Anda di halaman 1dari 24

Case Report Session

Cerebral Palsy

Oleh :
Resti Nurul Haqiqi 1110313025

Preseptor :
dr. Mayetti, Sp.A(K) IBCLC

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DR. M. DJAMIL
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2016
Bab 1
Pendahuluan

Cerebral palsy merupakan suatu keadaan kerusakan jaringan otak yang


menetap dan tidak progresif, terjadi pada usia dini sehingga mengganggu
perkembangan otak dan menunjukan kelainan posisi, tonus otot dan koordinasi
motorik, serta kelainan neurologis lainnya. Angka kejadian cerebral palsy di
berbagai negara bervariasi antara 2-2,5 per 1000 kelahiran hidup. Secara umum,
cerebral palsy dibagi atas 4 tipe yaitu spastik, atetoid, ataksia, dan campuran.
Sekitar 70%-80% kasus cerebral palsy adalah tipe spastik.1

Banyak faktor yang dapat meningkatkan risiko cerebral palsy mulai dari
periode prenatal, perinatal, dan postnatal. Faktor risiko pada periode prenatal
adalah infeksi dalam kandungan, seperti infeksi toksoplasmosis, rubella,
cytomegalovirus, dan herpes (TORCH). Faktor risiko pada periode perinatal dapat
disebabkan oleh berat badan lahir rendah, kelahiran multipara, hipoksia, asfiksia,
dan kelahiran prematur. Faktor risiko pada periode pascanatal berupa benturan
fisik pada kepala, tingginya kandungan logam dalam tubuh, insiden yang
menyebabkan kondisi hipoksia-iskemia, kegagalan fungsi hati, ensefalitis, dan
meningitis. Gambaran klinis cerebral palsy tergantung pada bagian dan luasnya
jaringan otak yang mengalami kerusakan.2

Anak-anak dengan cerebral palsy menderita beberapa masalah dan


kecacatan seperti retardasi mental, epilepsi, gangguan makan, dan gangguan
penglihatan dan pendengaran. Penanganan tiap individu membutuhkan intervensi
kombinasi. Penanganan spastisitas memiliki banyak macam intervensi terapi.
Penanganannya harus berorientasi pada tujuan seperti membantu mobilitas,
mengurangi atau mencegah kontraktur, meningkatkan higiene, dan memberikan
kenyamanan. Setiap anggota dari tim multidisiplin, termasuk anak dan orang tua,
harus berpastipasi dalam evaluasi dan perencanaan terapi.3
Bab 2

Tinjauan Pustaka

2.1 Definisi

Cerebral palsy adalah terminology yang digunakan untuk mendeskripsikan


kelompok penyakit kronik yang mengenai pusat pengendalian pergerakan dengan
manifestasi klinis yang tampak pada beberapa tahun pertama kehidupan dan
secara umum tidak akan bertambah memburuk pada usia selanjutnya.
Mengakibatkan kelainan fungsi yang menyeluruh, tapi selalu disertai problem
motorik. Usia terdiagnosa biasanya >1 tahun sehingga anak gagal mencapai
perkembangan yang semestinya.

2.2 Etiologi

Cerebral palsy bukan merupakan satu penyakit dengan satu penyebab. CP


merupakan grup penyakit dengan masalah mengatur gerakan, tetapi dapat
mempunyai penyebab yang berbeda. Untuk menentukan penyebab CP, harus
digali mengenai hal : bentuk CP, riwayat kesehatan ibu dan anak, dan onset
penyakit.

Di USA, sekitar 10-20% CP disebabkan karena penyakit setelah lahir


(prosentase tersebut akan lebih tinggi pada negara-negara yang belum
berkembang). CP dapatan juga dapat merupakan hasil dari kerusakan otak pada
bulan-bulan pertama atau tahun-tahun pertama kehidupan yang merupakan sisa
dari infeksi otak, misalnya meningitis bakteri atau encephalitis virus, atau
merupakan hasil dari trauma kepala yang sering akibat kecelakaan lalu lintas,
jatuh atau penganiayaan anak.

CP kongenital, pada satu sisi lainnya, tampak pada saat dilahirkan. Pada
banyak kasus, penyebab CP kongenital sering tidak diketahui. Diperkirakan
terjadi kejadian spesifik pada masa kehamilan atau sekitar kelahiran dimana
terjadi kerusakan pusat motorik pada otak yang sedang berkembang.
Beberapa penyebab CP kongenital adalah :

1. Infeksi Selama Kehamilan


Rubella dapat menginfeksi ibu hamil dan fetus dalam uterus, akan
menyebabkan kerusakan sistem saraf yang sedang berkembang. Infeksi
lain yang dapat meyebabkan cedera otak fetus meliputi
cytomegalovirus dan toxoplasmosis. Pada saat ini sering dijumpai
infeksi maternal lain yang dihubungkan dengan CP.

