Dosen :
Lia Noviana, M.HI
Disusun Oleh :
1. Muhammad Rosyid Ridho 210116003
2. Anas Muhtadi Basyar 2101160
Kelas SA.A
JURUSAN AKHWAL SYAKHSIYAH
FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO
2017 / 2018
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam makalah ini, kami akan membahas tentang konsep perikatan dan
hal-hal yang terkait di dalamnya sampai dengan berakhirnya atau terhapusnya
suatu perikatan.
2
B. Rumusan Masalah
a. Apa definisi dari perikatan dan perjanjian ?
b. Apa saja subjek dan objek dalam perikatan ?
c. Apa saja syarat sahnya suatu perjanjian itu ?
d. Apa saja asas dalam suatu perjanjian itu ?
e. Apa saja jenis-jenis perjanjian itu ?
f. Apa definisi dari resiko, wanprestasi dan keadaan memaksa ?
g. Bagaimana suatu perikatan itu berakhir ?
3
BAB II
PEMBAHASAN
a. Perikatan.
b. Perutangan dan
c. Perjanjian.
4
melanggar hukum (onrechtmatige daad) dan perihal perikatan yang timbul
dari pengurusan kepentingan orang lain yang tidak berdasarkan persetujuan
(zaakwaarneming). Tetapi sebagian besar dari Buku III ditujukan pada
perikatan yang timbul dari persetujuan atau perjanjian. Dalam Ilmu
Pengetahuan Hukum Perdata perikatan diartikan sebagai hubungan hukum
yang terjadi di antara 2 (dua) orang atau lebih, yang terletak di dalam
lapangan harta kekayaan di mana pihak yang satu berhak atas prestasi dan
pihak lainnya wajib memenuhi prestasi itu. Subekti dalam bukunya Pokok-
Pokok Hukum Perdata berpendapat, bahwa perikatan adalah suatu hubungan
hukum antara dua orang atau dua pihak, yang mana pihak yang satu berhak
menuntut sesuatu dari pihak yang lainnya yang berkewajiban memenuhi
tuntutan itu. Perikatan sendiri merupakan suatu pengertian yang abstrak.1
2 Ismail Nawawi, Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2012), 19.
3 Salim Hs, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), 151-152.
5
Kaidah hukum perikatan tertulis adalah kaidah hukum yang terdapat
di dalam peraturan perundang-undangan, traktat, dan yurisprudensi.
Kaidah hukum perikatan tidak tertulis adalah kaidah hukum
perikatan yang timbul, tumbuh, dan hidup dalam praktek kehidupan
masyarakat (kebiasaan).
Hukum perikatan diatur dalam Buku III KUH Perdata yang terdiri atas
18 bab dan 631 pasal. Dimulai dari pasal 1233 sampai dengan 1864 dan
masing masing bab dibagi menjadi beberapa bagian. Hal yang diatur dalam
Buku III KUH Perdata, meliputi hal-hal berikut ini:4
6
c. Perikatan yang dilahirkan dari UU (pasal 1352-1380 KUH
Perdata).
2. Definisi Perjanjian
7
Perjanjian merupakan terjemahan dari kata overeenkomst (Belanda)
dan contract (Inggris). Ada dua macam teori yang membahas tentang
pengertian perjanjian. Menurut teori lama yang disebut perjanjian adalah
perbuatan hukum berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat
hukum. Dari definisi tersebut telah tampak adanya konsensualisme dan
timbulnya akibat hukum (tumbuh atau lenyapnya hak dan kewajiban).
Menurut teori baru yang dikemukakan oleh Van Dunne, perjanjian adalah
suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat
untuk menimbulkan akibat hukum. Dari pengertian perjanjian di atas,
terdapat beberapa unsur mengenai perjanjian, antara lain:5
1. Objek Perikatan
5 Titik Triwulan Tutik, Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Nasional, (Jakarta: Kencana, 2010),
222.
