Anda di halaman 1dari 18

DINAMISASI HUKUM ISLAM DI INDONESIA PADA ZAKAT PRODUKTIF

DAN WAKAF PRODUKTIF: SEBUAH STUDI PERBANDINGAN

Muslihun

IAIN Mataram
Jl. Pendidikan No. 35 Mataram
Email: muslih2009@yahoo.com

Abstrak

Perbandingan zakat produktif dan wakaf produktif dapat dilihat dari lima hal, yakni
dasar hukum, orang yang mengeluarkannya, jenisa hartanya, pengelolaannya, dan
orang yang berhak menerimanya. Beberapa hal ini menunjukkan adanya persamaan
di antara keduanya, yakni sama-sama merupakan filantropi Islam yang memiliki visi
pemerataan harta. Walaupun demikian, terdapat perbedaan dalam hal: pertama, zakat
bersifat wajib, sedangkan wakaf sunnah; kedua, harta zakat dapat didistribusikan
secara langsung, sementara pada wakaf, yang dapat didistribusikan adalah hasilnya
dan tidak boleh bendanya karena harus ditahan kelestariannya. Zakat produktif dan
wakaf produktif dianggap sebagai bagian dari perubahan hukum Islam di Indonesia
karena keduanya merupakan filantropi Islam yang senantiasa berkembang.
Pergeseran zakat dan wakaf yang tadinya cendrung konsumtif menuju pola produktif
merupakan buah dari perubahan sosial yang dipengaruhi oleh beberapa faktor: (1)
perkembangan pembangunan fisik, (2) perubahan budaya, (3) pertumbuhan
penduduk dan perkembangan teknologi baru, (4) adanya gerakan-gerakan sosial, dan
(5) perubahan ide, nilai-nilai, dan pandangan hidup. Model perubahan sosial yang
diharapkan adalah perubahan pemahaman zakat dan wakaf yang sebelumnya hanya
konsumtif menjadi produktif. Dengan pengembangan zakat produktif diharapkan
benda zakat mengalami peningkatan nilai. Sedangkan dengan pengembangan wakaf
produktif diharapkan selain mempertahankan bendanya (dawām al-’ain) juga
mempertahankan manfaat wakaf itu sendiri (dawām al-intifā’ bi al-’ain).

Kata kunci: Zakat, Wakaf, Produktif, Dinamisasi, Manfaat, Profesionalisme

Abstract

The comparison between productive zakat and productive waqf can be viewed from
five points, namely: their legal bases, zakat payers dan waqf givers, properties of
zakat and waqf, zakat and waqf managers, and zakat dan waqf receivers. These points
show the similarities between zakat and waqf in that both are parts of Islamic
philanthropy. However, they also point to substantial differences between them.
Firstly, zakat is obligatory, while waqf is not. Secondly, zakat can be distributed
directly, while waqf can only be distributed of its benefits but not its property
because the property must be preserved. Moreover, productive zakat and productive
waqf are considered as parts of a dynamic change in Islamic law in Indonesia. The
shifting patterns of zakat and waqf from consumptive towards productive trends is
the fruit of social changes that are influenced by several factors, namely: (1) changes
in physical development, (2) cultural changes, (3) population growth and
development of new technology (4) the existence of social movements, and (5)
changes in ideas, values, and worldview. The expected model of the social change is
a change in understanding of zakat and waqf from consumptive to productive
distributions. By developing zakat productively it is hoped that zakat gives a rise in
terms of its values. Meanwhile by developing waqf productively it is hoped that it
will not only preserve its waqf property (dawām al-’ain) but also maintain its
benefits (dawām al-intifā’ bi al-’ain).

Keywords: Zakat, Waqf, Productive, Dynamic changes, Benefits, Professionalism

A. Pendahuluan bangunan gedung untuk pertemuan,


Zakat dan wakaf merupakan pernikahan, dan seminar seperti masjid
filantropi Islam yang sangat penting. Sunda Kelapa. Ketiga, periode
Pembahasan tentang dua hal ini sangat profesional, yakni periode yang ditandai
intens dilakukan di kalangan umat Islam. dengan pemberdayaan potensi
Bahkan di Indonesia zakat dan wakaf ini masyarakat secara produktif.
telah dikeluarkan undang-undang yang Keprofesionalan yang dilakukan meliputi
mengaturnya secara formal, yakni UU aspek: manajemen, SDM ke-nāẓir-an,
No. 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan pola kemitraan usaha, dan lainnya.2
Zakat dan UU No. 41 tahun 2004 tentang Aset-aset wakaf di atas perlu
Wakaf. dikelola dengan produktif-profesional
Salah satu tema yang sangat agar selaras dengan esensi wakaf dalam
penting dalam pembicaraan zakat dan syariat Islam dan semangat UU No. 41
wakaf ini adalah pengembangannya tahun 2004 tentang Wakaf. Pengelolaan
secara produktif.1 Upaya ini dianggap wakaf dilakukan secara produktif-
penting karena pengelolaan zakat dan profesional harus dimulai dari bagaimana
wakaf secara konsumtif dianggap kurang membangun paradigma wakaf yang dapat
berhasil dalam pengentasan kemiskinan menyentuh ranah sosial. Hal ini dapat
umat Islam. Sebagai contoh, Umar bin dilakukan dengan melihat peran tokoh
Khattab pernah mengatakan bahwa tujuan agama dan masyarakat dalam mendorong
zakat adalah dalam rangka mengubah perubahan paradigma itu. Oleh karena
seorang mustaḥiq (penerima zakat) itu, perlu dinamisasi perubahan hukum
menjadi muzakkiy (orang yang wajib Islam khususnya dalam masalah zakat
mengeluarkan zakat). Ini berarti, zakat itu dan wakaf ini agar benar-benar dapat
memiliki misi untuk menjadikan si tercapai tujuan pensyariatan (maqa>s}id)
miskin menjadi si kaya sehingga bisa dari kedua institusi ini. Perubahan dalam
menjadi seorang muzakkiy. dua hal ini merupakan suatu keniscayaan
Demikian pula, pengelolaan di tengah-tengah masyarakat yang selalu
wakaf selama ini banyak dinilai terlalu berubah dalam berbagai aspek
konsumtif, meskipun sudah ada upaya kehidupan.3
memproduktifkan wakaf tetapi masih
dianggap belum maksimal. Berkaitan B. Perubahan Hukum Islam pada
dengan pola pengembangan wakaf ini, M. Zakat dan Wakaf: Sebuah
Syafi’i Antonio melakukan Keniscayaan
pengelompokan menjadi tiga: pertama, Perubahan hukum Islam
periode tradisional, yakni wakaf masih merupakan suatu keniscayaan ketika
ditempatkan pada ajaran yang murni terjadi perubahan pada aspek yang lain,
(iba>dah mah}d}ah), seperti pembangunan berupa perubahan situasi, kondisi, waktu,
fisik masjid dan mushalla. Kedua, dan tempat.4 Sejak awal mula sejarah
periode semi-profesional, yakni pada Islam, telah ada hubungan dialektis antara
masa ini sudah mulai dikembangkan pola teks (naṣṣ) dengan sejarah kemanusiaan
pemberdayaan wakaf secara produktif. dan antara teks dengan pemikiran
Contohnya, pembangunan masjid yang manusia. Dengan demikian, sejarah dan
letaknya strategis dengan menambah pemikiran muslim merupakan hasil
perpaduan yang kompleks antara yang Skema : 1
bersifat “manusia” (human) dan yang Pengelompokan Akad dalam
bersifat “ketuhanan/keilahian” (divine); Khazanah Hukum Islam10
atau antara tulisan keagamaan (religious) MALIYAH
Related With Wealth

