Anda di halaman 1dari 74

MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA

TUGAS
MANAJEMEN SDM

Oleh
Bayu Saputera

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER MANAJEMEN


SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI (STIE) INDONESIA
BANJARMASIN
2016
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i


DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii
BAB I PENGANTAR MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA ............... 1
1.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia ...................... 1
1.2 Tujuan Manajemen Sumber Daya Manusia ............................ 1
1.3 Sasaran Manajemen Sumber Daya Manusia.......................... 3
1.4 Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia ............................ 4
BAB II PERKEMBANGAN DAN TANTANGAN MANAJEMEN SUMBER
DAYA MANUSIA ............................................................................. 6
2.1 Sejarah Manajemen Sumber Daya Manusia........................... 6
2.2 Tantangan Manajemen Sumber Daya Manusia ...................... 10
BAB III PERENCANAAN SUMBER DAYA MANUSIA ................................. 11
3.1 Pengertian Perencanaan Sumber Daya Manusia ................... 11
3.2 Proses Perencanaan Sumber Daya Manusia ......................... 12
3.3 Evaluasi Perencanaan Sumber Daya Manusia ....................... 13
3.4 Kendala Perencanaan Sumber Daya Manusia ....................... 13
3.5 Perumusan Strategi Manajemen Sumber Daya Manusia........ 14
BAB IV REKRUTMEN DAN SELEKSI .......................................................... 16
4.1 Pengertian Rekrutmen............................................................ 16
4.2 Proses Seleksi........................................................................ 17
BAB V ORIENTASI DAN PENEMPATAN ................................................... 19
5.1 Pengertian Orientasi ............................................................... 19
5.2 Tujuan Orientasi ..................................................................... 20
5.3 Sasaran-Sasaran Utama Orientasi ......................................... 20
5.4 Teknik-Teknik Orientasi .......................................................... 22
5.5 Faktor yang Mempengatuhi Penempatan SDM ...................... 24
5.6 Promosi .................................................................................. 25
5.7 Pengalihan ............................................................................. 26
5.8 Penurunan Pangkat ................................................................ 26
5.9 Program Penempatan Kerja ................................................... 27
BAB VI PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA . 28
6.1 Pengertian Pelatihan dan Pengembangan ............................. 28

ii
6.2 Tujuan Pelatihan dan Pengembangan .................................... 29
6.3 Manfaat Pelatihan dan Pengembangan .................................. 30
6.4 Faktor yang Mempengaruhi Pelatihan dan Pengembangan ... 30
6.5 Tahap-Tahap Pelatihan dan Pengembangan ......................... 31
6.6 Kelemahan Pelatihan dan Pengembangan............................. 32
6.7 Pengaruh Pelatihan dan Pengembangan terhadap Kinerja
SDM ....................................................................................... 33
BAB VII PENILAIAN KINERJA ...................................................................... 35
7.1 Pengertian Penilaian Kinerja .................................................. 35
7.2 Tujuan Penilaian Kinerja ......................................................... 36
7.3 Manfaat Penilaian Kerja ......................................................... 37
7.4 Aspek-Aspek yang Dinilai dalam Penilaian Kerja.................... 37
BAB VIII MANAJEMEN GAJI DAN UPAH ...................................................... 38
8.1 Tujuan Kompensasi ................................................................ 39
8.2 Uang dan Motivasi .................................................................. 40
8.3 Pengupahan Sebagai Motivator Karyawan ............................. 42
BAB IX TUNJANGAN DAN PROGRAM KESEJAHTERAAN........................ 43
9.1 Pengertian Kesejahteraan Pegawai ........................................ 43
9.2 Program Kesejahteraan .......................................................... 44
9.3 Tujuan dan Manfaat Program Kesejahteraan ......................... 44
9.4 Jenis Kesejahteraan ............................................................... 46
9.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesejahteraan ................. 51
9.6 Hubungan Program Kesejahteraan dengan Semangat
Pegawai ................................................................................. 52
BAB X PENINGKATAN KEPUASAN KERJA DAN PRODUKTIVITAS
PEGAWAI........................................................................................ 54
10.1 Kepuasan Kerja ...................................................................... 54
10.2 Produktivitas Kerja.................................................................. 56
10.3 Hubungan Kepuasan Kerja dengan Produktivitas Kerja ......... 58
BAB XI MOTOVASI ..................................................................................... 60
11.1 Pengertian Motivasi ................................................................ 60
11.2 Teori Motivasi Kepuasan ........................................................ 62
11.3 Teori Motivasi Proses ............................................................. 63

iii
11.4 Teori Motivasi Prestasi (Achievement Motivation) dari
McClelland ............................................................................. 64
11.5 Teori X dan Y dari Mc. Gregor ................................................ 64
11.6 Prestasi Kerja ......................................................................... 65
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 69

iv
1

BAB I

PENGANTAR MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA

1.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia

Manajemen sumber daya manusia (MSDM) merupakan salah satu bidang

dari manajemen umum yang meliputi segi-segi perencanaan, pengorganisasian,

pelaksanaan, dan pengendalian. Proses ini terdapat dalam bidang/fungsi produksi,

pemasaran, keuangan, ataupun kepegawaian. Karena sumber daya manusia (SDM)

diangggap semakin penting perannya dalam pencapaian tujuan perusahaan, maka

berbagai pengalaman dan hasil penelitian dalam bidang SDM dikumpulkan secara

sistematis dalam apa yang disebut manajemen sumber daya manusia. Istilah

manajemen mempunyai arti sebagai pengetahuan tentang bagaimana seharusnya

mengelola sumber daya manusia. Bahkan lebih manarik lagi, bahwa inti dari

manajemen SDM adalah memanusiakan manusia.

Dalam usaha pencapaian tujuan perusahaan, permasalahan yang dihadapi

manajemen bukan hanya terdapat pada bahan mentah, alat-alat kerja, mesin-mesin

produksi, uang dan lingkungan kerja saja, tetapi juga menyangkut karyawan (sumber

daya manusia) yang mengelola faktor produksi lainnya tersebut. Namun, perlu

diingat bahwa sumber daya manusia sendiri sebagai faktor produksi, seperti halnya

faktor produksi yang lainnya, merupakan masukan (input) yang diolah oleh

perusahaan dan menghasilkan keluaran (output). Karyawan baru yang belum

memiliki keterampilan dan keahlian harus dilatih, sehingga menjadi karyawan yang

terampil dan ahli. Apabila dia dilatih lebih lanjut serta diberikan pengalaman dan

motivasi, dia akan menjadi karyawan yang matang. Pengolahan sumber daya

manusia inilah yang disebut manajemen SDM.

1.2 Tujuan Manajemen Sumber Daya Manusia

Tantangan utama dalam mengelola sumber daya manusia adalah

mengelola dengan efektif dan menghilangkan praktek-praktek yang tidak efektif.

Dalam kondisi seperti itu, pimpinan dituntut selalu mengembangkan cara-cara baru

1
2

untuk dapat menarik dan mempertahankan para pejabat dan staf berkualitas yang

diperlukan instansi agar tetap mampu bersaing.

Manajemen sumber daya manusia adalah bagian dari manajemen secara

umum, dan lebih menitikberatkan pembahasannya pada pengaturan peranan

manusia dalam mewujudkan tujuan optimal. Pengaturan tersebut meliputi masalah

perencanaan, pengorganisasian (perancangan dan penugasan kelompok kerja),

penyusunan personalia (penarikan, seleksi, pengembangan, pemberian kompensasi

dan penilaian prestasi kerja, pengarahan motivasi, kepemimpinan, integrasi, dan

pengelolaan konflik) dan pengawasan.

Menurut Handoko (2000), manajemen sumber daya manusia adalah

penarikan, seleksi, pengembangan, pemeliharaan, dan penggunaan sumber daya

manusia untuk mencapai tujuan, baik tujuan individu maupun organisasi. Untuk itu

manajemen sumber daya manusia perlu dikelola secara profesional dan baik agar

dapat terwujudnya keseimbangan antara kebutuhan pegawai dengan tuntutan

perkembangan teknologi dan lingkungan serta kemampuan organisasi.

Keseimbangan tersebut merupakan kunci utama suatu organisasi agar dapat

berkembang secara produktif dan wajar.

Wayne & Noe (1990) menyebutkan bahwa manajemen sumber daya

manusia yaitu merupakan pendayagunaan sumber daya manusia untuk mencapai

tujuan organisasi. Oleh karena itu pimpinan dari seluruh tingkatkan terlihat dalam

manajemen sumber daya manusia, khususnya dalam era fungsional tertentu, namun

mereka bukanlah pimpinan sumber daya manusia. Sedangkan pimpinan sumber

daya manusia sesungguhnya bertanggung jawab untuk mengkoordinasikan seluruh

manajemen sumber daya manusia pada seluruh fungsi yang ada sebagai usaha

untuk mendukung organisasi dalam mencapai tujuannya.

Selain itu, tugas utama pimpinan bagian sumber daya manusia adalah

meningkatkan kesesuaian antara individu dengan pekerjaan-pekerjaan yang ada.

Kualitas kesesuaian ini berpengaruh terhadap kinerja, kepuasan, dan perputaran

karyawan. Bagian sumber daya manusia yang baik seharusnya paham cara

menggunakan survei sikap dan alat-alat umpan balik yang lain untuk menilai

2
3

kepuasan karyawan terhadap pekerjaan dan organisasi tempat mereka bekerja.

Bagian sumber daya manusia juga seharusnya menggunakan analisis jabatan (job

analysis). Analisis jabatan adalah alat untuk mendapatkan informasi deskripsi

pekerjaan dari segi kualitas dan kuantitas. Deskripsi pekerjaan yang terbaru yang

didasarkan pada analisis jabatan yang logis, sangatlah penting bagi proses seleksi,

penilaian, pelatihan dan pengembangan karyawan yang tepat.

Menurut Dessler (1997) tanggung jawab manajemen sumber daya manusia

agar efektif pelaksanaannya dilakukan sebagai berikut:

a) Menempatkan orang yang benar pada pekerjaan yang tepat

b) Memulai pegawai baru dalam organisasi (orientasi)

c) Melatih pegawai untuk jabatan yang bagi mereka masih baru

d) Meningkatkan kinerja jabatan dari setiap orang

e) Mendapatkan kerja sama kreatif dan mengembangkan hubungan kerja sama

yang mulus

f) Menginterpretasikan kebijakan dan prosedur organisasi

g) Mengendalikan biaya pegawai

h) Mengembangkan kemampuan dari setiap orang

i) Menciptakan dan mempertahankan semangat kerja organisasi

j) Melindungi kesehatan dan kondisi fisik pegawai.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan tujuan dari manajemen

sumber daya manusia adalah menetapkan kebijaksanaan organisasi untuk dapat

meningkatkan kontribusi atau peranan lain. Manajemen sumber daya manusia

berusaha untuk meningkatkan efektivitas perusahaan melalui kebijakan, prosedur

dan metode yang digunakan untuk mengelola orang-orang dalam organisasi

tersebut.

1.3 Sasaran Manajemen Sumber Daya Manusia

Manajemen sumber daya manusia mendorong para manajer dan tiap

karyawannya untuk melaksanakan strategi yang telah diterapkan oleh perusahaan.

3
4

Untuk mendukung para pimpinan yang mengoperasikan departemen-departemen

atau unit-unit organisasi dalam perusahaan sehingga manajemen sumber daya

manusia harus memiliki sasaran, seperti:

a) Sasaran perusahaan

Departmen sumber daya manusia dibentuk untuk dapat membantu para manajer

dalam mencapai sasaran perusahaan, dalam hal ini antara lain: perencanaan,

seleksi, pelatihan, pengembangan, pengangkatan, penempatan, penilaian,

hubungan kerja.

b) Sasaran fungsional

Sasaran ini untuk mempertahankan kontribusi departemen sumber daya

manusia pada level yang cocok bagi berbagai kebutuhan perusahaan, seperti

pengangkatan, penempatan, dan penilaian.

c) Sasaran sosial

Sasaran sosial ini meliputi keuntungan perusahaan, pemenuhan tuntutan

hukum, dan hubungan manajemen dengan serikat pekerja.

d) Sasaran pribadi karyawan

Untuk membantu para karyawan mencapai tujuan-tujuan pribadi mereka,

setidaknya sejauh tujuan-tujuan tersebut dapat meningkatkan kontribusi individu

atas perusahaan.

1.4 Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia

Fungsi manajemen SDM hampir sama dengan fungsi manajemen umum,

yaitu:

a) Fungsi manajerial

· Perencanaan (planning)

· Pengorganisasian (organizing)

· Pengarahan (directing)

4
5

· Pengendalian (controlling)

b) Fungsi oerasional

· Pengadaan tenaga kerja (SDM)

· Pengembangan

· Kompensasi

· Pengintegrasian

· Pemeliharaan

· Pemutusan hubungan kerja

5
6

BAB II

PERKEMBANGAN DAN TANTANGAN MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA

2.1 Sejarah dan Perkembangan Manajemen Sumber Daya Manusia

Sejarah manajemen sumber daya manusia merupakan bagian yang tak

terpisahkan dari perkembangan managemen pada umumnya. Sebelum permulaan

abad kedua puluh, manusia tidak dihargai karena dianggap sebagai salah satu faktor

produksi yang disamakan dengan mesin, uang, metode dan sebagainya. Majikan

lebih mementingkan atau memberikan perhatian pada sumber daya alam dari pada

sumber daya manusia. Hal ini dikarenakan pada masa tersebut manusia masih

banyak yang belum mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang mamadai,

sehingga perhargaan pada manusia masih rendah, dipicu pula jumlah tenaga kerja

yang berlebihan, padahal lapangan kerja sangat sedikit.

Dalam perkembangan selanjutnya perhatian terhadap faktor manusia

sebagai sumber daya manusia jauh lebih besar. Hal ini disebabkan oleh

perkembangan pengetahuan manajemen, organisasi serikat kerja yang lebih aktif

dan adanya kekurangan tenaga kerja. Adanya faktor di atas, pada sekitar tahun

1950-an para ahli mengkaji kembali pentingnya peranan sumber daya manusia

dalam kegiatan organisasi.

Manajemen sumber daya manusia muncul begitu manusia berkumpul untuk

sebuah tujuan yang sama. Aktivitas MSDM berawal dari tahun 1915 ketika militer

Amerika Serikat mengembangkan suatu korps pengujian psikologi, suatu tim penguji

serikat buruh dan suatu tim semangat kerja (Suharyanto, 2005). Beberapa orang

yang terlatih dalam praktek-praktek di ketiga tim tersebut kemudian menjadi manajer-

manajer personalia di bidang industri.

Manajemen kepegawaian di Inggris dan Amerika Serikat dikembangkan

lebih dahulu daripada di Australia ketika negara-neara ini mengadopsi proses kerja

produksi massa, mengikuti perkembangan revolusi industri. Salah satu tokoh besar

dalam masa ini adalah FW Taylor dengan Gerakan Manajemen Ilmiah sebagai hasil

Studi Gerak dan Waktu. Perangkat yang digerakkan oleh energi dan sistem produksi

6
7

yang dikembangkan, memungkinkan produksi yang lebih murah. Oleh karenanya,

hal ini menciptakan banyak tugas yang monoton, tidak sehat dan bahkan berbahaya.

Dampaknya adalah terdistorsinya peran manusia dalam perusahaan.

Kesadaran akan pentingnya peran manusia dalam organisasi berkembang

ketika produktivitas karyawan ternyata mempengaruhi daya saing perusahaan.

Faktor manusia menjadi bagian penting dalam perusahaan karena pengelolaan

karyawan yang baik merupakan salah satu cara untuk meningkatkan produktivitas di

satu sisi dan daya saing perusahaan di sisi lain. Hal inilah yang kemudian

mendorong manajemen personalia/kepegawaian berubah menjadi kajian Manajemen

SDM (Gomes, 1995).

Perkembangan MSDM didorong oleh kemajuan peradaban, pendidikan,

ilmu pengetahuan, dan tuntutan daya saing barang dan jasa yang dihasilkan. Para

ahli pada abad ke-20 mengembangkan MSDM menjadi suatu bidang studi yang

khusus mempelajari peranan dan hubungan manusia dalam mencapai tujuan

organisasi. Perkembangan MSDM didorong oleh masalah-masalah ekonomi, politik

dan sosial. MSDM akan terus berkembang sesuai dengan kemajuan peradaban,

teknologi, dan perundang-undangan negara di dunia.

