Pedoman Perencanaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
Pedoman Perencanaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
PRAKATA
Kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan Pedoman
Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan ini disampaikan terima
kasih.
i
PEDOMAN PERENCANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
DAFTAR ISI
Prakata i
Pendahuluan ii
Daftar Isi iii
Daftar Tabel v
Daftar Gambar vi
1. RUANG LINGKUP 1
2. ACUAN NORMATIF 2
3. ISTILAH DAN DEFINISI 9
5. DOKUMENTASI 83
5.1 Dokumen Hasil Kajian Awal Lingkungan 83
5.2 Dokumen AMDAL dan UKL-UPL 83
5.2.1 Dokumen Kerangka Acuan 83
5.2.2 Dokumen Andal, RKL-RPL 84
5.2.3 Dokumen UKL-UPL 85
5.3 Dokumen DELH dan DPLH 85
iii
PEDOMAN PERENCANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
5.4 Dokumen Rencana Tindak Pengadaan Tanah dan Permukiman
Kembali (RKPTK/RKPTS) 86
5.5 Dokumen Rencana Kerja dan Program Pemberdayaan Masyarakat
Adat 86
5.7 Dokumen Rencana Tindak Rehabilitasi Sosial 87
5.8 Dokumen Konsultasi Publik 87
7. PENUTUP 96
iv
PEDOMAN PERENCANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
vi
PEDOMAN PERENCANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
PENDAHULUAN
Pedoman ini adalah hasil pemutakhiran dari Pedoman Umum Pengelolaan Lingkungan
Hidup Bidang Jalan yang merupakan bagian dari Pedoman Pengelolaan Lingkungan
Hidup Bidang Jalan yang terdiri dari 4 (empat) pedoman yaitu:
1. Pedoman Umum Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
2. Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
3. Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
4. Pedoman Pemantauan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
Pedoman ini dimaksudkan untuk digunakan sebagai salah satu acuan dalam
perencanaan pembangunan jalan dan jembatan di tingkat pusat, provinsi, maupun
kabupaten dan kota, dalam mencegah dampak lingkungan yang mungkin terjadi
pada tahap pelaksanaan konstruksi jalan.
ii
PEDOMAN PERENCANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
PEDOMAN PERENCANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
1. RUANG LINGKUP
Dokumen Amdal dan UKL/UPL adalah dokumen yang sifatnya wajib untuk
disiapkan/dibuat agar mendapatkan rekomendasi kelayakan lingkungan suatu rencana
kegiatan, dimana keharusan penyusunannya pun diatur oleh Undang-Undang/Peraturan
Pemerintah/Peraturan Menteri.
tindak dalam penanganan dampaknya, terutama dalam upaya pemulihan dan peningkatan
sosial ekonomi penduduk yang terkena dampak.
Pedoman ini dimaksudkan untuk digunakan sebagai salah satu acuan dalam
perencanaan pembangunan jalan dan jembatan baik di tingkat pusat, provinsi, maupun
kabupaten dan kota, dalam mencegah dampak lingkungan yang mungkin terjadi pada
tahap pelaksanaan konstruksi jalan.
2. ACUAN NORMATIF
Indonesia Nomor 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi
Kawasan Hutan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 60 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan
dan Fungsi Kawasan Hutan;
8. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional;
9. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah;
10. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional
Indonesia;
11. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan;
12. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2006 konvensi tentang
Pelarangan Penggunaan, Penimbunan, Produksi dan transfer ranjau darat anti personel
dan pemusnahannya;
13. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana;
14. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian;
15. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang;
16. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 tahun 2007 tentang Penataan Ruang;
17. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan
Sosial;
18. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan;
19. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup;
20. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan;
21. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan
Kependudukan dan Pembangunan Keluarga;
22. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya;
23. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan
Kawasan Permukiman;
24. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir
Miskin;
3
PEDOMAN PERENCANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
25. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah
Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum;
26. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Perusakan Hutan;
27. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1981 tentang Pelayanan
Kesejahteraan Sosial Bagi Fakir Miskin;
28. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 tahun 1993 tentang Prasarana dan
Lalu Lintas Jalan;
29. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 68 tahun 1998 tentang Kawasan
Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam;
30. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 69 tahun 1998 tentang Prasarana dan
Sarana KA;
31. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian
Pencemaran Udara;
32. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan
Kehutanan;
33. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol;
34. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2006 tentang Irigasi;
35. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan;
36. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian
Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota;
37. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2008 tentang Jenis dan Tarif
Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berasal Dari Penggunaan Kawasan
Hutan Untuk Kepentingan Pembangunan Di Luar Kegiatan Kehutanan Yang Berlaku
Pada Departemen Kehutanan;
38. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan
Atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2007 Tentang Tata
Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Serta Pemanfaatan Hutan;
39. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 tentang
Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana;
40. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2009 tentang
Perubahan atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2004
tentang Perlindungan Hutan;
4
PEDOMAN PERENCANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
41. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara
Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan hutan;
42. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2010 tentang
Penyelenggaraan Penataan Ruang;
43. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2010 tentang Penggunaan
Kawasan Hutan;
44. Peraturan Pemeritah Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2011 tentang Penetapan dan
Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan;
45. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2011 tentang Pengelolaan
Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam;
46. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai;
47. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin
Lingkungan;
48. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2012 tentang Pengelolaan
Daerah Aliran Sungai;
49. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2012 tentang
Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial;
50. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2012 tentang Perubahan
Atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2010 tentang Tata
Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan;
51. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2012 tentang Perubahan
atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2010 tentang
Penggunaan Kawasan Hutan;
52. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 63 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan
Upaya Penanganan Fakir Miskin melalui Pendekatan Wilayah;
53. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 88 Tahun 2014 tentang Pembinaan
Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman;
54. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2015 tentang Tata Cara
Pengumpulan dan Penggunaan Sumbangan Masyarakat Bagi Penanganan Fakir Miskin;
55. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 104 Tahun 2015 tentang Tata Cara
Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan;
56. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 105 tahun 2015 tentang Perubahan
Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan
Hutan;
5
PEDOMAN PERENCANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
57. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 108 Tahun 2015 tentang Perubahan
Atas Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka
Alam dan Kawasan Pelestarian Alam;
58. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 121 Tahun 2015 Tentang
Pengusahaan Sumber Daya Air;
59. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2016 tentang
Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman;
60. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan
Kawasan Lindung;
61. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 111 Tahun 1999 tentang Pembinaan
Kesejahteraan Sosial Komunitas Adat Terpencil;
62. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 40 tahun 2001 tentang Pedoman
Kelembagaan dan Pengelolaan Rumah Sakit Daerah;
63. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2017 tentang Penundaan dan
Penyempurnaan Tata Kelola Pemberian Izin Baru Hutan Alam Primer dan Lahan
Gambut
64. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perubahan atas
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan
Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum;
65. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 99 Tahun 2014 tentang Perubahan
Kedua atas Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2012 tentang
Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum;
66. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 186 Tahun 2014 tentang Pemberdayaan
Sosial terhadap Komunitas Adat Terpencil;
67. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2015 tentang Perubahan
Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan
Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum;
68. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 148 Tahun 2015 tentang Perubahan
Keempat atas Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan
Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum;
69. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan
Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional;
70. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 2017 tentang Penanganan
Dampak Sosial Kemasyarakatan dalam Rangka Penyediaan Tanah untuk Proyek
Strategis Nasional;
6
PEDOMAN PERENCANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
71. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor KEP
48/MENLH/11/1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan;
72. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor KEP
49/MENLH/11/1996 tentang Baku Tingkat Getaran;
73. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor KEP
45/MENLH/10/1997 tentang Indeks Standard Pencemaran Udara;
74. Keputusan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor KM 52 tahun 2000 tentang
Jalur Kereta Api;
75. Keputusan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor KM 53 tahun 2000 tentang
Perpotongan dan/atau Persinggungan Antara Jalur KA Dengan Bangunan Lain;
76. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 45 Tahun
2005 tentang Pedoman Penyusunan Laporan Pelaksanaan Rencana Pengelolaan
Lingkungan Hidup (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL);
77. Keputusan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2006 tentang
Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas di Jalan;
78. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia Nomor 63/PRT/1993 tentang
Garis Sempadan Sungai, Daerah Manfaat Sungai, Daerah Penguasaan Sungai dan
Bekas Sungai;
79. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2006 tentang
Jalan;
80. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia Nomor 09/PER/M/2008 tentang
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Konstruksi Bidang Pekerjaan
Umum;
81. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia Nomor 10/PRT/M/2008 tentang
Penetapan Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Bidang Pekerjaan Umum yang
Wajib Dilengkapi dengan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan
Lingkungan Hidup;
82. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia Nomor 15/PRT/M/2010 tentang
Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus Bidang Infrastruktur;
83. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2010 tentang Tukar
Menukar Kawasan Hutan;
84. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia Nomor 13/PRT/M/2011 tentang
Tata Cara Pemeliharaan dan Penilikan Jalan;
85. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia Nomor 19/PRT/M/2011 tentang
Persyaratan Teknis Jalan dan Kriteria Perencanaan Teknis Jalan;
7
PEDOMAN PERENCANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
86. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia Nomor 01/PRT/M/2012 tentang
Pedoman Peran Masyarakat dalam Penyelenggaraan Jalan;
87. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2012 tentang
Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Memiliki Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup;
88. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2012 tentang
Pedoman Penanaman Pohon Pada Sistem Jaringan Jalan;
89. Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 07/Permentan/OT.140/2/2012
tentang Pedoman Teknis Kriteria dan Persyaratan Kawasan, Lahan, dan Lahan
Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan;
90. Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pedoman
Pendataan dan Pengelolaan Data Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial dan
Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial;
91. Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2012 tentang
Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil;
92. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2012 tentang
Pedoman Penyusunan Dokumen Lingkungan Hidup;
93. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2012 tentang
Keterlibatan Masyarakat dalam Proses Amdal dan Izin Lingkungan;
94. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2013 tentang
Tata Laksana Penilaian dan Pemeriksaan Dokumen Lingkungan Hidup serta Penerbitan
Izin Lingkungan;
95. Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 81/Permentan/ot/140/8/2013
tentang Pedoman Teknis Tata Cara Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan;
96. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2014 tentang
Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan;
97. Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pedoman
Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015-2019
98. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.85/Menhut-II/2014 tentang
Tata Cara Kerjasama Penyelenggaraan Kawasan Suaka Alam (KSA) dan Kawasan
Pelestarian Alam (KPA);
99. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor
4 Tahun 2015 tentang Kriteria dan Penetapan Wilayah Sungai;
8
PEDOMAN PERENCANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
100. Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia Nomor 6 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan
Pengadaan Tanah;
101. Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2015 tentang
Pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 186 Tahun 2014 tentang Pemberdayaan Sosial
Terhadap Komunitas Adat Terpencil;
102. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor
26 Tahun 2015 tentang Pengalihan Alur Sungai dan/ atau Pemanfaatan Ruas Bekas
Sungai;
103. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor
28 Tahun 2015 tentang Penetapan Garis Sempadan Sungai dan Garis Sempadan
Danau;
104. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor
P.38/Menlhk/Setjen/Kum.1/4/2016 tentang Persetujuan Pembuatan dan/atau
Penggunaan Koridor;
105. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor 50
Tahun 2016 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan;
106. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor
P.102/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2016 Tentang Pedoman Penyusunan Dokumen
Lingkungan Hidup Bagi Usaha dan/ atau Kegiatan Yang Telah Memiliki Izin Usaha dan/
atau Kegiatan Tetapi Belum Memiliki Dokumen Lingkungan Hidup;
107. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor 44
Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia
Nomor 85 Tahun 2014 tentang Perjanjian Kerjasama KSA dan KPA;
108. Surat Edaran Dirjen Sumber Daya Air Republik Indonesia Nomor 01 Tahun 2012
tentang Operasi dan Pemeliharaan Prasarana Sungai Serta Pemeliharaan Sungai;
109. Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia
Nomor 12/SE/M/2014 tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Lingkungan, Pengadaan
Tanah dan Pemukiman Kembali, dan Penanganan Masyarakat Adat;
110. Surat Edaran Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor
SE.07/MENLHK/SETJEN/PLA.4.12/2016;
111. Surat Edaran Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor
S.541/MENLHK/SETJEN/PLA.4/12/2016;
9
PEDOMAN PERENCANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
10
PEDOMAN PERENCANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
3.7 Pemrakarsa
Setiap orang atau instansi pemerintah yang bertanggung jawab atas suatu Usaha
dan/atau Kegiatan yang akan dilaksanakan. (Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 2012
tentang Izin Lingkungan)
3.9 Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan
Hidup (UPL)
Pengelolaan dan pemantauan terhadap Usaha dan/atau Kegiatan yang tidak
berdampak penting terhadap lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan
keputusan tentang penyelenggaraan Usaha dan/atau Kegiatan. (Peraturan Pemerintah
Nomor 27 tahun 2012 tentang Izin Lingkungan)
11
PEDOMAN PERENCANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
12
PEDOMAN PERENCANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
Dari Gambar 4.1 dapat dilihat tahap perencanaan merupakan awal rencana
pembangunan jalan yang kegiatannya meliputi perencanaan umum, perencanaan teknis
awal, perencanaan teknis akhir, dan pengadaan tanah.
