Anda di halaman 1dari 8

1.

Pembahasan:
Penanganan keracunan sianida adalah dengan pemberian Natrium nitrat atau Natrium nitrit untuk
menguraikan senyawa toksik sianida menjadi tiosianat yang kurang toksik. Oksigen digunakan untuk
keracunan karbon monoksida, metilen blue digunakan untuk keracunan nitrit, EDTA digunakan untuk
keracunan logam Pb (timbal), dan dimecaprol digunakan untuk keracunan logam berat arsen (As), raksa
(Hg), dan tembaga (Cu).

2. Pembahasan:
Penanganan keracunan parasetamol adalah dengan pemberian Asetil sistein yang mengubah metabolit
toksik parasetamol (NAPQI) menjadi metabolit stabil. Atropin sulfat dan pralidoksim digunakan untuk
keracunan pestisida golongan organoklorin, organoposfor, dan karbamat. Nalokson digunakan untuk
keracunan opioid dan dekstrometorfan. Natrium nitrit digunakan untuk keracunan sianida.

3. Pembahasan:
"PCV digunakan untuk penyakit yang disebabkan pneumococcus virus,

HiB (Haemophyllus Influenza tipe B) untuk Influenza dan meningitis,

HBV (Hepatitis B Vaksin) untuk penyakit hepatitis B,

DPT (Difteri, pertusis, tetanus) untuk penyakit difteri,

tetanus, pertusis,

Kotipa (Kolera, Tifus, paratifus)

4. Pembahasan:
"PCV digunakan untuk penyakit yang disebabkan pneumococcus virus,

HiB (Haemophyllus Influenza tipe B) untuk Influenza dan meningitis,

HBV (Hepatitis B Vaksin) untuk penyakit hepatitis B,

DPT (Difteri, pertusis, tetanus) untuk penyakit difteri,

tetanus, pertusis,

Kotipa (Kolera, Tifus, paratifus)

5. Pembahasan:
"Faringitis yang disebabkan streptokokus β-hemolitik: Terapi klindamisin selama minimal 10 hari.
1st line: Pencilin, Amoxicilin
Allergy penycilin: Cefadroxil, Azithromycin, Clindamycin, Clarithomycin, Cephalexin"

6. Pembahasan:

"Diabetic Foot Infection


Staphylococus or unknown gram positive bacteria
Mild: Dicloxacilin or cephalexin
Moderate: Kotrimoksazol, Doxycycline, clindamycin
Severe: Cefazolin, Nafcilin, Vancomycin

Streptococal: Penicilin G

Gram negative
Mild: Cefaclor / Cefuroxime
Severe: Aminoglycoside/Cephalosporin 1st or 2nd gen"

10. Pembahasan:
"Theraphy for Penumoniae in Pediatric

Outpatient
< 1 month: Ampicilin/Sulbactam, Cephalosphorin 3rd gen, Carbapenem
1-3 months: Macrolide, Cotrimoxazole
Previously health, infants:
S. Pneumoniae = Amoxicilin, Cephalosporin 3rd gen
M. Pneuminiae = Macrolide, fluoroquinolone
Previously health, aged school to adolescent
S. Pneumoniae = Amoxicilin, Cephalosphorin 3rd gen, Fluoroquinolone
M. Penumoniae = Macrolide, Fluoroquinolone, Tetracycline

In Patient
Fully immunized:
S. Pneumoniae = Ampicilin, Penicilin G, Cephalosporin 3rd gen
MRSA = Beta Laktam + Macrolide / Clindamycin
M. Pneumoniae = Beta Laktam + Macrolide/ Fluoroquinolone/Doxycycline
Not Fully Immunized:
S. Pneumoniae = Cephalosporin 3rd gen
MRSA = Ad Vancomycin / Clindamycin
M. Pneumoniae = Beta Laktam + Macrolide/ Fluoroquinolone/Doxycycline

11. Pembahasan:

"Terapi Recurrent Infectiom (Kambuhan) ISK


- Nitrofurantoin (jika sebelumnya diberikan Cotrimoxazole)
- Cotrimoxazole (jika sebelumnya diberikan Nitrofurantoin)
- Obat lain seperti cephalosporin, quinolone, beta laktam jika sebelumnya telah diberikan kedua obat
tersebut"

12. Pembahasan:

Orlistat dan Lorcaserin dapat digunakan untuk terapi jangka panjang, sedangkan obat golongan
noradrenergik (Phentermine, Phendimetrazine, dietilpropion) hanya digunakan untuk terapi jangka
pendek.