dan faktor-faktor sosio-ekonomi dan TIJARY GHAYRU TIJARY

politik.5
In between
Commercial Non Commercial

BAI’ WAKALAH SADAQAH


Sale Agency Alms

Jika dilihat dari sisi bahwa tidak IJARAH


Lease
KAFALAH/DHAMANAH
Guarantee
INFAQ
Contribution

SYIRKAH HAWALAH WAQF

termasuk dalam rukun Islam yang lima Partnership Debt Transfer

RAHN
Endowments

HADIAH/HIBAH
Guarantee/ Pawn

maka wakaf termasuk ranah mu’āmalah WADIAH


Deposit
Gift

QARDH
Loan

(ibādah gair maḥḍah). Secara umum,


kehidupan di dunia sekarang dapat
dikelompokkan menjadi dua, yakni ranah Ahmad Rofiq11 menegaskan
ibadah maḥḍah (ibadah khusus) dan bahwa fikih sebagai aktivitas penalaran
ranah ibādah gair maḥḍah (sosial).6 manusia dalam mencoba memahami
Persoalan mu’āmalat memiliki syari’ah, tentu sangat dipengaruhi oleh
karakteristik berbeda dengan persoalan kapabilitas, sosio-kultural, dan sosio-
ibadah. Pada bidang ibadah, ajaran Islam politik fāqih/fuqahā’ yang bersangkutan.
dijelaskan secara tekstual bahkan Munculnya perbedaan pendapat
dipraktikkan langsung oleh Nabi dan para merupakan karakteristik fiqh yang tidak
sahabat, sedangkan hukum Islam bidang dapat dihindari. Karena itu, fiqh dapat
mu’āmalat biasanya dibahasakan secara mengandung multi-kebenaran, meskipun
umum oleh al-Qur’an.7 Karena kedua tidak terbatas dari sifat yang nisbi. Ini
entitas ini memiliki perbedaan yang dapat dipahami dari sabda Rasulullah
mendasar, maka kaidah Uṣūl Fiqh SAW. Yang diriwayatkan dari ‘Amr bin
tentang hal ini pun berangkat dari asumsi ‘As} bahwa ia mendengar Rasulullah
yang berbeda. Kalau pada persoalan SAW bersabda, “Apabila seorang hakim
ibadah, hukum dasarnya adalah haram memutuskan hukum dan ia berijtihad,
kecuali ada dalil yang menjelaskan kemudian ternyata ijtihadnya benar,
tentang adanya.8 Sementara pada maka ia mendapat dua pahala (pahala
persoalan mu’āmalah, hukum dasarnya ijtihad dan pahala kebenarannya), dan
adalah boleh sampai ada dalil (hukum) jika ijtihadnya keliru maka ia mendapat
yang mengharamkannya.9 satu pahala (pahala ijtihadnya).”
Berdasarkan uraian di atas, wakaf (Musnad Aḥmad bin Ḥanbal, 17148).
mestinya lebih bisa dikembangkan jika Berkaitan dengan ranah fiqh yang
kita melihat ciri-ciri yang melekat pada berbeda dengan syari’ah dilihat dari
ranah mu’āmalat. Pengembangan wakaf dapatnya menerima perubahan, lebih
ini ternyata sering mengalami hambatan lanjut Ahmad Rofiq12 mengatakan:
karena ada juga yang menganggap bahwa “Fiqh sebagai hasil formulasi dari
wakaf ini termasuk dalam ranah ibadah. aktivitas penalaran manusia dalam
Pendapat yang kedua ini rupanya hanya memahami naṣṣ al-Qur’an dan al-
melihat dari sisi bahwa wakaf itu Sunnah, ia dapat–dan dalam batas
termasuk ranah tabarrū’ (tolong tertentu sebagai keharusan–menerima
menolong) dan jika melaksanakannya perubahan dan pembaharuan, akibat
akan mendapatkan pahala. perbedaan dan perubahan ruang dan
Jika dilihat dari sisi akad, wakaf waktu. Sebagai contoh klasik,
ini tergolong akad tabarrū’ (tolong Muhammad Idris al-Syafi’i (150-
menolong), dan tidak termasuk pada akad 204H/767-819M) dikenal mempunyai
bisnis atau akad in-between (antara qawl qa>dim ketika beliau berada di Irak,
keduanya) sebagaimana dapat dilihat dan setelah migrasi ke Mesir pendapat-
dalam skema berikut ini: pendapatnya dikenal sebagai qawl jadīd.
Malik bin Anas (95-179H/13-795M) tradisional yang perlu disempurnakan.
yang hampir sepanjang hidup dihabiskan Untuk mensejahterakan para mustaḥiq
di Madinah, sering memiliki pendapat dalam rentang waktu yang lebih lama.
yang bervariasi dalam satu kasus hukum. Maka sangat manusiawi untuk dipikirkan
Dari sinilah, hukum Islam memiliki pendayagunaan zakat yang tidak hanya
elastisitas dan fleksibilitas yang tinggi, berbasis konsumtif belaka. Tentang
dibangun atas dasar universalitas syari’ah pendayagunaan zakat, zakat itu
yang cocok untuk segala situasi dan mempunyai dua fungsi utama. Pertama,
tempat.” untuk membersihkan harta benda dan
jiwa manusia. Kedua, zakat berfungsi
Secara sosiologis, menurut sebagai dana masyarakat. Pemanfaatan
Satjipto Rahardjo, perubahan sosial zakat dapat dikategorikan menjadi empat,
merupakan ciri yang melekat dalam yaitu konsumtif tradisional (keperluan
masyarakat. Hal ini disebabkan makan), konsumtif kreatif (berbentuk
masyarakat itu mengalami suatu alat-alat sekolah, beasiswa), produktif
perkembangan. Karena itu, tradisional (berbentuk barang-barang
perkembangan tersebut perlu direspons produktif), produktif kreatif (berbentuk
juga oleh hukum Islam yang pada modal untuk berdagang).15
gilirannya hukum Islam diharapkan Sementara, wakaf produktif terdiri
memiliki kemampuan fungsi sebagai dari dua kata, yakni wakaf dan produktif.
social engineering selain sebagai social Wakaf secara harfiah bermakna
control, atau meminjam istilah T. Mulya “pembatasan” atau “larangan”.
Lubis, selain hukum sebagai repressive Sedangkan secara istilah, wakaf
16
laws ia juga sanggup menjadi fasilitative didefinisikan secara beragam. Definisi
laws.13 yang tertuang dalam UU No. 41 tahun
2004 tentang Wakaf juga mengadopsi
C. Perbandingan Konsep Zakat pendapat jumhur ulama, yakni wakaf
Produktif dan Wakaf Produktif di adalah perbuatan hukum wakif (pemberi
Indonesia wakaf) untuk memisahkan dan/atau
Untuk membandingkan zakat menyerahkan sebagian harta benda
produktif dan wakaf produktif dapat miliknya untuk dimanfaatkan selamanya
dilihat dari konsep keduanya sehingga atau untuk jangka waktu tertentu sesuai
terlihat perbedaan antara keduanya. dengan kepentingannya guna keperluan
1. Konsep Zakat Produktif dan Wakaf ibadah dan/atau kesejahteraan umum
Produktif menurut syari’ah (Pasal 1 ayat 1).
Zakat produktif merupakan zakat Sementara, kata produktif itu
yang dikelola oleh amil zakat secara sendiri adalah kata sifat dari wakaf.
produktif, khususnya pada pemanfaatan Abdullah Sa'ad al-Hajiri17 mengajukan
(tasarruf) zakat kepada para mustaḥiq definisi produktif sebagai berikut:
zakat. Istilah zakat produktif muncul dari "Produktif adalah suatu pengorbanan
adanya kendala optimalisasi zakat di dengan harga terbaru yang telah
tengah-tengah masyarakat. UU zakat ditetapkan dan pengembangan
telah mengisyaratkan agar zakat (investasi)-nya dilakukan dengan
didayagunakan secara produktif. Hal ini mendapatkan hasil yang bernilai lebih
dapat dilihat dalam Pasal 27 yang tinggi tanpa penetapan pada masa yang
berbunyi “Zakat dapat didayagunakan akan datang."
untuk usaha produktif dalam rangka Jaih Mubarok18 mendefinisikan
penanganan fakir miskin dan peningkatan wakaf produktif sebagai transformasi dari
kualitas umat.”14 Fungsi konsumtif pengelolaan wakaf yang alami menjadi
dipandang sebagai salah satu pandangan pengelolaan wakaf yang profesional
untuk meningkatkan atau menambah selama ini harta benda wakaf masih
manfaat wakaf. Bisa juga wakaf produktif dikelola secara tidak produktif karena
diartikan sebagai proses pengelolaan wakaf hanya dipahami oleh mayoritas
benda wakaf untuk menghasilkan barang umat Islam Indonesia sebagai amalan
atau jasa yang maksimum dengan modal ibadah semata (maḥḍah) yang tidak
yang minimum. Sementara, menurut memiliki dimensi ekonomi ataupun
Monzer Qahaf,19 wakaf produktif adalah: dimensi sosial.22
        

      ! " ,   

Oleh karena itu, esensi wakaf


         adalah keberlanjutan. Wakaf harus
 $%& '
.#   ( dikembangkan atau diproduktifkan agar
"Harta wakaf yang digunakan untuk memiliki manfaat yang maksimal dan
kepentingan produksi, harta wakaf terus menerus. Secara teori, jika
dikelola untuk menghasilkan disandarkan pada hadis Umar r.a. tentang
barang dan jasa kemudian dijual wakaf,23 maka wakaf berarti “wakaf
dan hasilnya dipergunakan sesuai produktif”.
dengan tujuan wakaf." *  5 %  * +
!.,/ 0 2  34 * + ,  -
!.,/ 0 / 1 , 
!.,/ 0
Tolhah Hasan20 menjelaskan    =
   :6
 $
 7 ! 8 9 : 3   * + *  2 ;

bahwa wakaf produktif adalah wakaf > ?   6
 @ ; A /B "  C 8 /  D/ / !& EF;
: G 3  ?CH

yang dapat memberikan hasil dalam nilai
ekonomis, seperti pertanian atau  $ I+ J  FE #
6
   N
 CK ; ! L 
M $ GO
 P 
  Q
: G 3 
   X/  ,T  $,/ TE"
7 >?0 >UV 5 )
 ; .(
S >
perkebunan, ruko yang disewakan, rumah
untuk budidaya burung walet, rumah
        

Y @ &" Z[@  & \ ]
sakit, dan lain-lain. Wakaf produktif,  3%  O" P ^%  O"
7 
  _
? O /
    
