Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
NOSERPRES : 19016322010603
OLIMPIADE KUNO.
Sejak ribuan tahun lalu bangsa Yunani sudah mengenal olahraga dalam arti yang
paling sederhana. Mereka melakukannya untuk kepentingan pasukan perang atau
kemiliteran. Dengan berolahraga diharapkan para prajurit akan tangkas dan sigap dalam
bertempur. Olimpiade yang paling awal konon sudah diselenggarakan bangsa Yunani purba
pada 776 Sebelum Masehi. Kegiatan itu diikuti seluruh bangsa Yunani dan dilangsungkan
untuk menghormati dewa tertinggi mereka, Zeus. Zeus bermukim di Gunung Olympia atau
Olympus yang kemudian dipakai sebagai nama Olimpiade hingga sekarang. Di Yunani
sering terjadi perang saudara, namun ketika pesta olahraga berlangsung, pihak yang
bertikai melakukan gencatan senjata. Siapa yang melanggar konsensus akan dikenakan
denda. Bangsa Sparta pernah diharuskan membayar denda karena melanggar gencatan
senjata selama Perang Peloponnesus. Menjelang pertandingan, panitia pelaksana
menyembelih babi kurban.
Dalam sejarah dikisahkan bahwa peserta lomba harus bertelanjang bulat sebagai
bentuk persembahan kesucian di depan sang Dewa, terlebih ketika Sang Juara Olimpiade
pada saat itu mampu menghentikan peperangan yang sedang bergejolak. Hal ini menjadi
suatu pertanda bahwa olahraga saat itu diyakini sebagai alat perdamaian dan alat
pemersatu antar suku. Pembukaan Olimpiade selalu diwarnai lomba kereta dengan empat
kuda. Sekitar 40 kereta dijajarkan dalam kandang di gerbang keluar. Jarak yang ditempuh
hampir 14 km, yakni 12 kali pulang pergi antara dua tiang batu yang ditancapkan di tanah.
Berbeda dengan Olimpiade modern, dulu mahkota kemenangan tidak diberikan kepada sais
atau joki, melainkan kepada pemilik kereta dan kuda yang umumnya orang-orang kaya.
Orang kaya yang haus kehormatan biasanya mengirim paling sedikit tujuh kereta kuda untuk
mengikuti perlombaan. Berbagai pertandingan dalam Olimpiade kuno boleh dikatakan serba
keras. Para pelari berpacu secepat-cepatnya tanpa memakai alas kaki. Para penunggang
kuda berlomba habis-habisan tanpa pelana atau sanggurdi. Para peloncat membawa
pemberat yang diayun-ayunkan untuk menambah dorongan maju. Fairplay benar-benar
diperhatikan para atlet. Beberaba artefak purba memperlihatkan adegan tinju antara dua
atlet. Pemenang adu tinju adalah pihak yang dapat memukul kepala lawan. Pihak yang
kalah harus mengacungkan jari tanda mengaku kalah.
Olimpiade kuno hanya boleh ditonton dan diikuti oleh para pria. Sebab para atlet
harus bertanding dengan tubuh telanjang, kecuali untuk kesempatan khusus, seperti lomba
kereta kuda. Mereka berbusana beraneka ragam untuk menunjukkan status sosial si pemilik
kereta dan kuda. Bagi orang Yunani telanjang merupakan cara paling sesuai untuk
berolahraga. Mereka bangga kalau memiliki tubuh yang atletis. Pemenang pertandingan
mendapatkan mahkota dedaunan, seperti daun zaitun liar sebagai pengganti medali.
Kadang-kadang sang juara diarak masuk kota melalui sebuah lubang yang dibuat khusus
pada tembok kota. Mereka dielu-elukan di jalan kota dan disambut pembacaan puisi.
Penghargaan lain kepada olahragawan berprestasi berupa pembebasan dari pajak dan
mendapat makanan gratis. Beberapa kota juga memberikan bonus uang dalam jumlah
besar. Bahkan di kota kediaman pemenang didirikan patung mereka. Banyak patung batu
dan perunggu masih tersisa sampai kini dan itulah hadiah paling abadi milik sang juara.
Salah satu bagian cabang atletik yang masih tetap dikenal hingga kini adalah maraton, yakni
perlombaan lari sejauh kira-kira 42 km.
Olimpiade mencapai puncaknya pada abad ke-6 dan ke-5 SM, tetapi kemudian
secara bertahap mengalami penurunan seiring jatuhnya Yunani ke tangan Romawi. Tidak
ada konsensus yang menyatakan secara resmi mengenai berakhirnya Olimpiade, namun
teori yang paling umum dipegang saat ini adalah pada tahun 393 M, saat Kaisar Romawi,
Theodosius menyatakan bahwa semua budaya praktik-praktik kuno Yunani harus
dihilangkan. Kemudian, pada tahun 426 M, Theodosius II memerintahkan penghancuran
semua kuil Yunani. Setelah itu, Olimpiade tidak diadakan lagi sampai akhir abad ke-19.
OLIMPIADE MODERN
Antara tahun 1862 dan 1867, di Liverpool diadakan ajang Grand Olympic Festival.
Ajang ini dicetuskan oleh John Hulley dan Charles Melly dan merupakan ajang olahraga
pertama yang bersifat internasional, meskipun atlet-atlet yang berpartisipasi kebanyakan
merupakan "atlet amatir". Penyelenggaraan Olimpiade modern pertama di Athena pada
tahun 1896 hampir identik dengan Olimpiade Liverpool. Pada tahun 1865, Hulley, Dr.
