Anda di halaman 1dari 38

11.1.

Inventarisasi Lapangan dan Pengumpulan Data Sekunder


11.2.1. Inventarisasi Lapangan
Peninjauan lapangan rinci merupakan bagian dari tahap perencanaan. Hal-
hal yang perlu dicatat dalam peninjauan lapangan rinci antara lain :
a. Jarak garis pantai dengan sarana dan prasarana yang diperkirakan akan
mengalami kerusakan bila tidak ada usaha penanganan. Jarak garis pantai
ini diperlukan untuk menentukan jenis bangunan yang paling cocok pada
kondisi pantai yang ada.
b. Jenis dan jumlah sarana dan prasarana yang diperkirakan akan
mengalami kerusakan. Data ini diperlukan untuk menentukan kerugian
yang akan diderita bila tidak dilakukan usaha penanganan.
c. Bangunan pantai yang ada di sekitar lokasi bermasalah. Untuk bangunan
pantai yang menjorok ke laut, poses sedimentasi yang terjadi di bagian
updrift dapat dipergunakan untuk menunjang perhitungan besar dan
arah angkutan pasir sejajar pantai. Data ini diperlukan terutama apabila
usaha penanggulangan permasalahan yang dihadapi dilakukan dengan
menggunakan krib tegak lurus pantai.
d. Kondisi muara sungai. Proses penutupan muara dengan terbentuknya
lidah pasir dapat dipergunakan untuk menentukan arah angkutan pasir
sejajar pantai.
e. Batas-batas Satuan Wilayah pengaman Pantai (SWPP). Batas-batas ini
diperlukan untuk menentukan areal survei yang diperlukan. Kegiatan-
kegiatan yang dilakukan di luar batas sel sedimen tidak akan
mempengaruhi SWPP pada lokasi yang ditinjau.
f. Pengumpulan data sekunder meliputi data kejadian banjir, hidrologi,
meteorologi, karakteristik pantai (Hidro-Oceanografi). Untuk data
meteorologi, karakteristik pantai (Hidro-Oceanografi) yang diperlukan
yaitu data angin jam-jaman minimal 10 tahun yang didapat dari Badan
Meteorologi dan Geofisika daerah setempat. Data ini akan digunakan
untuk menentukan tinggi gelombang yang akan digunakan dalam
perencanaan. Data tinggi gelombang yang diperoleh dari data angin jam-
jaman tersebut dengan melalui proses peramalan (hindcasting).
Justifikasi penggunaan data angin dalam menentukan tinggi gelombang
diperlukan dikarena pengukuran primer tinggi gelombang selama 10
tahun sangat sulit didapat dan sangat mahal. Pengumpulan Peta
Topografi lokasi pekerjaan skala 1 : 50.000 dan atau peta skala tertentu
diperoleh dari Bakosurtanal (untuk peta topografi) dan peta laut dari
Dishidros TNI AL (Dinas Survei Hidrooseanografi). Peta ini dibutuhkan
untuk input simulasi numerik yang diperlukan dan juga berfungsi sebagai
acuan dalam survei primer topografi dan batimetri. Tenaga Ahli Geodesi
dan Surveyor Topografi dibutuhkan untuk pengumpulan data ini dan juga
untuk melakukan analisa/pengolahan data sekunder yang berupa peta
topo dan peta laut ini.
g. Pengumpulan data kependudukan dan sosial ekonomi dibutuhkan untuk
analisa efek sosial dan kelayakan ekonom dari bangunan pantai. Yang
dicari adalah data sosial ekonomi pada daerah sekitar. Data ini didapat

2
dari instansi seperti Bapeda, Biro Pusat Statistik dan lain-lain. Untuk
selengkapnya disajikan dalam Tabel dibawah ini.

11.2.2. Pengumpulan Data Sekunder


Pengumpulan data sekunder diperlukan untuk pengolahan data selanjutnya.
Data yang diperlukan diantaranya adalah seperti tertera dalam Tabel 1.

