Anda di halaman 1dari 15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Telinga

Gambar 2.1 Anatomi Telinga

Telinga terdiri atas 3 bagian yaitu telinga luar, tengah dan dalam. Telinga
terdiri dari bagian luar, tengah dan dalam. Telinga bagian luar terdiri dari aurikula,
meatus acusticus externus dan dan membran timpani bagian luar. Telinga tengah
terdiri dari membran timpani bagian dalam, cavitas timpani yang berisi ossicula
auditiva, muskulus, cellulae mastoid; aditus ad antrum dan tuba auditiva. Telinga
dalam terdiri dari labirintus osseus dan labirintus membranaceus. Labirintus
osseus yaitu koklea dan labirintus membranacea terbagi menjadi labirintus
vestibularis (sakulus, utrikilus, canalis semisirkularis), duktus koklearis (skala
vestibule, skala media, skala timpani), sakus duktus endolimpatikus.6
Telinga tengah berbentuk kubus dengan: 1
- Batas luar : membran timpani
- Batas depan : tuba Eustachius
- Batas bawah : vena jugularis
- Batas belakang: aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis

3
4

- Batas atas : tegmen timpani (meningen/otak)


- Batas dalam : kanalis semi sirkularis horizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong,
tingkap bundar dan promontorium
Peradangan pada telinga tengah dapat dilihat dari membran timpani.
Membran timpani merupakan sebuah kerucut yang tidak teratur, puncaknya
dibentuk oleh umbo. Membran timpani orang dewasa berdiameter sekitar 9 mm
dan membentuk sudut lancip yang berhubungan dengan dinding inferior liang
telinga luar. Anulus fibrosus dari membran timpani mengaitkannya pada sulkus
timpanikus. Selain itu, membran timpani melekat erat pada maleus yaitu pada
prosesus lateral dan umbo.7 Membran timpani dipisahkan menjadi bagian atas
pars flaksid (membran Shrapnell) dan bagian bawah pars tensa (membran
propria).1 Membran timpani merupakan struktur trilaminar. Permukaan lateralnya
dibentuk oleh epitel skuamosa, sedangkan lapisan medial merupakan kelanjutan
dari epitel mukosa dari telinga tengah. Di antara lapisan ini terdapat lapisan
jaringan ikat, yang dikenal sebagai pars propria. Pars propria di umbo ini berguna
untuk melindungi ujung distal manubrium.7 Bayangan penonjolan bagian bawah
maleus pada memban timpani disebut sebagai umbo. Dari umbo bermula suatu
reflek cahaya ke arah bawah yaitu pada pukul 7 untuk membran timpani kiri dan
pukul 5 untuk membran timpani kanan (Gambar 1). Membran timpani dibagi
menjadi 4 kuadran, dengan menarik garis searah dengan prosesus longus maleus
dan garis yang tegak lurus pada garis itu di umbo, sehingga didapatkan bagian
atas-depan, atas-belakang, bawah-depan serta bawah-belakang, untuk menyatakan
letak perforasi membran timpani. Di dalam telinga tengah terdapat tulang-tulang
pendengaran yaitu maleus, inkus dan stapes.1 Sumbatan pada tuba Eustachius
merupakan faktor utama penyebab terjadinya OMA. Tuba eustachius meluas
sekitar 35 mm dari sisi anterior rongga timpani ke sisi posterior nasofaring dan
berfungsi untuk ventilasi, membersihkan dan melindungi telinga tengah. Lapisan
mukosa tuba dipenuhi oleh sel mukosiliar, penting untuk fungsi pembersihannya.
Bagian dua pertiga antromedial dari tuba Eustachius berisi fibrokartilaginosa,
sedangkan sisanya adalah tulang. Dalam keadaan istirahat, tuba tertutup.
Pembukaan tuba dilakukan oleh otot tensor veli palatini, dipersarafi oleh saraf
5

trigeminal. Panjang tuba orang dewasa 37,5 mm dan pada anak di bawah 9 bulan
adalah 17,5 mm.1

