Anda di halaman 1dari 104

PEDOMAN DRAFT

Konstruksi dan Bangunan

Pedoman Perencanaan Pengelolaan


Lingkungan Hidup Bidang Jalan

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT


DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA
DIREKTORAT PENGEMBANGAN JARINGAN JALAN
SUBDIREKTORAT LINGKUNGAN DAN KESELAMATAN JALAN (LKJ)
PEDOMAN PERENCANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

PRAKATA

Pedoman ini adalah hasil pemutakhiran dari Pedoman Perencanaan Pengelolaan


Lingkungan Hidup Bidang Jalan yang merupakan bagian dari Pedoman Pengelolaan
Lingkungan Hidup Bidang Jalan.

Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan berisi tentang


uraian perencanaan pengelolaan lingkungan hidup dan penerapannya dalam setiap
kegiatan pada tahap perencanaan pembangunan jalan.

Pertimbangan perlunya dilakukan pemutakhiran terhadap Pedoman Perencanaan


Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan tersebut diantaranya karena:
1. Adanya perubahan dan pergantian peraturan perundang-undangan yang terkait
dengan penyelenggaraan jalan.
2. Adanya perubahan dan pergantian pedoman, prosedur dan manual yang terkait
dengan penyelenggaraan jalan.

Kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan Pedoman
Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan ini disampaikan terima
kasih.

Jakarta, Oktober 2017

Direktur Jenderal Bina Marga

i
PEDOMAN PERENCANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

DAFTAR ISI

Prakata i
Pendahuluan ii
Daftar Isi iii
Daftar Tabel v
Daftar Gambar vi

1. RUANG LINGKUP 1
2. ACUAN NORMATIF 2
3. ISTILAH DAN DEFINISI 9

4. PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN 11


4.1 Perencanaan Umum 12
4.1.1 Perencanaan Tata Ruang 13
Rencana
4.1.2 Umum Pembangunan
Rencana Jangka PanjangJangka Panjang 20
4.1.3 Rencana Pembangunan Jangka Menengah 21
4.1.4 Rencana Strategis (Renstra) 21
4.2 Perencanaan Teknis Awal 23
4.2.1 Pra Studi Kelayakan dan/atau Studi Kelayakan 24
4.2.2 Pemilihan Rute 32
4.2.3 Penyaringan Kategori Kegiatan Berdasarkan Potensial Dampak
Sosial 38
4.2.4 Penyusunan Dokumen Lingkungan 55
4.2.5 Pengurusan Izin 68
4.3 Perencanaan Teknis Akhir 71
4.3.1 Penyusunan DED Terintegrasi Rekomendasi Pertimbangan
Lingkungan 72
4.3.2 Rencana Tindak Komunitas Adat Terpencil (KAT) 76
4.4 Pengadaan Tanah 79
4.5 Konstruksi 81
4.6 Pasca Konstruksi 82
4.7 Evaluasi Pasca Kegiatan 82

5. DOKUMENTASI 83
5.1 Dokumen Hasil Kajian Awal Lingkungan 83
5.2 Dokumen AMDAL dan UKL-UPL 83
5.2.1 Dokumen Kerangka Acuan 83
5.2.2 Dokumen Andal, RKL-RPL 84
5.2.3 Dokumen UKL-UPL 85
5.3 Dokumen DELH dan DPLH 85

iii
PEDOMAN PERENCANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
5.4 Dokumen Rencana Tindak Pengadaan Tanah dan Permukiman
Kembali (RKPTK/RKPTS) 86
5.5 Dokumen Rencana Kerja dan Program Pemberdayaan Masyarakat
Adat 86
5.7 Dokumen Rencana Tindak Rehabilitasi Sosial 87
5.8 Dokumen Konsultasi Publik 87

6. PEMBIAYAAN DAN INSTITUSI PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP 87


6.1 Pembiayaan 87
6.1.1 Biaya Penapisan/Penyaringan Jenis Studi Lingkungan Hidup 88
6.1.2 Biaya Penyusunan Kajian Awal Lingkungan 88
6.1.3 Biaya Penyusunan Studi Amdal 89
6.1.4 Biaya Penyusunan UKL-UPL 90
6.1.5 Biaya Pengadaan Tanah 91
6.2 Institusi 92
6.2.1 Pemrakarsa Kegiatan Pembangunan Jalan 92
6.2.2 Institusi Terkait 93
6.2.3 Masyarakat 95
6.2.4 Koordinasi dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup 95

7. PENUTUP 96

iv
PEDOMAN PERENCANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Lingkup Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang


Jalan 1
Tabel 4.1 Kriteria Menentukan Instrumen Rencana Penanganan MA 38
Tabel 4.2 Jenis
denganRencana
AMDALPembangunan Jalan yang Wajib Dilengkapi
dengan AMDAL 41
Tabel 4.3 Pengelompokkan Daerah Sensitif 48
Tabel 4.4 Definisi dan Kriteria Daerah Sensitif 49
Tabel 4.5 Mekanisme Perizinan 70
PEDOMAN PERENCANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Pembangunan Jalan Yang Berkelanjutan dan Berwawasan


Lingkungan Hidup dalm Siklus Proyek 12
Gambar 4.2 Bagan Alir Pemilihan Alternatif Rute 35
Gambar 4.3 Contoh Perencanaan Penentuan Trase Ruas Jalan yang 25
Mempertimbangkan Aspek Lingkungan Hidup 36
Gambar 4.4 Bagan Alir Penapisan Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Wajib
Dilengkapi Amdal atau UKL- UPL 44
Gambar 4.5 Bagan Alir Penapisan Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Wajib
Menyusun Dokumen DELH atau DPLH 45
Gambar 4.6 Bagan Prosedur Keterlibatan Masyarakat dan Keterbukaan
Informasi dalam Proses Amdal 59
Gambar 4.7 Bagan Prosedur Pengajuan Rekomendasi Dokumen 67
Gambar 7.1 Bagan Alir Peran Unit/Penanggung Jawab/Pemimpin Proyek
dalam Pengelolaan Lingkungan Proyek Jalan yang
Berkesinambungan pada Tahap Perencanaan 97

vi
PEDOMAN PERENCANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

PENDAHULUAN

Dalam mengupayakan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan agar dapat


dilaksanakan dengan baik dan memenuhi azas pembangunan yang berkelanjutan dan
berwawasan lingkungan, perlu disusun Pedoman Pengelolaan Lingkungan Hidup
Bidang Jalan

Pedoman ini adalah hasil pemutakhiran dari Pedoman Umum Pengelolaan Lingkungan
Hidup Bidang Jalan yang merupakan bagian dari Pedoman Pengelolaan Lingkungan
Hidup Bidang Jalan yang terdiri dari 4 (empat) pedoman yaitu:
1. Pedoman Umum Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
2. Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
3. Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
4. Pedoman Pemantauan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Tujuan Penyusunan Pedoman Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan adalah


untuk memberikan petunjuk bagi pemrakarsa atau penyelenggara jalan dan semua
pihak yang bertanggung jawab atau pihak terkait penyelenggaraan jalan dalam
memenuhi azas pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan hidup.

Pedoman ini dimaksudkan untuk digunakan sebagai salah satu acuan dalam
perencanaan pembangunan jalan dan jembatan di tingkat pusat, provinsi, maupun
kabupaten dan kota, dalam mencegah dampak lingkungan yang mungkin terjadi
pada tahap pelaksanaan konstruksi jalan.

Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan berisi tentang


uraian perencanaan pengelolaan lingkungan hidup dan penerapannya dalam setiap
kegiatan pada tahap perencanaan pembangunan jalan.

Perencanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan mencakup penerapan


pertimbangan lingkungan pada tahap perencanaan mulai dari tahap perencanaan
umum, pra studi kelayakan, studi kelayakan dan tahap perencanaan teknik, sesuai
dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.

ii
PEDOMAN PERENCANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

PEDOMAN PERENCANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

1. RUANG LINGKUP

Pedoman ini memberikan petunjuk dan penjelasan ketentuan perencanaan pengelolaan


lingkungan hidup bidang jalan yang diperlukan dalam siklus penyelenggaraan jalan
mencakup tahap perencanaan umum, perencanaan teknis awal, perencanaan teknis akhir,
dan pengadaan tanah. Tujuan dari pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan adalah agar
penyelenggaraan jalan terintegrasi dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Gambaran umum lingkup
kegiatan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan pada tahap perencanaan sebagai
berikut:

Tabel 1. 1 Lingkup Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan


No. Kegiatan Pengelolaan Lingkungan Hidup
1. Perencanaan Umum  Perencanaan Tata Ruang
 Daerah Sensitif
 Readiness Criteria
2. Perencanaan Teknis Awal  Pra Studi Kelayakan dan/atau Studi
Kelayakan
 Penyaringan Dokumen Lingkungan
 Dokumen Lingkungan dan Izin Lingkungan
 Perizinan Lainnya
3. Perencanaan Teknis Akhir  DED Terintegrasi Rekomendasi
Pertimbangan Lingkungan
4. Pengadaan Tanah  Perencanaan
 Persiapan
 Pelaksanaan
 Perencanaan Hasil

Dokumen Amdal dan UKL/UPL adalah dokumen yang sifatnya wajib untuk
disiapkan/dibuat agar mendapatkan rekomendasi kelayakan lingkungan suatu rencana
kegiatan, dimana keharusan penyusunannya pun diatur oleh Undang-Undang/Peraturan
Pemerintah/Peraturan Menteri.

Penyusunan rencana pengadaan tanah dan pemukiman kembali dimaksudkan untuk


memperoleh gambaran terinci tentang penduduk yang terkena dampak pengadaan tanah,
jenis dan besaran kerugian yang mungkin terjadi, dengan tujuan untuk menyusun rencana
1
PEDOMAN PERENCANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

tindak dalam penanganan dampaknya, terutama dalam upaya pemulihan dan peningkatan
sosial ekonomi penduduk yang terkena dampak.

Pedoman ini dimaksudkan untuk digunakan sebagai salah satu acuan dalam
perencanaan pembangunan jalan dan jembatan baik di tingkat pusat, provinsi, maupun
kabupaten dan kota, dalam mencegah dampak lingkungan yang mungkin terjadi pada
tahap pelaksanaan konstruksi jalan.

Lingkup perencanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan mencakup penjelasan


tentang:
 Perencanaan umum sistem jaringan jalan yang mempertimbangkan aspek lingkungan
mencakup perencanaan umum jangka panjang, perencanaan umum jangka menengah,
rencana strategis, masterplan, dan telaah tata ruang;
 Perencanaan teknis awal yang memuat proses studi kelayakan, penapisan/penyaringan
lingkungan, penyusunan dokumen lingkungan (Amdal/UKL-UPL/DELH/DPLH), dan
pengurusan izin lingkungan;
 Perencanaan teknis akhir yang memuat DED yang terintegrasi oleh rekomendasi RKL-RPL
atau UKL-UPL dan audit keselamatan jalan;
 Pengadaan tanah yang memuat mengenai RKPTP, perencanaan, persiapan, pelaksanaan
pengadaan tanah, ganti kerugian.

2. ACUAN NORMATIF

Pedoman ini menggunakan acuan peraturan dan perundang-undangan yang terkait


dengan pembangunan bidang jalan dan lingkungan hidup, antara lain:
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber
Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya;
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar
Budaya;
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 tahun 1992 tentang Lalu lintas dan
Angkutan Jalan;
4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup;
5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Azasi Manusia;
6. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air;
7. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan Menjadi Undang-Undang, telah ditetapkan Peraturan Pemerintah Republik
2
PEDOMAN PERENCANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Indonesia Nomor 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi
Kawasan Hutan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 60 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan
dan Fungsi Kawasan Hutan;
8. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional;
9. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah;
10. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional
Indonesia;
11. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan;
12. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2006 konvensi tentang
Pelarangan Penggunaan, Penimbunan, Produksi dan transfer ranjau darat anti personel
dan pemusnahannya;
13. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana;
14. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian;
15. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang;
16. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 tahun 2007 tentang Penataan Ruang;
17. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan
Sosial;
18. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan;
19. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup;
20. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan;
21. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan
Kependudukan dan Pembangunan Keluarga;
22. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya;
23. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan
Kawasan Permukiman;
24. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir
Miskin;

3
PEDOMAN PERENCANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

25. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah
Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum;
26. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Perusakan Hutan;
27. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1981 tentang Pelayanan
Kesejahteraan Sosial Bagi Fakir Miskin;
28. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 tahun 1993 tentang Prasarana dan
Lalu Lintas Jalan;
29. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 68 tahun 1998 tentang Kawasan
Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam;
30. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 69 tahun 1998 tentang Prasarana dan
Sarana KA;
31. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian
Pencemaran Udara;
32. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan
Kehutanan;
33. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol;
34. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2006 tentang Irigasi;
35. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan;
36. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian
Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota;
37. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2008 tentang Jenis dan Tarif
Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berasal Dari Penggunaan Kawasan
Hutan Untuk Kepentingan Pembangunan Di Luar Kegiatan Kehutanan Yang Berlaku
Pada Departemen Kehutanan;
38. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan
Atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2007 Tentang Tata
Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Serta Pemanfaatan Hutan;
39. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 tentang
Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana;
40. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2009 tentang
Perubahan atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2004
tentang Perlindungan Hutan;

4
PEDOMAN PERENCANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

41. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara
Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan hutan;
42. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2010 tentang
Penyelenggaraan Penataan Ruang;
43. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2010 tentang Penggunaan
Kawasan Hutan;
44. Peraturan Pemeritah Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2011 tentang Penetapan dan
Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan;
45. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2011 tentang Pengelolaan
Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam;
46. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai;
47. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin
Lingkungan;
48. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2012 tentang Pengelolaan
Daerah Aliran Sungai;
49. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2012 tentang
Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial;
50. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2012 tentang Perubahan
Atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2010 tentang Tata
Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan;
51. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2012 tentang Perubahan
atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2010 tentang
Penggunaan Kawasan Hutan;
52. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 63 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan
Upaya Penanganan Fakir Miskin melalui Pendekatan Wilayah;
53. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 88 Tahun 2014 tentang Pembinaan
Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman;
54. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2015 tentang Tata Cara
Pengumpulan dan Penggunaan Sumbangan Masyarakat Bagi Penanganan Fakir Miskin;
55. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 104 Tahun 2015 tentang Tata Cara
Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan;
56. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 105 tahun 2015 tentang Perubahan
Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan
Hutan;

5
PEDOMAN PERENCANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

57. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 108 Tahun 2015 tentang Perubahan
Atas Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka
Alam dan Kawasan Pelestarian Alam;
58. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 121 Tahun 2015 Tentang
Pengusahaan Sumber Daya Air;
59. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2016 tentang
Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman;
60. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan
Kawasan Lindung;
61. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 111 Tahun 1999 tentang Pembinaan
Kesejahteraan Sosial Komunitas Adat Terpencil;
62. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 40 tahun 2001 tentang Pedoman
Kelembagaan dan Pengelolaan Rumah Sakit Daerah;
63. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2017 tentang Penundaan dan
Penyempurnaan Tata Kelola Pemberian Izin Baru Hutan Alam Primer dan Lahan
Gambut
64. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perubahan atas
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan
Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum;
65. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 99 Tahun 2014 tentang Perubahan
Kedua atas Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2012 tentang
Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum;
66. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 186 Tahun 2014 tentang Pemberdayaan
Sosial terhadap Komunitas Adat Terpencil;
67. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2015 tentang Perubahan
Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan
Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum;
68. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 148 Tahun 2015 tentang Perubahan
Keempat atas Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan
Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum;
69. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan
Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional;
70. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 2017 tentang Penanganan
Dampak Sosial Kemasyarakatan dalam Rangka Penyediaan Tanah untuk Proyek
Strategis Nasional;

6
PEDOMAN PERENCANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

71. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor KEP
48/MENLH/11/1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan;
72. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor KEP
49/MENLH/11/1996 tentang Baku Tingkat Getaran;
73. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor KEP
45/MENLH/10/1997 tentang Indeks Standard Pencemaran Udara;
74. Keputusan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor KM 52 tahun 2000 tentang
Jalur Kereta Api;
75. Keputusan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor KM 53 tahun 2000 tentang
Perpotongan dan/atau Persinggungan Antara Jalur KA Dengan Bangunan Lain;
76. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 45 Tahun
2005 tentang Pedoman Penyusunan Laporan Pelaksanaan Rencana Pengelolaan
Lingkungan Hidup (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL);
77. Keputusan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2006 tentang
Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas di Jalan;
78. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia Nomor 63/PRT/1993 tentang
Garis Sempadan Sungai, Daerah Manfaat Sungai, Daerah Penguasaan Sungai dan
Bekas Sungai;
79. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2006 tentang
Jalan;
80. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia Nomor 09/PER/M/2008 tentang
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Konstruksi Bidang Pekerjaan
Umum;
81. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia Nomor 10/PRT/M/2008 tentang
Penetapan Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Bidang Pekerjaan Umum yang
Wajib Dilengkapi dengan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan
Lingkungan Hidup;
82. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia Nomor 15/PRT/M/2010 tentang
Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus Bidang Infrastruktur;
83. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2010 tentang Tukar
Menukar Kawasan Hutan;
84. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia Nomor 13/PRT/M/2011 tentang
Tata Cara Pemeliharaan dan Penilikan Jalan;
85. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia Nomor 19/PRT/M/2011 tentang
Persyaratan Teknis Jalan dan Kriteria Perencanaan Teknis Jalan;

7
PEDOMAN PERENCANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

86. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia Nomor 01/PRT/M/2012 tentang
Pedoman Peran Masyarakat dalam Penyelenggaraan Jalan;
87. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2012 tentang
Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Memiliki Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup;
88. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2012 tentang
Pedoman Penanaman Pohon Pada Sistem Jaringan Jalan;
89. Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 07/Permentan/OT.140/2/2012
tentang Pedoman Teknis Kriteria dan Persyaratan Kawasan, Lahan, dan Lahan
Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan;
90. Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pedoman
Pendataan dan Pengelolaan Data Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial dan
Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial;
91. Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2012 tentang
Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil;
92. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2012 tentang
Pedoman Penyusunan Dokumen Lingkungan Hidup;
93. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2012 tentang
Keterlibatan Masyarakat dalam Proses Amdal dan Izin Lingkungan;
94. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2013 tentang
Tata Laksana Penilaian dan Pemeriksaan Dokumen Lingkungan Hidup serta Penerbitan
Izin Lingkungan;
95. Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 81/Permentan/ot/140/8/2013
tentang Pedoman Teknis Tata Cara Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan;
96. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2014 tentang
Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan;
97. Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pedoman
Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015-2019
98. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.85/Menhut-II/2014 tentang
Tata Cara Kerjasama Penyelenggaraan Kawasan Suaka Alam (KSA) dan Kawasan
Pelestarian Alam (KPA);
99. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor
4 Tahun 2015 tentang Kriteria dan Penetapan Wilayah Sungai;

8
PEDOMAN PERENCANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

100. Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia Nomor 6 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan
Pengadaan Tanah;
101. Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2015 tentang
Pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 186 Tahun 2014 tentang Pemberdayaan Sosial
Terhadap Komunitas Adat Terpencil;
102. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor
26 Tahun 2015 tentang Pengalihan Alur Sungai dan/ atau Pemanfaatan Ruas Bekas
Sungai;
103. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor
28 Tahun 2015 tentang Penetapan Garis Sempadan Sungai dan Garis Sempadan
Danau;
104. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor
P.38/Menlhk/Setjen/Kum.1/4/2016 tentang Persetujuan Pembuatan dan/atau
Penggunaan Koridor;
105. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor 50
Tahun 2016 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan;
106. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor
P.102/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2016 Tentang Pedoman Penyusunan Dokumen
Lingkungan Hidup Bagi Usaha dan/ atau Kegiatan Yang Telah Memiliki Izin Usaha dan/
atau Kegiatan Tetapi Belum Memiliki Dokumen Lingkungan Hidup;
107. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor 44
Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia
Nomor 85 Tahun 2014 tentang Perjanjian Kerjasama KSA dan KPA;
108. Surat Edaran Dirjen Sumber Daya Air Republik Indonesia Nomor 01 Tahun 2012
tentang Operasi dan Pemeliharaan Prasarana Sungai Serta Pemeliharaan Sungai;
109. Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia
Nomor 12/SE/M/2014 tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Lingkungan, Pengadaan
Tanah dan Pemukiman Kembali, dan Penanganan Masyarakat Adat;
110. Surat Edaran Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor
SE.07/MENLHK/SETJEN/PLA.4.12/2016;
111. Surat Edaran Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor
S.541/MENLHK/SETJEN/PLA.4/12/2016;

9
PEDOMAN PERENCANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

112. Kesepakatan Bersama Menteri Perhubungan; Menteri Kimpraswil; Menteri Kesehatan;


Menteri Pendidikan Nasional; dan Kepolisian Republik Indonesia tanggal 7 April 2004
tentang Tindaklanjut Kerjasama Lintas Sektor Untuk Mengupayakan Peningkatan
Keselamatan Di Jalan;
113. Kesepakatan Bersama Antara Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia dengan
Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 3-SKB-BPN-RI-2008 No. Pol.
B/576/III/2007;
114. Manual penanganan lereng jalan buku 1 Petunjuk umum No:02-1/BM/2005;
115. Manual penanganan lereng jalan buku 2 Manual perencanaan No:02-2/BM/2005;
116. Manual penanganan lereng jalan buku 3 Manual pelaksanaan No:02-3/BM/2005;
117. Spesifikasi Umum Revisi 3 Divisi 1.17 Pengamanan Lingkungan Hidup.

3. ISTILAH DAN DEFINISI

3.1 Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Amdal)


Kajian mengenai dampak penting suatu Usaha dan/atau Kegiatan yang direncanakan
pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang
penyelenggaraan Usaha dan/atau Kegiatan. (Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 2012
tentang Izin Lingkungan)

3.2 Dampak Penting


Dampak Penting adalah perubahan lingkungan hidup yang sangat mendasar yang
diakibatkan oleh suatu Usaha dan/atau Kegiatan. (Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun
2012 tentang Izin Lingkungan)

3.3 Kerangka Acuan


Kerangka Acuan adalah ruang lingkup kajian analisis dampak lingkungan hidup yang
merupakan hasil pelingkupan. (Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 2012 tentang Izin
Lingkungan)

3.4 Analisis Dampak Lingkungan Hidup (Andal)


Telaahan secara cermat dan mendalam tentang dampak penting suatu rencana Usaha
dan/atau Kegiatan. (Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 2012 tentang Izin Lingkungan )

3.5 Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL)


Upaya penanganan dampak terhadap lingkungan hidup yang ditimbulkan akibat dari
rencana Usaha dan/atau Kegiatan. (Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 2012 tentang
Izin Lingkungan)

10
PEDOMAN PERENCANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

3.6 Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL)


Upaya pemantauan komponen lingkungan hidup yang terkena dampak akibat dari
rencana Usaha dan/atau Kegiatan. (Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 2012 tentang
Izin Lingkungan)

3.7 Pemrakarsa
Setiap orang atau instansi pemerintah yang bertanggung jawab atas suatu Usaha
dan/atau Kegiatan yang akan dilaksanakan. (Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 2012
tentang Izin Lingkungan)

3.8 Komisi Penilai Amdal (KPA)


Komisi Penilai Amdal adalah komisi yang bertugas menilai dokumen Amdal.
(Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 08 Tahun 2013 tentang Tata Laksana Penilaian
dan Pemeriksaan Dokumen Lingkungan Hidup Serta Penerbitan Izin Lingkungan)

3.9 Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan
Hidup (UPL)
Pengelolaan dan pemantauan terhadap Usaha dan/atau Kegiatan yang tidak
berdampak penting terhadap lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan
keputusan tentang penyelenggaraan Usaha dan/atau Kegiatan. (Peraturan Pemerintah
Nomor 27 tahun 2012 tentang Izin Lingkungan)

3.10 Masyarakat Terkena Dampak


Masyarakat yang berada dalam batas wilayah studi amdal (yang menjadi batas sosial)
yang akan merasakan dampak dari adanya rencana usaha dan/atau kegiatan, terdiri dari
masyarakat yang akan mendapatkan manfaat dan masyarakat yang akan mengalami
kerugian. (Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 17 Tahun 2012 Tentang Pedoman
Keterlibatan Masyarakat dalam Proses Analisis Dampak Lingkungan Hidup dan Izin
Lingkungan)

3.11 Masyarakat Pemerhati


Masyarakat yang tidak terkena dampak dari suatu rencana usaha dan/atau kegiatan,
tetapi mempunyai perhatian terhadap rencana usaha dan/atau kegiatan tersebut, maupun
dampak-dampak lingkungan yang akan ditimbulkannya. (Peraturan Menteri Lingkungan
Hidup No. 17 Tahun 2012 Tentang Pedoman Keterlibatan Masyarakat dalam Proses Analisis
Dampak Lingkungan Hidup dan Izin Lingkungan)

11
PEDOMAN PERENCANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

3.12 Rencana Tindak Pemberdayaan Komunitas Adat


Rencana tindak penanganan dampak sosial yang signifikan, yang ditimbulkan oleh
kegiatan pembangunan jalan di daerah komunitas adat.

3.13 Rencana Tindak Rehabilitasi Sosial


Rencana tindak penanganan dampak sosial yang tidak signifikan yang ditimbulkan
oleh kegiatan pembangunan jalan di daerah komunitas adat.

3.14 Rencana Tindak Pengadaan Tanah dan Pemukiman Kembali


Rencana tindak penanganan dampak sosial yang ditimbulkan oleh pengadaan tanah
dan pemukiman kembali dalam kegiatan pembangunan jalan.

4. PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN


Dengan menerapkan pertimbangan lingkungan sebagai upaya pengelolaan lingkungan
pada setiap tahapan kegiatan tersebut maka pembangunan bidang jalan telah menerapkan
prinsip dasar pembangunan jalan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan hidup.
Penerapan pertimbangan lingkungan dalam pembangunan bidang jalan yang berkelanjutan
dan berwawasan lingkungan dapat digambarkan dalam Gambar 4.1.

12
PEDOMAN PERENCANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Gambar 4. 1 Pembangunan Jalan yang Berkelanjutan dan Berwawasan


Lingkungan Hidup dalam Siklus Poyek

Dari Gambar 4.1 dapat dilihat tahap perencanaan merupakan awal rencana
pembangunan jalan yang kegiatannya meliputi perencanaan umum, perencanaan teknis
awal, perencanaan teknis akhir, dan pengadaan tanah.