Tabel 1 Daftar Data Sekunder

No Uraian Data Sekunder Kegunaan


1 Citra Satelit Goggle Orientasi lokasi, geomorfologi dan kecenderungan
transport sedimen

2 Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI, Untuk di digitasi guna input simulasi numerik garis
berupa peta topografi) pantai dan hidrodinamika

3 Peta Laut Untuk di digitasi guna input simulasi numerik garis


pantai dan hidrodinamika

4 Peta Lingkungan Pantai Untuk di digitasi guna input simulasi numerik garis
pantai dan hidrodinamika

5 Peta Sebaran Sedimen Permukaan Bahan kajian awal

6 Peta Geologi Teknik, Geologi Data daya dukung tanah, kandungan tanah pada
permukaan sebagai bahan pin point lokasi
quarry/borrow

7 Peta Seismotektonik Data sesar, percepatan gempa

8 Data angin jam2an Input pengolahan hindcasting untuk mendapatkan data


tinggi gelombang

9 Studi Terdahulu Bahan kajian dalam


Studi

10 Data Sosek, Analisa sosek & lingkungan


Statistik,lingkungan

11 Daftar harga Analisa Harga Satuan


Bahan dan upah

11.2. Pengumpulan Data Primer (Topografi, Bathymetry, Hidrometri dan Hidro-


Oceanografi)
Survei Primer diperlukan untuk mendapatkan data lokal terkini yang akan digunakan
dalam perencanaan seperti peta dasar, elevasi acuan pasang surut, kondisi fisik area
pekerjaan seperti kondisi tanah, kondisi perairan dll.
Secara garis besar, pengukuran lapangan dan pemetaan situasi meliputi pemasangan
patok beton BM Bench Mark (BM) unit dan Control Point (CP), pengukuran control
horizontal dan vertikal, pengukuran detail situasi darat dan laut serta
pengukuran/pengamatan pasang surut.
Semua data penting yang digunakan untuk menentukan koordinat Bench Mark
diperoleh dengan cara pengukuran langsung di lapangan:
a. Semua alat ukur (Total Station, Waterpass, Echosounding) yang digunakan dalam
keadaan baik dan memenuhi syarat ketelitian yang diminta (dikalibrasi);
b. Sebelum pekerjaan dimulai, Penyedia Jasa menyerahkan program kerja yang berisi
jadwal waktu pelaksanaan pekerjaan, daftar personil, daftar peralatan dan rencana
keberangkatan untuk dibahas bersama dengan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA),
Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), dan atau Pengawas Kegiatan (berlaku

