LAPORAN PBL
MODUL 2
KEGEMUKAN
DISUSUN OLEH
KELOMPOK 2 PBL
Evi Sriwahyuni (11020140133)
Icha Wulandari Lapata (11020140137)
Yenni Maulani Jufri (11020160008)
Bambang Sukoco (11020160019)
Zulfikar Anand Pratama (11020160034)
Ridha Mardhatillah (11020160048)
Alysa Ahadyah Pratama Putri (11020160074)
Dinda Permatasari (11020160094)
Dinda Pratiwi Basri (11020160115)
Fauzia Suparjo (11020160138)
Atmaraya Abdullah (11021060174)
TUTOR : dr. Lisa Yuniati, Sp.KK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2018
1
Kata Pengantar
Ucapan terimakasih yang sangat besar kepada setiap pihak yang telah membantu
terbuatnya laporan ini dan yang telah membantu selama masa TUTORIAL khususnya kepada
dr. Lisa Yuniati, Sp.KK yang telah banyak membantu selama proses PBL berlangsung. Dan
kami juga mengucapkan permohonan maaf kepada setiap pihak jika dalam proses PBL telah
berbuat salah baik disengaja maupun tidak disengaja.
Semoga Laporan hasil TUTORIAL ini dapat bermanfaat bagi setiap pihak yang telah
membaca laporan ini dan khusunya bagi tim penyusun sendiri. Diharapkan mahasiswa dapat
melihat dan memahami aspek – aspek dalam kasus yang diberikan tentang aspek
Kegemukan serta pandangan islam dalam masalah ini.
2
I. Skenario
Seorang wanita umur 50 tahun dating ke dokter untuk medical check up. Dari
anamnesis selama ini yang bersangkutan hamper tiak mempunyai keluhan selain
merasa lelah dan selalu mengantuk. Diketahui ada iwayat bapaknya menderita
diaebetes. Tidak ada riwayatmerokok, aktifitas fisik sehari-hari kurang.
Pemeriksaan fisik tinggi badan 160 cm, berat badan 82 kg, lingkar pinggang 95
cm, tekanan darah 160/90 mmHg. Pemeriksaan fisik lain dalam batas normal.
3
untuk kemudian di dalam sel glukosa itu dimetabolisasikan menjadi
tenaga. Bila insulin tidak ada, maka glukosa tidak dapat masuk ke dalam
sel, akibatnya glukosa akan tetap berada di dalam pembuluh darah yang
artinya kadarnya di dalam darah meningkat. Dalam keadaan ini badan
akan menjadi lemah dan lemas karena tidak ada sumber energi di dalam
sel.
b. Mengantuk
Hal ini disebabkan karena penurunan insulin yang menyebabkan tingginya
kadar glukosa darah. Tingginya kadar glukosa dalam darah
(hiperglikemia) akan mengakibatkan viskositas darah meningkat.
Peningkatan viskositas darah akan menyebabkan penurunan volume
plasma. Penurunan volume plasma ini juga berarti bahwa volume darah
yang dipompa oleh jantung menurun. Hal ini berdampak pada kurangnya
transpor darah ke otak sehingga otak tidak mendapatkan cukup oksigen.
Hal inilah yang menyebabkan timbulnya rasa kantuk.
4
Obesitas juga dapat mengakibatkan hipertensi akibat dari abnormalitas
hormon. Adiposit (sel lemak) akan mensekresi leptin dan adiponektin. Fungsi
utama leptin adalah untuk berinteraksi dengan hipotalamus untuk mengkontrol
berat badan dan akumulasi lemak melalui penghambatan selera makan dan
peningkatan metabolic rate. Bagaimanapun, peningkatan sekresi leptin yang
tinggi akibat dari obesitas dapat mengakibatkan resistensi terhadap fungsi
penurunan berat badan ini. Adiponektin pula adalah suatu protein yang
dihasilkan oleh jaringan adiposa tetapi akan berkurang pada penderita
obesitas. Penurunan adiponektin dikaitkan dengan resistensi insulin,
penurunan penghasilan nitric oxide (vasodilator), dan aktivasi system renin-
angintensin-aldosteron. Kedua-dua ini akan mengakibatkan perubahan seperti
vasokonstriksi, retensi garam dan air dan disfungsi ginjal sehingga
mengakibatkan peningkatan tekanan darah pada penderita obesitas.