4.1 Perencanaan Umum


Perencanaan umum jaringan jalan adalah kumpulan rencana ruas-ruas jalan beserta
besaran pencapaian sasaran kinerja pelayanan jalan tertentu untuk jangka panjang dan
jangka menengah. Rencana Pembangunan jaringan jalan disusun berdasarkan rencana
pembangunan nasional, dan rencana tata ruang. Dalam perencanaan umum jaringan jalan
perlu memperhatikan aspek lingkungan hidup, di antaranya dengan cara menghindari

13
PEDOMAN PERENCANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

daerah-daerah yang dianggap sensitif berupa kawasan lindung dan kawasan tertentu yang
tergolong sensitif mengalami perubahan atau dampak lingkungan. Di samping itu dalam
pemilihan rute jalan atau koridor jalan perlu memperhatikan dan menyesuaikan dengan tata
ruang wilayah (RTRW) nasional/provinsi/kabupaten/kota yang telah ditetapkan.
Kesesuaian dengan Tata Ruang Wilayah merupakan suatu kewajiban dalam
merencanakan suatu kegiatan. Hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 27
Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan Pasal 4 Ayat 2 yaitu; “Lokasi rencana Usaha dan/atau
Kegiatan sebagaimana dimaksud wajib sesuai dengan rencana tata ruang.”
Penyusunan perencanaan umum jaringan jalan menghasilkan Rencana
Pembangunan jaringan jalan yang menggambarkan wujud jaringan jalan sebagai satu
kesatuan sistem jaringan. Rencana Pembangunan jaringan jalan sebagaimana dimaksud
adalah kumpulan rencana ruas-ruas jalan beserta besaran pencapaian sasaran kinerja
pelayanan jalan tertentu untuk jangka waktu tertentu.
Rencana Pembangunan jaringan jalan sebagaimana dimaksud pada Pasal 70 ayat (1)
Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan, meliputi Rencana Pembangunan
jangka panjang dan Rencana Pembangunan jangka menengah.

4.1.1 Perencanaan Tata Ruang


Perencanaan tata ruang mencakup ruang darat, ruang laut, ruang udara dan ruang
di dalam bumi. Sistem jaringan jalan disusun mengacu kepada rencana tata ruang wilayah
dan memperhatikan keterhubungan antar kawasan. Rencana tata ruang yang menjadi
acuan adalah Rencana Pembangunan dan rencana rinci tata ruang yang meliputi:
1. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional yang selanjutnya disebut RTRWN adalah arahan
kebijakan dan strategi pemanfaatan ruang wilayah negara.
Prosedur penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional meliputi:
a. proses penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional;
b. pelibatan peran masyarakat di tingkat nasional dalam penyusunan Rencana Tata
Ruang Wilayah Nasional; dan
c. pembahasan rancangan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional oleh pemangku
kepentingan di tingkat nasional.
Proses penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dilakukan melalui beberapa
tahapan, yakni:
a. Persiapan penyusunan yang meliputi penyusunan kerangka acuan kerja, penetapan
metodologi yang digunakan, dan penganggaran kegiatan penyusunan Rencana Tata
Ruang Wilayah Nasional.
14
PEDOMAN PERENCANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

b. Pengumpulan data yang meliputi data wilayah administrasi, data fisiografis, data
kependudukan, data ekonomi dan keuangan, data ketersediaan prasarana dan sarana
dasar, data penggunaan lahan, data peruntukan ruang, data daerah rawan bencana,
dan peta dasar rupa bumi dan peta tematik yang dibutuhkan termasuk peta
penggunaan lahan, peta peruntukan ruang, dan peta daerah rawan bencana pada
skala peta minimal 1:1.000.000.
c. Pengolahan data dan analisis paling sedikit meliputi, teknik analisis permasalahan
regional dan global, teknik penentuan daya dukung dan daya tampung lingkungan
melalui kajian lingkungan hidup strategis, teknik analisis keterkaitan antarwilayah
pulau/kepulauan dan antarwilayah provinsi.
d. Perumusan konsepsi rencana paling sedikit harus memperhatikan Wawasan
Nusantara dan Ketahanan Nasional, perkembangan permasalahan regional dan global
serta hasil pengkajian implikasi penataan ruang nasional, upaya pemerataan
pembangunan dan pertumbuhan serta stabilitas ekonomi, keselarasan aspirasi
pembangunan nasional dan pembangunan daerah, daya dukung dan daya tampung
lingkungan hidup, rencana pembangunan jangka panjang nasional, rencana
pembangunan jangka menengah nasional, rencana tata ruang pulau/kepulauan,
rencana tata ruang kawasan strategis nasional, dan rencana tata ruang wilayah
provinsi dan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota.
e. Penyusunan rancangan peraturan pemerintah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
f. Prosedur penetapan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

2. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi


Prosedur penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi meliputi:
a. proses penyusunan rencana tata ruang wilayah provinsi;
b. pelibatan peran masyarakat di tingkat provinsi dalam penyusunan rencana tata
ruang wilayah provinsi; dan
c. pembahasan rancangan rencana tata ruang wilayah provinsi oleh pemangku
kepentingan di tingkat provinsi.
Proses penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dilakukan melalui tahapan:
a. Persiapan penyusunan meliputi, penyusunan kerangka acuan kerja, metodologi yang
digunakan, dan penganggaran kegiatan penyusunan rencana tata ruang wilayah
provinsi.
15
PEDOMAN PERENCANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

b. Pengumpulan data paling sedikit meliputi, data wilayah administrasi, data fisiografis,
data kependudukan, data ekonomi dan keuangan, data ketersediaan prasarana dan
sarana dasar, data penggunaan lahan, data peruntukan ruang, data daerah rawan
bencana, peta dasar rupa bumi dan peta tematik yang dibutuhkan termasuk peta
penggunaan lahan, peta peruntukan ruang, dan peta daerah rawan bencana pada
skala peta minimal 1: 250.000.
c. Pengolahan data dan analisis paling sedikit meliputi, teknik penentuan daya dukung
dan daya tampung lingkungan hidup melalui kajian lingkungan hidup strategis,
teknik analisis keterkaitan antarwilayah provinsi, teknik analisis keterkaitan
antarwilayah kabupaten/kota dalam provinsi.
d. Perumusan konsepsi rencana paling sedikit harus:
1) mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, pedoman bidang
penataan ruang, dan rencana pembangunan jangka panjang daerah provinsi
yang bersangkutan.
2) memperhatikan: a) perkembangan permasalahan nasional dan hasil pengkajian
implikasi penataan ruang provinsi; b) upaya pemerataan pembangunan dan
pertumbuhan ekonomi provinsi; c) keselarasan aspirasi pembangunan provinsi
dan pembangunan kabupaten/kota; d) daya dukung dan daya tampung
lingkungan hidup; e) rencana tata ruang wilayah provinsi yang berbatasan; f)
rencana tata ruang kawasan strategis provinsi; dan g) rencana tata ruang
wilayah kabupaten/kota.
3) merumuskan: a) tujuan, kebijakan, dan strategi pengembangan wilayah provinsi;
dan b) konsep pengembangan wilayah provinsi.
e. Penyusunan rancangan peraturan daerah provinsi tentang rencana tata ruang
wilayah provinsi yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

Prosedur penetapan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi meliputi:


a. Pengajuan rancangan peraturan daerah provinsi tentang rencana tata ruang wilayah
provinsi dari gubernur kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi;
b. Penyampaian rancangan peraturan daerah provinsi tentang rencana tata ruang
wilayah provinsi kepada Menteri untuk memperoleh persetujuan substansi;
c. Persetujuan bersama rancangan peraturan daerah provinsi tentang rencana tata
ruang wilayah provinsi antara gubernur dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
provinsi yang didasarkan pada persetujuan substansi dari Menteri;

16
PEDOMAN PERENCANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

d. Penyampaian rancangan peraturan daerah provinsi tentang rencana tata ruang


wilayah provinsi kepada Menteri Dalam Negeri untuk dievaluasi;
e. Penetapan rancangan peraturan daerah provinsi tentang rencana tata ruang wilayah
provinsi oleh gubernur.
Penetapan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Provinsi dilakukan apabila peruntukan ruang wilayah provinsi secara keseluruhan telah
memperoleh persetujuan.
Dalam hal terdapat bagian kawasan hutan dalam wilayah provinsi yang belum
memperoleh persetujuan peruntukan ruangnya, terhadap bagian kawasan hutan tersebut
mengacu pada ketentuan peruntukan kawasan hutan berdasarkan rencana tata ruang
wilayah provinsi sebelumnya. Bagian kawasan hutan dalam wilayah provinsi yang belum
memperoleh persetujuan peruntukan ruangnya diintegrasikan ke dalam rencana tata ruang
wilayah provinsi yang akan ditetapkan dengan mengacu pada ketentuan peruntukan dan
fungsi kawasan hutan serta penggunaan kawasan hutan berdasarkan rencana tata ruang
wilayah provinsi sebelumnya.
Perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan serta penggunaan kawasan hutan
berlaku ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kehutanan, selanjutnya
diintegrasikan dalam perubahan rencana tata ruang wilayah. Perubahan peruntukan dan
fungsi kawasan hutan serta penggunaan kawasan hutan dapat dilaksanakan sebelum
ditetapkan perubahan rencana tata ruang wilayah.

3. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten


Penyusunan rencana tata ruang wilayah kabupaten mengacu pada Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional, Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, pedoman dan petunjuk
pelaksanaan bidang penataan ruang, dan rencana pembangunan jangka panjang daerah.
Penyusunan rencana tata ruang wilayah kabupaten harus memperhatikan perkembangan
permasalahan provinsi dan hasil pengkajian implikasi penataan ruang kabupaten,
keselarasan aspirasi pembangunan kabupaten, daya dukung dan daya tampung lingkungan
hidup, rencana pembangunan jangka panjang daerah, rencana tata ruang wilayah
kabupaten yang berbatasan, dan rencana tata ruang kawasan strategis kabupaten.
Rencana tata ruang wilayah kabupaten memuat:
a. Tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah kabupaten;
b. Rencana struktur ruang wilayah kabupaten yang meliputi sistem perkotaan di
wilayahnya yang terkait dengan kawasan perdesaan dan sistem jaringan prasarana
wilayah kabupaten;

17
PEDOMAN PERENCANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

c. Rencana pola ruang wilayah kabupaten yang meliputi kawasan lindung kabupaten
dan kawasan budi daya kabupaten;
d. Penetapan kawasan strategis kabupaten;
e. Arahan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten yang berisi indikasi program utama
jangka menengah lima tahunan;
f. Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten yang berisi
ketentuan umum peraturan zonasi, ketentuan perizinan, ketentuan insentif dan
disinsentif, serta arahan sanksi.

4. Rencana Tata Ruang Wilayah Kota


Penyusunan rencana tata ruang wilayah kota mengacu pada Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional, Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, pedoman dan petunjuk
pelaksanaan bidang penataan ruang, dan rencana pembangunan jangka panjang daerah.
Penyusunan rencana tata ruang wilayah kota harus memperhatikan perkembangan
permasalahan provinsi dan hasil pengkajian implikasi penataan ruang kota, keselarasan
aspirasi pembangunan kota, daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup, rencana
pembangunan jangka panjang daerah, rencana tata ruang wilayah kota yang berbatasan,
dan rencana tata ruang kawasan strategis kota.
Rencana tata ruang wilayah kota memuat:
a. Tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah kota;
b. Rencana struktur ruang wilayah kota yang meliputi sistem perkotaan di wilayahnya
yang terkait dengan kawasan perkotaan dan sistem jaringan prasarana wilayah kota;
c. Rencana pola ruang wilayah kota yang meliputi kawasan lindung kota dan kawasan
budi daya kota;
d. Penetapan kawasan strategis kota;
e. Arahan pemanfaatan ruang wilayah kota yang berisi indikasi program utama jangka
menengah lima tahunan;
f. Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kota yang berisi ketentuan
umum peraturan zonasi, ketentuan perizinan, ketentuan insentif dan disinsentif,
serta arahan sanksi.
g. Rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau;
h. Rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka nonhijau;
i. Rencana penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana jaringan pejalan kaki,
angkutan umum, kegiatan sektor informal, dan ruang evakuasi bencana, yang
dibutuhkan untuk menjalankan fungsi wilayah kota sebagai pusat pelayanan sosial
ekonomi dan pusat pertumbuhan wilayah.
18
PEDOMAN PERENCANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Masing-masing strata tata ruang tersebut diatas penyusunannya harus disesuaikan dengan
Kajian Lingkungan Hidup Starategis Nasional, Provinsi, Kabupaten/Kota.

Dalam rencana tata ruang memuat rencana struktur ruang dan rencana pola ruang.
Struktur ruang meliputi rencana sistem pusat permukiman dan rencana sistem jaringan
prasarana sedangkan rencana pola ruang meliputi peruntukan kawasan lindung dan
kawasan budidaya.

Bila suatu rencana jaringan jalan akan memanfaatkan atau melalui struktur atau pola
ruang suatu wilayah, maka harus mematuhi ketentuan sesuai peraturan perundangan
(Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang) antara lain yaitu:

a. Mentaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan;


b. Memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari pejabat yang
berwenang;
c. Mentaati ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang; dan
d. Memberikan akses terhadap kawasan yang dinyatakan sebagai milik umum.

Perlunya memperhatikan rencana tata ruang dalam menyusun Rencana Pembangunan


sistem jaringan jalan dimaksudkan untuk:

a. Terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan hidup;


b. Terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya
buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan
c. Terwujudnya perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap
lingkungan hidup.

5. Rencana Tata Ruang wilayah Pulau/Kepualauan


Rencana tata ruang pulau/kepulauan merupakan rencana rinci dari Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional. Pulau/kepulauan yang dimaksud meliputi pulau-pulau besar yakni Pulau
Sumatera, Pulau Jawa-Bali, Pulau Kalimantan, Pulau Sulawesi dan Pulau Papua, serta
gugusan kepulauan yang memiliki satu kesatuan ekosistem meliputi gugusan Kepulauan
Maluku dan gugusan Kepulauan Nusa Tenggara.
Penyusunan tata ruang pulau/kepulauan dengan melibatkan peran masyarakat secara
regional pulau/kepulauan kemudian pembahasan rancangan melibatkan pemangku
kepentingan di tingkat regional pulau/kepulauan. Proses rencana penyusunan rencana tata
ruang pulau/kepulauan dilakukan melalui tahapan:
a. Persiapan penyusunan meliputi:
1) Penyusunan kerangka acuan kerja;

19
PEDOMAN PERENCANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

2) Metodologi yang digunakan; dan


3) Penganggaran kegiatan penyusunan rencana tata ruang pulau/kepulauan.
b. Pengumpulan data, paling seditkit meliputi:
1) Data wilayah administrasi;
2) Data fisiografis;
3) Data kependudukan;
4) Data ekonomi dan keuangan;
5) Data ketersediaan prasarana dan sarana dasar;
6) Data penggunaan lahan;
7) Data peruntukan ruang; dan
8) Peta dasar rupa bumi dan peta tematik yang dibutuhkan.
c. Pengolahan data dan analisis, paling sedikit meliputi:
1) Teknik analisis bioekoregion;
2) Teknik penentuan daya dukung dan daya tampung lingkungan melalui kajian
lingkungan hidup strategis; dan
3) Teknik analisis keterkaitan antarwilayah provinsi.
d. Perumusan konsepsi rencana, paling sedikit meliputi:
1) Mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional serta pedoman dan
petunjuk pelaksanaan bidang penataan ruang
2) Memperhatikan rencana tata ruang wilayah provinsi yang menjadi bagian dari
pulau/kepulauan, rencana pembangunan jangka panjang nasional, rencana
pembangunan jangka menengah nasional, rencana pembangunan jangka
panjang provinsi dan rencana pembangunan jangka menengah provinsi yang
menjadi bagian pulau/kepulauan.
3) Merumuskan tujuan, kebijakan dan strategis pengembangan pulau/kepulauan
sebagai alat koordinasi pengembangan wilayah provinsi di pulau/kepulauan yang
bersangkutan.
e. Penyusunan rancangan Peraturan Presiden tentang rencana tata ruang
pulau/kepulauan yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

4.1.2 Rencana Pembangunan Jangka Panjang


Mengacu pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2004 tentang
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, rencana pembangunan jangka panjang

20
PEDOMAN PERENCANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

disusun untuk periode 20 (dua puluh) tahun dengan memperhatikan masukan dari
masyarakat melalui konsultasi publik. Evaluasi Rencana pembangunan jangka panjang
dilakukan paling lama setiap 5 (lima) tahun.
Rencana pembangunan jangka panjang terdiri dari:
a. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Jaringan Jalan Nasional
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Jaringan Jalan Nasional disusun berdasarkan
pada rencana pembangunan nasional jangka panjang, rencana tata ruang wilayah
nasional, dan Rencana Pembangunan jaringan transportasi jalan serta berdasarkan
pedoman yang ditetapkan oleh Menteri.
b. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Jaringan Jalan Provinsi
Rencana Pembangunan jangka panjang jaringan jalan provinsi disusun berdasarkan
pada rencana pembangunan provinsi jangka panjang, rencana tata ruang wilayah
provinsi, Rencana Pembangunan jaringan transportasi jalan, Rencana Pembangunan
jaringan transportasi jalan provinsi, Rencana Pembangunan jangka panjang jaringan
jalan nasional dan berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri. Rencana
Pembangunan jangka panjang jaringan jalan provinsi ditetapkan dengan Keputusan
Gubernur.
c. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Jaringan Jalan Kabupaten/Kota
Rencana Pembangunan jangka panjang jaringan jalan kabupaten/kota disusun
berdasarkan pada rencana pembangunan kabupaten/kota jangka panjang, rencana tata
ruang wilayah kabupaten/kota, Rencana Pembangunan jaringan transportasi jalan,
Rencana Pembangunan jaringan transportasi jalan nasional dan provinsi, serta
berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri. Rencana Pembangunan jangka
panjang jaringan jalan kabupaten/kota ditetapkan dengan Keputusan Bupati/Walikota.
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional dilaksanakan oleh menteri bidang
terkait sedangkan untuk Rencana Pembangungan Jangka Panjang Daerah dilaksanakan oleh
Kepala Bappeda, dengan melaksanakan berbagai tahap kegiatan yaitu:
a. Penyiapan rancangan awal rencana pembangunan;
b. Musyawarah perencanaan pembangunan;
c. Penyusunan rancangan akhir rencana pembangunan;
d. Penetapan rancangan akhir (RPJP Nasional ditetapkan dengan Undang-undang, RPJP
Daerah ditetapkan dengan Perda).

4.1.3 Rencana Pembangunan Jangka Menengah

21
PEDOMAN PERENCANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Rencana Pembangunan Jangka Menengah disusun untuk periode 5 (lima) tahun dan
evaluasi Rencana Pembangunan jangka menengah dilakukan paling lama 3 (tiga) tahun.
Rencana Pembangunan jangka menengah jaringan jalan terdiri dari:
a. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
Rencana Pembangunan jangka menengah nasional disusun dengan memperhatikan
Rencana Pembangunan jangka panjang. Menteri bidang terkait melalui deputi yang
ditunjuk meyusun kajian pendahuluan yang kemudian disampaikan kepada Tim
Penyusun RPJMN guna menyusun konsep rancangan rencana pembangunan secara
teknokratik. Konsep tersebut dikembangkan untuk menjadi rancangan awal yang apabila
disetuji maka akan menjadi rancangan RPJMN. Rancangan RPJMN disempurnakan untuk
dapat menjadi rancangan akhir RPJMN melalui diadakannya Trilateral Meeting dan
Musrebang. RPJMN final ditetapkan oleh Menteri, dan menjadi landasan untuk
menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah. Penyesuaian RPJMD
dengan RPJMN dilakukan melalui Bilateral Meeting.
b. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Provinsi
Rencana Pembangunan jangka menengah provinsi disusun dengan memperhatikan
Rencana Pembangunan jangka menengah jaringan jalan nasional, Rencana
Pembangunan jangka panjang jaringan jalan provinsi, serta pedoman yang ditetapkan
oleh Menteri. Rencana Pembangunan jangka menengah jaringan jalan provinsi
ditetapkan dengan Keputusan Gubernur.
c. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten/Kota
Rencana Pembangunan jangka menengah kabupaten/kota disusun dengan
memperhatikan rencana jangka menengah nasional, Rencana Pembangunan jangka
menengah provinsi, dan Rencana Pembangunan jangka panjang kabupaten/kota, serta
pedoman yang ditetapkan oleh Menteri. Rencana Pembangunan jangka menengah
jaringan jalan kabupaten/kota ditetapkan dengan keputusan bupati/walikota.

4.1.4 Rencana Strategis (Renstra)


Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional Republik Indonesia mengamanatkan agar Perencanaan Pembangunan Nasional
disusun secara sistematis, terarah, terpadu, menyeluruh dan tanggap terhadap perubahan.
Didukung pula oleh Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara
mengamanatkan bahwa Keuangan Negara harus dikelola secara tertib, taat pada peraturan
perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan dan bertanggung jawab dengan
memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. Berdasarkan perundang-undangan tersebut,
maka suatu proses perencanaan, penyiapan program dan penyusunan anggaran yang
22
PEDOMAN PERENCANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

dikelola secara sistematis dan dapat dipertanggungjawabkan menjadi prasyarat keberhasilan


pelaksanaan tugas Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Rencana Strategis (Renstra) Kementerian disusun dengan mengacu pada Rencana
Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional yang merupakan dokumen perencanaan
nasional untuk periode 5 (lima) tahun dan melaksanakan amanat Undang-Undang Nomor 25
Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Renstra Kementerian
digunakan sebagai acuan dalam perencanaan pembangunan dan dilaksanakan oleh seluruh
unit organisasi di lingkungan Kementerian terkait baik tingkat Pusat maupun Daerah.
Dalam rangka penjabaran Renstra Kementerian sebagai acuan perencanaan dan
penganggaran (indikasi pendanaan) sesuai tugas dan fungsi Kementerian terkait untuk
pembangunan di Indonesia dalam periode 5 (lima) tahun.
Konsultasi Regional adalah forum koordinasi dan sinkronisasi program tahunan sebagai
salah satu tahapan penyiapan program yang diselenggarakan guna mensinergikan sumber
daya pembangunan Bidang terkait yang dimiliki Kementerian dan Pemerintah Daerah.
Namun sebelum Konreg Nasional, perlu dilaksanakan Pra Konreg yang merupakan tahapan
untuk melakukan konsolidasi program tahun berikutnya antara Direktorat Jenderal dengan
Pemerintah Daerah melalui Dinas Bidang terkait termasuk sinkronisasi antar sektor sehingga
dari hasil diadakannya Konsultasi Regional akan didapatkan program prioritas yang
merupakan bentuk penajaman dari hasil Pra Konreg dilengkapi pula dengan perencanaan
anggaran.
Program prioritas Kementerian PUPR di sektor Kebinamargaan sesuai dengan visi
Direktorat Jenderal Bina Marga yakni mampu menyediakan jaringan jalan yang yang andal,
terpadu dan berkelanjutan serta mampu mendukung pertumbuhan ekonomi dan
kesejahteraan sosial demi tercapainya Indonesia yang aman, adil dan demokratis serta lebih
sejahtera melalui pengaturan, pembinaan, pembangunan, pengusahaan dan pengawasan
yang meliputi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dalam melaksanakan penyelenggaraan jalan, tidak terlepas dari tuntutan pelestarian
lingkungan hidup. Berbagai kebijakan pemerintah dan pedoman di bidang kebinamargaan
dan lingkungan hidup serta kebijakan sektor terkait menjadi acuan kerja dan rambu-rambu
serta kekuatan hukum dalam mendukung pelaksanaan pembangunan bidang jalan demi
tercapainya azas pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan hidup.
Prinsip dasar kebijakan tersebut adalah menerapkan pertimbangan lingkungan hidup
dalam siklus pembangunan bidang jalan (siklus kegiatan) pada setiap tahap kegiatan mulai
dari perencanaan, pelaksanaan konstruksi, pengoperasian dan pemeliharaan jalan serta
evaluasi pembangunan jalan.

23
PEDOMAN PERENCANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

4.2 Perencanaan Teknis Awal


Sesuai dengan Peraturan Menteri PU Nomor: 19/PRT/M/2011 tentang Persyaratan
Teknis Jalan dan Kriteria Perencanaan Teknis Jalan Pasal 44, perencanaan teknis awal
meliputi:
a. Perencanaan beberapa alternatif alinyemen jalan yang akan dibangun; dan
b. Pertimbangan teknis, ekonomis, lingkungan, dan keselamatan yang melatarbelakangi
konsep perencanaan.
Dengan demikian kegiatan pada tahap perencanaan teknis awal meliputi Pra Studi
Kelayakan/Studi Kelayakan, Penyaringan Dokumen Lingkungan Hidup, dan Penyusunan
Dokumen Lingkungan dan Izin Lingkungan, serta perizinan lain yang dibutuhkan. Untuk
menjadi perhatian pada saat melakukan Pra Studi Kelayakan dan/atau Studi Kelayakan
adalah diperlukannya suatu sub kegiatan pertimbangan lingkungan hidup untuk rencana
trase jalan terpilih, sehingga menghasilkan suatu identifikasi/penyaringan awal terhadap
kebutuhan/kelengkapan dokumen lingkungan hidup (Amdal/UKL-UPL) beserta perizinan
lainnya (seperti: izin pinjam pakai kawasan hutan dan/atau perjanjian kerjasama) yang
diperlukan.
Penyaringan (penapisan) lingkungan adalah proses selanjutnya, yaitu proses untuk
menentukan apakah suatu rencana kegiatan wajib menyusun Amdal atau UKL-UPL.
Mengingat jenis dan besaran dampak yang ditimbulkannya, untuk kegiatan di bidang
infrastruktur jalan jenis dokumen lingkungan yang seharusnya disusun adalah Amdal atau
UKL-UPL.
Hasil Studi Kelayakan ditindaklanjuti dengan penyusunan dokumen lingkungan hidup
dan pemrosesan izin lainnya. Dokumen lingkungan hidup merupakan salah satu
persyaratan yang wajib dimiliki sebelum pelaksanaan konstruksi dilaksanakan. Sehingga
pada saat pengajuan anggaran untuk kegiatan konstruksi, dokumen lingkungan hidup harus
sudah tersedia sebagai pemenuhan Readiness Criteria. Selain itu, proses pengadaan tanah
ataupun perizinan lain yang diperlukan sudah harus dipertimbangkan penyelesaiannya.
Salah satu contoh perizinan yang perlu diproses adalah izin penggunaan kawasan
hutan yakni berupa Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) atau Perjanjian Kerjasama
(PKS). Dalam proses izin penggunaan kawasan hutan diperlukan informasi letak/lokasi/trase
jalan yang melintasi kawasan hutan. Oleh karena itu, lokasi trase jalan ini dalam setiap
tahap kegiatan baik pada tahap penyusunan dokumen lingkungan hidup, pengurusan izin
pinjam pakai kawasan hutan atau perjanjian kerjasama, pengadaan tanah, dan penyusunan
DED harus sesuai dan tetap dapat menunjang satu sama lain.