13
PEDOMAN PERENCANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
daerah-daerah yang dianggap sensitif berupa kawasan lindung dan kawasan tertentu yang
tergolong sensitif mengalami perubahan atau dampak lingkungan. Di samping itu dalam
pemilihan rute jalan atau koridor jalan perlu memperhatikan dan menyesuaikan dengan tata
ruang wilayah (RTRW) nasional/provinsi/kabupaten/kota yang telah ditetapkan.
Kesesuaian dengan Tata Ruang Wilayah merupakan suatu kewajiban dalam
merencanakan suatu kegiatan. Hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 27
Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan Pasal 4 Ayat 2 yaitu; “Lokasi rencana Usaha dan/atau
Kegiatan sebagaimana dimaksud wajib sesuai dengan rencana tata ruang.”
Penyusunan perencanaan umum jaringan jalan menghasilkan Rencana
Pembangunan jaringan jalan yang menggambarkan wujud jaringan jalan sebagai satu
kesatuan sistem jaringan. Rencana Pembangunan jaringan jalan sebagaimana dimaksud
adalah kumpulan rencana ruas-ruas jalan beserta besaran pencapaian sasaran kinerja
pelayanan jalan tertentu untuk jangka waktu tertentu.
Rencana Pembangunan jaringan jalan sebagaimana dimaksud pada Pasal 70 ayat (1)
Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan, meliputi Rencana Pembangunan
jangka panjang dan Rencana Pembangunan jangka menengah.
b. Pengumpulan data yang meliputi data wilayah administrasi, data fisiografis, data
kependudukan, data ekonomi dan keuangan, data ketersediaan prasarana dan sarana
dasar, data penggunaan lahan, data peruntukan ruang, data daerah rawan bencana,
dan peta dasar rupa bumi dan peta tematik yang dibutuhkan termasuk peta
penggunaan lahan, peta peruntukan ruang, dan peta daerah rawan bencana pada
skala peta minimal 1:1.000.000.
c. Pengolahan data dan analisis paling sedikit meliputi, teknik analisis permasalahan
regional dan global, teknik penentuan daya dukung dan daya tampung lingkungan
melalui kajian lingkungan hidup strategis, teknik analisis keterkaitan antarwilayah
pulau/kepulauan dan antarwilayah provinsi.
d. Perumusan konsepsi rencana paling sedikit harus memperhatikan Wawasan
Nusantara dan Ketahanan Nasional, perkembangan permasalahan regional dan global
serta hasil pengkajian implikasi penataan ruang nasional, upaya pemerataan
pembangunan dan pertumbuhan serta stabilitas ekonomi, keselarasan aspirasi
pembangunan nasional dan pembangunan daerah, daya dukung dan daya tampung
lingkungan hidup, rencana pembangunan jangka panjang nasional, rencana
pembangunan jangka menengah nasional, rencana tata ruang pulau/kepulauan,
rencana tata ruang kawasan strategis nasional, dan rencana tata ruang wilayah
provinsi dan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota.
e. Penyusunan rancangan peraturan pemerintah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
f. Prosedur penetapan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
b. Pengumpulan data paling sedikit meliputi, data wilayah administrasi, data fisiografis,
data kependudukan, data ekonomi dan keuangan, data ketersediaan prasarana dan
sarana dasar, data penggunaan lahan, data peruntukan ruang, data daerah rawan
bencana, peta dasar rupa bumi dan peta tematik yang dibutuhkan termasuk peta
penggunaan lahan, peta peruntukan ruang, dan peta daerah rawan bencana pada
skala peta minimal 1: 250.000.
c. Pengolahan data dan analisis paling sedikit meliputi, teknik penentuan daya dukung
dan daya tampung lingkungan hidup melalui kajian lingkungan hidup strategis,
teknik analisis keterkaitan antarwilayah provinsi, teknik analisis keterkaitan
antarwilayah kabupaten/kota dalam provinsi.
d. Perumusan konsepsi rencana paling sedikit harus:
1) mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, pedoman bidang
penataan ruang, dan rencana pembangunan jangka panjang daerah provinsi
yang bersangkutan.
2) memperhatikan: a) perkembangan permasalahan nasional dan hasil pengkajian
implikasi penataan ruang provinsi; b) upaya pemerataan pembangunan dan
pertumbuhan ekonomi provinsi; c) keselarasan aspirasi pembangunan provinsi
dan pembangunan kabupaten/kota; d) daya dukung dan daya tampung
lingkungan hidup; e) rencana tata ruang wilayah provinsi yang berbatasan; f)
rencana tata ruang kawasan strategis provinsi; dan g) rencana tata ruang
wilayah kabupaten/kota.
3) merumuskan: a) tujuan, kebijakan, dan strategi pengembangan wilayah provinsi;
dan b) konsep pengembangan wilayah provinsi.
e. Penyusunan rancangan peraturan daerah provinsi tentang rencana tata ruang
wilayah provinsi yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
16
PEDOMAN PERENCANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
17
PEDOMAN PERENCANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
c. Rencana pola ruang wilayah kabupaten yang meliputi kawasan lindung kabupaten
dan kawasan budi daya kabupaten;
d. Penetapan kawasan strategis kabupaten;
e. Arahan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten yang berisi indikasi program utama
jangka menengah lima tahunan;
f. Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten yang berisi
ketentuan umum peraturan zonasi, ketentuan perizinan, ketentuan insentif dan
disinsentif, serta arahan sanksi.
Masing-masing strata tata ruang tersebut diatas penyusunannya harus disesuaikan dengan
Kajian Lingkungan Hidup Starategis Nasional, Provinsi, Kabupaten/Kota.
Dalam rencana tata ruang memuat rencana struktur ruang dan rencana pola ruang.
Struktur ruang meliputi rencana sistem pusat permukiman dan rencana sistem jaringan
prasarana sedangkan rencana pola ruang meliputi peruntukan kawasan lindung dan
kawasan budidaya.
Bila suatu rencana jaringan jalan akan memanfaatkan atau melalui struktur atau pola
ruang suatu wilayah, maka harus mematuhi ketentuan sesuai peraturan perundangan
(Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang) antara lain yaitu:
19
PEDOMAN PERENCANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
20
PEDOMAN PERENCANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
disusun untuk periode 20 (dua puluh) tahun dengan memperhatikan masukan dari
masyarakat melalui konsultasi publik. Evaluasi Rencana pembangunan jangka panjang
dilakukan paling lama setiap 5 (lima) tahun.
Rencana pembangunan jangka panjang terdiri dari:
a. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Jaringan Jalan Nasional
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Jaringan Jalan Nasional disusun berdasarkan
pada rencana pembangunan nasional jangka panjang, rencana tata ruang wilayah
nasional, dan Rencana Pembangunan jaringan transportasi jalan serta berdasarkan
pedoman yang ditetapkan oleh Menteri.
b. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Jaringan Jalan Provinsi
Rencana Pembangunan jangka panjang jaringan jalan provinsi disusun berdasarkan
pada rencana pembangunan provinsi jangka panjang, rencana tata ruang wilayah
provinsi, Rencana Pembangunan jaringan transportasi jalan, Rencana Pembangunan
jaringan transportasi jalan provinsi, Rencana Pembangunan jangka panjang jaringan
jalan nasional dan berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri. Rencana
Pembangunan jangka panjang jaringan jalan provinsi ditetapkan dengan Keputusan
Gubernur.
c. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Jaringan Jalan Kabupaten/Kota
Rencana Pembangunan jangka panjang jaringan jalan kabupaten/kota disusun
berdasarkan pada rencana pembangunan kabupaten/kota jangka panjang, rencana tata
ruang wilayah kabupaten/kota, Rencana Pembangunan jaringan transportasi jalan,
Rencana Pembangunan jaringan transportasi jalan nasional dan provinsi, serta
berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri. Rencana Pembangunan jangka
panjang jaringan jalan kabupaten/kota ditetapkan dengan Keputusan Bupati/Walikota.
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional dilaksanakan oleh menteri bidang
terkait sedangkan untuk Rencana Pembangungan Jangka Panjang Daerah dilaksanakan oleh
Kepala Bappeda, dengan melaksanakan berbagai tahap kegiatan yaitu:
a. Penyiapan rancangan awal rencana pembangunan;
b. Musyawarah perencanaan pembangunan;
c. Penyusunan rancangan akhir rencana pembangunan;
d. Penetapan rancangan akhir (RPJP Nasional ditetapkan dengan Undang-undang, RPJP
Daerah ditetapkan dengan Perda).
21
PEDOMAN PERENCANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
Rencana Pembangunan Jangka Menengah disusun untuk periode 5 (lima) tahun dan
evaluasi Rencana Pembangunan jangka menengah dilakukan paling lama 3 (tiga) tahun.
Rencana Pembangunan jangka menengah jaringan jalan terdiri dari:
a. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
Rencana Pembangunan jangka menengah nasional disusun dengan memperhatikan
Rencana Pembangunan jangka panjang. Menteri bidang terkait melalui deputi yang
ditunjuk meyusun kajian pendahuluan yang kemudian disampaikan kepada Tim
Penyusun RPJMN guna menyusun konsep rancangan rencana pembangunan secara
teknokratik. Konsep tersebut dikembangkan untuk menjadi rancangan awal yang apabila
disetuji maka akan menjadi rancangan RPJMN. Rancangan RPJMN disempurnakan untuk
dapat menjadi rancangan akhir RPJMN melalui diadakannya Trilateral Meeting dan
Musrebang. RPJMN final ditetapkan oleh Menteri, dan menjadi landasan untuk
menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah. Penyesuaian RPJMD
dengan RPJMN dilakukan melalui Bilateral Meeting.
b. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Provinsi
Rencana Pembangunan jangka menengah provinsi disusun dengan memperhatikan
Rencana Pembangunan jangka menengah jaringan jalan nasional, Rencana
Pembangunan jangka panjang jaringan jalan provinsi, serta pedoman yang ditetapkan
oleh Menteri. Rencana Pembangunan jangka menengah jaringan jalan provinsi
ditetapkan dengan Keputusan Gubernur.
c. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten/Kota
Rencana Pembangunan jangka menengah kabupaten/kota disusun dengan
memperhatikan rencana jangka menengah nasional, Rencana Pembangunan jangka
menengah provinsi, dan Rencana Pembangunan jangka panjang kabupaten/kota, serta
pedoman yang ditetapkan oleh Menteri. Rencana Pembangunan jangka menengah
jaringan jalan kabupaten/kota ditetapkan dengan keputusan bupati/walikota.
