Anda di halaman 1dari 20

BAB II

KONSEP DASAR MEDIS

A. KONSEP PENYAKIT

1. Pengertian

Artritis rhemathoid (AR) merupakan suatu penyakit inflamasi sistemik

kronik yang walaupun manifestasi utamanya adalah Poliartritis yang progresif,

akan tetapi penyakit ini juga melibatkan seluruh organ tubuh. Terlibatnya

sendi pada pasien Artritis Rhemathoid terjadi setelah penyakit ini berkembang
lebih lanjut sesuai dengan sifat progesifitasnya. Pada umumnya selain gejala

artikular, Artritis Rhemathoid dapat pula menunjukkan gejala konstitusional

berupa kelemahan umum, cepat lelah atau gangguan organ non-ertikular

lainnya (Nugroho, 2012).

Artritis adalah inflamasi dengan nyeri, panas, pembengkakan,

kekakuan dan kemerahan pada sendi. Akibat Artritis, timbul inflamasi umum

yang dikenal sebagai Artritis Rhemathoid yang merupakan penyakit autoimun

(Nugroho, 2012)

Artritis Reumatoid adalah penyakit autoimun sistemik kronis yang

tidak diketahui penyebabnya dikarekteristikan dengan reaksi inflamasi dalam

membrane sinovial yang mengarah pada destruksi kartilago sendi dan

deformitas lebih lanjut (Anderson, 2013).

Artritis Reumatoid (AR) adalah kelainan inflamasi yang terutama

mengenai membran sinovial dari persendian dan umumnya ditandai dengan

dengan nyeri persendian, kaku sendi, penurunan mobilitas, dan keletihan

(Anderson, 2013).
2. Etiologi

Etiologi penyakit ini tidak diketahui secara pasti. Namun ada beberapa

faktor resiko yang diketahui berhubungan dengan penyakit ini, antara lain;

a. Usia lebih dari 40 tahun

Dari semua faktor resiko untuk timbulnya osteoartritis, faktor penuaan

adalah yang terkuat. Akan tetapi perlu diingat bahwa osteoartritis bukan

akibat penuaan saja. Perubahan tulang rawan sendi pada penuaan berbeda

dengan eprubahan pada osteoartritis.

b. Jenis kelamin wanita lebih sering

Wanita lebih sering terkena osteosrtritis lutut dan sendi. Sedangkan laki-

laki lebih sering terkena osteoartritis paha, pergelangan tangan dan leher.

Secara keseluruhan, dibawah 45 tahun, frekuensi psteoartritis kurang lebih

sama antara pada laki-laki dan wanita, tetapi diats usia 50 tahunh (setelah

menopause) frekuensi osteoartritis lebih banyak pada wanita daripada pria.

Hal ini menunjukkan adanya peran hormonal pada patogenesis

osteoartritis.

c. Suku bangsa

Nampak perbedaan prevalensi osteoartritis pada masingn-masing suku

bangsa. Hal ini mungkin berkaitan dnegan perbedaan pola hidup maupun

perbedaan pada frekuensi kelainan kongenital dan pertumbuhan tulang.

d. Genetik

e. Kegemukan dan penyakit metabolik

Berat badan yang berlebih, nyata berkaitan dengan meningkatnya resiko

untuk timbulnya osteoartritis, baik pada wanita maupun pria. Kegemukan

ternyata tidak hanya berkaitan dengan oateoartritis pada sendi yang

menanggung beban berlebihan, tapi juga dnegan osteoartritis sendi lain


(tangan atau sternoklavikula). Olehkarena itu disamping faktor mekanis

yang berperan (karena meningkatnya beban mekanis), diduga terdapat

faktor lain (metabolit) yang berpperan pada timbulnya kaitan tersebut.

f. Cedera sendi, pekerjaan dan olahraga

Pekerjaan berat maupun dengan pemakaian satu sendi yang terus menerus

berkaitan dengan peningkatan resiko osteoartritis tertentu. Olahraga yang

sering menimbulkan cedera sendi yang berkaitan dengan resiko

osteoartritis yang lebih tinggi.

g. Kelainan pertumbuhan

Kelainan kongenital dan pertumbuhan paha telah dikaitkan dengan

timbulnya oateoartritis paha pada usia muda.

h. Kepadatan tulang

Tingginya kepadatan tulang dikatakan dapat meningkatkan resiko

timbulnya osteoartritis. Hal ini mungkin timbul karena tulang yang lebih

padat (keras) tidak membantu mengurangi benturan beban yang diterima

oleh tulang rawan sendi.