Perkembangan MSDM terbagi dalam beberapa generasi:

a) Generasi Pertama (1800-1940an) : Manajemen Pra Personalia. Manusia masih

dilihat sebagai faktor produksi, sebagai manusia mesin. Owner Manager pemilik

sekaligus pengelola, Pengelolaan SDM masih terpuruk.

b) Generasi kedua (1945-1960an) : Manajemen Personalia. Manusia dianggap

sebagai mesin yang mempunyai perasaan, munculnya serikat pekerja dan

adanya analisis jabatan, serta adanya pengelolaan SDM yang lebih baik.

c) Generasi ketiga (1965-1970an) : HRM atau Manajemen Sumber Daya Manusia.

Manusia sebagai subjek dengan dimulainya pengenalan manajemen sumber

daya manusia. Serta Motivasi dan Perilaku kerja merupakan isu penting.

d) Generasi keempat (1975-1999) : Strategi MSDM. Mulai diterapkannya pola

strategis dalam mengelola manusia, perkembangan perusahaan tergantung

7
8

pada daya saing SDM nya, serta manusia sudah dianggap sebagai aset

perusahaan.

e) Generasi kelima (2000 - sekarang) : Brainware Management (Manajemen

Perangkat Otak). Di Indonesia masalah sumber daya manusia baru mulai

diperhatikan lebih serius pada tahun 1970-an. Hal ini dibuktikan dengan

munculnya Undang-undang tentang tenaga kerja, peraturan upah minum dan

kesejahteraan pegawai.

Perkembangan ilmu manajemen sumber daya manusia merupakan

pengembangan dari proses sistematis dalam fungsi manajemen yaitu perencanaan,

pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan sumber daya organisasi yang

berupa manusia dalam rangka pencapaian tujuan bersama, diperlukan kemampuan

dari orang-orang yang berkecimpung dan tertarik di bidang sumber daya manusia,

yakni manajer SDM untuk berperan proactive serta mampu cepat juga tanggap

melihat gejolak pasar tenaga kerja yang seringkali berubah tergantung kondisi

eksternal sumber daya manusia, yaitu ekonomi, politik dan keamanan.

Satu hal yang pasti dari perkembangan ilmu manajemen sumber daya

manusia, ada perubahan yang nyata dari fungsi utama manajemen sumber daya

manusia. Perubahan dari spesialisasi bidang penanganan pekerja, menjadi bagian

yang terintegrasi dengan bidang-bidang lain di dalam organisasi. Kebijakan yang

diambil oleh bagian manajemen sumber daya manusia kini lebih erat berhubungan

dengan rencana strategis perusahaan, atau kebijakan perusahaan. Bagian SDM

harus mampu mewujudkan rencana strategis organisasi ke dalam bentuk tenaga

kerja dan segala hal yang terkait dengannya, yang sesuai untuk organisasi.

Sebelum ilmu manajemen sumber daya manusia berkembang seperti saat

ini, dulu manajemen SDM lebih terfokus pada hal-hal seperti kegiatan administrasi

bagian karyawan, yakni dalam masalah perekrutan, pelatihan dan pengupahan dan

sebagainya. Hasil yang diperoleh dari pengelolaan SDM yang baik dapat dipastikan

bahwa karyawan yang direkrut telah memenuhi kriteria yang dibutuhkan sesuai

8
9

dengan kebutuhan bagian produksi, bagian fungsional lainnya dan menerima

imbalan yang sesuai.

Beberapa ahli menyatakan, bahwa tidak ada perbedaan antara manajemen

sumber daya manusia dan manajemen personalia. Kedua istilah tersebut dapat

digunakan secara bergantian, dengan tanpa perbedaan pada maknanya.

Kenyataannya, istilah-istilah tersebut sering digunakan bergantian dalam iklan

lowongan pekerjaan dan deskripsi pekerjaan.

Bagi mereka yang menyadari perbedaan antara manajemen personalia

dengan manajemen SDM, perbedaan tersebut dapat dideskripsikan sebagai

perbedaan secara filosofi. Manajemen personalia lebih mengarah kepada kegiatan

adiministrasi, sistem penggajian dan pengupahan, mematuhi hukum

ketenagakerjaan, dan memegang beberapa tugas yang terkait. Di sisi lain,

manajemen sumber daya manusia bertanggungjawab untuk mengatur keadaan

pekerja sebagai salah satu sumber daya utama yang dapat berkontribusi untuk

kesuksesan suatu organisasi.

Ketika perbedaan antara manajemen personalia dan manajemen SDM

disadari, manajemen SDM dilihat memiliki cakupan yang jauh lebih luas dari

manajemen personalia. Manajemen SDM dikatakan harus menyertakan dan

mengembangkan tugas-tugas manajemen personalia, sembari mencari dan

menciptakan juga mengembangkan tim pekerja yang dapat mendatangkan

keuntungan bagi organisasi. Tujuan utama dari manajemen SDM adalah membuat

pekerja mampu bekerja pada tingkat efisiensi paling tinggi.

Lingkup manajemen personalia termasuk pada tugas-tugas adiministrasi

baik tradisional maupun rutin. Secara berbeda, manajemen SDM terkait dengan

strategi yang berkelanjutan untuk mengatur dan mengembangkan tenaga kerja

organisasi. Manajemen SDM bertindak proactive, karena melibatkan pengembangan

yang berkelanjutan dari fungsi-fungsi serta aturan-aturan yang bertujuan untuk

meningkatkan tenaga kerja organisasi.

Dari beberapa penjelasan tersebut di atas, dapat dilihat bahwa sebenarnya

manajemen personalia merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari manajemen

9
10

SDM. Hanya saja, terkadang perlu dijabarkan perbedaan antara manajemen

personalia dengan manajemen sumber daya manusia. Pada akhirnya, kedua bentuk

manajemen tersebut merupakan salah satu modal bagi organisasi, untuk mencapai

stabilitas organisasi dan tujuan utama organisasi yang paling tinggi.

2.2 Tantangan Manajemen Sumber Daya Manusia

a) Tantangan eksternal

Lingkungan eksternal yang sering di hadapi manajemen sumber daya manusia

mencakup: perubahan tekhnologi, pengaturan pemerintah, faktor sosial budaya,

pasar tenaga kerja, faktor politik, kondisi perekonomian, faktor geografi, faktor

demografi, kegiatan mitra, pesaing.

b) Tantangan internal

Tantangan internal muncul karena adanya SDM yang mengejar pertimbangan

diantaranya adalah : finansial, penjualan, keuangan, servis, produksi, dan lain-

lain.

10
11

BAB III

PERENCANAAN SUMBER DAYA MANUSIA

3.1 Pengertian Perencanaan Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia adalah kemampuan terpadu dari daya pikir dan daya

fisik yang dimiliki individu, perilaku dan sifatnya ditentukan oleh keturunan dan

lingkungannya, sedangkan prestasi kerjanya dimotivasi oleh keinginan untuk

memenuhi kepuasannya.

Andrew E. Sikula (2000) mengemukakan bahwa "perencanaan sumber

daya manusia atau perencanaan tenaga kerja didefinisikan sebagai proses

menentukan kebutuhan tenaga kerja dan berarti mempertemukan kebutuhan

tersebut agar pelaksanaannya berinteraksi dengan rencana organisasi."

George Milkovich dan Paul C. Nystrom (Dale Yoder, 1981) mendefinisikan

bahwa "Perencanaan tenaga kerja adalah proses peramalan, pengembangan,

pengimplementasian dan pengontrolan yang menjamin perusahaan mempunyai

kesesuaian jumlah pegawai, penempatan pegawai secara benar, waktu yang tepat,

yang secara otomatis lebih bermanfaat."

Perencanaan SDM harus mempunyai tujuan yang berdasarkan kepentingan

individu, organisasi dan kepentingan nasional. Tujuan perencanaan SDM adalah

menghubungkan SDM yang ada untuk kebutuhan perusahaan pada masa yang akan

datang untuk menghindari mismanajemen dan tumpang tindih dalam pelaksanaan

tugas.

Perencanaan organisasi merupakan aktivitas yang dilakukan perusahaan

untuk mengadakan perubahan yang positif bagi perkembangan organisasi.

Peramalan SDM dipengaruhi secara drastis oleh tingkat produksi. Tingkat produksi

dari perusahaan penyedia (suplier) maupun pesaing dapat juga berpengaruh.

Meramalkan SDM, perlu memperhitungkan perubahan teknologi, kondisi permintaan

dan penawaran, dan perencanaan karir.

11
12

3.2 Proses Perencanaan Sumber Daya Manusia

Strategi SDM adalah alat yang digunakan untuk membantu organisasi untuk

mengantisipasi dan mengatur penawaran dan permintaan SDM. Strategi SDM ini

memberikan arah secara keseluruhan mengenai bagaimana kegiatan SDM akan

dikembangkan dan dikelola.

Pengembangan rencana SDM merupakan rencana jangka panjang.

Contohnya, dalam perencanaan SDM suatu organisasi harus mempertimbangkan

alokasi orang-orang pada tugasnya untuk jangka panjang tidak hanya enam bulan

kedepan atau hanya untuk tahun kedepan. Alokasi ini membutuhkan pengetahuan

untuk dapat meramal kemungkinan apa yang akan terjadi kelak seperti perluasan,

pengurangan pengoperasian, dan perubahan teknologi yang dapat mempengaruhi

organisasi tersebut.

Prosedur perencanaan sumber daya manusia:

a) Menetapkan secara jelas kualitas dan kuantitas SDM yang dibutuhkan.

b) Mengumpulkan data dan informasi tentang SDM.

c) Mengelompokkan data dan informasi serta menganalisisnya.

d) Menetapkan beberapa alternative.

e) Memilih yang terbaik dari alternative yang ada menjadi rencana.

f) Menginformasikan rencana kepada para karyawan untuk direalisasikan.

Metode PSDM, dikenal atas metode nonilmiah dan metode ilmiah. Metode

nonilmiah diartikan bahwa perencanaan SDM hanya didasarkan atas pengalaman,

imajinasi, dan perkiraan-perkiraan dari perencanaanya saja. Rencana SDM

semacam ini risikonya cukup besar, misalnya kualitas dan kuantitas tenaga kerja

tidak sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Akibatnya timbul mismanajemen dan

pemborosan yang merugikan perusahaan.

Metode ilmiah diartikan bahwa PSDM dilakukan berdasarkan atas hasil

analisis dari data, informasi, dan peramalan (forecasting) dari perencananya.

Rencana SDM semacam ini risikonya relative kecil karena segala sesuatunya telah

diperhitungkan terlebih dahulu.

12
13

3.3 Evaluasi Perencanaan Sumber Daya Manusia

Jika perencanaan SDM dilakukan dengan baik, akan diperoleh keuntungan-

keuntungan sebagai berikut:

a) Manajemen puncak memiliki pandangan yang lebih baik terhadap dimensi SDM

atau terhadap keputusan-keputusan bisnisnya.

b) Biaya SDM menjadi lebih kecil karena manajemen dapat mengantisipasi

ketidakseimbangan sebelum terjadi hal-hal yang dibayangkan sebelumnya yang

lebih besar biayanya.

c) Tersedianya lebih banyak waktu untuk menempatkan yang berbakat karena

kebutuhan dapat diantisipasi dan diketahui sebelum jumlah tenaga kerja yang

sebenarnya dibutuhkan.

d) Adanya kesempatan yang lebih baik untuk melibatkan wanita dan golongan

minoritas didalam rencana masa yang akan datang.

e) Pengembangan para manajer dapat dilaksanakan dengan lebih baik.

3.4 Kendala Perencanaan Sumber Daya Manusia

a) Standar kemampuan SDM

Standar kemampuan SDM yang pasti belum ada, akibatnya informasi

kemampuan SDM hanya berdasarkan ramalan-ramalan (prediksi) saja yang

sifatnya subjektif. Hal ini menjadi kendala yang serius dalam PSDM untuk

menghitung potensi SDM secara pasti.

b) Manusia (SDM) adalah mahluk hidup

Manusia sebagai mahluk hidup tidak dapat dikuasai sepenuhnya seperti mesin.

Hal ini menjadi kendala PSDM, karena itu sulit memperhitungkan segala

sesuatunya dalam rencana. Misalnya, ia mampu tapi kurang mau melepaskan

kemampuannya.

13
14

c) Situasi SDM

Persediaan, mutu, dan penyebaran penduduk yang kurang mendukung

kebutuhan SDM perusahaan. Hal ini menjadi kendala proses PSDM yang baik

dan benar.

d) Kebijaksanaan perburuhan pemerintah

Kebijaksanaan perburuhan pemerintah, seperti kompensasi, jenis kelamin,

WNA, dan kendala lain dalam PSDM untuk membuat rencana yang baik dan

tepat.

3.5 Perumusan Strategi Manajemen Sumber Daya Manusia

Sejalan dengan transformasi fungsi manajemen SDM menuju manajemen

strategis, perencanaan SDM juga berkembang ke arah yang sama. Perencanaan

SDM membutuhkan lebih dari sekeda penyusunan teknik-teknik yang merupakan

bagian dari fungsi personalia. Tidak seperti pada awal perkembangannya, dimana

metode-metode perencanaan yang digunakan cenderung temporer (berorientasi

jangka pendek) sederhana dan pragmatis, tetapi sekarang sudah tiba saatnya untuk

melihat perencanaan SDM sebagai system yang di kaitkan dengan perusahaan

secara keseluruhan. Perencanaan SDM tidak boleh lagi cenderung pada pendekatan

yang top down, tetapi harus melibatkan karyawan level bawah melalui pendekatan

bottom up.

Strategi manajemen SDM sebagai bagian strategi usaha, di susun dan

diterapkan dalam kontek yang sama secara secara keseluruhan sebagai

perencanaan fungsional yang lain, seperti strategi pemasaran perusahaan, strategi

financial, strategi informasi, dan strategi teknologi, kesemuanya disusun dan

diterapkan dalam kerangka yang sama, ada tiga fase dalam manajemen strategi :

a) Penilaian lingkungan.

b) Pengembangan strategi, sebagaimana arah strategi ditinjau atau didefinisikan;

tujuan dan kegiatan direncanakan; dan sumber daya dialokasikan.

14
15

c) Penerapan strategi, pengangkatan perubahan peraturan diterapkan sehingga

meyakinkan hasil usaha yang dikehendaki.

15
16

BAB IV

REKRUTMEN DAN SELEKSI

4.1 Pengertian Rekrutmen

Rekrutmen adalah suatu proses mencari calon karyawan, pegawai, buruh,

manajer, atau tenaga kerja baru untuk memenuhi kebutuhan akan sumber daya

manusia organisasi dan perusahaan. Dalam tahapan ini diperlukan analisis jabatan

yang ada untuk membuat deskripsi pekerjaan (job description) dan juga spesifikasi

pekerjaan (job specification).

Selain itu, rekruitmen juga dapat dikatakan sebagai proses untuk

mendapatkan SDM (karyawan) berkualitas untuk menduduki suatu jabatan atau

pekerjaan dalam suatu perusahaan. Untuk menemukan kebutuhan karyawan,

perusahaan dapat melakukan ekspansi besar-besaran untuk menarik pelamar lebih

banyak pelamar, dan dalam hal ini para recruiter beerfungsi sebagai mediasi yang

menghubungkan antara perusahaan dengan masyarakat pencari kerja yang dapat

diminta ke sekolah-sekolah atau pun agen pelatihan masyarakat sebagai upaya

untuk mendapatkan pelamar sebanyak-banyaknya.

Rekrutmen calon karyawan dapat merupakan suatu proses yang

berlangsung terus-menerus dalam upaya perusahaan membangun sebuah pool

pelamar yang berkualitas bagi pemenuhan kebutuhan sumber daya manusia di masa

mendatang, walaupun tidak ada satu pun lowongan yang bersifat khusus pada saat

ini. Praktik ini juga memungkinkan perusahaan untuk memelihara kontak dengan

sumber perekrutan/karyawan. Terdapat berbagai sumber karyawan yang umumnya

dapat digunakan organisasi/perusahaan untuk melakukan perekrutan. Suatu

organisasi dapat mengisi jabatan tertentu, baik dengan orang yang ada di dalam

organisasi yang telah siap untuk dipekerjakan ataupun orang yang berasal dari luar

organisasi.

Berikut adalah beberapa sumber karyawan dan metode perekrutan:

a) Sumber internal

b) Pekerja sambilan (part time) dan teman karyawan

16
17

c) Refferal

d) Perekrutan eksternal

e) Perekrutan lewat sekolah/kampus

f) Agen tenaga kerja

g) Organisasi professional

Dengan demikian, untuk menemukan kebutuhan karyawan dapat dengan

cara memperbesar program ekspansinya untuk menarik lebih banyak lagi pelamar.

Disini rekruiter menjadi wakil penghubung perusahaan dengan masyarakat pencari

pekerjaan.