3
juga untuk survey lapangan lainnya seperti penelitian geologi/mekanika tanah ,
survey echosounding, pengamatan sediment dan pasang surut);
c. Pelaksanaan pekerjaan disesuaikan dengan jangka waktu yang tersedia;
d. Adapun Ketentuan-ketentuan pengukuran langsung (survey primer) ini
ditentukan sebagai berikut:
1) Pemetaan situasi yang dilakukan sepanjang daratan pesisir pantai sepanjang
(longitudinal) 32 (tiga puluh dua) Km, dimaksudkan untuk memperoleh
informasi daratan pesisir pantai yang antara lain meliputi perkampungan, jalan
raya, lahan pertanian, tambak-tambak, tinggi rendahnya permukaan tanah,
sungai-sungai yang bermuara dan bangunan-bangunan penting lainnya.
2) Dari hasil pengukuran ini juga diharapkan diperoleh informasi daerah-daerah
yang terkena erosi dan riwayat perubahan garis pantai, serta daerah-daerah
yang terancam. Lebar pengukuran daratan pesisir pantai minimal + 300 m arah
tegak lurus dari garis pantainya. Yang dimaksud dengan garis pantai disini
adalah garis permukaan air laut paling tinggi (HHWL).
3) Metode pengukuran dilakukan cara tachimetri dengan pengambilan titik-titik
detail secara profil melintang dan acak serta menyambung dengan pengukuran
topografi dasar permukaan laut. Jarak antara profil situasi 50 m, sedangkan
untuk daerah yang kritis interval 25 m.
4) Pengukuran profil melintang di pantai ke arah laut dilakukan disepanjang
pantai, jarak profil 50 m. Pengukuran ini dimaksudkan untuk mendapatkan
gambaran bentuk pantai ke arah laut, selanjutnya untuk yang tidak bisa
dilakukan dengan alat waterpass, diukur dengan sounding.
5) Pemasangan titik tetap Bench Mark (BM) dilakukan di sepanjang pantai pada
setiap jarak 2,0 km. Posisi dan lokasi pemasangan BM harus mendapat
persetujuan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Pejabat Pelaksana Teknis
Kegiatan (PPTK), dan atau Pengawas Kegiatan Pekerjaan.
6) Melaksanakan pengukuran Hidro-Oseanografi yang meliputi:
a) Pengamatan pasang surut dilakukan dimuara selama ± 1 bulan, waktu
pelaksanaan mencakup saat pasang purnama (Spring Tide) dan pasang
perbani (Neep Tide) dengan interval bacaan 1 jam.
b) Pengukuran arus (kecepatan dan debit) dan sedimen dilakukan pada 5
(lima) lokasi muara sungai yang mengalami tingkat sedimentasi cukup
tinggi yang ada di sepanjang garis pantai, dengan masing – masing lokasi
dilaksanakan sebanyak 3 kali dalam kondisi yang berbeda yaitu musim
hujan, normal dan musim kemarau. Pengambalin contoh sedimen bed load
dan suspended load sebagai berikut :
 Sedimen layang pada 3 (tiga) kedalaman yakni; kedalaman 0.2d, 0.6d
dan 0,8d dimana d adalah prakiraan kedalaman perairan di lokasi studi.
 Sedimen dasar dilokasi sesuai dengan titik pengukuran arus untuk
mengetahui material sedimentasi baik yang melayang maupun yang
berada di dasar. Data karakteristik sedimen ini akan digunakan dalam
simulasi proses sedimentasi.
7) Melaksanakan pekerjaan Geoteknik (pengeboran tangan dan sondir):
a) Bor tangan dilakukan di 40 (empat puluh) lokasi hingga kedalaman 5
meter. Pada tiap titik pemboran diambil 1 (satu) sample undisturbed.
b) Sondir dilakukan di 40 (empat puluh) titik pada lokasi yang sama dengan
bor tangan. Sondir dilakukan sampai kedalaman dimana tegangan konus
(ujung) mencapai 200 kg/cm2.

11.3.1. Pengukuran Topografi


Pelaksanaan pengukuran topografi dibagi dalam beberapa tahapan
pekerjaan yaitu:
a. Persiapan di lapangan.
b. Pembuatan kerangka dasar pemetaan.

4
c. Pelaksanaan pengukuran yang meliputi pengukuran horisontal,
pengukuran vertikal, pengukuran situasi detail, pengukuran penampang
memanjang dan melintang, pemasangan titik kontrol (benchmark), dan
pencatatan data pengukuran dalam buku ukur.
d. Perhitungan di lapangan.
e. Penggambaran sketsa di lapangan.
f. Kegiatan survei topografi ini melakukan pengukuran dengan alat ukur
yang berupa waterpass dan Total Station atau alat ukur lainnya yang
menghasilkan data pengukuran. Data pengukuran ini dianalisa sehingga
menghasilkan koordinat dan elevasi titik-titik yang bisa mengasilkan
gambar kontur dari daerah yang diukur.