Gambar 2.2. Membran timpani normal pada telinga kanan. 1 = pars


flaksid; 2 = prosesus brevis maleus; 3 = tangan dari maleus;4 = umbo; 5 =
resesus supratuba; 6 = orifisium tuba; 7 = sel udara hipotimpani; 8 = tendon
stapedius; c = chorda tympani; I = inkus; P = promontorium;o=oval
window; R=round window; T = tensor timpani; A = anulus.8
2.2 Otitis media akut (OMA)
2.2.1 Definisi
Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga
tengah, tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Otitis media dibagi
menjadi otitis media supuratf dan otitis media non supuratif (otitis media serosa,
otitits media sekretoria, otitis media musinosa, otitis media efusi/OME). Masing-
masing golongan mempunyai bentuk akut dan kronis, yaitu otitis media supurati
akut ( otitis media akut=OMA) dan otitis media supuratif kronik (OMSK/OMP).
Begitu pula otitis media serosa terbagi menjadi otitis media serosa akut
(barotraumas = aerotitis) dan otitis media serosa kronis. Selain itu terdapat juga
otitis media tuberkulosa atau otitis media sifilitika. 1
6

Otitis media akut didefinisikan bila proses peradangan pada telinga tengah
yang terjadi secara cepat dan singkat (dalam waktu kurang dari 3 minggu) yang
disertai dengan gejala lokal dan sistemik.

2.2.2 Etiologi
OMA terjadi karena faktor pertahanan tubuh terganggu. Sumbatan tuba
eustachius merupakan faktor penyebab utama dari otitis media. Karena fungsi
tuba terganggu, pencegahan invasi kuman kedalam telinga tengah juga terganggu,
sehingga kuman masuk kedalam telinga tengah dan terjadi peradangan. Dikatakan
juga pencetus terjadinya OMA adalah infeksi saluran napas atas. Pada anak,
makins erring anak terserang infeksi saluran napas, makin besar kemungkinan
terjadinya OMA. 1
Otitis media akut bisa disebabkan oleh bakteri dan virus. Bakteri yang
paling sering ditemukan adalah Streptococcus pneumaniae, diikuti oleh
Haemophilus influenza, Moraxella catarrhalis, Streptococcus grup A, dan
Staphylococcus aureus. Beberapa mikroorganisme lain yang jarang ditemukan
adalah Mycoplasma pneumaniae, Chlamydia pneumaniae, dan Clamydia
tracomatis.9
Virus terdeteksi pada sekret pernafasan pada 40-90% anak dengan OMA,
dan terdeteksi pada 20-48% cairan telinga tengah anak dengan OMA. Virus yang
sering sebagai penyebab OMA adalah respiratory syncytial virus. Selain itu bisa
disebabkan virus parainfluenza (tipe 1,2, dan 3), influenza A dan B, rinovirus,
adenovirus, enterovirus, dan koronavirus. Penyebab yang jarang yaitu
sitomegalovirus dan herpes simpleks. Infeksi bisa disebabkan oleh virus sendiri
atau kombinasi dengan bakteri lain.9
7

2.2.3 Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya OMA dimulai saat ada kuman hematogen atau
perkontinuatum yang menginfeksi tubuh dan menyebabkan infeksi saluran
pernafasan atas (ISPA). Seperti kita ketahui nasofaring (salah satu bagian saluran
pernafasan atas) dihubungkan dengan cavum timpani (rongga telinga tengah)
melalui tuba Eustachius. Kuman dari infeksi pada saluran pernafasan atas dapat
menyebar hingga ke tuba Eustachius, menyebabkan radang pada mukosa tuba
Eustachius yang pada akhirnya menyebabkan terjadinya gangguan pada motilitas
silia tuba, dimana silia tuba menjadi lumpuh. Silia yang lumpuh ini
mengakibatkan disfungsi tuba sehingga fungsi pencegahan invasi kuman menjadi
terganggu dan kuman dapat masuk ke dalam telinga tengah dan mengakibatkan
peradangan telinga tengah.1
Pada banyak kasus pencetus OMA disebabkan oleh infeksi saluran nafas
atas yang mengakibatkan kongesti, bengkak dari mukosa nasalis, nasopharynx dan
tuba eustachius. Sumbatan dari isthmus tuba auditiva akibat dari penimbunan
secret dari telinga tengah: hasil perlawanan tubuh terhadap bakteri atau virus yang
berupa nanah sebagai penyebab utama OMA. Perluasan radang atau infeksi dari
hidung atau nasopharinx kedalam cavum tympani dimungkinkan akibat ada
hubungan langsung hidung dan cavum tympani melalui tuba eustachius serta
persamaan jenis mukosa antara kedua tempat tersebut.
Pembengkakan pada jaringan sekitar saluran tuba eustachius dapat
menyebabkan lender yang dihasilkan sel-sel di telinga tengah berkumpul di
belakang gendang telinga. Jika lender dan nanah bertambah banyak, pendengaran
8