23
PEDOMAN PERENCANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
Kegiatan pra studi kelayakan adalah kajian yang dilakukan untuk menilai kelayakan
proyek infrastruktur dengan mempertimbangkan sekurang-kurangnya aspek hukum, teknis,
ekonomi, keuangan, pengelolaan risiko, lingkungan dan sosial. Pra studi kelayakan
merupakan kegiatan yang meliputi penentuan koridor jalan, alternatif rute jalan (alinyemen)
termasuk menganalisis kelayakan (sementara) tiap alternatif koridor tersebut. Kegiatan pra
studi kelayakan diharapkan menghasilkan rekomendasi tentang formulasi kebijakan dan
identifikasi alternatif solusi yang dibutuhkan sebagai dasar pembuatan studi kelayakan. Pra
studi kelayakan hanya diterapkan pada proyek pembangunan jaringan jalan yang
menggunakan teknologi tinggi pada tahap konstruksi dengan nilai anggaran proyek senilai
>100 Milyar. Dalam hal pengumpulan data, pra studi kelayakan hanya membutuhkan data
sekunder (dapat berupa overlay rencana trase jalan dengan peta PIPPIB (Peta Indikatif
Penundaan Pemberian Izin Baru), peta kawasan hutan, lahan pertanian berkelanjutan dan
sebagainya yang berkaitan dengan kondisi lingkungan di lokasi rencana pembangunan jalan
dan data primer melalui survei langsung ke lokasi rencana pembangunan jalan. Ketentuan
teknis yang mengatur tingkat kedalaman aspek yang ditinjau dan dianalisis pada pra studi
kelayakan cukup hanya dengan melakukan survei pendahuluan (ground checking) di wilayah
studi.
Studi kelayakan untuk suatu rencana pembangunan jalan meliputi analisis kelayakan
teknis, tata ruang, sosial, dan ekonomi serta kelayakan lingkungan hidup. Dalam hal
pengumpulan data, pra studi kelayakan hanya membutuhkan baik data primer maupun data
sekunder. Ketentuan teknis yang mengatur tingkat kedalaman aspek yang ditinjau dan
dianalisis pada studi kelayakan memerlukan survei-survei dan analisis yang lebih detail di
wilayah studi.
Kelayakan lingkungan hidup dari suatu rencana pembangunan jalan dianalisis dalam
studi Amdal atau UKL-UPL sedangkan rekomendasi kelayakan lingkungan akan diusulkan
oleh Kepala Instansi yang bertanggung jawab dalam pengelolaan lingkungan hidup di
wilayah rencana pembangunan jalan. Keputusan kelayakan lingkungan hidup suatu rencana
pembangunan jalan akan diterbitkan oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup atau Kepala
Daerah (Gubernur, Bupati, Walikota) setelah dokumen Amdal dinilai oleh komisi penilai.
lokasi rencana pembangunan jalan dan data primer melalui survei langsung ke lokasi
rencana pembangunan jalan.
Pra Studi Keyakan dan/atau Studi Kelayakan dilaksanakan tidak terlepas berdasarkan
aspek sebagai berikut:
1. Aspek teknis
a. Lalulintas
Prakiraan lalulintas secara umum mencakup analisis dari komponen sebagai berikut:
1) Lalulintas normal (normal traffic)
Lalulintas normal merupakan suatu keadaan dimana penggunaan jalan tanpa
memperhatikan apakah sedang ada proyek atau tidak. Metode prakiraan
pertumbuhan lalulintas normal pada umumnya berdasarkan pada sejarah
pertumbuhan lalulintas dan hubungan antara:
Prediksi pertumbuhan penduduk dan lapangan kerja
Prediksi pertumbuhan ekonomi
Penjualan dan registrasi kendaraan
2) Lalulintas teralih (diverted traffic)
Lalulintas teralih apabila terdapat pengalihan lalulintas dari rute paralel atau dari
moda lainnya. Lalulintas teralih umumnya terjadi karena adanya pertimbangan rute
perjalanan tercepat dan/atau termurah.
3) Lalulintas terbangkit (generated traffic)
Lalulintas terbangkit merupakan munculnya potensi perjalanan lalulintas baru yang
diakibatkan adanya perbaikan prasarana karena alasan biaya, waktu perjalanan dan
aksesibilitas.
4) Lalulintas yang merubah tujuan
Lalulintas yang merubah tujuan terjadi karena adanya prasarana yang lebih baik,
namun tidak merubah maksud/tujuan perjalanan.
5) Lalulintas terpendam (suppressed traffic)
Lalulintas terpendam merupakan lalulintas lama yang terpendam kemudian timbul
kembali akibat tersedianya waktu, karena waktu perjalanannya berkurang.
Secara umum data lalulintas diperlukan untuk menetapkan dimensi geometri dari
jalan untuk mendesain konstruksi perkerasan, serta untuk menghitung biaya operasi
kendaraan total. Lalulintas harian rata-rata (LHR) dan klasifikasi jenis kendaraan
diperoleh berdasarakan data sekunder yang tersedia, atau diperkirakan dari hasil
pencacahan lalulintas terbatas.
26
PEDOMAN PERENCANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
27
PEDOMAN PERENCANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
Struktur geologis dan kekuatan/daya dukung tanah dasar mempengaruhi jenis pondasi
untuk jembatan, baik untuk kepala jembatan (abutment) maupun untuk pilar (pier).
Pondasi jembatan dapat berupa pondasi dangkal, pondasi langsung atau pondasi dalam
seperti tiang pancang atau tiang bor.
Daya dukung diprakirakan dari data sekunder, bila tidak terdapat data sekunder yang
mendukung, maka dapat dilakukan penyondiran pada satu lokasi.
e. Perkerasan jalan
Perkerasan jalan berfungsi untuk menerima dan menyebarkan beban lalulintas tanpa
menimbulkan kerusakan yang berarti pada konstruksi jalan itu sendiri. Perencanaan
perkerasan jalan ditentukan oleh berat dan volume lalulintas yang akan
menggunakan/melalui jalan tersebut selama umur rencana, terutama kendaraan berat.
Kerusakan lapisan perkerasan akan sangat tergantung pada beban sumbu kendaraan.
Karena beban sumbu yang menggunakan jalan bervariasi, maka beban sumbu kendaraan
tersebut dikonversikan pada beban sumbu standar/Equivalent Standard Axles (ESA).
Desain perkerasan jalan dimaksudkan untuk mendapatkan kombinasi dari lapis struktur
perkerasan yang ekonomis, selain itu juga diperlukan untuk pemilihan tipikal perkerasan
jalan yang sesuai dengan kondisi setempat, dan untuk memperkirakan besarnya biaya
proyek, yang disesuaikan dengan tipe proyek yang dipertimbangkan.
Jenis konstruksi perkerasan jalan terdiri atas:
1) Perkerasan lentur (flexible pavement)
2) Perkerasan keras (rigid pavement).
Tebal perkerasan jalan ditentukan mengikuti Standar Nasional Indonesia (SNI) atau
berdasarkan pedoman teknis yang berlaku. Perhitungan perencanaan tebal perkerasan
lentur dapat dilakukan dengan menggunakan metode analisis komponen.
f. Hidrologi dan drainase
Survei hidrologi dilakukan untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam
merencanakan jalan dan struktur jembatan. Data yang diperlukan selama survei antara
lain:
1) Pola curah hujan
2) Sungai/drainase alam
3) Daerah tadah hujan
4) Sejarah banjir, termasuk tanggal, volume banjir dan besar curah hujan tahunan
5) Daerah rawan banjir
6) Tata guna lahan dalam setiap daerah tangkapan hujan
7) Jaringan irigasi yang ada dalam setiap daerah tangkapan hujan
28
PEDOMAN PERENCANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
29
PEDOMAN PERENCANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
a. Jalan merupakan bagian dari sistem jaringan jalan yang tersusun dalam suatu tingkatan
hirarki.
b. Sistem jaringan jalan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sistem transportasi di
wilayah studi.
c. Sistem jaringan jalan dan tata guna lahan/tanah dari wilayah studi membentuk satu
sistem transportasi dan tata guna lahan/tanah yang efisien.
3. Aspek sosial
a. Kependudukan
b. Penilaian penetapan prakiraan dampak penting kependudukan/sosial
c. Perubahan mata pencaharian
d. Pengaruh terhadap kekerabatan
e. Ganti kerugian dalam pengadaan tanah
f. Keamanan
g. Kesehatan masyarakat
h. Pendidikan
i. Cagar budaya dan peninggalan sejarah
j. Estetika visual
k. Perubahan pola interaksi.
4. Aspek ekonomi
a. Biaya-biaya proyek
1) Biaya pengadaan tanah
Lahan yang diperuntukkan bagi proyek jalan dan jembatan dibebaskan melalui
mekanisme yang sesuai dengan peraturan dan perundangan yang berlaku dengan
mempertimbangkan kriteria/faktor tata guna lahan/tanah dan kesesuaian
lahan/tanah.
2) Biaya administrasi dan sertifikasi
Besarnya biaya administrasi dan sertifikasi disesuaikan dengan kebutuhan, dan
wilayah studi, serta pertimbangan sumber pendanaan.
3) Biaya Perancangan
Biaya perancangan meliputi biaya studi dan penyiapan DED. Besar anggaran biaya
desain disesuaikan dengan kebutuhan dan wilayah studi, serta pertimbangan sumber
pendanaan.
4) Biaya konstruksi
Biaya konstruksi dapat meliputi, tetapi tidak terbatas pada hal-hal berikut:
30
PEDOMAN PERENCANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
31
PEDOMAN PERENCANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
yang lebih panjang. Agar perhitungan biaya konstruksi dapat dilakukan secara adil
terhadap alternatif lain, maka pada akhir periode studi perlu ditentukan umur sisa
serta nilai ekonomisnya dari konstruksi. Nilai sisa konstruksi ini menjadi biaya yang
negatif dalam perhitungan kelayakan ekonomi.
b. Manfaat proyek
1) Penghematan biaya operasi kendaraan
2) Penghematan nllai waktu perjalanan
3) Penghematan biaya kecelakaan
4) Reduksi perhitungan total penghematan biaya
5) Pengembangan ekonomi (producer surplus dan consumer surplus)
6) Penghematan dalam pemeliharaan jalan (maintenance benefit)
Penelitian terhadap tanah yang meliputi kesuburan tanah dan tata guna lahan, juga
harus dilakukan dalam rencana pembangunan prasarana baru. Hal ini bertujuan untuk
mengetahui sejauh mana perubahan struktur tanah terhadap pemanfaatan lahan di
sekitar lokasi pembangunan tersebut.
Kualitas air
Air merupakan komponen lingkungan yang sangat penting bagi kehidupan. Adanya
perubahan terhadap kualitas air akan menimbulkan dampak negatif terhadap habitat
dan lingkungan di sekitarnya. Rencana pembangunan prasarana baru juga harus
memperhatikan kualitas air yang ada di sekitar lokais pembangunan, baik air
permukaan maupun air tanah, karena akan berpengaruh terhadap konstruksi dari jalan
yang akan dibangun tersebut.
Polusi udara
Penilaian penetapan prakiraan dampak penting dan nilai ambang kualitas udara
mengacu pada Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 45
tahun 1997 tentang Indeks Standar Pencemar Udara, Keputusan Menteri Lingkungan
Hidup Republik Indonesia Nomor 35 tahun 1993 tentang Ambang Batas Emisi Gas
Buang Kendaraan Bermotor, dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik
Indonesia Nomor 05 tahun 2006 tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan
Bermotor Lama, serta Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 tahun 1999
tentang Baku Mutu Udara.
