perlu
dilakukan penilaian fungsi ginjal sebelum dilakukan pemriksaan tersebut.
Angiografi serebral mungkin juga dilaksanakan secara emergensi, bila perlu
dilakukannya intervensi vaskular. Pada beberapa tahun terakhir, MRI juga
merupakan salah satu alat yang berguna dalam penilaian stroke. MRI yang
lebih mutakhir dapat menilai difusi dari cairan, yang mana diketahui sebagai
diffusion-weighted imaging (DWI), yang dapat menilai stroke akut dengan
jarak sekitar beberapa jam sampai 1 minggu. Hal ini sangat membantu pada
pasien dengan onset 24 sampai 48 jam. MR Angigraphy juga merupakan
metode yang membantu dalam penilaian vaskulasi intra dan ekstrakrania,
walaupun derajat stenosis dari pembuluh darah terkadang dinilai berlebihan
bila dibandingkan dengan yang sebenarnya. Teknik lainnya yang dapat
38
dilakukan yang mana bersifat noninvasif adalah USG karotis dan USG
doppler transkranial .29
Di Indonesia tidak semua rumah sakit memiliki peralatan seperti Ct-Scan.
Tes diagnostik pengganti yang dapat digunakan adalah Algoritma Stroke Gadjah
Mada (ASGM) dan Siriraj Stroke Score (SSS).30
3.7 Penatalaksanaan
Tatalaksana yang komprehensif dibutuhkan dalam penanganan kasus
stroke iskemik maupun stroke hemoragik. Pentalaksanaan ini sendiri dapat
dibagi menjadi dua yaitu tatalaksana umum dan tatalaksana khusus pada stroke
iskemik menurut guideline stroke tahun 2011 oleh perdossi.31
A. tatalaksana Umum di IGD dan Ruang rawat
1. Stablisasi jalan nafas dan pernafasan
2. Stabilisasi hemodinamik
3. Pengendalian peninggian tekanan intrakranial
4. Pengendalian kejang
5. Pengendalian suhu tubuh
6. Terapi cairan
7. Nutrisi
39
2. Pemberian obat yang dapat menyebabkan hipertensi tidak
direkomendasikan pada kebanyakan kasus stroke iskemik
3. Pemberian terapi trombolisis pada stroke akut
4. Pemberian antikoagulan
a. Antikoagulasi yang urgent dengan tujuan mencegah
timbulnya stroke ulang awal, menghentikan perburukan
defisit neurologis, atau memperbaiki keluaran setelah
stroke iskemik akut tidak direkomendasikan sebagai
pengobatan untuk pasien dengan stroke iskemik akut.
b. Antikoagulasi urgent tidak direkomendasikan pada
penderita stroke akut derajat sedang sampai berat karena
meningkatnya risiko komplikasi perdarah intrakranial
c. Inisiasi pemberian terapi antikoagulan dalam jangka waktu
24 jam bersamaan dengan pmeberian rtPA intravena tidak
direkomendasikan
d. Secara umum pemberian heparin, LMWH atau heparinoid
setelah stroke iskemik akut tidak bermanfaat. Namun,
beberapa ahli masih merekomendasikan heparin dosis
penuh pada penderita stroke iskemik akut dengan risiko
tinggi terjadinya reembolisasi, diseksi aorta atau stenosis
berat arteri karotis sebelum pembedahan. Kontraindikasi
nya adalah infark besa >50%, hipertensi yang tidak dapat
dikontrol, dan perubahan mikrovaskuler otak yang luas.
5. Pemberian antiplatelet
a. Pemberian aspirin dengan dosis awal 325 mg dalam 24
sampai 48 jam setelah awitan stroke dianjurkan untuk
setiap stroke iskemik akut.
b. Aspirin tidak boleh digunakan sebagai pengganti intervensi
akut pada stroke seperti rtPA intravena.
c. Jika direncanakan pemberian trombolitik, aspirin jangan
diberikan
d. Pemberian aspirin dalam 24 jam setelah pemberian
trombolitik tidak direkomendasikan
e. Pemberian klopidogrel saja atau tambahan dengan aspirin
tidak dianjurkan kecuali bila terdapat angina pektoris tak
40
stabil, non q-wave MI, pengobatan harus dilanjutkan
sampai 9 bulan.