dapat terganggu karena gendang telinga dan tulang-tulang kecil penghubung


gendang telinga dengan organ pendengaran di telinga dalam tidak dapat bergerak
bebas. Kehilangan pendengaran yang dialami sekitar 24 db (bisikan halus).
Namun cairan yang lebih banyak dapat menyebabkan gangguan pendengaran
hingaa 45 db (kisaran pembicaraan normal). Selain itu telinga juga akan terasa
nyeri. Dan yang paling berat, cairan yang banyak tersebut dapat merobek gendang
telinga karena tekanannya.

2.2.4 Stadium
Perubahan mukosa tengah sebagai akibat infeksi dapat dibagi menjadi 5
stadium:
1. Stadium Oklusi Tuba Eustachius.
Tanda adanya oklusi tuba eustachius ialah gambaran retraksi
membrane tympani akibat terjadinya tekanan negative dalam telinga tengah,
akibat absorbsi udara, hal ini diakibatkan oleh adanya radang di mukosa
hidung dan nasofaring karena infeksi saluran nafas atas berlanjut ke mukosa
tuba eustachius. Keadaan ini mengakibatkan fungsi tuba eustachius dan
mukosa cavum tympani. Akibatnya mukosa tuba eustachius mengalami
edema yang akan menyempitkan lumen tuba eustachius. Keadaan ini
mengakibatkan fungsi tuba eustachius terganggu (fungsi ventilasi dan
drainase). Stadium ini ditandai dengan gambaran retraksi membran timpani
akibat tekanan negatif telinga tengah. Membran timpani kadang tampak
normal atau berwarna suram. Keluhan yang dirasakan: telinga terasa penuh
(seperti kemasukan air), pendengaran terganggu, nyeri pada telinga
(otalgia), tinnitus.1
2. Stadium Hiperemis.
Pada stadium hiperemis, tampak pembuluh darah yang melebar di
membrane tympani atau seluruh membrane tympani tampak hiperemis serta
edema secret yang telah terbentuk mungkin masih bersifat eksudat yang
serousa sehingga masih sukar terlihat. Pada stadium ini tampak pembuluh
9

darah yang melebar di sebagian atau seluruh membran timpani, membran


timpani tampak hiperemis disertai edem.1
Hiperemis disebabkan oleh oklusi tuba yang berpanjangan sehingga
terjadinya invasi oleh mikroorganisme piogenik. Proses inflamasi berlaku di
telinga tengah dan membran timpani menjadi kongesti. Stadium ini
merupakan tanda infeksi bakteri yang menyebabkan pasien mengeluhkan
otalgia, telinga rasa penuh dan demam. Pendengaran mungkin masih normal
atau terjadi gangguan ringan, tergantung dari cepatnya proses hiperemis.
Hal ini terjadi karena terdapat tekanan udara yang meningkat di kavum
timpani. Gejala-gejala berkisar antara dua belas jam sampai dengan satu
hari. 1