4.2.1 Pra Studi Kelayakan dan/atau Studi Kelayakan


24
PEDOMAN PERENCANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Kegiatan pra studi kelayakan adalah kajian yang dilakukan untuk menilai kelayakan
proyek infrastruktur dengan mempertimbangkan sekurang-kurangnya aspek hukum, teknis,
ekonomi, keuangan, pengelolaan risiko, lingkungan dan sosial. Pra studi kelayakan
merupakan kegiatan yang meliputi penentuan koridor jalan, alternatif rute jalan (alinyemen)
termasuk menganalisis kelayakan (sementara) tiap alternatif koridor tersebut. Kegiatan pra
studi kelayakan diharapkan menghasilkan rekomendasi tentang formulasi kebijakan dan
identifikasi alternatif solusi yang dibutuhkan sebagai dasar pembuatan studi kelayakan. Pra
studi kelayakan hanya diterapkan pada proyek pembangunan jaringan jalan yang
menggunakan teknologi tinggi pada tahap konstruksi dengan nilai anggaran proyek senilai
>100 Milyar. Dalam hal pengumpulan data, pra studi kelayakan hanya membutuhkan data
sekunder (dapat berupa overlay rencana trase jalan dengan peta PIPPIB (Peta Indikatif
Penundaan Pemberian Izin Baru), peta kawasan hutan, lahan pertanian berkelanjutan dan
sebagainya yang berkaitan dengan kondisi lingkungan di lokasi rencana pembangunan jalan
dan data primer melalui survei langsung ke lokasi rencana pembangunan jalan. Ketentuan
teknis yang mengatur tingkat kedalaman aspek yang ditinjau dan dianalisis pada pra studi
kelayakan cukup hanya dengan melakukan survei pendahuluan (ground checking) di wilayah
studi.
Studi kelayakan untuk suatu rencana pembangunan jalan meliputi analisis kelayakan
teknis, tata ruang, sosial, dan ekonomi serta kelayakan lingkungan hidup. Dalam hal
pengumpulan data, pra studi kelayakan hanya membutuhkan baik data primer maupun data
sekunder. Ketentuan teknis yang mengatur tingkat kedalaman aspek yang ditinjau dan
dianalisis pada studi kelayakan memerlukan survei-survei dan analisis yang lebih detail di
wilayah studi.
Kelayakan lingkungan hidup dari suatu rencana pembangunan jalan dianalisis dalam
studi Amdal atau UKL-UPL sedangkan rekomendasi kelayakan lingkungan akan diusulkan
oleh Kepala Instansi yang bertanggung jawab dalam pengelolaan lingkungan hidup di
wilayah rencana pembangunan jalan. Keputusan kelayakan lingkungan hidup suatu rencana
pembangunan jalan akan diterbitkan oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup atau Kepala
Daerah (Gubernur, Bupati, Walikota) setelah dokumen Amdal dinilai oleh komisi penilai.

Kajian awal lingkungan harus dapat menentukan dan mengidentifikasi lingkup


permasalahan lingkungan terkait rencana alternatif pemilihan rute pembangunan jalan.
Laporan hasil kajian awal lingkungan tersebut merupakan bagian dari laporan pra studi
kelayakan rencana pembangunan jalan dan akan digunakan sebagai salah satu acuan dalam
menyusun kerangka acuan studi kelayakan rencana pembangunan jalan. Kajian awal
lingkungan dapat dilakukan berdasarkan data sekunder mengenai kondisi lingkungan di
25
PEDOMAN PERENCANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

lokasi rencana pembangunan jalan dan data primer melalui survei langsung ke lokasi
rencana pembangunan jalan.
Pra Studi Keyakan dan/atau Studi Kelayakan dilaksanakan tidak terlepas berdasarkan
aspek sebagai berikut:
1. Aspek teknis
a. Lalulintas
Prakiraan lalulintas secara umum mencakup analisis dari komponen sebagai berikut:
1) Lalulintas normal (normal traffic)
Lalulintas normal merupakan suatu keadaan dimana penggunaan jalan tanpa
memperhatikan apakah sedang ada proyek atau tidak. Metode prakiraan
pertumbuhan lalulintas normal pada umumnya berdasarkan pada sejarah
pertumbuhan lalulintas dan hubungan antara:
 Prediksi pertumbuhan penduduk dan lapangan kerja
 Prediksi pertumbuhan ekonomi
 Penjualan dan registrasi kendaraan
2) Lalulintas teralih (diverted traffic)
Lalulintas teralih apabila terdapat pengalihan lalulintas dari rute paralel atau dari
moda lainnya. Lalulintas teralih umumnya terjadi karena adanya pertimbangan rute
perjalanan tercepat dan/atau termurah.
3) Lalulintas terbangkit (generated traffic)
Lalulintas terbangkit merupakan munculnya potensi perjalanan lalulintas baru yang
diakibatkan adanya perbaikan prasarana karena alasan biaya, waktu perjalanan dan
aksesibilitas.
4) Lalulintas yang merubah tujuan
Lalulintas yang merubah tujuan terjadi karena adanya prasarana yang lebih baik,
namun tidak merubah maksud/tujuan perjalanan.
5) Lalulintas terpendam (suppressed traffic)
Lalulintas terpendam merupakan lalulintas lama yang terpendam kemudian timbul
kembali akibat tersedianya waktu, karena waktu perjalanannya berkurang.
Secara umum data lalulintas diperlukan untuk menetapkan dimensi geometri dari
jalan untuk mendesain konstruksi perkerasan, serta untuk menghitung biaya operasi
kendaraan total. Lalulintas harian rata-rata (LHR) dan klasifikasi jenis kendaraan
diperoleh berdasarakan data sekunder yang tersedia, atau diperkirakan dari hasil
pencacahan lalulintas terbatas.

26
PEDOMAN PERENCANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Pertumbuhan normal lalulintas masa depan dapat dicari dengan mengekstrapolasi


data LHR yang ada dari tahun-tahun sebelumnya. Prakiraan lalulintas masa depan
dapat juga diperoleh melalui asumsi bahwa pertumbuhan lalulintas berkaitan erat
dengan pertumbuhan ekonomi di wilayah studi.
b. Topografi
Peta topografi diperlukan dalam penentuan rute dan prakiraan biaya proyek, yang
berkaitan dengan kondisi eksisting, kemungkinan pembebasan lahan, realokasi
penduduk, kondisi topografi (datar, berbukit atau pegunungan), jenis bangunan
pelengkap, jembatan dan lain-lain. Peta yang digunakan untuk proses identifikasi dan
seleksi sejumlah alternatif pilihan pada tahap pra studi kelayakan berupa peta dasar
geologi dengan skala 1:100.000 dan peta topografi yang ada dengan skala 1:10.000.
Untuk rute jalan antar kota yang baru, penggunaan teknologi global positioning system
(GPS) dapat memudahkan proses penentuan alternatif rute.
c. Geometri
Kecepatan rencana dan kelas jalan ditetapkan berdasarkan pada peran dari jalan yang
akan ditijau, seperti yang telah diatur dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor
22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Lebar jalur dan jumlah lajur lalulintas ditetapkan untuk mencapai suatu tingkat kinerja
(level of performance) tertentu pada tahun rencana. Perhitungan tingkat kinerja
menggunakan metode seperti diatur dalam pedoman yang berlaku.
Jenis persimpangan jalan dan metode pengendaliannya ditetapkan sesuai dengan hirarki
jalan dan volume lalulintas yang melewatinya. Perhitungan didasarkan pada pedoman
perencanaan persimpangan yang berlaku.
Untuk volume lalulintas yang tinggi, pengendalian persimpangan dapat dilakukan dengan
alat pengendali lalulintas. Flyover, underpass dan persimpangan tidak sebidang lainnya
merupakan alternatif yang memerlukan biaya pembangunan tinggi.
Lampu lalulintas pada persimpangan jalan mengizinkan pergerakan kendaraan yang
diatur dengan tersedianya jarak waktu selama perkiraan lalulintas dan terpisah untuk
setiap kaki di simpang ruas jalan yang tersedia.
d. Geologi dan geoteknik
Daya dukung tanah dasar menentukan tebal dari konstruksi perkerasan jalan. Daya
dukung tanah ini dapat dinyatakan dalam nilai California Bearing Ratio (CBR), dimana
dapat diprakirakan dari data sekunder daerah sekitarnya. Bila tidak tersedia data
sekunder, nilai CBR dapat diprakirakan dari hasil tes Dynamic Cone Penetrometer (DCP)
di beberapa lokasi sepanjang alternatif koridor.

27
PEDOMAN PERENCANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Struktur geologis dan kekuatan/daya dukung tanah dasar mempengaruhi jenis pondasi
untuk jembatan, baik untuk kepala jembatan (abutment) maupun untuk pilar (pier).
Pondasi jembatan dapat berupa pondasi dangkal, pondasi langsung atau pondasi dalam
seperti tiang pancang atau tiang bor.
Daya dukung diprakirakan dari data sekunder, bila tidak terdapat data sekunder yang
mendukung, maka dapat dilakukan penyondiran pada satu lokasi.
e. Perkerasan jalan
Perkerasan jalan berfungsi untuk menerima dan menyebarkan beban lalulintas tanpa
menimbulkan kerusakan yang berarti pada konstruksi jalan itu sendiri. Perencanaan
perkerasan jalan ditentukan oleh berat dan volume lalulintas yang akan
menggunakan/melalui jalan tersebut selama umur rencana, terutama kendaraan berat.
Kerusakan lapisan perkerasan akan sangat tergantung pada beban sumbu kendaraan.
Karena beban sumbu yang menggunakan jalan bervariasi, maka beban sumbu kendaraan
tersebut dikonversikan pada beban sumbu standar/Equivalent Standard Axles (ESA).
Desain perkerasan jalan dimaksudkan untuk mendapatkan kombinasi dari lapis struktur
perkerasan yang ekonomis, selain itu juga diperlukan untuk pemilihan tipikal perkerasan
jalan yang sesuai dengan kondisi setempat, dan untuk memperkirakan besarnya biaya
proyek, yang disesuaikan dengan tipe proyek yang dipertimbangkan.
Jenis konstruksi perkerasan jalan terdiri atas:
1) Perkerasan lentur (flexible pavement)
2) Perkerasan keras (rigid pavement).
Tebal perkerasan jalan ditentukan mengikuti Standar Nasional Indonesia (SNI) atau
berdasarkan pedoman teknis yang berlaku. Perhitungan perencanaan tebal perkerasan
lentur dapat dilakukan dengan menggunakan metode analisis komponen.
f. Hidrologi dan drainase
Survei hidrologi dilakukan untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam
merencanakan jalan dan struktur jembatan. Data yang diperlukan selama survei antara
lain:
1) Pola curah hujan
2) Sungai/drainase alam
3) Daerah tadah hujan
4) Sejarah banjir, termasuk tanggal, volume banjir dan besar curah hujan tahunan
5) Daerah rawan banjir
6) Tata guna lahan dalam setiap daerah tangkapan hujan
7) Jaringan irigasi yang ada dalam setiap daerah tangkapan hujan

28
PEDOMAN PERENCANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

8) Pola pasang surut.


Data hujan dapat diperoleh dari rekaman stasiun pengamatan hujan. Data hujan yang
hilang atau tak terekam dapat diperkirakan dengan metode perkiraan. Hasil analisis
merupakan keterangan mengenai intensitas curah hujan.
Daerah aliran sungai merupakan daerah yang seluruh air hujannya akan mengalir melalui
permukaan menuju ke satu sungai tertentu, konstruksi jalan sebaiknya tidak
mengganggu aliran air tersebut.
g. Struktur jembatan
Struktur jembatan terdiri dari bangunan bagian bawah dan bangunan bagian atas.
Struktur jembatan antara lain dipakai untuk melintasi aliran air, jalur rel, ataupun jalur
jalan lain.
Struktur jembatan tidak harus memotong aliran air atau alur lainnya secara tegak lurus,
tetapi juga boleh secara serong (skew), baik ke kanan maupun ke kiri. Alinyemen jalan
yang lebih baik akan menghasilkan biaya operasi kendaraan dan waktu perjalanan yang
lebih kecil serta efisien, yang dapat mengimbangi tambahan biaya struktur jembatan
serong (skew).
Elevasi jembatan ditentukan oleh bentuk alinyemen memanjang dari geometri jalan dan
dari tinggi bagian atas muka air banjir rencana yang dihitung, serta kebutuhan ruang
bebas lalulintas yang ada di bawahnya.

2. Aspek tata ruang


Jalan dan lalulintas harus dapat diterima oleh lingkungan di sekitarnya, baik pada waktu
pengoperasian, maupun pada waktu pembangunan dan pemeliharaan, misalnya:
a. Alternatif rute tidak melalui daerah konservasi
b. Alternatif rute tidak menimbulkan dampak yang besar pada lingkungan sekitarnya
c. Dampak sosial dan pembebasan lahan perlu untuk diantisipasi
d. Identifikasi keperluan penyusunan Amdal dan UKL-UPL, serta menyiapkan kerangka
acuan kerja (KAK)
Penilaian atas kesesuaian lahan/tanah dan tata guna lahan/tanah, serta rencana
pengembangan wilayah, harus dapat dipenuhi dalam upaya menghasilkan rekomendasi dan
keputusan pembangunan jalan. Selain itu, berkaitan dengan pengadaan tanah yang tidak
dapat terlepas dari adanya pertimbangan kesesuaian dan tata guna lahan/tanah yang telah
diamanatkan dalam Rencana Pembangunan tata ruang (RUTR).
Peran dari jalan harus mendukung secara efisien tata guna lahan/tanah kawasan studi,
dimana:

29
PEDOMAN PERENCANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

a. Jalan merupakan bagian dari sistem jaringan jalan yang tersusun dalam suatu tingkatan
hirarki.
b. Sistem jaringan jalan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sistem transportasi di
wilayah studi.
c. Sistem jaringan jalan dan tata guna lahan/tanah dari wilayah studi membentuk satu
sistem transportasi dan tata guna lahan/tanah yang efisien.

3. Aspek sosial
a. Kependudukan
b. Penilaian penetapan prakiraan dampak penting kependudukan/sosial
c. Perubahan mata pencaharian
d. Pengaruh terhadap kekerabatan
e. Ganti kerugian dalam pengadaan tanah
f. Keamanan
g. Kesehatan masyarakat
h. Pendidikan
i. Cagar budaya dan peninggalan sejarah
j. Estetika visual
k. Perubahan pola interaksi.

4. Aspek ekonomi
a. Biaya-biaya proyek
1) Biaya pengadaan tanah
Lahan yang diperuntukkan bagi proyek jalan dan jembatan dibebaskan melalui
mekanisme yang sesuai dengan peraturan dan perundangan yang berlaku dengan
mempertimbangkan kriteria/faktor tata guna lahan/tanah dan kesesuaian
lahan/tanah.
2) Biaya administrasi dan sertifikasi
Besarnya biaya administrasi dan sertifikasi disesuaikan dengan kebutuhan, dan
wilayah studi, serta pertimbangan sumber pendanaan.
3) Biaya Perancangan
Biaya perancangan meliputi biaya studi dan penyiapan DED. Besar anggaran biaya
desain disesuaikan dengan kebutuhan dan wilayah studi, serta pertimbangan sumber
pendanaan.
4) Biaya konstruksi
Biaya konstruksi dapat meliputi, tetapi tidak terbatas pada hal-hal berikut:

30
PEDOMAN PERENCANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

 mobilisasi dan demobilisasi proyek;


 relokasi utilitas dan pelayanan yang ada;
 jalan dan jembatan sementara;
 pekerjaan drainase;
 pekerjaan tanah;
 pelebaran perkerasan dan bahu jalan;
 perkerasan berbutir dan beton semen;
 perkerasan aspal;
 struktur;
 pengendalian kondisi;
 pekerjaan harian;
 pekerjaan pemeliharaan rutin;
 perlengkapan jalan dan utilitas;
 biaya tak terduga.
5) Biaya supervisi
Kegiatan supervisi atau pengawasan pekerjaan adalah untuk pengendalian terhadap
mutu dan volume pekerjaan, dan alokasi dana pelaksanaan fisik. Besaran anggaran
biaya supervisi disesuaikan dengan kebutuhan dan lokasi pelaksanaan fisik, serta
pertimbangan sumber pendanaan.
6) Komponen bukan biaya proyek
Biaya-biaya berikut berhubungan langsung dengan proyek jalan dan jembatan, tetapi
tidak diperhitungkan sebagai komponen biaya dalam analisis ekonomi, yaitu:
 Biaya operasi kendaraan dari lalulintas berhubungan langsung dengan adanya
proyek.
 Biaya pemeliharaan jalan berhubungan langsung dengan lalulintas yang
membebani jalan.
 Nilai dari waktu perjalanan berhubungan langsung dengan penghematan waktu
perjalanan karena adanya proyek.
 Biaya kecelakaan lalulintas berhubungan langsung dengan laluiintas yang
melewati jalan. Penurunan biaya kecelakaan, yang menggambarkan peningkatan
dalam keselamatan, akibat adanya proyek diperhitungkan sebagai manfaat dari
proyek.
7) Nilai sisa konstruksi
Nilai sisa konstruksi yakni bila pada akhir periode studi pada tahap konstruksi masih
rnempunyai nilai sisa (salvage value) yang signifikan, karena memiliki masa rencana

31
PEDOMAN PERENCANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

yang lebih panjang. Agar perhitungan biaya konstruksi dapat dilakukan secara adil
terhadap alternatif lain, maka pada akhir periode studi perlu ditentukan umur sisa
serta nilai ekonomisnya dari konstruksi. Nilai sisa konstruksi ini menjadi biaya yang
negatif dalam perhitungan kelayakan ekonomi.
b. Manfaat proyek
1) Penghematan biaya operasi kendaraan
2) Penghematan nllai waktu perjalanan
3) Penghematan biaya kecelakaan
4) Reduksi perhitungan total penghematan biaya
5) Pengembangan ekonomi (producer surplus dan consumer surplus)
6) Penghematan dalam pemeliharaan jalan (maintenance benefit)

5. Aspek lingkungan hidup


a. Lingkungan biologi
Rencana pembangunan prasarana pada suatu lokasi harus memperhatikan kemungkinan
adanya vegetasi asli dan vegetasi langka yang dilindungi pada rencana lokasi
pembangunan ataupun wilayah pengaruhnya. Keberadaan vegetasi semacam ini dapat
menjadi kendala bagi kelanjutan pembangunan apabila diperkirakan akan timbul
gangguan dari dampak pembangunan terhadap kelangsungan keberadaan vegetasi
tersebut. Informasi mengenai keberadaan vegetasi asli atau langka tersebut biasanya
tersedia pada Balai Konservasi Sumber Daya Alam terdekat atau Dinas Kehutanan.
Selain keberadaan vegetasi langka dan vegetasi asli, rencana pembangunan prasarana
harus memperhitungkan dampak lain terhadap vegetasi, seperti terjadinya perubahan
kerapatan dan keragaman vegetasi. Konsultasi dengan ahli biologi dan konservasi
kehutanan sangat disarankan apabila dampak ini diperkirakan akan terjadi.
Pembangunan prasarana baru akan berpengaruh terhadap fauna yang ada di sekitar
lokasi pembangunan. Pelaksanaan pembangunan maupun operasional infrastruktur
dapat mengganggu habitat fauna tertentu karena jalan dapat menjadi pembatas
pergerakan binatang sehingga wilayah jelajah binatang tertentu berkurang. Selain itu,
jalan dapat membahayakan migrasi beberapa hewan melata ataupun burung-burung
yang mungkin akan mempengaruhi populasi hewan-hewan tersebut. Pemrakarsa
kegiatan harus melakukan identifikasi secara akurat terhadap keberadaan dan perilaku
hewan tersebut sehingga dapat memberikan rekomendasi bagi alternatif solusi yang
diusulkan dalam pembangunan prasarana transportasi.
b. Lingkungan fisika-kimia
 Tanah
32
PEDOMAN PERENCANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Penelitian terhadap tanah yang meliputi kesuburan tanah dan tata guna lahan, juga
harus dilakukan dalam rencana pembangunan prasarana baru. Hal ini bertujuan untuk
mengetahui sejauh mana perubahan struktur tanah terhadap pemanfaatan lahan di
sekitar lokasi pembangunan tersebut.
 Kualitas air
Air merupakan komponen lingkungan yang sangat penting bagi kehidupan. Adanya
perubahan terhadap kualitas air akan menimbulkan dampak negatif terhadap habitat
dan lingkungan di sekitarnya. Rencana pembangunan prasarana baru juga harus
memperhatikan kualitas air yang ada di sekitar lokais pembangunan, baik air
permukaan maupun air tanah, karena akan berpengaruh terhadap konstruksi dari jalan
yang akan dibangun tersebut.
 Polusi udara
Penilaian penetapan prakiraan dampak penting dan nilai ambang kualitas udara
mengacu pada Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 45
tahun 1997 tentang Indeks Standar Pencemar Udara, Keputusan Menteri Lingkungan
Hidup Republik Indonesia Nomor 35 tahun 1993 tentang Ambang Batas Emisi Gas
Buang Kendaraan Bermotor, dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik
Indonesia Nomor 05 tahun 2006 tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan
Bermotor Lama, serta Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 tahun 1999
tentang Baku Mutu Udara.
 Kebisingan dan vibrasi
Penilaian penetapan prakiraan dampak penting dan nilai ambang kebisingan mengacu
pada Pedoman Teknis Prediksi Kebisingan Akibat Lalulintas Nomor Pd. T-10-2004-B
dan Keputusan menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 48 tahun 1996
tentang Baku MUtu Kebisingan. Sedangkan untuk penilaian prakiraan dampak penting
dan nilai ambang getaran/vibrasi mengacu pada Keputusan Menteri Lingkungan Hidup
Republik Indonesia Nomor 49 tahun 1996 tentang Baku Tingkat Getaran.
Pedoman Teknis Studi Kelayakan dijelaskan secara rinci pada Prosedur Pemilihan Rute
Jalan.

4.2.2 Pemilihan Rute


Pemilihan alternatif rute (prefered route) tergantung pada berbagai faktor, meliputi
pertimbangan teknis, ekonomi, sosial, keselamatan, dan lingkungan serta indikator lainnya.
Faktor-faktor ini perlu dipertimbangkan dalam suatu urutan tahap perencanaan yang telah
baku, mulai dari tahap koridor perencanaan hingga pertimbangan-pertimbangan yang lebih

33
PEDOMAN PERENCANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

rinci terhadap berbagai faktor yang mempengaruhi pemilihan rute di tahap-tahap


selanjutnya dalam keseluruhan proses perencanaan. Tahap-tahap perencanaan meliputi:
• Penetapan koridor perencanaan;
• Penetapan koridor rute;
• Penetapan dan analisis alternatif-alternatif rute;
• Pemilihan alternatif yang masuk dalam pertimbangan (Shortlisted);
• Pemilihan rute terpilih;
• Penetapan alinyemen-alinyemen vertikal dan horisontal yang terpilih.
Pemilihan rute dilakukan dari sejak awal siklus proyek, yakni: tahap perencanaan
umum, tahap pra-studi kelayakan, dan tahap studi kelayakan. Pada tahap perencanaan
umum, hasil dari studi perencanaan dan peta-peta yang terkait dikaji untuk mengidentifikasi
alternatif rute.

Pada tahap pra-studi kelayakan dipertimbangkan alternatif rute secara rinci dan
ditentukan serta dinilai lebih cermat berdasarkan data yang tersedia maupun hasil survai
lapangan. Setelah dikaji diidentifikasi alternatif rute.
Aspek lingkungan yang perlu dikaji dalam menentukan alternatif alinyemen jalan
antara lain:
a. Tata ruang wilayah;
b. Daerah sensitif;
c. Keanekaragaman hayati (biodiversity);
d. Fungsi ekosistem;
e. Bentang lahan;
f. Pemilikan dan penguasaan lahan;
g. Konsultasi masyarakat;
h. Dan lain-lain.
Dalam tahap berikutnya, yakni tahap studi kelayakan (kelayakan teknis, ekonomi,
dan lingkungan) dari rute terpilih dievaluasi dan dibuatlah penyesuaian-penyesuaian akhir
terhadap lokasi alinyemen jalan. Dalam tahap ini, proses pemilihan rute hampir mendekati
penyelesaiannya. Namun, alinyemen vertikal dan horisontal dari rute yang dikehendaki
masih memerlukan penyempurnaan lebih lanjut dalam tahap perencanaan teknis ( design).

Pedoman pemilihan rute jalan dijelaskan secara rinci pada Prosedur Pemilihan Rute
Jalan. Dalam rangka memilih alternatif dan menentukan ruas-ruas jalan perlu dilakukan
kegiatan-kegiatan dalam beberapa tahapan yang mencakup antara lain pengumpulan data
dasar lokasi, survei, pemetaan, penilaian lingkungan dan sosial ekonomi dan analisis
lengkap alternatif-alternatif rute jalan. Alur pemilihan rute jalan disajikan pada Gambar 4.2
34
PEDOMAN PERENCANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

dan contoh penerapan pertimbangan lingkungan dalam perencanaan pemilihan rute jalan
disajikan pada Gambar 4.3.

35
PEDOMAN PERENCANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Gambar 4. 2 Bagan Alir Pemilihan Alternatif Rute

Peta RTRW RTRW Kabupaten

Daerah Sensitif Daerah Sensitif

Diantaranya : Diantaranya :

Alternatif Trase
Photo Udara
Jalan

Suaka Marga Satwa Lintasan Kereta Api

Hutan Lindung Permukiman


Alternatif Trase Jalan
Peta Topografi

Situs (Kuburan Keramat) Lintasan SUTET

Peta Rupa
Bumi
Mata Air dll.

Rute Alternatif Terpilih

Gambar Teknis ROW Plan

36
PEDOMAN PERENCANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Gambar 4. 3 Contoh Perencanaan Penentuan Trase Ruas Jalan yang


mempertimbangkan Aspek Lingkungan Hidup
Untuk memahami dampak lingkungan potensial akibat pembangunan atau peningkatan
jalan perlu pemahaman tentang kondisi lingkungan, rencana tata ruang wilayah khususnya
daerah sensitif. Tahap pemilihan trase jalan tergantung dari tersedianya basis data
(database) informasi yang komprehensif, meliputi kondisi topografi, enginering, sosial dan
lingkungan dalam wilayah di mana terdapat berbagai pilihan. Data yang dikumpulkan
mencakup peta, foto udara, citra satelit, hasil survei lapangan, laporan yang tersedia,
sumber yang berasal dari pemerintah lokal maupun regional, dll. Dalam seluruh tahapan
pemilihan trase jalan, selalu ada keterlibatan masyarakat guna melindungi kepentingan
masyarakat, memberdayakan masyarakat dalam pengambilan keputusan, serta menciptakan
kemitraan dalam hal mendapatkan dan menyampaikan informasi. Perlu dilakukan identifikasi
keberadaan Masyarakat Hukum Adat (MHA) dan/atau Komunitas Adat Terpencil (KAT) yang
berpotensi menerima dampak positif atau negatif dari pembangunan jalan atau jembatan.
Jika ditemukan keberadaan MHA dan/atau KAT maka perlu dilakukan studi Rencana Kerja
Penanganan Masyarakat Adat (RKPMA). Berdasarkan data yang telah dikumpulkan, maka
tahapan pemilihan trase dapat dilakukan, meliputi:
1) Penetapan koridor perencanaan, dimana tidak secara formal dipetakan terutama
untuk jalan-jalan perkotaan karena pengembangan kota itu sendiri yang menjadi
faktor penentu.
2) Penetapan koridor trase, umumnya tidak ditentukan secara formal. Namun, dalam
kasus-kasus di mana banyak terdapat kepentingan masyarakat, koridor trase ini harus
ditetapkan secara formal, guna menetapkan wilayah yang perlu dan yang tidak perlu
dievaluasi.
3) Pemilihan alternatif trase, yakni dengan mempertimbangkan pengembangan sejumlah
pilihan alternatif guna mencapai kapasitas jalan yang lebih baik dalam koridor trase.
4) Pemilihan alternatif trase pilihan yang masuk dalam pertimbangan, yakni dengan
mempertimbangkan 2-4 trase pilihan yang masuk dalam pertimbangan ( shortlisted).
Trase pilihan yang masuk dalam pertimbangan dapat meliputi pelebaran jalan serta
perbaikan alinyemen dan/atau pilihan konstruksi jalan baru.
5) Pemilihan trase terpilih, yakni dengan membandingkan semua alternatif berdasarkan
pertimbangan teknis, lalu-lintas kendaraan, lingkungan, dan ekonomi, dipilih suatu
trase yang dikehendaki, kemudian dievaluasi untuk menetapkan trase terpilih.
Penetapan alinyemen vertikal dan horisontal yang terpilih, Pemilihan alinyemen selalu
dilakukan melalui pertimbangan syarat-syarat alinyemen horisontal dan vertikal jalan dalam

37
PEDOMAN PERENCANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

pemilihan rute. Namun, penetapan alinyemen horisontal yang terpilih hanya dilakukan
ketika pemilihan trase terpilih diputuskan, kemudian alinyemen terpilih dituangkan dalam
DED (Detailed Engineering Design) atau dalam Tahap Pradesain.