Kebisingan dan vibrasi
Penilaian penetapan prakiraan dampak penting dan nilai ambang kebisingan mengacu
pada Pedoman Teknis Prediksi Kebisingan Akibat Lalulintas Nomor Pd. T-10-2004-B
dan Keputusan menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 48 tahun 1996
tentang Baku MUtu Kebisingan. Sedangkan untuk penilaian prakiraan dampak penting
dan nilai ambang getaran/vibrasi mengacu pada Keputusan Menteri Lingkungan Hidup
Republik Indonesia Nomor 49 tahun 1996 tentang Baku Tingkat Getaran.
Pedoman Teknis Studi Kelayakan dijelaskan secara rinci pada Prosedur Pemilihan Rute
Jalan.
33
PEDOMAN PERENCANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
Pada tahap pra-studi kelayakan dipertimbangkan alternatif rute secara rinci dan
ditentukan serta dinilai lebih cermat berdasarkan data yang tersedia maupun hasil survai
lapangan. Setelah dikaji diidentifikasi alternatif rute.
Aspek lingkungan yang perlu dikaji dalam menentukan alternatif alinyemen jalan
antara lain:
a. Tata ruang wilayah;
b. Daerah sensitif;
c. Keanekaragaman hayati (biodiversity);
d. Fungsi ekosistem;
e. Bentang lahan;
f. Pemilikan dan penguasaan lahan;
g. Konsultasi masyarakat;
h. Dan lain-lain.
Dalam tahap berikutnya, yakni tahap studi kelayakan (kelayakan teknis, ekonomi,
dan lingkungan) dari rute terpilih dievaluasi dan dibuatlah penyesuaian-penyesuaian akhir
terhadap lokasi alinyemen jalan. Dalam tahap ini, proses pemilihan rute hampir mendekati
penyelesaiannya. Namun, alinyemen vertikal dan horisontal dari rute yang dikehendaki
masih memerlukan penyempurnaan lebih lanjut dalam tahap perencanaan teknis ( design).
Pedoman pemilihan rute jalan dijelaskan secara rinci pada Prosedur Pemilihan Rute
Jalan. Dalam rangka memilih alternatif dan menentukan ruas-ruas jalan perlu dilakukan
kegiatan-kegiatan dalam beberapa tahapan yang mencakup antara lain pengumpulan data
dasar lokasi, survei, pemetaan, penilaian lingkungan dan sosial ekonomi dan analisis
lengkap alternatif-alternatif rute jalan. Alur pemilihan rute jalan disajikan pada Gambar 4.2
34
PEDOMAN PERENCANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
dan contoh penerapan pertimbangan lingkungan dalam perencanaan pemilihan rute jalan
disajikan pada Gambar 4.3.
35
PEDOMAN PERENCANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
Diantaranya : Diantaranya :
Alternatif Trase
Photo Udara
Jalan
Peta Rupa
Bumi
Mata Air dll.
36
PEDOMAN PERENCANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
37
PEDOMAN PERENCANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
pemilihan rute. Namun, penetapan alinyemen horisontal yang terpilih hanya dilakukan
ketika pemilihan trase terpilih diputuskan, kemudian alinyemen terpilih dituangkan dalam
DED (Detailed Engineering Design) atau dalam Tahap Pradesain.
38
PEDOMAN PERENCANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
Pengelola kegiatan akan melakukan identifikasi awal keberadaan KAT di lokasi kegiatan
proyek, sesuai dengan kriteria MA yang diuraikan di Prosedur Penyaringan Dokumen
Lingkungan Lingkungan, telah dilakukan penyaringan awal yang dapat dijadikan rujukan
untuk keberadaan KAT di lokasi kegiatan.
Kajian awal lingkungan yang dilakukan pada tahap ini adalan adalah penyaringan
jenis studi lingkungan (environmental screening) dan pelingkupan isu lingkungan yang perlu
dikaji dalam studi lingkungan. Secara rinci Prosedur Penyaringan Dokumen Lingkungan
dijelaskan pada Prosedur Penyaringan Dokumen Lingkungan Lingkungan.
Hasil kajian awal lingkungan dapat digunakan sebagai bahan dalam penyaringan
jenis studi lingkungan yang diperlukan oleh suatu rencana kegiatan pembangunan dan
selanjutnya dipakai sebagai bahan penyusunan kerangka acuan atau penyusunan UKL-UPL.
2. Berdasarkan telaah Peta Indikatif Penundaan Pemberian Izin Baru (PIPPIB) revisi XII,
dalam Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2017 tentang Penundaan
dan Penyempurnaan Tata Kelola Pemberian Izin Baru Hutan Alam Primer dan Lahan
Gambut, Presiden menginstruksikan kepada Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat untuk melakukan penundaan pembangunan atau konstruksi bangunan pada
areal penggunaan lain berdasarkan Peta Indikatif Penundaan Pemberian Izin Baru,
kecuali telah berkoordinasi dengan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, gubernur,
39
PEDOMAN PERENCANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
3. Berdasarkan jenis dan skala/besaran rencana kegiatan. Kriteria jenis dan skala/besaran
rencana kegiatan jalan yang wajib dilengkapi dengan Amdal mengacu pada Peraturan
Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2012 tentang
Jenis Rencana Kegiatan yang Wajib Memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
Hidup.
Jenis kegiatan pembangunan bidang jalan yang wajib dilengkapi Amdal atau UKL-UPL,
mencakup:
a. Pembangunan jalan tol
b. Pembangunan dan/atau peningkatan jalan dengan pelebaran di luar RUMIJA
1) di kota besar/metropolitan
2) di kota sedang
3) di pedesaan
c. Pembangunan subway/underpass, terowongan/tunnel, jalan layang/flyover.
d. Pembangunan jembatan.
Acuan yang digunakan dalam penentuan jenis studi lingkungan untuk rencana
pembangunan jalan adalah:
a. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 05 Tahun 2012
tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Memiliki Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan Hidup. Kriteria jenis pembangunan jalan yang wajib dilengkapi
Amdal tampak pada Tabel 4.2. Proses Penapisan Rencana Usaha dan/atau Kegiatan
yang wajib dilengkapi Amdal atau UKL- UPL tampak pada Gambar 4.4. Proses
Penapisan Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib menyusun Dokumen DELH
atau DPLH tampak pada Gambar 4.5.
Tabel 4. 2 Jenis Rencana Pembangunan Jalan yang Wajib Dilengkapi dengan
Amdal
Skala/Bes
No Jenis Kegiatan Alasan Ilmiah Khusus
aran
1 Pembangunan dan/atau a. Luas wilayah kegiatan operasi
peningkatan jalan tol yang produksi berkorelasi dengan luas
membutuhkan pengadaan lahan di penyebaran dampak
luar rumija (ruang milik jalan) b. Memicu alih fungsi lahan
dengan skala/besaran panjang beririgrasi teknis menjadi lahan
41
PEDOMAN PERENCANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
Skala/Bes
No Jenis Kegiatan Alasan Ilmiah Khusus
aran
(km) dan skala/besaran luas permukiman dan industri
pengadaan lahan (ha): c. Bangkitan lalu lintas, dampak
kebisingan getaran, emisi yang
tinggi, gangguan visual dan
dampak sosial
a. di kota metropolitan/besar
- Panjang jalan dengan luas lahan > 5 km
pengadaan lahan; atau dengan
pengadaan
lahan
> 10 ha
42
PEDOMAN PERENCANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
Skala/Bes
No Jenis Kegiatan Alasan Ilmiah Khusus
aran
b. di kota sedang
- Panjang jalan dengan luas lahan > 5 km
pengadaan lahan; atau dengan
pengadaan
lahan
> 30 ha
c. di pedesaan
- Panjang jalan dengan luas > 5 km
lahan pengadaan lahan; atau dengan
pengadaan
lahan
> 40 ha
Keterangan:
Kota metropolitan : Jumlah penduduk > 1.000.000 jiwa;
Kota besar : Jumlah penduduk 500.000 – 1.000.000 jiwa;
Kota sedang : Jumlah penduduk 100.000 – 500.000 jiwa;
Kota kecil : Jumlah penduduk 20.000 – 100.000 jiwa.
43
PEDOMAN PERENCANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
DELH atau DPLH wajib disusun oleh penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan
terhadap usaha dan/atau kegiatan yang memenuhi kriteria:
a. Telah memiliki izin usaha dan/atau kegiatan;
b. Telah melaksanakan usaha dan/atau kegiatan;
c. Lokasi usaha dan/atau kegiatan sesuai dengan rencana tata ruang; dan
Tidak memiliki dokumen lingkungan hidup atau memiliki dokumen lingkungan hidup tetapi
dokumen lingkungan hidup tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang –
undangan.
45
PEDOMAN PERENCANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
c. Peraturan Daerah (provinsi, kabupaten, kota) tentang Jenis rencana usaha dan/atau
kegiatan yang wajib dilengkapi dengan Analisis Dampak Lingkungan Hidup. Seperti di
daerah Khusus Ibukota Jakarta, Gubernur DKI Jakarta telah mengeluarkan Keputusan
Gubernur DKI Jakarta nomor 2863 tahun 2001 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau
Kegiatan yang Wajib Dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.
46
PEDOMAN PERENCANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
d) Kawasan rawan bencana alam yaitu antara lain: kawasan rawan letusan gunung berapi,
kawasan rawan gempa bumi, kawasan rawan tanah longsor, kawasan rawan gelombang
pasang dan kawasan rawan banjir;
e) Kawasan lindung lainnya yaitu antara lain: taman buru, cagar biosfer, kawasan
perlindungan plasma nutfah, kawasan pengungsian satwa dan terumbu karang.
47
PEDOMAN PERENCANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
48
Pedoman Perencanaan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
Definisi dan kriteria serta tujuan perlindungan atau pengelolaan tiap jenis/kelompok
daerah sensitif yang bersangkutan dapat dilihat pada Pedoman Pengelolaan
Lingkungan Hidup Bidang Jalan di Daerah Sensitif.
Dalam penentuan trase jalan harus disesuaikan dengan rencana tata ruang suatu
daerah, sehingga diharapkan akan meminimumkan alih fungsi lahan akibat rencana
pembangunan jalan. Karena dalam perencanaan tata ruang, suatu daerah ditetapkan
sebagai kawasan tertentu dengan fungsi dan tujuan tertentu dengan memperhatikan
keseimbangan dan keharmonisan lingkungan hidup. Dengan merubah fungsi peruntukan
suatu kawasan tertentu untuk jalan akan berpotensi menimbulkan dampak penting tidak
hanya dampak lingkungan tapi juga dampak lanjutannya terhadap aspek sosial dan ekonomi
masyarakat di sekitar kawasan tersebut.
Dalam perencanaan umum diupayakan mencegah dan menghindari rencana rute yang
melalui daerah sensitif yang potensial terkena dampak negatif penting. Dengan alat bantu
identifikasi berupa foto udara, peta tematik (rupa bumi, topografi, tata guna lahan, geologi,
hidrologi, kawasan hutan dan lain-lain), serta citra satelit, maka daerah sensitif dapat
diidentifikasi sedini mungkin. Hasil identifikasi disajikan dalam bentuk peta sebagai bahan
pertimbangan dalam pemilihan rencana rute jalan dan diupayakan tidak melalui daerah
sensitif. Pedoman teknis pemilihan rute jalan disajikan pada Prosedur Pemilihan Rute
Jalan.
Apabila pilihan koridor atau rute jalan harus melalui daerah yang dianggap sensitif,
maka perlu dilakukan pengelolaan lingkungan hidup dan koordinasi secara intensif dengan
institusi yang berwenang terhadap wilayah tersebut.
Definisi dan kriteria daerah sensitif dijelaskan pada uraian Tabel 4.4.