Gambar 2.3 Membran timpani hiperemis


3. Stadium Supurasi (Bombans)
Edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel
epitel superficial, serta terbentuknya eksudat yang purulen di cavum
tympani, menyebabkan membrane tympani menonjol (bulging) kearah liang
telinga luar. Pada keadaan ini pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu
meningkat, serta rasa nyeri di telinga bertambah hebat.
Apabila tekanan nanah di cavum tympani tidak berkurang, maka terjadi
iskemia, akibat tekanan pada kapiler-kapiler, serta timbul tromboflebitis
pada vena-vena kecil dan nekrosis mukosa dan sub mukosa. Nekrosisi ini
pada membrane tympani terlihat sebagai daerah yang lebih lembek dan
10

kekuningan. Ditempat ini akan terjadi ruptur. Bila tidak dilakukan insisi
membrane timpani (miringotomi) pada stadium ini, maka kemungkinan
besar membrane timpani akan rupture dan nanah keluar ke liang telinga luar.
Dengan melakukan miringotomi, luka insisi akan menutup kembali,
sedangkan apabila terjadi rupture maka lubang tempat rupture (perforasi)
tidak mudah menutup kembali.1
Pada orang dewasa biasanya datang dengan keluhan otalgia hebat,
pada penderita bayi dan anak rewel dan gelisah, demam tinggi dan ISPA
yang disertai biasanya masih ada. Pada pemeriksaan otoskopi: pada meatus
akustikus externus tidak didapatkan secret, membrane timpani tampak
hiperemi, cembung kea rah lateral (bombans). Terkadang tampak adanya
pulsasi (keluar nanah dari lubang perforasi sesuai dengan denyutan nadi.1

Gambar 2.4 Membran timpani Bulging dengan Pus Purulen


4. Stadium Perforasi.
Karena beberapa sebab seperti terlambatnya pemberian antibiotik atau
virulensi kuman yang tinggi, maka terjadi rupture membrane tympani dan
nanah keluar mengalir dari telinga tengah ke liang telinga luar. Akibatnya
nyeri yang dirasakan penderita berkurang. Selain itu disebabkan oleh
tekanan yang tinggi pada cavum tympani akibat kumpulan mucous,
ahkirnya menimbulkan perforasi pada membrane tympani.1
11

Pada pemeriksaan otoskopi meatus externus masih didapati banyak


mukopus dan setelah dibersihkan akan tampak membrane tympani yang
hiperemis dan perforasi paling sering terletak di sentral.1

Gambar 2.5 Membran timpani perforasi


5. Stadium Resolusi
Bila membrane tympani tetap utuh, maka keadaan membrane tympani
berlahan-lahan akan normal kembali. Bila sudah terjadi perforasi, maka
secret akan berkurang dan mongering. Bila daya tahan tubuh baik dan
virulensi kuman rendah maka resolusi dapat terjadi walaupun tanpa
pengobatan. OMA dapat berubah menjadi OMSK bila perforasi menetap
dengan secret yang keluar terus menerus atau hilang timbul. OMA dapat
meinggalkan gejala sisa berupa otitis media serosa bila secret menetap di
kavum timpani tanpa terjadinya perforasi. Pada pemeriksaan otoskopi
meatus akustikus externus bersih dari secret, membrane tympani tidak
tampak lagi, warnanya sudah kembali lagi seperti mutiara, yang masih
tampak adalah perforasi pars tensa.1

2.2.5 Gejala klinis


Gejala klasik otitis media akut antara lain berupa nyeri, demam, malaise,
dan kadang-kadang nyeri kepala di samping nyeri tclinga; khususnya pada anak
dapat terjadi anoreksia dan kadang-kadang mual dan muntah. Demam dapat tinggi
12