8
Objek perikatan yaitu yang merupakan hak dari kreditur dan
kewajiban debitur. Yang menjadi objek perikatan yaitu prestasi atau hal
pemenuhan perikatan. Macam-macam prestasi itu antara lain adalah :6
2. Subjek Perikatan
6 Titik Triwulan Tutik, Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Nasional, 205.
9
c. Prestasi yang dilaksanakan oleh debitur tidak lagi berguna
bagi kreditur karena kadaluarsa.
b. Dasar tuntutan.
8 Titik Triwulan Tutik, Hukum Perdata Dalam Sistem Hukum Nasional, 206.
10 Ibid, 161-162.
10
4. Adanya kewenangan hukum para pihak (competent legal
parties) dan pokok persoalan yang sah (legal subject parties).
Sedangkan dalam KUH Perdata syarat sahnya suatu perjanjian diatur dalam
pasa 1320 KUH Perdata yang menentukan syarat sahnya sebagai berikut:11
11 KUH Perdata dan KUHA Perdata, (tk: Pustaka Buana, 2015), 295.
11
A adalah barang hasil curian. Jual beli seperti itu tidak mencapai tujuan
dari pihak B karena B menginginkan barang yang dibelinya itu barang
sah.
12
Asas Pacta Sunt Servada, berhubungan dengan akibat dari perjanjian.
Pasal 1338 KUH Perdata menyebutkan : Semua persetujuan yang
dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang
membuatnya. Persetujuan-persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali
selain dengan sepakat kedua belah pihak atau karena alasan-alasan
yang oleh Undang-Undang dinyatakan cukup untuk itu.
Persetujuanpersetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik. Dari
ketentuan tersebut terkandung beberapa istilah :
13
mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan hidup lahir dan batin yang
serasi, selaras dan seimbang dengan kepentingan masyarakat. Asas
kebebasan berkontrak dapat dianalisis dari ketentuan pasal 1338 ayat
(1) KUH Perdata yang berbunyi “Semua perjanjian yang dibuat secara
sah berlaku sebagai UU bagi mereka yang membuatnya”. Asas
kebebasan berkontrak merupakan asas kebebasan kepada para pihak
untuk membuat atau tidak membuat perjanjian, mengadakan
perjanjian dengan siapa pun, menentukan isi perjanjian, pelaksanaan,
dan persyaratan, serta menentukan bentuknya perjanjian secara lisan
atau tertulis.
E. Jenis-Jenis Perjanjian
14 Titik Triwulan Tutik, Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Nasional, 230.
14
pihak 2 membayar sejumlah uang sewanya. Sementara itu, perjanjian
sepihak adalah perjanjian yang memberikan kewajiban kepada satu
pihak dan hak kepada pihak lainnya, misalnya perjanjian hibah. Pihak
yang satu berkewajiban menyerahkan benda yang menjadi objek
perikatan, dan pihak lainnya berhak menerima benda yang diberikan
itu.
Perjanjian bernama adalah perjanjian yang diatur dan diberi nama oleh
pembentuk undang-undang berdasarkan tipe yang paling banyak
terjadi sehari-hari. Misalnya jual beli, sewa menyewa, dan lainnya.
Sementara perjanjian tidak bernama adalah perjanjian yang tidak
mempunyai nama tertentu dan jumlahnya tidak terbatas dan nama
disesuaikan dengan kebutuhan pihak-pihak yang mengadakannya
seperti perjanjian kerja sama, perjanjian pemasaran dsb. Perjanjian
tidak bernama tidak diatur dalam KUH Perdata, tetapi lahirnya di
dalam masyarakat berdasarkan asas kebebasan berkontrak.
15
4. Perjanjian kebendaan dan perjanjian obligator.
6. Perjanjian publik.
7. Perjanjian campuran.
16
Dalam hukum perikatan, bentuk perjanjian dapat juga dibedakan
menjadi dua macam yaitu perjanjian tertulis dan tidak tertulis.16 Dalam
perjanjian tidak tertulis atau lisan, yaitu perjanjian yang dibuat oleh para
pihak dalam wujud lisan (cukup kesepakatan para pihak). Sedangkan dalam
perjanjian tertulis, adalah perjanjian yang dibuat dalam bentuk tulisan,
meliputi perjanjian dibawah tangan yaitu perjanjian yang hanya
ditandatangani oleh pihak yang bersangkutan, perjanjian dengan saksi notaris
(perjanjian yang ditandatangani oleh pihak yang bersangkutan dan
dilegalisasi oleh notaris, dan perjanjian yang dibuat dihadapan dan oleh
notaris.