3.8 Komplikasi
Komplikasi stroke:32
- Infeksi: Infeksi sering terjadi pada pasien stroke dan sering berhubungan
dengan keparahan klinis stroke. Imunosupresi pasca stroke mungkin
menyebabkan aktivasi asympathico-adrenal yang dapat dijumpai setelah
stroke yang berat dan berkontribusi menyebabkan infeksi pada pasien
stroke. Infeksi yang paling sering adalah ISK dan Pneumonia.
- Tromboemboli vena (Deep venous thromboembolism and pulmonary
embolism): frekuensi dan penyebab DVT dilaporkan terjadi pada 10-15%
pasien dan emboli pulmonal pada 3-4% pasien setelah stroke. Sejumlah
faktor yang meningkatkan resiko tromboemboli vena adalah imobilisasi,
dan juga komorbiditas yang meningkatkan resiko termasuk kondisi
neoplastik serta predisposisi genetik untuk tromboemboli vena.
- Komplikasi pada jantung: Komplikasi jantung adalah komplikasi yang
paling umum terjadi setelah stroke, seperti aritmia, dalam bentuk atrial
fibrilasi, penyakit jantung iskemik dan gagal jantung kongestif.
- Resiko jatuh: pasien dengan stroke beresiko tinggi untuk jatuh. Usia tua,
infeksi, gangguan kognitif, depresi, gangguan penglihatan, gangguan
keseimbangan, tungkai yang lemah, gangguan sensorik dapat
meningkatkan resiko jatuh.
- Lower urinary symptoms
- Konstipasi
- Delirium
- Depresi: hilangnya harapan, hilangnya kesenangan, kesulitan tidur dan
merasa bersalah akan kondisi dirinya dan selalu menyendiri.
3.9 Prognosis
Prognosis setelah terjadinya stroke tergantung kepada usia, etiologi stroke
itu sendiri, derajat keparahan deifisit neurologis dan tingkat ketergantungan, dan
41
beban komorbiditas. pada penelitian kohort yang dilakukan di US terdapat 10.000
pasien yang dirawat dengan stroke iskemik, memiliki tingkat mortalitas pada
tahun pertama dan tahun keempat secara berturut-turut sebesar 24,5% dan 41.3 %,
dan dengan tingkat kekambuhan sebesar 8.0 % dan 18.1 % secara berurutan.
Kematian yang lebih awal biasanya terjadi dikarenakan komplikasi
neurologis seperti edema serebri, dan peningkatan tekanan intrakranial atau
komplikasi medis dari ketergantungan dan imobilisasi. Mortalitas jangka panjang
biasanya disebabkan oleh penyakit kardiovaskular. 2/3 penderita stroke yang
bertahan mempunyai disabilitas kronik. Sebagai tambahan, pasien dengan stroke
meningkatkan risiko untuk terjadinya infark miokard, trombosis vena dalam,
infeksi traktus urinarius, fraktur pinggang, pneumonia. Komplikasi umum pada
stroke dalam jangka waktu yang lebih panjang adalah gangguan kognitif dan
demensia, depresi dan sindroma nyeri kronik.33
BAB IV
ANALISIS KASUS
42
Pada pasien ini di diagnosis stroke non hemoragik. Diagnosis di dapatkan
dari anamnesis serta pemeriksaan fisik. Selain itu pasien memenuhi kriteria
diagnosis untuk stroke non hemoragik.
Dari anamnesis di dapatkan pasien datang dengan keluhan bicara pelo
sejak 1 hari SMRS dan 4 jam setelah MRS pasien mengalami kelemahan kedua
anggota gerak sebelah kanan yang terjadi secara mendadak. Pasien memiliki
riwayat hipertensi sejak 20 tahun yang lalu dengan pengobatan yang,terkontrol.
Pada pasien ini ditemukan berupa gangguan fokal yaitu gejala-gejala yang
muncul akibat gangguan di daerah yang terlokalisir misalnya kelemahan akibat
lesi di traktus kortikospinal, sedangkan jika gangguan bersifat global/non fokal
dapat ditandai dengan afasia.
Hal ini juga ditunjang dari riwayat penyakit dahulu yang pasien miliki
yaitu hipertensi dan riwayat stroke 3 tahun yang lalu yang merupakan faktor
resiko terjadinya stroke. Stroke memiliki faktor resiko yang dikelompokan
menjadi faktor resiko yang dapat di modifikasi dan yang tidak dapat dimodifikasi.