5
tubuh. Dan kedua faktor tersebut metabolisme basal memiliki tanggung
jawab dua pertiga dan pengeluaran energi orang normal. Meski aktivitas
fisik hanya mempengaruhi satu pertiga pengeluaran energi seseorang
dengan berat normal, tapi bagi orang yang memiliki kelebihan berat badan
aktivitas fisik memiliki peran yang sangat penting. Pada saat berolahraga
kalori terbakar, makin banyak berolahraga maka semakin banyak kalori
yang hilang. Kalori secara tidak langsung mempengaruhi sistem
metabolisme basal. Orang yang duduk bekerja seharian akan mengalami
penurunn metabolisme basal tubuhnya. Kekurangan aktifitas gerak akan
menyebabkan suatu siklus yang hebat, obesitas membuat kegiatan
olahraga menjadi sangat sulit dan kurang dapat dinikmati dan kurangnya
olahraga secara tidak langsung akan mempengaruhi turunnya metabolisme
basal tubuh orang tersebut. Jadi olahraga sangat penting dalam penurunan
berat badan tidak saja karena dapat membakar kalori, melainkan juga
karena dapat membantu mengatur berfungsinya metabolis normal.
c. Pola Makan Berlebihan
Orang yang kegemukan lebih responsif dibanding dengan orang berberat
badan normal terhadap syarat lapar eksternal, seperti rasa dan bau
makanan, atau saatnya waktu makan. Orang yang gemuk cenderung
makan bila ia merasa ingin makan, bukan makan pada saat ia lapar. Pola
makan berlebih inilah yang menyebabkan mereka sulit untuk keluar dan
kegemukan jika sang individu tidak memiliki kontrol diri dan motivasi
yang kuat untuk mengurangi berat badan.
d. Faktor gaya hidup
Salah satu dampak negatif kemajuan teknologi adalah terjadinya
pergeseran gaya hidup dan dinamis aktif menjadi malas-malasan
(sedentary). Kondisi tersebut disebabkan oleh peran mesin-mesin serba
otomatis yang menggantikan hampir semua pekerjaan manusia, contoh :
dahulu seorang Ibu rumah tangga harus menimba air untuk keperluan
mencuci pakaian, kini tinggal tekan menekan tombol mesin cuci.
Semuanya menjadi bersih, tanpa banyak mengeluarkan tenaga. Keadaan
tersebut menjadi tubuh surplus energi artinya nilai kalori dan asupan
makan besar dibanding nilai kalori untuk aktivitas fisik, hal tersebut
menyebabkan terjadinya obesitas.
6
e. Lingkungan
Faktor lingkungan ternyata juga mempengaruhi seseorang untuk menjadi
gemuk. Jika seseroang dibesarkan dalam lingkungan yang menganggap
gemuk adalah simbol kemakmuran dan keindahan maka orang tersebut
akan cenderung untuk menjadi gemuk. Selama pandangan tersebut tidak
dipengaruhi oleh faktor eksternal maka orang yang obesitas tidak akan
mengalami masalah-masalah psikologis sehubungan dengan kegemukan.
Referensi: Respository.usu.ac.id\
7
Tabel 1, merupakan klasifikasi yang ditetapkan word healt
organization (WHO), nilai IMT3 30 kg/m2 dikatakan sebagai obesitas dan nilai
IMT 25-29,9 kg/m2 pra obese.
Hubungan antara lemak tubuh dan IMT ditentukan oleh bentuk tubuh
dan proporsi tubuh, sehingga dengan demikian IMT belum tentu memberikan
kegemukan yang sama bagi semua populasi sehingga, wilayah Asia Pasifik
pada saat ini telah mengusulkan kriteria dan klasifikasi obesitas sendiri (tabel
2).
8
Jumlah lemak tubuh dapat ditentukan in vivo dengan cara menimbang di bawah
permukaan air, Dual Energy X-Ray Absorptiometry (DEXA) atau dengan mengukur tebal
lipatan kulit.