4.2 Proses Seleksi

Seleksi adalah proses menemukan tenaga kerja yang tepat dari sekian

banyak kandidat atau calon yang ada. Tahap awal yang perlu dilakukan setelah

menerima berkas lamaran adalah melihat daftar riwayat hidup atau curriculum vitae

(CV) si pelamar. Kemudian dari CV pelamar dilakukan pernyortiran antara pelamar

yang akan dipanggil dengan yang gagal memenuhi standar suatu pekerjaa. Lalu

berikutnya adalah memanggil kandidat yang lolos untuk melakukan proses

interview/wawancar dan proses seleksi lainnya.

Dalam prosedur seleksi karyawan, berbagai macam metode dan alat seleksi

dapat dipergunakan untuk menemukan individu-individu yang paling sesuai dengan

tuntutan pekerjaan. Walaupun tidak ada prosedur baku yang dapat untuk memilih

karyawan, namun ada tahapan- tahapan yang paling umum digunakan dalam proses

seleksi, mencakup:

a) penyaringan pelamar pendahuluan,

b) memeriksa lamaran pelamar

c) pelaksanakan tes

d) memeriksa referensi

e) melaksanakan wawancara

f) melaksanakan test kesehatan

17
18

Urut-urutan keenam tahapan tersebut tidak baku, akan sangat tergantung

pada situasi dan kondisi perusahaan. Artinya, implementasi keenam hal tersebut

dilakukan secara berbeda-beda dalam setiap organisasi.

18
19

BAB V

ORIENTASI DAN PENEMPATAN

5.1 Pengertian Orientasi

Orientasi adalah program yang dirancang untuk menolong karyawan baru

(yang lulus seleksi) mengenal pekerjaan dan perusahaan tempatnya bekerja.

Program orientasi sering juga disebut dengan induksi, yakni memperkenalkan para

karyawan dengan peranan atau kedudukan mereka, dengan organisasi dan dengan

karyawan lain. Orientasi dilaksanakan karena semua pegawai baru membutuhkan

waktu untuk dapat menyesuaikan diri atau beradaptasi dengan lingkungan kerjanya

yang baru.

Orientasi berarti penyediaan informasi dasar berkenaan dengan perusahaan

bagi pegawai baru, yaitu informasi yang mereka perlukan untuk melaksanakan

pekerjaan secara memuaskan. Informasi dasar ini mencakup fakta-fakta seperti jam

kerja, cara memperoleh kartu pengenal, cara pembayaran gaji dan orang-orang yang

akan bekerja sama dengannya. Orientasi pada dasarnya merupakan salah satu

komponen proses sosialisasi pegawai baru, yaitu suatu proses penanaman sikap,

standar, nilai, dan pola perilaku yang berlaku dalam perusahaan kepada pegawai

baru.

Tidak ada format yang jelas tentang materi yang harus diberikan pada

program orientasi, namun mengacu pada Astra International dalam buku

panduannya menyebutkan bahwa program orientasi meliputi :

a) Company, yaitu memahami visi, misi, nilai inti, organisasi dan sistem

manajemen yang digunakan.

b) Customer & competitor, dengan fokus materi pada pengenalan siapa pelanggan

dan pesaing perusahaan.

c) Customes & manners, yaitu berisi kebiasaan dan peraturan tak tertulis.

d) Teams, dengan materi pengenalan karyawan dan pekerjaan/proses kerja di

bagiannya.

19
20

e) Company regulations, yaitu pengenalan etika kerja, serta peraturan-peraturan

perusahaan yang tertulis.

f) Job, yaitu pengenalan pekerjaan yang akan dilakukan.

g) Facilities, yaitu pengenalan tentang segala macam fasilitas perusahaan dalam

rangka menunjang kerja.

5.2 Tujuan Orientasi

Orientasi bertujuan untuk mempercepat masa adaptasi sehingga karyawan

baru dapat bekerja lebih cepat dan lebih baik. Program orientasi dirancang untuk

memberikan kepada karyawan baru informasi yang dibutuhkannya agar dapat

bekerja dengan enak dan efektif dalam organisasi. Tujuan orientasi adalah untuk

mendapatkan SDM yang dapat melakukan pekerjaan secara tepat.

Pada umumnya, karyawan akan merasa sedikit waswas selama hari-hari

pertama kerja. Setidaknya ada 3 alasan utama yang menyebabkan terjadinya

kegugupan pada hari-hari pertama kerja (Meryl Reis Louis, 1980), antara lain :

a) Alasan pertama adalah bahwa setiap situasi baru yang melibatkan perubahan

dan perbedaan dalam beberapa hal, akan menyebabkan karyawan baru harus

menghadapi ketidakpastian

b) Alasan kedua adalah harapan yang tidak realistis. Karyawan baru sering

memiliki harapan tinggi yang tidak realistis tentang keuntungan yang akan

diperolehnya dalam pekerjaan baru dan hal ini sering terbentur pada kenyataan

bahwa yang akan mereka peroleh tidak seperti yang mereka harapakan semula.

c) Alasan ketiga adalah kejutan yang dapat mengakibatkan kecemasan. Kejutan

dapat terjadi apabila harapan mengenai pekerjaan atau diri sendiri tidak

terpenuhi

5.3 Sasaran-Sasaran Utama Orientasi

Adalah mengulangi kecemasan awal yang dirasakan oleh semua pekerja

baru untuk memulai pekerjaan baru, untuk mengakrabkan karyawan baru dengan

pekerjaannya, unit kerjanya dan organisasi sebagai keseluruhan, dan agar

20
21

mempermudah peralihan dari luar ke dalam. Pada dasarnya program orientasi bagi

karyawan baru sangatlah mutlak diperlukan baik ditinjau dari sudut kepentingan

perusahaan maupun karyawan itu sendiri yang tujuan pokoknya agar setiap

karyawan baru:

a) Dapat beradaptasi dan berinteraksi dengan kondisi lingkungan yang baru

dimasuki

b) Dapat memahami organisasi dan budaya perusahaan (visi, misi, nilai inti dan

kegiatan operasionalnya),

c) Mempunyai kesamaan pola (paradigma) pikir dan terakhir,

d) Sebagai bekal sebelum yang bersangkutan bertugas di tempat kerjanya masing-

masing.

Dessler (2003) menyampaikan bahwa program orientasi yang diberikan

kepada karyawan baru saat mereka pertama kali masuk kerja setidaknya

mempunyai tujuan antara lain:

1) Untuk mengurangi biaya di mana orientasi diharapkan mampu membantu

karyawan baru agar cepat incharge dalam pekerjaannya.

2) Mengurangi kecemasan. Kebanyakan karyawan mengalami kecemasan ketika

masuk ke dalam situasi kerja yang baru. Pengalaman menghadapi kecemasan

ini berpengaruh padanya dalam mempelajari pekerjaannya. Orientasi membantu

karyawan untuk mengatasi kecemasan tersebut dengan membantu karyawan

dengan memberikan pedoman yang dibutuhkannya untuk dapat bekerja dengan

baik.

3) Mengurangi turn over karyawan. Karyawan pindah kerja karena merasa tidak

dihargai atau merasa tidak berada pada posisi yang tepat pada pekerjaannya.

Program orientasi menunjukkan bahwa perusahaan menghargai karyawannya

dan membantu menyediakan alat/fasilitas yang dibutuhkan untuk dapat sukses

dalam pekerjaannya.

4) Menghemat waktu untuk supervisi. Program orientasi karyawan baru membantu

karyawan untuk cepat memahami pekerjaannya sehingga bisa langsung

21
22

incharge dalam kerjanya. Supervisi atau atasannya tidak perlu menyediakan

waktu yang lama untuk melakukan mentoring agar mereka dapat bekerja sesuai

harapan.

5) Membangun harapan yang positif terhadap pekerjaannya, sikap yang positif dan

kepuasan kerja. Sangatlah penting bahwa para karyawan belajar sesegera

mungkin apa yang menjadi harapannya, apa yang diharapkan padanya, selain

belajar tentang nilai dan sikap yang ada dalam organisasi. Jenis orientasi yang

diberikan kepada karyawan baru ada dua macamnya yaitu orientasi organisasi

dimana orientasi dimaksudkan untuk memberitahu karyawan mengenai tujuan,

riwayat, filosofi, prosedur dan pengaturan organisasi tersebut, serta orientasi unit

kerja yang dimaksudkan untuk mengakrabkan karyawan itu dengan sasaran unit

kerja tersebut, memperjelas bagaimana pekerjaannya menyumbang pada

sasaran unit itu dan mencakup perkenalan dengan rekan-rekan kerja barunya.

5.4 Teknik-Teknik Orientasi

Ada beberapa jenis teknik orientasi antara lain :

a) Program orientasi dan sosialisasi

Program orientasi ini berawal dari perkenalan singkat secara informal sampai

pada program-program formal dengan waktu yang lebih panjang. Dalam

program formal, karyawan baru biasanya diberi buku pegangan atau bahan

cetakan yang berisi jam kerja, peninjauan prestasi, cara pembayaan gaji, liburan

dan penggunaan fasilitas serta pedoman dan peraturan perusahaan lainnya.

Aktivitas ini biasanya dilakukan oleh supervisor si karyawan baru dan

departemen personalia.

b) Peninjauan pekerjaan secara realistis

Aktivitas ini bertujuan untuk menunjukkan cakupan pekerjaan yang sebenarnya

kepada calon karyawan. Cara ini efektif untuk memperkecil kejutan realitas.

Schein mengemukakan bahwa salah satu masalah terbesar yang dihadapi calon

22
23

karyawan dan pimpinan dalam tahap awal kepegawaian adalah hal-hal yang

mencakup perolehan informasi yang akurat dari kedua belah pihak.

c) Budaya organisasi

Dapat diartikan sebagai sikap dan persepsi yang dimiliki karyawan pada

umumnya dalam suatu perusahaan tempat mereka berkerja. Dengan kata lain

para karyawan menangkap isyarat tentang perusahaan mereka misalnya sejauh

mana mereka dinilai secara adil atau sejauh mana hubungan persahabatan

yang diperlihatkan oleh pimpinan mereka.

d) Pereratan hubungan antar-karyawan

Cara lain untuk membantu proses sosialisasi karyawan baru adalah dengan

mempererat hubungan antar mereka dan dengan teman kerja baru atau dengan

para supervisor mereka, yang bertindak sebagai mentor. Sebagai contoh

beberapa perusahaan mendukung adanya program- program formal. Seperti

sistem sahabat dimana karyawan yang ditugasi sebagai mentor memberi

training khusus dan bertindak sebagai pemandu bagi pendatang baru.

e) Informasi prestasi kerja

Sistem penilaian perusahaan juga memainkan perananan penting dalam proses

sosialisasi. Catatan prestasi kerja secara formal dan informal dari supervisor

yang disampaikan pada waktu yang tepat kepada karyawan baru dapat

mengurangi tekanan akibat ketidakpastian karena “tidak mengetahui prestasi

yang dicapai”. Selain itu catatan tersebut dapat membantu karyawan baru untuk

memutuskan cara melaksanakan pekerjaan di masa mendatang. Sebagai

contoh, penilaian sebelumnya dapat digunakan sebagai upaya “penalaran” untuk

memperbaiki persepsi yang keliru.

23
24

5.5 Faktor yang Mempengaruhi Penempatan SDM

a) Pertumbuhan Perusahaan

Pertumbuhan bisnis menyebabkan terjadinya pengisian posisi pekerjaan baru,

baik melalui promosi karyawan yang sudah ada atau yang baru sama sekali.

Adanya pengaruh ekspansi bisnis yang mampu mencipatakan posisi pekerjaan

baru.

b) Reorganisasi

Sebuah restrukturisasi dari perusahaan akan menghasilkan jenis yang beragm

dalam hal kegiatan-kegiatan personal, misalnya jika terjadi merger dan

reorganisasi perusahaan. Pembelian/penjualan perusahaan merger dengan

perusahaan lain akan mempengaruhi aktivitas departemen SDM, seperti

rancangan pekerjaan, kompensasi, manfaat, hubungan pekerja, dan program

pensiun dini. Hal ini akan mempengaruhi keputusan penempatan karyawan.

c) Kecenderungan Ekonomi Umum

Satu konsekuensi dari pengaruh menurunnya pertumbuhan ekonomi adalah

secara signifikan akan menurunkan ketersediaan pekerjaan, baik bagi

mereka/karyawan yang permanen dan temporer serta sekaligus bagi pencari

kerja. Resesi ekonomi akan mengakibatkan terjadinya pengangguran besar-

besaran. Sebaliknya, jika kondisi ekonomi membaik maka departemen SDM

akan proaktif melakukan kegiatannya, seperti promosi, rekrutmen dan seleksi

karyawan baru.

d) Atrisi

Atrisi merupakan pengurangan karyawan yang disebabkan terjadinya terminasi,

pengunduran diri, pengalihan keluar dari unit bisnis, dan meninggal. Secara

khusus program pensiun dini telah meningkat selama terjadinya penurunan

aktivitas usaha dan kelambanan aktivitas ekonomi, sehingga karyawan berada

pada posisi tertekan dan terjadi pemangkasan kelebihan karyawan (rasionalisai).

24
25

5.6 Promosi

Sebuah promosi terjadi jika seorang karyawan dipindahkan dari satu

pekerjaan ke posisi lain yang lebih tinggi baik dalam hal pembayaran gaji, tanggung

jawab, dan tngkat status keorganisasiannya. Promosi memiliki manfaat, baik bagi

perusahaan maupun karyawan, yaitu:

a) Promosi dapat memungkinkan perusahaan memanfaatkan kemampuan

karyawan untuk memperluas usahanya.

b) Promosi dapat mendorong tercapainya kinerja karyawan yang baik

c) Terdapat korelasi signifikan antara kesempatan untuk kenaikan pangkat dan

tingkat kepuasan kerja.

Ada dua pendekatan yang digunakan dalam merekrut karyawan, yaitu:

a) Pendekatan Tertutup

Pendekatan yang lebih umum adalah pendekatan tertutup yang menempatkan

unsur tanggung jawab untuk mengidentifikasi karyawan yang dapat

dipromosikan. Penyelia harus memiliki catatan tentang kandidat, dan mencari

informasi tentang kandidat di departemen lain yang memiliki kualifikasi tertentu.

b) Pendekatan Terbuka

Digunakan bagi karyawan yang paling berkualifikasi dan diumumkan lewat

papan pengumuman dan buletin. Jadi semua karyawan yang beminatdan

merasa kualifikasinya terpenuhi bebas untuk melamar. Dilihat dari sisi filosofi

dengan sistem terbuka perusahaan telah bertindak secara transparan, adil, dan

tidak diskriminatif.

Dalam praktiknya, kedua sistem promosi diatas biasanya didasarkan pada

dua aspek, yaitu:

a) Promosi berdasarkan Merit

Terjadi ketika seseorang karyawan dipromosikan karena kinerja yang luar biasa

dalam pekerjannya.

25
26

b) Promosi berdasarkan Senioritas

Dalam beberapa situasi tertentu, karyawan yang paling senior memperoleh

promosi. Senior dalam hal ini berarti karyawan yang memiliki masa kerja terlama

dalam perusahaan. Dalam serikat pekerja sering mencari promosi jenis ini untuk

mencegah karyawan dari diskriminasi diantara anggota serikat pekerja.

5.7 Pengalihan

Pengalihan terjadi manakala seorang karyawan dipindahkan dari satu

pekerjaan ke posisi lain yang relatif pembayaran gajinya sama, begitu pula tanggung

jawabnya dan tingkat dalam struktur organisasinya. Pengalihan sangat bermanfaat

bagi pemegang jabatan, karena pengalamannya dapat dialihkan kepada seseorang

dengan ketrampilan baru dan perspektif berbeda yang membuat orang itu menjadi

pekerja dan kandidat yang lebih baik untuk dipromosikan di masa depan. Pengalihan

ini dapat memperbaiki motivasi dan kepuasan individual.

5.8 Penurunan Pangkat

Penurunan pangkat dapat pula dikatakan sebagai penugasan dari seorang

karyawan ke posisi pekerjaan yang lebih rendah dengan gaji/upah yang lebih kecil

serta kualifikasi ketrampilan dan tanggung jawab yang lebih rendah. Ada lima alasan

mengapa penurunan pangkat terjadi, yaitu:

a) promosi yang gagal

b) ketidak mampuan melaksankan pekerjaan yang ditugaskan kepada karyawn

bersangkutan

c) kapasitas karyawan yang kurang (kedisiplinan, absensi)

d) pengurangan kapasitas perusahaan (merger, reorganisasi)

e) kesukarelaan yang diminta oleh pengusaha berdasarkan motif/alasan personal.