Faktor resiko yang tidak dapat di modifikasi terdiri dari usia,jenis kelamin, ras dan
genetik. Sedangkan untuk faktor risiko yang dapat dimodifikasi yaitu hipertensi,
DM ,dyslipidemia dan atrial fibrilasi.
Pada pasien memenuhi beberapa faktor resiko untuk terjadinya stroke,
dimana kejadian stroke lebih banyak di temukan pada wanita di bandingkan pria,
selain itu pada pasien ini juga terdapat riwayat genetic pada ibu pasien yang
mengalami hipertensi dan stroke sehingga meningkatkan resiko untuk terjadinya
stroke.
43
Pemeriksaan reflek fisiologis didapatkan refleks normal, pemeriksaan
nervus cranialis tidak dapat dinilai karena pasien tidak kooperatif dikarenakan
afasia global.
Untuk menegakkan diagnosis dari stroke non hemoragik bisa menggunakan
score siriraj, dimana rumusnya adalah ( 2,5 x derajat kesadaran ) + ( 2 x vomitus )
+ ( 2 x nyeri kepala ) + ( 0,1 x tekanan diastolik ) – ( 3 x petanda ateroma ) – 12 =
Hasil : SS > 1 = Stroke Hemoragik
SS -1 hingga 1 = Perlu CT- Scan
SS < -1 = Stroke Non Hemoragik
Ket : - Derajat kesadaran : sadar penuh (0), somnolen (1), koma (2)
- Nyeri kepala : tidak ada (0), ada (1)
- Vomitus : tidak ada (0), ada(1)
- Ateroma : tidak ada peny. jtg, DM (0), ada (1)
Hasilnya pada pasien ini :
Skor Siriraj :
( 2,5 x 0 ) + ( 2 x 0 ) + ( 2 x 0 ) + ( 0,1 x 105 ) – ( 3 x 0) – 12 = -1,5
Dapat disimpilkan dari hasil perhitungan skor siirraj pasien ini mengarah ke
stroke non hemoragik.
Algoritme Gadjah Mada
Gejala dan Tanda Stroke Hemoragik Stroke non Hemoragik
Penurunan kesadaran + -
Nyeri kepala + -
Reflex babinski + -
Pasien didiagnosis etiologik yaitu Stroke non Hemoragik, karena dari
anamnesis terjadi secara mendadak dan saat istirahat. Hal ini juga sesuai dengan
Algoritma Stroke Gajah Mada, yaitu:
Penderita Stroke Akut è 1. Penurunan kesadaran
2. Sakit kepala
3. Refleks Babinsky
44
Pada pasien ini : Penurunan kesadaran (-), sakit kepala (-), refleks babinsky (-)
àStroke iskemik akut atau stroke infark.
Terapi yang diberikan pada penderita ini adalah IVFD asering 20 tetes/menit.
Diberikan inj.citicolin 2x500mg karena adanya penurunan perfusi pada otak,
dapat menimbulkan kerusakan diotak maka perlu diberikan neuroprotektor.
Citicoline adalah bentuk eksogen dari citydine-5-dihoshokoline yang digunakan
pada biosintesis membran, membatasi kematian/ disfungsi neuron setelah lesi SSP
dan mencoba untuk mempertahankan interaksi seluler di dalam otak sehingga
fungsi neuronal tidak terganggu dan meminimalkan lesi dengan menstabilkan
membran dan mengurangi pembentukan radikal bebas. Aspilet 1x 80 gr golongan
obat yaitu aspirin berfungsi untuk menghambat agregasi trombosit. Injeksi
mecobalamin 3x1 ampul adalah salah satu bentuk vitamin B12 yang sering
digunakan untuk mengobati neuropati perifer dan beberapa jenis anemia. Vitamin
B12 berfungsi untuk membantu tubuh memproduksi sel darah merah.
45
BAB V
KESIMPULAN
Stroke adalah suatu penyakit defisit neurologis akut yang disebabkan oleh
gangguan pembuluh darah otak yang terjadi secara mendadak dan dapat
menimbulkan cacat atau kematian.