Referensi : Sugono, sidartawan. Obesitas dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jakarta : EGC. Halaman : 2563-2564
9
Pada pasien dengan diabetes mellitus tipe 2, penyakitnya mempunyai
pola familial yang kuat. Indeks untuk diabetes tipe 2 pada kembar homozigot
hampir 100%. Risiko berkembangnya diabetes tipe 2 pada saudara kandung
mendekati 40% dan 33% untuk anak cucunya. Transmisi genetic adalah yang
paling kuat dan contoh terbaik terdapat dalam diabetes awitan dewasa muda
(MODY), yaitu subtype penyakit diabetes yang diturunkan dengan pola
autosomal dominan. Jika orang tua menderita diabetes tipe 2, rasio diabetes
dan non diabetes pada anak adalah 1: 1, dan sekitar 90% pasti membawa
(carrier) diabetes tipe 2.
6. Penanganan awal:
Para ahli mengatakan bahwa mengubah gaya hidup Anda adalah
pengobatan utama untuk sindrom metabolik, antara lain:
Non-Farmakologi
a. Berolahraga.
Olahraga adalah cara yang bagus untuk menurunkan berat badan. Hal
ini merupakan kuncinya jika Anda kelebihan berat badan. Jangan patah
semangat jika skala timbangan tampaknya tidak menunjukkan perubahan.
Walaupun Anda tidak kehilangan berat badan, namun olahraga dapat
menurunkan tekanan darah, memperbaiki kadar kolesterol dan resistensi
insulin. Jika Anda tidak bugar, mulailah dengan perlahan- lahan. Cobalah
untuk lebih banyak berjalan, lebih banyak aktivitas fisik dalam pekerjaan
sehari-hari Anda. Ketika Anda berjalan kaki, ambil rute lain sambil
melihat pemandangan untuk mendapatkan beberapa tambahan langkah.
10
Agar terpantau, coba gunakan pedometer atau “penghitung langkah”.
Idealnya, Anda harus meningkatkan aktivitas fisik Anda hingga Anda
dapat melakukannya hampir setiap hari. Tapi jangan terlalu ambisius. Hal
ini karena, jika terlalu berat, maka Anda mungkin akan menyerah.
Sebaiknya temukan tingkat latihan yang sesuai dengan kepribadian Anda.
b. Makan makanan yang sehat.
Makan makanan yang sehat dapat memperbaiki kadar kolesterol,
resistensi insulin, dan tekanan darah Anda, walaupun berat badan Anda
tetap sama. Tanyakan kepada dokter atau ahli diet mengenai jenis diet apa
yang seharusnya Anda makan. Orang yang memiliki penyakit jantung atau
diabetes mungkin memerlukan rencana makan / diet yang khusus. Secara
umum, diet yang rendah lemak jenuh, lemak trans, kolesterol, dan garam
serta tinggi dalam buah-buahan dan sayuran, protein tanpa lemak, kacang-
kacangan, susu rendah lemak, dan biji-bijian, telah terbukti membantu
orang dengan tekanan darah tinggi dan yang memiliki risiko penyakit
kardiovaskular lebih tinggi. Banyak dokter menyarankan diet
“Mediterania” atau diet DASH. Diet tersebut menekankan pada lemak
“baik” (seperti lemak tak jenuh tunggal dalam minyak zaitun) serta
keseimbangan karbohidrat dan protein. Menurunkan berat badan. Ini
merupakan hasil sampingan dari berolahraga dan makan dengan baik. Tapi
hal ini menjadi tujuan utama jika Anda kelebihan berat badan atau
obesitas. Penurunan berat badan dapat memperbaiki setiap aspek sindrom
metabolik.
Jika Anda merokok, berhentilah! Merokok memang bukan faktor
risiko sindrom metabolik. Namun, merokok sangat meningkatkan risiko
Anda terkena penyakit pembuluh darah dan jantung.
FARMAKOLOGI
11
1. Obat tekanan darah tinggi, yang meliputi obat-obatan seperti ACE inhibitor
(misal Capoten dan Vasotec), angiotensin II receptor blocker (misal Cozaar
dan Diovan), diuretik, beta-blocker, dan obat-obatan lainnya.
4. Aspirin dosis rendah, yang dapat mengurangi risiko serangan jantung dan
stroke. Obat ini mungkin sangat penting bagi orang-orang yang
“prothrombotic“, atau rentan terhadap pembekuan darah.