1) Instansi pemerintah pusat yang berwenang dalam pengelolaan lingkungan hidup
adalah Kementerian Negara Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
2) Instansi pemerintah daerah yang berwenang dalam pengelolaan lingkungan hidup di
antaranya Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (BAPEDALDA), Dinas
Lingkungan Hidup (DLH), Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD)
dan lain-lain.
1. Hutan Lindung: Kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan
system penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir,
49
Pedoman Perencanaan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah.
Sumber: UU Republik Indonesia Nomor 41/1999
3. Kawasan Resapan Air: Kawasan yang mempunyai kemampuan tinggi untuk
meresapkan air hujan sehingga merupakan tempat pengisian air bumi (akifer) yang
berguna sebagai sumber air.
Kriteria: Curah hujan yang tinggi, struktur tanah yang mudah meresapkan air dan
bentuk geomorfologi yang memapu meresapkan air hujan secara besar-besaran.
Sumber: Keppres Republik Indonesia Nomor 32/1990
4. Sempadan Pantai: Kawasan tertentu sepanjang pantai yang mempunyai manfaat
penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi pantai.
Kriteria: Daratan sepanjang tepian yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan
kondisi fisik pantai minimal 100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat.
Sumber: Keppres Republik Indonesia Nomor 32/1990
5. Sempadan Sungai: Kawasan sepanjang kiri kanan sungai, termasuk sungai
buatan/kanal/saluran irigasi primer, yang mempunyai manfaat penitng untuk
mempertahankan kelestarian fungsi sungai.
Kriteria:
a. Sekurang-kurangnya 100 meter di kiri kanan sungai besar dan 50 meter di kiri
kanan anak sungai yang berada di luar pemukiman.
b. Untuk sungai di kawasan pemukiman berupa daerah sepanjang sungai yang
diperkirakan cukup untuk dibangun jalan inspeksi (10-1 meter).
Sumber: Keppres Republik Indonesia Nomor 32/1990
6. Kawasan sekitar Danau/Waduk: Kawasan tertentu di sekeliling danau/waduk yang
mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi danau/waduk.
Kriteria: Daratan sepanjang tepian danau/waduk yang lebarnya proporsional dengan
bentuk dan kondisi fisik danau/waduk antara 50 – 100 m dari titik pasang tertinggi.
Sumber: Keppres Republik Indonesia Nomor 32/1990
7. Kawasan sekitar Mata Air: Kawasan sekeliling mata air yang mempunyai manfaat
penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi mata air.
Kriteria: Sekurang-kurangnya dengan jari-jari 200 meter di sekitar mata air.
Sumber: Keppres Republik Indonesia Nomor 32/1990
8. Cagar Alam: Kawasan suaka alam yang karena keadaan alamnya mempunyai
kekhasan tumbuhan, satwa, dan ekosistemnya atau ekosistem tertentu yang perlu
50
Pedoman Perencanaan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
51
Pedoman Perencanaan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
52
Pedoman Perencanaan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
53
Pedoman Perencanaan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
54
Pedoman Perencanaan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
longsor.
Sumber: IMES 2008
24. Kawasan Komersial: Kawasan yang digunakan atau diperuntukkan sebagai tempat
perdagangan dan jasa (komersial).
Kriteria:
Kegiatan transaksi barang atau jasa yang tinggi
Pengumpulan dan distribusi komoditas perdagangan yang tinggi
Dilengkapi fasilitas pendukung yang baik
Sumber: IMES 2008
Sumber: Improvement Management of Environmental and Socio-Cultural Impacts of Road
Development in Sencitive Areas, Including Treatment of Isolated Vulnerable People (IMES) 2007.
Ditjen. Bina Marga Dep. PU.
Dokumen Amdal yang terdiri dari Kerangka Acuan (KA), Analisis Dampak Lingkungan
Hidup (Andal), Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL) dan Rencana Pemantauan
Lingkungan Hidup (RPL) disiapkan oleh Pemrakarsa Kegiatan. Dokumen tersebut diajukan
kepada Kepala Instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan hidup melalui
komisi penilai pusat (di tingkat pusat) atau komisi penilai daerah (di tingkat Provinsi,
Kabupaten dan Kota). Kemudian dokumen tersebut dinilai dan berdasarkan hasil penilaian
komisi penilai akan diterbitkan keputusan kelayakan lingkungan hidup terhadap kegiatan
yang direncanakan tersebut.
Dokumen Amdal harus disusun oleh pemrakarsa rencana kegiatan. Dalam penyusunan
studi Amdal, pemrakarsa dapat meminta jasa konsultan untuk menyusunkan dokumen
Amdal. Penyusun dokumen Amdal harus memiliki sertifikat Penyusun Amdal dan ahli di
bidangnya.
55
Pedoman Perencanaan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
Hal yang penting dalam penyusunan studi Amdal adalah keterlibatan masyarakat dan
keterbukaan informasi atau konsultasi dalam proses Amdal. Maksud dan tujuan
dilaksanakan kegiatan ini adalah:
1) Melindungi kepentingan masyarakat
2) Memberdayakan masyarakat dalam pengambilan keputusan atas rencana kegiatan
yang berpotensi menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan
3) Memastikan adanya transparansi dalam keseluruhan proses Amdal dan rencana
kegiatan pembangunan
4) Menciptakan suasana kemitraan yang setara semua pihak yang berkepentingan
dalam hal mendapatkan dan menyampaikan informasi yang perlu diketahui oleh
pihak lain yang terpengaruh.
Dalam penyusunan dokumen Amdal, pemrakarsa mengikutsertakan masyarakat yang
mencakup:
1. Masyarakat terkena dampak;
2. Masyarakat pemerhati lingkungan; dan
3. Masyarakat yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses Amdal.
Pengikutsertaan masyarakat tersebut dilakukan melalui pengumuman rencana usaha
dan/atau kegiatan serta konsultasi publik yang dilakukan sebelum penyusunan dokumen
Kerangka Acuan (KA). Melalui proses pengumuman dan konsultasi publik, masyarakat dapat
memberikan saran, pendapat dan tanggapan yang disampaikan secara tertulis kepada
pemrakarsa dan Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangan
penilaian dokumen Amdal.
Disamping itu, masyarakat yang terkena dampak melalui wakilnya wajib dilibatkan
dalam proses penilaian dokumen Andal dan RKL-RPL melalui Rapat Komisi Penilai Amdal.
Wakil masyarakat terkena dampak merupakan salah satu anggota Komisi Penilai Amdal.
56
Pedoman Perencanaan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
3) Isi pengumuman
57
Pedoman Perencanaan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
Semua bentuk pengumuman yang disampaikan baik tertulis maupun tidak tertulis
melalui berbagai media tersebut harus menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan
benar, disampaikan dengan jelas dan mudah dimengerti oleh seluruh lapisan masyarakat.
Dalam pengumuman tersebut dapat juga dituliskan terjemahannya dalam bahasa daerah
atau lokal yang sesuai dengan lokasi dimana pengumuman tersebut akan dilakukan.
Pengumuman tersebut dilakukan dalam jangka waktu (durasi) selama 10 (sepuluh) hari
kerja.
58
Pedoman Perencanaan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
59
Pedoman Perencanaan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
B. Penyusunan Amdal
Tata cara penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan telah diatur dalam
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 16 tahun 2012
tentang Pedoman Penyusunan Dokumen Lingkungan Hidup.
Dalam Pedoman Penyusunan Amdal diatur tata cara penyusunan Kerangka Acuan (KA),
penyusunan Andal, penyusunan RKL dan penyusunan RPL.
Kerangka acuan adalah ruang lingkup studi analisis dampak lingkungan hidup yang
merupakan hasil pelingkupan yang disepakati oleh pemrakarsa/penyusun Amdal dengan
komisi penilai Amdal.
Tujuan KA adalah:
1) Merumuskan lingkup dan kedalaman studi Andal;
2) Mengarahkan studi Andal agar dilaksanakan secara efektif dan efisien sesuai dengan
biaya, tenaga dan waktu yang tersedia.
Fungsi KA adalah:
1) Sebagai rujukan penting bagi pemrakarsa, instansi terkait dan penyusun studi Amdal
tentang lingkup dan kedalaman studi Andal yang akan dilakukan;
2) Sebagai salah satu bahan rujukan bagi penilai dokumen Andal untuk mengevaluasi
studi Andal.
Hal penting dalam KA adalah pelingkupan yang akan dianalisis dalam studi Andal.
Pelingkupan merupakan suatu proses awal untuk menentukan lingkup permasalahan
dan mengidentifikasi dampak penting hipotetis dari rencana kegiatan. Dalam
pelingkupan memuat informasi tentang deskripsi rencana usaha dan/atau kegiatan yang
akan dikaji (status studi Amdal, kesesuaian lokasi, deskripsi rencana yang berfokus pada
komponen kegiatan yang diprakirakan berdampak lingkungan), deskripsi rona
lingkungan hidup awal (environmental setting), hasil pelibatan masyarakat, dampak
penting hipotetik, serta batas wilayah studi dan batas waktu kajian.
60
Pedoman Perencanaan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
Analisis Dampak Lingkungan Hidup (Andal) adalah telaahan secara cermat dan
mendalam tentang dampak penting suatu kegiatan. Analisis yang dilakukan dalam Andal
mengacu pada hasil pelingkupan yang telah diuraikan dalam KA dan disepakati oleh Tim
Penilai Amdal. Andal bertujuan menduga kemungkinan terjadinya dampak dari kegiatan
pembangunan jalan terhadap lingkungan hidup.
Analisis dampak lingkungan hidup merupakan tahapan untuk mengetahui dampak
penting yang akan ditimbulkan oleh kegiatan terhadap lingkungan hidup. Dengan
mengetahui dampak besar dan penting itu dapat ditentukan:
1) Cara mengendalikan dampak penting negatif dan mengembangkan dampak besar
dan penting positif, yang dicantumkan dalam rencana pengelolaan lingkungan hidup,
dan
2) Cara memantau dampak penting tersebut, yang dicantumkan dalam rencana
pemantauan lingkungan hidup.
Dalam Andal diuraikan secara rinci dan jelas latar belakang, tujuan dan manfaat rencana
kegiatan, tahapan kegiatan dan jenis-jenis kegiatan. Di samping itu juga uraian rinci dan
jelas komponen lingkungan hidup kimia, fisik, biologi dan sosial ekonomi budaya serta
kesehatan masyarakat di lokasi kegiatan dan sekitarnya. Prakiraan dampak penting
diuraikan secara rinci dan jelas mulai tahap pengadaan tanah, konstruksi hingga tahap
operasi dan pemeliharaan jalan. Demikian pula uraian tentang evaluasi dampak penting,
pemilihan alternatif terbaik, dan telaahan sebagai dasar pengelolaan lingkungan hidup.
3. Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL)
61
Pedoman Perencanaan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
Pendekatan lingkungan hidup yang selama ini dikenal yaitu: pendekatan teknologi,
pendekatan sosial ekonomi dan pendekatan institusi/kelembagaan.
Selain dampak negatif penting yang diperkirakan timbul, juga akan terjadi dampak-
dampak standar yang selalu timbul pada kegiatan pekerjaan konstruksi jalan, antara lain
terganggunya utilitas, terganggunya lalu lintas, timbulnya limbah, terjadinya longsor dan
erosi dan lain-lain.
Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam merumuskan rencana pemantauan
lingkungan dalam Dokumen RKL-RPL, yakni:
62
Pedoman Perencanaan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
4) Pemantauan lingkungan hidup harus layak secara ekonomi. Biaya yang dikeluarkan
untuk pemantauan perlu diperhatikan mengingat kegiatan pemantauan senantiasa
berlangsung sepanjang usia usaha dan/atau kegiatan.