 !a O  C?/ & * +" #C/b&" 8  C?B \ " =
$c&"
`

tandasnya, dibedakan dengan wakaf


konsumtif, dalam arti barang-barang

@G  ,c  A d "  e  "f
+
7!  g F 5 
7C&" * 
wakaf yang tidak menghasilkan sesuatu             
yang mempunyai nilai ekonomis. . C; 6 %c    C(
Dengan demikian, istilah wakaf
produktif merupakan istilah yang muncul Sementara, jika dilihat dari
belakangan seiring dengan kesadaran praktek pengelolaan wakaf yang ada di
perlunya optimalisasi pengelolaan harta Indonesia, misalnya, maka wakaf tetap
wakaf, meskipun produktivitas itu dapat dikelompokkan menjadi wakaf
merupakan essensi wakaf. Sehingga produktif dan wakaf tidak produktif
wakaf produktif menghendaki (konsumtif karena digunakan untuk
pengelolaan secara optimal agar kebutuhan yang tidak menghasilkan nilai
menghasilkan keuntungan secara tambah secara ekonomi). Bisa juga
ekonomi yang akan digunakan untuk dikatakan bahwa wakaf yang tidak
kesejahteraan umat. Pandangan ini dapat produktif atau terbengkalai itu merupakan
pula ditemukan dalam penjelasan pasal wakaf yang keluar dari substansi hadis
43 ayat (2) UU No. 41 tahun 2004 Umar r.a. di atas.
tentang Wakaf. 21 Jika dilihat dari pengembangan
Wakaf adalah salah satu aset wakaf, maka wakaf dapat dibagi
instrumen ekonomi Islam yang sangat menjadi pengembangan secara produktif
potensial dalam meningkatkan dan pengelolaan sumbangan. Sedangkan
kesejahteraan sosial. Ia dapat memiliki jika dilihat dari sisi penyaluran atau
peran yang sangat besar dalam membantu pemanfaatan aset wakaf, dapat pula
menyelesaikan masalah sosial ekonomi dibagi menjadi dua, yakni pemanfaatan
masyarakat jika dikelola secara secara produktif dan pemanfaatan secara
profesional dan produktif. Namun, konsumtif.
2. Perbedaan Zakat Produktif dan Wakaf harta secara batiniyah yang berhukum
Produktif wajib, maka wakaf dijalankan setelah
Untuk melihat perbedaan zakat melaksanakan ibadah zakat sebagai
produktif dan wakaf produktif dapat bentuk perbuatan hukum yang bersifat
dilihat dari perbedaan antara zakat dan sunnah. Orang yang wajib zakat belum
wakaf itu sendiri, karena tambahan tentu akan berwakaf, sedangkan orang
“produktif” sesungguhnya berangkat dari yang berwakaf sudah tentu sudah harus
konsep awal dari zakat dan wakaf itu melakukan zakat.
sendiri. Perbedaan zakat dan wakaf dapat Pelaksanaan zakat bagi muzakki>
dilihat dari lima hal, yakni dasar hukum, bersifat otoritatif (ijbāri) yang melibatkan
wāqif dan muzakkiy, hartanya (mauqūf pihak kekuasaan. Oleh karena itu,
bih dan māl al-zakāt), pengelola (nāẓir pelaksanaan zakat tidak saja
dan ‘āmil), yang berhak menerima dipertanggungjawabkan secara individu,
(mauqūf ‘alaih dan mustaḥiq).24 tetapi juga kepada pemerintah.
Pertama, dasar hukum. Secara Sedangkan wakaf bersifat sukarela dan
dasar hukum antara zakat dan wakaf tidak ada pihak yang harus
sangat berbeda. Zakat merupakan ajaran dipertanggungjawabkan atas perintah
Islam yang ditempatkan sebagai salah pelaksanaannya.25
satu ajaran Islam yang qaṭ’i al-ḍalālah Dari segi gagasan fundamental,
(jelas atau pasti penunjukkan lafaznya). sebenarnya wakaf memiliki kesamaan
Walaupun harus diakui bahwa dalam visi dengan zakat, yaitu terjadinya
banyak hal, dalam teknis operasional pemerataan keadilan ekonomi. Namun
zakat banyak sekali mengalami inovasi yang membedakannya adalah filosofi
sebagai upaya pemberdayaan sesuai hukum dan titik tekan atau arah
keadaan yang ada. Sementara, dasar pemberdayaannya. Zakat adalah unsur
hukum wakaf sangat jarang disebutkan pembersihan harta muzakki> yang dimiliki
baik dalam nass al-Qur’an maupun Hadis. untuk dibagikan kepada delapan aṣnāf,
Kedua, wāqif dan muzakki>. Wāqif sedangkan wakaf merupakan unsur
sebagai subyek wakaf memiliki otoritas penambahan amal kebajikan yang
penuh terhadap harta yang ingin berdimensi kontinuitas pahala dalam
diwakafkan. Karena sifatnya yang lentur rangka peningkatan kesejahteraan
dan bebasnya kehendak para wakif, maka masyarakat.
calon wakif harus memiliki persyaratan- Dari segi keterkaitan dengan ikrar,
persyaratan agar sah wakafnya, yakni wakif membutuhkan ikrar sebelum yang
memiliki kecakapan hukum (kamāl al- bersangkutan melaksanakan wakaf,
ahliyah/legal competence) dalam sedangkan muzakki> tidak memerlukan
membelanjakan hartanya. Kecakapan ikrar karena pelaksanaan zakat sifatnya
berinfak ini meliputi empat kriteria, yakni ijbāri> (memaksa), tanggungjawab
merdeka, berakal sehat, dewasa (bāligh), pengelolaannya diserahkan kepada amil
tidak berada di bawah pengampuan yang dibentuk oleh pemerintah. Namun
(boros/lalai). arah dari keduanya mengerucut kepada
Sedangkan orang yang pemerataan kesejahteraan ekonomi.26
menunaikan zakat (muzakki>) memiliki Ketiga, mauqūf bih dan māl al-
kedudukan yang sama seperti wakif zakāt. Mauqūf bih (harta wakaf) adalah
dalam wakaf. Yang membedakan secara benda yang diwakafkan. Harta yang
mencolok adalah aspek hukumnya. Kalau diwakafkan itu bisa dipandang sah
zakat didasarkan pada kemampuan apabila memenuhi syarat sebagai berikut:
(kepemilikan) atas harta dalam kadar (1) benda harus memiliki nilai guna, (2)
tertentu untuk dikeluarkan sebagiannya benda tetap atau benda bergerak yang
yang bertujuan untuk membersihkan dibenarkan untuk diwakafkan. Alasan
yang sering disampaikan oleh golongan Islam, mukallaf, amanah dan jujur,
Syafiiyah adalah agar harta wakaf itu mengerti dan memahami hukum-hukum
terjaga kekekalan fungsi atau manfaat zakat yang menyebabkan ia mampu
harta; (3) benda yang diwakafkan harus melakukan sosialisasi, memiliki
tertentu (diketahui) ketika terjadi akad kemampuan untuk melaksanakan tugas,
wakaf. Penentuan benda tersebut bisa kesungguhan amil dalam bertugas.
ditetapkan dengan jumlahnya, seperti Sedangkan berdasarkan Keputusan
seratus juta rupiah; (4) benda yang Menteri Agama RI No. 581 tahun 1999,
diwakafkan banar-benar telah menjadi syarat lembaga zakat sebagai berikut:
milik sempurna (al-milk al-tāmm) si Berbadan hukum, memiliki data muzakki>
wakif. Maka tidak sah mewakafkan harta dan mustaḥiq, memiliki program kerja
yang masih dalam sengketa atau menjadi yang jelas, memiliki pembukuan yang
jaminan.27 baik, melampirkan surat pernyataan
Sementara māl al-zakāt adalah bersedia diaudit.
jenis-jenis tertentu dari harta yang harus Kelima, penerima wakaf dan zakat
dikeluarkan zakatnya. Al-Qur’an (mawqūf ‘alaih dan mustaḥiq). Mawqūf
memang tidak merincinya secara ‘alaih (penerima wakaf) adalah orang-
eksplisit, namun al-Qur’an hanya orang yang menerima wakaf. Pada
menggunakan lafaz umum, yaitu amwāl dasarnya wakaf merupakan amal yang
yang bermakna segala macam jenis harta, mendekatkan diri manusia kepada Tuhan.
meskipun dalam hadis Nabi telah Karena itu, mawqūf ‘alaih harus pihak
disebutkan beberapa nama dan jenis harta kebajikan. Selanjutnya, selain istilah
yang wajib dizakati seperti al-masyiyah mauqūf ‘alaih, peruntukan wakaf dalam
(beberapa jenis hewan). bahasa Arab juga menggunakan istilah
Keempat, pengelola (nāẓir dan istiḥqāq al-waqf. Mawqūf ‘alaih dapat
‘āmil). Walaupun para mujtahid tidak diartikan sebagai sasaran atau pihak yang
menjadikan nāẓir sebagai salah satu menerima wakaf.28 Dalam hal distribusi
rukun wakaf, para ulama sepakat bahwa wakaf, aturan syariah tidak begitu jelas
wakif harus menunjuk nāẓir wakaf, baik dan tegas. Hal ini berbeda dengan zakat
yang bersifat perseorangan maupun yang distribusinya harus diarahkan pada
kelembagaan (badan hukum). Persyaratan aṣnāf al-ṡamāniyah.
nāẓir wakaf sebagai berikut: (1) syarat Sementara, mustaḥiq al-zakāt
moral, seperti paham tentang hukum adalah mereka yang berhak menerima
wakaf dan ZIS dan jujur; (2) syarat zakat. Penerima zakat ini telah ditentukan
manajemen, seperti mempunyai kapasitas secara tegas dalam Qs. al-Taubah (9): 60,
dan kapabilitas yang baik dalam yakni delapan kelompok (aṣnāf al-
leadership, profesional dalam bidang ṡamāniyah), yaitu faqir, miskin, amil,
pengelolaan harta; (3) syarat bisnis, mu’allaf, riqāb, gārimin, fī sabīlillāh, dan
seperti mempunyai keinginan, ibnu sabīl. Dari kedelapan aṣnāf tersebut,
mempunyai ketajaman melihat peluang faqir miskin paling awal disebut karena
usaha. mereka adalah kelompok sosial dalam
Sementara, amil zakat adalah masyarakat yang paling lemah dan harus
pengelola harta zakat. Menurut Yusuf mendapatkan perhatian serius dari para
Qardhawi, seorang amil zakat harus pemilik harta.
memiliki persyaratan sebagai berikut:
Untuk memperjelas perbedaan dan persamaan antara zakat dan wakaf, dapat dilihat
dalam tabel berikut ini:
Tabel:1
Perbandingan Zakat dan Wakaf