3. Patofisiologi

Sendi merupakan bagian tubuh yang paling sering terkena inflamasi

dan degenerasi yang terlihat pada penyakit rematik. Inflamasi akan terlihat

pada persendian sebagai sinovitis. Pada penyakit rematik inflamatori,

inflamasi merupakan proses primer dan degenerasi yang terjadi merupakan

proses sekunder yang timbul akibat pembentukan pannus (proliferasi jaringan

synovial). Inflamasi merupakan akibat dari respon imun (Nugroho, 2012).

Pada penyakit rematik degeneratif dapat terjadi proses inflamasi yang

sekunder. Sinovitis ini biasanya lebih ringan serta menggambarkan suatu

proses reaktif. Sinovitis dapat berhubungan dengan pelepasan proteoglikan


tulang rawan yang bebas dari kartilago artikuler yang mengalami degenerasi

kendati faktor-faktor imunologi dapat pula terlibat (Nugroho, 2012).

Artritis Rhemathoid merupakan manifestasi dari respon sistem imun

terhadap antigen asing pada individu-individu dengan predisposisi genetik

(Nugroho, 2012).

Suatu antigen penyebab Artritis Rhemathoid yang berada pada

membran sinovial akan memicu proses inflamasi. Proses inflamasi

mengaktifkan terbentuknya makrofag. Makrofag akan meningkatkan aktivitas

fagositosisnya terhadap antigen dan merangsang proliferasi dan aktivasi sel B

untuk memproduksi antibody. Setelah berikatan dengan antigen, antibody

yang dihasilkan akan membentuk komplek imun yang akan berdifusi secara

bebas ke dalam ruang sendi. Pengendapan komplek imun ini akan

mengaktivasi sistem komplemen C5a (Nugroho, 2012).

Komplemen C5a merupakan faktor kemotaktik yang selain

meningkatkan permiabilitas vaskuler, juga dapat menarik lebih banyak

polimorfonukler (PMN) dan monosit kearah lokasi tersebut (Nugroho, 2012).

Fagositosi komplek imun oleh sel radang akan disertai pembentukan

dan pembebasan radikal oksigen bebas, leukotrin, prostaglandin yang akan

menyebabkan erosi rawan sendi dan tulang. Radikal oksigen bebas dapat

menyebabkan terjadinya depolimerisasi hialuronat sehingga mengakibatkan

terjadinya penurunan viskositas cairan sendi. Selain itu radikal oksigen bebas

juga merusak kolagen dan proteoglikan rawan sendi (Nugroho, 2012).

Pengendapan komplek imun akan menyebabkan terjadinya degranulasi

mast cell yang menyebabkan terjadinya pembebasan histamin dan berbagai

enzim proteolitik serta aktivasi jalur asam arakidonat yang akan memecah
kolagen sehingga terjadi edema, proliferasi membran sinovial dan akhirnya

terbentuk pannus (Nugroho, 2012).

Masuknya sel radang ke dalam membran sinovial akibat pengendapan

komplek imun menyebabkan terbentuknya pannus yang merupakan elemen

yang paling destruktif dalam pathogenesis Artritis Rhemathoid. Pannus

merupakan jaringan granulasi yang terdiri dari sel fibroblast yang

berproliferasi, mikrovaskuler dan berbagai jenis sel radang.

Secara histopatologis pada daerah perbatasan rawan sendi dan pannus

terdapatnya sel mononukleus, umumnya banyak dijumpai kerusakan jaringan

kolagen dan proteoglikan (Nugroho, 2012).