4.2.3 Penyaringan Kategori Kegiatan Berdasarkan Potensial Dampak Sosial


1. Masyarakat Hukum Adat dan/atau Komunitas Adat Terpencil (MAH dan/atau
KAT)
Pengelola kegiatan akan melakukan identifikasi awal keberadaan MAH dan/atau
KAT di lokasi kegiatan proyek, sesuai dengan kriteria MAH dan/atau KAT.
Masyarakat Hukum Adat merupakan kelompok masyarakat yang secara turun
menurun bermukim di wilayah geografis tertentu karena adanya ikatan pada asal
usul leluhur, adanya hubungan yang kuat dengan lingkungan hidup, serta adanya
system nilai yang menentukan pranata ekonomi, politik, sosial dan hukum.
Masyarakat Adat (MA) sering dikenal sebagai masyarakat “asli” atau juga disebut
sebagai Komunitas Adat Terpencil (KAT), yaitu kelompok masyarakat yang tinggal di suatu
kawasan tertentu, yang secara sosial dan budaya memiliki kekhususan dan kerentanan.
Definisi MA adalah sebagai berikut:
a. Mengidentifikasi diri sebagai bagian dari suatu kelompok budaya yang berbeda, dan
diakui oleh pihak lain
b. Memiliki keterikatan yang kuat dengan wilayah leluhur dan sumber daya alam di wilayah
tersebut
c. Memiliki kelembagaan budaya, ekonomi, sosial atau politik yang berbeda dengan
masyarakat umumnya
d. Memiliki Bahasa asli, yang seringkali berbeda dengan Bahasa nasional
Dalam penanganan KAT, diperlukan verifikasi keberadaan KAT untuk memastikan nama
dan lokasi KAT pada saat perencanaan umum disusun.
Tabel 4. 1 Kriteria Menentukan Instrumen Rencana Penanganan MA
KATEGORI DAMPAK INSTRUMEN
MHA dan/atau KAT
berpotensi terkena
I RKP-MA
dampak (baik positif
maupun negative)
MHA dan/atau KAT
sebagai penerima Tidak membutuhkan
II
manfaat utama dair suatu RKP-MA
kegiatan proyek

38
PEDOMAN PERENCANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Pengelola kegiatan akan melakukan identifikasi awal keberadaan KAT di lokasi kegiatan
proyek, sesuai dengan kriteria MA yang diuraikan di Prosedur Penyaringan Dokumen
Lingkungan Lingkungan, telah dilakukan penyaringan awal yang dapat dijadikan rujukan
untuk keberadaan KAT di lokasi kegiatan.

2. Penapisan/Penyaringan Jenis Studi Lingkungan Hidup

Kajian awal lingkungan yang dilakukan pada tahap ini adalan adalah penyaringan
jenis studi lingkungan (environmental screening) dan pelingkupan isu lingkungan yang perlu
dikaji dalam studi lingkungan. Secara rinci Prosedur Penyaringan Dokumen Lingkungan
dijelaskan pada Prosedur Penyaringan Dokumen Lingkungan Lingkungan.

Hasil kajian awal lingkungan dapat digunakan sebagai bahan dalam penyaringan
jenis studi lingkungan yang diperlukan oleh suatu rencana kegiatan pembangunan dan
selanjutnya dipakai sebagai bahan penyusunan kerangka acuan atau penyusunan UKL-UPL.

Tujuan dari penyaringan jenis studi lingkungan (environmental screening) untuk


menentukan jenis studi lingkungan yang diperlukan dalam suatu rencana pembangunan
jalan. Studi lingkungan dan/atau sosial yang umumnya dilaksanakan dalam kegiatan
pembangunan jalan adalah Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) atau Upaya
Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL) (jika
melewati masyarakat adat/fakir miskin atau membutuhkan pengadaan lahan di luar rumija).

Penentuan kegiatan jalan yang wajib dilengkapi dengan dokumen lingkungan


didasarkan atas beberapa pertimbangan sebagai berikut:

1. Berdasarkan atas telaah tata ruang yaitu RTRW Provinsi/Kabupaten/Kota, dikecualikan


jika telah terdapat RDTR, dimana sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun
2012 tentang Izin Lingkungan, pada Pasal 13 ayat (2) bahwa lokasi rencana usaha
dan/atau kegiatan berada pada kabupaten/kota yang telah memiliki rencana detail tata
ruang kabupaten/kota dan/atau rencana tata ruang kawasan strategis kabupaten/kota.

2. Berdasarkan telaah Peta Indikatif Penundaan Pemberian Izin Baru (PIPPIB) revisi XII,
dalam Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2017 tentang Penundaan
dan Penyempurnaan Tata Kelola Pemberian Izin Baru Hutan Alam Primer dan Lahan
Gambut, Presiden menginstruksikan kepada Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat untuk melakukan penundaan pembangunan atau konstruksi bangunan pada
areal penggunaan lain berdasarkan Peta Indikatif Penundaan Pemberian Izin Baru,
kecuali telah berkoordinasi dengan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, gubernur,

39
PEDOMAN PERENCANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

dan bupati/walikota sebelum berlakunya Instruksi Presiden tersebut. Penundaan izin


baru dikecualikan untuk:
a. Permohonan yang telah mendapat persetujuan prinsip dari Menteri Kehutanan sebelum
Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2011 tentang Penundaan
Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan
Gambut;
b. Pelaksanaan pembangunan nasional yang bersifat vital, yaitu panas bumi, minyak dan
gas bumi, ketenagalistrikan, dan lahan untuk program kedaulatan pangan nasional
antara lain padi, tebu, jagung, sagu, dan kedelai;
c. Perpanjangan izin pemanfaatan hutan dan/atau penggunaan kawasan hutan yang telah
ada sepanjang izin di bidang usahanya masih berlaku; dan
d. Restorasi ekosistem.

3. Berdasarkan jenis dan skala/besaran rencana kegiatan. Kriteria jenis dan skala/besaran
rencana kegiatan jalan yang wajib dilengkapi dengan Amdal mengacu pada Peraturan
Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2012 tentang
Jenis Rencana Kegiatan yang Wajib Memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
Hidup.

4. Berdasarkan sensitifitas lingkungan di lokasi alinyemen jalan dan sekitarnya. Kriteria


kegiatan pembangunan jalan yang wajib Amdal didasarkan juga atas sensitifitas
lingkungan di lokasi alinyemen jalan dan sekitarnyadengan mengacu pada Peraturan
Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2012 tentang
Jenis Rencana Kegiatan yang Wajib Memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
Hidup dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2011 tentang
Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam.

Penyaringan jenis studi lingkungan berdasarkan pertimbangan kriteria besar dan


pentingnya potensi dampak lingkungan yang ditimbulkan, dan peraturan tentang jenis
kegiatan yang wajib dilengkapi Amdal atau wajib dilengkapi UKL-UPL.

1. Kriteria tingkat pentingnya dampak berdasarkan:

a. Besarnya jumlah penduduk yang akan terkena dampak rencana usaha/kegiatan


b. Luas wilayah persebaran dampak
c. Intensitas dan lamanya dampak berlangsung
d. Banyaknya komponen lingkungan lain yang akan terkena dampak
e. Sifat kumulatif dampak
f. Berbalik atau tidak berbaliknya dampak
40
PEDOMAN PERENCANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

g. Kriteria lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi


h. Referensi internasional yang diterapkan oleh beberapa negara sebagai landasan
kebijakan tentang Amdal.
Bagi rencana kegiatan pembangunan jalan yang diperkirakan dapat menimbulkan dampak
besar dan penting terhadap lingkungan hidup, maka wajib dilengkapi dengan Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Amdal).
Bagi rencana kegiatan yang tidak termasuk kategori wajib Amdal, maka wajib melakukan
Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL).

2. Peraturan/Acuan dalam Menentukan Jenis Studi Lingkungan Hidup

Jenis kegiatan pembangunan bidang jalan yang wajib dilengkapi Amdal atau UKL-UPL,
mencakup:
a. Pembangunan jalan tol
b. Pembangunan dan/atau peningkatan jalan dengan pelebaran di luar RUMIJA
1) di kota besar/metropolitan
2) di kota sedang
3) di pedesaan
c. Pembangunan subway/underpass, terowongan/tunnel, jalan layang/flyover.
d. Pembangunan jembatan.

Acuan yang digunakan dalam penentuan jenis studi lingkungan untuk rencana
pembangunan jalan adalah:
a. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 05 Tahun 2012
tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Memiliki Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan Hidup. Kriteria jenis pembangunan jalan yang wajib dilengkapi
Amdal tampak pada Tabel 4.2. Proses Penapisan Rencana Usaha dan/atau Kegiatan
yang wajib dilengkapi Amdal atau UKL- UPL tampak pada Gambar 4.4. Proses
Penapisan Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib menyusun Dokumen DELH
atau DPLH tampak pada Gambar 4.5.
Tabel 4. 2 Jenis Rencana Pembangunan Jalan yang Wajib Dilengkapi dengan
Amdal
Skala/Bes
No Jenis Kegiatan Alasan Ilmiah Khusus
aran
1 Pembangunan dan/atau a. Luas wilayah kegiatan operasi
peningkatan jalan tol yang produksi berkorelasi dengan luas
membutuhkan pengadaan lahan di penyebaran dampak
luar rumija (ruang milik jalan) b. Memicu alih fungsi lahan
dengan skala/besaran panjang beririgrasi teknis menjadi lahan

41
PEDOMAN PERENCANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Skala/Bes
No Jenis Kegiatan Alasan Ilmiah Khusus
aran
(km) dan skala/besaran luas permukiman dan industri
pengadaan lahan (ha): c. Bangkitan lalu lintas, dampak
kebisingan getaran, emisi yang
tinggi, gangguan visual dan
dampak sosial
a. di kota metropolitan/besar
- Panjang jalan dengan luas lahan > 5 km
pengadaan lahan; atau dengan
pengadaan
lahan
> 10 ha

- Luas pengadaan lahan > 30 ha

b. di kota sedang a. Bangkitan lalu lintas, dampak


kebisingan getaran, emisi yang
tinggi, gangguan visual dan
dampak sosial
b. Alih fungsi lahan
- Panjang jalan dengan luas lahan > 5 km
pengadaan lahan; atau dengan
pengadaan
lahan
> 20 ha

- Luas pengadaan lahan > 30 ha

c. di pedesaan a. Bangkitan lalu lintas, dampak


kebisingan getaran, emisi yang
tinggi, gangguan visual dan
dampak sosial
b. Alih fungsi lahan
- Panjang jalan dengan luas lahan > 5 km
pengadaan lahan; atau dengan
pengadaan
lahan
> 30 ha

- Luas pengadaan lahan > 40 ha

2 Pembangunan dan/atau Bangkitan lalu lintas, dampak


peningkatan jalan dengan kebisingan, getaran, emisi yang
pelebaran yang membutuhkan tinggi, gangguan visual dan dampak
pengadaan lahan (di luar rumija): sosial
a. di kota metropolitan/besar
- Panjang jalan dengan luas lahan > 5 km
pengadaan lahan; atau dengan
pengadaan
lahan
> 20 ha

- Luas pengadaan lahan > 30 ha

42
PEDOMAN PERENCANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Skala/Bes
No Jenis Kegiatan Alasan Ilmiah Khusus
aran
b. di kota sedang
- Panjang jalan dengan luas lahan > 5 km
pengadaan lahan; atau dengan
pengadaan
lahan
> 30 ha

- Luas pengadaan lahan > 40 ha

c. di pedesaan
- Panjang jalan dengan luas > 5 km
lahan pengadaan lahan; atau dengan
pengadaan
lahan
> 40 ha

- Luas pengadaan lahan > 50 ha

3 a. Pembangunan Berpotensi menimbulkan dampak


subway/underpass, berupa perubahan kestabilan lahan
terowongan/tunnel, jalan (land subsidence), air tanah serta
layang/flyover, dengan panjang > 2 km gangguan berupa dampak terhadap
emisi, lalu lintas, kebisingan, getaran,
gangguan pandangan, gangguan
jaringan prasarana sosial (gas, listrik,
b. Pembangunan jembatan, air, minum, telekomunikasi) dan
dengan panjang > 500 m dampak sosial di sekitar kegiatan
tersebut
Sumber: Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 05 Tahun 2012
tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Memiliki Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup

Keterangan:
 Kota metropolitan : Jumlah penduduk > 1.000.000 jiwa;
 Kota besar : Jumlah penduduk 500.000 – 1.000.000 jiwa;
 Kota sedang : Jumlah penduduk 100.000 – 500.000 jiwa;
 Kota kecil : Jumlah penduduk 20.000 – 100.000 jiwa.

43
PEDOMAN PERENCANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Gambar 4. 4 Bagan Alir Penapisan Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Wajib


Memiliki Dokumen Amdal atau UKL-UPL
44
PEDOMAN PERENCANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

DELH atau DPLH wajib disusun oleh penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan
terhadap usaha dan/atau kegiatan yang memenuhi kriteria:
a. Telah memiliki izin usaha dan/atau kegiatan;
b. Telah melaksanakan usaha dan/atau kegiatan;
c. Lokasi usaha dan/atau kegiatan sesuai dengan rencana tata ruang; dan
Tidak memiliki dokumen lingkungan hidup atau memiliki dokumen lingkungan hidup tetapi
dokumen lingkungan hidup tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang –
undangan.

Gambar 4. 5 Bagan Alir Penapisan Rencana Usaha Dan/atau Kegiatan Wajib


Menyusun Dokumen DELH atau DPLH

45
PEDOMAN PERENCANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

c. Peraturan Daerah (provinsi, kabupaten, kota) tentang Jenis rencana usaha dan/atau
kegiatan yang wajib dilengkapi dengan Analisis Dampak Lingkungan Hidup. Seperti di
daerah Khusus Ibukota Jakarta, Gubernur DKI Jakarta telah mengeluarkan Keputusan
Gubernur DKI Jakarta nomor 2863 tahun 2001 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau
Kegiatan yang Wajib Dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.

b. Berkoordinasi dan berkonsultasi dengan instansi pemerintah pusat, pemerintah daerah


(provinsi, kabupaten, kota) yang berwenang dalam pengelolaan lingkungan hidup secara
langsung atau melalui surat yang ditujukan kepada kepala instansi yang bersangkutan.
Berkoordinasi dan berkonsultasi antara lain mengenai daerah-daerah yang dianggap
sensitif dan diperkirakan pekerjaan jalan pada daerah tersebut akan menimbulkan
dampak penting.
Daerah sensitif yang dimaksud dalam pedoman ini adalah daerah-daerah yang
mempunyai:
- Karakteristik rona lingkungan dan sosial budaya yang khas;
- Sangat potensial mengalami dampak negatif besar dan penting;
- Memerlukan penanganan dampak secara spesifik.

Daerah sensitif meliputi:


- Kawasan lindung sebagaimana tercantum dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia
Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan kawasan Lindung.
- Areal tertentu di luar Kawasan Lindung, seperti komunitas Rentan (Komunitas Adat
Terpencil/KAT dan kelompok miskin); daerah komersial; daerah pemukiman padat dan
lahan produktif.

Kawasan lindung berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 tahun


2007 tentang Penataan Ruang adalah:
a) Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahnya yaitu antara lain: kawasan
hutan lindung, kawasan bergambut, kawasan resapan air;
b) Kawasan perlindungan setempat yaitu antara lain: sempadan pantai, sempadan sungai,
kawasan sekitar danau/waduk, dan kawasan sekitar mata air;
c) Kawasan suaka alam dan cagar budaya yaitu antara lain: kawasan suaka alam, kawasan
suaka alam laut dan perairan lainnya, kawasan pantai, kawasan pantai berhutan bakau,
taman nasional, taman hutan raya, taman wisata alam, cagar alam, suaka margasatwa,
serta kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan.

46
PEDOMAN PERENCANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

d) Kawasan rawan bencana alam yaitu antara lain: kawasan rawan letusan gunung berapi,
kawasan rawan gempa bumi, kawasan rawan tanah longsor, kawasan rawan gelombang
pasang dan kawasan rawan banjir;
e) Kawasan lindung lainnya yaitu antara lain: taman buru, cagar biosfer, kawasan
perlindungan plasma nutfah, kawasan pengungsian satwa dan terumbu karang.

Atas dasar pertimbangan kesamaan karakteristik lingkungan biogeofisik dan sosial,


kesamaan dan kekhasan tujuan perlindungan/pengelolaan lingkungannya, maka daerah
sensitif dalam pedoman ini dikelompokan seperti yang tampak pada Tabel 4.3.

47
PEDOMAN PERENCANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Tabel 4. 3 Pengelompokkan Daerah Sensitif


Daerah Sensitif
Kawasan Komersial,
Daerah
Kawasan Rawan Permukiman dan Kawasan
Kawasan Hutan Di Luar Kawasan Hutan Komunitas Kawasan Khusus
Bencana Lahan Pertanian Pangan
Rentan
Berkelanjutan
1. Kawasan hutan 1. Kawasan bergambut 1. Letusan gunung 1. Komunitas 1. Kawasan komersial 1. Kawasan
konservasi 2. Kawasan resapan air berapi adat 2. Kawasan permukiman perbatasan
a. Kawasan suaka alam 3. Sempandan pantai 2. Gempa bumi 2. Kelompok fakir 3. Kawasan lahan pertanian negara
 Cagar alam 4. Sempadan sungai 3. Tanah longsor miskin pangan berkelanjutan (LP2B) 2. Kawasan
 Suaka margasatwa 5. Kawasan sekitar danau atau 4. Banjir perpotongan
b. Kawasan pelestarian waduk 5. Tsunami dengan jalur
alam 6. Suaka margasatwa laut kereta api
 Taman nasional 7. Cagar alam laut 3. Kawasan rumah
 Taman wisata alam 8. Kawasan pantai berhutan sakit
 Taman hutan raya bakau 4. Kawasan
c. Taman buru 9. Taman nasional laut sekolah
2. Kawasan hutan lindung 10. Taman wisata alam laut 5. Kawasan
3. Kawasan hutan produksi 11. Kawasan cagar budaya dan strategis
a. Hutan produksi tetap ilmu pengetahuan pariwisata
b. Hutan produksi 12. Kawasan cagar alam geologi
terbatas 13. Kawasan imbuhan air tanah
c. Hutan produksi 14. Sempadan mata air
dapat dikonversi 15. Kawasan perlindungan
plasma nutfah
16. Kawasan pengungsian satwa
17. Terumbu karang
18. Kawasan koridor bagi jenis
satwa atau biota laut yang
dilindungi
Sumber:
a. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung
b. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2012 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Memiliki
Amdal
c. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor 50 tahun 2016 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan

48
Pedoman Perencanaan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Definisi dan kriteria serta tujuan perlindungan atau pengelolaan tiap jenis/kelompok
daerah sensitif yang bersangkutan dapat dilihat pada Pedoman Pengelolaan
Lingkungan Hidup Bidang Jalan di Daerah Sensitif.
Dalam penentuan trase jalan harus disesuaikan dengan rencana tata ruang suatu
daerah, sehingga diharapkan akan meminimumkan alih fungsi lahan akibat rencana
pembangunan jalan. Karena dalam perencanaan tata ruang, suatu daerah ditetapkan
sebagai kawasan tertentu dengan fungsi dan tujuan tertentu dengan memperhatikan
keseimbangan dan keharmonisan lingkungan hidup. Dengan merubah fungsi peruntukan
suatu kawasan tertentu untuk jalan akan berpotensi menimbulkan dampak penting tidak
hanya dampak lingkungan tapi juga dampak lanjutannya terhadap aspek sosial dan ekonomi
masyarakat di sekitar kawasan tersebut.
Dalam perencanaan umum diupayakan mencegah dan menghindari rencana rute yang
melalui daerah sensitif yang potensial terkena dampak negatif penting. Dengan alat bantu
identifikasi berupa foto udara, peta tematik (rupa bumi, topografi, tata guna lahan, geologi,
hidrologi, kawasan hutan dan lain-lain), serta citra satelit, maka daerah sensitif dapat
diidentifikasi sedini mungkin. Hasil identifikasi disajikan dalam bentuk peta sebagai bahan
pertimbangan dalam pemilihan rencana rute jalan dan diupayakan tidak melalui daerah
sensitif. Pedoman teknis pemilihan rute jalan disajikan pada Prosedur Pemilihan Rute
Jalan.
Apabila pilihan koridor atau rute jalan harus melalui daerah yang dianggap sensitif,
maka perlu dilakukan pengelolaan lingkungan hidup dan koordinasi secara intensif dengan
institusi yang berwenang terhadap wilayah tersebut.
Definisi dan kriteria daerah sensitif dijelaskan pada uraian Tabel 4.4.
1) Instansi pemerintah pusat yang berwenang dalam pengelolaan lingkungan hidup
adalah Kementerian Negara Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
2) Instansi pemerintah daerah yang berwenang dalam pengelolaan lingkungan hidup di
antaranya Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (BAPEDALDA), Dinas
Lingkungan Hidup (DLH), Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD)
dan lain-lain.

Tabel 4. 4 Definisi dan Kriteria Daerah Sensitif


No Definisi dan Kriteria

1. Hutan Lindung: Kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan
system penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir,

49
Pedoman Perencanaan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

No Definisi dan Kriteria

mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah.
Sumber: UU Republik Indonesia Nomor 41/1999
3. Kawasan Resapan Air: Kawasan yang mempunyai kemampuan tinggi untuk
meresapkan air hujan sehingga merupakan tempat pengisian air bumi (akifer) yang
berguna sebagai sumber air.
Kriteria: Curah hujan yang tinggi, struktur tanah yang mudah meresapkan air dan
bentuk geomorfologi yang memapu meresapkan air hujan secara besar-besaran.
Sumber: Keppres Republik Indonesia Nomor 32/1990
4. Sempadan Pantai: Kawasan tertentu sepanjang pantai yang mempunyai manfaat
penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi pantai.
Kriteria: Daratan sepanjang tepian yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan
kondisi fisik pantai minimal 100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat.
Sumber: Keppres Republik Indonesia Nomor 32/1990
5. Sempadan Sungai: Kawasan sepanjang kiri kanan sungai, termasuk sungai
buatan/kanal/saluran irigasi primer, yang mempunyai manfaat penitng untuk
mempertahankan kelestarian fungsi sungai.
Kriteria:
a. Sekurang-kurangnya 100 meter di kiri kanan sungai besar dan 50 meter di kiri
kanan anak sungai yang berada di luar pemukiman.
b. Untuk sungai di kawasan pemukiman berupa daerah sepanjang sungai yang
diperkirakan cukup untuk dibangun jalan inspeksi (10-1 meter).
Sumber: Keppres Republik Indonesia Nomor 32/1990
6. Kawasan sekitar Danau/Waduk: Kawasan tertentu di sekeliling danau/waduk yang
mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi danau/waduk.
Kriteria: Daratan sepanjang tepian danau/waduk yang lebarnya proporsional dengan
bentuk dan kondisi fisik danau/waduk antara 50 – 100 m dari titik pasang tertinggi.
Sumber: Keppres Republik Indonesia Nomor 32/1990
7. Kawasan sekitar Mata Air: Kawasan sekeliling mata air yang mempunyai manfaat
penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi mata air.
Kriteria: Sekurang-kurangnya dengan jari-jari 200 meter di sekitar mata air.
Sumber: Keppres Republik Indonesia Nomor 32/1990
8. Cagar Alam: Kawasan suaka alam yang karena keadaan alamnya mempunyai
kekhasan tumbuhan, satwa, dan ekosistemnya atau ekosistem tertentu yang perlu

50
Pedoman Perencanaan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

No Definisi dan Kriteria

dilindungi perkembangannya secara alami.