Dokumen Amdal yang terdiri dari Konsep Kerangka Acuan (KA), konsep Andal, konsep
RKL dan konsep RPL harus diajukan ke komisi penilai Amdal dan dinilai oleh komisi penilai
Amdal untuk mendapatkan keputusan kelayakan lingkungan hidup atas rencana kegiatan.
Tata cara penilaian Amdal diatur berdasarkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan
Hidup Republik Indonesia Nomor 08 Tahun 2013 tentang Tata Laksana Penilaian dan
Pemeriksaan Dokumen Lingkungan Hidup serta Penerbitan Izin Lingkungan. Komisi Penilai
Amdal di tingkat pusat dibentuk oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup, di tingkat Provinsi
oleh Gubernur, di tingkat Kabupaten oleh Bupati dan di tingkat Kota oleh Walikota. Komisi
Penilai mempunyai fungsi memberikan masukan dan dasar pertimbangan dalam
pengambilan keputusan kesepakatan kerangka acuan dan kelayakan lingkungan hidup atas
63
Pedoman Perencanaan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
rencana kegiatan pada Amdal. Komisi Penilai dibantu oleh tim teknis dan sekretariat komisi
penilai.
Penilaian dokumen Amdal dilakukan dalam bentuk rapat dengan cara mempresentasikan
atau memaparkan konsep dokumen tersebut dihadapan komisi penilai oleh pemrakarsa dan
konsultan yang membantu menyusun dokumen Amdal. Semua saran, pendapat dan
tanggapan para anggota komisi penilai yang disampaikan saat rapat presentasi wajib segera
ditanggapi oleh pemrakarsa dalam rangka penyempurnaan dokumen Amdal.
Keputusan kesepakatan Kerangka Acuan akan diterbitkan oleh ketua komisi penilai (di
tingkat pusat atau tingkat provinsi atau tingkat kabupaten/kota) berdasarkan hasil
penilaian komisi penilai. Keputusan atas penilaian Kerangka Acuan diterbitkan dalam
jangka waktu selambat-lambatnya 75 (tujuh puluh lima) hari kerja terhitung sejak
diterimanya Kerangka Acuan. Apabila komisi penilai tidak menerbitkan keputusan
kesepakatan Kerangka Acuan dalam jangka waktu tersebut, maka dianggap telah
menyepakati Kerangka Acuan tersebut.
Kesepakatan Kerangka Acuan dapat ditolak dengan alasan tertentu, misalnya lokasi
rencana kegiatan berada pada kawasan yang tidak sesuai dengan tata ruang wilayah
atau rencana tata ruang kawasan.
64
Pedoman Perencanaan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
4) Izin Lingkungan
Menteri, gubernur, bupati/walikota akan menerbitkan Izin Lingkungan bagi suatu
rencana usaha/kegiatan yang sudah mendapatkan penetapan kelayakan lingkungan. Izin
Lingkungan merupakan persyaratan untuk memperoleh izin usaha/kegiatan Prosedur
penilaian Amdal.
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Izin Lingkungan dapat dibatalkan
apabila:
65
Pedoman Perencanaan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
3) kewajiban yang ditetapkan dalam dokumen Amdal dan UKL-UPL tidak dilaksanakan
oleh penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan.
Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup
(UPL) adalah upaya yang dilakukan dalam pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup
oleh penanggung jawab kegiatan yang tidak wajib melakukan Amdal. Proses dan prosedur
penyusunan UKL-UPL berbeda dengan Amdal.
a. Penyusunan UKL-UPL
Tata cara penyusunan UKL-UPL mengacu pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup
Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan Dokumen
Lingkungan Hidup.
Penyusunan UKL-UPL dilakukan dengan cara mengisi formulir yang berisi informasi yang
mencakup:
a. Identitas pemrakarsa;
b. Rencana usaha dan/atau kegiatan;
c. Dampak lingkungan yang ditimbulkan dan upaya pengelolaan lingkunga hidup serta
upaya pemantauan lingkungan hidup.
Data yang disajikan dalam UKL-UPL bersumber dari data sekunder yang ada dan relevan
serta dapat menggambarkan tentang rencana kegiatan, kondisi lingkungan dan dampak
lingkungan yang akan terjadi. Apabila data yang diperlukan tidak tersedia, maka atas
pertimbangan tertentu dilakukan survei atau pengukuran kualitas lingkungan yang
relevan.
66
Pedoman Perencanaan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
c. Izin Lingkungan
7 hari kerja
ya
Perlu
Perbaikan
Perbaikan?
67
Pedoman Perencanaan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
Keterangan
*) = Men LH/Bapedalda, BPLHD, Dinas LH Provinsi/Kabupaten/Kota
**) = Ditjen Bina Marga/Dinas Bina Marga Provinsi/Dinas Bina Marga Kabupaten/Kota
***) = Proyek/Bagian Proyek (Satuan Kerja/PPK)
68
Pedoman Perencanaan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
pengumuman permohonan izin dilakukan paling lama2 (dua) hari kerja terhitung sejak
formulir UKL-UPL yang diajukan dinyatakan lengkap secara administrasi. Masyarakat
memberikan SPT terhadap pengumuman tersebut dalam jangka waktu 3 (tiga) hari kerja
sejak diumumkan.
Kelengkapan yang dibutuhkan untuk melakukan permohonan izin lingkungan adalah:
a. dokumen Amdal atau formulir UKL-UPL,
b. dokumen pendirian Usaha dan/atau Kegiatan,
c. dan profil Usaha dan/atau Kegiatan.
Sedangkan untuk infrastruktur jalan yang bersinggungan atau melintas di dalam
kawasan hutan, meliputi kegiatan pemeliharaan, pelebaran di dalam rumija, rehabilitasi dan
peningkatan, diperlukan koordinasi dengan Balai Kehutanan Kementerian Kehutanan.
Diperlukan pula konsultasi dengan Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) atau Ditjen
Planologi Kehutanan, Kementerian Kehutanan untuk memperoleh peta kawasan hutan yang
paling mutakhir dan untuk mengetahui apakah trase pada rencana pembangunan atau
peningkatan jalan melewati kawasan hutan. BPKH adalah unit pelaksana teknis di bawah
Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan Kementerian Kehutanan Indonesia. Lembaga ini
memiliki tugas melaksanaan pemantapan kawasan hutan, penilaian perubahan status dan
fungsi hutan, serta penyajian data dan informasi sumberdaya hutan.
Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) adalah izin yang diberikan untuk
menggunakan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan
tanpa mengubah fungsi dan peruntukan kawasan hutan. Permohonan izin pinjam pakai
kawasan hutan (IPPKH) untuk penyelenggaraan jalan diajukan kepada Menteri Kehutanan
oleh Menteri Pekerjaan Umum, atau Gubernur atau Bupati/Walikota sesuai dengan status
kewenangan penyelenggaraan infrastruktur jalan yang disiapkan. Dalam hal
penyelenggaraan jalan nasional, BBPJN dan/atau Dit. Bina Teknik, atau pemrakarsa lainnya
di lingkungan Ditjen Bina Marga sesuai tugas dan fungsinya perlu menyiapkan persyaratan
yang mendukung permohonan izin pinjam pakai yang akan diajukan oleh Menteri PU.
Ketentuan mengenai izin pinjam pakai kawasan hutan tertuang dalam Peraturan Menteri
Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.16/Menhut-II/2014 tentang Pedoman Pinjam Pakai
Kawasan Hutan. Permohonan izin pinjam pakai kawasan hutan diajukan kepada Menteri
Kehutanan.
Selain itu, menurut Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor 85
tahun 2014 tentang Tata Cara Kerjasama Penyelenggaraan Kawasan Suaka Alam dan
Kawasan Pelestarian Alam, kerjasama penyelenggaraan KSA dan KPA adalah kegiatan
bersama para pihak yang dibangun atas kepentingan bersama untuk optimalisasi dan
69
Pedoman Perencanaan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
efektifitas pengelolaan kawasan atau karena adanya pertimbangan khusus bagi penguatan
ketahanan nasional. Kerjasama penyelenggaraan KSA dan KPA dapat terjadi karena
pembangunan strategis yang tidak terelakkan, dalam hal ini adalah pembangunan sarana
transportasi. Dalam pelaksanaan kerjasama, mitra yang melakukan kerjasama
pembangunan sarana transportasi terbatas wajib memenuhi ketentuan:
a. menyediakan dan memelihara sarana prasarana pendukung kegiatan yang
dikerjasamakan;
b. melakukan kegiatan perlindungan dan pengamanan kawasan di sekitar lokasi
pembangunan dari kemungkinan kebakaran hutan, perambahan/pemukiman liar;
c. menghindari pembangunan yang menyebabkan fragmentasi habitat sehingga
menggangu perpindahan hidupan liar utama;
d. menghindari penggunaan material baik hidup atau mati yang dapat berakibat terjadinya
perubahan struktur vegetasi dan keragaman jenis sehingga muncul spesies invasif
maupun terjadi perubahan fungsi kawasan;
e. menjaga dan melindungi keberadaan hidupan liar yang berada di sekitarnya;
f. menyediakan data dan informasi yang diperlukan;
g. menyediakan tenaga pendamping dan pengawas;
h. merehabilitasi kawasan yang rusak akibat dampak pembangunan kerjasama;
i. melibatkan petugas unit pengelola setempat pada setiap kegiatan;
j. tidak mengganggu keindahan lansekap, struktur maupun warna bangunannya
disesuaikan dengan kondisi di sekitarnya.
k. untuk pembangunan sarana jalan penghubung, wajib membangun portal pembatas dan
kecepatan kendaraan yang melintas diatasnya; menyediakan koridor,
lintasan/terowongan untuk pergerakan satwa
l. untuk pembangunan sarana transportasi air, wajib mencegah terjadinya pencemaran
akibat limbah sarana transportasi, mengatur tingkat kebisingan dan kecepatan sarana
transportasi, menyediakan sarana pengolahan limbah dan wajib memelihara alur untuk
sarana transportasi air;
m. wajib dilengkapi dengan rambu-rambu pengaturan lalu lintas yang berkaitan dengan
pergerakan satwa.
70
Pedoman Perencanaan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
Prosedur izin lingkungan, IPPKH, dan PKS diterangkan secara rinci pada Bagan Alir
Prosedur Izin Lingkungan.
71
Pedoman Perencanaan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
72
Pedoman Perencanaan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
73
Pedoman Perencanaan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
74
Pedoman Perencanaan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
Beberapa isu lingkungan dan sosial yang harus dipertimbangkan, antara lain:
75
Pedoman Perencanaan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
lingkungan yang efisien dan efektif dalam rangka mencegah, mengurangi atau
menanggulangi dampak lingkungan hidup akibat pembangunan jalan.