4. Manifestasi klinis

a. Nyeri persendian

b. Bengkak (Rheumatoid nodule)

c. Kekakuan pada sendi terutama setelah bangun tidur pada pagi hari

d. Terbatasnya pergerakan

e. Sendi-sendi terasa panas

f. Demam (pireksia)

g. Anemia

h. Berat badan menurun

i. Kekuatan berkurang

j. Tampak warna kemerahan di sekitar sendi

k. Perubahan ukuran pada sendi dari ukuran normal (Smeltzer,2012)

5. Pemeriksaan penunjang

Menurut Nugroho (2012), tidak banyak berperan dalam diagnosis

Artritis Rhemathoid, namun dapat menyokong bila terdapat keraguan atau

untuk melihat prognosis pasien. Pada pemeriksaan laboratorium terdapat :


a. Tes faktor reuma biasanya positif pada lebih dari 75% pasien Artritis

Rhemathoid terutama bila masih aktif. Sisanya dapat dijumpai pada pasien

Lepra, Tuberkulosis paru, Sirosis Hepatis, Hepatitis Infeksiosa,

Endokarditis Bakterialis, penyakit kolagen, dan Sarkoidosis.

b. Protein C-reaktif biasanya positif.

c. LED meningkat.

d. Leukosit normal atau meningkat sedikit.

e. Anemia normositik hipokrom akibat adanya inflamasi yang kronik.

f. Trombosit meningkat.

g. Kadar albumin serum menurun dan globulin naik.

Pada pemeriksaan rontgen, semua sendi dapat terkena, tapi yang tersering

adalah sendi metatarsofalang dan biasanya simetris. Sendi sakroiliaka juga

sering terkena. Pada awalnya terjadi pembengkakan jaringan lunak dan

demineralisasi juksta artikular. Kemudian terjadi penyempitan sendi dan

erosi (Nugroho, 2012).

Pada Pemerikasaan Radiologik, Pada awal penyakit tidak ditemukan,

tetapi setelah sendi mengalami kerusakan yang berat dapat terlihat

penyempitan ruang sendi karena hilangnya rawan sendi. Terjadi erosi tulang

pada tepi sendi dan penurunan densitas tulang. Perubahan ini sifatnya tidak

reversibel. Secara radiologik didapati adanya tanda-tanda dekalsifikasi

(sekurang-kurangnya) pada sendi yang terkena.

6. Penata laksanaan

Oleh karena kausa pasti arthritis Reumatoid tidak diketahui maka tidak

ada pengobatan kausatif yang dapat menyembuhkan penyakit ini. Hal ini harus

benar-benar dijelaskan kepada penderita sehingga tahu bahwa pengobatan


yang diberikan bertujuan mengurangi keluhan/ gejala memperlambat

progresivitas penyakit (Smeltzer,2012).

Tujuan utama dari program penatalaksanaan/ perawatan adalah sebagai

berikut :

a. Untuk menghilangkan nyeri dan peradangan

b. Untuk mempertahankan fungsi sendi dan kemampuan maksimal dari

penderita

c. Untuk mencegah dan atau memperbaiki deformitas yang terjadi pada sendi

d. Mempertahankan kemandirian sehingga tidak bergantung pada orang lain.

Ada sejumlah cara penatalaksanaan yang sengaja dirancang untuk

mencapai tujuan-tujuan tersebut di atas, yaitu :

a. Pendidikan

Langkah pertama dari program penatalaksanaan ini adalah

memberikan pendidikan yang cukup tentang penyakit kepada penderita,

keluarganya dan siapa saja yang berhubungan dengan penderita.

Pendidikan yang diberikan meliputi pengertian, patofisiologi (perjalanan

penyakit), penyebab dan perkiraan perjalanan (prognosis) penyakit ini,

semua komponen program penatalaksanaan termasuk regimen obat yang

kompleks, sumber-sumber bantuan untuk mengatasi penyakit ini dan

metode efektif tentang penatalaksanaan yang diberikan oleh tim kesehatan.