Kriteria:
 Kawasan yang ditunjuk mempunyai keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa dan
tipe ekosistemnya;
 Mewakili formasi biota tertentu dan/atau unit-unit penyusun;
 Mempunyai kondisi alam, baik biota maupun fisiknya yang masih asli dan tidak atau
belum diganggu manusia;
 Mempunyai luas dan bentuk tertentu agar menunjang pengelolaan yang efektif
dengan daerah penyangga yang cukup luas;
 Mempunyai ciri khas dan dapat merupakan satu-satunya contoh di suatu daerah
serta keberadaannya memerlukan upaya konservasi.
Sumber: UU Republik Indonesia Nomor 5/1990, Keppres Republik Indonesia Nomor 32/1990
9. Suaka Margasatwa: Kawasan suaka alam yang mempunyai ciri khas berupa
keanekaragaman dan atau keunikan jenis satwa yang untuk kelangsungan hidupnya
dapat dilakukan pembinaan terhadap habitatnya.
Sumber: UU Republik Indonesia Nomor 5/1990
10. Taman Buru: Kawasan konservasi yang ditetapkan sebagai tempat wisata berburu.
Kriteria:
 Areal yang ditunjuk mempunyai luas yang cukup dan lapangannya tidak
membahayakan; dan/atau
 Kawasan yang terdapat satwa buru yang dikembangbiakkan sehingga
memungkinkan perburuan secara teratur dengan mengutamakan segi rekreasi, olah
raga dan kelestarian satwa.
Sumber: UU Republik Indonesia Nomor 41/1999
11. Daerah Pengungsian Satwa: Kawasan suaka alam yang merupakan tempat
berkembangbiaknya satwa yang sejak semula menghuni kawasan tersebut.
Kriteria:
 Merupakan wilayah kehidupan satwa yang sejak semula menghuni areal tersebut;
 Mempunyai luas tertentu yang memungkinkan berlangsungnya proses hidup dan
kehidupan serta berkembangbiaknya satwa tersebut.
Sumber: Keppres Republik Indonesia Nomor 32/1990
12. Suaka Alam Laut dan Perairan Lainnya: Daerah yang mewakili ekosistem khas di
lautan maupun perairan lainnya, yang merupakan habitat alami yang memberikan

51
Pedoman Perencanaan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

No Definisi dan Kriteria

tempat maupun perlindungan bagi perkembangan keanekaragaman tumbuhan dan


satwa yang ada.
Kriteria: Kawasan berupa perairan laut, perairan darat, wilayah pesisir, muara sungai,
gugusan karang dan atol yang mempunyai ciri khas berupa keanekaragaman dan atau
keunikan ekosistem.
Sumber: Keppres Republik Indonesia Nomor 32/1990
13. Kawasan Pantai Berhutan Bakau: Kawasan pesisir laut yang merupakan habitat
alami hutan bakau (mangrove) yang berfungsi memberi perlindungan kepada
perikehidupan pantai dan lautan.
Kriteria: Minimal 130 kali nilai rata-rata perbedaan air pasang tertinggi dan terendah
tahunan diukur dari garis air surut terendah ke arah darat.
Sumber : Keppres Republik Indonesia Nomor 32/1990
14. Taman Nasional: Kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola
dengan sistem Zonasi, yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan,
pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi.
Kriteria: Kawasan berhutan atau bervegetasi tetap, yang memiliki flora dan fauna yang
beraneka ragam, memiliki arsitektur bentang alam yang baik dan memiliki akses yang
baik untuk keperluan pariwisata (Keppres Nomor32/1990).
Sumber: UU Republik Indonesia Nomor 5/1990, Keppres Republik Indonesia Nomor 32/1990
15. Taman Hutan Raya: Kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan
dan/atau satwa alami atau buatan, jenis asli dan/atau bukan asli, yang dimanfaatkan
untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya,
pariwisata dan rekreasi.
Kriteria: Kawasan berhutan atau bervegetasi tetap, yang memiliki flora dan fauna yang
beranekaragam, memiliki arsitektur bentang alam yang baik dan memiliki aksen yang
baik untuk keperluan pariwisata.
Sumber: UU Republik Indonesia Nomor 5/1990, Keppres Republik Indonesia Nomor 32/1990
16. Taman Wisata Alam: Kawasan pelestarian alam di darat maupun di laut yang
terutama dimanfaatkan untuk pariwisata dan rekreasi alam.
Kriteria: Kawasan berhutan atau bervegetasi tetap, yang memiliki flora dan fauna yang
beraneka ragam, memiliki arsitektur bentang alam yang baik dan memiliki aksen yang
baik untuk keperluan pariwisata.
Sumber: UU Republik Indonesia Nomor 5/1990, Keppres Republik Indonesia Nomor 32/1990

52
Pedoman Perencanaan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

No Definisi dan Kriteria

17. Cagar Budaya dan Bangunan-Bangunan Monumental, Tradisional dan


Keagamaan: Kawasan dimana lokasi bangunan-bangunan hasil budaya manusia yang
bernilai tinggi dan monumental serta bentukan geologi alami yang khas eksistensinya
secara lokal maupun nasional.
Sumber: IMES 2008
Cagar Budaya
Warisan Budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan
Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar
Budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena
memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama,
dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan.
Sumber: UU Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya
Kawasan Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan
Kawasan yang merupakan lokasi bangunan hasil budaya manusia yang bernilai tinggi
maupun bentukan geologi yang khas.
Sumber : Keppres Republik Indonesia Nomor 32/1990
18. Daerah-Daerah dan Tempat-Tempat yang Dilindungi: Areal dan tempat yang
secara tradisional dianggap memiliki kaitan dengan system religi kelompok sosial
masyarakat.
Kriteria:
 Dianggap sebagai tempat keramat yang dipercayai masyarakat;
 Sebagai tempat acara ritual tradisional.
Sumber : IMES 2008
19. Komunitas Rentan: Kelompok masyarakat yang menempati wilayah tertentu dan
memiliki identitas sosial budaya yang berbeda dari masyarakat umumnya rentan
terhadap proses pembangunan jalan. Komunitas Rentan mencakup komunitas adat
(termasuk adat terpencil) dan komunitas miskin.
Kriteria:
 Berbentuk komunitas kecil, tertutup, dan homogen;
 Pranata sosial bertumpu pada hubungan kekerabatan;
 Pada umumnya terpencil secara geografis dan relatif sulit dijangkau;
 Pada umumnya masih hidup dengan sistem ekonomi subsisten;
 Peralatan teknologinya sederhana;

53
Pedoman Perencanaan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

No Definisi dan Kriteria

 Ketergantungan pada lingkungan hidup dan SDA setempat relatif tinggi;


 Terbatasnya akses pelayanan sosial, ekonomi, dan politik.
Selain kelompok di atas, yang termasuk kelompok IVP ini adalah kelompok miskin yang
memiliki 8 kriteria, serta tinggal di kawasan sensitif.
Sumber : IMES 2008
20. Kawasan Permukiman: Kawasan yang digunakan atau diperuntukkan sebagai
tempat permukiman dengan segala prasarana pendukungnya.
Kriteria: Kepadatan penduduk minimal 250 jiwa/ha dan dilengkapi fasos dan fasum.
Sumber: IMES 2008
Kawasan Permukiman: Bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik
berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan, yang berfungsi sebagai lingkungan
tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung
perikehidupan dan penghidupan.
Sumber: UU Republik Indonesia Nomor 1/2011
21. Kawasan Rawan Bencana Alam: Kawasan yang berpotensi tinggi dan sangat
rentan mengalami kerusakan yang diakibatkan oleh bencana alam.
Kriteria: Berpotensi tinggi mengalami bencana alam seperti letusan gunung berapi,
gempa bumi dan/atau longsor.
Sumber: Keppres Republik Indonesia Nomor 32/1990
22. Lahan Produktif: Sawah, kebun dan/atau tambak milik masyarakat umum yang
menghasilkan komoditas bernilai ekonomi dan diandalkan sebagai sumber penghasilan
bagi pemiliknya.
Kriteria:
 Perlindungan dilakukan untuk mencegah penciutan luas areal produktif karena alih
fungsi lahan, dan mempertahankan tingkat produktivitasnya;
 Diandalkan sebagai sumber pendapatan ekonomi untuk kehidupan pemiliknya;
 Diandalkan sebagai kawasan penghasil komoditas dengan nilai ekonomi tinggi;
 Mempunyai peran sosial yang tinggi khususnya dalam penyediaan lapangan kerja
bagi masyarakat petani.
Sumber: IMES 2008
23. Daerah Berlereng Curam: Kawasan dengan kemiringan permukaan tanah yang
curam/terjal >40%
Kriteria: kemiringan lereng >40%; umumnya berada di daerah pegunungan; rawan

54
Pedoman Perencanaan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

No Definisi dan Kriteria

longsor.
Sumber: IMES 2008
24. Kawasan Komersial: Kawasan yang digunakan atau diperuntukkan sebagai tempat
perdagangan dan jasa (komersial).
Kriteria:
 Kegiatan transaksi barang atau jasa yang tinggi
 Pengumpulan dan distribusi komoditas perdagangan yang tinggi
 Dilengkapi fasilitas pendukung yang baik
Sumber: IMES 2008
Sumber: Improvement Management of Environmental and Socio-Cultural Impacts of Road
Development in Sencitive Areas, Including Treatment of Isolated Vulnerable People (IMES) 2007.
Ditjen. Bina Marga Dep. PU.

4.2.4 Penyusunan Dokumen Lingkungan

1. Studi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Amdal)


Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Amdal) adalah kajian mengenai dampak
besar dan penting suatu usaha/kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang
diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan kegiatan.

Dokumen Amdal yang terdiri dari Kerangka Acuan (KA), Analisis Dampak Lingkungan
Hidup (Andal), Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL) dan Rencana Pemantauan
Lingkungan Hidup (RPL) disiapkan oleh Pemrakarsa Kegiatan. Dokumen tersebut diajukan
kepada Kepala Instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan hidup melalui
komisi penilai pusat (di tingkat pusat) atau komisi penilai daerah (di tingkat Provinsi,
Kabupaten dan Kota). Kemudian dokumen tersebut dinilai dan berdasarkan hasil penilaian
komisi penilai akan diterbitkan keputusan kelayakan lingkungan hidup terhadap kegiatan
yang direncanakan tersebut.

Dokumen Amdal harus disusun oleh pemrakarsa rencana kegiatan. Dalam penyusunan
studi Amdal, pemrakarsa dapat meminta jasa konsultan untuk menyusunkan dokumen
Amdal. Penyusun dokumen Amdal harus memiliki sertifikat Penyusun Amdal dan ahli di
bidangnya.

A. Keterlibatan Masyarakat dan Keterbukaan Informasi dalam Proses Amdal

55
Pedoman Perencanaan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Hal yang penting dalam penyusunan studi Amdal adalah keterlibatan masyarakat dan
keterbukaan informasi atau konsultasi dalam proses Amdal. Maksud dan tujuan
dilaksanakan kegiatan ini adalah:
1) Melindungi kepentingan masyarakat
2) Memberdayakan masyarakat dalam pengambilan keputusan atas rencana kegiatan
yang berpotensi menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan
3) Memastikan adanya transparansi dalam keseluruhan proses Amdal dan rencana
kegiatan pembangunan
4) Menciptakan suasana kemitraan yang setara semua pihak yang berkepentingan
dalam hal mendapatkan dan menyampaikan informasi yang perlu diketahui oleh
pihak lain yang terpengaruh.
Dalam penyusunan dokumen Amdal, pemrakarsa mengikutsertakan masyarakat yang
mencakup:
1. Masyarakat terkena dampak;
2. Masyarakat pemerhati lingkungan; dan
3. Masyarakat yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses Amdal.
Pengikutsertaan masyarakat tersebut dilakukan melalui pengumuman rencana usaha
dan/atau kegiatan serta konsultasi publik yang dilakukan sebelum penyusunan dokumen
Kerangka Acuan (KA). Melalui proses pengumuman dan konsultasi publik, masyarakat dapat
memberikan saran, pendapat dan tanggapan yang disampaikan secara tertulis kepada
pemrakarsa dan Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangan
penilaian dokumen Amdal.

Disamping itu, masyarakat yang terkena dampak melalui wakilnya wajib dilibatkan
dalam proses penilaian dokumen Andal dan RKL-RPL melalui Rapat Komisi Penilai Amdal.
Wakil masyarakat terkena dampak merupakan salah satu anggota Komisi Penilai Amdal.

Dalam prosedur keterlibatan masyarakat dijelaskan beberapa tahap kegiatan dan


metode konsultasi masyarakat, sesuai dengan tahapan siklus pembangunan jalan. Pada
tahap perencanaan umum, dilaksanakan konsultasi masyarakat dengan tujuan
mensosialisasikan rencana pembangunan jalan yang dilakukan dengan metoda konsultasi
berjenjang, konsultasi tidak langsung dan konsultasi melalui media massa.
Dalam Penyelenggaraan Jalan masyarakat dapat berperan secara tidak langsung melalui
berbagai media komunikasi:
a. Media elektronik: telepon, faksimil, pesan singkat, radio, televisi, internet, email,
website, dan lain-lain; dan

56
Pedoman Perencanaan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

b. Media cetak: surat, surat kabar, majalah, buletin, dan sebagainya.

Masyarakat dapat ikut berperan dalam pengaturan, pembinaan, pembangunan, dan


pengawasan jalan. Peran masyarakat secara tidak langsung dapat dapat berupa
penyampaian informasi, usulan, saran, dan kritik. Pelaksanaan peran masyarakat dapat
dilakukan melalui berbagai media. Dalam pelaksanaan keterlibatan masyarakat dan
keterbukaan informasi dalam proses Amdal, maka pihak penanggungjawab kegiatan atau
pemrakarsa diwajibkan melakukan kegiatan sebagai berikut:

a. Mengumumkan rencana kegiatan yang memerlukan Amdal:


1) Media pengumuman wajib
 Media cetak berupa surat kabar lokal dan/atau surat kabar nasional (sesuai
dengan kewenangan penilaian Amdalnya);
 Papan pengumuman yang mudah dijangkau oleh masyarakat terkena dampak.
2) Media pengumuman pendukung
 media cetak seperti brosur, pamflet, atau spanduk;
 media elektronik melalui televisi, website, jejaring sosial, sms dan/atau radio;
 papan pengumuman di instansi lingkungan hidup dan instansi yang
membidangi usaha dan/atau kegiatan di tingkat Pusat, provinsi, dan/atau
kabupaten/kota;
 media lain yang dapat digunakan.

3) Isi pengumuman

 Nama dan alamat pemrakarsa;


 Jenis rencana usaha dan/atau kegiatan;
 Skala/besaran dari rencana usaha dan/atau kegiatan;
 Lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan;
 Dampak potensial yang akan timbul (contoh: potensi timbulnya limbah cair,
potensi emisi dari cerobong, potensi keresahan masyarakat, dan lain-lain) dan
konsep umum pengendalian dampaknya;
 Tanggal pengumuman tersebut mulai dipasang dan batas waktu pemberian
saran, pendapat, dan tanggapan (seperti) dari masyarakat;
 Nama dan alamat pemrakarsa dan instansi lingkungan hidup yang menerima
saran, pendapat dan tanggapan dari masyarakat.

b. Mendokumentasikan dan mengolah saran, pendapat dan tanggapan dari warga


masyarakat.

57
Pedoman Perencanaan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

c. Menyusun rangkuman hasil saran, pendapat dan tanggapan dari masyarakat.


d. Menyediakan informasi tentang proses dan hasil keputusan penilaian Amdal (KA,
Andal, RKL-RPL).
e. Memfasilitasi terlaksananya hak masyarakat atas informasi dan peran serta dalam
proses Amdal.

Semua bentuk pengumuman yang disampaikan baik tertulis maupun tidak tertulis
melalui berbagai media tersebut harus menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan
benar, disampaikan dengan jelas dan mudah dimengerti oleh seluruh lapisan masyarakat.
Dalam pengumuman tersebut dapat juga dituliskan terjemahannya dalam bahasa daerah
atau lokal yang sesuai dengan lokasi dimana pengumuman tersebut akan dilakukan.
Pengumuman tersebut dilakukan dalam jangka waktu (durasi) selama 10 (sepuluh) hari
kerja.

Tata cara pelaksanaan keterlibatan masyarakat dan keterbukaan informasi dalam


proses Amdal mengacu pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia
Nomor 17 tahun 2012 tentang Pedoman Keterlibatan Masyarakat dalam Proses Analisis
Dampak Lingkungan Hidup dan Izin Lingkungan. Peran dan Keterlibatan Masyarakat dalam
Bidang Jalan dijelaskan secara rinci pada Peran dan Keterlibatan Masyarakat dalam
Bidang Jalan. Prosedur kegiatan tersebut seperti pada Gambar 4.6.

58
Pedoman Perencanaan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Gambar 4. 6 Bagan Prosedur Keterlibatan Masyarakat dan Keterbukaan


Informasi dalam Proses Amdal

59
Pedoman Perencanaan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

B. Penyusunan Amdal

Tata cara penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan telah diatur dalam
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 16 tahun 2012
tentang Pedoman Penyusunan Dokumen Lingkungan Hidup.

Dalam Pedoman Penyusunan Amdal diatur tata cara penyusunan Kerangka Acuan (KA),
penyusunan Andal, penyusunan RKL dan penyusunan RPL.

1. Kerangka Acuan (KA)

Kerangka acuan adalah ruang lingkup studi analisis dampak lingkungan hidup yang
merupakan hasil pelingkupan yang disepakati oleh pemrakarsa/penyusun Amdal dengan
komisi penilai Amdal.

KA diperlukan untuk memberikan arahan tentang komponen kegiatan pembangunan


jalan dan komponen lingkungan hidup yang harus ditelaah dalam penyusunan Andal. KA
ini merupakan kajian penting untuk memberikan rujukan tentang kedalaman studi Andal
yang akan dicapai.

Tujuan KA adalah:
1) Merumuskan lingkup dan kedalaman studi Andal;
2) Mengarahkan studi Andal agar dilaksanakan secara efektif dan efisien sesuai dengan
biaya, tenaga dan waktu yang tersedia.

Fungsi KA adalah:
1) Sebagai rujukan penting bagi pemrakarsa, instansi terkait dan penyusun studi Amdal
tentang lingkup dan kedalaman studi Andal yang akan dilakukan;
2) Sebagai salah satu bahan rujukan bagi penilai dokumen Andal untuk mengevaluasi
studi Andal.

Hal penting dalam KA adalah pelingkupan yang akan dianalisis dalam studi Andal.
Pelingkupan merupakan suatu proses awal untuk menentukan lingkup permasalahan
dan mengidentifikasi dampak penting hipotetis dari rencana kegiatan. Dalam
pelingkupan memuat informasi tentang deskripsi rencana usaha dan/atau kegiatan yang
akan dikaji (status studi Amdal, kesesuaian lokasi, deskripsi rencana yang berfokus pada
komponen kegiatan yang diprakirakan berdampak lingkungan), deskripsi rona
lingkungan hidup awal (environmental setting), hasil pelibatan masyarakat, dampak
penting hipotetik, serta batas wilayah studi dan batas waktu kajian.

60
Pedoman Perencanaan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Dokumen KA harus menampung berbagai aspirasi tentang hal-hal yang dianggap


penting untuk ditelaah dalam studi Andal menurut pihak-pihak yang terlibat. Pedoman
Teknis KA mengacu pada Lampiran I Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Republik Indonesia Nomor 16 tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan Dokumen
Lingkungan Hidup.

2. Analisis Dampak Lingkungan Hidup (Andal)

Analisis Dampak Lingkungan Hidup (Andal) adalah telaahan secara cermat dan
mendalam tentang dampak penting suatu kegiatan. Analisis yang dilakukan dalam Andal
mengacu pada hasil pelingkupan yang telah diuraikan dalam KA dan disepakati oleh Tim
Penilai Amdal. Andal bertujuan menduga kemungkinan terjadinya dampak dari kegiatan
pembangunan jalan terhadap lingkungan hidup.
Analisis dampak lingkungan hidup merupakan tahapan untuk mengetahui dampak
penting yang akan ditimbulkan oleh kegiatan terhadap lingkungan hidup. Dengan
mengetahui dampak besar dan penting itu dapat ditentukan:
1) Cara mengendalikan dampak penting negatif dan mengembangkan dampak besar
dan penting positif, yang dicantumkan dalam rencana pengelolaan lingkungan hidup,
dan
2) Cara memantau dampak penting tersebut, yang dicantumkan dalam rencana
pemantauan lingkungan hidup.

Dalam Andal diuraikan secara rinci dan jelas latar belakang, tujuan dan manfaat rencana
kegiatan, tahapan kegiatan dan jenis-jenis kegiatan. Di samping itu juga uraian rinci dan
jelas komponen lingkungan hidup kimia, fisik, biologi dan sosial ekonomi budaya serta
kesehatan masyarakat di lokasi kegiatan dan sekitarnya. Prakiraan dampak penting
diuraikan secara rinci dan jelas mulai tahap pengadaan tanah, konstruksi hingga tahap
operasi dan pemeliharaan jalan. Demikian pula uraian tentang evaluasi dampak penting,
pemilihan alternatif terbaik, dan telaahan sebagai dasar pengelolaan lingkungan hidup.
3. Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL)

Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup selanjutnya disebut RKL adalah upaya


penanganan dampak lingkungan yang ditimbulkan dari rencana usaha dan/atau
kegiatan. Dalam RKL memuat upaya-upaya mencegah, mengendalikan dan
menanggulangi dampak negatif dan meningkatkan dampak positif yang timbul akibat
kegiatan. Untuk menangani dampak penting yang diprediksi dalam studi Andal,
dilakukan dengan menggunakan salah satu pendekatan atau beberapa pendekatan.

61
Pedoman Perencanaan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Pendekatan lingkungan hidup yang selama ini dikenal yaitu: pendekatan teknologi,
pendekatan sosial ekonomi dan pendekatan institusi/kelembagaan.

Kegiatan Pengelolaan Lingkungan Hidup mencakup:


1) Pengelolaan lingkungan yang bertujuan untuk menghindari atau mencegah dampak
negatif lingkungan hidup;
2) Pengelolaan lingkungan hidup yang bertujuan untuk menanggulangi, meminimisasi,
atau mengendalikan dampak negatif baik yang timbul pada saat usaha dan/atau
kegiatan; dan/atau
3) Pengelolaan lingkungan hidup yang bersifat meningkatkan dampak positif sehingga
dampak tersebut dapat memberikan manfaat yang lebih besar baik kepada
pemrakarsa maupun pihak lain terutama masyarakat yang turut menikmati dampak
positif tersebut.

Selain dampak negatif penting yang diperkirakan timbul, juga akan terjadi dampak-
dampak standar yang selalu timbul pada kegiatan pekerjaan konstruksi jalan, antara lain
terganggunya utilitas, terganggunya lalu lintas, timbulnya limbah, terjadinya longsor dan
erosi dan lain-lain.

Dalam rangka menangani dampak-dampak standar, dapat mengacu pada Pedoman


Mitigasi Dampak Standar Kegiatan Konstruksi Jalan yang diuraikan pada Pedoman
Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan.

4. Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL)

Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup selanjutnya disebut RPL adalah upaya


pemantauan komponen lingkungan hidup yang terkena dampak dari rencana usaha
dan/atau kegiatan. Pemantauan dilakukan secara terus menerus, sistematis dan
terencana terhadap komponen kegiatan dan komponen lingkungan hidup yang relevan
untuk digunakan sebagai indikator keberhasilan dari suatu pengelolaan lingkungan
hidup. Pemantauan lingkungan hidup dapat digunakan untuk memahami fenomena-
fenomena yang terjadi pada berbagai tahap kegiatan baik tahap pengadaan tanah,
konstruksi maupun tahap pengoperasian dan pemeliharaan jalan.

Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam merumuskan rencana pemantauan
lingkungan dalam Dokumen RKL-RPL, yakni:

1) Komponen/parameter lingkungan hidup yang dipantau mencakup


komponen/parameter lingkungan hidup yang mengalami perubahan mendasar, atau

62
Pedoman Perencanaan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

terkena dampak penting dan komponen/parameter lingkungan hidup yang terkena


dampak lingkungan hidup lainnya.

2) Aspek-aspek yang dipantau perlu memperhatikan benar dampak penting yang


dinyatakan dalam Andal dan dampak lingkungan hidup lainnya, dan sifat pengelolaan
dampak lingkungan hidup yang dirumuskan rencana pengelolaan lingkungan hidup.

3) Pemantauan dapat dilakukan pada sumber penyebab dampak dan/atau terhadap


komponen/parameter lingkungan hidup yang terkena dampak. Dengan memantau
kedua hal tersebut sekaligus akan dapat dinilai/diuji efektivitas kegiatan pengelolaan
lingkungan hidup yang dijalankan.

4) Pemantauan lingkungan hidup harus layak secara ekonomi. Biaya yang dikeluarkan
untuk pemantauan perlu diperhatikan mengingat kegiatan pemantauan senantiasa
berlangsung sepanjang usia usaha dan/atau kegiatan.

5) Rencana pengumpulan dan analisis data aspek-aspek yang perlu dipantau,


mencakup jenis data yang dikumpulkan, lokasi pemantauan, frekuensi dan jangka
waktu pemantauan, metode pengumpulan data (termasuk peralatan dan
instrumen yang digunakan untuk pengumpulan data), metode analisis data.

6) Rencana pemantauan lingkungan perlu memuat tentang kelembagaan pemantauan


lingkungan hidup. Kelembagaan pemantauan lingkungan hidup yang dimaksud di sini
adalah institusi yang bertanggungjawab sebagai pelaksana pemantauan, pengguna
hasil pemantauan, dan pengawas kegiatan pemantauan.

C. Penilaian Dokumen Amdal

Dokumen Amdal yang terdiri dari Konsep Kerangka Acuan (KA), konsep Andal, konsep
RKL dan konsep RPL harus diajukan ke komisi penilai Amdal dan dinilai oleh komisi penilai
Amdal untuk mendapatkan keputusan kelayakan lingkungan hidup atas rencana kegiatan.

Tata cara penilaian Amdal diatur berdasarkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan
Hidup Republik Indonesia Nomor 08 Tahun 2013 tentang Tata Laksana Penilaian dan
Pemeriksaan Dokumen Lingkungan Hidup serta Penerbitan Izin Lingkungan. Komisi Penilai
Amdal di tingkat pusat dibentuk oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup, di tingkat Provinsi
oleh Gubernur, di tingkat Kabupaten oleh Bupati dan di tingkat Kota oleh Walikota. Komisi
Penilai mempunyai fungsi memberikan masukan dan dasar pertimbangan dalam
pengambilan keputusan kesepakatan kerangka acuan dan kelayakan lingkungan hidup atas

63
Pedoman Perencanaan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

rencana kegiatan pada Amdal. Komisi Penilai dibantu oleh tim teknis dan sekretariat komisi
penilai.

Penilaian dokumen Amdal dilakukan dalam bentuk rapat dengan cara mempresentasikan
atau memaparkan konsep dokumen tersebut dihadapan komisi penilai oleh pemrakarsa dan
konsultan yang membantu menyusun dokumen Amdal. Semua saran, pendapat dan
tanggapan para anggota komisi penilai yang disampaikan saat rapat presentasi wajib segera
ditanggapi oleh pemrakarsa dalam rangka penyempurnaan dokumen Amdal.

1) Keputusan kesepakatan Kerangka Acuan (KA)

Keputusan kesepakatan Kerangka Acuan akan diterbitkan oleh ketua komisi penilai (di
tingkat pusat atau tingkat provinsi atau tingkat kabupaten/kota) berdasarkan hasil
penilaian komisi penilai. Keputusan atas penilaian Kerangka Acuan diterbitkan dalam
jangka waktu selambat-lambatnya 75 (tujuh puluh lima) hari kerja terhitung sejak
diterimanya Kerangka Acuan. Apabila komisi penilai tidak menerbitkan keputusan
kesepakatan Kerangka Acuan dalam jangka waktu tersebut, maka dianggap telah
menyepakati Kerangka Acuan tersebut.
Kesepakatan Kerangka Acuan dapat ditolak dengan alasan tertentu, misalnya lokasi
rencana kegiatan berada pada kawasan yang tidak sesuai dengan tata ruang wilayah
atau rencana tata ruang kawasan.

2) Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup

Keputusan kelayakan lingkungan hidup akan diterbitkan oleh:

1) Menteri Negara Lingkungan Hidup di tingkat pusat


2) Gubernur bagi dokumen yang dinilai oleh komisi penilai provinsi
3) Bupati bagi dokumen yang dinilai oleh komisi penilai kabupaten
4) Walikota bagi dokumen yang dinilai oleh komisi penilai kota

Keputusan kelayakan lingkungan hidup akan diterbitkan berdasarkan rekomendasi dari


komisi penilai terhadap Andal, RKL-RPL setelah mempertimbangkan saran, pendapat dan
tanggapan yang diajukan oleh warga masyarakat. Keputusan kelayakan lingkungan
hidup suatu rencana kegiatan akan diterbitkan dalam jangka waktu selambat-lambatnya
75 (tujuh puluh lima) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya dokumen Andal, RKL
dan RPL oleh komisi penilai. Apabila dalam jangka waktu tersebut, belum diterbitkan
keputusan kelayakan lingkungan hidup oleh instansi yang bertanggungjawab, maka
rencana kegiatan yang bersangkutan dianggap layak lingkungan.