a. Peralatan Survey
Peralatan yang dipergunakan dalam survei topografi dan hidrometri
antara lain:
1) GPS Geodetik
2) Total Station
3) Waterpass
4) Echo Sounder GPS Map
5) Perahu Mesin & Pelampung
6) Rambu Peil Scale
7) Current Meter
8) Patok Kayu
9) Perlengkapan Lapangan

b. Pengamatan Azimut Astronomis


Arah/azimut awal ditentukan melalui pengamatan matahari dengan
tujuan untuk menghilangkan kesalahan akumulatif pada sudut-sudut
terukur dalam jaringan polygon, untuk menentukan azimut/arah titik-
titik kontrol/polygon yang tidak terlihat satu dengan yang lainnya, dan
untuk penentuan sumbu X dan Y untuk koordinat bidang datar pada
pekerjaan pengukuran yang bersifat lokal/koordinat lokal.
Azimut Target (T) dapat ditentukan dengan persamaan berikut ini:
T = M + atau T = M + ( T - M )
di mana:
T = azimut ke target
M = azimut pusat matahari
(T) = bacaan jurusan mendatar ke target
(M) = bacaan jurusan mendatar ke matahari
 = sudut mendatar antara jurusan ke matahari dengan jurusan ke
target

Pengukuran azimut matahari dilakukan pada jalur polygon utama


terhadap patok terdekat dengan titik pengamatan pada salah satu patok
yang lain.

c. Kontrol Horizontal
Koordinat awal untuk control horizontal diambil/diinterpolasi dari peta
topografi 1 : 50.000 dengan sistim grid, sedangkan azimuth awal
diperoleh dengan pengukuran azimuth matahari.
Pengukuran kontrol horizontal dilakukan dengan cara poligon, poligon
tertutup atau poligon terbuka tetapi diketahui koordinat titik awal dan
akhir pengukuran, poligon melingkupi daerah yang dipetakan, jika
daerahnya cukup luas poligon utama dibagi dalam beberapa kring
tertutup (untuk pengukuran situasi). Usahakan sisi poligon sama
panjangnya, poligon cabang terikat kepada poligon utama dan titik

5
referensi yang digunakan mendapat persetujuan dari Kuasa Pengguna
Anggaran (KPA), Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), dan atau
Pengawas Kegiatan Pekerjaan. Usahakan jalur poligon baik cabang atau
utama melalui batas alam yang ada seperti jalan, sungai, batas kampung
dan lain-lain. Titik poligon lainnya selain benchmark adalah patok kayu
berukuran 5 cm x 5 cm x 60 cm. Patok ini dicat warna merah untuk
memudahkan identifikasi. Azimuth untuk kontrol maupun untuk sudut
jurusan awal dicari dengan pengamatan azimuth matahari. Pengamatan
dilakukan setiap 2,0 km dan untuk target pengamatan dipasang Control
Point (CP). Sudut diukur double seri dan digunakan Total Station T – 1,
perbedaan B dan LB lebih kecil dari 2” dan ketelitian sudut lebih kecil
dari 10 √n dimana “n” adalah jumlah titik poligon. Jarak titik – titik
poligon utama dan poligon cabang didapat dari jarak datar Total Station
dan/atau dengan memakai pita ukur baja/linon dengan ketelitian linier
poligon utama lebih kecil atau sama dengan 1 : 7.500 sedangkan poligon
cabang lebih kecil atau sama dengan 1 : 5.000.

d. Kontrol Vertikal
Semua titik poligon diukur ketinggiannya (elevasinya), titik referensi
awal untuk kontrol vertikal diambil dari Patok BM – TTG (Titik Tinggi
Geodesi dari Bakosurtanal) terdekat dan/atau titik-titik lain yang telah
mendapat persetujuan dari Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Pejabat
Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), dan atau Pengawas Kegiatan
Pekerjaan. Pengukuran kontrol vertikal dilakukan pergi pulang atau
double stand dengan selisih beda tinggi antara stand – I dengan stand – II
tidak boleh lebih dari 2 mm, alat yang digunakan adalah alat ukur
waterpass otomatis (N12,, NAK atau yang sejenis), sebelum dan sesudah
pengukuran alat ukur diperiksa ketelitian garis bidiknya, jumlah jarak
belakang diusahakan sama dengan jumlah jarak muka dan jarak dari alat
ke rambu tidak boleh lebih besar dari 60 m sedangkan jarak terdekat dari
alat ke rambu tidak boleh kurang dari 5 m. Ketelitian pengukuran
waterpass utama tidak boleh lebih dari 10√D dan waterpass utama tidak
lebih 5√D, dimana D adalah jumlah jarak dalam satuan kilometer.