2. Pigmen bilirubin, yang merupakan komponen yang secara normal


dijumpai dalam jumlah kecil dalam darah, merupakan hasil produksi
dari pemecahan eritrosit. Jika banyak eritrosit mengalami kerusakan
dalam waktu yang singkat, misalnya dalam keadaan Rh/ABO
inkompatibilitas, bilirubin indirek akan meningkat dan menyebabkan
ikterus. Ikterus berat dan diterapi dapat merusak sel otak secara
permanen.
3. Kekurangan Oksigen Berat (hipoksik iskemik) pada Otak atau Trauma
Kepala Selama Proses Persalinan.
Asphyxia sering dijumpai pada bayi-bayi dengan kesulitan persalinan.
Asphyxia menyebabakan rendahnya suplai oksigen pada otak bayi
pada periode lama, anak tersebut akan mengalami kerusakan otak yang
dikenal hipoksik iskemik encephalopathi. Angka mortalitas meningkat
pada kondisi asphyxia berat, tetapi beberapa bayi yang bertahan hidup
dapat menjadi CP, dimana dapat bersama dengan gangguan mental dan
kejang.

Kriteria yang digunakan untuk memastikan hipoksik intrapartum


sebagai penyebab CP :

1. Metabolik asidosis pada janin dengan pemeriksaan darah arteri tali


pusat janin, atau neonatal dini pH=7 dan BE=12mmol/L
2. Neonatal encephatopathy dini berat sampai sedang pada bayi
>34minggu gestasi
3. Tipe CP spastik quadriplegia atau diskinetik
4. Tanda hiposik pada bayi segera setelah lahir atau selama persalinan
5. Penurunan detak jantung janin cepat, segera dan cepat memburuk
segera setelah tanda hipoksik terjadi dimana sebelumnya diketahui
dalam batas normal
6. Apgar score 0-6 = 5menit
7. Multi sistim tubuh terganggu segera setelah hipoksik
8. Imaging dini abnormalitas cerebral
4. Stroke
Kelainan pada ibu atau bayi dapat menyebabkan stroke pada fetus atau
bayi baru lahir. Perdarahan di otak terjadi pada beberapa kasus. Stroke
yang terjadi pada fetus atau bayi baru lahir, akan menyebabkan
kerusakan jaringan otak dan menyebabkan masalah neurologis. Karena
insiden infark cerebri yang tidak dapat dijelaskan sering tampak pada
pemeriksaan neuroimaging pada anak dengan CP hemiplegi,
diagnostik test untuk penyakit koagulasi perlu dipertimbangkan.

Faktor-faktor yang menyatakan penyebab selain hipoksik intrapartum


sebagai penyebab CP :

1. Pada pemeriksaan analisis gas darah arteri umbikalis <1mmol/L


atau pH>7
2. Bayi dengan kelainan kongenital mayor atau multiple atau kelainan
metabolik
3. Infeksi SSP atau sistemik
4. Pada pemeriksaan imaging dini tampak kelainan neurologis
misalnya ventrikulomegali, porencephali, multikistik
encephalomalacia
5. Bayi dengan tanda hambatan pertumbuhan intrauterine
6. Penurunan detak jantung bervariasi sejak persalinan
7. Mikrocephali
8. Ekstensif chorioamnionitis
9. Kelainan kongenital koagulasi pada anak
10. Adanya faktor antenatal lain untuk CP, misalnya prematuritas,
kehamilan ganda, penyakit autoimun
11. Adanya faktor resiko postanatal untuk CP, misalnya post natal
encephalitis, hopotensi memanjang, atau hipoksik karena penyakit
respirasi
12. Saudara kandung CP, terutama jika mempunyai tipe CP yang sama

Faktor-faktor resiko yang menyebabkan kemungkinan terjadinya CP


semakin besar antara lain adalah :

1. Letak sungsang.
2. Proses persalinan sulit
Masalah vaskuler atau respirasi bayi selama persalinan merupakan
tanda awal yang menunjukan adanya masalah kerusakan otak atau
otak bayi tidak berkembang secara normal. Komplikasi tersebut
dapat menyebabakn kerusakan otak permanen.