26
27

5.9 Program Penempatan Kerja

Perusahaan menginformasikan para karyawan adanya kualifikasi dan

pembukaan kesempatan kerja yang belum terisi. Pengumuman penempatan kerja

mengundang karyawan/orang yang berkualifikasi untuk melamar. Maksud dari

program ini adalah mendorong karyawan untuk mencari promosi dan pengalihan

kerja yang membantu departemen SDM mengisi posisi dari dalam dan memenuhi

tujuan personal karyawan. Semakin tinggi tingkat pekerjaan yang ditempatkan,

membantu perusahaan memenuhi rencana kegiatan yang telah disepakati dan

menjadi sebuah kesempatan yang adil bagi karyawan. Apabila tingkat pekerjaan

lebih rendah terisi tanpa diketahui, para karyawan yakin mereka diizinkan melamar

melalui program tersebut. Oleh karena itu, departemen SDM dalam membuat aturan

program penempatan pekerjaan penting untuk diketahui seluruh karyawan dan

ditindaklanjuti secara taat asas.

27
28

BAB VI

PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA

6.1 Pengertian Pelatihan dan Pengembangan

Kualitas sumber daya manusia (SDM) menjadi tumpuan dan harapan untuk

mencetak keunggulan bersaing (competitive adventage). Pengembangan SDM perlu

dilakukan untuk meningkatkan kualitas profesionalisme dan keterampilan tenaga

kerja dalam melaksanakan tugas dan fungsinya secara optimal. Dengan

mengembangkan kecakapan tenaga kerja maka tugas yang dilakukan pun akan

lebih efisien dan produktif. Kompetensi yang harus terpenuhi dalam pengembangan

SDM adalah skill, knowledge dan ability, pengembangan sering lakukan secara

tumpang tindih dengan arti pendidikan dan pelatihan.

Pengembangan SDM adalah proses persiapan individu-individu untuk

memikul tanggung jawab yang berbeda atau lebih tinggi dalam organisasi biasanya

berkaitan dengan peningkatan kemampuan intelektual untuk melaksanakan

pekerjaan yang lebih baik. Pengembangan mengarah pada kesempatan-kesempatan

belajar yang didesain untuk membantu pengembangan para pekerja.

Pengembangan melibatkan pembelajaran yang melampaui pekerjaan saat ini dan

memiliki fokus lebih untuk jangka panjang, pengembangan mempersiapkan

karyawan untuk tetap sejalan dengan perubahan dan pertumbuhan organisasi.

Pelatihan adalah sebuah proses dimana orang mendapatkan kapabilitas

untuk membantu mencapai tujuan-tujuan organisasional. Pelatihan memberi para

pembelajar pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk pekerjaan mereka

saat ini. Contohnya, menunjukkan kepada karyawan cara mengoperasikan gerinda

atau kepada supervisor cara menjadwalkan produksi harian. Karena proses ini

berkaitan dengan berbagai tujuan organisasional, pelatihan memberikan karyawan

pengetahuan dan keterampilan yang spesifik dan dapat diidentifikasikan untuk

digunakan dalam pekerjaan mereka saat ini. Perbedaan antar pelatihan dan

pengembangan adalah dimana pengembangan mempunyai cakupan yang lebih luas

28
29

dan berfokus pada pemberian individu dengan kapabilitas baru yang berguna untuk

pekerjaan sekarang atau masa depan.

6.2 Tujuan Pelatihan dan Pengembangan

Tujuan diselenggarakan pelatihan dan pengembangan kerja menurut

Simamora (2006) diarahkan untuk membekali, meningkatkan, dan mengembangkan

kompetensi kerja guna meningkatkan kemampuan, produktivitas dan kesejahteraan.

Adapun tujuan-tujuannya sebagai berikut:

a) Memperbaiki kinerja karyawan-karyawannya yang bekerja secara tidak

memuaskan karena kekurangan keterampilan merupakan calon utama

pelatihan, kendatipun tidak dapat memecahkan semua masalah kinerja yang

efektif, progaram pelatihan dan pengembangan yang sehat sering berfaedah

dalam meminimalkan masalah ini.

b) Memuktahirkan keahlian para karyawan sejalan dengan kemajuan teknologi.

Melalui pelatihan, pelatih memastikan bahwa karyawan dapat megaplikasikan

teknologi baru secara efektif.

c) Mengurangi waktu pembelajaran bagi karyawan baru agar kompeten dalam

pekerjaan.

d) Membantu memecahkan masalah orperasional.

e) Mempersiapkan karyawan untuk promosi satu cara untuk menarik, menahan,

dan memotivasi karyawan adalah melalui program pengembangan karir yang

sistematis.

f) Mengorientasikan karyawan terhadap organisasi, karena alasan inilah, beberapa

penyelenggara orientasi melakukan upaya bersama dengan tujuan

mengorientasikan para karyawan baru terhadap organisasi dan bekerja secara

benar.

g) Memenuhi kebutuhan pertumbuhan pribadi.

29
30

6.3 Manfaat Pelatihan dan Pengembangan

Pelatihan mempunyai andil besar dalam menentukan efektivitas dan

efisiensi organisasi. Beberapa manfaat nyata yang ditangguk dari program pelatihan

dan pengembangan (Simamora, 2006) adalah:

a) Meningkatkan kuantitas dan kualitas produktivitas.

b) Mengurangi waktu belajar yang diperlukan karyawan untuk mencapai standar

kinerja yang dapat diterima.

c) Membentuk sikap, loyalitas, dan kerjasama yang lebih menguntungkan.

d) Memenuhi kebutuhan perencanaan semberdaya manusia.

e) Mengurangi frekuensi dan biaya kecelakaan kerja.

f) Membantu karyawan dalam peningkatan dan pengembangan pribadi mereka.

Manfaat di atas membantu baik individu maupun organisasi. Program

pelatihan yang efektif adalah bantuan yang berharga dalam perencanaan karir dan

sering dianggap sebagai penyembuh penyakit organisasional. Apabila produktivitas

tenaga kerja menurun banyak manejer berfikir bahwa solusinya adalah pelatihan.

Program pelatihan tidak mengobati semua masalah organisasional, meskipun tentu

saja program itu berpotensi untuk memperbaiki situasi tertentu sekiranya program

dijalankan secara benar.

6.4 Faktor yang Mempengaruhi Pelatihan dan Pengembangan

a) Dukungan manajemen puncak.

b) Komitmen para manajer, baik spesialis maupun generalis.

c) Kemajuan teknologi, terutama komputer dan internet.

d) Kompleksitas organisasi yang menyebabkan tugas-tugas dan interaksi menjadi

lebih rumit.

e) Gaya belajar.

f) Fungsi-fungsi SDM lainnya.

30
31

6.5 Tahap-Tahap Pelatihan dan Pengembangan

Dalam tahapan ini menurut (Gomes, 2003) terdapat paling kurang tiga

tahapan utama dalam pelatihan dan pengembangan, yakni penentuan kebutuhan

pelatihan, desain program pelatihan, evaluasi program pelatihan.

a) Penentuan kebutuhan pelatihan (assessing training needs) adalah lebih sulit

untuk menilai kebutuhan-kebutuhan pelatihan bagi para pekerja yang ada dari

pada mengorientasikan para pegawai yang baru. Dari satu segi kedua-duanya

sama. Tujuan penentuan kebutuhan pelatihan ini adalah untuk mengumpulkan

sebanyak mungkin informasi yang relevan guna mengetahui dan atau

menentukan apakah perlui atau tidaknya pelatihan dalam organisasi tersebut.

Dalam tahapan ini terdapat tiga macam kebutuhan akan pelatihan yaitu :

1) General treatment need, yaitu penilaian kebutuhan pelatihan bagi semua

pegawai dalam suatu klasifikasi pekerjaan tanpa memperhatikan data

mengenai kinerja dari seseorang pegawai tersebut.

2) Oversable performance discrepancies, yaitu jenis penilain kebutuhan

pelatihan yang didasarkan pada hasil pengamatan terhadap berbagai

permasalahan, wawancara, daftar pertanyan, dan evaluasi kinerja, dan

dengan cara meminta para pekerjaan untuk mengawasi sendiri hasil

kerjanya sendiri.

3) Future human resources needs, keperluan pelatihan ini tidak berkaitan

dengan ketidaksesuaian kinerja, tetapi lebih berkaitan dengan sumberdaya

manusia untuk waktu yang akan datang

b) Mendesain program pelatihan (designing a training program), sebenarnya

persoalan performasi bisa diatasi melalui perubahan dalam system feedback,

seleksi atau imbalan, dan juga melalui pelatihan. Atau akan lebih mudah dengan

melakukan pemecatan terhadap pegawai selama masa percobaan. Jika

pelatihan merupakan solusi terbaik maka para manajer atau supervisor harus

memutuskan program pelatihan yang tepat yang bagaimana harus dijalankan.

Ada dua metode dan prinsip bagi pelatihan :

31
32

1) Metode pelatihan : metode pelatihan yang tepat tergantung pada tujuannya.

Tujuannya atau saran pelatihan yang berbeda akan berakibat pemakai

metode yang berbeda pula.

2) Prinsip umum bagi metode pelatihan : metode tersebut harus memenuhi

prinsip-prinsip seperti motivasi para peserta pelatihan, memperlihatkan

keterampilan, harus konsisten dengan isi pelatihan, peserta berpartisipasi

aktif, memberikan kesempatan untuk perluasan keterampilan, memberikan

feedback, mendorong dari hasil pelatihan ke pekerjaan, harus efektif dari

segi biaya.

c) Evaluasi efektivitas program (evaluating training program effectivenees) untuk

meningkatkan usaha belajarnya, para pekerja harus menyadari perlunya

perolehan informasi baru atau mempelajari keterampilan-keterampilan baru dan

keinginan untuk belajar harus dipertahankan.

6.6 Kelemahan Pelatihan dan Pengembangan

Beberapa kelemahan pelatih dapat menyebabkan gagalnya sebuah

program peltihan. Suatu pemahaman terdahap masalah potensial ini harus

dijelaskan selama pelatihan pada trainer (Simamora, 2006). Kelemahan-kelemahan

meliputi:

a) Pelatihan dan pengembangan dianggap sebagai obat untuk semua penyakit

organisasional.

b) Partisipan tidak cukup termotivasi untuk memusatkan perhatian dan komitmen

mereka.

c) Sebuah teknik dianggap dapat diterapkan disemua kelompok, dalam semua

situasi, dengan keberhasilan yang sama.

d) Kinerja partisipan tidak dievaluasi begitu kayawan telah kembali

kepekerjaannya.

e) Informasi biaya-manfaat untuk mengevaluasi program pelatihan tidak

dikumpulkan.

32
33

f) Ketidakadaan atau kurangnya dukungan manajemen.

g) Peran utama penyelia/atasan tidak diakui.

h) Pelatihan bakal tidak akan pernah cukup kuat untuk menghasilkan perbaikan

kinerja yang dapat diveifikasi.

i) Sedikit atau tidak ada persiapan untuk tindak lanjut.

6.7 Pengaruh Pelatihan dan Pengembangan terhadap Kinerja SDM

Secara filosofi, produktivitas merupakan pandangan hidup dan sikap mental

yang selalu berusaha untuk meningkatkan mutu kehidupan. Keadaan hari esok

harus lebih baik dari hari ini, pandangan seperti ini yang akan mendorong manusia

untuk tidak cepat merasa puas, tetapi harus mengembangkan diri dan meningkatkan

kemampuan kerja.

Secara definisi kerja, produktivitas merupakan perbandingan kerja antara

hasil yang dicapai (keluaran) dengan keseluruhan sumber daya (masukan) yang

digunakan persatuan waktu. Definisi kerja ini mengandung cara atau metode

pengukuran. Walaupun secara teori dapat dilakukan, tetapi dalam praktik sukar

dilaksanakan karena sumber daya masukan dipergunakan umumnya berbagai

macam dan dalam porsi yang berbeda.

Di bidang industri produktivitas mempunyai arti ukuran yang relatif nilai atau

ukuran yang ditampilkan oleh daya produksi yaitu sebagai campuran dari produksi

dan aktivitas; sebagai ukuran yaitu seberapa baik kita menggunakan sumber daya

dalam mencapai hasil yang diinginkan.

Upaya peningkatan kualitas kerja menurut Siagian (2002), antara lain:

a) Perbaikan terus-menerus, suatu organisasi akan dihadapkan pada tuntutan yang

terus-menerus berubah, baik secara internal (perubahan strategi organisasi,

pemanfaatan teknologi, kebijaksanaan) ataupun eksternal, yaitu perubahan yang

terjadi dengan cepat karena dampak tindakan suatu organisasi yang dominan

perannya masyarakat.

b) Peningkatan mutu hasil kerja, yang perlu ditingkatkan bukan saja pada mutu

internal seperti mutu pada sebuah produk perusahaan, tetapi juga pada

33
34

eksternal karena akan tercermin dalam interaksi organisasi dengan

lingkungannya yang pada gilirannya akan membentuk citra organisasi di mata

berbagai pihak di luar organisasi.

c) Pemberdayaan SDM, seperti mengakui harkat dan martabat manusia,

perkayaan mutu kekayaan dan penerapannya manajemen yang partisipatif

melalui proses demokratisasi dalam kehidupan organisasi.

Pelatihan dan pengembangan SDM dapat mempengaruhi produktivitas

kerja karyawan. Dengan meningkatkan keahlian, pengatuhan, serta wawasan, sikap

karyawan pada tugas-tugasnya dengan pengetahuan yang didapat dalam pendidikan

dan pelatihan akan merubah tingkah laku, guna mendapatkan produktivitas yang

tinggi.

34
35

BAB VII

PENILAIAN KINERJA

7.1 Pengertian Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja (performance appraisal) merupakan fungsi kunci untuk

melaksanakan manajemen sumberdaya manusia secara efektif. Namun dalam

banyak kondisi, fungsi penilaian kinerja hanya dipandang sebelah mata oleh para

pengambil kebijakan dalam organisasi dan dianggap sebagai ritual tahunan. mereka

beranggapan bahwa kegiatan penilaian kinerja menghabiskan begitu banyak waktu,

dan sebagian besar orang-orang (para karyawan dan eksekutif) dalam organisasi

tidak begitu menyukainya, meskipun mereka berkepentingan secara langsung

terhadap fungsi tersebut.

Penilaian kinerja merupakan alat yang baik untuk meningkatkan kinerja

organisasi, namun untuk menjadikan aktivitas ini dapat berfungsi dengan efektif,

bukanlah sebuah pekerjaan yang sederhana. Tidak tepatnya sistem penilaian kinerja

dan pandangan bahwa penilaian kinerja hanya sebagai acara ritual tahunan

merupakan ciri-ciri praktik penilaian kinerja yang tidak efektif. Perencanaan penilaian,

pelatihan dan bimbingan yang terus-menerus, dan memotivasi personalia pelaksana

penilaian adalah ciri-ciri praktik penilaian kinerja yang efektif. Sementara

memfokuskan penilaian pada aspek perilaku, menekankan perbaikan pelaksanaan

pekerjaan dan kontribusi terhadap pengembangan sistem secara seimbang serta

melakukan penilaian dengan standar absolut merupakan ciri-ciri praktik penilaian

kinerja yang mengacu pada kualitas.

Begitu juga, sistem pendukung penilaian yang tidak efektif memiliki

karakteristik-karakteristik buruknya sistem komunikasi penilaian dan sistem yang

tidak dimonitoring. Sistem penilaian kinerja yang efektif ditandai dengan adanya

dukungan top manajemen, keterkaitan kegiatan penilaian kinerja dengan tujuan

strategis organisasi serta peninjauan sistem secara terus-menerus. Sedangkan

sistem pendukung penilaian kinerja yang mengacu pada kualitas ditandai dengan

melakukan evaluasi sistem penilaian dan menyerahkan tanggung-jawab penilaian

35
36

kepada manajer. Agar penilaian kinerja menjadi efektif, setiap individu yang terlibat

dalam organisasi/perusahaan harus memiliki cara pandang yang sama mengenai

tujuan dari penilaian kerja yang dilakukan. Agar penilaian kinerja berjalan dengan

efektif hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan program penilaian kinerja

yaitu :

a) Tujuan penilaian harus sudah ditetapkan di awal

b) Instrumen penilaian jelas

c) Standar penilaian harus ditetapkan terlebih dahulu untuksebagai acuan penilaian

dengan tujuan mengurangi ketidakpuasan orang yang dinilai

d) Menetapkan Siapa yang menilai

e) Menetapkan Siapa yang dinilai

f) Waktu penilaian yaitu Kapan harus menilai

g) Melakukan Pelatihan bagi penilai untuk mendapatkan pemahaman yang sama

atas instrument penilaian

h) Umpan balik dan mengimplikasikan penilaian

7.2 Tujuan Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja yang baik tidak saja mengevaluasi kinerja karyawan, tetapi

juga mengembangkan dan memotivasi karyawan sehingga hal-hal yang harus

disepakati oleh perusahaan dalam hal ini diwakili oleh penyelia atau penilai maupun

karyawan adalah :

a) Penyelia/penilai maupun karyawan harus mengetahui bidang prestasi yang

dinilai

b) Penyelia memberikan kesempatan karyawan untuk menilai dirinya sendiri

c) Mempertemukan hasil penilaiannya dengan penyelianya. Terjadi proses tawar

menawar dan komunikasi kedua belah pihak untuk mencapai saling keterbukaan

dan saling pengertian mengenai bidang-bidang yang sudah cukup dan bidang-

bidang yang masih perlu dikembangkan.