7. Diagnosis Banding:
SINDROM METABOLIK
12
Definisi Sindrom Metabolik
Hingga saat ini ada 3 definisi SM yang telah di ajukan, yaitu definisi World Health
Organization (WHO), NCEP ATP–III dan International Diabetes Federation (IDF). Ketiga
definisi tersebut memiliki komponen utama yang sama dengan penentuan kriteria yang
berbeda. Pada tahun 1988, Alberti dan Zimmet atas nama WHO menyampaikan definisi SM
dengan komponen – komponennya antara lain : (1) gangguan pengaturan glukosa atau
diabetes (2) resistensi insulin (3) hipertensi (4) dislipidemia dengan trigliserida plasma >150
mg/dL dan/atau kolesterol high density lipoprotein (HDL–C<35 mg/dL untuk pria; <39
mg/dL untuk wanita; (5) obesitas sentral (laki–laki: waistto–hip ratio >0,90; wanita: waist–
to– hip ratio >0,85) dan/atau indeks massa tubuh (IMT) >30 kg/m2; dan (6)
mikroalbuminuria (Urea Albumin Excretion Rate >20 mg/min atau rasio albumin/kreatinin
>30 mg/g). Sindrom metabolik dapat terjadi apabila salah satu dari 2 kriteria pertama dan 2
dari empat kriteria terakhir terdapat pada individu tersebut, Jadi kriteria WHO 1999
menekankan pada adanya toleransi glukosa terganggu atau diabetes mellitus, dan atau
resitensi insulin yang disertai sedikitnya 2 faktor risiko lainya itu hipertensi, dislipidemia,
obesitas sentral dan mikroalbuminaria.
Kriteria yang sering digunakan untuk menilai pasien SM adalah NCEP–ATP III, yaitu
apabila seseorang memenuhi 3 dari 5 kriteria yang disepakati, antara lain: lingkarperutpria
>102 cm atau wanita >88 cm; hipertrigliseridemia (kadar serum trigliserida >150 mg/dL),
kadar HDL–C <40 mg/dL untuk pria, dan <50 mg/dL untuk wanita; tekanan darah >130/85
mmHg; dan kadar glukosa darah puasa >110 mg/dL. Suatu kepastian fenomena klinis yang
terjadi yaitu obesitas central menjadi indikator utama terjadinya SM sebagai dasar
pertimbangan dikeluarkannya diagnosis terbaru oleh IDF tahun 2005. Seseorang dikatakan
menderita SM bila ada obesitas sentral (lingkar perut >90 cm untuk pria Asia dan lingkar
perut >80 cm untuk wanita Asia) ditambah 2 dari 4 faktor berikut : (1) Trigliserida >150
mg/dL (1,7 mmol/L) atau sedang dalam pengobatan untuk hipertrigliseridemia; (2) HDL–C:
<40 mg/dL (1,03 mmol/L) pada pria dan <50 mg/dL (1,29 mmol/L) pada wanita atau sedang
13
dalam pengobatan untuk peningkatan kadar HDL–C; (3) Tekanan darah: sistolik >130 mmHg
atau diastolik >85 mmHg atau sedang dalam pengobatan hipertensi; (4) Gula darah puasa
(GDP) >100 mg/dL (5,6 mmol/L), atau diabetes tipe 2. Hingga saat ini masih ada kontroversi
tentang penggunaan kriteria indikator SM yang terbaru tersebut.
Kriteria diagnosis NCEP–ATP III menggunakan parameter yang lebih mudah untuk
diperiksa dan diterapkan oleh para klinisi sehingga dapat dengan lebih mudah mendeteksi
sindroma metabolik. Yang menjadi masalah adalah dalam penerapan kriteria diagnosis
NCEP– ATP III adalah adanya perbedaan nilai “normal” lingkar pinggang antara berbagai
jenis etnis. Oleh karena itu pada tahun 2000 WHO mengusulkan lingkar pinggang untuk
orang Asia ≥90 cm pada pria dan wanita ≥ 80 cm sebagai batasan obesitas central.