76
Pedoman Perencanaan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
Prinsip utama untuk penanganan KAT adalah Kegiatan harus memberikan manfaat yang
sesuai dengan budaya atau mengandung upaya-upaya mitigasi yang sesuai untuk KAT,
melaksanakan konsultasi yang FPIC dengan KAT yang terkena dampak, untuk
mendapatkan dukungan seluas- luasnya dari KAT. Dampak yang merugikan sedapat
mungkin dihindari, namun jika tidak dapat dihindari, maka upaya-upaya mitigasi yang
memadai harus disusun berdasarkan hasil konsultasi dengan KAT. Relokasi/pemukiman
kembali untuk KAT harus dihindari.
e. Secara singkat, prinsip dan tahapan penyusunan RKP-MA atau penyesuaian
rancangan/desain diringkas sebagai berikut:
1) Menunjuk fasilitator
Pengelola Kegiatan menunjuk fasilitator (beberapa orang atau suatu tim) untuk
membantu Pengelola Kegiatan dan KAT untuk melaksanakan survey, Kajian Sosial,
inventarisasi dan konsultasi publik. Masyarakat adat seringkali menggunakan bahasa
dan budaya tertentu untuk berkomunikasi, oleh karena itu maka Pengelola Kegiatan
perlu menunjuk fasilitator yang memahami kebiasaan budaya KAT, dan dapat
menggunakan bahasa yang digunakan oleh KAT. Fasilitator ini dapat berasal
dari LSM setempat, pemerhati masyarakat adat, atau pihak-pihak yang pernah
bekerja bersama masyarakat adat dalam proyek lainnya;
2) Pengelola Kegiatan melakukan konsultasi yang FPIC dengan KAT dan
mendiseminasikan informasi kepada masyarakat adat dengan difasilitasi oleh
fasilitator dalam cara-cara sesuai dengan kebiasaan budaya KAT dan menggunakan
bahasa masyarakat adat. Dalam kegiatan ini, pengelola Kegiatan menyampaikan
informasi antara lain: rancangan Kegiatan, dampak yang mungkin timbul akibat
Kegiatan, identifikasi upaya alternatif untuk meminimalisasi dampak dan rencana
untuk melakukan survey dan diskusi dengan KAT untuk menyusun RKP-MA. Ada
kemungkinan bahwa kegiatan konsultasi dan sosialisasi ini dilaksanakan berulang
kali;
3) Pengelola Kegiatan dengan dibantu oleh fasilitator dapat memulai melakukan kajian
sosial (social assessment) dalam rangka memperoleh informasi dasar tentang KAT,
termasuk: jumlah populasi, karakteristik kehidupan, mata pencaharian, budaya,
keterikatan kepada habitat alami serta dengan KAT lainnya; dan untuk menilai
dampak yang merugikan serta memperkirakan kesempatan untuk mendapatkan
manfaat dari Kegiatan yang sesuai dengan kebudayaan mereka, serta untuk
mendapatkan informasi lainnya untuk memahami jenis, cakupan dan besaran
dampak yang mungkin ditimbulkan oleh Kegiatan.
77
Pedoman Perencanaan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
78
Pedoman Perencanaan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
yang terkena dampak. RKPT untuk KAT disiapkan berdasarkan konsultasi yang FPIC
untuk mendapatkan dukungan penuh dari KAT terhadap RKPT.
10) Dokumen RKP-MA yang telah disetujui oleh Bappeda harus menjadi bagian dari RK.
Seluruh pembiayaan yang terkait dengan penyusunan dan pelaksanaan RKP-MA
berasal dari APBD.
3. Rencana Kerja Penanganan Masyarakat Adat (RKP-MA)
Beberapa hal berikut ini perlu diperhatikan oleh Pengelola Kegiatan dalam pelaksanaan RKP-
MA pada tahap perencanaan teknis dan pelaksanaan konstruksi:
a. RKP-MA (sebagaimana relevan) yang terdapat dalam Rancangan Kegiatan (RK) harus
menjadi bagian dari kontrak Kegiatan antara Pengelola Kegiatan dan Kontraktor.
Rekomendasi dari RKP-MA yang mencerminkan kesepakatan bersama/rekomendasi dari
masyarakat adat, harus dimasukkan ke dalam desain teknis Kegiatan yang
mengakomodasi kesepakatan-kesepakatan/rekomendasi dari MA.
b. Selama masa konstruksi, MA perlu dilibatkan untuk memastikan bahwa kesepakatan dan
rekomendasi dari MA dilaksanakan secara konsisten, atau jika perlu ada perubahan,
langsung dikonsultasikan dengan MA pada saat konstruksi.
c. Tim Pemantau DAK berkoordinasi dengan Bappeda di tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota
dalam melakukan pemantauan terhadap kualitas pelaksanaan RKP-MA sebagai bagian
dari kegiatan pemantauan keseluruhan kegiatan DAK di Provinsi/Kabupaten/Kota.
Laporan pelaksanaan Kegiatan mengenai pelaksanaan RKP-MA menjadi bagian dari
Laporan Triwulanan dan Laporan Akhir.
79
Pedoman Perencanaan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
80
Pedoman Perencanaan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
dapat dinilai. Pemberian ganti kerugian dapat diberikan dalam bentuk uang, tanah
pengganti, permukiman kembali, kepemilikan saham dan bentuk lain yang disetujui
oleh kedua belah pihak.
d. Musyawarah penetapan ganti kerugian, dilaksanakan oleh Lembaga Pertanahan
dengan pihak yang berhak dalam waktu paling lama 30 hari kerja sejak hasil
penilaian dari Penilai disampaikan kepada Lembaga Pertanahan. Hasil kesepakatan
akan menjadi dasar pemberian ganti kerugian kepada pihak yang berhak dimuat ke
dalam berita acara kesepakatan.
e. Pemberian ganti kerugian, diberikan secara langsung kepada pihak yang berhak.
f. Pelepasan tanah instansi, yakni pelepasan objek pengadaan tanah yang dikuasai
oleh pemerintah atau dikuasai/dimiliki oleh Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha
Milik Daerah dilakukan oleh pejabat yang berwenang. Ganti kerugian atas tanah
instansi diberikan dalam bentuk tanah dan/atau bangunan atau relokasi. Pelepasan
tanah instansi dilaksanakan paling lama 60 hari kerja sejak penetapan lokasi
pembangunan rencana kegiatan.
4. Penyerahan hasil
Hasil pengadaan tanah diserahkan oleh Lembaga Pertanahan kepada instansi yang
memerlukan tanah setelah pemberian ganti kerugian kepada pihak yang berhak dan
pelepasan hak telah dilaksanakan dan/atau pemberian ganti kerugian telah dititipkan di
pengadilan negeri. Instansi yang telah memperoleh tanah wajib mendaftarkan tanah
yang telah diperoleh.
4.5 Konstruksi
Pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan pada tahap konstruksi
adalah pelaksanaan atau implementasi kegiatan pengelolaan lingkungan hidup dalam
rangka mencegah, mengurangi dan menanggulangi dampak negatif dan meningkatkan
dampak positif terhadap lingkungan hidup pada tahap pelaksanaan konstruksi. Pelaksanaan
pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan pada tahap konstruksi dilaksanakan berdasarkan
arahan dan rekomendasi yang telah diuraikan dalam Rencana Pengelolaan Lingkungan
(RKL) atau Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) yang telah disusun.
Pelaporan pelaksanaan pemantauan RKL/UKL-RPL/UPL oleh pemrakarsa kepada
Institusi Lingkungan Hidup terkait dilakukan setidaknya 6 bulan sekali atau sesuai dengan
frekuensi pelaporan yang ditetapkan oleh pemberi izin lingkungan, sejak dimulainya
kegiatan.
81
Pedoman Perencanaan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
5. DOKUMENTASI
Tiap jenis kegiatan perencanaan pengelolaan lingkungan hidup jalan pada tahap
perencenaan jalan harus ditunjang dengan dokumen berupa surat, berita acara, laporan
pelaksanaan kegiatan perencanaan pengelolaan lingkungan hidup. Dokumentasi ini
disiapkan oleh pemrakarsa kegiatan dan perlu didistribusikan kepada instansi atau institusi
terkait. Jenis dokumen terkait dengan rencana pengelolaan lingkungan hidup tahap
perencanaan adalah:
82
Pedoman Perencanaan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
83
Pedoman Perencanaan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
84
Pedoman Perencanaan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
Dokumen UKL-UPL disusun dalam satu dokumen yang disiapkan oleh pemrakarsa
rencana kegiatan. Dokumen UKL-UPL diajukan untuk mendapatkan rekomendasi dengan:
a. Pengajuan permohonan izin lingkungan dan pemeriksaan UKL-UPL
Pemrakarsa membuat surat pengajuan permohonan izin lingkungan dan pemeriksaan
UKL-UPL kepada instansi penanggung jawab pengelolaan lingkungan.
b. Berita acara hasil pembahasan UKL-UPL
Berita acara hasil pembahasan dokumen UKL-UPL diterbitkan setelah dilakukan
pembahasan di instansi penanggung jawab pengelolaan lingkungan setempat. Dari
hasil pembahasan tersebut selanjutnya diterbitkan berita acara yang menyimpulkan
UKL-UPL perlu perbaikan atau langsung mendapat rekomendasi. Apabila dokumen
UKL-UPL tersebut perlu perbaikan, maka pemrakarsa harus segera memperbaiki
sesuai saran dan tanggapan. Kemudian mengajukan kembali kepada instansi yang
bertanggung jawab dalam pengelolaan lingkungan hidup untuk mendapatkan
rekomendasi.
c. Penerbitan rekomendasi persetujuan UKL-UPL dan Izin lingkungan
Surat rekomendasi persetujuan UKL-UPL dari instansi yang bertanggung jawab dalam
pengelolaan lingkungan khidup akan diterbitkan apabila UKL-UPL dianggap telah
memenuhi saran dan tanggapan dari instansi penanggung jawab pengelolaan
lingkungan setempat. Izin lingkungan diterbitkan oleh Menteri, Gubernur,
Bupati/Walikota berdasarkan Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup yang diterbitkan
bagi rencana usaha dan/atau kegiatan yang telah memiliki dokumen Amdal atau UKL-
UPL.
85
Pedoman Perencanaan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
Hidup. Dalam rangka penilaian DELH dan pemeriksaan DPLH merujuk ke Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2013 tentang Tata Laksana Penilaian
dan Pemerikasaan Dokumen Lingkungan Hidup serta Penerbitan Izin Lingkungan.
Pengesahan DELH atau DPLH menjadi persyaratan permohonan Izin Lingkungan. Menteri,
Gubernur, dan/atau Bupati/Walikota menerbitkan Izin Lingkungan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
86
Pedoman Perencanaan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
6.1 Pembiayaan
Biaya kegiatan penyaringan studi lingkungan terdiri dari biaya personel (gaji upah),
pengumpulan data sekunder/data primer.
a. Biaya Personel
Proses penyaringan studi lingkungan ini relatif mudah, maka untuk pelaksanaannya
tidak diperlukan tenaga khusus ahli lingkungan. Sekalipun demikian, tentu akan lebih
87
Pedoman Perencanaan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
baik bila dilaksanakan oleh personel yang memahami pengetahuan dasar tentang
Amdal.
Apabila kegiatan ini dilaksanakan secara swakelola, maka biaya personel sudah tercakup
dalam biaya rutin, sehingga tidak diperlukan biaya khusus. Demikian juga bila kegiatan
ini dilaksanakan oleh konsultan perencanaan jalan, kegiatan ini dapat dilaksanakan oleh
petugas perencanaan umum tersebut.
b. Pengumpulan Data
Kegiatan yang mungkin memerlukan biaya adalah pengumpulan data rona lingkungan
khususnya data tentang penataan ruang wilayah yang dilalui atau berbatasan
langsung/berdekatan dengan trase jalan yang akan dibangun. Untuk itu diperlukan biaya
reproduksi peta serta biaya transport baik untuk konsultasi dengan instansi terkait atau
peninjauan lapangan. Biaya yang diperlukan relatif kecil sehingga tidak perlu
dianggarkan secara khusus tapi cukup dimasukkan dalam anggaran rutin atau bagian
dari biaya pekerjaan perencanaan umum.
88
Pedoman Perencanaan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
Komponen biaya personel (gaji-upah) mencakup tenaga ahli dan tenaga penunjang (juru
gambar, operator komputer).
2) Pengadaan data sekunder
Biaya pengadaan data sekunder berupa biaya pembelian atau reproduksi data dari
berbagai sumber. Jenis data dapat berupa: peta, foto udara, citra satelit, data statistik
dan laporan hasil survei/penelitian.
3) Biaya perjalanan dinas/pengumpulan data primer
Biaya perjalanan mencakup perjalanan untuk berkonsultasi dan koordinasi dengan
instansi terkait baik di tingkat pusat maupun daerah dan perjalanan ke lokasi kegiatan
dan sekitarnya.