N ASPEK- PERBEDAAN
ASPEKNYA
PERSAMAANNYA
O ZAKAT WAKAF
1 Dasar Tegas dan jelas dalam naṣṣ Tidak Tegas dan Jelas Sama-sama punya
hukumnya dalam naṣṣ dasar hukum
2 Muzakki> dan Muzakki>-nya wajib Wakif-nya mengeluarkan Sama-sama
Wāqif mengeluarkan zakat jika telah wakaf hanya karena mengeluarkan harta
memenuhi syarat anjuran (sunnat) untuk kepentingan
Muzakki> tidak bisa Wakif dapat menentukan kebajikan
menentukan syarat-syarat syarat-syarat asal tidak
tertentu kecuali sesuai dengan bertentangan dengan
ketentuan syarak syarak
3 Māl al-Zakāt Harta zakat boleh dibagikan Harta wakaf tidak boleh Sama-sama dapat
dan Mawquf langsung harta zakatnya dibagikan langsung harta dinikmati bahkan
bih wakafnya, kecuali dimiliki oleh pihak
hasilnya saja (ṡamrah al- yang berhak
waqf) menerima
4 Amil dan Amil secara tegas disebutkan Nāẓir bukan merupakan Sama-sama
Nāẓir dalan naṣṣ al-Qur’an (at- rukun dari wakaf memerlukan
Taubah: 60) pengelola agar dapat
terdistribusi dengan
baik sesuai syarā’
5 Mustaḥiq Sasaran zakat sudah pasti pada Sasaran wakaf ditujukan Sama-sama untuk
dan Mauqūf delapan kelompok (asnāf al- kepada kebajikan dan kebajikan
’Alaih ṡamāniyah) lebih luas dari
peruntukan zakat