Proses pendidikan ini harus dilakukan secara terus-menerus.

b. Istirahat

Merupakan hal penting karena reumatik biasanya disertai rasa lelah

yang hebat. Walaupun rasa lelah tersebut dapat saja timbul setiap hari,

tetapi ada masa dimana penderita merasa lebih baik atau lebih berat.
Penderita harus membagi waktu seharinya menjadi beberapa kali waktu

beraktivitas yang diikuti oleh masa istirahat.

c. Latihan Fisik dan Termoterapi

Latihan spesifik dapat bermanfaat dalam mempertahankan fungsi

sendi. Latihan ini mencakup gerakan aktif dan pasif pada semua sendi

yang sakit, sedikitnya dua kali sehari. Obat untuk menghilangkan nyeri

perlu diberikan sebelum memulai latihan. Kompres panas pada sendi yang

sakit dan bengkak mungkin dapat mengurangi nyeri. Mandi parafin

dengan suhu yang bisa diatur serta mandi dengan suhu panas dan dingin

dapat dilakukan di rumah. Latihan dan termoterapi ini paling baik diatur

oleh pekerja kesehatan yang sudah mendapatkan latihan khusus, seperti

ahli terapi fisik atau terapi kerja. Latihan yang berlebihan dapat merusak

struktur penunjang sendi yang memang sudah lemah oleh adanya penyakit.

d. Obat-obatan

Pemberian obat adalah bagian yang penting dari seluruh program

penatalaksanaan penyakit reumatik. Obat-obatan yang dipakai untuk

mengurangi nyeri, meredakan peradangan dan untuk mencoba mengubah

perjalanan penyakit.

Penanganan medis dimulai dengan pemberian salisilat NSAID

dalam dosis terapeutik. Kelompok obat ini mengurangi peradangan dengan

menghalangi proses produksi mediator peradangan. Tepatnya, obat-obat

ini menghambat sintetase prostaglandin atau siklooksigenase. Enzim-

enzim ini mengubah asam lemak sistemik endogen, yaitu asam

arakidonatmenjadi prostaglandin, prostasiklin, tromboksan dan radikal-

radikal oksigen. Obat standar yang sudah dipakai sejak lama dalam

kelompok ini adalah aspirin dan piroksikam.


1) Aspirin (analgetik antipiretik) PO (Dewasa) : 325 – 1000 mg tiap 4 – 6

jam sesuai kebutuhan (tidak lebih dari 4 g/hari).

2) Aspirin (antiinflamasi) PO (Dewasa) : 2,6 – 6,2 g/hari dalam dosis

terbagi.

3) Piroksikam PO (Dewasa) : 20 mg/hari dapat diberikan sebagai dosis

tunggal atau dalam 2 dosis terbagi dengan sediaan kapsul : 10 mg, 20

mg supositoria : 10 mg, 20 mg.

7. Komplikasi

Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis dan

ulkus peptik yang merupakan komlikasi utama penggunaan obat anti inflamasi

nonsteroid (OAINS) atau obat pengubah perjalanan penyakit (disease

modifying antirhematoid drugs, DMARD) yang menjadi faktor penyebab

morbiditas dan mortalitas utama pada arthritis rheumatoid (Smeltzer,2012)

Komplikasi saraf yang terjadi memberikan gambaran jelas , sehingga

sukar dibedakan antara akibat lesi artikuler dan lesi neuropatik. Umumnya

berhubungan dengan mielopati akibat ketidakstabilan vertebra servikal dan

neuropati iskemik akibat vasculitis (Smeltzer,2012)


BAB III

KONSEP DASAR KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Biodata

Nama, umur, jenis kelamin, status, alamat, pekerjaan, penanggung

jawab.Data dasar pengkajian pasien tergantung padwa keparahan dan

keterlibatan organ-organ lainnya (misalnya mata, jantung, paru-paru,

ginjal), tahapan misalnya eksaserbasi akut atau remisi dan keberadaaan

bersama bentuk-bentuk arthritis lainnya.

2. Riwayat Kesehatan

a. Adanya keluhan sakit dan kekakuan pada tangan, atau pada tungkai.

b. Perasaan tidak nyaman dalam beberapa periode/waktu sebelum pasien

mengetahui dan merasakan adanya perubahan pada sendi.

3. Pemeriksaan fisik

a. Inspeksi dan palpasi persendian untuk masing-masing sisi (bilateral),

amati warna kulit, ukuran, lembut tidaknya kulit, dan pembengkakan.

b. Lakukan pengukuran passive range of mation pada sendi-sendi sinovial

1) Catat bila ada deviasi (keterbatasan gerak sendi)

2) Catat bila ada krepitasi

3) Catat bila terjadi nyeri saat sendi digerakkan

4) Lakukan inspeksi dan palpasi otot-otot skelet secara bilateral

c. Catat bia ada atrofi, tonus yang berkurang

d. Ukur kekuatan otot

e. Kaji tingkat nyeri, derajat dan mulainya

f. Kaji aktivitas/kegiatan sehari-hari


4. Aktivitas/istirahat

Gejala : Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan, memburuk dengan stres

pada sendi; kekakuan pada pagi hari, biasanya terjadi bilateral dan

simetris.