64
Pedoman Perencanaan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 08


Tahun 2013 tentang Tata Laksana Penilaian dan Pemeriksaan Dokumen Lingkungan
Hidup serta Penerbitan Izin Lingkungan, pembangunan jalan tol untuk semua besaran,
merupakan kegiatan strategis kabupaten/kota. Sehingga dengan demikian penilaian dan
keputusan kelayakan lingkungan hidup berada pada Komisi Penilai Amdal
Kabupaten/Kota dan Bupati/Walikota.

3) Kadaluwarsa dan Batalnya Keputusan Hasil Penilaian Amdal

1) Kadaluwarsanya Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup


Keputusan kelayakan lingkungan hidup dinyatakan kadaluwarsa apabila rencana
kegiatan tidak dilaksanakan dalam waktu 3 (tiga) tahun sejak diterbitkannya
keputusan kelayakan lingkungan hidup atas rencana kegiatan. Apabila pemrakarsa
akan melaksanakan kegiatannya setelah dinyatakan kadaluwarsa, maka pemrakarsa
wajib mengajukan kembali permohonan persetujuan Andal, RKL-RPL kepada instansi
yang bertanggung jawab.
2. Batalnya Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup
Keputusan kelayakan lingkungan hidup dinyatakan batal apabila:
 Pemrakarsa memindahkan lokasi kegiatan;
 Pemrakarsa mengubah desain, kapasitas, bahan baku dan bahan penolong;
 Terjadi perubahan lingkungan hidup yang sangat mendasar akibat peristiwa alam
atau akibat lain sebelum melaksanakan kegiatan.

4) Izin Lingkungan
Menteri, gubernur, bupati/walikota akan menerbitkan Izin Lingkungan bagi suatu
rencana usaha/kegiatan yang sudah mendapatkan penetapan kelayakan lingkungan. Izin
Lingkungan merupakan persyaratan untuk memperoleh izin usaha/kegiatan Prosedur
penilaian Amdal.
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Izin Lingkungan dapat dibatalkan
apabila:

1) persyaratan yang diajukan mengandung cacat hukum, kekeliruan, penyalahgunaan,


serta ketidakbenaran dokumen, data dan informasi;

2) penerbitannya tanpa memenuhi syarat sebagaimana tercantum dalam keputusan


komisi tentang kelayakan lingkungan atau rekomendasi UKL-UPL;

65
Pedoman Perencanaan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

3) kewajiban yang ditetapkan dalam dokumen Amdal dan UKL-UPL tidak dilaksanakan
oleh penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan.

2. Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan


Lingkungan Hidup (UPL)

Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup
(UPL) adalah upaya yang dilakukan dalam pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup
oleh penanggung jawab kegiatan yang tidak wajib melakukan Amdal. Proses dan prosedur
penyusunan UKL-UPL berbeda dengan Amdal.

a. Penyusunan UKL-UPL

Tata cara penyusunan UKL-UPL mengacu pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup
Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan Dokumen
Lingkungan Hidup.

Penyusunan UKL-UPL dilakukan dengan cara mengisi formulir yang berisi informasi yang
mencakup:

a. Identitas pemrakarsa;
b. Rencana usaha dan/atau kegiatan;
c. Dampak lingkungan yang ditimbulkan dan upaya pengelolaan lingkunga hidup serta
upaya pemantauan lingkungan hidup.

Data yang disajikan dalam UKL-UPL bersumber dari data sekunder yang ada dan relevan
serta dapat menggambarkan tentang rencana kegiatan, kondisi lingkungan dan dampak
lingkungan yang akan terjadi. Apabila data yang diperlukan tidak tersedia, maka atas
pertimbangan tertentu dilakukan survei atau pengukuran kualitas lingkungan yang
relevan.

b. Pengajuan Rekomendasi UKL-UPL

Pemrakarsa kegiatan mengajukan konsep dokumen UKL-UPL kepada instansi yang


bertanggungjawab dibidang pengelolaan dampak lingkungan hidup pusat,provinsi,
kabupaten atau kota.
Konsep UKL-UPL akan diperiksa oleh instansi yang bertanggungjawab dalam
pengelolaan lingkungan hidup. Apabila hasil pemeriksaan memerlkan tambahan atau
perbaikan, maka pemrakarsa wajib menyempurnakan atau melengkapi sesuai hasil
pemeriksaan. Kemudian instansi yang bertanggungjawab terhadap pengelolaan
lingkungan hidup akan menerbitkan rekomendasi UKL-UPL kepada pemrakarsa kegiatan.

66
Pedoman Perencanaan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

c. Izin Lingkungan

Berdasarkan rekomendasi tersebut menteri, gubernur, bupati/walikota akan menerbitkan


izin lingkungan bagi suatu rencana usaha/kegiatan.
Secara Umum prosedur pengajuan rekomendasi UKL-UPL disajikan pada Gambar 4.7.

Instansi Yang Instansi Yang


Bertanggungjawab *) Membidangi Usaha atau Pemrakarsa ***)
Kegiatan **)

Pengisian Formulir Isian


UKL dan UPL

Pemeriksaan Formulir 7 hari kerja


KOORDINASI
Isian UKL dan UPL

7 hari kerja

ya
Perlu
Perbaikan
Perbaikan?

14 hari kerja tidak

Pertimbangan aspek lingkungan


hidup dalam perencanaan DASAR PENENTUAN
jaringan jalan *] KELAYAKAN
LINGKUNGAN
TERHADAP KEGIATAN

Gambar 4. 7 Bagan Prosedur Pengajuan Rekomendasi Dokumen


Catatan:
*] Pertimbangan aspek lingkungan hidup dalam perencanaan jaringan jalan
Evaluasi kinerja pengelolaan lingkungan dan masukan kebijakan untuk peningkatan kinerja masa datang
Implementasi mitigasi dampak, monitoring dan evaluasi dampak lingkungan selama masa O dan P
Aplikasi spesifikasi bahan, alat konstruksi dan tata cara pelaksanaan konstruksi serta pengawasan termasuk mitigasi
dampak lingkungan selama masa konstruksi
Implementasi pengadaan tanah, pemberian kompensasi, persiapan lahan untuk konstruksi
Rumusan kriteria dan spesifikasi serta rencana pengadaan lahan maupun pelaksanaan konstruksi
Analisis besaran dan pentingnya isu-isu lingkungan serta biaya lingkungan dalam studi kelayakan
Pelingkupan isu isu lingkungan yang perlu dikaji lebih rinci dalam Andal atau kajian lingkungan
Penyaringan Amdal berdasarkan faktor dampak penting dan lokasi/koridor jalan (ref. Kep.Bapedal-056/1994)

67
Pedoman Perencanaan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Keterangan
*) = Men LH/Bapedalda, BPLHD, Dinas LH Provinsi/Kabupaten/Kota
**) = Ditjen Bina Marga/Dinas Bina Marga Provinsi/Dinas Bina Marga Kabupaten/Kota
***) = Proyek/Bagian Proyek (Satuan Kerja/PPK)

4.2.5 Pengurusan Izin


Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 08 tahun 2013
tentang Pemeriksaan Dokumen Lingkungan Hidup menjelaskan bahwa Izin Lingkungan
merupakan izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan Usaha dan/atau
Kegiatan yang wajib Amdal atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup sebagai prasyarat memperoleh izin Usaha dan/atau Kegiatan. Terdapat 2
(dua) jenis perizinan lingkungan, yakni izin lingkungan yang diterbitkan pada tahap
perencanaan merupakan syarat untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan, sedangkan
izin perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup (PPLH) diterbitkan pada tahap
operasional merupakan persyaratan izin lingkungan dalam rangka perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup.
Untuk dapat memperoleh izin lingkungan, terdapat beberapa tahapan kegiatan, yakni
penyusunan Amdal atau UKL-UPL, penilaian Amdal dan pemeriksaan UKL-UPL, serta
permohonan dan penerbitan izin lingkungan.
Permohonan izin lingkungan diajukan secara tertulis kepada menteri, gubernur, atau
bupati/walikota. Permohonan disampaikan bersamaan dengan pengajuan penilaian Andal
dan RKL-RPL atau pemeriksaan UKL-UPL. Terdapat keterlibatan masyarakat di dalam
permohonan izin lingkungan. Keterlibatan masyarakat pada permohonan izin lingkungan
dapat diimplementasikan dengan dilaksanakannya pengumuman.
Pengumuman tersebut disampaikan melalui:
a. Multimedia yang secara efektif dan efisien dapat menjangkau masyarakat, antara lain
website; dan
b. Papan pengumuman di lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan yang mudah dijangkau
oleh masyarakat terkena dampak.
Pengumuman permohonan izin lingkungan untuk rencana usaha dan/atau kegiatan
wajib Amdal dilakukan paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak dokumen Andal dan
RKL-RPL yang diajukan dinyatakan lengkap secara administrasi. Masyarakat memberikan
SPT terhadap pengumuman tersebut dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari kerja sejak
diumumkan. Sedangkan untuk rencana usaha dan/atau kegiatan wajib UKL-UPL,

68
Pedoman Perencanaan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

pengumuman permohonan izin dilakukan paling lama2 (dua) hari kerja terhitung sejak
formulir UKL-UPL yang diajukan dinyatakan lengkap secara administrasi. Masyarakat
memberikan SPT terhadap pengumuman tersebut dalam jangka waktu 3 (tiga) hari kerja
sejak diumumkan.
Kelengkapan yang dibutuhkan untuk melakukan permohonan izin lingkungan adalah:
a. dokumen Amdal atau formulir UKL-UPL,
b. dokumen pendirian Usaha dan/atau Kegiatan,
c. dan profil Usaha dan/atau Kegiatan.
Sedangkan untuk infrastruktur jalan yang bersinggungan atau melintas di dalam
kawasan hutan, meliputi kegiatan pemeliharaan, pelebaran di dalam rumija, rehabilitasi dan
peningkatan, diperlukan koordinasi dengan Balai Kehutanan Kementerian Kehutanan.
Diperlukan pula konsultasi dengan Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) atau Ditjen
Planologi Kehutanan, Kementerian Kehutanan untuk memperoleh peta kawasan hutan yang
paling mutakhir dan untuk mengetahui apakah trase pada rencana pembangunan atau
peningkatan jalan melewati kawasan hutan. BPKH adalah unit pelaksana teknis di bawah
Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan Kementerian Kehutanan Indonesia. Lembaga ini
memiliki tugas melaksanaan pemantapan kawasan hutan, penilaian perubahan status dan
fungsi hutan, serta penyajian data dan informasi sumberdaya hutan.
Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) adalah izin yang diberikan untuk
menggunakan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan
tanpa mengubah fungsi dan peruntukan kawasan hutan. Permohonan izin pinjam pakai
kawasan hutan (IPPKH) untuk penyelenggaraan jalan diajukan kepada Menteri Kehutanan
oleh Menteri Pekerjaan Umum, atau Gubernur atau Bupati/Walikota sesuai dengan status
kewenangan penyelenggaraan infrastruktur jalan yang disiapkan. Dalam hal
penyelenggaraan jalan nasional, BBPJN dan/atau Dit. Bina Teknik, atau pemrakarsa lainnya
di lingkungan Ditjen Bina Marga sesuai tugas dan fungsinya perlu menyiapkan persyaratan
yang mendukung permohonan izin pinjam pakai yang akan diajukan oleh Menteri PU.
Ketentuan mengenai izin pinjam pakai kawasan hutan tertuang dalam Peraturan Menteri
Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.16/Menhut-II/2014 tentang Pedoman Pinjam Pakai
Kawasan Hutan. Permohonan izin pinjam pakai kawasan hutan diajukan kepada Menteri
Kehutanan.
Selain itu, menurut Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor 85
tahun 2014 tentang Tata Cara Kerjasama Penyelenggaraan Kawasan Suaka Alam dan
Kawasan Pelestarian Alam, kerjasama penyelenggaraan KSA dan KPA adalah kegiatan
bersama para pihak yang dibangun atas kepentingan bersama untuk optimalisasi dan

69
Pedoman Perencanaan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

efektifitas pengelolaan kawasan atau karena adanya pertimbangan khusus bagi penguatan
ketahanan nasional. Kerjasama penyelenggaraan KSA dan KPA dapat terjadi karena
pembangunan strategis yang tidak terelakkan, dalam hal ini adalah pembangunan sarana
transportasi. Dalam pelaksanaan kerjasama, mitra yang melakukan kerjasama
pembangunan sarana transportasi terbatas wajib memenuhi ketentuan:
a. menyediakan dan memelihara sarana prasarana pendukung kegiatan yang
dikerjasamakan;
b. melakukan kegiatan perlindungan dan pengamanan kawasan di sekitar lokasi
pembangunan dari kemungkinan kebakaran hutan, perambahan/pemukiman liar;
c. menghindari pembangunan yang menyebabkan fragmentasi habitat sehingga
menggangu perpindahan hidupan liar utama;
d. menghindari penggunaan material baik hidup atau mati yang dapat berakibat terjadinya
perubahan struktur vegetasi dan keragaman jenis sehingga muncul spesies invasif
maupun terjadi perubahan fungsi kawasan;
e. menjaga dan melindungi keberadaan hidupan liar yang berada di sekitarnya;
f. menyediakan data dan informasi yang diperlukan;
g. menyediakan tenaga pendamping dan pengawas;
h. merehabilitasi kawasan yang rusak akibat dampak pembangunan kerjasama;
i. melibatkan petugas unit pengelola setempat pada setiap kegiatan;
j. tidak mengganggu keindahan lansekap, struktur maupun warna bangunannya
disesuaikan dengan kondisi di sekitarnya.
k. untuk pembangunan sarana jalan penghubung, wajib membangun portal pembatas dan
kecepatan kendaraan yang melintas diatasnya; menyediakan koridor,
lintasan/terowongan untuk pergerakan satwa
l. untuk pembangunan sarana transportasi air, wajib mencegah terjadinya pencemaran
akibat limbah sarana transportasi, mengatur tingkat kebisingan dan kecepatan sarana
transportasi, menyediakan sarana pengolahan limbah dan wajib memelihara alur untuk
sarana transportasi air;
m. wajib dilengkapi dengan rambu-rambu pengaturan lalu lintas yang berkaitan dengan
pergerakan satwa.

70
Pedoman Perencanaan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Tabel 4. 5 Mekanisme Perizinan


Perizinan
Izin Pinjam Pakai Kerjasama Kawasan Kerjasama Kawasan
Kawasan Hutan (IPPKH) Suaka Alam (KSA) Pelestarian Alam (KPA)
Kawasan hutan lindung Kawasan hutan konservasi Kawasan hutan konservasi
a. Kawasan suaka alam a. Kawasan pelestarian alam
 Cagar alam  Taman nasional
 Suaka margasatwa  Taman wisata alam
 Taman hutan raya
Kawasan hutan produksi Taman buru (dirubah menjadi fungsi kawasan)
Sumber:
c. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 104 tahun 2015 tentang tentang Tata Cara
Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan
d. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2012 tentang Jenis
Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Memiliki Amdal
e. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor 50 tahun 2016
tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan

Prosedur izin lingkungan, IPPKH, dan PKS diterangkan secara rinci pada Bagan Alir
Prosedur Izin Lingkungan.

4.3 Perencanaan Teknis Akhir


Pada tahap perencanaan teknis akhir, sesuai dengan Peraturan Menteri PU Republik
Indonesia Nomor: 19/PRT/M/2011 Pasal 59, rekomendasi lingkungan yang terdapat dalam
Amdal/UKL-UPL/SPPL diintegerasikan pada penyusunan DED. Selain itu perlu dilakukan juga
audit keselamatan pada DED. Hal-hal tersebut dimaksudkan sebagai tindak pengelolaan
lingkungan hidup guna menghasilkan perencanaan jalan yang berwawasan lingkungan dan
berkesalamatan.
Perencanaan teknis akhir adalah berupa perencanaan teknis jalan yang dikerjakan
berdasarkan hasil dari pra studi kelayakan dan studi kelayakan pada perencanaan teknis
awal. Perencanaan teknis adalah kegiatan penyusunan dokumen rencana jalan yang berisi
gambaran pembangunan jalan yang ingin diwujudkan. Perencanaan teknis jalan harus
dilakukan secara optimal dengan memperhatikan aspek lingkungan hidup.

Kegiatan pada tahap perencanaan teknis antara lain adalah:


a. Penentuan alinyemen horizontal dan vertikal jalan berdasarkan data hasil investigasi
lapangan yang lebih rinci dan akurat;
b. Pembuatan gambar-gambar desain konstruksi jalan, jembatan dan bangunan-bangunan
pelengkapnya;
c. Perumusan spesifikasi dan syarat-syarat teknis untuk pelaksanaan pekerjaan konstruksi;
d. Perhitungan perkiraan biaya pekerjaan konstruksi;
e. Penyiapan dokumen lelang dan dokumen kontrak untuk pekerjaan konstruksi.

71
Pedoman Perencanaan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Perencanaan teknis jalan sekurang-kurangnya memenuhi ketentuan teknis, antara


lain:
a. Ruang manfaat jalan (RUMAJA), ruang milik jalan (RUMIJA) dan ruang pengawasan
jalan (RUWASJA);
b. Dimensi jalan;
c. Muatan sumber terberat, volume lalu lintas dan kapasitas;
d. Persyaratan geometrik jalan;
e. Konstruksi jalan;
f. Konstruksi bangunan pelengkap;
g. Perlengkapan jalan;
h. Ruang bebas dan;
i. Kelestarian lingkungan hidup.

4.3.1 Penyusunan DED Terintegrasi Rekomendasi Pertimbangan Lingkungan

Dokumen lingkungan (Amdal/UKL-UPL/DELH/DPLH) disusun terintegrasi dengan


DED. Sesuai dengan ayat 1 pasal 4 dan ayat 1 pasal 14 Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan yang menyatakan bahwa
penyusunan dokumen lingkungan dilakukan pada tahap studi kelayakan atau desain detil
rekayasa (DED). DED yang bertujuan untuk melengkapi penjelasan proyek dan tata letak,
rancangan, metoda konstruksi dan taksiran biaya agar mendapatkan persetujuan dari pihak
berwenang yang terlibat dan untuk mempersiapkan informais pelaksanaan yang diperlukan,
termasuk gambar rencana dan spesifikasi serta melengkapi semua dokumen untuk tender
pelelangan.

DED disususun terintegrasi dengan rekomendasi pertimbangan lingkungan.


Rekomendasi pertimbangan lingkungan adalah komponen pengelolaan lingkungan yang
diambil dari RKL/UKL yang berisi daftar mengenai lokasi (stasiun ruang yang ditinjau),
deskripsi lokasi dan rencana teknik mitigasi atau penanganan dimasukkan ke dalam kolom
keterangan pada stripmap, yang kemudian menjadi lampiran dari dokumen lingkungan.
Rekomendasi pertimbangan lingkungan diintegrasikan ke dalam desain dan dijabarkan
dalam dokumen perencanaan teknis.
DED mencakup:
1. Gambar-gambar detail, untuk seluruh bagian pekerjaan;
2. Detail spesifikasi;
3. Bil of quantity (daftar volume);
4. Estimasi biaya konstruksi (secara terperici);

72
Pedoman Perencanaan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

5. Rendering 3D (video/gambar tiga dimensi).


Pengintegrasian pertimbangan lingkungan ke dalam desain dilakukan oleh penyusun
dokumen desain (pada tahap desain teknis rinci) oleh seorang Ahli Teknik Jalan, Teknik
Jembatan, Ahli Geoteknik, Ahli Teknik Terowongan, atau ahli teknik bangunan konstruksi
lainnya dibantu oleh Ahli Teknik Lingkungan. Pengintegrasian pertimbangan lingkungan ke
dalam desain dapat dilakukan dengan langkah sebagai berikut:
a. Persiapan Penjabaran Dokumen RKL-RPL
Kegiatan penjabaran dokumen RKL-RPL maupun UKL-UPL dilakukan setelah dokumen
Amdal atau UKL/UPL selesai dibuat (ditetapkan/ disahkan).
Persiapan penjabaran dokumen RKL-RPL meliputi:
1) Mengumpulkan dokumen lingkungan ruas jalan terkait termasuk izin lingkungannya
(apabila ada sesuai ketentuan).
2) Mempelajari dokumen lingkungan apakah masih relevan dengan kondisi lapangan
atau tidak.
3) Apabila dokumen sudah tidak relevan, maka dapat dilanjutkan dengan survei detil
lingkungan pada tahap pelaksanaan desain rinci dan memberikan rekomendasi yang
relevan.
4) Apabila dokumen masih relevan dengan kondisi lapangan, maka dilanjutkan dengan
melakukan inventarisasi dan mempelajari butir-butir rekomendasi lingkungan dalam
dokumen lingkungan.
Tenaga Ahli Teknik Lingkungan dalam konsultan perencana memiliki kualifikasi dan
tugas seperti di bawah ini:
1) Kualifikasi Tenaga Ahli Teknik Lingkungan
Tenaga Ahli Teknik Lingkungan dalam kegiatan pembuatan desain adalah Sarjana
Strata Satu (S1) Teknik Sipil yang pernah mengikuti pelatihan penyusunan dokumen
lingkungan.
2) Tugas Tenaga Ahli Teknik Lingkungan
 Melakukan penelusuran keberadaan Dokumen Lingkungan terkait kegiatan
(Dokumen Amdal; atau Dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan-Upaya
Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL); atau Dokumen pertimbangan lingkungan
sosial budaya terkait) untuk dijadikan sebagai dokumen rujukan perencanaan;
 Menginventarisasi dan mempelajari butir-butir rekomendasi Dokumen Lingkungan
terkait kegiatan;

73
Pedoman Perencanaan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

 Melakukan penjabaran awal rekomendasi Dokumen Lingkungan dalam tahap awal


perencanaan; Dokumen Perencanaan Teknis dalam bentuk Gambar Rencana,
Klausul Spesifikasi, dan Estimasi Volume;
 Berkoordinasi dengan tenaga ahli lainnya dalam menentukan tipe, jenis, atau
bentuk struktur sesuai arahan rekomendasi Dokumen Lingkungan, sebagai
penjabaran akhir sekaligus upaya optimasi dalam tahap perencanaan;
 Melakukan pendokumentasian hasil penjabaran rekomendasi Dokumen Lingkungan
ke dalam Dokumen Perencanaan Teknis dalam bentuk Dokumen Gambar rencana,
Dokumen Spesifikasi Umum dan/atau Dokumen Spesifikasi Khusus, dan Dokumen
Daftar Kuantitas dan Harga (BOQ).
b. Pemantapan Dokumen
Pemantapan dokumen RKL-RPL, UKL-UPL, DELH/DPLH pekerjaan jalan harus didahului
dengan kegiatan pengkajian ulang dokumen RKL-RPL, UKL-UPL, DELH/DPLH untuk
melihat apakah dokumen masih sesuai dengan kondisi saat ini. Apabila terdapat
rekomendasi yang tidak sesuai dengan kondisi lapangan, maka tenaga Ahli Teknik
Lingkungan dapat memberikan perbaikan rekomendasi sehingga dapat digunakan dalam
desain. Terkait dengan pengintegrasian lingkungan di dalam desain maka dalam hal ini
pemantauan dan evaluasi terfokus pada tahap pra-konsruksi dimana pemrakarsa desain
bersama dengan konsultan desain melakukan kegiatan survei lingkungan untuk melihat:
1) Adanya kemungkinan terjadi perubahan alinyemen jalan, dan atau perubahan luas
lahan yang diperlukan, yang dapat mempengaruhi jenis dan besaran dampak yang
timbul, termasuk penanganannya.
2) Adanya kemungkinan terjadi perubahan kondisi lingkungan hidup di tapak kegiatan,
seperti jumlah jenis bangunan dan tanaman yang perlu dibebaskan, serta jumlah
penduduk atau KK yang harus dipindahkan.
3) Adanya kemungkinan kebijakan baru dari pemerintah yang harus diacu dalam
melaksanakan kegiatan seperti pengadaan tanah/pembebasan lahan.
c. Penjabaran Dokumen Kegiatan Jalan dalam Perencanaan Teknis
Dalam tahap perencanaan teknis rinci (desain teknis rinci) terdapat gambar kerja,
spesifikasi, dan persyaratan teknis pelaksanaan konstruksi yang merupakan tahap awal
dari penyiapan dokumen pengadaan, yang selanjutnya akan menjadi bagian dalam
dokumen kontrak pekerjaan.
Adapun kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada tahap ini, antara lain:
1) Mempelajari butir-butir rekomendasi yang tercantum pada Dokumen Lingkungan
terkait kegiatan.

74
Pedoman Perencanaan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

2) Menuangkan rekomendasi tersebut ke dalam gambar rencana.


3) Menambahkan penggunaan spesifikasi yang memuat tentang lingkungan hidup.
4) Menghitung biaya yang timbul akibat kegiatan pengelolaan lingkungan hidup.
5) Menambahkan klausul pengelolaan lingkungan ke dalam Syarat-Syarat Khusus
Kontrak (SSKK) pada standar dokumen pengadaan.
Prosedur penjabaran RKL-RPL atau UKL-UPL disajikan pada Penjabaran RKL-RPL.

Beberapa isu lingkungan dan sosial yang harus dipertimbangkan, antara lain:

a. Penentuan alinyemen jalan sedapat mungkin tidak mengakibatkan pemindahan


penduduk, atau bila ada pemindahan penduduk diusahakan seminimal mungkin;
b. Pencegahan gangguan terhadap stabilitas lahan (erosi dan longsor);
c. Pencegahan kebisingan dan getaran pada lokasi tertentu (fasilitas umum dan
permukiman);
d. Pencegahan gangguan terhadap daerah sensitif;
e. Keselamatan jalan bagi pengemudi/penumpang kendaraan dan pejalan kaki;
f. Estetika lingkungan (lansekap);
g. Pengadaan tanah dan pemukiman kembali (bila perlu).

Untuk keperluan perencanaan teknis, maka konsultan perencanaan teknis harus


memahami isi Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) atau isi Upaya Pengelolaan
Lingkungan Hidup (UKL). Sebaiknya anggota tim konsultan perencanaan teknis dilengkapi
dengan tenaga ahli lingkungan hidup.

Pendekatan yang umumnya digunakan dalam pengelolaan lingkungan hidup adalah


pendekatan teknis, pendekatan ekonomi dan pendekatan institusi untuk mencegah atau
menanggulangi dampak yang terjadi. Pendekatan institusi diantaranya dengan melakukan
koordinasi dengan institusi terkait, yang kegiatannya berpotensi dipengaruhi oleh rencana
kegiatan pembangunan jalan. Misalnya, rencana ruas jalan yang akan melalui utilitas dan
infrastruktur jaringan telekomunikasi, jaringan listrik, jaringan jalan kereta api (KA), jaringan
irigasi, jaringan pipa migas, jaringan air minum, maka diperlukan koordinasi dalam
menentukan desain teknis yang sesuai dengan syarat-syarat (pedoman, standar, manual)
yang diberlakukan oleh tiap-tiap institusi pengelola utilitas dan atau infrastruktur tersebut.
Sehingga terdapat kesepakatan antara pemrakarsa dengan pengelola
utilitas/infrastruktur/fasilitas yang akan terkena dampak kegiatan bidang jalan. Di samping
itu melalui pendekatan ekonomi perlu dijelaskan perkiraan biaya atau desain yang ramah

75
Pedoman Perencanaan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

lingkungan yang efisien dan efektif dalam rangka mencegah, mengurangi atau
menanggulangi dampak lingkungan hidup akibat pembangunan jalan.