36
37

7.3 Manfaat Penilaian Kinerja

a) Manfaat bagi pekerja : terutama sebagai feedback (umpan balik) tentang

prestasi kerjanya selama ini c sangat berguna bagi pekerja untuk mengetahui

kelebihan dan kelemahan yang ada pada dirinya, untuk tujuan pengembangan

diri lebih lanjut

b) Manfaat bagi perusahaan : antara lain sebagai dasar untuk mengambil

keputusan tentang promosi (jabatan/gaji), transfer (mutasi), demosi, PHK, atau

untuk mengidentifikasi kebutuhan training

7.4 Aspek-Aspek yang Dinilai dalam Penilaian Kinerja

a) Kemampuan teknis, yaitu kemampuan menggunakan pengetahuan, metode,

teknik, dan peralatan yang dipergunakan untuk melaksanakan tugas, serta

pengalaman dan pelatihan yang diperolehnya

b) Kemampuan konseptual, yaitu kemampuan untuk memahami kompleksitas

perusahaan dan penyesuaian bidang gerak dari unit masing-masing ke dalam

bidang operasional perusahaan secara menyeluruh, yang pada intinya individual

tersebut memahami tugas, fungsi, serta tanggung jawabnya sebagai seorang

karyawan

c) Kemampuan hubungan interpersonal, yaitu kemampuan untuk bekerjasama

dengan orang lain, memotivasi karyawan, melakukan negosiasi, dan lain-lain

37
38

BAB VIII

MANAJEMEN GAJI DAN UPAH

Hal yang paling mendasar bagi kemajuan sebuah organisasi adalah

kemampuan memotivasi karyawan agar mampu mencapai performa yang maksimal

dalam bekerja, salah satu unsur penting dalam memotivasi karyawan adalah

pemberian gaji atau upah, layaknya manusia yang lain, motivasi seseorang dalam

bekerja tentu saja berasal dari dorongan agar mampu menjadikan dirinya lebih baik

dari sebelumnya, mampu mengapresiasikan dan mencurahkan segala kemampuan

terbaiknya untuk kemajuan organisasasinya sehingga muncul timbal balik yang

sesuai dari organisasi berupa kompensasi. Di indonesia membicarakan gaji adalah

hal tabu bagi pegawai dan majikan, mindset negatif demikian sudah menjadi tradisi

yang mengakar tetapi justru dengan pembicaraan jumlah kompensasi yang diterima

manajer mampu memperhitungkan kompetensi seorang calon pegawai baru,

Berbagai kasus yang terjadi mengungkapkan bahwa hampir 90% pertentangan

industrial antara majikan dan pekerja adalah jumlah besaran upah atau gaji yang

diterima, berdasarkan fakta inilah yang kemudian menginspirasi berbagai penulis,

pemerhati SDM serta manajer untuk mengkaji secara spesifik permasalahan gaji dan

upah tersebut.

Menurut Edwin B. Hippo, Kompensasi merupakan harga untuk jasa jasa

yang telah diberikan seseorang kepada orang lain. Pengertian lain diterjemahkan

oleh Prof.Dr.F.J.H.M Vander van adalah tujuan obyektif dari harga ekonomis. Pakar

manajemen SDM yang lain, Prof. Imam Soepomo, S.H berpendapat bahwa

pembayaran yang diterima buruh selama ia melakukan pekerjaan atau dipandang

melakukan pekerjaan dalam arti lain merupakan jaminan keseluruhan yang

ditetapkan sebagai pengganti jasa yang telah dikeluarkan oleh tenaga kerja melauli

masa atau syarat syarat tertentu (Purwono, 2006). Pengertian yang hampir sama

juga diungkapkan oleh Undang-Undang Kecelakaan Tahun 1947 nomor 33 pasal 7

ayat a dan b, mengenai upah yaitu meliputi pembayaran berupa uang yang diterima

oleh buruh sebagai ganti pekerjaan dan biaya lain dengan cuma-cuma yang nilainya

38
39

ditaksir menurut harga umum di tempat itu (Soeprihanto, 1987). Hemat saya,

kompensasi merupakan segala bentuk apresiasi yang ditunjukan kepada karyawan

dalam bentuk finansial maupun non finansial atas ganti biaya produksi tenaga kerja.

Lebih jauh kompensasi harus mampu meliputi keadilan internal dan keadilan

eksternal, keadilan internal adalah keadilan yang sesui dengan tugas dan tanggung

jawab dalam pekerjaan masing-masing, karyawan dengan tugas mengoperasikan

mesin tentu memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk terjadi kecelakaan di

tempat kerja sehingga ia layak mendapatkan tunjangan asuransi yang lebih besar

daripada karyawan lainnya, kedua adalah keadilan eksternal berupa gaji yang sesuai

jika dibandingkan dengan perusahaan yang lain, sebagian besar manajer SDM

menghabiskan 70% waktunya membandingkan tingkat upah satu perusahaan

dengan perusahaan yang lain dalam tahap awalk perekrutan karyawan baru.

Dilihat dari bentuknya, kompensasi dapt berwujud gaji, bonus, upah, insentif

dan tunjangan. Bila kita perhatikan secara lebih teliti, kompensasi bersifat kompetitif,

mengapa dikatakan demikian pemberian kompensasi perusahaan terhadap

pegawainya dapat menjadi sangat berpengaruh terhadap kinerja pegawai jika

diberikan sesuai dengan tingkat dan tanggung jawab jabatan yang ia emban,

semakin besar resiko seseorang menanggung jabatan tertentu, semakin besar pula

jumlah kompensasi yang harus dibayarkan oleh perusahaan kepada pegawai yang

bersangkutan, perusahaan tidak harus menaikan jumlah slip gaji yang ditetapkan tiap

bulannya, banyak cara yang bisa dilakukan oleh para manajer untuk memotivasi

pegawaianya agar tetap pada performa puncak (peak performance) misalkan

dengan pemberian bonus tambahan, insentif atau tunjangan kepada pegawainya.

8.1 Tujuan Kompensasi

Pengembangan organisasi modern yang berkelanjutan memerlukan sumber

daya manusia yang produktif, begitupula dengan kemampuan organisasi untuk

mensejahterakan karyawan berkesesuaian dengan tujuan kompensasi diantaranya

agar menarik pegawai yang berkualitas, mempertahankan pegawai yang memiliki

tingkat performa memuaskan, memotivasi kinerja pegawai yang lain, membangun

39
40

komitmen penuh dalam pengembangan organisasi, mengalokasikan secara efisien

sumber daya manusia khususnya angkatan kerja (Wibowo, 2007), mendorong

stabilisasi pertumbuhan ekonomi pada umumnya serta hal yang terpenting adalah

mendorong peningkatan pengetahuan dan keterampilan karyawan dalam rangka

meningkatkan kompetensi organisasi dalam lingkungan bisnis yang semakin

kompetiif (Armstrong, 1998).

Dipandang dari berbagai sudut, ekpetansi karyawan terhadap sejumlah gaji

yang ditawarkan memiliki hubungan positif terhadap motivasi perilaku kinerja di

perusahaan, yang perlu dipertimbangkan dalam manajemen pengupahan dan kinerja

secara khusus menitikberatkan pada 3 hal:

a) Efektivitas uang sebagai motivator

b) Alasan mengapa orang bisa dipuaskan atau tidak dipuakan dengan imbalan

c) Kriteria yang digunakan untuk mengembangkan kompensasi karyawan

8.2 Uang dan Motivasi

Beberapa dekade terakhir ini, hubungan uang terhadap motivasi karyawan

adalah pemicu utama perdebatan panjang tentang keefektifan uang sebagai

motivator utama dalam bekerja, secara garis besar pendekatan tersebut

diklasifikasikan menjadi 4 pandangan utama.

a) Pendekatan ‘Manusia Ekonomi’

Menurut pandangan ini, pendekatan ini mengasumsikan bahwa orang akan

terdorong untuk bekerja jika imbalan dan penalti langsung dikaitkan dengan hasil

yang dicapai. Pendekatan demikian masih digunakan secara luas dan dalam

beberapa keadaan, memang dianggap berhasil. Kegagalan pendekataan seperti

ini lebih dikarenakan ketidakmampuan organisasi untuk memahami kenyataan

bahwa sistem kontrol resmi bisa sangat dipengaruhi oleh hubungan informal

diantara para karyawan (Werther dan Davis, 1996)

40
41

b) Model dua faktor Herzberg

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Herzberg terhadap 200 teknisi dan

akuntan diungkapkan bahwa uang bisa disebut sebagai ‘faktor higenis’, ia

menganggap gaji atau upah lebih berfungsi sebagai pencegah penyakit bukan

untuk meningkatkan kesehatan, tetapi dampaknya terhadap ketidakpuasan

bersifat jangka panjang sampai beberapa bulan. Tetapi penelitian lain yang

dilakukan oleh Opshal dan Dunnette menyatakan hal yang bersebrangan,

sehingga model dua faktor tidak mampu memberikan pijakan dasar terhadap

kebijakan penggajian (Siagian, 2008).

c) Teori Instrumental

Teori ini menyatakan bahwa uang hanyalah sarana pencapaian tujuan, dan

dipengaruhi secara langsung oleh dua faktor yaitu : pertama, kuatnya kebutuhan

dan kedua, tingkat keyakinan orang tersebut bahwa perilakunya akan

menghasilkan uang. Teori ini pertama kali dikenalkan oleh Gellerman dan

menyebutkan bahwa uang memiliki nilai tersendiri bagi orang yang berbeda, di

waktu yang berbeda, kompetensi yang berbeda serta lingkungan yang berbeda.

Dia menggarisbawahi kekuatan uang yang begitu ampuh untuk kepuasan

semua kebutuhan dasar, namun efektivitas uang sebagai motivator tergantung

pada sejumlah keadaan, termasuk nilai dan preferensi yang dianut oleh individu

terhadap berbagai jenis imbalan finansial maupun nonfinansial (Suryadi, 1999).

d) Teori Persamaan

Teori persamaan dikembangkan oleh adams, berpendapat bahwa gaji atau

imbalan merupakan rasio yang sebanding terhadap apa yang dicurahkan pada

pekerjaannya, teori ini sangat berkaitan dengan teori ketidaksesuaian

(discrepency theory) yang, seperti dinyatakan harus memiliki prinsip rasa adil

bagi setiap karyawan atas tingkat pekerjaan dan kapasitas individu dalam

mengerjakannya. (Werther dan Davis, 1996)

41
42

8.3 Pengupahan Sebagai Motivator Karyawan

Uang berperan sagat penting dalam kehidupan sehari hari, uang tidak

hanya difungsikan sebagai alat jual beli maupun perdagangan saja, tetapi melingkupi

sarana untuk mengungkapkan rasa terima kasih terhadap seseorang selama

berprestasi di tempat kerjanya.

Adapun gaji adalah penyambung utama organisasi agar mampu merekrut

karyawan yang berkualitas, walaupun faktor yang lebih menentukan adalah peluang

karier dan reputasi organisasi yangh dituju. Gaji dan uang sangat bisa memotivasi

karyawan apabila dilakukan secara adil, gaji bisa memperkuat perilaku kinerja, tetapi

jika penggunaan yang tidak tepat maka akan berakibat pada tingkat performa

pegawai yang bersangkutan, disamping peran pengupahan dalam memotivasi

karyawan, perusahaan harus menghadapi tantangan sistem penggajian yang

semakin modern dan kompetitif diantaranya adalah tingkat gaji yang lazim, kekuatan

serikat buruh, katalisator pemerintah, kebijakan strategi penggajian, faktor

perdagangan internasional dan biaya produktivitas tenaga kerja.

42
43

BAB IX

TUNJANGAN DAN PROGRAM KESEJAHTERAAN

9.1 Pengertian Kesejahteraan Pegawai

Terdapat berbagai istilah yang digunakan dalam program kesejahteraan,

seperti yang dikemukakan oleh beberapa ahli diantaranya:

a) Andre. F. Sikulu menyatakan bahwa: Kesejahteraan karyawan adalah balas jasa

yang diterima oleh pekerja dalam bentuk selain upah atau gaji langsung.

b) I.G. Wursanto (1985) menyatakan bahwa: Kesejahteraan sosial atau jaminan

sosial bentuk pemberian penghasil baik dalam bentuk materi maupun dalam

bentuk non materi, yang diberikan oleh perusahaan kepada karyawan untuk

selama masa pengabdiannya ataupun setelah berhenti karena pensiun, lanjut

usia dalam usaha memenuhi kebutuhan materi maupun non materi kepada

karyawan dengan tujuan untuk memberikan semangat atau dorongan kerja

kepada karyawan.

c) Mutiara Pangabean (2004): “Kesejahteraan pegawai dikenal sebagai benefit

mencakup semua jenis penghargaan berupa uang yang tidak dibayarkan secara

langsung kepada pegawai”.

d) Malayu S.P. Hasibuan kesejahteraan adalah balas jasa lengkap (materi dan non

materi yang diberikan oleh pihak perusahaan berdasarkan kebijaksanaan.

Tujuannya untuk mempertahankan dan memperbaiki kondisi fisik dan mental

karyawan agar produktifitasnya meningkat.

e) Dalam UU 13/2003 memberikan pengertian tentang kesejahteraan pekerja, yaitu

suatu pemenuhan kebutuhan dan atau keperluan yang bersifat jasmaniah dan

rohaniah, baik di dalam maupun di luar hubungan kerja, yang secara langsung

atau tidak langsung dapat mempertinggi produktivitas kerja dalam lingkungan

kerja yang aman dan sehat.

43
44

9.2 Program Kesejahteraan

Program kesejahteraan merupakan balas jasa materil dan non material.

Atau dapat disebut juga kompensasi. Program kesejahteraan karyawan merupakan

salah satu cara meningkatkan semangat kerja karyawan.

Pemberian upah sedikit berbeda dari pemberian kesejahteraan berupa gaji.

Upah juga sejenis balas jasa yang di berikan perusahaan kepada para pekeja harian

(pekerja tidak ttetap) yang besarnya telah disepakati sebelumnya oleh kudua belah

pihak. Upah di bayar setelah pekerjaan selesai dan di terima hasilnya dengan baik

oleh pekerja. Pemberian upah biasanya setiap selesai pkerjaan atau secara

mingguan tergantung pada kesepakatan bersama yang telah di buat sebelumnya.

Program kesejahteraan selain berupa uang, dapat pula di berikan berupa

tunjangan. Tunjangan ini dapat berupa tunjangan keluarga, tunjangan pembangunan

dan sebagainya, yang kesemuanya dapat di menambah penghasilan karyawan.

Pembayaran tunjangan ini biasanya di satukan dalam pembayaran gaji setiap bulan

yang di terima oleh setiap pegawai.

Bonus ini sering juga disebut Insentif. Insentif ini juga di anggap sebagai

dari kompensasi yang berbentuk uang. Insentif ini pada dasarnya adalah tambahan

bayaran yang di berikan kepada pegawai tertentu. Pemberian insentif atau bonus

biasanya di dasarkan pada keberhasilan atau prestasi yang d perlihatkan oleh

seornag karyawan yang melebihi prestasi rata-rara yang telah di tentukan. Di

samping uang balas jasa, perusahaan dapat pula menyediakan fasilitas ini biasanya

tidak berdiri sendiri

9.3 Tujuan dan Manfaat Program Kesejahteraan

Program kesejahteraan yang diberikan oleh perusahaan, lembaga atau

organisasi pada pegawainya hendaknya bermanfaat, sehingga dapat mendorong

tercapainya tujuan perusahaan yang efektif. Program kesejahteraan karyawan

sebaiknya sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh perusahaan dan

tidak melanggar peraturan pemerintah.

44
45

Menurut Moekijat (2002), tujuan pemberian program kesejahteraan pada

perusahaan yang mengadakan program kesejahteraan terdiri dari dua yaitu bagi

perusahaan dan pegawai.

a) Bagi Perusahaan

1) Mengurangi perpindahan dan kemangkiran

2) Meningkatkan semangat kerja pegawai

3) Menambah kesetiaan pegawai terhadap organisasi.

4) Menambah peran serta pegawai dalam masalah-masalah organisasi.