pada anak kecil naurun,dapat pula tidak ditemukan pada 30% kasus. Seluruh atau
sebagian membrana tinrpani secara khas menjadi menonjol. dan pembuluh-
pembuluh darah di atas membrana timpani dan tangkai maleus berdilatasi dan
menjadi menonjol. Secara ringkas dapat dikatakan terdapat abses telinga tengah.
2.2.6 Diagnosis
Diagnosis OMA harus memenuhi tiga hal berikut: 1.Penyakitnya muncul
mendadak (akut); 2. Ditemukannya tanda efusi di telinga tengah. Efusi dibuktikan
dengan adanya salah satu di antara tanda berikut: menggembungnya gendang
telinga, terbatas / tidak adanya gerakan gendang telinga, adanya bayangan cairan
di belakang gendang telinga, cairan yang keluar dari telinga; 3. Adanya tanda /
gejala peradangan telinga tengah, yang dibuktikan dengan adanya salah satu di
antara tanda berikut: kemerahan pada gendang telinga, nyeri telinga yang
mengganggu tidur dan aktivitas normal. 10
Diagnosis OMA dapat ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan
fisik yang cermat. Gejala yang timbul bervariasi bergantung pada stadium dan
usia pasien. Pada anak – anak umumnya keluhan berupa rasa nyeri di telinga dan
demam. Biasanya ada riwayat infeksi saluran pernafasan atas sebelumnya. Pada
remaja atau orang dewasa biasanya selain nyeri terdapat gangguan pendengaran
dan telinga terasa penuh. Pada bayi gejala khas adalah panas yang tinggi, anak
gelisah dan sukar tidur, diare, kejang-kejang dan sering memegang telinga yang
sakit.1
Beberapa teknik pemeriksaan dapat digunakan untuk menegakkan
diagnosis OMA, seperti otoskop, otoskop pneumatik, timpanometri, dan
timpanosintesis. Dengan otoskop dapat dilihat adanya gendang telinga yang
menggembung, perubahan warna gendang telinga menjadi kemerahan atau agak
kuning dan suram, serta cairan di liang telinga.11 Jika konfirmasi diperlukan,
umumnya dilakukan dengan otoskopi pneumatik. Gerakan gendang telinga yang
berkurang atau tidak ada sama sekali dapat dilihat dengan pemeriksaan ini.11
Pemeriksaan ini meningkatkan sensitivitas diagnosis OMA. Namun
umumnya diagnosis OMA dapat ditegakkan dengan otoskop biasa. Untuk
mengkonfirmasi penemuan otoskopi pneumatik dilakukan timpanometri.
13

Timpanometri dapat memeriksa secara objektif mobilitas membran timpani dan


rantai tulang pendengaran. Timpanometri merupakan konfirmasi penting
terdapatnya cairan di telinga tengah. Timpanometri juga dapat mengukur tekanan
telinga tengah dan dengan mudah menilai patensi tabung miringotomi dengan
mengukur peningkatan volume liang telinga luar. Timpanometri punya
sensitivitas dan spesifisitas 70-90% untuk deteksi cairan telinga tengah, tetapi
tergantung kerjasama pasien.2
Timpanosintesis, diikuti aspirasi dan kultur cairan dari telinga tengah,
bermanfaat pada anak yang gagal diterapi dengan berbagai antibiotika, atau pada
imunodefisiensi. Timpanosintesis merupakan standar emas untuk menunjukkan
adanya cairan di telinga tengah dan untuk mengidentifikasi patogen yang spesifik.
Menurut beratnya gejala, OMA dapat diklasifikasi menjadi OMA berat dan tidak
berat. OMA berat apabila terdapat otalgia sedang sampai berat, atau demam
dengan suhu lebih atau sama dengan 39oC oral atau 39,5oC rektal, atau keduanya.
Sedangkan OMA tidak berat apabila terdapat otalgia ringan dan demam dengan
suhu kurang dari 39oC oral atau 39,5oC rektal, atau tidak demam.2

2.2.7 Tatalaksana
Standar terapi terkini pada OMSA mengharuskan pasien yang didiagnosis
menderita suatu infeksi telinga tengah akut harus mendapatkan terapi antimikroba
selama 10-14 hari. Terapi dimulai berdasarkan empiris dengan tujuan
memberantas bakteri yang dijumpai pada OMSA meskipun materi kultur dari
telinga tengah tidak tersedia.9 Sebelum tahun 1965, banyak antibiotika yang
efektif digunakan untuk otitis media. Streptokokus pneumoni sensitif terhadap
penisilin sedangkan H. influenza dan M. kataralis dapat diterapi dengan
eritromisin, aminopenisilin atau sulfonamide.3 Sejalan dengan penggunaan
antibiotika yang semakin luas, resistensi beberapa mikroorganisme terhadap
antibiotika semakin berkembang. Mikroorganisme penghasil betalaktamase
semakin sering dijumpai pada kultur telinga tengah suatu OMSA. Resistensi
terhadap eritromisin juga meningkat di antara strain H. influenza sehingga pilihan
14