13. Pembahasan:

Anemia yang ditandai dengan nilai MCV rendah dan serum feritin rendah merupakan anemia yang
disebabkan kekurangan zat besi, sehingga perlu diobati dengan suplemen besi seperti feros sulfat, feros
fumarat, dan feros glukonat.

Anemia yang ditandai dengan nilai MCV tinggi, kadar vitamin B12 normal, dan kadar vitamin B9 rendah
maka diterapi dengan vitamin B9 (asam folat).
Anemia dengan nilai MCV tinggi, kadar vitamin B9 normal, dan kadar vitamin B12 rendah maka diterapi
dengan vitamin B12 (Cyanocobalamin).

Anemia yang disebabkan karena gangguan ginjal harus diterapi dengan Eritropoiesis stimulating Agent
yaitu Epoetin alfa atau Darbopoetin alfa.

14. Pembahasan:

Anemia yang ditandai dengan nilai MCV rendah dan serum feritin rendah merupakan anemia yang
disebabkan kekurangan zat besi, sehingga perlu diobati dengan suplemen besi seperti feros sulfat, feros
fumarat, dan feros glukonat.

Anemia yang ditandai dengan nilai MCV tinggi, kadar vitamin B12 normal, dan kadar vitamin B9 rendah
maka diterapi dengan vitamin B9 (asam folat).

Anemia dengan nilai MCV tinggi, kadar vitamin B9 normal, dan kadar vitamin B12 rendah maka diterapi
dengan vitamin B12 (Cyanocobalamin).

Anemia yang disebabkan karena gangguan ginjal harus diterapi dengan Eritropoiesis stimulating Agent
yaitu Epoetin alfa atau Darbopoetin alfa.

15. Pembahasan:

"Gunakan Efavirenz sebagai pilhan NNRTI pada pasien yang memulai ARV selama dalam terapi TBC.
Alasannya, penurunan kadar dalam darah akibat rifampisin lebih kecil dan efek hepatotoksik yang lebih
ringan dibanding Nevirapine.
Gunakan kombinasi obat yang mengandung Efavirenz
Zidovudine/Tenofovie + Lamivudine + Efavirenz"

16. Pembahasan:

"Obat golongan NRTI (Zidovudine, Lamivudine, Stavudine) dan NNRTI Nevirapine memiliki efek samping
hepatotoksik sehingga regimen diganti dengan PI based yang relatif lebih aman. Alternatif regimen:
Ribavirin + Didanosi
Ribavirin + Tenofovir / Efavirenz"

17. Pembahasan:

"Inflammatory Bowel Disease adalah penyakit yang dapat disebabkan karena infeksi, genetik maupun
autoimune yang terdiri dari Crohn disease dan Ulserative Colitis.
Mild to moderate: Sulfasalazine (Sulfapyridine + Mesalamine)
Severe: Corticosteroid IV (Hidrokortison) +/- Immunosupresan (Cyclosporin) or Anti TNF agent
(Infliximab)"
18. Pembahasan:

"– Bayi 2 – 5 bulan: 1/2 tablet dispersibel (zinc 10 mg) diberikan setiap hari selama 10 hari berturut-turut
(bahkan ketika diare telah berhenti).
– Anak 6 bulan – 5 tahun: 1 tablet dispersibel (zinc 20 mg) diberikan setiap hari selama 10 hari berturut-
turut (bahkan ketika diare telah berhenti).
– Jika terjadi muntah dalam waktu 1/2 jam setelah pemberian obat,berikan lagi obat yang masih baru."

21. Pembahasan:

"Extrapyramidal symptoms > 10% (dystonic reactions in 25% of young adults 18-30 years old)
Ginekomastia/Pembesaran payudara: Famotidine
Melena (Feses hitam):Bismuth
Sakit kepala: PPI, Ranitidine
Flatulence: PPI, Antasida"

22. Pembahasan:

"1st line: PPI + Clarithromycin + Amoksisilin


2nd line: PPI + Amoksisilin + Metronidazole + Clarithromycin
Bismuth based: PPI + Bismuth + Metronidazole + Tetrasiklin
Percictent Infection:
PPI/H2 bloker + Bismuth + Metronidazole + Tetrasiklin
PPI + Amoksisilin + Levofloksasin"