Limitasi fungsional yang berpengaruh pada gaya hidup, waktu senggang,

pekerjaan, keletihan.

Tanda : Malaise

Keterbatasan rentang gerak; atrofi otot, kulit, kontraktor/ kelaianan pada

sendi.

5. Kardiovaskuler

Gejala : Fenomena Raynaud jari tangan/ kaki (mis: pucat intermitten,

sianosis, kemudian kemerahan pada jari sebelum warna kembali normal).

6. Integritas ego

Gejala : Faktor-faktor stres akut/ kronis: mis; finansial, pekerjaan,

ketidakmampuan, faktor-faktor hubungan.

Keputusan dan ketidakberdayaan (situasi ketidakmampuan)

Ancaman pada konsep diri, citra tubuh, identitas pribadi (misalnya

ketergantungan pada orang lain).

7. Makanan/ cairan

Gejala ; Ketidakmampuan untuk menghasilkan/ mengkonsumsi makanan/

cairan adekuat: mual, anoreksia

Kesulitan untuk mengunyah

Tanda : Penurunan berat badan

Kekeringan pada membran mukosa.

8. Hygiene
Gejala : Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas perawatan

pribadi. Ketergantungan

9. Neurosensori

Gejala : Kebas, semutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi pada jari

tangan.

Gejala : Pembengkakan sendi simetris

10. Nyeri/ kenyamanan

Gejala : Fase akut dari nyeri (mungkin tidak disertai oleh pembengkakan

jaringan lunak pada sendi).

11. Keamanan

Gejala : Kulit mengkilat, tegang, nodul subkutan, Lesi kulit, ulkus kaki.

Kesulitan dalam ringan dalam menangani tugas/ pemeliharaan rumah

tangga. Demam ringan menetap Kekeringan pada mata dan membran

mukosa.

12. Interaksi social

Gejala : Kerusakan interaksi sosial dengan keluarga/ orang lain; perubahan

peran; isolasi.

13. Riwayat Psiko Sosial

Pasien dengan RA mungkin merasakan adanya kecemasan yang cukup

tinggi apalagi pada pasien yang mengalami deformitas pada sendi-sendi

karena ia merasakan adanya kelemahan-kelemahan pada dirinya dan

merasakan kegiatan sehari-hari menjadi berubah. Perawat dapat

melakukan pengkajian terhadap konsep diri klien khususnya aspek body

image dan harga diri klien.


B. Diagnosa keperawatan

1. Nyeri akut/kronis berhubungkan dengan : agen pencedera; distensi

jaringan oleh akumulasi cairan/ proses inflamasi, destruksi sendi.

2. Kerusakan Mobilitas Fisik berhubungan dengan: Deformitas skeletal.

Nyeri, ketidaknyamanan, Intoleransi aktivitas, penurunan kekuatan otot.

3. Gangguan citra tubuh./perubahan penampilan peran berhubungan dengan

perubahan kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas umum,

peningkatan penggunaan energi, ketidakseimbangan mobilitas

4. Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal;

penurunan kekuatan, daya tahan, nyeri pada waktu bergerak, depresi.

C. Intervensi keperawatan

1. Nyeri akut/kronis berhubungkan dengan : agen pencedera; distensi

jaringan oleh akumulasi cairan/ proses inflamasi, destruksi sendi.

Kriteria Hasil:

a. Menunjukkan nyeri hilang/ terkontrol,

b. Terlihat rileks, dapat tidur/beristirahat dan berpartisipasi dalam aktivitas

sesuai kemampuan.

c. Mengikuti program farmakologis yang diresepkan,

d. Menggabungkan keterampilan relaksasi dan aktivitas hiburan ke dalam

program kontrol nyeri.