5) Mengurangi keluhan-keluhan.

6) Megurangi pengaruh serikat pekeja.

7) Meningkatkan kesejahteraan pegawai dalam hubungannya dengan

kebutuhannya pribadi maupun kebutuhan sosial.

8) Memperbaiki hubungan masyaraka

9) Mempermudah usaha penarikan pegawai dan mempertahankan.

10) Merupakan alat untuk meningkatkan kesehatan badaniah dan rohaniah

pegawai.

11) Memperbaiki kondisi kerja.

12) Memelihara sikap pegawai yang menguntungkan terhadap pekerjaan dan

lingkungannya.

b) Bagi Pegawai

1) Memberikan kenikmatan dan fasilitas yang dengan cara lain tidak tersedia

atau yang tersedia dalam bentuk yang kurang memadai.

2) Memberikan bantuan dalam memecahkan suatu masalah-masalah

perseorangan.

3) Menambah kepuasan kerja.

4) Membantu kepada kemajuan perseorangan.

5) Memberikan alat-alat untuk dapat menjadi lebih mengenal pegawai-pegawai

lain.

6) Mengurangi perasaan tidak aman.

45
46

7) Memberikan kesempatan tambahan untuk memperoleh status.

Berdasarkan uraian diatas terlihat ada dua pihak yang berkepentingan

langsung terhadap program kesejahteraan yaitu pihak perusahaan dan juga pihak

pegawai. Bagi perusahaan program kesejahteraan mempunyai tujuan-tujuan tertentu

yang mengarah pada pencapaian tujuan perusahaan, sedangkan bagi pegawai

adalah terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan mereka. Pemberian kesejahteraan

karyawan sangat berarti dan bermanfaat bagi perusahaan dan karyawan. Bagi

karyawan pemberian kesejahteraan bermanfaat untuk menciptakan hubungan

industrial yang harmonis antara perusahaan dengan karyawan, meningkatkan

semangat kerja karyawan, disiplin kerja, dan sikap loyalitas karyawan terhadap

perusahaan. Sedangkan bagi perusahaan dapat meningkatkan produktifitas kerja,

efisiensi kerja efektifitas kerja, dan maningkatkan laba. Program kesejahteraan

karyawan sangat pemting demi terwujudnya tujuan perusahaan, namun program

kesejahteraan karyawan harus disusun berdasarkan peraturan yang ada,

berdasarkan asas keadilan dan kelayakan, dan berpedoman pada kemampuan

perusahaan.

9.4 Jenis Kesejahteraan

Menurut Arep (2003) berdasarkan bentuk kesejahteraan tersebut, secara garis besar

kesejahteraan terdiri dari 2 jenis :

a) Kesejahteraan langsung

Kesejahteraan langsung adalah penghargaan yang berupa gaji, upah yang di

bayar secara tetap berdasarkan tenggang waktu yang tetap dan Insentif adalah

penghargaan yang diberikan untuk memotivasi akaryawan agar produkivitas

kerja tinggi, sifatnya tidak tetap dan sewaktu-waktu. Kesejahteraan langsung

yang terdiri dari:

1) Gaji

Definisi Gaji menurut Hasibuan (2000) adalah: :Balas jasa yang dibayar

secara periodik kepada karyawan yang tetap serta mempunyai jaminan

46
47

yang pasti. Selanjutnya Gitosudarmo (1995:230) menyatakan bahwa untuk

merancang imbalan finansial khususnya gaji dapat mempertimbangkan

faktor-faktor seperti:

- Keadilan

Penggajian yang dirancang perlu mempertimbangkan azas keadilan.

Konsep keadilan dalam hal ini berkaitan dengan input-income, input atau

masukan antara lain meliputi pengalaman/masa kerja, senioritas , jejang

pendidikan, keahlian, beban tugas, prestasi dan lain sebagainya.,

sedangkan income/hasil adalah imbalan yang diperoleh pekerja

- Kemampuan Organisasi

Organisasi jangan memaksakan diri untuk memberikan gaji di luar

kemempuannya, karena hal itu dapat membahayakan organisasi, yang

pada gilirannya juga akan merugikan pekerja itu sendiri.

- Mengaitkan dengan prestasi

Untuk bidang tertentu dalam organisasi dimana prestasinya dapat diukur

dengan mengaitkan secara langsung antara gaji dengan prestasi masing-

masing pekerja.

- Peraturan Pemerintah

Penggajian harus memperhatikan peraturan pemerintah, seperti misalnya

ketentuan tentang Upah Minimum Regional (UMR). Idealnya, gaji yang

diberikan organisasi di atas ketentuan pemerintah. Gaji memadai yang

diterima oleh pekerja akan menimbulkan ketentraman dalam bekerja dan

mereka tidak akan berperilaku macam-macam.

- Kompetitif

Penggajian yang dirancang hendaknya memperhatikan gaji yang

dilakukan oleh organisasi lain dalam industri yang sama. Menentukan

47
48

tarif yang lebih tinggi dari organisasi lain yang sejenis akan mampu

menarik orang-orang yang berkualitas masuk ke dalam organisasi, yang

pada gilirannya akan meningkatkan laju perkembangan organisasi.

Pembayaran gaji dilakukan setiap satu bulan sekali dimana karyawan

menerima gaji berdasarkan tingkat jabatan, golongan, dan kontribusinya

bagi perusahaan. Pembayaran gaji yang merupakan wujud kompensasi

langsung diharapkan mampu mewujudkan usaha dalam mempertahankan

dan memotivasi karyawan agar bersemangat dalam bekerja sehingga tujuan

perusahaan tercapai.

2) Upah Insentif

Jenis kompensasi lain yang diberikan kepada karyawan sebagai imbalan

atas kerjanya adalah upah insentif. Perusahaan menetapkan adanya upah

insentif untuk menghubungkan keinginan karyawan akan pendapatan

finansial tambahan dengan kebutuhan organisasi akan peningkatan kualitas

dan kuantitas kerjanya. Menurut Nawawi (1997), definisi upah insentif

adalah: “Penghargaan atau ganjaran yang diberikan untuk memotivasi para

pekerja agar produktivitas kerjanya tinggi, sifatnya tidak tetap atau sewaku-

waktu”.

Upah insentif sebagai bagian dari keuntungan perusahaan terutama sekali

diberikan kepada karyawan yang bekerja secara baik atau berprestasi.

Pemberian insentif ini dimaksudkan perusahaan sebagai upaya untuk

memotivasi karyawan yang berprestasi tetap bekerja di perusahaan.

Ranupandojo dan Husnan (2002) menjelaskan agar insentif bisa berhasil,

perlu diperhatikan hal-hal berikut:

- Pembayarannya hendaknya sederhana agar dapat dimengerti dan

dihitung oleh karyawan sendiri

- Penghasilan yang diterima buruh hendaknya langsung menaikkan output

dan efisiensi

48
49

- Pembayaran hendaknya dilakukan secepat mungkin

- Standar kerja hendaknya ditentukan dengan hati-hati, standar kerja yang

tinggi ataupun terlalu rendah sama tidak baiknya.

- Besarnya upah normal dengan standar kerja per jam hendaknya cukup

merangsang pekerja untuk bekerja lebih giat.

Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat diketahui bahwa tujuan pemberian

insentif pada umumnya adalah untuk mendorong karyawan agar bekerja

dengan lebih bersemangat sehingga produktifitas kerja karyawan

meningkat.

3) Bonus

Jenis kompensasi lain yang ditetapkan perusahaan adalah berupa

pemberian bonus. Pemberian bonus kepada karyawan ini dimaksudkan

untuk meningkatkan produktifitas kerja dan semangat kerja karyawan.

Pengertian bonus menurut Simamora (2006) adalah “pembayaran sekaligus

yang diberikan karena memenuhi sasaran kinerja”, sedangkan menurut

Sarwoto (1991), pengertian bonus adalah :

- Uang dibayar sebagai balas atas hasil pekerjaan yang telah

dilaksanakan apabila melebihi target.

- Diberikan secara sekali terima tanpa sesuatu ikatan di masa yang akan

datang

- Beberapa persen dari laba yang kemudian dibagikan kepada yang

berhak menerima bonus.

Bonus diberikan apabila karyawan mempunyai profitabilitas atau

keuntungan dari seluruh penjualan tahun lalu. Penentuan besarnya

pemberian bonus adalah berdasarkan kebijakan perusahan, tidak ada

ketetapan yang pasti mengenai bonus yang diberikan. Dessler (1997)

menyatakan bahwa “tidak ada aturan yang pasti mengenai sistem

49
50

perhitungan bonus dan beberapa perusahaan tidak memiliki formula untuk

mengembangkan dana bonus”.

Didalam pemberian bonus kepada karyawan. Perusahaan memberikan

bonus setiap tahun dengan waktu yang tidak ditentukan, bisa di awal tahun,

pertengahan, atau akhir tahun. Besarnya bonus yang ditetapkan adalah 1

sampai 2 kali gaji pokok karyawan.

b) Kesejahteraan tidak langsung

Kesejahteaan tidak langsung menurut Nawawi (1997) adalah “program

pemberian penghargaan atau ganjaran dengan variasi yang luas, sebagai

bagian keuntungan organisasi atau perusahaan”. Sedangkan menurut Handoko

(2000), “kesejahteraan tidak langsung adalah balas jasa pelengkap atau

tunjangan yang diberikan pada karyawan berdasarkan kemampuan

perusahaan”. Jadi kompensasi tidak langsung merupakan balas jasa yang

diberikan dalam bentuk pelayanan karyawan, karena diperlakukan sebagai

upaya penciptaan kondisi dan lingkungan kerja yang menyenangkan.

Selanjutnya, Handoko (2000) menggolongkan kompensasi tidak langsung

menjadi beberapa bagian yaitu:

1) Pembayaran upah untuk waktu tidak bekerja (time-off benefit), meliputi:

- Istirahat on the job, terdiri dari; periode istirahat, periode makan, dan

periode waktu cuti

- Hari-hari sakit

- Liburan dan cuti

- Alasan lain, misal kehamilan, kecelakaan, upacara pemakaman.

2) Perlindungan ekonomis terhadap bahaya, meliputi:

- Jaminan pembayaran upah dalam jumlah tertentu selama suatu periode

- Rencana-rencana pensiun

- Tunjangan hari tua

- Tunjangan pengobatan

- Pembentukan koperasi atau yayasan yang mengelola kredit karyawan.

50
51

3) Program pelayanan karyawan, meliputi:

- Rekreasi

- Kafetaria

- Perumahan

- Beasiswa pendidikan

- Fasilitas pembelian

- Konseling finansial dan legal

- Aneka ragam pelayanan lain.

9.5 Faktor yang Mempengaruhi Kesejahteraan

a) Faktor kesejahteraan karyawan yang mempengaruhi hubungan antara karyawan

dengan karyawan meliputi:

1) Gaji dan upah yang baik. Gaji bisa dipakai untuk kebutuhan psikologis dan

sosial.

2) Rekan kerja yang kompak. Keinginan ini merupakan cermin dari kebutuhan

sosial. Seorang karyawan mungkin berkeberatan untuk dipromosikan,

hanya karena tidak menginginkan kehilangan rekan kerja yang kompak.

3) Kondisi kerja yang aman, nyaman dan menarik. Kondisi kerja yang aman

berasal dari kebutuhan akan rasa aman disamping itu juga tempat kerja

yang nyaman dan menarik.

b) Faktor kesejahteraan karyawan yang mempengaruhi hubungan antara karyawan

dengan pimpinan :

1) Pimpinan yang adil dan bijaksana. Pimpinan yang baik menjamin bahwa

pekerjaan akan tetap bisa dipertahankan, demikian juga pimpinan yang

tidak berat sebelah akan menjadi ketenangan kerja.

2) Melengkapi para karyawan dengan sumber dana yang diperlukan untuk

menjalankan tugasnya.

51
52

3) Mengkomunikasikan kepada karyawan tentang apa yang diharapkan dari

mereka.

4) Memberikan penghargaan untuk mendorong kinerja. Dari uraian tentang

teori kesejahteraan karyawan di atas, maka dalam peneliti ini, kesejahteraan

karyawan yang dimaksud adalah:

- Keamanan: meliputi rasa aman terhadap suasana kerja, pemberian

jaminan asuransi dan pelayanan usaha kesehatan.

- Kesenangan: meliputi pemberian waktu rekreasi bersama, pemberian

cuti dan sebagainya.

- Kemakmuran: meliputi pemberian gaji yang sesuai, pemberian tunjangan

kepada karyawan, atau kantin bagi karyawan, pemberian seragam kerja

kepada karyawan.

9.6 Hubungan Program Kesejahteraan dengan Semangat Pegawai

Semangat kerja memang peranan penting bagi karyawan dalam

melaksanakan pekerjaannya. Dengan adnya semangat kerja yang tinggi akan

terciptalah kepuasan diri seseorang atas hasil kerja yang di capai,sehingga

pekerjaan tersebut dapat diselesaikan dengan baik dan tepat.

Perusahaan dalam meningkatkan produktivitas yang lebih tinggi lagi, perlu

menimbulkan semangat dan kegairahan kerjaa para karyawan. Namun untuk

meningkatkan semnagat kerja, bukanlah hal yang mudah karena banyak faktor yang

perlu di perhatikan, salah satu diantaranya adalah program kesejahteraan karyawan

yang bertujuan untuk memenuhi, baik kebutuhan fisik maupun mental karyawan.

Pemberian program kesejahteraan karyawan di rancang dari individu dan

kelompok jenis-jenis prilaku tertentu yang dianggap dapat meningkatkan semnagat

kerja. Salah satu harapan yang timbul dengan adanya peningkatan semangat kerja

karyawan adalah secara tidak langsung dapat meningkatkan produktifitas kerja

karyawan.

Pada hakikatnya pemberian pelayanan kesejahteraan dapat mendorong

karyawan untuk bekerja lebih baik dan bersemangat, karena semangat kerja erat

52
53

hubungannya dengan pemenuhuan kebutuhan seseorang. Menurut Hasibuan (2000)

pemenuhi kebutuhan materi dan non materi dapat meningkatkan semangat kerja dan

kegairahan kerja.

Berdasarkaan uraian tersebut dapat diketahui bahwa pelaksanaan program

kesejaahteraaan karyawan bersifat merangsang untuk memaksimalkan kualitas dan

kuantitas kerja, sehingga terdapat hubungan interaksi yang saling menguntungkan

antara perusahan dengan karyawan.

53
54

BAB X

PENINGKATAN KEPUASAN KERJA DAN PRODUKTIVITAS PEGAWAI

10.1 Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja memiliki efek kepada kehidupan organisasi. Kepuasan

kerja/job satisfaction adalah sikap/attitudes positif atau negatif yang dimiliki seorang

karyawan terhadap pekerjaannya. Sikap ini merupakan hasil persepsi karyawan

terhadap pekerjaannya (Greenberg dan Baron, 2000). Seorang karyawan yang

memiliki tingkat kepuasan kerja tinggi menunjukkan sikap yang positif terhadap

pekerjaannya, sedangkan karyawan yang memiliki tingkat kepuasan kerja rendah

menunjukkan sikap yang negatif terhadap pekerjaannya. Kepuasan kerja

menunjukkan suatu sikap bukan perilaku (Robbins, 2008).

Menurut Handoko (2000), kepuasan kerja adalah keadaan emosional baik

yang menyenangkan maupun tidak menyenangkan dimana karyawan memandang

pekerjaan mereka. Mathis dan Jackson (2006) mendefinisikan kepuasan kerja

sebagai keadaan emosi yang positif dari mengevaluasi pengalaman kerja seseorang.

Ketidakpuasan akan muncul ketika harapan-harapan mereka tidak terpenuhi.

Sedangkan menurut As’ad (2000) kepuasan kerja adalah perasaan seorang

karyawan terhadap pekerjaannya. Kepuasan kerja merupakan hasil interaksi antara

karyawan dengan tempat kerja mereka. Setiap individu akan memiliki tingkat

keupasan kerja yang berbeda-beda sesuai dengan nilai-nilai yang dianut pada

dirinya.

Kepuasan kerja adalah perasaan senang atau emosi positif sebagai hasil

persepsi pengalaman selama masa kerja seseorang. Kepuasan kerja berkaitan

dengan kondisi masa lalu, bukan masa yang akan datang. Berdasarkan definisi ini

ada tiga aspek yang berkaitan dengan kepuasan kerja: (a) kepuasan kerja

merupakan fungsi dari nilai-nilai/values apa yang diinginkan individu secara sadar

atau tidak untuk diraih; (b) masing-masing karyawan memiliki pandangan yang

berbeda tentang nilai mana yang penting dalam menentukan bentuk dan kepuasan

kerja; dan (c) persepsi seseorang mengenai keadaan sekarang berhubungan

54
55

dengan nilai-nilai yang berarti bagi individu. Persepsi seorang karyawan belum tentu

merupakan refleksi konkrit yang lengkap mengenai suatu pekerjaan dan masing-

masing individu bisa memiliki persepsi yang berbeda terhadap situasi yang sama

(Rivai, 2008).