4.3.2 Rencana Tindak Komunitas Adat Terpencil (KAT)


Saat melaksanakan kegiatan identifikasi awal di tingkat Kabupaten, pengelola
kegiatan harus melakukan identifikasi yang mendalam mengenai keberadaan KAT di lokasi
kegiatan dengan mengumpulkan sebanyak mungkin informasi dan pengetahuan lokal,
terutama dengan melakukan diskusi dengan masyarakat setempat dan tokoh masyarakat.
Selanjutnya pengelola akan melakukan penyaringan jenis dampak (baik positif maupun
negatif) yang mungkin ditimbulkan oleh kegiatan proyek yang menentukan langkah-langkah
penanganan yang harus diambil dan instrument penanganan yang harus disiapkan.
Untuk kegiatan proyek yang mempengaruhi KAT (baik secara negatif atau positif),
Rencana Kerja Penganganan Masyarakat Adat (RKP-MA) harus disiapkan. Ruang lingkup dan
isi dari RKP-MA tersebut harus disesuaikan dengan rencana kegiatan proyek dan
dampaknya. RKP-MA tersebut disusun dengan partisipasi masyarakat yang terkena dampak
melalui kajian sosial dan akan menghasilkan dukungan luas terhadap kegiatan proyek dan
RKP-MA itu sendiri. Jika penerima manfaat dari kegiatan proyek adalah masyarakat adat,
maka RKP-MA tidak diperlukan. Unsur-unsur RKP-MA harus dimasukkan ke dalam desain
dari kegiatan proyek.
1. Penyusunan Instrumen Penanganan Masyarakat Adat
a. Pengelola Kegiatan melakukan penyaringan atau identifikasi awal mengenai potensi dan
besaran dampak Kegiatan terhadap KAT. Prosedur Penyaringan Dokumen
Lingkungan Lingkungan menyediakan informasi awal tentang keberadaan KAT.
Pengelola Kegiatan melakukan identifikasi mendalam dan verifikasi lanjutan tentang
keberadaan KAT di calon lokasi Kegiatan, serta pengkategorian potensi dampak
Kegiatan terhadap KAT berdasarkan pada kriteria penyaringan yang diuraikan di
Tabel 4.1.
b. Pengelola Kegiatan menyampaikan kepada Bappeda, tentang hasil pengkategorian
Kegiatan berdasarkan potensi dampak, serta informasi instrumen penanganan KAT yang
akan digunakan, yang dirangkum sebagai bagian dari informasi yang dimuat dalam
Rencana Kerja
c. Pengelola Kegiatan menyusun instrumen penanganan KAT untuk mengatasi dampak
Kegiatan, dengan berkonsultasi dengan KAT yang terdampak
d. Berdasarkan potensi dampak terhadap KAT sebagaimana disebutkan diatas, Pengelola
Kegiatan harus menyiapkan suatu RKP-MA atau penyesuaian terhadap desain Kegiatan.

76
Pedoman Perencanaan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Prinsip utama untuk penanganan KAT adalah Kegiatan harus memberikan manfaat yang
sesuai dengan budaya atau mengandung upaya-upaya mitigasi yang sesuai untuk KAT,
melaksanakan konsultasi yang FPIC dengan KAT yang terkena dampak, untuk
mendapatkan dukungan seluas- luasnya dari KAT. Dampak yang merugikan sedapat
mungkin dihindari, namun jika tidak dapat dihindari, maka upaya-upaya mitigasi yang
memadai harus disusun berdasarkan hasil konsultasi dengan KAT. Relokasi/pemukiman
kembali untuk KAT harus dihindari.
e. Secara singkat, prinsip dan tahapan penyusunan RKP-MA atau penyesuaian
rancangan/desain diringkas sebagai berikut:
1) Menunjuk fasilitator
Pengelola Kegiatan menunjuk fasilitator (beberapa orang atau suatu tim) untuk
membantu Pengelola Kegiatan dan KAT untuk melaksanakan survey, Kajian Sosial,
inventarisasi dan konsultasi publik. Masyarakat adat seringkali menggunakan bahasa
dan budaya tertentu untuk berkomunikasi, oleh karena itu maka Pengelola Kegiatan
perlu menunjuk fasilitator yang memahami kebiasaan budaya KAT, dan dapat
menggunakan bahasa yang digunakan oleh KAT. Fasilitator ini dapat berasal
dari LSM setempat, pemerhati masyarakat adat, atau pihak-pihak yang pernah
bekerja bersama masyarakat adat dalam proyek lainnya;
2) Pengelola Kegiatan melakukan konsultasi yang FPIC dengan KAT dan
mendiseminasikan informasi kepada masyarakat adat dengan difasilitasi oleh
fasilitator dalam cara-cara sesuai dengan kebiasaan budaya KAT dan menggunakan
bahasa masyarakat adat. Dalam kegiatan ini, pengelola Kegiatan menyampaikan
informasi antara lain: rancangan Kegiatan, dampak yang mungkin timbul akibat
Kegiatan, identifikasi upaya alternatif untuk meminimalisasi dampak dan rencana
untuk melakukan survey dan diskusi dengan KAT untuk menyusun RKP-MA. Ada
kemungkinan bahwa kegiatan konsultasi dan sosialisasi ini dilaksanakan berulang
kali;
3) Pengelola Kegiatan dengan dibantu oleh fasilitator dapat memulai melakukan kajian
sosial (social assessment) dalam rangka memperoleh informasi dasar tentang KAT,
termasuk: jumlah populasi, karakteristik kehidupan, mata pencaharian, budaya,
keterikatan kepada habitat alami serta dengan KAT lainnya; dan untuk menilai
dampak yang merugikan serta memperkirakan kesempatan untuk mendapatkan
manfaat dari Kegiatan yang sesuai dengan kebudayaan mereka, serta untuk
mendapatkan informasi lainnya untuk memahami jenis, cakupan dan besaran
dampak yang mungkin ditimbulkan oleh Kegiatan.

77
Pedoman Perencanaan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

4) Selanjutnya, Pengelola Kegiatan yang dibantu oleh fasilitator, melakukan konsultasi


yang FPIC dengan KAT untuk mengidentifikasi berbagai alternatif rencana mitigasi
dampak, untuk menyiapkan RKP-MA, dan untuk mendapatkan dukungan yang luas
terhadap Kegiatan dan RKP-MA dari KAT. Penyesuaian terhadap rancangan Kegiatan
diperlukan untuk mengakomodasi kebutuhan masyarakat yang telah diidentifikasi.
Penyesuaian rancangan ini dilakukan berdasarkan konsultasi dengan KAT, yang
difasilitasi oleh fasilitator.
5) Konsep rancangan Kegiatan, yang sudah mengakomodasi kebutuhan KAT
kemudian diinformasikan kembali kepada KAT untuk mendapatkan tanggapan, untuk
selanjutnya dapat memperbaiki lagi konsep rancangan Kegiatan serta untuk
mengkonfirmasikan dukungan penuh dari masyarakat adat. Masyarakat adat dan
masyarakat lainnya yang tertarilk dalam penanganan KAT harus diberikan
kesempatan untuk mengajukan keberatan atau masukan terhadap Konsep
Rancangan Kegiatan tersebut dalam pertemuan terpisah, dengan difasilitasi oleh
fasilitator. Pengelola Kegiatan juga dapat melakukan konsultasi publik mengenai
Konsep Rancangan Kegiatan dengan masyarakat pemerhati masyarakat adat dalam
bentuk lokakarya, diskusi atau seminar;
6) Finalisasi rancangan (konsep) Kegiatan yang sudah memasukkan
rekomendasi-rekomendasi yang diberikan oleh masyarakat adat dan kelompok
masyarakat pendukung lainnya;
7) Selanjutnya adalah pelaksanaan RKP-MA sebagaimana tertuang di dalam RK yang
sudah direvisi;
8) Seluruh proses dari tahap (1) sampai dengan (6) yang dilakukan oleh Pengelola
Kegiatan disusun dalam bentuk RKP-MA yang lengkap dan disampaikan kepada
Bappeda untuk persetujuan, disertai dengan seluruh dokumentasinya
(misalnya: temuan dan rekomendasi dari Kajian Sosial, risalah rapat yang
ditandatangani oleh peserta rapat, publikasi/foto Kegiatan, bukti dukungan penuh
dari KAT, berita acara dan materi sosialisasi, berita acara konsultasi, serta
dokumentasi lainnya yang terkait). Pengelola Kegiatan harus melaporkan berbagai
penyesuaian terhadap pelaksanaan RKP-MA yang terjadi di lapangan;
9) Pemukiman kembali untuk MA harus dihindari. Jika tidak dapat dihindari, Kegiatan
harus menyiapkan Rencana Kerja Pengadaan Tanah dan Pemukiman Kembali (RKPT)
untuk merelokasi KAT atau asset mereka atau sumber mata pencahariannya.
Keputusan untuk melakukan pemukiman kembali atau tidak harus dibuat oleh KAT,
berdasarkan konsultasi yang FPIC untuk mendapatkan dukungan penuh dari KAT

78
Pedoman Perencanaan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

yang terkena dampak. RKPT untuk KAT disiapkan berdasarkan konsultasi yang FPIC
untuk mendapatkan dukungan penuh dari KAT terhadap RKPT.
10) Dokumen RKP-MA yang telah disetujui oleh Bappeda harus menjadi bagian dari RK.
Seluruh pembiayaan yang terkait dengan penyusunan dan pelaksanaan RKP-MA
berasal dari APBD.
3. Rencana Kerja Penanganan Masyarakat Adat (RKP-MA)
Beberapa hal berikut ini perlu diperhatikan oleh Pengelola Kegiatan dalam pelaksanaan RKP-
MA pada tahap perencanaan teknis dan pelaksanaan konstruksi:
a. RKP-MA (sebagaimana relevan) yang terdapat dalam Rancangan Kegiatan (RK) harus
menjadi bagian dari kontrak Kegiatan antara Pengelola Kegiatan dan Kontraktor.
Rekomendasi dari RKP-MA yang mencerminkan kesepakatan bersama/rekomendasi dari
masyarakat adat, harus dimasukkan ke dalam desain teknis Kegiatan yang
mengakomodasi kesepakatan-kesepakatan/rekomendasi dari MA.
b. Selama masa konstruksi, MA perlu dilibatkan untuk memastikan bahwa kesepakatan dan
rekomendasi dari MA dilaksanakan secara konsisten, atau jika perlu ada perubahan,
langsung dikonsultasikan dengan MA pada saat konstruksi.
c. Tim Pemantau DAK berkoordinasi dengan Bappeda di tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota
dalam melakukan pemantauan terhadap kualitas pelaksanaan RKP-MA sebagai bagian
dari kegiatan pemantauan keseluruhan kegiatan DAK di Provinsi/Kabupaten/Kota.
Laporan pelaksanaan Kegiatan mengenai pelaksanaan RKP-MA menjadi bagian dari
Laporan Triwulanan dan Laporan Akhir.

4.4 Pengadaan Tanah


Pada tahap ini proses pengadaan tanah dilakukan sesuai dengan Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 2 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan
untuk Kepentingan Umum. Pengadaan tanah merupakan kegiatan menyediakan tanah
dengan cara memberi ganti kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak.
Prosedur pengadaan tanah dijelaskan secara rinci pada Pedoman Pengadaan Tanah dan
Rencana Kerja Pengadaan Tanah dan Pemukiman Kembali. Pengadaan Tanah untuk
Kepentingan Umum diselenggarakan sesuai dengan:
1. Rencana Tata Ruang Wilayah;
2. Rencana Pembangunan Nasional/Daerah;
3. Rencana Strategis; dan
4. Rencana Kerja setiap Instansi yang memerlukan tanah.

79
Pedoman Perencanaan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Pengadaan tanah untuk kepentingan umum bertujuan untuk menyediakan tanah


bagi pelaksanaan pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran
bangsa, negara, dan masyarakat dengan tetap menjamin kepentingan hukum pihak yang
berhak. Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2012 tentang
Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, yang termasuk ke dalam
kepentingan umum yakni salah satunya adalah pembangunan jalan umum, jalan tol,
terowongan. Pengadaan tanah untuk kepentingan umum diselenggarakan melalui tahapan:
1. Perencanaan
Perencanaan dituangkan dalam Dokumen Perencanaan Pengadaan Tanah (DPPT). DPPT
disusun berdasarkan studi kelayakan yang telah dilakukan, kemudian DPPT diserahkan
kepada pemerintah provinsi.
2. Persiapan
Instansi yang memerlukan tanah bersama dengan pemerintah provinsi melaksanakan:
a. Pemberitahuan rencana pembangunan, yang disampaikan kepada masyarakat pada
rencana lokasi pembangunan baik langsung maupun tidak langsung.
b. Pendataan awal lokasi rencana pembangunan, meliputi kegiatan pengumpulan data
awal pihak yang berhak dan objek pengadaan tanah. Pendataan awal dilaksanakan
dalam waktu paling lama 30 hari kerja sejak pemberitahuan rencana pembangunan.
Hasil pendataan awal digunakan sebagai data untuk pelaksanaan konsultasi publik
rencana pembangunan.
c. Konsultasi publik rencana pembangunan, dilaksanakan untuk mendapatkan
kesepakatan lokasi rencana pembangunan dari pihak yang berhak. Kesepakatan
tersebut dituangkan dalam bentuk berita acara kesepakatan, atas dasar itu maka
instansi yang memerlukan tanah mengajukan permohonan penetapan lokasi kepada
gubernur. Konsultasi publik dilaksanakan dalam waktu paling lama 60 hari kerja.
3. Pelaksanaan Pengadaan Tanah
Pelaksanaan pengadaan tanah meliputi:
b. Inventarisasi dan identifikasi penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan
tanah dilaksanakan dalam waktu paling lama 30 hari kerja. Kegiatan ini meliputi
pengukuran dan pemetaan bidang per bidang tanah serta pengumpulan data pihak
yang berhak dan objek pengadaan tanah.
c. Penilaian ganti kerugian, penilaian objek pengadaan tanah dilaksanakan oleh penilai
yang ditetapkan oleh Lembaga Pertanahan. Penilaian besarnya nilai ganti kerugian
dilakukan bidang per bidang tanah, meliputi tanah, ruang atas tanah dan bawah
tanah, bangunan, tanaman, benda yang berkaitan dengan tanah, kerugian lain yang

80
Pedoman Perencanaan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

dapat dinilai. Pemberian ganti kerugian dapat diberikan dalam bentuk uang, tanah
pengganti, permukiman kembali, kepemilikan saham dan bentuk lain yang disetujui
oleh kedua belah pihak.
d. Musyawarah penetapan ganti kerugian, dilaksanakan oleh Lembaga Pertanahan
dengan pihak yang berhak dalam waktu paling lama 30 hari kerja sejak hasil
penilaian dari Penilai disampaikan kepada Lembaga Pertanahan. Hasil kesepakatan
akan menjadi dasar pemberian ganti kerugian kepada pihak yang berhak dimuat ke
dalam berita acara kesepakatan.
e. Pemberian ganti kerugian, diberikan secara langsung kepada pihak yang berhak.
f. Pelepasan tanah instansi, yakni pelepasan objek pengadaan tanah yang dikuasai
oleh pemerintah atau dikuasai/dimiliki oleh Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha
Milik Daerah dilakukan oleh pejabat yang berwenang. Ganti kerugian atas tanah
instansi diberikan dalam bentuk tanah dan/atau bangunan atau relokasi. Pelepasan
tanah instansi dilaksanakan paling lama 60 hari kerja sejak penetapan lokasi
pembangunan rencana kegiatan.
4. Penyerahan hasil
Hasil pengadaan tanah diserahkan oleh Lembaga Pertanahan kepada instansi yang
memerlukan tanah setelah pemberian ganti kerugian kepada pihak yang berhak dan
pelepasan hak telah dilaksanakan dan/atau pemberian ganti kerugian telah dititipkan di
pengadilan negeri. Instansi yang telah memperoleh tanah wajib mendaftarkan tanah
yang telah diperoleh.

4.5 Konstruksi
Pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan pada tahap konstruksi
adalah pelaksanaan atau implementasi kegiatan pengelolaan lingkungan hidup dalam
rangka mencegah, mengurangi dan menanggulangi dampak negatif dan meningkatkan
dampak positif terhadap lingkungan hidup pada tahap pelaksanaan konstruksi. Pelaksanaan
pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan pada tahap konstruksi dilaksanakan berdasarkan
arahan dan rekomendasi yang telah diuraikan dalam Rencana Pengelolaan Lingkungan
(RKL) atau Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) yang telah disusun.
Pelaporan pelaksanaan pemantauan RKL/UKL-RPL/UPL oleh pemrakarsa kepada
Institusi Lingkungan Hidup terkait dilakukan setidaknya 6 bulan sekali atau sesuai dengan
frekuensi pelaporan yang ditetapkan oleh pemberi izin lingkungan, sejak dimulainya
kegiatan.

81
Pedoman Perencanaan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

4.6 Pasca Konstruksi


Kegiatan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup pada tahap pasca
konstruksi ini dilakukan sesuai rekomendasi yang tercantum pada dokumen lingkungan
hidup yang telah ditetapkan dan muatan yang ada di dalam surat keputusan Izin
Lingkungan Hidup. Pengelolaan lingkungan hidup dalam tahap pasca konstruksi
dilaksanakan pada saat operasi (Operational) dan pemeliharaan (Maintenance) berdasarkan
arahan dan rekomendasi yang telah diuraikan dalam RKL/UKL-RPL/UPL yang telah disusun.
Pelaporan pelaksanaan pemantauan RKL/UKL-RPL/UPL kepada Institusi Lingkungan Hidup
terkait dilakukan setidaknya 6 bulan sekali sejak dimulainya kegiatan.

4.7 Evaluasi Pasca Kegiatan


Evaluasi pasca kegiatan meliputi evaluasi kinerja RKL/UKL-RPL/UPL serta pelaporan.
Termasuk di dalamnya adalah evaluasi kualitas lingkungan, yang merupakan kegiatan untuk
mengkaji dan menilai kondisi lingkungan sepanjang koridor jalan terkait dengan
pemeliharaan jalan dan pengoperasian jalan. Tujuan evaluasi adalah untuk mengevaluasi
kinerja pengelolaan dan pemantauan lingkungan untuk perbaikan kinerja pemrakarsa secara
menerus (continual improvement).
Pada evaluasi kualitas lingkungan ini perlu dibuat suatu kesimpulan yang memuat
hal-hal penting yang dihasilkan dari pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan lingkungan
hidup. Hasil evaluasi perlu menguraikan temuan dan usulan untuk perbaikan pengelolaan
dan pemantauan lingkungan hidup selanjutnya dan perbaikan kinerja pemrakarsa dalam
merencanakan dan melaksanakan pembangunan jalan. Institusi Lingkungan Hidup terkait
menerima hasil evaluasi kinerja pengelolaan dan pemantauan lingkungan yang secara
keseluruhan dilakukan oleh pemrakarsa setidaknya 6 bulan sekali, atau sesuai dengan
frekuensi yang ditetapkan oleh pemberi izin lingkungan.

5. DOKUMENTASI
Tiap jenis kegiatan perencanaan pengelolaan lingkungan hidup jalan pada tahap
perencenaan jalan harus ditunjang dengan dokumen berupa surat, berita acara, laporan
pelaksanaan kegiatan perencanaan pengelolaan lingkungan hidup. Dokumentasi ini
disiapkan oleh pemrakarsa kegiatan dan perlu didistribusikan kepada instansi atau institusi
terkait. Jenis dokumen terkait dengan rencana pengelolaan lingkungan hidup tahap
perencanaan adalah:

82
Pedoman Perencanaan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

5.1 Dokumen Hasil Kajian Awal Lingkungan


Kajian awal lingkungan (penapisan/penyaringan) yang dilaksanakan pada tahap
perencanaan teknis awal dalam rangka memilih alternatif alinyemen jalan beserta potensi
dampak penting terhadap lingkungan perlu dituangkan ke dalam dokumen. Dokumen
penyaringan studi lingkungan yang dihasilkan berupa kesimpulan penetapan jenis studi
lingkungan yang harus dilakukan/disiapkan apakah memerlukan Amdal atau UKL-UPL untuk
rencana pembangunan jalan. Hal ini penting sebagai salah satu bahan dalam membuat
pertimbangan dan keputusan kegiatan selanjutnya. Dalam dokumen ini berisi proses
penentuan jenis studi dan menyajikan peta lokasi rencana kegiatan, peta situasi beserta
dokumentasi kondisi lingkungan dan data penunjang lainnya, serta dilampirkan surat
mengenai konfirmasi dan diskusi antara pemrakarsa dengan Dinas Lingkungan Hidup
tentang hasil penyaringan.

5.2 Dokumen Amdal dan UKL-UPL


Dokumen Amdal dan UKL-UPL merupakan persyaratan untuk mengajukan
permohonan izin lingkungan. Penyusunan dokumen ini mengacu pada Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan
Dokumen Lingkungan Hidup. Dokumen Amdal terdiri dari dokumen:
a. Kerangka Acuan (KA)
b. Andal
c. RKL-RPL

5.2.1 Dokumen Kerangka Acuan (KA)


Penyusunan kerangka acuan dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan yang
berlaku dan harus didukung dengan beberapa dokumen berikut ini:
a. Pengajuan Penilaian KA
Konsep KA yang telah disusun oleh pemrakarsa akan dievaluasi oleh Komisi Penilai
Amdal untuk mendapatkan persetujuan. Untuk keperluan itu, pemrakarsa harus
mengajukan penilaian KA kepada instansi yang bertanggung jawab dalam pengelolaan
lingkungan hidup.
b. Berita Acara Hasil Evaluasi KA
Konsep KA yang telah disusun oleh pemrakarsa kemudian dievaluasi oleh KPA. Hasil
evaluasi dituangkan dalam bentuk berita acara yang menyimpulkan bahwa konsep KA
disepakati atau perlu perbaikan. Apabila konsep KA tersebut perlu diperbaiki, maka

83
Pedoman Perencanaan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

pemrakarsa harus memperbaikinya sesuai dengan tanggpaan dari KPA, kemudian


mengajukannya lagi ke komisi penilai untuk mendapatkan persetujuan KA.
c. Surat Persetujuan KA
Jika KA telah disepakati oleh KPA, maka pemrakarsa akan menerima Surat Persetujuan
atas KA dari komisi penilai.

5.2.2 Dokumen Andal, RKL-RPL


Pemrakarsa menyusun dokumen Andal, RKL-RPL berdasarkan Kerangka Acuan yang
telah diterbitkan persetujuannya. Ketiga dokumen tersebut diajukan Bersama-sama untuk
dinilai oleh Komisi Penilai Amdal. Hasil penilaian inilah yang akan menentukan apakah
rencana usaha dan/atau kegiatan tersebut layak secara lingkungan atau tidak. Dalam
rangka penilaian dokumen Andal, RKL-RPL, maka perlu didukung dengan beberapa
dokumen berikut:
a. Surat pengajuan dokumen Andal, RKL-RPL kepada komisi penilai
Pemrakarsa membuat surat pengajuan dokumen Andal, RKL-RPL untuk dievaluasi
kepada instansi penanggung jawab pengelolaan lingkungan hidup melalui Komisi
Penilai Amdal.
b. Berita acara hasil evaluasi penilaian dokumen Andal, RKL-RPL
Dari hasil evaluasi dokumen Andal, RKL-RPL, komisi penilai selanjutnya menerbitkan
berita acara yang menyimpulkan bahwa dokumen tersebut disetujui atau perlu
perbaikan. Apabila dokumen Andal, RKL-RPL tersebut perlu perbaikan, maka
pemrakarsa harus segera memperbaikinya sesuai dengan saran dan tanggapan dari
komisi penilai. Selanjutnya mengajukan kembali dokumen hasil perbaikan kepada
komisi penilai untuk mendapatkan rekomendasi hasil penilaian akhir
(kelayakan/ketidaklayakan lingkungan hidup) atas rencana pembangunan jalan kepada
Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota
c. Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup
Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota menetapkan Keputusan Kelayakan
Lingkungan Hidup berdasarkan dari rekomendasi hasil penilaian akhir komisi penilai.
d. Izin Lingkungan
Izin lingkungan diterbitkan oleh Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota berdasarkan
keputusan kelayakan lingkungan hidup yang diterbitkan bagi rencana usaha dan/atau
kegiatan yang telah memiliki dokumen Amdal atau UKL-UPL.

5.2.3 Dokumen UKL-UPL

84
Pedoman Perencanaan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Dokumen UKL-UPL disusun dalam satu dokumen yang disiapkan oleh pemrakarsa
rencana kegiatan. Dokumen UKL-UPL diajukan untuk mendapatkan rekomendasi dengan:
a. Pengajuan permohonan izin lingkungan dan pemeriksaan UKL-UPL
Pemrakarsa membuat surat pengajuan permohonan izin lingkungan dan pemeriksaan
UKL-UPL kepada instansi penanggung jawab pengelolaan lingkungan.
b. Berita acara hasil pembahasan UKL-UPL
Berita acara hasil pembahasan dokumen UKL-UPL diterbitkan setelah dilakukan
pembahasan di instansi penanggung jawab pengelolaan lingkungan setempat. Dari
hasil pembahasan tersebut selanjutnya diterbitkan berita acara yang menyimpulkan
UKL-UPL perlu perbaikan atau langsung mendapat rekomendasi. Apabila dokumen
UKL-UPL tersebut perlu perbaikan, maka pemrakarsa harus segera memperbaiki
sesuai saran dan tanggapan. Kemudian mengajukan kembali kepada instansi yang
bertanggung jawab dalam pengelolaan lingkungan hidup untuk mendapatkan
rekomendasi.
c. Penerbitan rekomendasi persetujuan UKL-UPL dan Izin lingkungan
Surat rekomendasi persetujuan UKL-UPL dari instansi yang bertanggung jawab dalam
pengelolaan lingkungan khidup akan diterbitkan apabila UKL-UPL dianggap telah
memenuhi saran dan tanggapan dari instansi penanggung jawab pengelolaan
lingkungan setempat. Izin lingkungan diterbitkan oleh Menteri, Gubernur,
Bupati/Walikota berdasarkan Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup yang diterbitkan
bagi rencana usaha dan/atau kegiatan yang telah memiliki dokumen Amdal atau UKL-
UPL.