terapi beralih ke sulfametoksazol-trimetoprim, amoksisilinklavulanat (co-


amoxiclav), dan sefalosporin generasi kedua dan ketiga.9
Terapi standar permulaan suatu OMSA adalah amoksisilin, 40mg/kgBB
dalam 24 jam dibagi dalam 3 dosis, atau ampisilin 50- 100mg/kgBB dalam 24 jam
dibagi dalam 4 dosis, minimal selama 10 hari. Pada individu yang alergi terhadap
penisilin, kombinasi eritromisin 40mg/kgBB dalam 24 jam dan sulfisoksazol
120mg/kgBB dalam 24 jam dibagi dalam 4 dosis dapat digunakan dan sama
efektifnya dengan amoksisilin.1-3 Jika mikroorganisme penghasil betalaktamase
diduga sebagai penyebab, pemberian amoksisilin-klavulanat, 40mg/kgBB dalam
24 jam dibagi dalam 3 dosis atau sulfametoksazoltrimetoprim, 8mg/kgBB
trimetoprim dan 40mg/kgBB sulfametoksazol dalam 24 jam dapat digunakan
dalam 2 dosis terbagi. Sefiksim, 8mg/kgBB dalam satu dosis atau cefprozil
15mg/kgBB dalam 24 jam dalam 2 dosis terbagi juga dapat digunakan.12
Kebanyakan pasien yang menerima terapi antibiotika untuk OMSA akan
menunjukan perbaikan yang signifikan dalam waktu 48 jam.
Timpanosintesis untuk kultur bakteri dan tindakan miringotomi dapat
dilakukan pada penderita yang tidak mengalami perbaikan setelah 48 jam terapi
antibiotika empiris. Penderita sebaiknya diperiksa ulang selama mendapatkan
terapi untuk memastikan keefektifan pengobatan yang diberikan.9 Terapi
tambahan seperti pemberian analgetika, antipiretika dan dekongestan oral dapat
diberikan. Dekongestan topikal dan oral dapat menghilangkan sumbatan hidung
dan memberikan aerasi tuba eustakius meskipun efikasinya belum dapat
dibuktikan.9, 12

Pengobatan OMSA tergantung pada stadium penyakitnya.


1. Pada stadium oklusi tujuannya adalah mengembalikan fungsi tuba
eustachius secepatnya. Untuk itu digunakan tetes hidung yang berfungsi
15

sebagai vasokonstriktor untuk mengatasi penyempitan tuba akibat edema.


Obat yang dapat digunakan adalah solution efedrin 1% untuk orang dewasa
dan 0.25-0.5% untuk bayi danak-anak. Obat lain untuk mengatasi ISPA
misalnya golongan aspirin.
2. Pada stadium hiperemis, terapi yang di \berikan adalah antibiotic, obat tetes
hidung dan analgetik. Antibiotic yang dianjurkan adalah golongan
ampicillin dan penisilin. Terapi awal diberikan penisilin intramuscular agar
didapatkan kosentrasi yang lebih adekuat di dalam darah, pemberian
dianjurkan selama 7 hari. Pada anak ampisilin diberikan dengan dosis 50-
100 mg/kgBB/hari, dibagi dalam 4 dosis.
3. Pada stadium supurasi, selain antibiotic, idealnya harus dilakukan
miringotomi, bila membrane masih utuh, sehingga rupture membrane
tympani dapat dihindari.
4. Pada stadium perforasi sering terlihat secret banyak keluar, pengobatan yang
dilakukan adalah obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari serta antibiotic
yang adekuat.
5. Pada stadium resolusi ini penderita sudah tidak memerlukan obat-obatan
lagi, karena ISPA juga sudah sembuh. Penderita disarankan untuk menjaga
kebersihan telinga, tidak boleh kemasukan air atau dikorek-korek guna
menghindari kekambuhan.