1. Resiko
16 Titik Triwulan Tutik, Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Nasional, 234.
17 Lukman Santoso AZ, Hukum Perikatan, (Malang: Setara Press, 2016), 77.
17
Resiko dapat digolongkan menjadi dua kategori, yakni resiko dalam
perjanjian sepihak dan resiko dalam perjanjian timbal balik. Lebih jelasnya
adalah seperti berikut ini:18
2. Wanprestasi
18 Elsi Kartika Sari, et. All, Hukum Dalam Ekonomi, (Jakarta: PT. Grasindo, 2007), 34-35.
18
pelaksanaan pemenuhan prestasi atau tidak. Dalam hal tenggang waktu
pelaksanaan pemenuhan prestasi tidak ditentukan perlu memperingatkan
debitur supaya ia memenuhi prestasi. Tetapi dalam hal telah ditentukan
tenggang waktunya, menurut ketentuan pasal 1238 KUH Perdata debitur
dianggapp lalai dengan lewatnya tenggang waktu yang telah ditetapkan.
Akibat hukum dari wanprestasi adalah:20
21 Ibid, 77.
19
Keadaan memaksa atau overmacht yaitu ketika dalam suatu
kontrak bisnis, ketika debitur dikatakan dalam keadaan memaksa sehingga
tidak dapat memenuhi prestasinya karena suatu keadaan yang tak terduga
dan tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya, maka debitur tidak
dapat dipersalahkan. Dengan perkataan lain, debitur tidak dapat memenuh
kewajiban karena overmacht. Dengan demikian kreditur tidak dapat
menuntut ganti rugi sebagaiamana hak yang dimiliki oleh kreditur dalam
wanprestasi. Adapun yang termasuk unsur-unsur overmacht adalah sebagai
berikut:
20
berbuat sesuatu yang diwajibkan, atau melakukakan suatu perbuatan yang
terlarang olehnya”.23
G. Terhapusnya Perikatan
Menurut ketentuan pasal 1381 KUH Perdata suatu perikatan baik yang
lahir dari perjanjian maupun undang-undang dapat berakhir karena beberapa
hal diantaranya adalah:25
21
a. Pembayaran, yaitu jika kewajiban terhadap perikatan itu
telah dipenuhi (pasal 1382 KUH Perdata).
26 Titik Triwulan Tutik, Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Nasional, 237.
22
mengenai penyerahan barang belum terlaksana. Suatu perjanjian akan
berakhir atau hapus apabila:27
d. Dicabut kembali.
27 Titik Triwulan Tutik, Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Nasional, 237-238.
23
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perikatan adalah suatu hubungan hukum antara dua orang atau dua
pihak, yang mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu dari pihak yang
lainnya yang berkewajiban memenuhi tuntutan itu. Perjanjian adalah suatu
hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk
menimbulkan akibat hukum. Suatu perikatan baik yang lahir dari perjanjian
maupun undang-undang dapat berakhir karena beberapa hal diantaranya
adalah karena pembayaran, kompensasi, pembayaran utang dll. Sementara
itu, hapusnya suatu perjanjian berbeda dengan perikatan, karena suatu
perikatan dapat hapus, sedangkan persetujuannya yang merupakan sumbernya
masih tetap ada.
24
DAFTAR PUSTAKA
Salim Hs. Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW). Jakarta: Sinar Grafika. 2005.
Tutik, Titik Triwulan. Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Nasional. Jakarta:
Kencana, 2010.
Sari, Elis Kartika, et. All. Hukum Dalam Ekonomi. Jakarta: PT. Grasindo. 2007.
25