10.2 Produktivitas Kerja

Masalah produktivitas kerja merupakan salah satu aspek penting yang

menjadi perhatian utama sebagian besar organisasi/perusahaan. Produktivitas

mencerminkan efisiensi dan efektivitas sebuah organisasi. Produktivitas adalah hasil

penjumlahan antara efisiensi dan efektivitas (produktivitas = efisiensi + efektivitas).

Efisiensi menggambarkan bagaimana kita mencampur berbagai sumber daya yang

dimiliki secara tepat dan benar/how do we mix various resources properly,

sedangkan efektivitas menggambarkan sejauhmana kita mencapai goal/how far we

achieve the goal. Efisiensi dan efektivitas yang tinggi akan menghasilkan

produktivitas yang tinggi pula.

Efisiensi dan efektivitas yang tinggi cenderung akan menghasilkan

produktivitas yang tinggi pula. Sebaliknya apabila terjadi efisiensi dan efektivitas

yang rendah kemungkinan ada kesalahan dalam pengelolaan organisasi, sehingga

perlu dicari penyebab dan solusinya. Apabila efektivitas tinggi dan efisiensi rendah

kemungkinan terjadi pemborosan, sebaliknya apabila terjadi efisiensi tinggi dan

efektivitas rendah kemungkinan goal tidak akan tercapai. Oleh sebab itu organisasi

atau perusahaan perlu memperbaiki produktivitas kerja para karyawannya.

Perbaikan produktivitas akan berdampak pada pelayanan yang semakin

responsif, meningkatkan cash flow, memperluas pengembangan usaha, dan

meningkatkan laba. Perbaikan produktivitas juga memungkinkan organisasi semakin

kompetitif di tengah persaingan bisnis yang semakin ketat. Menurut “the national

center productivity and quality of working life” yang dikutip oleh Atmosoeprapto

(2000), perbaikan produktivitas membutuhkan: (a) dukungan dari manajemen

puncak; (b) pengakuan dari peran kunci karyawan; (c) pengertian dari semua jenjang

dalam organisasi akan maksud dan tujuan perbaikan produktivitas; (d)

55
56

mengembangkan sasaran dan tolok ukur untuk mengetahui pencapaian

sasaran/goal; dan (e) perbaikan dalam productivity sought tanpa mengganggu kerja.

Menurut pandangan filosofis, produktivitas kerja dapat didefinisikan sebagai

suatu pandangan hidup dan sikap mental yang selalu berusaha untuk meningkatkan

kualitas kehidupan, dengan semboyan “mutu kehidupan hari ini harus lebih baik

darpadai kemarin, dan hari esok harus lebih baik daripada hari ini”. Pandangan dan

sikap mental tersebut diharapkan dapat memberikan motivasi bagi karyawan untuk

meningkatkan produktivitas kerjanya.

Sementara itu menurut pandangan ekonomi, produktivitas merupakan

perbandingan antara hasil yang dicapai/output dengan masukan/input yang

digunakan persatuan waktu tertentu. Produktivitas adalah rasio antara output dengan

input. Input terdiri dari bahan baku, energi, tenaga kerja, dan peralatan modal,

sedangkan output adalah volume/kuantitas dan kualitas. Produktivitas menurut

pengertian ini tidak hanya dilihat dari segi kuantitas tetapi juga kualitas harus sesuai

dengan setandar yang sudah ditetapkan. Jadi produktivitas adalah perbandingan

antara hasil yang dicapai dengan peran tenaga kerja persatuan waktu tertentu.

Pengukuran produktivitas dapat dilakukan dengan tiga jenis pendekatan: (1)

perbandingan antara pelaksanaan kerja sekarang dengan pelaksanaan historis yang

tidak menunjukkan apakah pelaksanaan kerja sekarang memuaskan, tetapi hanya

menjelaskan meningkat atau berkurang tingkatannya; (2) perbandingan antara

pelaksanaan satu unit (perorangan, tugas, seksi, dan proses) dengan lainnya yang

menunjukkan pencapaian relatif; dan (3) perbandingan antara pelaksanaan sekarang

dengan target yang sudah ditetapkan, dan ini yang dianggap terbaik sebagai fokus

perhatian produktivitas kerja.

Produktivitas merupakan keberhasilan seseorang dalam melaksanakan

suatu pekerjaan, menurut ukuran yang berlaku pada pekerjaan yang bersangkutan.

Pengertian produktivitas berkaitan dengan sesuatu yang dihasilkan seseorang dari

perilaku kerjanya. Menurut Klingner dan Nanbaldian yang dikutip oleh Gomes (1995),

menyatakan produktivitas adalah merupakan fungsi perkalian antara usaha

karyawan yang didukung oleh motivasi/motivation yang tinggi dengan

56
57

kemampuan/ability karyawan yang diperoleh melalui pelatihan-pelatihan.

Produktivitas yang meningkat berarti ada peningkatan prestasi kerja yang pada

gilirannya akan menjadi feedback bagi usaha atau motivasi karyawan pada tahap

selanjutnya.

Gibson, Ivancevich, dan Donnelly (1996) menyatakan bahwa perilaku

karyawan termasuk prestasi kerjanya adalah fungsi dari perkalian antara variabel

individu (I), organisasi (O), dan psikologi (P). Variabel individu meliputi

kemampuan/ability dan keterampilan/skill, latar belakang, dan demografis. Variabel

organisasi terdiri atas sunberdaya, kepemimpinan, imbalan, struktur organisasi, dan

desain pekerjaan. Sedangkan variabel psikologi mencakup persepsi, sikap,

kepribadian, belajar, dan motivasi.

Produktivitas juga dipengaruhi oleh tujuan yang ingin dicapai oleh seorang

karyawan. Karyawan tidak akan termotivasi untuk mencapai produktivitas yang tinggi

apabila harapan tidak realitis dan sulit dicapai. Apabila karyawan didorong untuk

berupaya mencapai tujuan yang tidak realistis, mereka akhirnya hanya akan berhenti

mencoba dan lebih suka mencapai hasil yang lebih rendah daripada yang

sebenarnya dapat mereka capai. Tujuan sebaiknya ditetapkan cukup tinggi agar ada

upaya keras untuk mencapai, tetapi jangan terlalu tinggi sehingga sulit dicapai. Oleh

sebab itu penetapan tujuan sebaiknya merupakan kesepakatan antara karyawan

derngan pimpinan.

Hal ini sesuai dengan pendapat Mannulang (1985) yang menyatakan bahwa

apabila tujuan pribadi/karyawan dengan tujuan organisasi dapat terintegrasi dengan

baik, maka produktivitas tinggi akan bisa tercapai. Terwujudnya tujuan karyawan dan

tujuan organisasi akan menghasilkan produktivitas dan moral yang tinggi dalam diri

karyawan. Moral yang tinggi cenderung akan menghasilkan motivasi yang tinggi

pula. Sebaliknya apabila tujuan karyawan bertentangan dengan tujuan pimpinan

organisasi, maka produktivitas akan rendah atau bahkan cenderung menurun.

57
58

10.3 Hubungan Kepuasan Kerja dengan Produktivitas Kerja

Hubungan antara kepuasan kerja dengan produktivitas kerja karyawan

masih menjadi perdebatan/controversy baik di dunia akademik maupun dunia kerja.

Sebagian berpendapat bahwa kepuasan kerja menimbulkan produktivitas dan

sebaliknya ada yang beranggapan bahwa produktivitas menimbulkan kepuasan

kerja. Handoko (2000) mengibaratkan kontroversi ini seperti kasus antara telur

dengan ayam, mana yang muncul lebih dahulu. Hubungan antara kepuasan kerja

dengan produktivitas kerja adalah suatu sistem yang berlanjut/continuous. Terlepas

dari pendapat tersebut, kepuasan kerja memiliki peran/arti penting baik bagi

karyawan maupun organisasi karena dianggap dapat menciptakan kondisi yang

positip dalam lingkungan kerja.

Secara umum karyawan yang puas cenderung akan lebih produktif daripada

mereka yang tidak/kurang puas. Dalam berbagai literatur maupun penelitian

memberikan petunjuk bahwa terdapat hubungan antara kepuasan kerja dan

produktivitas kerja karyawan, sehingga pihak menajemen organisasi/perusahaan

berusaha untuk memahami berbagai faktor yang menimbulkan adanya kepuasan

kerja. Meskipun hubungan kepuasan kerja dan produktivitas tidak selalu konsisten,

tetapi masalah ini tetap perlu mendapatkan perhatian dari organisasi.

Menurut Robbins (2008) pandangan mengenai hubungan antara kepuasan

kerja dengan produktivitas didasarkan pada suatu asumsi bahwa karyawan yang

merasa dirinya bahagia adalah karyawan yang produktif. Asumsi ini sulit dibuktikan

di lapangan, karena banyak karyawan yang tidak puas tetapi mereka tetap produktif,

misalnya saja karyawan-karyawan yang bekerjanya dikendalikan oleh mesin-mesin.

Apabila ada hubungan antara kepuasan kerja dan produktivitas korelasinya relatif

kecil , dan hubungan itu lebih kuat apabila perilaku karyawan tidak dikendalikan oleh

faktor-faktor dari luar. Korelasi kepuasan kerja dengan produktivitas lebih akurat bagi

karyawan yang memiliki posisi lebih tinggi seperti posisi profesional, manager atau

supervisor.

Hubungan antara produktivitas dan kepuasan kerja juga belum

mendapatkan dukungan yang kuat. Sekitar 20 hasil studi mengenai hubungan antara

58
59

prestasi dan kepuasan kerja, masih menemukan korelasi yang lemah. Karyawan

yang puas tidak selalu menghasilkan produktivitas yang lebih baik. Kebijaksanaan

manager untuk meningkatkan kepuasan tidak selalu menghasilkan produktivitas

kerja yang tinggi. Jadi adanya asumsi bahwa karyawan yang memiliki prestasi kerja

yang tinggi adalah mereka yang terpuaskan tidak didukung dalam riset ini. Hal ini

menunjukkan bahwa hubungan antara kepuasan dan produktivitas kerja dan

sebaliknya, belum mendapat dukungan yang kuat. Ada tiga pandangan mengenai

hubungan antara kepuasan kerja dengan produktivitas: (1) kepuasan menyebabkan

produktivitas; (2) kepuasan kerja disebabkan oleh produktivitas; dan (3) tidak ada

hubungan antar kepuasan dengan produktivitas kerja.

Salah satu hasil penelitian Wicaksono yang dikutip oleh As’ad (2000),

menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positip dan signifikan antara kepuasan

kerja dengan produktivitas kerja. Hal ini menunjukkan bahwa, secara umum

kepuasan memiliki hubungan dengan produktivitas kerja karyawan. Menurut Mathis

dan Jackson (2006) pengaruh kepuasan terhadap komitmen organisasi akan

berdampak pada produktivitas, kualitas, dan pelayanan. Bagi manajemen organisasi

tetap penting untuk mengusahakan hubungan yang positip antara kepuasan dengan

produktivitas kerja, meskipun hal ini tidak mudah (Siagian, 2002). Menurut Robbins

(2008) apabila data kepuasan dan produktivitas semua organisasi dikumpulkan

secara keseluruhan, menunjukkan bahwa organisasi dengan karyawan yang

terpuaskan lebih efektif daripada organisasi dengan karyawan yang kurang

terpuaskan. Untuk itu penelitian/studi lebih lanjut sangat dianjurkan untuk

menganalisis hubungan antara kepuasan dengan produktivitas kerja.

59
60

BAB XI

MOTIVASI

11.1 Pengertian Motivasi

Salah satu aspek memanfaatkan pegawai ialah pemberian motivasi (daya

perangsang) kepada pegawai, dengan istilah populer sekarang pemberian

kegairahan bekerja kepada pegawai. Telah dibatasi bahwa memanfaatkan pegawai

yang memberi manfaat kepada perusahaan. Ini juga berarti bahwa setiap pegawai

yang memberi kemungkinan bermanfaat ke dalam perusahaan, diusahakan oleh

pimimpin agar kemungkinan itu menjadi kenyataan. Usaha untuk merealisasi

kemungkinan tersebut ialah dengan jalan memberikan motivasi. Motivasi ini

dimaksudkan untuk memberikan daya perangsang kepada pegawai yang

bersangkutan agar pegawai tersebut bekerja dengan segala daya dan upayanya.

Pemberian dorongan ini dimaksudkan untuk mengingatkan orang-orang

atau pegawai agar mereka bersemangat dan dapat mencapai hasil sebagaimana

dikehendaki dari orang tersebut. Oleh karena itu seorang manajer dituntut

pengenalan atau pemahaman akan sifat dan karateristik pegawainya, suatu

kebutuhan yang dilandasi oleh motiv dengan penguasaan manajer terhadap perilaku

dan tindakan yang dibatasi oleh motiv, maka manajer dapat mempengaruhi

bawahannya untuk bertindak sesuai dengan keinginan organisasi.

Motivasi berasal dari motive atau dengan prakata bahasa latinnya, yaitu

movere, yang berarti “mengerahkan”. Motive atau dorongan adalah suatu dorongan

yang menjadi pangkal seseorang melakukan sesuatu atau bekerja. Seseorang yang

sangat termotivasi, yaitu orang yang melaksanakan upaya substansial, guna

menunjang tujuan-tujuan produksi kesatuan kerjanya, dan organisasi dimana ia

bekerja. Seseorang yang tidak termotivasi, hanya memberikan upaya minimum

dalam hal bekerja. Konsep motivasi, merupakan sebuah konsep penting studi

tentang kinerja individual. Dengan demikian motivasi atau motivation berarti

pemberian motiv, penimbulan motiv atau hal yang menimbulkan dorongan atau

60
61

keadaan yang menimbulkan dorongan. Dapat juga dikatakan bahwa motivation

adalah faktor yang mendorong orang untuk bertindak dengan cara tertentu.

Manusia dalam aktivitas kebiasaannya memiliki semangat untuk

mengerjakan sesuatu asalkan dapat menghasilkan sesuatu yang dianggap oleh

dirinya memiliki suatu nilai yang sangat berharga, yang tujuannya jelas pasti untuk

melangsungkan kehidupannya, rasa tentram, rasa aman dan sebagainya.

Motivasi atau dorongan kepada karyawan untuk bersedia bekerja bersama

demi tercapainya tujuan bersama ini terdapat dua macam, yaitu:

a) Motivasi finansial, yaitu dorongan yang dilakukan dengan memberikan imbalan

finansial kepada karyawan. Imbalan tersebut sering disebut insentif.

b) Motivasi nonfinansial, yaitu dorongan yang diwujudkan tidak dalam bentuk

finansial/uang, akan tetapi berupa hal-hal seperti pujian, penghargaan,

pendekatan manusia dan lain sebagainya (Gitosudarmo dan Mulyono , 1999).

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa motivasi pada dasarnya adalah

kondisi mental yang mendorong dilakukannya suatu tindakan (action atau activities)

dan memberikan kekuatan yang mengarah kepada pencapaian kebutuhan, memberi

kepuasan ataupun mengurangi ketidak seimbangan. Ada definisi yang menyatakan

bahwa motivasi berhubungan dengan :

a) Pengaruh perilaku.

b) Kekuatan reaksi (maksudnya upaya kerja), setelah seseorang karyawan telah

memutuskan arah tindakan-tindakan.

c) Persistensi perilaku, atau berapa lama orang yang bersangkutan melanjutkan

pelaksanaan perilaku dengan cara tertentu.

Teori motivasi dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu teori kepuasan

(content theory) dan teori proses (process theory). Teori ini dikenal dengan nama

konsep Higiene, yang mana cakupannya adalah:

61
62

a) Isi Pekerjaan.

Hal ini berkaitan langsung dengan sifat-sifat dari suatu pekerjaan yang dimiliki

oleh tenaga kerja yang isinya meliputi :

Prestasi, upaya dari pekerjaan atau karyawan sebagai aset jangka panjang

dalam menghasilkan sesuatu yang positif di dalam pekerjaannya, pengakuan,

pekerjaan itu sendiri, tanggung jawab, pengembangan potensi individu.

b) Faktor Higienis.

Suatu motivasi yang dapat diwujudkan seperti halnya : gaji dan upah, kondisi

kerja, kebijakan dan administrasi perusahaan, hubungan antara pribadi, kualitas

supervisi.

Pada teori tersebut bahwa perencanaan pekerjaan bagi karyawan haruslah

menunjukkan keseimbangan antara dua faktor.