Intervensi Rasional
a. Kaji nyeri, catat lokasi dana. Membantu dalam menentukan
intensitas (skala 0-10). Catat kebutuhan manajemen nyeri dan
faktor-faktor keefektifan program
yangmempercepat dan tanda-
tanda rasa sakit non verbal
b. Berikan matras/ kasur keras,b. Matras yang lembut/ empuk,
bantal kecil,. Tinggikan linen bantal yang besar akan
tempat tidur sesuai kebutuhan mencegah pemeliharaan
kesejajaran tubuh yang tepat,
menempatkan stress pada sendi
yang sakit. Peninggian linen
tempat tidur menurunkan
tekanan pada sendi yang
c. Tempatkan/ pantau terinflamasi/nyeri
penggunaan bantal, karungc. Mengistirahatkan sendi-sendi
pasir, gulungan trokhanter, yang sakit dan mempertahankan
bebat, brace. posisi netral. Penggunaan brace
dapat menurunkan nyeri dan
dapat mengurangi kerusakan
pada sendi
d. Dorong untuk seringd. Mencegah terjadinya kelelahan
mengubah posisi,. Bantu untuk umum dan kekakuan sendi.
bergerak di tempat tidur, Menstabilkan sendi, mengurangi
sokong sendi yang sakit di atas gerakan/ rasa sakit pada sendi
dan bawah, hindari gerakan
yang menyentak e. Panas meningkatkan relaksasi
e. Anjurkan pasien untuk mandi otot, dan mobilitas, menurunkan
air hangat atau mandi pancuran rasa sakit dan melepaskan
pada waktu bangun dan/atau kekakuan di pagi hari.
pada waktu tidur. Sediakan Sensitivitas pada panas dapat
waslap hangat untuk dihilangkan dan luka dermal
mengompres sendi-sendi yang dapat disembuhkan
sakit beberapa kali sehari.
Pantau suhu air kompres, air
mandi, dan sebagainya.

2. Kerusakan Mobilitas Fisik berhubungan dengan: Deformitas skeletal

Nyeri, ketidaknyamanan, Intoleransi aktivitas, penurunan kekuatan otot.

Kriteria Hasil :

a. Mempertahankan fungsi posisi dengan tidak hadirnya/ pembatasan

kontraktur.

b. Mempertahankan ataupun meningkatkan kekuatan dan fungsi dari dan/

atau konpensasi bagian tubuh.

c. Mendemonstrasikan tehnik/ perilaku yang memungkinkan melakukan

aktivitas
Intervensi Rasional
a. Evaluasi/ lanjutkana. Tingkat aktivitas/ latihan
pemantauan tingkat inflamasi/ tergantung dari perkembangan/
rasa sakit pada sendi resolusi dari peoses inflamasi
b. Pertahankan istirahat tirahb. Istirahat sistemik dianjurkan
baring/ duduk jika diperlukan selama eksaserbasi akut dan
jadwal aktivitas untuk seluruh fase penyakit yang
memberikan periode istirahat penting untuk mencegah
yang terus menerus dan tidur kelelahan mempertahankan
malam hari yang tidak kekuatan
terganggu
c. Bantu dengan rentang gerakc. Mempertahankan/
aktif/pasif, demikiqan juga meningkatkan fungsi sendi,
latihan resistif dan isometris kekuatan otot dan stamina
jika memungkinkan umum. Catatan : latihan tidak
adekuat menimbulkan kekakuan
sendi, karenanya aktivitas yang
berlebihan dapat merusak sendi
d. Menghilangkan tekanan pada
d. Ubah posisi dengan sering jaringan dan meningkatkan
dengan jumlah personel cukup. sirkulasi. Memepermudah
Demonstrasikan/ bantu tehnik perawatan diri dan kemandirian
pemindahan dan penggunaan pasien. Tehnik pemindahan
bantuan mobilitas, yang tepat dapat mencegah
robekan abrasi kulit
e. Meningkatkan stabilitas
e. Posisikan dengan bantal, (mengurangi resiko cidera) dan
kantung pasir, gulungan memerptahankan posisi sendi
trokanter, bebat, brace yang diperlukan dan kesejajaran
tubuh, mengurangi kontraktor

3. Gangguan citra tubuh./perubahan penampilan peran berhubungan dengan

perubahan kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas umum,

peningkatan penggunaan energi, ketidakseimbangan mobilitas.