14
Kriteria diagnosis WHO: Criteria diagnosis ATP III :
Komponen IDF
Hiper– ≥150 mg/dl (≥ 1,7 mmol/L) ≥150 mg/dl (≥1,7 mmol/L) ≥150 mg/dl
trigliseridemia
TD diastolik ≥85
mmHg
terganggu,resistensi insulin
atau DM
15
Etiologi
Patofisiologi
16
diabetes melitus tipe 2, biasanya terjadi peningkatan stress oksidatif,
terutama akibat hiperglikemia. Stress oksidatif dianggap sebagai salah
satu penyebab terjadinya disfungsi endotel–angiopati diabetic, dan pusat
dari semua angiopati diabetik adalah hiperglikemia yang menginduksi
stress oksidatif melalui 3 jalur, yaitu; peningkatan jalur poliol,
peningkatan auto–oksidasi glukosa dan peningkatan protein glikosilat.
17
Gambar–1. Proses seluler yang berkenaan dengan disfungsi endotel
menyebabkan vascular injury dan
18
Simpulan
19
SM meliputi gaya hidup (pola makan, merokok, aktivitas fisik), genetic, social
ekonomi.
1. Definisi
2. Epidemiologi
20
Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2008, menunjukan prevalensi DM di
Indonesia membesar sampai 57%, pada tahun 2012 angka kejadian
diabetes melitus didunia adalah sebanyak 371 juta jiwa, dimana proporsi
kejadiandiabetes melitus tipe 2 adalah 95% dari populasi dunia yang
menderita diabetesmellitus dan hanya 5% dari jumlah tersebut menderita
diabetes mellitus tipe 1
3. Patofisiologi
1. Resistensi insulin
21
insulin dan defisiensi insulin.
4. Faktor resiko
a. Obesitas (kegemukan)
b. Hipertensi
22
penyimpanan garam dan air, atau meningkatnya tekanan dari dalam tubuh
pada sirkulasi pembuluh darah perifer.
d. Dislipedimia
e. Umur
f. Faktor Genetik
23
dihubungkan dengan peningkatan obesitas dan pengurangan ketidak aktifan
fisik, faktor-faktor lain yang berhubungan dengan perubahan dari lingkungan
tradisional kelingkungan kebarat- baratan yang meliputi perubahan-perubahan
dalam konsumsi alkohol dan rokok, juga berperan dalam peningkatan DM tipe
2. Alkohol akan menganggu metabolisme gula darah terutama pada penderita
DM, sehingga akan mempersulit regulasi gula darah dan meningkatkan
tekanan darah. Seseorang akan meningkat tekanan darah apabila
mengkonsumsi etil alkohol lebih dari 60ml/hari yang setara dengan 100 ml
proof wiski, 240 ml wine atau 720 ml. Faktor resiko penyakit tidak menular,
5. Gejala klinis
24
Keluhan dan gejala yang khas ditambah hasil pemeriksaan glukosa
darah sewaktu >200 mg/dl, glukosa darah puasa >126 mg/dl sudah cukup
untuk menegakkan diagnosis DM. Untuk diagnosis DM dan gangguan
toleransi glukosa lainnya diperiksa glukosa darah 2 jam setelah beban glukosa.
Sekurang-kurangnya diperlukan kadar glukosa darah 2 kali abnormal untuk
konfirmasi diagnosis DM pada hari yang lain atau Tes Toleransi Glukosa Oral
(TTGO) yang abnormal. Konfirmasi tidak diperlukan pada keadaan khas
hiperglikemia dengan dekompensasi metabolik akut, seperti ketoasidosis,
berat badan yang menurun cepat .
7. Penatalaksanaan
25
darah, tekanan darah, berat badan dan profil lipid,melalui pengelolaan pasien
secara holistik dengan mengajarkan perawatan mandiri dan perubahan
perilaku.
1. Diet
dengan kemampuan pasien. Sebagai contoh adalah olah raga ringan jalan
kaki biasa selama 30 menit. Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak
atau bermalas-malasan.