D. Konsep Zakat Produktif dan (b) meningkatkan manfaat zakat untuk


Wakaf Produktif dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat
Perundang-Undangan dan penanggulangan kemiskinan. Tujuan
1. Konsep Zakat Produktif dalam UU yang sangat ideal di Pasal 3 di atas akan
No. 21 Tahun 2011 dapat tercapai jika zakat dikelola secara
Dalam UU No. 21 tahun 2011 produktif sebagaimana yang dapat
tentang Pengelolaan Zakat dijelaskan dipahami dari pasal berikutnya, yakni
tentang pengelolaan zakat pada pasal 2 Pasal 27.
dan 3. Sementara, pengelolaan secara Terlaksananya pengelolaan zakat
produktif secara lebih khusus dijelaskan secara produktif tidak lepas dari
pada 25, 26, dan 27. semangat besar dalam UU No. 23 tahun
Pasal 2 mengisyaratkan bahwa 2011. Salah satu gagasan besar penataan
zakat selain harus dikelola sesuai syariat pengelolaan zakat yang tertuang dalam
Islam, juga harus dikelola dengan prinsip- UU No. 23 tahun 2011 tersebut dan yang
prinsip lainnya, yakni amanah, menjiwai keseluruhan pasalnya adalah
kemanfaatan, keadilan, kepastian hukum, pengelolaan yang terintegrasi. Kata
terintegrasi, dan akuntabilitas. Prinsip- “terintegrasi” menjadi asas yang
prinsip ini terintegrasi dalam rangka melandasi kegiatan pengelolaan zakat di
mencapai tujuan yang diidealkan negara kita, baik dilakukan Badan Amil
sebagaimana isi Pasal 3, yakni (a) Zakat Nasional (BAZNAS) di semua
meningkatkan efektivitas dan efisiensi tingkatan maupun Lembaga Amil Zakat
pelayanan dalam pengelolaan zakat; dan
(LAZ) yang mendapat legalitas sesuai mengelola dan mengembangkan harta
ketentuan perundang-undangan.29 benda wakaf sesuai dengan tujuan,
Integrasi pengelolaan zakat fungsi, dan peruntukannya. Ini artinya
menempatkan BAZNAS sebagai apa yang dihajatkan oleh nāẓir harus
koordinator. Peran koordinator menjadi rujukan utama bagi para nāẓir
merupakan satu kesenyawaan dengan dalam mengelola wakaf. Sehingga dalam
integrasi. Pengkoordinasian yang konteks ini sangat berkorelasi dengan
dilakukan BAZNAS inilah yang ke depan kaidah us}u>l yang mengatakan: “Niyyat al-
akan mengawal jalannya proses integrasi wāqif ka naṣṣ al-syar’i” (tujuan wakif
dan sinergi dari sisi manajemen maupun sama kedudukannya dengan ketentuan
dari sisi kesesuaian syariah. Hal ini diatur syara’ itu sendiri). Hal ini dipertegas lagi
dalam ketentuan Pasal 6 dan 7 UU No. 23 dalam Pasal 44 ayat (2) yang berbunyi:
tahun 2011 sebagai dasar hukum yang ”Izin sebagaimana dimaksud pada ayat
memberikan ruang terbuka kepada (1) hanya dapat diberikan apabila harta
BAZNAS untuk menjalankan fungsi benda wakaf ternyata tidak dapat
koordinasi. Ketika LAZ menjadi bagian dipergunakan sesuai dengan peruntukan
dari sistem yang dikoordinasikan yang dinyatakan dalam ikrar wakaf.”
BAZNAS, maka posisinya secara hukum Pasal 43 UU wakaf ini juga
menjadi kuat, sehingga prinsip dan menegaskan tiga hal, yakni wakaf harus
tuntunan syariah dalam al-Qur’an (QS. dikelola dengan prinsip syariah (ayat (1)),
al-Taubah 9: 103 dan 60) dapat lalu dalam ayat (2) dijelaskan bahwa
terpenuhi.30 wakaf yang dimaksud dalam ayat 1
Para pengelola zakat perlu dikembangkan secara produktif.
memahami lahirnya UU No. 23 tahun Kemudian dalam rangka menjamin
2011 tentang Pengelolaan Zakat yang pengelolaan wakaf secara produktif
akan dilengkapi dengan Peraturan diperlukan lembaga penjamin yang dapat
Pemerintah tentang Pelaksanaan undang- menjamin keutuhan atau keabadian harta
undang. Pemahaman tersebut sejatinya wakaf.
bertujuan untuk menata pengelolaan Persoalan yang sering muncul
zakat agar lebih baik. Penataan berkaitan dengan pengembangan wakaf
sebagaimana dimaksud tidak terlepas dari dan zakat produktif ini adalah kurangnya
kepentingan untuk menjadikan amil zakat sosialisasi, khususnya wakaf produktif.
lebih profesional, memiliki legalitas Sosialisasi pemerintah lewat Kementerian
secara yuridis formal dan mengikuti Agama RI tentang wakaf produktif
sistem pertanggungjawaban kepada sebagaimana dimuat dalam UU No. 41
pemerintah dan masyarakat. Tugas dan tahun 2004 tentang Wakaf merupakan
tanggung jawab sebagai amil zakat tidak upaya positif bagi pengembangan wakaf
bisa dilepaskan dari prinsip syariah yang produktif di Indonesia. Sosialisasi ini
mengaitkan zakat dengan kewenangan harus dilakukan secara
pemerintah (ulil amri) untuk mengangkat berkesinambungan dengan melibatkan
amil zakat. stake holders daerah yang ada. Dengan
2. Konsep Wakaf Produktif dalam UU mengaitkan wakaf produktif dengan
No. 41 Tahun 2004 sosialisasi zakat produktif, TGH.
Pengaturan Wakaf Produktif Syamsul Hadi mengatakan bahwa
dalam UU No. 41 tahun 2004 terdapat pengembangan wakaf produktif ini
dalam Bab V tentang pengelolaan dan memang sejalan dengan semangat dari
pengembangan harta benda wakaf, wakaf produktif yang ada dalam UU
khususnya Pasal 42 sampai pasal 44. wakaf. Sejalan pula dengan
Pada Pasal 42 UU wakaf di atas secara pengembangan zakat produktif yang
tegas mengatakan bahwa nazir wajib digalakkan oleh pemerintah. Kalau
dahulu dalam berzakat langsung semangat awal dari zakat itu benar-benar
diberikan beras untuk kebutuhan makan, dapat terealisasi dengan baik.
sekarang diberikan “pancingnya”. Terlebih lebih lagi wakaf, institusi
Diberikan modal usaha agar dapat ini bahkan memiliki semangat utama
menghasilkan pendapatan untuk hidup.31 untuk dikembangkan karena yang bisa
TGH. Hasanain berpandangan didistribusikan hanya hasil dari
bahwa wakaf produktif ini hanya produktivitas itu sesuai dengan makna
berkaitan dengan persoalan manajemen hadis Umar yang substansinya pada
mengatur harta umat bukan hukum harta kalimat ”Iḥbis aṣlahā wa tasaddaq
umat. Oleh karena itu, ia menegaskan ṡamratahā” (tahanlah asalnya dan
bahwa selama konsep wakaf produktif itu bagikanlah hasilnya).
diterima dan tidak menzalimi siapapun 1. Zakat Produktif
maka tidak ada masalah untuk Penyaluran zakat secara produktif
dipraktekkan. Apalagi, pengelolaan pernah terjadi di zaman Rasulullah SAW.
wakaf dengan produktif memiliki esensi Hadis riwayat Imam Muslim dari Salim
untuk menjaga keberlangsungan manfaat bin Abdillah bin Umar dari ayahnya,
wakaf itu sendiri. Hal ini diilustrasikan bahwa Rasulullah telah memberikan
dengan harta anak yatim. Dalam al- zakat kepadanya lalu menyuruhnya untuk
Qur’an dijelaskan bahwa tidak boleh dikembangkan atau disedekahkan lagi.
diberikan hartanya kalau anak yatim itu Disyaratkan bahwa yang berhak