3. Apgar score rendah.


Apgar score rendah hingga 10-20 menit setelah kelahiran.

4. BBLR dan prematuritas.


Resiko CP lebih tinggi diantara bayi dengan berat lahit <2500gram
dan bayi lahir dengan usia kehamilan <37 minggu. Resiko akan
meningkat sesuai rendahnya berat lahir dan usia kehamilan.

5. Kahamilan ganda.
6. Malformasi SSP
Sebagian besar bayi-bayi yang lahir dengan CP memperlihatkan
malformasi SSP yang nyata, misalnya lingkar kepala abnormal
(mikrosefali). Hal tersebut menunjukan bahwa maslah telah terjadi
pada saat perkembangan SSP sejak dalam kandungan.

7. Perdarahan maternal atau proteinuria berat pada saat masa akhir


kehamilan.
Perdarahan vaginal selama bulan ke-9 hingga 10 kehamilan dan
peningkatan jumlah protein dalam urine berhibungan dengan
peningkatan resiko terjadinya CP pada bayi.
8. Hipertirodism maternal, mental retardasi dan kejang.
9. Kejang pada bayi baru lahir. 6
2.3 Manifestasi Klinis

CP dapat diklasifikasikan berdasarkan gejala dan tanda klinis neurologis.


Spastik diplegia, merupakan salah satu bentuk penyakit yang dikenal selanjutnya
sebagai CP. Hingga saat ini, CP diklasifikasikan berdasarkan kerusakan gerakan
yang terjadi dan dibagi dalam 4 kategori, yaitu :

1. CP Spastik
Merupakan bentukan CP terbanyak (70-80%), otot mengalami
kekakuan dan secara permanan akan menjadi kontraktur. Jika kedua
tungkai mengalami spastisitas, pada saat seseorang berjalan, kedua
tungkai tampak bergerak kaku dan lurus. Gambaran klinis ini
membentuk karakteristik berupa ritme berjalan yang dikenal dengan
galt gunting (scissors galt).

Anak dengan spastik hemiplegia dapat disertai tremor hemiparesis,


dimana seseorang tidak dapat mengendalikan gerakan pada tungkai
pada satu sisi tubuh. Jika tremor memberat akan terjadi gangguan
gerakan berat.

CP Spastik dibagi berdasarkan jumlah ekstremitas yang terkena, yaitu :


a. Monoplegi
Bila hanya mengenai 1 ekstremitas saja, biasanya lengan
b. Diplegia
Keempat ekstremitas terkena, tetapi kedua kaki lebih berat dari
pada kedua lengan
c. Triplegia
Bila mengenai 3 ekstremitas, yang paling banyak adalah mengenai
kedua lengan dan 1 kaki
d. Quadriplegia
Keempat ekstremitas terkena dengan derajat yang sama
e. Hemiplegia
Mengenai salah satu sisi tubuh dan lengan terkena lebih berat
2. CP Atetoid/diskinetik
Bentuk CP ini mempunyai karakterisktik gerakan menulis yang
tidak terkontrol dan perlahan. Gerakan abnormal ini mengenai tangan,
kaki, lengan, atau tungkai dan pada sebagian besar kasus, otot muka
dan lidah, menyebabkan anak-anak menyeringan dan selalu
mengeluarkan air liur. Gerakan sering meningkat selama periode
peningkatan stress dan hilang pada saat tidur. Penderita juga
mengalami masalah koordinasi gerakan otot bicara (disartria). CP
atetoid terjadi pada 10-20% penderita CP.

3. CP Ataksid
Jarang dijumpai, mengenai keseimbangan dan persepsi dalam.
Penderita yang terkena sering menunjukan koordinasi yang buruk;
berjalan tidak stabil dengan gaya berjalan kaki terbuka lebar,
meletakkan kedua kaki dengan posisi saling berjauhan; kesulitan dalam
melakukan gerakan cepat dan tepat, misalnya menulis mengancingkan
baju. Mereka juga sering mengalami tremor, dimulai dengan gerakan
volunter misalnya buku, menyebabkan gerakan seperti menggigil pada
bagian tubuh yang baru digunakan dan tampak memburuk sama
dengan saat penderita akan menuju objek yang dikehendaki. Bentuk
ataksid ini mengenai 5-10% penderita CP.