23. Pembahasan:

"Melena adalah istilah kedokteran yang memiliki makna buang air besar dengan feses berwarna hitam.
Warna hitam pada feses “melena” disebabkan oleh perdarahan pada saluran cerna bagian atas
(kerongkongan, lambung, dan duodenum).
Efek samping aspirin : GI pain, ulceration, bleeding

If melena present:
Discontinue NSAID and treat with PPI. If PPI is not available, considered to change with Misoprostol
Alternative for NSAID""
Clopidogrel (antiplatelet)
Celecoxib (analgesic, antiinflamation)"

24. Pembahasan:

Efek samping metformin yang cukup jarang namun serius yaitu asidosis laktat dan bisa diminimalkan
dengan menghindari pasien dengan gagal ginjal stage 3, 4, 5 gagal jantung kongestif, dan hipoksemia

25. Pembahasan:

Gastroparesis dapat terjadi pada pasien DM. Penghentian obat yang dapat memperlambat motilitas
lambung dan gunakan metoklopramide selama beberapa hari lebih disukai, atau bisa digunakan
eritromisin.
26. Pembahasan:

Obat-obat golongan NSAID memiliki potensi memicu terjadinya asma karena peningkatan jalur
lipooksinase (karena memblok jalur siklooksigenase) sehingga dapat memperbanyak produksi leukotrien
yang berefek bronkokonstriksi. Parasetamol bukan termasuk NSAID sehingga tidak menyebabkan
bronkokonstriksi.

27. Pembahasan:

"Caution
Take 2-3 hr before/after other drugs
Due the function adsorbent, it potent to adsorb other drug thus will decrease efficay of other drugs"

28. Pembahasan:

Salbutamol dan short acting beta 2 agonis lain merupakan obat pilihan pertama untuk asma akut karena
mempunyai onset kerja yang cepat.

29. Pembahasan

Untuk respon pengobatan asma yang kurang optimal yang ditandai dengan nilai PEF 50%-79% harus
diterapi dengan melanjutkan salbutamol inhaler dan ditambahkan dengan kortikosteroid oral (prednison,
prednisolon, metil prednisolon)

30. Pembahasan:

Isoproterenol memiliki efek terhadap reseptor Beta 1 dan Beta 2 sehingga dikontraindiaksikan terhadap
pasien gangguan kardiovaskular.

31. Pembahasan:

Efek samping yang sering terjadi pada pemakaian kortikosteroid inhalasi adalah kandidiasis orofaringeal
dan Disfonia. Efek samping sistemik jarang terjadi pada pemakaian inhalasi dosis rendah hingga sedang,
namun risiko meningkat saat dosis tinggi.

32. Pembahasan:

Efek samping lokal kortikosteroid inhalasi dapat diminimalkan dengan pemakaian spacer device atau
berkumur setiap pemakaian kortikosteroid inhalasi.

33. Pembahasan:

Tablet zafirlukast diminum 1 jam sebelum makan atau 2 jam sesudah makan.
34. Pembahasan:

Pemberian kromolin natrium memiliki manfaat dalam stabilisasi membran sel mast. Efeknya akan
menghambat respon yang ditimbulkan alergen.

35. Pembahasan:

Untuk penanganan keluhan nyeri saat menstruasi bisa diberikan NSAID atau Cox-2 selektif inhibitor.
NSAID (Asmef, diklofenak, dll) dikontraindikasikan terhadap pasien dengan gangguan lambung,
sedangkan Cox-2 selektif inhibitor (rofecoxib, celecoxib) dikontraindikasikan terhadap pasien dengan
gangguan kardiovaskular.

36. Pembahasan:

Noretisteron dapat digunakan untuk mengatasi menstruasi yang tidak teratur atau dapat juga digunakan
untuk menunda menstruasi.

37. Pembahasan:

Noretisteron dapat digunakan untuk mengatasi menstruasi yang tidak teratur atau dapat juga digunakan
untuk menunda menstruasi.

38. Pembahasan:

Estrogen dosis rendah (kurang dari 50 mcg) masih bisa diberikan kepada wanita berumur lebih dari 35
tahun dan tidak merokok.

39. Pembahasan:

Estrogen dosis rendah (kurang dari 50 mcg) masih bisa diberikan kepada wanita berumur lebih dari 35
tahun dan tidak merokok.