tidak mampu mengelolanya sendiri. Ayat memberikat zakat produktif adalah yang
ini menegaskan bahwa orang lain harus mampu melakukan pembinaan dan
mengelola harta anak yatim tersebut pendampingan kepada para mustaḥiq agar
secara profesional baru setelah sampai kegiatan usahanya dapat berjalan dengan
berusia dewasa (mampu) baru diberikan baik.
mengelola hartanya sendiri. Lebih-lebih Dengan demikian, dapat dipahami
lagi harta wakaf itu adalah harta umat, bahwa zakat produktif ini berada pada
tentu harus dikelola secara profesional ranah pemanfaatan zakat. Model zakat
lebih dahulu baru didistribusikan.32 produktif ini pernah dipraktekkan di
beberapa tempat seperti di Kendal Jawa
E. Zakat Produktif dan Wakaf Tengah. Pemberian zakat secara
Produktif dalam Konteks produktif ini adalah bentuk kebijakan dari
Dinamisasi Hukum Islam pengelolaan zakat profesi yang dikelola
Zakat produktif dan wakaf di Kendal Jawa Tengah. Menurut KH.
produktif merupakan dua filantropi Islam Drs. Asmawi Usman, penerapan zakat
yang senantiasa mengalami profesi di Kabupaten Kendal ini meski
perkembangan dari masa ke masa. Istilah tidak dijadikan sebagai PERDA, terbukti
produktif dalam kedua filantropi tersebut banyak membantu kaum fakir-miskin.
sebenarnya bukan merupakan sesuatu Bahkan motivasi utama dari program ini,
yang asing dan sangat baru. Zakat lanjutnya, dalam rangka memberikan
misalnya, jika dilihat dari sisi contoh yang baik (uswatun ḥasanah) dan
etimologinya memang berarti menumbuhkan kesadaran para PNS/abdi
berkembang dan bertambah. Sehingga negara dalam membantu kaum fakir-
ketika dalam konteks sekarang ini adalah miskin dengan cara memberikan (men-
istilah zakat produktif sesungguhnya tasarruf-kan) zakat tersebut dalam bentuk
hanya bersifat penegasan kembali bahwa yang produktif, seperti membelikan
esensi zakat itu harus dikembangkan becak.33
bukan saja agar sampai kepada para Pengelolaan zakat secara
mustaḥiq tetapi juga seyogyanya produktif sangat menghajatkan pengelola
disalurkan dengan misi produktivitas agar (āmil) yang profesional. Pelaksanaan
ibadah zakat melibatkan sejumlah awal mula paradigma baru wakaf di
kegiatan yang berkaitan dengan Indonesia oleh Kemenag RI. Jaih
pengelolaan harta benda, sejak Mubarok juga menegaskan bahwa UU
pengumpulan, pendistribusian, No. 41 tahun 2004 ini memiliki
pengawasan, pengadministra-sian, dan paradigma baru wakaf karena dalam UU
pertanggungjawaban harta zakat. Untuk ini mempertegas bahwa wakaf itu
terlaksananya ibadah zakat sesuai dengan memiliki dimensi sosial atau paradigma
ketentuan agama, maka mutlak ibadah sosial.37
diperlukan pengelolaan (manajemen)
zakat yang benar dan profesional.34 F. Bentuk-Bentuk Perubahan Sosial
2. Wakaf Produktif dari Pengembangan Zakat
Menurut Mustafa Edwin Nasution Produktif dan Wakaf Produktif
dan Uswatun Hasanah, 35 wakaf adalah Perubahan-perubahan pada
salah satu instrumen ekonomi Islam yang masyarakat dewasa ini merupakan gejala
sangat potensial dalam meningkatkan yang normal, pengaruhnya dengan cepat
kesejahteraan sosial. Ia dapat memiliki menjalar ke seluruh pelosok dunia berkat
peran yang sangat besar dalam membantu adanya komunikasi modern. Penemuan-
menyelesaikan masalah sosial ekonomi penemuan baru di bidang teknologi,
masyarakat jika dikelola secara terjadinya suatu revolusi, modernisasi
profesional dan produktif. Namun, pendidikan, dan seterusnya di suatu
selama ini harta benda wakaf masih tempat, dengan cepat dapat diketahui
dikelola secara tidak produktif karena masyarakat yang jauh letaknya.
wakaf hanya dipahami oleh mayoritas Perubahan-perubahan dalam masyarakat
umat Islam Indonesia sebagai amalan dapat mengenai nilai sosial, kaidah-
ibadah semata (maḥḍah) yang tidak kaidah sosial, pola-pola prilaku,
memiliki dimensi ekonomi ataupun organisasi, susunan lembaga
dimensi sosial. kemasyarakatan, lapisan-lapisan dalam
Dengan demikian, masyarakat, kekuasaan dan wewenang,
memberdayakan wakaf produktif36 interaksi sosial, dan lain sebagainya.38
maksudnya mengelola wakaf secara Sebagaimana layaknya sebuah
profesional dan bertanggungjawab pemikiran atau hasil ijtihad manusia,
sehingga menghasilkan wakaf yang zakat dan wakaf juga menghasilkan
memiliki makna sosial dan memiliki perubahan sosial karena ada upaya untuk
beragam manfaat (multiplier effect), merevitalisasi kedua institusi itu, yakni
yakni manfaat rohani dan manfaat fisik. dari zakat dan wakaf yang dikelola secara
Dari manfaat tersebut kemudian konsumtif menuju zakat dan wakaf yang
diperoleh keabadian manfaat atau dikelola secara produktif. Dengan
manfaat yang lebih tinggi, demikian, perubahan sosial yang
profesionalisme manajemen, diharapkan adalah terwujudnya
pertanggungjawaban, keadilan sosial, dan pemahaman yang sama di antara umat
kerjasama antar umat. Islam tentang pentingnya pengelolaan
Pengelolaan wakaf secara zakat dan wakaf secara produktif,
produktif ini secara hukum merupakan sehingga memiliki nilai manfaat yang
amanat dari UU wakaf. Itulah sebabnya lebih besar bagi masyarakat luas.
UU No. 41 tahun 2014 dianggap sebagai
Berikut ini adalah skema perubahan yang terjadi pada pengelolaan zakat konsumtif
ke zakat produktif:
Tabel : 2.
Makna Perubahan Zakat dari Konsumtif ke Produktif
HAL PERUBAHANNYA KETERANGAN

Dalam Bentuk
Huruf - A (Konsumtif)
Benda zakat tidak Benda zakat mengalami - B (Produktif)
Dalam Perspektif mengalami peningkatan peningkatan nilai karena
karena dikonsumsi diproduktifkan sebelum
dikonsumsi

Perubahan dari pola zakat memang diharuskan untuk mendapat


konsumtif ke produktif memiliki nilai manfaat dengan memastikan harta wakaf
kemanfaatan yang lebih tinggi pada harus tetap terjaga dan tidak boleh habis.
distribusi zakat karena benda zakatnya Ketika paradigmanya hanya
masih tetap dan manfaatnya akan tetap konsumtif biasanya hanya
didapatkan oleh mustaḥiq al-zakāt. Hal mempertahankan benda wakaf saja
ini terjadi karena harta zakat tersebut (dawām al-‘ain), sementara jika
telah berubah menjadi benda yang dapat diproduktifkan maka selain
diproduktifkan seperti mesin jahit atau mempertahankan bendanya, juga
gerobak dorong yang dapat digunakan mempertahankan manfaat wakaf itu
setiap hari dalam mengais rezeki atau (dawām al-intifā’ bi al-‘ain). Untuk lebih
pendapatan. Hal ini berbeda dengan jelasnya, berikut ini digambarkan dalam
perubahan wakaf, perubahan tersebut bentuk tabel (matriks).