4. CP Campuran
Sering ditemukan dapa seseorang penderita mempunyai lebih dari
satu bentuk CP yang dijabarkan diatas. Bentuk campuran yang sering
dijumpai adalah spastik dan gerakan atetoid tetapi kombinasi lain juga
mungkin dijumpai. 2,5

CP juga dapat diklasifikasikan berdasarkan estimasi derajat beratnya


penyakit dan kemampuan penderita untuk melakukan aktivitas normal (tabel 1).
Tabel 1. Klasifikasi CP Berdasarkan Derajat Penyakit 2

Klasifikasi Perkembangan Gejala Penyakit


Morik penyerta

Minimal Normal, hanya * kelainan tonus * Gangguan


terganggu secara sementara komunikasi
kualitatif * Gangguan
* Refleks primitif
belajar
menetap terlalu lama
spesifik
* Kelainan postur
ringan

* Gangguan gerak
motorik kasar dan
halus, misalnya
clumpsy

Ringan Berjalan umur 24 * Beberapa kalinan


bulan pada pemeriksaan
neurologis

* Perkembangan
refleks primitif
abnormal

* respon postular
terganggu

* Gangguan motorik<
misalnya tremor

* Gangguan koordinasi

Sedang Berjalan umur 3 * Berbagai kelainan * Retardasi


tahun, kadang neurologis mental
memerlukan * Gangguan
* Refleks primmitif
bracing belajar dan
Tidak perlu alat menetap dan kuat kominikasi
khusus * Kejang
* respon postural
terlambat

Berat Tidak bisa * Gejala neurologis


berjalan, atau dominan
berjalan dengan
* Refleks primitif
alat bantu
menetap
Kadang perlu
operasi * Respon postural
tidak muncul

2.4 Diagnosis

a. Gejala awal
Tanda awal CP biasanya tampak pada usia <3tahun, dan orang tua
sering mencurigai ketiak kemampuan perkambangan motorik tidak
normal. Bayi dengan CP sering mengalami kelambatan perkembangan,
misalnya tengkurap, duduk, merangkak, tersenyum atau berjalan.

Sebagian mengalami abnormalitas tonus otot, penurunan tonus


otot/hipotonia; bayi tampak lemah dan lemas, kadang floppy.
Peningkatan tonus otot/hipertonia, bayi tampak kaku. Pada sebagian
kasus, bayi pada periode awal tampak hipotonia dan selanjutnya
berkembang menjadi hipertonia setelah 2-3 bulan pertama. Anak-anak
CP mungkin menunjukkan postur abnormal pada satu sisi tubuh. 1

b. Pemeriksaan Fisik
Dalam menegaskan diagnosis CP perlu melakukan pemeriksaan
motorik bayi dan melihat kembali riwayat medis mulai dari riwayat
kehamilan, persalinan dan kesehatan bayi. Perlu juga dilakukan
pemeriksaan refleks dan mengukur perkembangan lingkar kepala anak.
Refleks adalah gerakakn dimana tubuh secara otomatisasi bereaksi
sebagai respon terhadap stimulus spesifik. Sebagai contoh, jika bayi
baru lahir menekuk kepalanya maka kaki akan bergerak ke atas kepala,
dan bayi secara otomatis akan membentangkan lengannya, yang dikenal
dengan refleks moro, yang tampak seperti gerakan akan memeluk.
Secara normal, refleks tersebut akan bertahan lebih lama. Hal tersebut
merupakan salah satu dari beberapa refleks yang haarus diperiksa.

Perlu juga memeriksa penggunaan tangan, kecenderungan untuk


menggunakan tangan kanan atau kiri. Jika dokter memegang objek
didepan dan pada sisi dari bayi, bayi akan mengambil benda tersebut
dengan tangan yang cenderung dipakai, walaupun objek didekatkan
pada tangan yang sebelahnya. Sampai usia 12 bulan, bayi masih belum
menunjukan kecenderungan menggunakan tangan yang dipilih. Tetapi
bayi dengan spastik hemiplegia, akan menunjukkan perkembangan
pemilihan tangan lebih dini, sejak tangan pada sisi yang tidak terkena
menjadi lebih kuat dan banyak digunakan.