e. Deskripsi Bench Mark dan Control Point


Bench Mark dipasang ditempat yang aman dari gangguan manusia atau
binatang. BM dipasang setiap 2 (dua) Km untuk pengukuran sungai dan
setiap 1,5 (satu koma lima) km searah pantai untuk pengukuran situasi
muara dan pantai. Setiap BM dibuat diskripsinya dan diberi nomor urut
yang teratur. Ukuran BM & CP, ukuran marmer (terlampir) dan dicat
warna biru, diatasnya dipasang baut dengan diameter 1,50 cm (untuk
BM) dan 1,00 cm (untuk CP). Jumlah BM dan CP yang terpasang adalah
sebanyak 35 (tiga puluh lima). Seluruh Bench Mark (BM) dan Control
Point (CP) dibuat diskripsinya dengan dilengkapi : koordinat (X,Y),
elevasi (Z), foto BM dan CP, lokasi BM dan CP dan keterangan
penempatannya. Semua Bench Mark (BM) dan Control Point (CP) serta
patok poligon ditunjukkan pada peta situasi yang berskala 1 : 2.000 atau
disesuaikan, 1 : 1.000, 1 : 500. Nama Bench Mark (BM) dan Control Point
(CP) serta elevasinya dicantumkan dengan jelas, elevasi tanah
ditunjukkan sebagai pusat ketinggian. Untuk hal patok poligon, hanya
nama/nomor dan elevasi tanah asli yang dicantumkan.

f. Pengukuran Situasi
Situasi diukur berdasarkan jaringan kerangka horizontal dan vertikal
yang telah dipasang, dengan melakukan pengukuran keliling serta
pengukuran didalam daerah survey. Bila perlu jalur poligon dapat ditarik

8
lagi dari kerangka utama dan cabang untuk mengisi detail planimetris
berikut spot height yang cukup (untuk pengukuran situasi pantai dan
muara), sehingga diperoleh penggambaran kontur yang lebih
menghasilkan informasi ketinggian yang memadai. Titik-titik spot height
terlihat tidak lebih dari interval 2,50 cm pada peta skala 1 : 2.000 atau
disesuaikan. Interval ini ekivalen dengan jarak 25 m tiap penambahan
satu titik spot height atau 10 – 15 titik spot height untuk tiap 1 hektar
diatas tanah.
Beberapa titik spot height bervariasi tergantung kepada kecuraman dan
ketidak teraturan terrain. Kerapatan titik-titk spot height yang
dibutuhkan dalam daerah pengukuran tidak hanya daerah sungai, muara
dan pantai tetapi juga tambak, kampung, kebun, jalan setapak dan lain-
lain.
Pengukuran situasi dilakukan dengan metode Tachimetry menggunakan
Total Station atau yang sejenis. Untuk penggambaran kontur dibuat apa
adanya tetapi teliti, dan bagian luar daerah sungai kontur diplot hanya
berdasarkan titik-titik spot height, efek artistik tidak diperlukan. Interval
garis kontur sebagai berikut :