46
Stroke iskemik berdasarkan penyebab terseringnya dapat dibagi kedalam
dua klasifikasi utama yaitu trombosis dan emboli. Kedua jenis ini menyebabkan
terjadinya oklusi dari pembuluh darah, baik terbentuknya trombus lokal pada plak
aterosklerosis maupun gumpalan embolus. Trombus maupun emboli, keduanya
bertanggung jawab atas 65% dari keseluruhan kasus stroke.9 Kejadian stroke
iskemik yang disebabkan trombosis merupakan sepertiga kasus stroke iskemik
secara keseluruhan. Sedangkan kejadian stroke iskemik yang disebabkan emboli,
meliputi seperempat kasus stroke iskemik secara keseluruhan.
Penegakkan diagnosis dapat didukung dengan penggunaan skor AGM dan
SSS. Pemeriksaan sederhana seperti penggunaan EKG dapat untuk melihat
kelainan gelombang. Selain itu, untuk menunjang diagnosis yang telah ada dapat
dilakukan brain CT-scan. Untuk melihat infark ataupun perdarahan yang terdapat
pada otak. Pemeriksaan penunjang lainnya juga dapat dilakukan seperti yang telah
disebutkan pada tinjauan pustaka.
Tatalaksana yang komprehensif dibutuhkan dalam penanganan kasus
stroke iskemik maupun stroke hemoragik. Pentalaksanaan ini sendiri dapat dibagi
menjadi dua yaitu tatalaksana umum dan tatalaksana khusus pada stroke iskemik
menurut guideline stroke tahun 2011 oleh perdossi. Prognosis setelah terjadinya
stroke tergantung kepada usia, etiologi stroke itu sendiri, derajat keparahan deifisit
neurologis dan tingkat ketergantungan, dan beban komorbiditas.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sacco RL, Kasner SE, Broderick JP, Caplan LR, Connors JJ, Elkind MSV,
et al, 2013. An updated definition of stroke for the 21st century. Stroke,
44: 2064-2089.
47
2. Ropper AH, Samuels MA, Klein JP, 2014. Adam’s and victor’s principles
of neurology. New York: McGraw-Hill Education.
3. Hanchaiphiboolkul S, Puthkhao P, Towanabut S, Tantirittisak T,
Wangphonphatthanasiri K, Termglinchan T, et al, 2014. Factors predicting
high estimated 10-year stroke risk: thai epidemiologic stroke study.
Journal of Stroke & Cerebrovascular Disease, 27(3): 1969-1974.
4. Go AS, Mozaffarian D, Roger VL, Benjamin EJ, Berry JD, Blaha MJ, et
al, 2014. Heart Disease and Stroke Statistics 2014 Update A Report From
the American Heart Association. Diunduh dari http://circ.ahajournals.org/
diakses pada 8Juli 2018.
5. Dinata CA, Safrita Y, Sastri S, 2013. Gambaran faktor risiko dan tipe
stroke pada pasien rawat inap di bagian penyakit dalam RSUD Kabupaten
Solok Selatan periode 1 Januari 2010 - 31 Juni 2012. Jurnal Kesehatan
Andalas: hal 57-67
6. Depkes RI, 2013. Riset Kesehatan Dasar. Diakses pada 8 Juli 2018
diunduh dari http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil
%20Riskesdas%202013.pdf.
7. Dinkes kota Padang, 2011. Profil Kesehatan Tahun 2012. Diakses pada 9
Juli 2018 diunduh dari https://dinkeskotapadang1.wordpress.com/profil-
kesehatan/profil-tahun-12-edisi-13/narasi-profil-12/.
8. Ferri FF, 2015. Ferri’s clinical advisor 2015: 5 books in 1. Philadelphia:
Elsevier.
9. Actylise. Epidemiology Stroke (online). 2018 (diakses 13 Juli 2018).
Diunduh dari: URL:
http://actilyse.com/overview/epidemiology
10. Snell RS. Neuroanatomi klinik. Edisi kedua.Jakarta: EGC. 1996
11. Price, sylvia anderson. Patofisiologi : konsep klinis proses-proses
penyakit.Ed. 4.jakarta : EGC, 1995.hal 1119-1122
12. PERDOSI. Standar Pelayanan Medis (SPM) dan Standar Prosedur
Operasional (SPO) Neurologi.2006.
13. Duus P Signs and síndromes of cerebral circulatory deficiencias. Dalam:
Duus P. Topical diagnosis in neurology: anatomy-physiology-signs-
symptoms (2nd revised.). New York: Thieme Medical Publishers, Inc.