Langkah selanjutnya dalam diagnosis CP adalah menyingkirkan


penyakit lain yang menyebabkan masalah pergerakan. Yang terpenting,
harus ditentukan bahwa kondisi anak tidak bertambah memburuk.
Walaupun gejala dapat berubah bersama waktu, CP sesuai dengan
definisinya tidak dapat menjadi progresif. Jika anak secara progresif
kehilangan kemampuan motorik, ada kemungkinanterdapat masalah
yang berasal dari penyakit lain, misalnya penyakit genetik, penyakit
muskuler, kelainan metabolik, tumor SSP. Penelitian metabolik dan
genetik tidak rutin dilakukan dalam evaluasi anak dengan CP. Riwayat
medis anak, pemeriksaan diagnostik khusus, dan, pada sebagian kasus,
pengulangan pemeriksaan akan sangat berguna untuk konfirmasi
diagnostik dimana penyakit lain dapat disingkirkan. 1

c. Pemeriksaan Neuroradiologik
Pemeriksaan khusus neuroradiologik untuk mencari kemungkinan
penyebab CP perlu dikerjakan, salah satu pemeriksaan adalah CT scan
kepala, yang merupakan pemeriksaan imaging untuk mengetahui
struktur jaringan otak. CT scan dapat menjabarkan area otak yang
kurang berkembang, kista abnormal, atau kelainan lainnya. Dengan
informasi dari CT scan, dokter dapat menentukan prognosis penderita
CP.

MRI kepala, merupakan tehnik imaging yang canggih,


menghasilkan gambar yang lebih baik dalam hal struktur atau area
abnormal dengan lokasi dekat tulang dibanding dengan CT scan kepala.

Dikatakan bahwa neuroimaging direkomendasikan dalam eveluasi


anak CP jika etiologi tidak dapat ditemukan.

Pemeriksaan ketiga yang dapat mengambarkan masalah dalam


jaringan otak adalah USG kepala. USG dapat digunakan pada bayi
sebelum tulang kepala mengeras dan UUB tertutup. Walaupun hasilnya
kurang akurat dibandingkan CT dan MRI, tehnik tersebut dapat
mendeteksi kista dan struktur otak, lebih murah dan tidak
membutuhkan periode lama pemeriksaannya. 3

2.5 Tatalaksana

1. Terapi Medikamentosa
Tiga macam obat yang sering digunakan untuk mengatasi spastisitas
pada penderita CP adalah :

a. Diazepam
Obat ini bekerja sebagai relaksan umum ota dan tubuh. Pada
anak usia <6 bulan tidak direkomendasikan, sedangkan pada anak usia
>6 bulan diberikan dengan dosis 0,12-0,8 mg/kkBB/hari per oral
dibagi dalam 6-8 jam dan tidak melebihi 10mg/dosis.

b. Baclofen
Obat ini bekerja dengan menutup penerimaan signal dari
medula spinalis yang akan menyebabkan kontraksi otot.
Dosis obat yang dianjurkan pada penderita CP adalah:

 2-7tahun
Dosis 10-40mg/hari per oral, dibagi dalam 3-4 dosis. Dimulai dari
2,5-5mg per oral 3 kali per hari, kemudian dosis dinaikan 5-
15mg/hari, maksimal 40mg/hari.

 8-11 tahun
Dosis 10-60 mg/hari per oral, dibagi dalam 3-4 dosis. Dimulai 2,5-
5 mg per oral 3 kali per hari, kemudian dosis dinaikan 5-15
mg/hari, maksimal 60mg/hari.

 >12 tahun
Dosis 20-80 mg/hari per oral, dibagi dalam 3-4 dosis. Dimulai dari
5mg per oral 3 kali per hari, kemudian dosis dinaikan 15mg/hari,
maksimal 80mg/hari.

c. Dantrolene
Obat ini bekerja dengan mengintervensi proses kontraksi otot
sehingga kontraksi otot tidak bekerja. Dosis yg dianjurkan dari 25
mg/hari, maksimal 40mg/hari.

Obat-obatan diatas akan menurunkan spasrisitas untuk periode


singkat, dan dapat menimbulkan efek samping, misalnya mengantuk.

Penderita CP atetoid kadang-kadang dapat diberikan obat-


obatan yang dapat membantu menurunkan gerakan-gerakan abnormal.
Obat yang sering digunakan termasuk golongan antikolinergik, bekerja
dengan menurunkan aktivitas acetilkoline yang merupakan bahan
kimia messenger yang akan menunjang hubungan antar sel otak dan
mencetuskan terjadinya kontraksi otot. Obat-obatan antikolinergik
meliputi trihexyphenidyl, benztropine dan procyclidine hydrochloride.
2

2. Terapi Bedah
Pembedahan sering direkomendasikan jika terjadi kontraktur berat dan
menyebabkan masalah pergerakan berat.