Tabel : 3.
Makna Perubahan Wakaf dari Konsumtif ke Produktif

HAL PERUBAHANNYA KETERANGAN

Dalam Bentuk Huruf


- A (Konsumtif)
       
- B (Produktif)
   

 


Dalam Perspektif
(Tetapnya (Tetapnya Manfaat
Benda Wakaf) Benda Wakaf)

Selo Soemardjan menjelaskan umat Islam dalam mengelola zakat dan


bahwa perubahan sosial adalah segala wakaf.
perubahan pada lembaga kemasyarakatan Pada akhirnya terjadilah
di dalam suatu masyarakat yang perubahan norma masyarakat sehingga
mempengaruhi sistem sosialnya, melahirkan proses integrasi dari
termasuk di dalamnya nilai-nilai, sikap- pengelolaan secara konsumtif menuju
sikap, dan pola-pola perilaku di antara pengelolaan secara produktif. Hal ini
kelompok masyarakat.39 Jika diperhatikan terjadi karena inti perubahan masyarakat
makna perubahan sosial menurut Selo adalah perubahan norma-norma
Soemardjan di atas, maka akan tergambar masyarakat. Perubahan norma dan proses
bahwa perubahan menuju pengelolaan pembentukan norma baru merupakan inti
zakat dan wakaf secara produktif akan dari usaha mempertahankan persatuan
mempengaruhi sikap, pola, dan perilaku hidup kelompok, dengan sendirinya
proses perubahan masyarakat menjadi dan wakaf merupakan dua hal yang saling
proses integrasi dalam banyak bidang. melengkapi, sebab kalau hanya
Dengan melihat makna perubahan mengandalkan zakat sebagai pemberian
zakat dan wakaf menuju pengelolaan wajib saja, maka tidak akan memberikan
secara produktif dapat dilihat dari dampak yang menyeluruh dalam
perbedaannya sebagaimana tergambar menyelesaikan persoalan ekonomi umat.
pada uraian di awal. Secara detail dapat Maka ketika aset zakat dirasa masih
tergambar bahwa perbedaan zakat kurang karena misalnya tidak dikelola
produktif dan wakaf produktif di dengan maksimal, maka kehadiran
Indonesia dapat dilihat dari lima hal, institusi wakaf diharapkan dapat
yakni dasar hukum, orang yang mengurangi kelemahan yang ada pada
mengeluarkan (wāqif dan muzakki>), zakat.
hartanya (mawqūf bih dan mal al-zakat), Zakat produktif dan wakaf
pengelola (nāẓir dan ‘āmil), dan yang produktif dianggap sebagai bagian dari
berhak menerima (mauqūf ‘alaih dan perubahan hukum Islam di Indonesia
mustaḥiq). karena keduanya merupakan filantropi
Kelima hal ini menunjukkan Islam yang senantiasa mengalami
adanya perbedaan dan persamaan antara perkembangan dari masa ke masa. Hal ini
zakat dan wakaf. Perbedaannya bahwa dapat disebabkan oleh berbagai faktor.
(1) zakat disebutkan secara tegas dan Robertson40 menyebutkan, ada beberapa
jelas dalam naṣṣ, sementara wakaf secara faktor yang menyebabkan terjadinya
tidak tegas; (2) muzakki>-nya wajib perubahan sosial, yakni (a)
mengeluarkan zakat jika telah memenuhi perkembangan pembangunan fisik (the
syarat, muzakki> tidak bisa menentukan physical environment), (b) perubahan
syarat tertentu kecuali sesuai dengan budaya (cultural innovation) yang terdiri
syarā’, sementara wakif mengeluarkan dari penemuan (discovery), penciptaan
wakaf hanya karena anjuran, wakif dapat (invention), dan penyebaran (diffusion),
menentukan syarat-syarat asal tidak (c) pertumbuhan penduduk (population),
bertentangan dengan syarā’; (3) harta (d) teknologi baru (technology), (e)
zakat boleh dibagikan langsung harta perbuatan manusia (human action), yang
zakatnya, sementara harta wakaf tidak terdiri dari perbuatan individu (individual
boleh dibagikan langsung harta action) dan perbuatan kelompok
wakafnya, kecuali hasilnya saja; (4) āmil (collective action).
secara tegas disebutkan dalan naṣṣ al- Perkembangan pengelolaan zakat
Qur’an (Qs. al-Taubah: 60), sementara dan wakaf secara produktif di Indonesia
pada wakaf nāẓir bukan merupakan lebih banyak disebabkan oleh faktor
rukun dari wakaf; (5) sasaran zakat sudah perkembangan pembangunan fisik dan
pasti pada delapan kelompok, sementara perkembangan teknologi baru atau iptek.
sasaran wakaf ditujukan kepada Hal ini dapat dilihat dari semakin
kebajikan dan lebih luas dari peruntukan canggihnya pengelolaan berbagai
zakat. kebutuhan manusia terutama dalam hal
Adapun persamaannya adalah (1) perdangangan. Ini pula yang ikut
memiliki dasar hukum; (2) mengeluarkan mempengaruhi institusi zakat dan wakaf
harta untuk kepentingan kebajikan; (3) yang merupakan institusi harta umat (māl
dapat dinikmati bahkan dimiliki oleh al-ijtimā’iyyah) untuk dikembangkan
pihak yang berhak menerima; (4) secara produktif dan berkesinambungan.
memerlukan pengelola agar dapat Sementara menurut Rakhmat,41
terdistribusi dengan baik sesuai syarak. dalam masyarakat perubahan sosial atau
Dengan demikian, di balik lebih tepatnya rekayasa sosial disebabkan
perbedaannya itu ternyata antara zakat oleh: (a) perubahan ide, pandangan hidup
dan dunia, serta nilai-nilai; (b) munculnya sama-sama merupakan filantropi Islam
tokoh-tokoh besar; (c) adanya gerakan- yang memiliki visi pemerataan harta dan
gerakan sosial, termasuk Lembaga pengentasan kemiskinan. Perbedaannya,
Swadaya Masyarakat (LSM) dan zakat selain bersifat wajib juga dapat
yayasan. Dengan demikian, perubahan didistribusikan harta zakat secara
zakat dan wakaf ini menuju pengelolaan langsung. Sementara, selain sifat wakaf
secara produktif lebih banyak disebabkan itu anjuran (sunnat), yang dapat
karena perubahan idea dan pandangan didistribusikan adalah hasilnya dan tidak
hidup, dan adanya gerakan-gerakan boleh bendanya karena harus ditahan
sosial, baik yang dilakukan oleh lembaga kelestariannya.
sosial seperti Tabung Wakaf Indonesia Kedua, zakat produktif dan wakaf
(TWI) maupun oleh Kemenag RI sendiri. produktif dapat disebut sebagai bagian
Kalau pada masa lampau zakat dari perubahan hukum Islam di Indonesia
dikelola secara konsumtif saja sudah karena keduanya merupakan filantropi
dianggap cukup, demikian juga wakaf Islam yang senantiasa mengalami
dikelola seadanya, tetapi saat ini dengan perkembangan. Istilah produktif dalam
perkembangan Iptek dan kemajuan kedua filantropi tersebut sebenarnya
pembangunan dalam segala lini bukan merupakan hal yang sangat baru.
menghajatkan zakat dan wakaf dikelola Jika dilihat dari sisi etimologinya, zakat
secara lebih maslahat untuk menambah berarti bertambah. Muncul istilah zakat
nilai manfaat kedua institusi ini. produktif hanya bersifat penegasan
Saat ini diakui atau tidak kembali. Lebih-lebih lagi wakaf, institusi
masyarakat muslim masih pro-kontra ini bahkan memiliki semangat utama
tentang pengelolaan zakat dan wakaf untuk dikembangkan karena yang bisa
secara produktif ini. Ada di antara umat didistribusikan hanya hasil dari
Islam yang masih ragu jika zakat dan produktivitas itu. Bedanya, kalau zakat
wakaf dikelola secara produktif itu akan dapat didistribusikan langsung tanpa
serta merta meningkatkan nilai manfaat diproduktifkan, maka wakaf harus
kedua institusi ini. Oleh karena itu, diproduktifkan dahulu baru dapat
perubahan paradigma dan pandangan didistribusikan hasilnya, kecuali wakaf
(mindset) umat Islam mutlak diperlukan langsung seperti masjid.
sehingga perubahan sosial dalam hal ini Ketiga, bentuk perubahan sosial
merupakan hal yang tidak terbantahkan. yang diharapkan sehingga zakat dan
wakaf perlu dikembangkan secara
G. Penutup produktif adalah perubahan pada aspek
Berdasarkan pembahasan di atas pemahaman zakat dan wakaf yang
dapat disimpulkan beberapa hal: pertama, sebelumnya hanya konsumtif menjadi
perbedaan zakat produktif dan wakaf zakat dan wakaf yang produktif.
produktif di Indonesia dapat dilihat dari Selanjutnya perubahan pemahaman itu
lima hal, yakni dasar hukum, orang yang diharapkan dapat diaplikasikan pada
mengeluarkan (wāqif dan muzakki>), perubahan praktik sehingga dapat
hartanya (mauqūf bih dan māl al-zakāt), tersalurkan zakat dan wakaf secara
pengelola (nāẓir dan ‘āmil), yang berhak produktif yang memiliki kemanfaatan
menerima (mauqūf ‘alaih dan mustaḥiq). lebih banyak.
Kelima hal ini menunjukkan adanya
perbedaan dan persamaan antara zakat
dan wakaf, di antaranya kedua-duanya
Catatan Akhir:
6
Menurut Isa Abduh, ibādah maḥḍah
adalah ibadah yang murni kepada Tuhan (seperti
1 salat). Termasuk ibadah maḥḍah ini adalah rukun
Berkaitan dengan kata produktif, Islam yang lima. Isā ’Abdūh, An-Nazm al-
Imamuddin Yuliadi menjelaskan bahwa produksi Māliyah fī al-Islām (Kairo: Ma’had ad-Dirasat al-
diartikan dengan kegiatan ekonomi yang dapat Islamiyah, 1396-1397 H.), hlm. 163.
meningkatkan nilai tambah suatu barang. 7
A. Hassan menegaskan bahwa ayat–
Pengertian produksi tidak hanya diartikan dengan ayat tentang ubūdiyyah ini tidak perlu diselidiki
proses perubahan dari input menjadi output saja makna dan maksudnya. Sifat dari ranah ini adalah
tetapi pengertian produksi menyangkut tertutup dari kreasi manusia (gayr ma’qūl al-
peningkatan nilai tambah suatu barang. Produksi ma’na). Sedangkan ayat-ayat tentang mu’āmalah
bisa diartikan dengan perubahan bentuk suatu adalah ayat-ayat hukum yang ditetapkan untuk
barang disebut form utility, memindahkan tempat mengatur hubungan perorangan dan hubungan
penggunaan barang disebut place utility, masyarakat. Ayat-ayat tentang mu’āmalat ini
menyimpan barang untuk dimanfaatkan disebut bersifat terbuka dan dapat dimengerti (ma’qūl al-
time utility, dan perpindahan kepemilikan suatu
ma’nâ)”. Ahmad Hassan, Tafsīr al-Furqān
barang disebut possesion utility. Imamudin
(Bangil: Persatuan, tth.), hlm. xxv.
Yuliadi, Ekonomi Islam: Sebuah Pengantar 8
Dalam bahasa Arab, kaidah tersebut
(Yogyakarta: LPPI, 2001), hlm. 192.
2 berbunyi:
Achmad Djunaidi (ed.), Paradigma
Baru Wakaf di Indonesia (Jakarta: Direktorat _
?E" #C$%& r
?&  h
Zakat dan Wakaf RI, 2005), hlm., v-vi. Lihat Ibnu Taimiyyah (Juz II,
3
Dalam hal perubahan, J. Winardi 1422H/2001: 306). Ibnu Taimiyyah
mengatakan bahwa manusia perlu senantiasa mengungkapkan dengan kata-kata: ”anna al-
berubah sesuai dengan tuntutan perubahan itu ‘ibādah allati aujabahā Allāh la yaṡbutu al-amr
sendiri. Perubahan yang dimaksud meliputi illā bi asy-syar’i”. Berkaitan dengan ibadah,
misalnya perubahan dalam perilaku, perubahan dalam kitab al-Bayān, Hakim (1358/1939: 215)
dalam sistem nilai dan penilaian, perubahan mengutip kaidah yang bunyinya: ”al-Aṣlu fī al-
dalam metode dan cara-cara bekerja, perubahan ibādah al-but}lān ḥatta yaqūma dalīlun ‘alā al-
dalam peralatan yang digunakan, perubahan amri”.
9
dalam cara berpikir, perubahan dalam hal Dalam bahasa Arab, kaidah tersebut
bersikap. J. Winardi, Manajemen Perubahan berbunyi:
(Management of Change) (Jakarta: Kencana,
7st  C&,& 6, u0 i0
+ i
f  h
2006), hlm. 1.
4 Muhamad bin Ali al-Syaukāni, al-Dirār al-
Berikut ini adalah kaidah yang terkait
dengan perubahan hukum Islam: Mud}iyah Syarḥ al-Durār al-Bahiyyah (Beirut:
Mu’assasah al-Kutub al-Tsaqafah, 1988), hlm.
6 % 0    l
7 ;mn  " o%  & MCkE
 h" i!K  h" i! 4 h jMkE P     284-285 dan Haroen, Perdagangan, hlm. 8-9.
, p% & " q