11.2 Teori Motivasi Kepuasan

Teori yang didasarkan pada kebutuhan insan dan kepuasannya. Maka

dapat dicari faktor-faktor pendorong dan penghambatnya. Pada teori kepuasan ini

didukung juga oleh para pakar seperti Taylor yang mana teorinya dikenal sebagai

Teori Motivasi Klasik. Teori secara garis besar berbicara bahwa motivasi kerja hanya

dapat memenuhi kebutuhan dan kepuasan kerja baik secara biologis maupun

psikologis. Yaitu bagaimana mempertahankan hidupnya. Selain itu juga Teori Hirarki

Kebutuhan (Need Hirarchi) dari Abraham Maslow yang menyatakan bahwa motivasi

kerja ditunjukan untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan kerja baik secara biologis

maupun psikologis, baik yang berupa materi maupun non-materi.

Secara garis besar tersebut teori jenjang kebutuhan dari Maslow dari yang

rendah ke yang paling tinggi yang menyatakan bahwa manusia tidak pernah merasa

puas, karena kepuasannya bersifat sangat relatif maka disusunlah hirarki kebutuhan

seperti hasrat menyususn dari yang teruraikan sebagai berikut:

a) Kebutuhan pokok manusia sehari-hari misalnya kebutuhan untuk makan,

minum, pakaian, tempat tinggal, dan kebutuhan fisik lainnya (physical need).

62
63

Kebutuhan ini merupakan kebutuhan tingkat terendah, apabila sudah terpenuhi

maka diikuti oleh hirarki kebutuhan yang lainnya.

b) Kebutuhan untuk memperoleh keselamatan, keselamatan, keamanan, jaminan

atau perlindungan dari yang membayangkan kelangsungan hidup dan

kehidupan dengan segala aspeknya (safety need).

c) Kebutuhan untuk disukai dan menyukai, disenangi dan menyenangi, dicintai dan

mencintai, kebutuhan untuk bergaul, berkelompok, bermasyarakat, berbangsa

dan bernegara, menjadi anggota kelompok pergaulan yang lebih besar (esteem

needs).

d) Kebutuhan untuk memperoleh kebanggaan, keagungan, kekaguman, dan

kemasyuran sebagai seorang yang mampu dan berhasil mewujudkan potensi

bakatnya dengan hasil prestasi yang luar biasa (the need for self actualization).

Kebutuhan tersebut sering terlihat dalam kehidupan kita sehari-hari melalui

bentuk sikap dan prilaku bagaimana menjalankan aktivitas kehidupannya.

e) Kebutuhan untuk memperoleh kehormatan, pujian, penghargaan, dan

pengakuan (esteem need).

11.3 Teori Motivasi Proses

Teori ini berusaha agar setiap pekerja giat sesuai dengan harapan

organisasi perusahaan. Daya penggeraknya adalah harapan akan diperoleh si

pekerja.

Dalam hal ini teori motivasi proses yang dikenal seperti :

a) Teori Harapan (Expectancy Theory), komponennya adalah: Harapan, Nilai

(Value), dan Pertautan (Instrumentality).

b) Teori Keadilan (Equity Theory), hal ini didasarkan tindakan keadilan diseluruh

lapisan serta obyektif di dalam lingkungan perusahaannya.

c) Teori Pengukuhan (Reinfocement Theory), hal ini didasarkan pada hubungan

sebab-akibat dari pelaku dengan pemberian kompensasi.

63
64

11.4 Teori Motivasi Prestasi (Achievement Motivation) dari McClelland

Teori ini menyatakan bahwa seorang pekerja memiliki energi potensial yang dapat

dimanfaatkan tergantung pada dorongan motivasi, situasi, dan peluang yang ada.

Kebutuhan pekerja yang dapat memotivasi gairah kerja adalah :

a) Kebutuhan akan prestasi dorongan untuk mengungguli, berprestasi sehubungan

dengan seperangkat standar, bergulat untuk sukses.

b) Kebutuhan akan kekuasaan : kebutuhan untuk membuat orang berprilaku dalam

suatu cara yang orang-orang itu (tanpa dipaksa) tidak akan berprilaku demikian.

c) Kebutuhan akan afiliasi : hasrat untuk hubungan antar pribadi yang ramah dan

karib (Robbins , 2008)

11.5 Teori X dan Y dari Mc. Gregor

Teori ini didasarkan pada asumsi-asumsi bahwa manusia secara jelas dan

tegas dapat dibedakan atas manusia penganut teori X dan mana yang menganut

teori Y.

Pada asumsi teori X menandai kondisi dengan hal-hal seperti karyawan

rata-rata malas bekerja, karyawan tidak berambisi untuk mencapai prestasi yang

optimal dan selalu menghindar dari tanggung jawab, karyawan lebih suka dibimbing,

diperintah dan diawasi, karyawan lebih mementingkan dirinya sendiri. Sedangkan

pada asumsi teori Y menggambarkan suatu kondisi seperti karyawan rata-rata rajin

bekerja. Pekerjaan tidak perlu dihindari dan dipaksakan, bahkan banyak karyawan

tidak betah karena tidak ada yang dikerjakan, dapat memikul tanggung jawab,

berambisi untuk maju dalam mencapai prestasi, karyawan berusaha untuk mencapai

sasaran organisasi (Robbins, 2008).

Dalam hal ini motivasi dan kemampuan karyawan merupakan salah satu

aspek atau faktor yang dapat meningkatkan sinergik (synergistic effect). Maka

pembinaan terhadap sumber daya manusia tidak pada penyelenggaraan latihan

(training) saja, tetapi juga didukung dengan pengembangan atau pembinaan

selanjutnya (development).

64
65

11.6 Prestasi Kerja

Faktor kritis yang berkaitan dengan keberhasilan jangka panjang organisasi

adalah kemampuan mengukur baik karyawan-karyawannya berkarya dan

menggunakan informasi. Prestasi kerja yang didapatkan oleh para pekerja organisasi

perusahaan merupakan suatu harapan yang mutlak, dan tidaklah mudah untuk

mendapatkannya karena banyak kriteria-kriteria serta usaha yang keras yang akan

dijalani atau dilalui oleh para pekerja tersebut. Motivasi karyawan untuk bekerja,

mengembangkan kemampuan pribadi, dan meningkatkan kemampuan dimasa

mendatang dipengaruhi oleh umpan balik mengenai kinerja masa lalu dan

pengembangan kinerja yang akan datang.

Orang-orang yang termotivasi untuk berprestasi, memiliki tiga macam ciri

umum sebagai berikut:

1) Sebuah preferensi untuk mengerjakan tugas-tugas dengan derajat kesulitan

moderat.

2) Orang-orang yang berprestasi tinggi juga menyukai situasi-situasi dimana

kinerja mereka timbul karena upaya-upaya mereka sendiri, dan bukan

karena faktor-faktor lain seperti misalnya kemanjuran.

3) Mengidentifikasikan mereka yang berprestasi tinggi, adalah bahwa mereka

menginginkan lebih banyak umpan balik tentang keberhasilan dan

kegagalan mereka, dibandingkan dengan mereka yang berprestasi rendah.

a) Penilaian Prestasi Kerja

Penilaian prestasi kerja pada dasarnya merupakan pengukuran yang sistematik

terhadap penampilan kerja karyawan itu sendiri dan terhadap taraf potensi

karyawan dalam upayanya mengembangkan diri untuk kepentingan

perusahaan/organisasi. Menurut (Martoyo, 2000) penilaian prestasi kerja adalah

proses melalui mana organisasi-organisasi mengevaluasi atau menilai prestasi

kerja karyawan. Apabila penilaian prestasi kerja tersebut dilaksanakan dengan

baik tertib dan benar, maka akan dapat membantu meningkatkan motivasi kerja

dan sekaligus juga meningkatkan loyalitas organisasi organisasional dari para

65
66

karyawan. Penilaian prestasi kerja (Perpormance Apprasial) ini pada dasarnya

merupakan salah satu faktor kunci guna mengembangkan suatu organisasi

secara efektif dan efisien.

Pembinaan dan pengembangan terhadap para karyawan adalah salah satu

kegiatan dalam rangka menyesuiakan diri dengan perubahan dan

perkembangan yang terjadi, baik bagi para karyawan lama maupun bagi

karyawan yang baru. Dalam melaksanakan pembinaan dan pengembangan

karier para karyawan, maka perlu dilakukan penilaian pelaksanaan pekerjaan

yang telah dilaksanakan oleh para karyawan.

b) Tujuan Penilaian Prestasi Kerja

Prestasi kerja tersebut sangat erat hubungannya dengan masalah latihan dan

pengembangan, perencanaan karier/ kenaikan pangkat maupun masalah

pengupahan. Oleh karena itu informasi secara rutin tentang prestasi kerja

seorang karyawan sangat penting untuk turut serta menentukan kebijaksanaan

dibidang personalia.

Secara terperinci, tujuan penilaian prestasi kerja adalah sebagai berikut:

1) Mengetahui keadaan keterampilan dan kemampuan setiap karyawan secara

rutin

2) Untuk digunakan sebagai dasar perencanaan bidang personalia, khususnya

penyempurnaan kondisi kerja, peningkatan mutu dan hasil kerja.

3) Dapat digunakan sebagai dasar pengembangan dan pemberdayagunaan

karyawan seoptimal mungkin; sehingga antara lain dapat diarahkan jenjang

kariernya atau perencanaan karier, kenaikan pangkat dan kenaikan jabatan.

4) Mendorong terciptanya hubungan timbal balik yang sehat antara atasan dan

bawahan.

5) Mengetahui kondisi perusahaan secara keseluruhan dari bidang personalia,

khususnya prestasi kerja dalam bekerja.

66
67

c) Elemen-Elemen Pokok Sistem Prestasi Kerja

Mulai dari adanya manusia di muka bumi, motivasi tersebut sudah ada

bertumbuh secara beriringan dengan pertumbuhannya (selama manusia hidup).

Keterkaitan dengan para pekerja dan organisasi, pada masa sekarang ini

motivasi tersebut sudah menjadi suatu hal yang sudah tidak asing lagi, dan

karenanya menjadi perhatian dari para manajer dalam hal mengelola sumber

daya manusia yang dijadikan aset penting bagi organisasi. Salah satu faktor

yang dirasakan sangat penting di dalam penentuan keberhasilan serta

kelangsungan hidup organisasi adalah tingkat kemampuan dan keterampilan

dari para pekerjanya.

Tetapi secara kenyataannya tidak semua karyawan yang memiliki kriteria

tersebut sesuai dengan harapannya dan juga terdapatnya pekerja yang memiliki

kemampuan dan keterampilan yang tinggi, tetapi tidak memiliki semangat kerja

yang tinggi, maka dengan demikian organisasi tersebut belum menciptakan

kualitas kerja yang baik atau prestasi kerja yang sesuai dengan harapannya.

Secara garis besar semua organisasi memiliki kepentingan serta tujuan yang

berbeda-beda sama seperti yang dimiliki oleh organisasi. Maka perhatian dari

para manajer organisasi atau perusahaan sangat diperlukan guna meningkatkan

kualitas kerja sumber daya manusia yang dimiliki, agar dapat mencapai tujuan

dan dapat bersaing.

Disamping itu juga terdapat beberapa hal yang dapat dijadikan alat pemotivasian

karyawan atau pekerja sehingga mereka dapat terdorong dan semangat dalam

melaksanakan pekerjaannya diantaranya adalah:

1) Melibatkan atau mengikutsertakan dengan maksud mengajak karyawan

untuk berprestasi secara efektif dalam proses operasi dan produksi

organisasi.

2) Komunikasi, yaitu melakukan penginformasian secara jelas terhadap tujuan

yang ingin dicapai, cara-cara pencapaian dan kendala yang sekiranya akan

dihadapi.

67
68

3) Pengakuan, yang pada dasarnya berupa pemberian penghargaan dan

pengakuan yang tepat dan wajar kepada karyawan atas prestasi kerja yang

dicapai.

4) Wewenang pendelegasian, yaitu berkaitan dengan pendelegasian sebagai

wewenang dan kebebasan untuk mengambil keputusan serta kreatifitas

karyawan.

5) Perhatian timbal balik, yaitu berkaitan dengan pengungkapan atas harapan

dan keinginan pemilik atau pemimpin dan pengelola organisasi pada

karyawan serta memahami, memperhatikan dan berusaha memenuhi

kebutuhan karyawannya.

Karena melibatkan individu dan organisasi, maka hal tersebut merupakan

suatu kerumitan dalam memotivasi pekerja untuk dapat bekerja sesuai dengan

harapan. Hal ini mengingatkan bahwa terdapatnya faktor-faktor yang bersumber dari

karyawan seperti kebutuhan-kebutuhan, tujuan-tujuan, sikap, dan kemampuan.

Sedangkan faktor-faktor yang bersumber dari organisasi itu sendiri seperti,

pembayaran atau gaji, keamanan pekerja, hubungan sesama pekerja, pengawasan,

pujian-pujian, dan pekerjaan itu sendiri.

68
69

DAFTAR PUSTAKA

Arep I. Manajemen motivasi, Jakarta: Grasindo, 2003

Armstrong M. Manajemen sumber daya manusia. Jakarta: Elex Media Komputindo,


1998.

Atmosoeprapto K. Produktivitas aktualisasi budaya perusahaan. Jakarta: Elex Media


Komputindo, 2000.

Dessler G. Human resource management. 10th edition. New Jersey: Prentice-Hall,


2003.

Dessler G. Manajemen sumber daya manusia. Jakarta: Prenhallindo, 1997.

Gomes FC. Manajemen sumber daya manusia. Yogyakarta: Andi Offset, 1995.

Gomes FC. Manajemen sumber daya manusia. Yogyakarta: Andi Offset, 2003.

Greenberg J, Baron R. Perilaku organisasi. Jakarta: Prentice-Hall, 2000.

Hardoko TH. Manajemen personalia dan sumber daya manusia. Edisi ke-2.
Yogyakarta: BPFE, 2000.

Hariandja MTE. Manajemen sumber daya manusia: pengadaan, pengembangan,


pengkompensasian, dan peningkatan produktivitas pegawai. Jakarta:
Gramedia Widiasarana Indonesia, 2002.

Hasibuan SPM. Manajemen sumber daya manusia. Edisi revisi. Jakarta: Bumi
Aksara, 2000.

Martoyo S. Manajemen sumber daya manusia. Yogyakarta: BPFE, 2000.

Mathis RI, Jackson JH. Manajemen sumber daya manusia. Jakarta: Salemba Empat,
2006.

Moekijat. Manajemen tenaga kerja dan hubungan kerja. Bandung: Pionir Jaya, 2002.

Nawawi H. Manajemen sumber daya manusia untuk bisnis yang kompetitif.


Yogyakarta: Gajah Mada University-Press, 1997.

Purwono S. Hubungan masa kerja dengan stres kerja pada pustakawan Universitas
Gajah Mada Yogya. Jurnal of Library and Information Science 2006; 3(1): 23-
40.

69
70

Ranupandojo H, Husnan S. Manajemen personalia. Edisi ke-4. Yogyakarta: BPFE,


2002.

Rivai V. Manajemen sumber daya manusia untuk perusahaan. Bandung: Remaja


Rosda Karya, 2008.

Robbins SP. Perilaku organisasi. Edisi ke-12. Jakarta: Salemba Empat, 2008.

Sarwoto. Dasar-dasar organisasi manajemen. Jakarta: Ghalia, 1991.

Siagian SP. Kiat meningkatkan produktivitas kerja. Jakarta: Asdi Mahasatya, 2002.

Siagian SP. Manajemen sumber daya manusia. Jakarta: Bumi Aksara, 2008.

Sikula AE. Manajemen sumber daya manusia. Bandung: Erlangga, 2000.

Simamora H. Manajemen sumber daya manusia. Edisi ke-2. Yogyakarta: STIE


YKPN, 2006.

Soeprihanto J. Manajemen personalia. Bandung: Aksara, 1987.

Suharyono MW. Analisis jumlah tenaga pekarya dengan work sampling di unit
layanan gizi pelayan kesehatan. KARS FKM UI, 2005.

Suryadi P. Kebijakan kinerja karyawan. Yogyakarta: BPFE, 1999.

Wayne MR, Nue RM. Human resources management. 4th edition. Boston: Allyn and
Beaccom, 1990.

Werther Jr. WB, Davis K. Human resources and personnel management. New York:
McGraw-Hill, 1996.

Wibowo. Manajemen kinerja. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007.

Wursanto IG. Dasar-dasar manajemen personalia. Bandung: Remaja Rosda Karya,


1985.

Yoder D. Personnel management and industrial relation. New Delhi: Prentice-Hall of


India Private Limited.

70

Anda mungkin juga menyukai