a. Teknik pembedahan Selektif dorsal root rhizotomy, ditujukan untuk


menurunkan spastisitas pada otot tungkai dengan menurunkan jumlah
stimulasi yang mencapai otot tungkai melalui saraf. Dalam prosedur
tersebut, dokter berupaya melokalisir dan memilih untuk memotong
saraf yang terlalu dominan yang mengontrol otot tungkai.

b. Teknik pembedahan Eksperimental meliputi stimulasi kronik


cerebellar dan stereotaxic thalamotomy. Pada stimulasi kronik
cerebelar, elektroda ditanam pada permukaan cerebelum yang
merupakan bagian otak yang bertanggung jawab dalam koordinasi
gerakan, dan diguanakan untuk menstimulasi saraf-saraf cerebellar,
dengan harapan bahwa teknik tersebut dapat menurunkan spastisitas
dan memperbaiki fungsi motorik, stereotaxic thalamotomy meliputi
memotong bagian thalamus, yang merupakan bagian yang melayani
penyeluran pesan dari otot dan organ sensoris. Hal ini efektif hanya
untuk menurunkan tremor hemiparesis. 2

2.6 Prognosis

Beberapa faktor sangat menentukan prognosis, tipe klinis CP, derajat


kelambatan yang tampak pada saat diagnosis ditegakan, adanya refleks patologis,
dan yang sangat penting adalah derajat defisit intelegensi, sensorik, dan
emosional. Tingkat kognisi sulit ditentukan pada anak kecil dengan gangguan
motorik, tetapi masih mungkin diukur. Tingkat kognisi sangat berhubungan
dengan tingkat fungsi mental yang akan sangat menentukan kualitas hidup
seseorang.

Anak-anak dengan hemiplegia tetapi tidak menderita maslah utama lainnya


selalu dapat berjalan pada usia 2 tahun, kegunan short brace hanya dibutuhkan
sementara saja. Adanya tangan yang kecil pada sisi yang hemiplegi, dengan kuku
ibu jari yang lebih runcing dibanding dengan kuku lainnya, dapat diasosiasikan
dengan disfungsi sensoris parietalis dan defek sensori tersebut akan membatasi
kemampuan motorik halus pada tangan tersebut. 25% anak dengan hemiplegia
akan mengalami hemianopsia, karena hal ini anak sebaiknya diberi tempat duduk
dikelas untuk memaksimalkan fungsi visus.kejang dapat merupakan maslah yang
terjadi pada anak yang hemiplegi.

Lebih dari 50% anak-anak dengan spatik diplegia dapat belajar berjalan
tersering pada usia 3 tahun, tetapi tetap menunjukan gait abnormal, dan beberapa
kasus membutuhkan alat bantu sperti kruk. Aktivitas tangan secara umum akan
terkena derajat yang berbeda, walaupun kerusakan yang terjadi minimal.
Abnormal gerakan ekstraokuler relatif sering dijumpai.

Anak dengan spastik quadriplegia, 25% membutuhkan perawatan total, paling


banyak 3% yang dapat berjalan, biasanya setelah usia 3 tahun. Fungsi intelektual
seiring dengan derajat CP dan terkenanya otot bulbar akan menambah kesulitan
yang sudah ada. Hipotonia trunkus, dengan refleks patologis atau kekakuan yang
persisten merupakan gambaran yang menunjukan buruknya keadaan. Mayoritas
anak-anak tersebut memiliki limitasi intelektual.

Sebagian besar anak yang tidak memiliki masalah lain yang serius yang
berhubungan dengan spastisitas tipe athetoid kadang-kadang dapat berjalan.
Keseimbangan dan penggunaan kemampuan tangan tampaknya masih sulit.
Sebagian besar anak-anak yang baru duduk pada usia 2 tahun dapat belajar
berjalan. Sebaliknya, anak-anak yang masih menunjukan moro refleks, tonik neck
refleks asimetris, kecenderungan ekstensi, dan tidak menunjukan refleks parasut
tidak mungkin dapat belajar berjalan, sebagian dari mereka yang tidak dapat
duduk pada usia 4 tahun dapat belajar berjalan. 3,5

2.7 Pencegahan

Pencegahan terhadapan cedera kepala dengan cara menggunakan alat


pengaman pada saat duduk di kendaraan dan helm pelindung kepala saat
bersepeda, dan eliminasi kekerasan fisik pada anak.