Brookes dan EG Ravenstein mendirikan Asosiasi Olimpiade Nasional di Liverpool, yang
merupakan cikal bakal terbentuknya Asosiasi Olimpiade Britania Raya. Selanjutnya, pada
tahun 1866, sebuah ajang bernama Olimpiade Nasional Britania Raya diselenggarakan di
London untuk pertama kalinya. Olimpide kemudian dihidupkan kembali oleh seorang
bangsawan PerancisBaron de Courbertin pada tahun 1896
Pierre Fredy, Baron Pierre de Coubertin adalah seorang pemikir dari Prancis. Ia
mengangkat kembali semangat Olimpiade kuno di zaman modern untuk menggaungkan
persaudaraan dan perdamaian di antara bangsa-bangsa di dunia seperti yang pernah
dikatakannya. “The most important thing in the Olympic Games is not winning but taking
part, just as the most important thing in life is not the triumph but the struggle. The essential
thing in life is not to have conquered but to have fought well.
Pertandingan Olimpiade (bahasa Perancis: les Jeux olympiques, JO) adalah ajang
olahraga internasional empat tahunan yang mempertandingkan cabang-cabang olahraga
musim panas dan musim dingin serta diikuti oleh ribuan atlet yang berkompetisi dalam
berbagai pertandingan olahraga. Olimpiade merupakan kompetisi olahraga terbesar dan
terkemuka di dunia, dengan lebih dari 200 negara berpartisipasi.
Dalam kongres pada Pada tanggal 16-23 Juni 1894 yang diselenggarakan di Paris,
didirikanlah Komite Olimpiade Internasional/ International Olympic Committe (IOC) dan ibu
kota Yunani, Athena dipilih sebagai tuan rumah Olimpiade modern pertama tahun 1896.
Selanjutnya, sejak tahun 1896 sampai sekarang, setiap empat tahun sekali Olimpiade
Musim Panas senantiasa diadakan kecuali tahun-tahun pada masa Perang Dunia II. Edisi
khusus untuk olahraga musim dingin. Olimpiade Musim Dingin, mulai diadakan pada tahun
1924. Awalnya Olimpiade Musim Dingin diadakan pada tahun yang sama dengan Olimpiade
Musim Panas, namun sejak tahun 1994 Olimpiade Musim Dingin diadakan setiap empat
tahun sekali, dengan selang waktu dua tahun dari penyelenggaraan Olimpiade Musim
Panas.
Evolusi yang dilakukan oleh IOC selama abad ke-20 dan 21 telah menyebabkan
beberapa perubahan pada penyelenggaraan Olimpiade. Beberapa penyesuaian dilakukan,
termasuk penciptaan Olimpiade Musim Dingin untuk olahraga es dan salju, Paralimpiade
untuk atlet dengan kekurangan fisik dan Olimpiade Remaja untuk para atlet remaja. Dalam
perkembangannya, Olimpiade telah menghadapi berbagai tantangan, seperti pemboikotan,
penggunaan obat-obatan, penyuapan dan terorisme. Olimpiade juga merupakan
kesempatan besar bagi kota dan negara tuan rumah untuk menampilkan diri kepada dunia.
Di Indonesia, Olimpiade yang sering dikenal dan secara rutin diikuti adalah
Olimpiade Musim Panas. Indonesia sendiri pertama kali berpartisipasi pada Olimpiade
Helsinki 1952 di Finlandia, dan tak pernah absen berpartisipasi pada tahun-tahun
berikutnya, kecuali pada tahun 1964 dan 1980.
Filsafat adalah seni berpikir. Oleh karena itu, Filsafat Olahraga merupakan
perenungan akan keterlibatan manusia dalam aktivitas jasmani. Mengkaji pendidikan
jasmani dan olahraga dari berbagai posisi pemikiran filsafat akan mendukung penjelasan
dan pemahaman tentang sifat, nilai, tujuan, signifikansi, dan cakupan pendidikan jasmani
dan olahraga serta dapat memahami cakupan wilayah studi filsafat atau cabang filsafat
(ontologi, epistemology, dan aksiologi) dan aplikasi kajiannya dalam pendidikan jasmani
dan olahraga.
Asumsi dasar ontology olahraga adalah gerak “gerak insani” (human movement)
sebagai potensi untuk dikembangkan menuju arah kesempurnaan. Gerak insani menjadi
prinsip pertama dalam ontology olahraga. Focus olahraga pada “gerak insani” menjadi
epistemology olahraga lebih bertendensi ke empiris terbuka. Artinya system yang memiliki
implikasi epistemic selalu terus menerus berubah karna pengaruk eksternal; sehingga
terbuka untuk pendekatan inter, antar, dan lintas disiplin. Perubahan itu juga terjadi aspek
aksiologinya. Sifat terbuka atas pengaruh aspek kehidupan yang lain itu, akan melahirkan
nilai-ilai olahraga variatif.
Secara sederhana, olahraga dapat dijadikan alat unutk meningkatkan kebugaran tubuh
seseorang, tidak hanya secara jasmani tetapi juga rohani. Dengan demikian , filsafat
olahraga menerangkan bagaimana sikap, perilaku, nilai, moral dan atau fair play dalam
kegiatan olahraga. Dengan memahami filsafat olahraga, maka akan dipahami juga nilai-nilai
yang terkandung dalam aktivitas olahraga tersebut. Oleh karena itu ketika masyarakat
berktivitas olahraga diharapkan sekaligus masyarakat tersebut akan mendapat nilai-nilai
olahraga yang terkandung didalamnya. Satu diantara nilai-nilai yang ada adalah
memperolehnya kesehatan bagi masyarakat yang melakukan olahraga.