Kriteria Hasil :

a. Mengungkapkan peningkatan rasa percaya diri dalam kemampuan

untuk menghadapi penyakit, perubahan pada gaya hidup, dan

kemungkinan keterbatasan.

b. Menyusun rencana realistis untuk masa depan.


Intervensi Rasional
a. Dorong pengungkapana. Berikan kesempatan untuk
mengenai masalah tentang mengidentifikasi rasa takut/
proses penyakit, harapan masa kesalahan konsep dan
depan menghadapinya secara
langsung
b. Diskusikan arti darib. Mengidentifikasi bagaimana
kehilangan/ perubahan pada penyakit mempengaruhi
pasien/orang terdekat. persepsi diri dan interaksi
Memastikan bagaimana dengan orang lain akan
pandangaqn pribadi pasien menentukan kebutuhan
dalam memfungsikan gaya terhadap intervensi/ konseling
hidup sehari-hari, termasuk lebih lanjut
aspek-aspek seksual. c. Isyarat verbal/non verbal
c. Diskusikan persepsi orang terdekat dapat
pasienmengenai bagaimana mempunyai pengaruh mayor
orang terdekat menerima pada bagaimana pasien
keterbatasan. memandang dirinya sendiri
d. Nyeri konstan akan
melelahkan, dan perasaan
d. Akui dan terima perasaan marah dan bermusuhan umum
berduka, bermusuhan, terjadi
ketergantungan e. Dapat menunjukkan
emosional ataupun metode
e. Perhatikan perilaku menarik koping maladaptive,
diri, penggunaan menyangkal membutuhkan intervensi lebih
atau terlalu memperhatikan lanjut
perubahan f. Membantu pasien untuk
mempertahankan kontrol diri,
f. Susun batasan pada perilaku yang dapat meningkatkan
mal adaptif. Bantu pasien untuk perasaan harga diri
mengidentifikasi perilaku positif
yang dapat membantu koping.

4. Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal;

penurunan kekuatan, daya tahan, nyeri pada waktu bergerak, depresi.

Kriteria Hasil :

a. Melaksanakan aktivitas perawatan diri pada tingkat yang konsisten dengan

kemampuan individual.
b. Mendemonstrasikan perubahan teknik/ gaya hidup untuk memenuhi

kebutuhan perawatan diri.

c. Mengidentifikasi sumber-sumber pribadi/ komunitas yang dapat

memenuhi kebutuhan perawatan diri.


Intervensi Rasional
a. Diskusikan tingkat fungsia. Mungkin dapat melanjutkan
umum (0-4) sebelum timbul aktivitas umum dengan
awitan/ eksaserbasi penyakit dan melakukan adaptasi yang
potensial perubahan yang diperlukan pada keterbatasan
sekarang diantisipasi saat ini
b. Pertahankan mobilitas, kontrolb. Mendukung kemandirian
terhadap nyeri dan program fisik/emosional
latihan
c. Kaji hambatan terhadapc. Menyiapkan untuk
partisipasi dalam perawatan diri. meningkatkan kemandirian,
Identifikasi /rencana untuk yang akan meningkatkan harga
modifikasi lingkungan diri
d. Kolaborasi: Konsul dengan ahlid. Berguna untuk menentukan
terapi okupasi. alat bantu untuk memenuhi
kebutuhan individual. Mis;
memasang kancing,
menggunakan alat bantu
memakai sepatu,
menggantungkan pegangan
untuk mandi pancuran
e. Kolaborasi: Atur evaluasie. Mengidentifikasi masalah-
kesehatan di rumah sebelum masalah yang mungkin
pemulangan dengan evaluasi dihadapi karena tingkat
setelahnya. kemampuan actual
DAFTAR PUSTAKA

Anderson, Sylvia Price. Pathofisiologi: Konsep Klinis proses-proses penyakit

edisi 6 volume II. ECG. Jakarta : 2013

Jhonson R. dan Leny R. keperawatan keluarga plus contoh askep keluarga.

Yogyakarta : Nuha Medika. 2010

Smeltzer, Suzanne C., Bare, Brenda G.. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth.. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2012

Anda mungkin juga menyukai