26
3. Pendidikan Kesehatan
a. Antidiabetik oral
27
oral dapat dilakukan dengan satu jenis obat atau kombinasi. Pemilihan dan
penentuan regimen antidiabetik oral yang digunakan harus
mempertimbangkan tingkat keparahan penyakit DM serta kondisi
kesehatan pasien secara umum termasuk penyakit-penyakit lain dan
komplikasi yang ada. Dalam hal ini obat hipoglikemik oral adalah
termasuk golongan sulfonilurea, biguanid, inhibitor alfa glukosidase dan
insulin sensitizing.
b. Insulin
a. Komplikasi akut
28
bawahnilai normal (< 50 mg/dl). Hipoglikemia lebih sering terjadi pada
penderita DM tipe 1 yang dapat dialami 1-2 kali per minggu, Kadar gula
darah yang terlalu rendah menyebabkan sel-sel otak tidak mendapat
pasokan energi sehingga tidak berfungsi bahkan dapat mengalami
kerusakan.
b. Komplikasi Kronis
- Komplikasi Makrovaskuler
- Komplikasi mikrovaskuler
10. Pencegahan
29
penyakit tidak mendapat dukungan dari kebiasaan, gaya hidup dan faktor
risiko lainnya. Prakondisi ini harus diciptakan dengan multimitra.
Pencegahan premodial pada penyakit DM misalnya adalah menciptakan
prakondisi sehingga masyarakat merasa bahwa konsumsi makan kebarat-
baratan adalah suatu pola makan yang kurang baik, pola hidup santai atau
kurang aktivitas, dan obesitas adalah kurang baik bagi kesehatan.
- Pencegahan Primer
orang yang termasuk kelompok risiko tinggi, yaitu mereka yang belum
menderita DM, tetapi berpotensi untuk menderita DM diantaranya :
d. Riwayat keiuarga DM
- Pencegahan Sekunder
30
Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat
timbulnya penyulit dengan tindakan deteksi dini dan memberikan pengobatan
sejak awal penyakit. Dalam pengelolaan pasien DM, sejak awal sudah harus
diwaspadai dan sedapat mungkin dicegah kemungkinan terjadinya penyulit
a. penyuluhan
b. perencanaan makanan
c. latihan jasmani
- Pencegahan Tersier
CUSHING’S SYNDROME
1. Pengertian
Sindroma Cushing atau disebut juga ‘hypercortisolism’,
merupakan gangguan endokrin yang disebabkan oleh paparan kronik
31
kortisol yang berlebihan terhadap jaringan tubuh. Kortisol dalam
jumlah yang cukup dilepaskan oleh kelenjar adrenal akan membantu
pertahanan tubuh. Tetapi jumlah kortisol yang berlebihan dapat
merubah fungsi normal proses tersebut dan mengakibatkan timbulnya
gejala-gejala sindroma Cushing.
2. Etiologi
a. Pada sindrom Cushing primer, terlalu banyak produksi kortisol
yang diakibatkan oleh adenoma atau karsinoma adrenal.
b. Pada sindrom Cushing sekunder, terlalu banyak produksi
kortisol yang diakibatkan oleh hyperplasia adrenal karena
banyak sekali ACTH. Terlalu banyak produksi ACTH dapat
diakibatkan oleh:
1) Hipofisis mengeluarkan terlalu banyak ACTH karena
gangguan hipofisis atau hipotalamus.
2) Keluarnya ACTH yang berasal dari ektopik non
hipofisis (produksi hormon di luar hipofisis)
meningkat, misalnya pada karsinoma bronkogenik,
adenoma bronchial, dan karsinoma pancreas.
3) Pada sindrom Cushing iatrogenic, kadar kortisol yang
sangat tinggi sebagai akibat terapi glukokortikoid
yang berlangsung lama.
3. Manifestasi Klinis
a. Perubahan metabolisme protein. Katabolisme protein yang berlebihan
mengaktifkan berkurangnya massa otot dengan tanda-tanda:
1) Atrofi otot, terutama pada ekstremitas yang mengakibatkan
lengan dan kaki kelihatan kurus, sulit berdiri dari posisi duduk,
sulit naik tangga,serta keletihan dan kelelahan.
32
2) Berkurangnya protein matriks dari tulang yang mengakibatkan
osteoporosis, fraktur kompresi pada tulang belakang, fraktur
patologis, serta nyeri tulang dan punggung.
3) Hilangnya kolagen penyokong dari kulit yang mengakibatkan
kulit menjadi tipis, cepat timbul memar, ekimosis, dan striae
kemerahan pada abdomen.