5.3 Dokumen DELH dan DPLH


Dokumen Evaluasi Lingkungan Hidup (DELH) merupakan dokumen yang memuat
pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup yang merupakan bagian dari evaluasi proses
pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup yang dikenakan bagi usaha dan/atau
kegiatan yang telah memiliki izin usaha dan/kegiatan tetapi belum memiliki dokumen Amdal.
Dokumen Pengelolaan Lingkungan Hidup (DPLH) merupakan dokumen yang memuat
pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup yang dikenakan bagi usaha dan/atau
kegiatan yang telah memiliki izin usaha dan/atau kegiatan tetapi belum memiliki UKL-UPL.
Penyusunan dokumen DELH/DPLH mengacu pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan Republik Indonesia Nomor P. 102/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2016 tentang
Pedoman Penyusunan Dokumen Lingkungan Hidup Bagi Usaha dan/atau Kegiatan yang
telah Memiliki Izin Usaha dan/atau Kegiatan tetapi Belum Memiliki Dokumen Lingkungan

85
Pedoman Perencanaan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Hidup. Dalam rangka penilaian DELH dan pemeriksaan DPLH merujuk ke Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2013 tentang Tata Laksana Penilaian
dan Pemerikasaan Dokumen Lingkungan Hidup serta Penerbitan Izin Lingkungan.
Pengesahan DELH atau DPLH menjadi persyaratan permohonan Izin Lingkungan. Menteri,
Gubernur, dan/atau Bupati/Walikota menerbitkan Izin Lingkungan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

5.4 Dokumen Rencana Tindak Pengadaan Tanah dan Permukiman Kembali


(RKPTK/RKPTS)
Dokumen RKPTK/RKPTS disusun oleh pemrakarsa kegiatan dalam rangka penanganan
dampak sosial yang diakibatkan pengadaan tanah untuk pembangunan jalan. Dokumen ini
merupakan rekomendasi dari analisis dampak sosial dan dibahas Bersama antara
masyarakat atau warga terkena proyek (WTP) dengan instansi terkait dalam penanganan
dampak. Dokumen ini diperlukan sebagai salah satu acuan dalam penanganan dampak pada
pelaksanaan pengadaan tanah.

5.5 Dokumen Rencana Kerja dan Program Pemberdayaan Masyarakat Adat


Berdasarkan Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2012
tentang Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil, dokumen Rencana Kerja dan Program
Pemberdayaan Masyarakat Adat disusun oleh pemrakarsa berdasarkan rekomendasi dari
hasil studi kelayakan yang telah disemilokakan/diseminarkan di tingkat pusat dan daerah.
Dokumen ini disusun dalam rangka penanganan dampak sosial budaya penting yang
diakibatkan rencana pembangunan jalan yang lokasinya melalui atau dekat dengan daerah
masyarakat adat. Dokumen ini merupakan rekomendasi dari studi Andas masyarakat adat
yang perlu dibahas Bersama antara masyarakat adat terkena proyek, instansi terkait dan
institusi terkait untuk menangani dampak sosial. Dokumen Rencana Kerja dan Program
Pemberdayaan Masyarakat Adat diperlukan sebagai acuan dalam penanganan dampak sosial
budaya akibat pembangunan jalan.
5.6 Dokumen Rencana Tindak Rehabilitasi Sosial
Dokumen ini disusun oleh pemrakarsa dalam rangka penyelenggaraan kesejahteraan
sosial untuk memulihkan dan mengembangkan kemampuan seseorang yang mengalami
disfungsi sosial agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar. Dokumen ini perlu
dirumuskan dan dibahas bersama masyarakat, instansi dan institusi terkait agar
penanganan dampak sosial dapat dilaksanakan atau diterapkan dengan baik sesuai kondisi
dan harapan masyakarat maupun instansi dan institusi terkait.

86
Pedoman Perencanaan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

5.7 Dokumen Konsultasi Publik


Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 17
Tahun 2012 tentang Pedoman Keterlibatan Masyarakat dalam Proses Analisis Dampak
Lingkungan Hidup dan Izin Lingkungan, pemrakarsa sebagai pihak yang melakukan
konsultasi publik menyampaikan informasi detail mengenai rencana usaha dan/atau
kegiatan yang akan dilakukan. Konsultasi publik dapat dilakukan sebelum, bersamaan atau
setelah pengumuman rencana usaha dan/atau kegiatan. Konsultasi publik dilakukan
terhadap masyarakat terkena dampak, masyarakat pemerhati lingkungan dan masyarakat
yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses Amdal.
Berdasarkan informasi yang disampaikan oleh pemrakarsa tersebut, masyarakat
berhak menyampaikan saran, pendapat dan tanggapan terhadap rencana usaha dan/atau
kegiatan. Saran, pendapat dan tanggapan masyakarat tersebut harus didokumentasikan dan
pemrakarsa wajib mengolah saran, pendapat dan tanggapan masyarakat tersebut. Saran,
pendapat dan tanggapan masyarakat yang telah diolah wajib digunakan oleh pemrakarsa
sebagai masukan dalam penyusunan dokumen Kerangka Acuan (KA). Prosedur pelaksanaan
konsultasi publik disajikan pada Peran dan Keterlibatan Masyarakat dalam Bidang
Jalan.

6. PEMBIAYAAN DAN INSTITUSI PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

6.1 Pembiayaan

Untuk menjamin terlaksananya pengelolaan lingkungan secara baik dalam


pembangunan jalan, maka perlu ditunjang dengan ketersediaan dana yang memadai dan
tepat waktu sesuai dengan jadwal tahapan kegiatan. Biaya yang diperlukan untuk
perencanaan pengelolaan lingkungan hidup mencakup biaya penapisan/penyaringan studi
lingkungan, kajian awal lingkungan hidup, studi Amdal, penyusunan rencana tindak
pengadaan tanah dan pemukiman kembali dan konsultasi masyarakat.

6.1.1 Biaya Penapisan/Penyaringan Jenis Studi Lingkungan Hidup

Biaya kegiatan penyaringan studi lingkungan terdiri dari biaya personel (gaji upah),
pengumpulan data sekunder/data primer.
a. Biaya Personel
Proses penyaringan studi lingkungan ini relatif mudah, maka untuk pelaksanaannya
tidak diperlukan tenaga khusus ahli lingkungan. Sekalipun demikian, tentu akan lebih

87
Pedoman Perencanaan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

baik bila dilaksanakan oleh personel yang memahami pengetahuan dasar tentang
Amdal.
Apabila kegiatan ini dilaksanakan secara swakelola, maka biaya personel sudah tercakup
dalam biaya rutin, sehingga tidak diperlukan biaya khusus. Demikian juga bila kegiatan
ini dilaksanakan oleh konsultan perencanaan jalan, kegiatan ini dapat dilaksanakan oleh
petugas perencanaan umum tersebut.
b. Pengumpulan Data
Kegiatan yang mungkin memerlukan biaya adalah pengumpulan data rona lingkungan
khususnya data tentang penataan ruang wilayah yang dilalui atau berbatasan
langsung/berdekatan dengan trase jalan yang akan dibangun. Untuk itu diperlukan biaya
reproduksi peta serta biaya transport baik untuk konsultasi dengan instansi terkait atau
peninjauan lapangan. Biaya yang diperlukan relatif kecil sehingga tidak perlu
dianggarkan secara khusus tapi cukup dimasukkan dalam anggaran rutin atau bagian
dari biaya pekerjaan perencanaan umum.

6.1.2 Biaya Penyusunan Kajian Awal Lingkungan


Biaya penyusunan kajian awal lingkungan pada tahap pra studi kelayakan mencakup
biaya personel, data primer dan data sekunder.
a. Biaya Personel
Biaya personel mencakup tenaga ahli dan tenaga penunjang (juru gambar dan operator
komputer).
b. Pengadaan Data sekunder
Biaya pengadaan data sekunder untuk pembelian atau penggandaan data lingkungan,
sosial dan data lainnya berupa foto dan peta.
c. Biaya Perjalanan Dinas/Data Primer
Biaya perjalanan dinas tenaga ahli untuk tinjauan lokasi kegiatan dan berkoordinasi
serta berkonsultasi ke instansi terkait.

6.1.3 Biaya Penyusunan Studi Amdal

a. Biaya Penyusunan Kerangka Acuan


Biaya penyusunan Kerangka Acuan terdiri dari komponen-komponen biaya personel (gaji
upah), pengadaan data sekunder, perjalanan dinas/pengumpulan data primer, dan
reproduksi (penggandaan) serta presentasi dokumen KA.
1) Biaya personel

88
Pedoman Perencanaan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Komponen biaya personel (gaji-upah) mencakup tenaga ahli dan tenaga penunjang (juru
gambar, operator komputer).
2) Pengadaan data sekunder
Biaya pengadaan data sekunder berupa biaya pembelian atau reproduksi data dari
berbagai sumber. Jenis data dapat berupa: peta, foto udara, citra satelit, data statistik
dan laporan hasil survei/penelitian.
3) Biaya perjalanan dinas/pengumpulan data primer
Biaya perjalanan mencakup perjalanan untuk berkonsultasi dan koordinasi dengan
instansi terkait baik di tingkat pusat maupun daerah dan perjalanan ke lokasi kegiatan
dan sekitarnya.
4) Biaya pengumuman dan konsultasi masyarakat
Komponen biaya ini terdiri dari biaya pemasangan iklan pengumuman tentang rencana
pelaksanaan studi Amdal yang harus dipasang pada surat kabar, dan biaya pelaksanaan
pertemuan konsultasi masyarakat di lokasi kegiatan, sesuai dengan ketentuan tercantum
dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 17 tahun 2012
tentang Pedoman Keterlibatan Masyarakat dalam Proses Analisis Dampak Lingkungan
Hidup dan Izin Lingkungan.
5) Biaya penggandaan dan presentasi dokumen KA
Komponen biaya ini terdiri dari:
• Biaya penggandaan dan penjilidan dokumen untuk dipresentasikan pada komisi penilai
Amdal dan dokumen akhir untuk didistribusikan kepada instansi-instansi terkait
• Biaya presentasi di komisi penilai Amdal.

b. Biaya Penyusunan Andal, RKL-RPL

Perhitungan biaya pelaksanaan studi Andal dan RKL-RPL harus didasarkan atas ketentuan-
ketentuan tercantum dalam Kerangka Acuan pekerjaan studi tersebut. Biaya studi Andal,
RKL-RPL secara garis besar terdiri dari komponen-komponen biaya personel (gaji upah),
fasilitas kantor, bahan (material) dan peralatan, perjalanan dinas, analisis laboratorium,
pembuatan laporan dan presentasi.
1) Biaya personel
Komponen biaya personel (gaji upah) mencakup tenaga ahli, dan tenaga penunjang
(surveyor, operator komputer, juru gambar, staf administrasi).

89
Pedoman Perencanaan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Jumlah tenaga ahli maupun penunjang tergantung dari besarnya proyek dan jenis-jenis
isu pokok yang harus dikaji. Jumlah person-month (pm) untuk studi Andal, RKL-RPL satu
ruas jalan diperkirakan berkisar antara 15 - 25 pm.
2) Perjalanan Survai dan Presentasi
Biaya perjalanan dinas mencakup: biaya transportasi dan biaya penugasan luar kota
(out-of-duty station).
3) Analisis laboratorium
Biaya analisis laboratorium yang mungkin diperlukan adalah: analisis kualitas udara,
analisis kebisingan, analisis getaran, analisis kualitas air, kualitas tanah dan analisis
biologi (plankton dan benthos).
4) Bahan dan peralatan
Biaya bahan dan peralatan meliputi: peralatan kantor (komputer, alat gambar dan
sebagainya), peralatan survei dan office supply (kertas, media penyimpanan data
elektronik, tinta printer dan sebagainya).
5) Pembuatan dan presentasi laporan
Biaya pembuatan dokumen meliputi: pencetakan (reproduksi) dan penjilidan.
Presentasi/pembahasan dokumen dilaksanakan dua tahap, yaitu di tingkat: pemrakarsa
dan komisi penilai Amdal.
6) Biaya Lainnya
Biaya lainnya meliputi: fasilitas kantor, sewa kendaraan kerja dan biaya komunikasi
(telepon, fax, e-mail).

6.1.4 Biaya Penyusunan UKL-UPL


Perhitungan biaya penyusunan UKL-UPL secara garis besar terdiri dari komponen-komponen
biaya personel (gaji upah), fasilitas kantor, bahan (material) dan peralatan, perjalanan
lapangan/survei, analisis laboratorium, pembuatan dokumen, dan presentasi.
1) Biaya personel
Komponen biaya personel (gaji upah) mencakup tenaga ahli dan tenaga penunjang
(surveyor, operator komputer, juru gambar, staf administrasi, dan lain-lain). Jumlah
tenaga ahli maupun penunjang tergantung dari besarnya proyek dan jenis-jenis isu
pokok yang harus dikaji. Jumlah person-month (pm) untuk studi UKL-UPL satu ruas jalan
diperkirakan berkisar antara antara 6 - 10 pm. Dalam prakteknya, terutama untuk
pekerjaan UKL-UPL, bisa saja beberapa ruas jalan digabung dalam satu paket pekerjaan.
2) Perjalanan dinas, survei dan presentasi

90
Pedoman Perencanaan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Biaya perjalanan mencakup: biaya transport dan biaya penugasan luar kota (out-of-duty
station).
3) Analisis laboratorium
Biaya analisis laboratorium yang mungkin diperlukan adalah: analisis kualitas udara,
analisis kebisingan, analisis getaran, analisis kualitas air dan analisis biologi (plankton
dan benthos).
4) Bahan dan peralatan
Biaya bahan dan peralatan meliputi: peralatan kantor (komputer, mesin tik, alat gambar
dan sebagainya), peralatan survei dan office supply (kertas, media penyimpanan data
elektronik, tinta printer dan sebagainya).
5) Pembuatan dokumen dan presentasi
Biaya pembuatan dokumen meliputi: pencetakan (reproduksi) dan penjilidan. Asistensi
dokumen dilaksanakan dua tahap, yaitu di tingkat: pemrakarsa dan
Bapedalda/BPLHD/Dinas Lingkungan Hidup.
6) Biaya Lainnya
Biaya lainnya meliputi: fasilitas kantor, sewa kendaraan kerja dan biaya komunikasi
(telepon, fax).

6.1.5 Biaya Pengadaan Tanah


Pendanaan pengadaan tanah untuk kepentingan umum bersumber dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD) dan Bank Dunia (World Bank). Alokasi dana untuk penyelenggaraan pengadaan
tanah terdiri dari biaya Ganti Kerugian, biaya operasional, dan biaya pendukung untuk
kegiatan:
a. Perencanaan;
b. Persiapan;
c. Pelaksanaan;
d. Penyerahan hasil;
e. Administrasi dan pengelolaan;
f. Sosialisasi.
Biaya yang dibutuhkan mempertimbangkan luasan objek pengadaan tanah, jumlah
bidang yang terkena pengadaan tanah, letak geografis, nilai ganti kerugian, dan sarana
prasarana yang tersedia.

6.2 Institusi

91
Pedoman Perencanaan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Kegiatan pembangunan jalan dilaksanakan oleh berbagai unit kerja (unit perencanaan
umum, perencanaan teknis awal, perencanaan teknis akhir, pengadaan tanah, pra
konstruksi, konstruksi, pasca konstruksi dan evaluasi pasca kegiatan) pada beberapa tingkat
instansi pemerintah (pusat, provinsi dan kabupaten/kota). Karena itu, untuk kelancaran
proses perencanaan pengelolaan lingkungan pada tahap perencanaan, diperlukan koordinasi
antar instansi terkait.
Pelaku kegiatan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan, yaitu:
a. Pemrakarsa,
b. Kementerian Negara Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK)/Badan Pengendalian
Dampak Lingkungan Hidup Daerah (BAPEDALDA)/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup
Daerah (BPLHD)/Dinas Lingkungan Hidup (DLH),
c. BAPPEDA,
d. Masyarakat, dan
e. Instansi dan institusi lainnya.

6.2.1 Pemrakarsa Kegiatan Pembangunan Jalan


Pemrakarsa adalah orang atau badan hukum yang bertanggung jawab atas suatu
kegiatan yang akan dilaksanakan. Pejabat yang bertanggung jawab sebagai pemrakarsa
dalam kegiatan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan adalah Pemimpin Proyek atau
Satuan Kerja atau Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) perencanaan, pembangunan,
pemeliharaan dan pengawasan jalan.
Tugas dan tanggung jawab pemrakarsa dalam pengelolaan lingkungan hidup bidang
jalan adalah merencanakan dan melaksanakan pengelolaan lingkungan hidup pada setiap
kegiatan mulai dari perencanaan (perencanaan umum, pra studi kelayakan, studi kelayakan,
desain teknik), pengadaan tanah, pelaksanaan konstruksi, pengoperasian dan pemeliharaan
jalan.

Pemrakarsa wajib mematuhi peraturan perundang-undangan yang terkait dalam


perencanaan dan pelaksanaan kegiatan pengelolaan dan pemantauan lingkungan antara
lain prosedur, baku mutu atau standar yang berlaku. Di samping itu juga pemrakarsa wajib
melakukan koordinasi dan konsultasi pada masyarakat dan instansi terkait serta wajib
membuat laporan hasil pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup atas kegiatan
bersangkutan.

Pemimpin Proyek atau Satuan Kerja atau Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)
perencanaan, pembangunan, pemeliharaan dan pengawasan jalan adalah pejabat yang

92
Pedoman Perencanaan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

bertanggung jawab sebagai pemrakarsa dalam kegiatan pengelolaan lingkungan hidup


bidang jalan.

Kegiatan pengelolaan lingkungan hidup yang perlu dilaksanakan antara lain adalah:
a. Melakukan penyaringan untuk menentukan jenis studi lingkungan Amdal atau UKL-UPL;
b. Menyusun Kerangka Acuan (KA);
c. Menyusun Analisis Dampak Lingkungan (Andal), Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL)
dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) apabila kegiatan wajib dilengkapi Amdal
atau menyusun Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan
Lingkungan (UPL);
d. Menyusun dokumen Analisis Dampak Sosial (Andas) akibat pengadaan tanah dan/atau
karena adanya masyarakat rentan;
e. Konsultasi dan musyawarah dengan masyarakat yang akan terkena dampak, mengenai
rencana kegiatan proyek pembangunan jalan yang akan dilaksanakan;
f. Merencanakan dan melaksanakan pengelolaan lingkungan hidup untuk pencegahan atau
penanggulangan dampak negatif dan peningkatan dampk positif yang timbul akibat
kegiatan pembangunan jalan, pada tahap perencanaan;
g. Melakukan koordinasi dengan instansi terkait baik di tingkat pusat maupun daerah,
dalam perencanaan dan pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup;
h. Melaporkan hasil pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup kepada
instansi penanggung jawab pengelolaan lingkungan hidup di pusat atau di daerah sesuai
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

6.2.2 Institusi Terkait

Institusi terkait dalam pengelolaan lingkungan hidup kegiatan pembangunan jalan,


adalah sebagai berikut.
a. Instansi Pengelola Lingkungan Hidup
Instansi yang bertanggung jawab dalam pengelolaan lingkungan hidup di pusat,
provinsi, kabupaten dan kota mempunyai nama yang berbeda yaitu:
1) Kementerian Negara Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK);
2) Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Hidup Daerah (BAPEDALDA);
3) Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD);
4) Dinas Lingkungan Hidup (DLH);
5) Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK);
6) Dinas Analisis Dampak Lingkungan;

93
Pedoman Perencanaan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

7) Dan lain-lain.
Instansi tersebut berperan dalam pembinaan dan koordinasi pengendalian pencemaran
dan kerusakan lingkungan, dan pengawasan pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup
di pusat dan daerah. Selain itu mempunyai peran penting dalam penilaian dokumen
studi lingkungan.
Tugas pembinaan dan koordinasi pengendalian dan pengawasan pengelolaan
lingkungan hidup bidang jalan antara lain:
1) Memberi masukan tentang tata cara pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan serta
rekomendasi yang diperlukan;
2) Memantau pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan yang
dilaksanakan oleh pemrakarsa.
b. Institusi Terkait Lainnya
Institusi terkait lainnya adalah instansi pemerintah atau institusi swasta baik di tingkat
pusat maupun daerah, yang terkait dengan kegiatan pembangunan bidang jalan, di
antaranya:
1) Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA)
2) Badan Pertanahan Nasional (BPN) atau Dinas/Kantor Pertanahan Provinsi atau
Kabupaten/Kota, dalam kaitannya dengan kegiatan pengadaan tanah;
3) Kementerian Kehutanan atau Dinas Kehutanan Provinsi atau Kabupaten/Kota, dalam
kaitannya dengan pembangunan jalan yang melewati atau berbatasan langsung
dengan kawasan hutan;
4) Kementerian Perhubungan atau Dinas Perhubungan Provinsi atau Kabupaten/Kota,
dalam kaitannya dengan masalah transportasi termasuk masalah perlintasan antara
jalan dengan jalur kereta api;
5) Kementerian Negara Kebudayaan dan Pariwisata, atau Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata Provinsi dan Kabupaten/Kota, dalam kaitannya dengan pembangunan
jalan yang melewati lokasi cagar budaya;
6) kementerian Sosial, Dinas Sosial Provinsi dan Kabupaten/Kota, dalam kaitannya
dengan masalah dampak sosial yang mungkin timbul terhadap masyarakat
(termasuk komunitas rentan), serta dampak kegiatan pengadaan tanah dan
pemindahan penduduk.
7) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral kaitannya dengan tumpang tindih
antara jalan dengan instalasi jaringan migas dan listrik.
8) Kementerian Pertanian kaitannya dengan tumpang tindih penggunaan lahan dengan
infrastruktur pertanian dengan jalan.

94
Pedoman Perencanaan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

9) Kementerian Pertahanan dan Keamanan kaitannya dengan lokasi kegiatan strategis


bidang keamanan.
10) Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) sebagai
pengelola utilitas, energi, transportasi dan lain-lain.
11) Perusahaan swasta yang bergerak di lingkungan/sektor-sektor terkait dengan
Pemerintah.

6.2.3 Masyarakat
Masyarakat adalah perorangan maupun kelompok yang berkepentingan terhadap
kelestarian lingkungan hidup. Termasuk kedalam kelompok masyarakat ini adalah:
a. Penduduk terkena proyek (PTP);
b. Lembaga swadaya masyarakat (LSM);
c. Tokoh-tokoh masyarakat dan pemerhati lingkungan;
d. Kelompok masyarakat rentan (komunitas adat terpencil dan kelompok miskin).
Peran masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan, antara lain
dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Memberi tanggapan dan saran terhadap rencana kegiatan pembangunan jalan;
b. Memberi tanggapan dan saran tentang pengelolaan lingkungan dalam kegiatan
konsultasi masyarakat;
c. Menghadiri rapat komisi penilai Amdal dan memberi masukan tentang aspek-aspek
pengelolaan lingkungan, termasuk yang berhubungan dengan pengadaan tanah,
kompensasi untuk tanah dan bangunan, pemukiman kembali penduduk dan penanganan
masyarakat komunitas rentan.

6.2.4 Koordinasi dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup

Koordinasi antara pemrakarsa dengan instansi terkait perlu dilakukan. Hal ini terkait
dengan perencanaan pembangunan jalan dengan wilayah dan kepentingan sektor yang
berada atau berdekatan dengan lokasi rencana jalan. Dalam rangka mencegah sedini
mungkin dampak kegiatan terhadap lingkungan dapat dilakukan melalui pendekatan instansi
melalui koordinasi.

7. PENUTUP

Penyelenggaraan jalan yang mencakup pengaturan, pembinaan, pelaksanaan dan


pengawasan jalan yang terintegrasi dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.

95
Pedoman Perencanaan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Kegiatan perencanaan umum, perencanaan teknis awal, perencanaan teknis akhir,


dan pengadaan tanah yang merupakan bagian dari pembangunan jalan perlu
mempertimbangkan aspek lingkungan hidup dalam setiap tahap kegiatannya.

Pentingnya pertimbangan lingkungan pada tahap perencanaan adalah untuk


mencegah, mengurangi dan menanggulangi dampak lingkungan dan sosial pada saat
pelaksanaan pengadaan tanah, pelaksanaan pembangunan jalan, pengoperasian dan
pemeliharaan jalan. Kemungkinan dampak lingkungan dan sosial yang potensial terjadi pada
pembangunan jalan diinventarisasi, diidentifikasi serta dianalisis pada tahap perencanaan.

Dengan adanya Pedoman Perencanaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan ini


diharapkan dapat mewujudkan tujuan penyelenggaraan jalan yang diantaranya mewujudkan
sistem jaringan jalan yang berdaya guna dan berhasil guna untuk mendukung sistem
transportasi yang terpadu.

Untuk menjamin keberhasilan perencanaan pengelolaan lingkungan hidup ini, maka


proses pelaksanaannya harus terintegrasi dalam pengelolaan (manajemen) proyek. Untuk
itu, koordinasi antar instansi atau unit kerja terkait mutlak diperlukan dan peranan aktif
pemimpin proyek atau satuan kerja selaku pemrakarsa pekerjaan sangat penting. Bagan alir
proses koordinasi antar unit kerja/penanggung jawab/pemimpin proyek dapat dilihat pada
Gambar 7.1.

Keberhasilan perencanaan pengelolaan lingkungan bidang jalan juga tergantung dari


ketersediaan sumberdaya manusia yang memadai, dana dan sarana penunjang sesuai
dengan kebutuhan pada tiap tahap kegiatan pembangunan jalan.

96
Pedoman Perencanaan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Unit/Penanggung Unit/Penanggung Unit/Penanggung Unit/Penanggung


Jawab/Pemimpin Proyek Jawab/Pemimpin Proyek Jawab/Pemimpin Proyek Jawab/Pemimpin Proyek
Perencanaan Umum Pra Studi Kelayakan Studi Kelayakan (F/S) Desain Teknis
(Pra F/S)

Penyusunan
dokumen rute/koridor
jalan yang
mempertimbangkan
aspek:
- Tata Ruang
Wilayah
- Daerah Sensitif - Penyusunan
Dokumen
Penyaringan
Jenis Studi
Lingkungan
Amdal/UKL-UPL
dan/atau Andas
dan
Laporan pelaksanaan - Penyusunan
penentuan Dokumen
rute/koridor jalan yang Pelingkupan Isu
mempertimbangkan: Lingkungan dan
- Tata Ruang Sosial
Wilayah
- Daerah Sensitif
Laporan
Pelaksanaan Penyusunan
Penyaringan Jenis Dokumen
Studi Lingkungan Amdal/UKL-UPL
dan Sosial serta dan/atau Andas
Penentuan Isu Komunitas Adat
Lingkungan dan
Sosial
Penjabaran RKL/UKL
Laporan dan/atau RT-
Pelaksanaan Pemberdayaan
Penyusunan Komunitas Adat/RT-
Dokumen Rehabilitasi Sosial ke
Amdal/UKL-UPL dalam Desain Teknis
dan/atau Andas serta Penyusunan
Komunitas Adat Andas Pengadaan
Tanah

Laporan Pelaksanaan
Penjabaran RKL/UKL
dan/atau Rencana
Tindak dalam Desain
Teknis serta Dokumen
Andas Pengadaan
Tanah

Pelaksanaan

Pra Konstruksi
dan Konstruksi
Jalan

Gambar 7. 1 Bagan Alir Peran Unit/Penanggung Jawab/Pemimpin Proyek


dalam Pengelolaan Lingkungan Proyek Jalan yang Berkesinambungan
pada Tahap Perencanaan

97

Anda mungkin juga menyukai