40. Pembahasan:

Tamsulosin merupakan pilihan terbaik untuk pasien yang tidak bisa mentoleransi hipotensi. Untuk
penatalaksanaannya yaitu, BPH dengan gejala ringan cukup dengan pengawasan, BPH dengan gejala
sedang dan disertai gangguan lain berupa; disfungsi ereksi diterapi dengan alfa bloker (prazosin,
alfuzosin, doxazosin, terazosin, tamsulosin) dan/atau posfodiesterase inhibitor (sildenafil, tadalafil, dll),
prostat kecil dan nilai PSA rendah diterapi dengan alfa bloker, prostat besar dan nilai PSA tinggi diterapi
dengan alfa reduktase inhibitor atau alfa reduktase inhibitor + alfa bloker, predominan iritatif tanpa gejala
diterapi dengan alfa bloker dan antikolinergik (Tolterodin, Oksibutinin). BPH dengan gejala parah dan
komplikasi diterapi dengan pembedahan invasif minimal atau prostatectomi.

41. Pembahasan:

Obat golongan alfa 1 bloker diminum pada saat sebelum tidur. Lakukan titrasi untuk meminimalkan efek
samping hipotensi, terutama pada obat generasi kedua (Alfuzosin, terazosin, dll).
42. Pembahasan:

Untuk penatalaksanaan BPH yaitu, BPH dengan gejala ringan cukup dengan pengawasan, BPH dengan
gejala sedang dan disertai gangguan lain berupa; disfungsi ereksi diterapi dengan alfa bloker (prazosin,
alfuzosin, doxazosin, terazosin, tamsulosin) dan/atau posfodiesterase inhibitor (sildenafil, tadalafil, dll),
prostat kecil dan nilai PSA rendah diterapi dengan alfa bloker, prostat besar dan nilai PSA tinggi diterapi
dengan alfa reduktase inhibitor atau alfa reduktase inhibitor + alfa bloker, predominan iritatif tanpa gejala
diterapi dengan alfa bloker dan antikolinergik (Tolterodin, Oksibutinin). BPH dengan gejala parah dan
komplikasi diterapi dengan pembedahan invasif minimal atau prostatectomi.

43. Pembahasan:

Loop diuretik lebih disukai daripada tiazid kepada pasien gagal ginjal dengan nilai GFR <30
mL/menit/1,73 m3.

44. Pembahasan:

Untuk pengobatan gejala seperti demam dalam kejadian reaksi kulit akibat penggunaan obat tertentu,
dalam hal ini amiodarone, obat pilihan untuk mengatasi demam adalah parasetamol yang lebih efektif
daripada aspirin dan NSAID lainnya karena dapat memperparah lesi kulit.

45. Pembahasan:

Untuk penanganan pruritus (gatal dan ruam pada kulit) bisa diobati dengan topikal kortikosteroid atau oral
antihistamin.

46. Pembahasan:

Pemberian oral anihistamin generasi 1 dapat mengobati gatal yang cukup parah pada pasien dengan
dermatitis.

47. Pembahasan:

Kandidiasis yang terjadi pada kulit yang diakibatkan karena pengaruh lingkungan seperti pemakaian
celana basah yang membuat lembab, obat pilihannya adalah topikal imidazol (ketokonazol, mikonazol,
flukonazol, dll)

48. Pembahasan:

Antihistamin topikal ada 2, yaitu intranasal dan intraokuler. Intranasal ada 2 obat, yaitu azelastine
(potensi menyebabkan kantuk) dan olopatadine (kurang menyebabkan kantuk). Intraokuler ada 3 obat,
yaitu levocobastine, beposatine, dan olopatadine yang digunakan untuk konjungtivitis yg terkait rhinitis
alergi.

49. Pembahasan:

Antihistamin yang mempunyai efek antikolinergik yang sedang-kuat (difenhidramine, prometazine, CTM,
siproheptadine, dll) dikontraindikasikan terhadap pasien dengan gangguan kardiovaskular,
hipertiroidisme, glaukoma, dan retensi urin.

50. Pembahasan:

Antihistamin topikal ada 2, yaitu intranasal dan intraokuler. Intranasal ada 2 obat, yaitu azelastine
(potensi menyebabkan kantuk) dan olopatadine (kurang menyebabkan kantuk). Intraokuler ada 3 obat,
yaitu levocobastine, beposatine, dan olopatadine yang digunakan untuk konjungtivitis yg terkait rhinitis
alergi. Sedangkan fenilefrin dan nafazolin merupakan obat golongan dekongestan.

Anda mungkin juga menyukai