4) Luka sulit sembuh.
b. Perubahan metabolisme lemak. Perubahan metabolisme lemak
mengakibatkan obesitas dan distribusi jaringan lemak tidak normal.
Banyak lemak pada wajah (mengakibatkan moon face), pada daerah
intrakapular (buffalo hump), dan pada mesenterium (truncal obesity).
Berat badan meningkat.
c. Perubahan metabolisme karbohidrat. Ada peningkatan
glukogeogenesis hepatic dan ketidakmampuan memakai insulin yang
mengakibatkan hiperglikemia postprandial dan diabetes mellitus
(DM). Pasien yang sudah DM, gangguan metabolisme karbohidrat
akan memperberat tanda-tanda DM.
d. Perubahan respon imun dan respon inflamasi akibat berkurangnya
limfosit, teruatama limfosit-T, meningkatnya neutrofil, dan gangguan
kegiatan antibody. Tiga perubahan ini akan membuat pasien sangat
rawan terhadap infeksi viral dan infeksi fungal. Tanda awal infeksi
seperti demam bias tidak tampak. Penyembuhan luka juga sulit.
e. Gangguan metabolisme air dan mineral
Kortisol itu sendiri mempunyai aktivitas mineralkortikoid sehingga
kelebihan kortisol mengakibatkan tanda dan gejala peningkatan
mineralkortikoid, walaupun aldosteron normal. Tanda dan gejalanya:
1) Retensi natrium dan air yang bisa mengakibatkan berat badan
meningkat dan edema.
2) Hipertensi sebagai akibat peningkatan volume cairan dan
peningkatan sesitivitas arteriol terhadap katekolamin.
33
3) Peningkatan ekskresi kalium dan klorida melalui urine
(hipokalemia dan hipokloremia) yang bisa mengakibatkan
alkalosis metabolic.
4) Peningkatan resorpsi kalsium dari tulang dan batu ginjal akibat
hiperkloria.
f. Perubahan pada stabilitas emosi, misalnya cepat marah, cemas,
depresi ringan, serta konsentrasi dan ingatan menurun. Hal ini
berkembang menjadi depresi berat dan psikosis.
g. Perubahan hematologis (eritrosit, hemoglobin, hematokrit bisa
meningkat).
h. Kegiatan androgen meningkat: Hirsutisme (banyak bulu tubuh pada
wajah dan seluruh tubuh), rambut kepala rontok, jerawat, gangguan
siklus menstruasi (dari oligominorea sampai aminorea), dan
perubahan libido.
5. Klasifikasi
Sindroma Chusing paling cocok diklasifikasikan sebagai ‘ACTH-
dependen’ atau ‘ACTH-independen’.
Sindroma Cushing tipe ACTH-dependen (sindroma ACTH
ektopik) adalah sindroma Cushing yang ditandai oleh hyperplasia
34
sekresi ACTH kronis, yang menyebabkan hyperplasia zona fasikulata
dan retikularis sehingga meningkatkan sekresi adrenokortikal seperti
kortisol, androgen, dan DOC.
Sindroma Cushing tipe ACTH-independen ialah disebabkan oleh
adenoma atau karsinoma adrenokortikal yang secara otonom
mensekresi glukokortikoid. Pada kasus ini terjadinya kortisol yang
berlebihan akan mensupresi sekresi ACTH dari hipofisis.
6. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik untuk gangguan ini adalah dengan
memeriksa adanya peningkatan kortisol serum, hilangnya irama
diurnal dari produksi kortisol, CT scan, dan ultrasuara untuk
mengetahui adanya tumor adrenal.
7. Penatalaksanaan
a. Pengobatan (Mitotane, Aminogluthethamide, Trilostane yaitu
anti hormonal yang menghambat sintesis kortisol,
Cyptproheptadineuntuk menurunkan produksi ACTH
pituitary).
b. Pembedahan (Adenektomi hipofisis/hipofisektomi, adenektomi
adrenal, dan adrenalektomi unilateral atau bilateral.
c. Chemoterapy
d. Radiasi
35
”Lambung adalah rumah penyakit.”
36
Maka benarlah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
ketika beliau memperingatkan kepada ummatnya tentang bahaya
kegemukan dan makan berlebihan, beliau bersabda:
37