1989.h. 298-300.
48
14. Biller J, Love BB, Schneck MJ, 2012. Vascular diseases of the nervous
system ischemic cerebrovascular disease. Dalam (Daroff RB, et al)
Bradley’s Neurology in Clinical Practice. Philadelphia: Elsevier, 1003-
1053.
15. Hisham MS, Bayraktutan U, 2013. Epidemiology, pathophysiology, and
treatment of hypertension in ischaemic stroke patients. Journal of Stroke
and Cerebrovascular Disease, 22(7): e4-e14.
16. Luitse MJA, Biessels GJ, Rutten GEHM, Kappelle LJ, 2012. Diabetes,
hyperglycaemia, and acute ischaemic stroke. Diakses pada 10 Juli
2018.Diunduh dari http://search.proquest.com/docview/922571645?
accountid=50268.
17. Pollack A, Harrison C, Henderson J, Miller G, 2014. Stroke. Diakses pada
10 Juli 2018.Diunduh dari
http://search.proquest.com/docview/1527703607?accountid=50268.
18. UK Stroke Association, 2015. State of the Nation Stroke statistics. Diakses
pada 9 Juli 2018 diunduh dari http://stroke.org.uk.
19. Lindgren A, 2014. Risk factors. Dalam (Norrving B, eds) Oxford Textbook
of Stroke and Cerebrovascular Disease. Oxford: Oxford University Press,
9-18.
20. Hisham MS, Bayraktutan U, 2013. Epidemiology, pathophysiology, and
treatment of hypertension in ischaemic stroke patients. Journal of Stroke
and Cerebrovascular Disease, 22(7): e4-e14.
21. Hansson GK, Hamsten A, 2012. Atherosclerosis, thrombosis, and vascular
biology. Dalam (Goldman L, Schafer AI) Goldman-Cecil Medicine, 24th
edition. Philadelphia: Elsevier, 409-412.
22. Mardjono M, Sidharta P, 2012. Neurologi klinis dasar : Mekanisme
Gangguan Vaskular Susunan Saraf. Jakarta, hal 296-273.
23. Qureshi AI, Caplan LR, 2014. Intracranial atherosclerosis. The Lancet,
383(9921): 984-998.
24. Mitchell RN, Schoen FJ, 2010. Blood vessels. Dalam (Kumar V, Abbas
AK, Fausto N, Aster JC, eds) Robbins and Cotran Pathologic Basis of
Disease, 8th edition. Philadelphia: Elsevier, 496-506.
25. Brown CT, 2014. Penyakit aterosklerotik koroner. Dalam (Price SA,
Wilson LM, eds) Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit
Edisi 6. Penerjemah: Brahm U. Pendit, Huriawati Hartanto, Pita
49
Wulansari, dan Dewi Asih Mahanani. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC, 576-580.
26. Tang XN, Zheng Z, Yenari MA, 2007. Pathogenesis of brain injury
following ischemic stroke. Dalam (Bhardwaj A, Alkayed NJ, Kirsch JR,
Traystman RJ, eds) Acute Stroke: Bench to Bedside. New York: Informa
Healthcare USA, 187-193.
27. Greenberg DA, Aminoff MJ, Simon RP, 2012. Clinical neurology. New
York: McGraw Hill Lange.
28. Rockman CB, Maldonado TS, 2014. Cerebrovascular disease: general
considerations. Dalam (Cronenwett JL, Johnston KW, eds) Rutherford’s
Vascular Surgery, 8th Edition. Philadelphia: Elsevier, 1456-1472.
29. Moheet AM, Katzan I, 2010. Stroke, Disease management project 2010.
30. Singh H, Gupra JB, Gupta MS, Aggarwal R. Assesment of utility of Siriraj
Stroke Score (SSS) di BD Sharma PGIMS hospital, Rohtak, India. Med J
Indones.2001:10(3);164-8.
31. Pokdi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Guideline
stroke tahun 2011. 1-132.
32. Norrving, B0. Stroke and Cerebrovascular Disorders. United Kingdom:
Oxford University Press; 2014.
33. Mcgrath E, canavan L, O’donell M, Stroke. Dalam (Hoffman R, Benz EJ,
Silberstein LE, Heslop HE, Weitz JI, Anastasi J, et al ) Hematology: Basic
Practice and Principles. Philadephia : Elsevier. 2017; 2122-2141.
50