4) Biaya pengumuman dan konsultasi masyarakat
Komponen biaya ini terdiri dari biaya pemasangan iklan pengumuman tentang rencana
pelaksanaan studi Amdal yang harus dipasang pada surat kabar, dan biaya pelaksanaan
pertemuan konsultasi masyarakat di lokasi kegiatan, sesuai dengan ketentuan tercantum
dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 17 tahun 2012
tentang Pedoman Keterlibatan Masyarakat dalam Proses Analisis Dampak Lingkungan
Hidup dan Izin Lingkungan.
5) Biaya penggandaan dan presentasi dokumen KA
Komponen biaya ini terdiri dari:
• Biaya penggandaan dan penjilidan dokumen untuk dipresentasikan pada komisi penilai
Amdal dan dokumen akhir untuk didistribusikan kepada instansi-instansi terkait
• Biaya presentasi di komisi penilai Amdal.
Perhitungan biaya pelaksanaan studi Andal dan RKL-RPL harus didasarkan atas ketentuan-
ketentuan tercantum dalam Kerangka Acuan pekerjaan studi tersebut. Biaya studi Andal,
RKL-RPL secara garis besar terdiri dari komponen-komponen biaya personel (gaji upah),
fasilitas kantor, bahan (material) dan peralatan, perjalanan dinas, analisis laboratorium,
pembuatan laporan dan presentasi.
1) Biaya personel
Komponen biaya personel (gaji upah) mencakup tenaga ahli, dan tenaga penunjang
(surveyor, operator komputer, juru gambar, staf administrasi).
89
Pedoman Perencanaan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
Jumlah tenaga ahli maupun penunjang tergantung dari besarnya proyek dan jenis-jenis
isu pokok yang harus dikaji. Jumlah person-month (pm) untuk studi Andal, RKL-RPL satu
ruas jalan diperkirakan berkisar antara 15 - 25 pm.
2) Perjalanan Survai dan Presentasi
Biaya perjalanan dinas mencakup: biaya transportasi dan biaya penugasan luar kota
(out-of-duty station).
3) Analisis laboratorium
Biaya analisis laboratorium yang mungkin diperlukan adalah: analisis kualitas udara,
analisis kebisingan, analisis getaran, analisis kualitas air, kualitas tanah dan analisis
biologi (plankton dan benthos).
4) Bahan dan peralatan
Biaya bahan dan peralatan meliputi: peralatan kantor (komputer, alat gambar dan
sebagainya), peralatan survei dan office supply (kertas, media penyimpanan data
elektronik, tinta printer dan sebagainya).
5) Pembuatan dan presentasi laporan
Biaya pembuatan dokumen meliputi: pencetakan (reproduksi) dan penjilidan.
Presentasi/pembahasan dokumen dilaksanakan dua tahap, yaitu di tingkat: pemrakarsa
dan komisi penilai Amdal.
6) Biaya Lainnya
Biaya lainnya meliputi: fasilitas kantor, sewa kendaraan kerja dan biaya komunikasi
(telepon, fax, e-mail).
90
Pedoman Perencanaan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
Biaya perjalanan mencakup: biaya transport dan biaya penugasan luar kota (out-of-duty
station).
3) Analisis laboratorium
Biaya analisis laboratorium yang mungkin diperlukan adalah: analisis kualitas udara,
analisis kebisingan, analisis getaran, analisis kualitas air dan analisis biologi (plankton
dan benthos).
4) Bahan dan peralatan
Biaya bahan dan peralatan meliputi: peralatan kantor (komputer, mesin tik, alat gambar
dan sebagainya), peralatan survei dan office supply (kertas, media penyimpanan data
elektronik, tinta printer dan sebagainya).
5) Pembuatan dokumen dan presentasi
Biaya pembuatan dokumen meliputi: pencetakan (reproduksi) dan penjilidan. Asistensi
dokumen dilaksanakan dua tahap, yaitu di tingkat: pemrakarsa dan
Bapedalda/BPLHD/Dinas Lingkungan Hidup.
6) Biaya Lainnya
Biaya lainnya meliputi: fasilitas kantor, sewa kendaraan kerja dan biaya komunikasi
(telepon, fax).
6.2 Institusi
91
Pedoman Perencanaan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
Kegiatan pembangunan jalan dilaksanakan oleh berbagai unit kerja (unit perencanaan
umum, perencanaan teknis awal, perencanaan teknis akhir, pengadaan tanah, pra
konstruksi, konstruksi, pasca konstruksi dan evaluasi pasca kegiatan) pada beberapa tingkat
instansi pemerintah (pusat, provinsi dan kabupaten/kota). Karena itu, untuk kelancaran
proses perencanaan pengelolaan lingkungan pada tahap perencanaan, diperlukan koordinasi
antar instansi terkait.
Pelaku kegiatan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan, yaitu:
a. Pemrakarsa,
b. Kementerian Negara Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK)/Badan Pengendalian
Dampak Lingkungan Hidup Daerah (BAPEDALDA)/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup
Daerah (BPLHD)/Dinas Lingkungan Hidup (DLH),
c. BAPPEDA,
d. Masyarakat, dan
e. Instansi dan institusi lainnya.
Pemimpin Proyek atau Satuan Kerja atau Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)
perencanaan, pembangunan, pemeliharaan dan pengawasan jalan adalah pejabat yang
92
Pedoman Perencanaan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
Kegiatan pengelolaan lingkungan hidup yang perlu dilaksanakan antara lain adalah:
a. Melakukan penyaringan untuk menentukan jenis studi lingkungan Amdal atau UKL-UPL;
b. Menyusun Kerangka Acuan (KA);
c. Menyusun Analisis Dampak Lingkungan (Andal), Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL)
dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) apabila kegiatan wajib dilengkapi Amdal
atau menyusun Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan
Lingkungan (UPL);
d. Menyusun dokumen Analisis Dampak Sosial (Andas) akibat pengadaan tanah dan/atau
karena adanya masyarakat rentan;
e. Konsultasi dan musyawarah dengan masyarakat yang akan terkena dampak, mengenai
rencana kegiatan proyek pembangunan jalan yang akan dilaksanakan;
f. Merencanakan dan melaksanakan pengelolaan lingkungan hidup untuk pencegahan atau
penanggulangan dampak negatif dan peningkatan dampk positif yang timbul akibat
kegiatan pembangunan jalan, pada tahap perencanaan;
g. Melakukan koordinasi dengan instansi terkait baik di tingkat pusat maupun daerah,
dalam perencanaan dan pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup;
h. Melaporkan hasil pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup kepada
instansi penanggung jawab pengelolaan lingkungan hidup di pusat atau di daerah sesuai
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
93
Pedoman Perencanaan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
7) Dan lain-lain.
Instansi tersebut berperan dalam pembinaan dan koordinasi pengendalian pencemaran
dan kerusakan lingkungan, dan pengawasan pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup
di pusat dan daerah. Selain itu mempunyai peran penting dalam penilaian dokumen
studi lingkungan.
Tugas pembinaan dan koordinasi pengendalian dan pengawasan pengelolaan
lingkungan hidup bidang jalan antara lain:
1) Memberi masukan tentang tata cara pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan serta
rekomendasi yang diperlukan;
2) Memantau pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan yang
dilaksanakan oleh pemrakarsa.
b. Institusi Terkait Lainnya
Institusi terkait lainnya adalah instansi pemerintah atau institusi swasta baik di tingkat
pusat maupun daerah, yang terkait dengan kegiatan pembangunan bidang jalan, di
antaranya:
1) Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA)
2) Badan Pertanahan Nasional (BPN) atau Dinas/Kantor Pertanahan Provinsi atau
Kabupaten/Kota, dalam kaitannya dengan kegiatan pengadaan tanah;
3) Kementerian Kehutanan atau Dinas Kehutanan Provinsi atau Kabupaten/Kota, dalam
kaitannya dengan pembangunan jalan yang melewati atau berbatasan langsung
dengan kawasan hutan;
4) Kementerian Perhubungan atau Dinas Perhubungan Provinsi atau Kabupaten/Kota,
dalam kaitannya dengan masalah transportasi termasuk masalah perlintasan antara
jalan dengan jalur kereta api;
5) Kementerian Negara Kebudayaan dan Pariwisata, atau Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata Provinsi dan Kabupaten/Kota, dalam kaitannya dengan pembangunan
jalan yang melewati lokasi cagar budaya;
6) kementerian Sosial, Dinas Sosial Provinsi dan Kabupaten/Kota, dalam kaitannya
dengan masalah dampak sosial yang mungkin timbul terhadap masyarakat
(termasuk komunitas rentan), serta dampak kegiatan pengadaan tanah dan
pemindahan penduduk.
7) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral kaitannya dengan tumpang tindih
antara jalan dengan instalasi jaringan migas dan listrik.
8) Kementerian Pertanian kaitannya dengan tumpang tindih penggunaan lahan dengan
infrastruktur pertanian dengan jalan.
94
Pedoman Perencanaan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
6.2.3 Masyarakat
Masyarakat adalah perorangan maupun kelompok yang berkepentingan terhadap
kelestarian lingkungan hidup. Termasuk kedalam kelompok masyarakat ini adalah:
a. Penduduk terkena proyek (PTP);
b. Lembaga swadaya masyarakat (LSM);
c. Tokoh-tokoh masyarakat dan pemerhati lingkungan;
d. Kelompok masyarakat rentan (komunitas adat terpencil dan kelompok miskin).
Peran masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan, antara lain
dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Memberi tanggapan dan saran terhadap rencana kegiatan pembangunan jalan;
b. Memberi tanggapan dan saran tentang pengelolaan lingkungan dalam kegiatan
konsultasi masyarakat;
c. Menghadiri rapat komisi penilai Amdal dan memberi masukan tentang aspek-aspek
pengelolaan lingkungan, termasuk yang berhubungan dengan pengadaan tanah,
kompensasi untuk tanah dan bangunan, pemukiman kembali penduduk dan penanganan
masyarakat komunitas rentan.
Koordinasi antara pemrakarsa dengan instansi terkait perlu dilakukan. Hal ini terkait
dengan perencanaan pembangunan jalan dengan wilayah dan kepentingan sektor yang
berada atau berdekatan dengan lokasi rencana jalan. Dalam rangka mencegah sedini
mungkin dampak kegiatan terhadap lingkungan dapat dilakukan melalui pendekatan instansi
melalui koordinasi.
7. PENUTUP
95
Pedoman Perencanaan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
96
Pedoman Perencanaan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
Penyusunan
dokumen rute/koridor
jalan yang
mempertimbangkan
aspek:
- Tata Ruang
Wilayah
- Daerah Sensitif - Penyusunan
Dokumen
Penyaringan
Jenis Studi
Lingkungan
Amdal/UKL-UPL
dan/atau Andas
dan
Laporan pelaksanaan - Penyusunan
penentuan Dokumen
rute/koridor jalan yang Pelingkupan Isu
mempertimbangkan: Lingkungan dan
- Tata Ruang Sosial
Wilayah
- Daerah Sensitif
Laporan
Pelaksanaan Penyusunan
Penyaringan Jenis Dokumen
Studi Lingkungan Amdal/UKL-UPL
dan Sosial serta dan/atau Andas
Penentuan Isu Komunitas Adat
Lingkungan dan
Sosial
Penjabaran RKL/UKL
Laporan dan/atau RT-
Pelaksanaan Pemberdayaan
Penyusunan Komunitas Adat/RT-
Dokumen Rehabilitasi Sosial ke
Amdal/UKL-UPL dalam Desain Teknis
dan/atau Andas serta Penyusunan
Komunitas Adat Andas Pengadaan
Tanah
Laporan Pelaksanaan
Penjabaran RKL/UKL
dan/atau Rencana
Tindak dalam Desain
Teknis serta Dokumen
Andas Pengadaan
Tanah
Pelaksanaan
Pra Konstruksi
dan Konstruksi
Jalan
97