a. Penanganan ikterus neonatorum yang cepat dan tepat pada bayi baru
lahir dengan fototerapi, atau jika tidak mencukupi dapat dilakukan
transfusi tukar. Inkompatibilitas faktor rhesus mudah diidentifikasi
dengan pemeriksaan darah rutin ibu dan bapak. Inkompatibiltas
tersebut tidak selalu menimbulkan masalah pada kehamilan pertama,
karena secara umum tubuh ibu hamil tersebut belum memproduksi
antibodi yang tidak diinginkan hingga saat persalinan. Pada sebagian
kasus, serum khusus yang diberikan setelah kelahiran dapat mencegah
produksi antibodi tersebut. Pada kasus yang jarang, misalnya pada ibu
hamil antibodi tersebut berkembang selama kehamilan pertama atau
produksi antibodi tidak dicegah, maka perlu pengamatan secara cermat
perkembangan bayi dan jika perlu dilakukan transfusi ke bayi selama
dalam kandungan atau melakukan transfusi tukar setelah lahir.

b. Rubella atau campak jerman dapat dicegah dengan memeberikan


imunisasi sebelum hamil. Sebagai tambahan, sangat baik untuk
melakukan eliminasi merokok, konsumsi alkohol, dan penyalahgunaan
obat. 5
Bab 3

Laporan Kasus

Identitas Pasien

Nama : An. ID

Umur : 5 2/12 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Anak ke- : 2 dari 2 bersaudara

Alamat : Cengkeh

Tanggal Masuk : 20 Januari 2016

Anamnesis

Keluhan utama: Kejang sejak 2 jam sebelum masuk rumah sakit

Riwayat Penyakit Sekarang:

 Demam sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit, hilang timbul, tidak tinggi,
tidak menggigil, tidak berkeringat.
 Batuk sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit, berdahak, anak sulit
mengeluarkan dahaknya
 Tidak mau makan sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit, biasanya makan
sepiring nasi penuh, 3x sehari, namun sejak sakit hanya makan satu sendok saja
setiap makan.
 Kejang sejak 2 jam sebelum masuk rumah sakit, frekuensi >4 kali, durasi tiap
kali kejang 30 detik-2 menit, interval anak kejang 15-30 menit, kejang umum,
disertai gerakan tidak beraturan pada tangan dan kaki episode kejang kali ini
adalah episode kejang kesekian kalinya, anak sadar setelah kejang.
 Anak telah dikenal menderita cerebral palsy dan epilepsi sejak usia 3,5 tahun,
rutin berobat ke dokter spesialis anak di Padang dan mendapat terapi luminal
2x4 mg dan fenitoin 2x40 mg karena frekuensi kejang meningkat dalam 1
minggu terakhir dosis dinaikkan menjadi 3x40mg.
 Anak hanya bisa telungkup dan duduk dengan bantuan dan hanya bisa bersuara
da-da-da.
 Riwayat trauma kepala tidak ada.
 Riwayat ikterik saat lahir tidak ada.
 Riwayat keluar cairan dari telinga tidak ada.
 Riwayat berada di lingkungan yang tercemar bahan kimia tidak ada.
 Riwayat ibu menderita sakit infeksi TORCH saat kehamilan tidak ada.
 Sesak nafas tidak ada.
 Mual dan muntah tidak ada.
 Buang air kecil jumlah dan warna biasa.
 Buang air besar warna dan konsistensi biasa.

Riwayat Penyakit Dahulu:

Riwayat Penyakit Keluarga:

Tidak ada keluarga pasien yang menderita epilepsy maupun kejang.

Riwayat Kelahiran:

 Anak ke dua dari dua bersaudara, lahir spontan di rumah sakit dibantu oleh
dokter, usia kehamilan cukup bulan, berat badan lahir 3000 gram, panjang
badan 50 cm, anak langsung menangis kuat.

Riwayat Makanan/Minuman:

 ASI diberikan sejak lahir sampai 2 tahun


 Bubur susu diberikan umur 6-9 bulan
 Nasi tim diberikan umur 9-12 bulan
 Nasi biasa diberikan mulai umur 12 bulan
 Anak telah diberikan daging, ikan, telur, sayur, tahu, tempe
Riwayat Imunisasi Dasar:

 BCG : Usia 1 bulan, scar (+) di lengan kanan


 DPT : I. 2 bulan II. 3 bulan III. 4 bulan
 Polio : I. 2 bulan II. 3 bulan III. 4 bulan
 Hepatitis B : I. 2 bulan II. 3 bulan III. 4 bulan
 Campak : 9 bulan

Kesan : Imunisasi Dasar lengkap

Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan:

Pertumbuhan: Perkembangan:

 Antropometri (menurut CDC):  Tengkurap = 6 bulan


BB = 14 kg
 Duduk = 9 bulan
TB = 102 cm
 Berdiri = 12 bulan
BB menurut umur = 18,5 kg
 Berjalan = 24 bulan
TB menurut umur = 110 cm
 Bicara = Sebelum sakit,
BB/U= 43/37 x 100% = 75,6%
hanya bisa babling
TB/U= 122/144 x 100% = 92,7%
BB/TB= 43/23 x 100 % = 82,3 %

Kesan : Gizi Kurang

 Gigi pertama : umur 5 bulan

Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum: Sakit berat

Kesadaran : Sadar GCS 15 (E4V5M6)


Nadi : 104 kali/menit

Nafas : 28 kali/menit

Suhu : 36,70 C

Sianosis: Tidak ada Anemis : Tidak ada

Ikterik : Tidak ada Edema : Tidak ada

Kulit : Teraba hangat

Kepala

Bentuk bulat simetris, UUB cekung, lingkar kepala 48 cm (Normal menurut


standar Nellhaus)

Rambut

Hitam, tidak mudah rontok

Mata

Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor, reflek cahaya -/-

Telinga

Tidak ditemukan kelainan

Hidung

Tidak ditemukan kelainan

Tenggorokan

Tonsil : T2 – T2, hiperemis. Faring hiperemis

Gigi dan mulut

Mukosa bibir dan mulut basah

Kelenjar Getah Bening


Tidak teraba pembesaran KGB

Leher

JVP 5-2 cmH2O, kaku kuduk tidak ada

Dada

Paru : Inspeksi : normochest, simetris kiri sama dengan kanan

Palpasi : fremitus suara kiri sama dengan kanan

Perkusi : sonor

Auskultasi : Vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-

Jantung : Inspeksi : Iktus tidak terlihat

Palpasi : iktus teraba di linea medial midclavicularis sin RIC V

Perkusi : batas jantung atas RIC II, kanan: linea sternalis dekstra,
kiri linea medial midclavicularis sinistra RIC V

Auskultasi : Irama teratur, bising tidak ada

Abdomen: Inspeksi : Distensi tidak terlihat

Palpasi : hepar dan lien tidak teraba, turgor kembali cepat

Perkusi : timpani

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Alat Kelamin : A1P1G1

Anus : Colok dubur tidak dilakukan

Ekstremitas: Akral hangat, Refilling kapiler baik

Reflek fisiologis : Reflek Patologis:


 Bisep +/+ Babinski -/-
 Tricep +/+
 Patella +/+
 Achilles +/+

Tanda Rangsang meningeal :


 Kaku kuduk (-)
 Brudzinski I (-/-)
 Brudzinski II (-/-)
 Kernig (-/-)
Spastik (+/+)
Pemeriksaan Laboratorium
Hb : 14,1 g/dl
Leukosit : 8.400
Trombosit: 269.000
Ht : 43%
SGOT : 61
SGPT : 59
Diagnosis
 Cerebral Palsy
 Epilepsi umum simptomatik
 Tonsilofaringitis akut
 Gizi Kurang

Terapi

1. Diet : MC 6x 200cc NGT


2. Farmakologis
a. Parasetamol 140 mg (T≥38C)
b. Luminal 2x40mg PO
c. Fenitoin 3x40 mg PO
d. N-acetylcystein 2x1cth

Prognosis

Quo ad vitam : dubia ad malam


Quo ad sanationam : dubia ad malam

Quo ad functional : dubia ad malam


DAFTAR PUSTAKA

1. Arvin, Behrman Kliegman. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15.


Volume 3. Jakarta: EGC. 2000 : 2085-2086
2. Soedarmo, Sumarno dkk. Buku Ajar Neurologi Anak. Edisi 1. Jakarta:
Badan Penerbit IDAI. 1999 : 116
3. Hassan, Rusepno dkk. Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 2 . Jakarta: Penerbit
FKUI. 1985: 884-888
4. Koman LA,Mooney III JF, Smith BP, et al. Management of spasticity in
cerebral palsy with botolinum-A toxin: report of preliminary, randomized,
double-blind trial. J Pediatr Orthop 1994;14:299
5. Irga. Cerebral palsy.www.aan.com/professionals/practice/index.cfm.
Accessed 25 Januari 2016.
6. Septian, Bahri. Cerebral Palsy.http://www.scribd.com/doc/26304944/CP.
Accessed 26 Januari 2016.

Anda mungkin juga menyukai