 /Cc!&" 10
Lihat Tim Bank Indonesia (2005), hlm.
 4.
“Berubah dan berbedanya fatwa sesuai dengan 11
Ahmad Rofiq, Pembaharuan Hukum
perubahan zaman, tempat, kondisi sosial, niat, dan
Islam di Indonesia (Yogyakarta: Gama Media,
adat kebiasaan”. Nasrun Haroen, Perdagangan
2001), hlm. 20.
Saham di Bursa Efek Tinjauan Hukum Islam 12
Ibid., hlm. 20.
(Jakarta: Yayasan Kalimah, 2000), hlm. 34-35. 13
5 Ibid., hlm. 2.
Hal senada dikatakan oleh M. Atha’ 14
Undang-Undang No. 23 tahun 2011
Mudzhar bahwa kenyataan sejarah perjalanan
Hukum Islam ternyata membawa faktor sosial tentang Pengelolaan Zakat
15
budaya yang telah mempengaruhi produk-produk M. Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam,
pemikiran hukum Islam, baik yang berbentuk Zakat dan Wakaf (Jakarta: UI-Press, 1998), hlm.
kitab fiqih, Undang-Undang, Keputusan 62.
16
Pengadilan, dan fatwa-fatwa ulama’. M. Atha’ Menurut Abu Hanifah: "Wakaf adalah
Mudzhar, Membaca Gelombang Ijtihad: Antara menahan bendanya (wakaf) dengan ketentuan
Tradisi dan Liberasi (Yogyakarta: Titian Ilahi harta itu tetap dalam kepemilikan wakif, dan
Press., 2008), hlm. 127. Hal senada juga mensadaqahkan manfaatnya pada jalan
diungkapkan oleh Ridwan as-Sayyid dan kebaikan." Menurut Abu Hanifah, wakaf tidak
M.Quraish Shihab bahwa dalam suatu peristiwa mengharuskan hilangnya hak kepemilikan bagi
selalu terdapat tiga unsur, yakni (a) peristiwa wakif, bagi Abu Hanifah adalah wakaf itu
yang terjadi, (b) pelaku, dan (c) waktu. Dewan hukumnya boleh dan bersifat gair lāzim (tidak
Redaksi, Ensiklopedi Hukum Islam, hlm. 136. tetap). Menurut jumhur Ulama: "Wakaf adalah
menahan harta yang dapat dimanfaatkan tanpa Pemberdayaan Wakaf Dirjen Bimas Depag RI,
lenyap bendanya, dengan cara tidak melakukan 2008), hlm. 23.
25
tindakan hukum terhadap benda tersebut, Ibid., hlm. 37.
26
disalurkan pada sesuatu yang mubah (tidak Ibid., hlm. 39-40.
27
haram) yang ada." Menurut Malikiyah: "Wakaf Ibid., hlm. 40-42.
28
adalah pemilik harta menjadikan manfaat dari Al-Kabisi menjelaskan bahwa
suatu barang yang dimiliki walaupun kepemilikan distribusi harta wakaf diperuntukkan bagi sasaran
itu dengan cara sewa atau dengan menjadikan tertentu dengan syarat-syarat: (a) sasaran itu
kepemilikannya itu berupa hasilnya seperti berupa salah satu bentuk kebajikan, (b) di
dirham (mata uang), yang diperuntukkan bagi dalamnya tidak terdapat maksiat, (c) tidak
orang yang berhak menerimanya dengan bertentangan dengan aturan hukum, (d) aktivitas
menggunakan sigat tertentu selama waktu yang kebajikan dalam sasaran wakaf hendaknya
sesuai menurut pandangan orang yang memegang bersifat kontinyu, (e) barang yang diwakafkan
harta wakaf itu." Menurut Malikiyah, wakaf tidak tidak kembali kepada si wakif, (f) pihak yang
harus kekal (ta'bīd). Wahbah al-Zuh}ayli>, al- diberi wakaf cakap hukum untuk menguasai harta
Wasāya wa al-Waqf fī al-Fiqh al-Islāmiy wakaf. Muḥammad ‘Ābid Abdullāh al-Kabisi,
(Damsyiq: Dār al-Fikr, 2007), hlm. 133-135. Hukum Wakaf, terj. Ahrul Tsani Fathurrahman
17
Abdullah Sa'ad al-Hajiri, Taqyīm dkk.(Jakarta: Dompet Dhuafa Republika dan
Kafā'at Istiṡmār Amwāl al-Auqāf bī Daulat al- IlMan Press, 2004), hlm. 284.
Quwait (Kuwait: al-Amānah al-Āmmah lī al- 29
M. Fuad Nasar, “Integrasi Pengelolaan
Auqāf Idārat ad-Dirāsat wa al-Alāqat al- Zakat dalam UU No 23 Tahun 2011”, September
Khārijiyyah, 2006), hlm. 30. 11, 2012 4:51 pm.
18 30
Jaih Mubarok, Wakaf Produktif Ibid.
(Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2008), 31
Muslihun, “Menuju Wakaf Produktif:
hlm. 15-16. Studi Pergeseran Pemahaman Wakaf Tuan Guru
19
Monzer Qahaf, al-Waqf al-Islāmi>: tentang Wakaf di Lombok”, Disertasi S3 IAIN
Taṭawwuruh Idāratuh wa Tanmiyatuh Walisongo Semarang, 2012, hlm. 156.
(Damaskus: Dār al-Fikr, 2000), hlm. 159. 32
Ibid., hlm.157.
20 33
KH. Tolhah Hasan, “Wawasan Umum Muslihun Muslim, Fiqh Ekonomi dan
tentang Waqaf dan Pengelolaannya di Era Positiviasasinya di Indonesia (Mataram: LKIM
Modern”, Slide Bahan Ajar S3 IAIN Walisongo, IAIN Mataram, 2005), hlm. 126.
2010, hlm. 2-3. 34
H. Suparman Usman, Hukum Islam:
21
Penjelasan pasal ini berbunyi: Asas-Asas dan Pengantar Studi Hukum Islam
"Pengelolaan dan pengembangan harta benda dalam Tata Hukum Indonesia (Jakarta: Gaya
wakaf dilakukan secara produktif antara lain Media Pratama, 2001), hlm. 163.
dengan cara pengumpulan, investasi, penanaman 35
Mustafa Edwin Nasution dan Uswatun
modal, produksi, kemitraan, perdagangan, Hasanah, Wakaf Tunai,hlm.2.
agrobisnis, pertambangan, perindustrian, 36
Memberdayakan wakaf secara
pengembangan teknologi, pembangunan gedung, produktif dapat ditelusuri dari karakteristik kata
apartemen, rumah susun, pasar swalayan, pemberdayaan itu sendiri. Secara bahasa, kata
pertokoan, perkantoran, sarana pendidikan pemberdayaan berasal dari kata daya. Daya
ataupun sarana kesehatan, dan usaha-usaha yang artinya power (kekuatan). Pemberdayaan
tidak bertentangan dengan syariah." (empowerment) adalah proses seseorang,
22
Mustafa Edwin Nasution dan Uswatun organisasi, dan masyarakat mampu mengurus
Hasanah, Wakaf Tunai, Inovasi Finansial Islam, kebutuhan dan permasalahannya sendiri, sehingga
Peluang dan Tantangan dalam Mewujudkan peduli terhadap diri dan lingkungannya. Mukmin,
Kesejahteraan Umat (Jakarta: PSTTI-UI, 2005), ”Peranan Pondok Pesantren dalam Pemberdayaan
hlm. 1-2. Masyarakat dan Pemdes”, Makalah pada RKKP
23
Al-Bukhārī, Ṣaḥīḥ al-Bukhāri> (Kairo: PW NW NTB, tanggal 17-18 Juli 2009 di
Rayyan, 1986), X: 87, 153; XXII: 169; Hadis ini Mataram.
dengan redaksi yang sedikit berbeda dapat pula 37
Jaih Mubarok, Wakaf, hlm.16.
ditemukan di dalam Sunan Abi Dawud bab 38
Hendrojono, Sosiologi Hukum:
Wasāya, hadis 13, Ṣaḥīḥ Muslim, bab al-Waqf, Pengaruh Perubahan Masyarakat dan Hukum
ḥadis 1232, Sunan Turmuzi, fī al-Aḥkām 'an (Surabaya: Srikandi, 2005), hlm. 41. Parsons
Rasūlillāh fī al-Waqf, ḥadis 1296, dan Sunan melihat perubahan bukan sebagai suatu yang
Nasāi, fī al-Aḥbās, ḥadis 3541. mengganggu keseimbangan sosial, tetapi sebagai
24
Achmad Junaidi, Paradigma Baru sesuatu yang merubahnya, sehingga seperti
Wakaf di Indonesia (Jakarta: Direktorat menghasilkan keseimbangan yang baru dan secara
mutu berbeda. Ian Robertson, Sosiology, 3rd
edition, Editor Peter Deane, Linda Baron Davis Direktorat Zakat dan Wakaf RI,
(New York: Worth Publishers, Inc., 1988), hlm. 2005.
518.
39
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Al-Hājiriy, A.S. Taqyīm Kafā'at Istiṡmār
Pengantar (Jakarta: Rajawali Press.Soekanto, Amwāl al-Auqāf bī Daulat al-
2005), hlm. 305. Quwait. Kuwait: al-Amānah al-
40
Robertson, Sosiology, hlm. 508-514. Āmmah lī al-Auqāf Idārat ad-
41
Jalaludin Rakhmat, Rekayasa Sosial: Dirāsat wa al-Alāqat al-
Reformasi, Revolusi atau Manusia Besar, cet. 2
(Bandung: Rosdakarya, 2000), hlm. 50. Khārijiyyah, 2006.
Haroen, Nasrun. Perdagangan Saham di
Bursa Efek Tinjauan Hukum
Islam. Jakarta: Yayasan Kalimah,
DAFTAR PUSTAKA 2000.
Hasanah, Uswatun. "Peranan Wakaf
Abduh, Isa. Al-Nuz}u>m al-Māliyah fī al- dalam Mewujudkan
Islām. Kairo: Ma’had al-Dirāsat Kesejahteraan Sosial: Studi Kasus
al-Islāmiyah, 1396-1397 H. Pengelolaan Wakaf di Jakarta
Ali, Muhammad Daud. Sistem Ekonomi Selatan". Disertasi Pascasarjana
Islam, Zakat dan Wakaf. Jakarta: IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
UI-Press, 1998. 1997.
Al-Asyhar, Thabib, "Paradigma Baru dan Hassan, Ahmad. Tafsīr al-Furqān.
Substansi Undang-Undang Bangil: Persatuan, t.t.
Wakaf", Makalah dipresentasikan Hendrojono. Sosiologi Hukum: Pengaruh
pada Lokakarya Perwakafan Perubahan Masyarakat dan
Masyarakat Kampus 2006 di Hukum. Surabaya: Srikandi, 2005.
Mataram NTB., 29 Agustus 2006, Al-Kabisi, M. A. A. Hukum Wakaf, Terj.
Anderson, JND. Hukum Islam di Dunia Ahrul Tsani Fathurrahman dkk.
Modern, Terj. Machnun Husein. Jakarta: Dompet Dhuafa
Surabaya: Amar Press, 1990. Republika dan IIMan Press, 2004.
Antonio, Muhammad Syafi’i. Mubarok, Jaih. Wakaf Produktif.
"Pengelolaan Wakaf Secara Bandung: Simbiosa Rekatama
Produktif", dalam Ahmad Media, 2008.
Djunaidi dan Thobieb al-Asyhar. Mudzhar, Muhammad Atha’. Membaca
Menuju Era Wakaf Produktif: Gelombang Ijtihad: Antara
Sebuah Upaya Progresif Untuk Tradisi dan Liberasi. Yogyakarta:
Kesejahteraan Umat. Jakarta: Titian Ilahi Press, 1998.
Mitra Abadi Press, 2005. Muslihun, “Menuju Wakaf Produktif:
Badan Wakaf Indonesia (BWI). Studi Pergeseran Pemahaman
Rekomendasi Workshop Nāẓir Wakaf Tuan Guru tentang wakaf
Profesional. Hotel Sofyan, di Lomnbok”, Disertasi S3 IAIN
Jakarta, 5-7 Agustus 2008. Walisongo Semarang, 2012.
Al-Bukhari, Imam. Ṣaḥīḥ Bukhāri>. Kairo: Muslim, Muslihun. Fiqh Ekonomi dan
Rayyan, 1986. Positiviasasinya di Indonesia.
Dewan Redaksi Ensiklopedi Hukum Mataram: LKIM IAIN Mataram,
Islam. Ensiklopedi Hukum Islam. 2005.
Jakarta: PT. Ichtiar Van Hoeve, Nasution, Mustafa Edwin dan Uswatun
1997. Hasanah. Wakaf Tunai, Inovasi
Djunaidi, Ahmad, dkk. Paradigma Baru Finansial Islam, Peluang dan
Wakaf di Indonesia. Jakarta: Tantangan dalam Mewujudkan
Kesejahteraan Umat. Jakarta: Al-Syawkāni, Muhamad bin Ali. al-Dirār
PSTTI-UI, 2005. al-Mud}iyyah Syarḥ al-Durār al-
Qohaf, Monzer. Ekonomi Islam: Telaah Bahiyyah. Beirut: Mu’assasah al-
Analitik terhadap Fungsi Sistem Kutub al-Tsaqafah, 1988.
Ekonomi Islam, terj. Machnun Usman, H. Suparman. Hukum Islam:
Husein. Yogyakarta: PT. Tiara Asas-asas dan Pengantar Studi
Wacana,1995. Hukum Islam dalam Tata Hukum
Rakhmat, Jalaludin. Rekayasa Sosial: Indonesia. Jakarta: Gaya Media
Reformasi, Revolusi atau Manusia Pratama, 2001.
Besar. Bandung: Rosdakarya, Winardi, J. Manajemen Perubahan
2000. (Management of Change).
Robertson, Ian. Sociology. Third Edition, Jakarta: Kencana, 2006.
Editor Peter Deane, Linda Baron Al-Zuh}ayli>, Wahbah. al-Wasāya wa al-
Davis. New York: Worth Waqf fī al-Fiqh al-Islāmi>.
Publishers, Inc., 1988. Damsyiq: Dār al-Fikr, 2007.
Soekanto, Soerjono. Sosiologi Suatu
Pengantar. Jakarta: Rajawali
Press, 2005.

Anda mungkin juga menyukai