PENATALAKSANAAN BEDAH PADA OTITIS MEDIA AKUT


Miringotomi / Timpanosintesis
Miringotomi atau timpanosintesis merupakan terapi bedah pada OMSA yang
populer pada tahun 1950-1960-an. Indikasinya dalam pengobatan OMA
dijelaskan oleh Astley Cooper (1802). Schwartze, 50 tahun kemudian
mengatakan: “Tidak ada prosedur bedah lain yang dapat dilakukan untuk
menyelamatkan kehidupan seseorang selain dengan mengevakuasi pus secara
bijaksana dari kavum timpani melalui insisi pada membrane timpani”. Ketika
terapi antibiotika gagal dan pasien tetap berada dalam sakit yang akut pada
OMSA, tindakan miringotomi ini dapat dilakukan. Prosedur ini merupakan
16

prosedur terapi yaitu dengan menghilangkan tekanan udara di telinga tengah, dan
juga prosedur yang bertujuan untuk diagnostik karena cairan yang didapat dari
tindakan miringotomi dapat dikirim untuk kultur dan sensitivitas.13
Miringotomi dapat dilanjutkan dengan pemasangan pipa ventilasi ke telinga
tengah. Teknik ini diusulkan oleh Politzer tetapi dipopulerkan oleh Armstrong
(1954). Sejak saat itu cara ini menjadi teknik yang populer untuk
mempertahankan pembersihan cairan telinga tengah, meminimalkan rekurensi
episode OMSA dan mengoptimalkan pendengaran selama masamasa
perkembangan berbicara. Pemasangan pipa ventilasi ini juga merupakan terapi
pada otitis media efusi.13

Timpanosintesis adalah pengambilan cairan dari telinga tengah dengan


menggunakan jarum untuk pemeriksaan mikrobiologi. Risiko dari prosedur ini
adalah perforasi kronik membran timpani, dislokasi tulang-tulang pendengaran,
dan tuli sensorineural traumatik, laserasi nervus fasialis atau korda timpani.26,38
Oleh karena itu, timpanosintesis harus dibatasi pada: anak yang menderita toksik
atau demam tinggi, neonatus risiko tinggi dengan kemungkinan OMA, anak di
unit perawatan intensif, membran timpani yang menggembung (bulging) dengan
antisipasi ruptur spontan (indikasi relatif), kemungkinan OMA dengan komplikasi
17

supuratif akut, OMA refrakter yang tidak respon terhadap paket kedua
antibiotik.14
Timpanosintesis dapat mengidentifikasi patogen pada 70-80% kasus.
Walaupun timpanosintesis dapat memperbaiki kepastian diagnostik untuk OMA,
tapi tidak memberikan keuntungan terapi dibanding antibiotik sendiri.
Timpanosintesis merupakan prosedur yang invasif, dapat menimbulkan nyeri, dan
berpotensi menimbulkan bahaya sebagai penatalaksanaan rutin. 14
2.2.8 Komplikasi
Komplikasi dari OMA dapat terjadi melalui beberapa mekanisme, yaitu
melalui erosi tulang, invasi langsung dan tromboflebitis. Komplikasi ini dibagi
menjadi komplikasi intratemporal dan intrakranial. Komplikasi intratemporal
terdiri dari: mastoiditis akut, petrositis, labirintitis, perforasi pars tensa, atelektasis
telinga tengah, paresis fasialis, dan gangguan pendengaran. Komplikasi
intrakranial yang dapat terjadi antara lain yaitu meningitis, encefalitis,
hidrosefalus otikus, abses otak, abses epidural, empiema subdural, dan trombosis
sinus lateralis.24,45 Komplikasi tersebut umumnya sering ditemukan sewaktu
belum adanya antibiotik, tetapi pada era antibiotik semua jenis komplikasi itu
biasanya didapatkan sebagai komplikasi dari otitis media supuratif kronik
(OMSK). Penatalaksanaan OMA dengan komplikasi ini yaitu dengan
menggunakan antibiotik spektrum luas, dan pembedahan seperti mastoidektomi.15
2.2.9 Prognosis
Prognosis pada OMA baik bila diberikan terapi yang adekuat (antibiotic
yang tepat dan dosis cukup).

Anda mungkin juga menyukai