Kemiringan Tanah Interval Kontur


Kurang dari 2% 0,25 m
2% sampai 5% 0,50 m
Lebih dari 5 % 1.00 m

Pemberian angka kontur jelas terlihat, dimana setiap interval kontur 0.50
m dan setiap kontur 1.00 m atau 5.00 m digambarkan lebih tebal.
Semua legenda lapangan ditampilkan, terutama:
1) Seluruh alur, drainase, sungai (dasar terendah dan lebar jelas terlihat).
2) Jalan-jalan desa, jalan setapak, petak – tambak,dansebagainya
3) Petak-petak tambak, jaringan drainase, batas kampung, rumah-rumah,
jembatan dan saluran. Diameter atau dimensi berikut ketinggian lantai
semua gorong-gorong, jembatan, sekolah, mesjid dan kantor
pemerintah dll.
4) Tiang telepon, tiang listrik gorong-gorong, jembatan, sekolah, mesjid
dan kantor pemerintah dll
5) Batas tata guna lahan (misalnya pohon bakau, belukar berupa
rerumputan dan alang-alang, rawa, kampung, kebun, dan lain-lain).
6) Tiap detail topografi setempat (seperti misalnya tanggul curam, bukit
kecil dan lain-lain).
7) Batas pemerintahan (kecamatan, desa dan lain-lain). Pemberian nama
kampung, kecamatan nama jalan dan lain-lain jika dirasakan perlu.

11.3.1.1 Pengukuran Situasi, Penampang Memanjang, Penampang


Melintang Skala 1 : 2000 atau disesuaikan
Pengukuran situasi, penampang memanjang dan penampang
melintang pantai meliputi hal-hal berikut :
a. Pengukuran situasi dan pengukuran penampang (profil)
pantai/sungai dan/atau drainase bila ada dilakukan secara
bersama-sama;
b. Metode yang digunakan ialah metode tachimetry;
c. Sistem pengukuran yang digunakan ialah sistem “Raai” untuk
penampang melintang;
d. Pengukuran penampang (profil) pantai dilakukan setiap
interval 50 m pada daerah yang lurus dan 25 m pada daerah
yang berbelok-belok;

9
e. Jalur “raai” tersebut diusahakan dibuat tegak lurus
pantai/aliran sungai/drainase;
f. Pengukuran situasi pada kawasan daratan berjarak 300 m
dari bibir pantai untuk mengetahui secara detail gambaran
situasi dan kondisi di sekitar kawasan pantai;
g. Panjang penampang melintang/jalur “raai” adalah masing-
masing anatara 50 – 100 m kearah daratan dan/atau sesuai
kondisi yang diperlukan dilapangan, sedangkan panjang
penampang melintang ke arah lautan diukur dari tepi pantai
sampai pada kedalaman tertentu yang dijelaskan pada
pengukuran bathymetry;

11.3.1.2 Ketelitian dan Penyajian Hasil Pekerjaan Pengukuran


Topografi
a. Pengecekan Alat dan Buku Ukur
Seluruh alat ukur diteliti dan distel secara teratur (kalibrasi).
Seluruh data lapangan ditulis dengan ball point hitam, pensil
dilarang keras. Tanggal pengukuran, tipe alat, nomor serinya
dan keadaan cuaca dimasukkan pada buku ukur. Nama patok
profil, patok poligon, dan nama monumen jelas tertulis
didalam buku ukur sehingga tiap bagian dari pengukuran
dapat dengan mudah untuk dicek. Buku ukur diberi indeks
dengan benar untuk nantinya dicek silang dengan lembaran
hitungan dan lembaran abstrak.

b. Data ukur dan Hitungan


Data lapangan ditabel dengan rapi. Hitungan pendahuluan
dalam rangka pengecekan data dilaksanakan sedini mungkin
begitu selesai pengamatan lapangan. Seluruh perhitungan,
pengeplotan data dan penggambaran diatas kertas milimeter.
Seluruh peta tanah asli dan peta rencana diplot dengan
format digital AutoCAD pada lembar berkoordinat ukuran A1
dimana koordinat bulat diperlihatkan pada garis grid. Sumbu
vertikal adalah arah utara sedangkan sumbu horizontal arah
timur. Seluruh ketinggian patok poligon utama dihitung
sampai tiga desimal penuh. Seluruh ketinggian untuk profil
serta titik spot height juga diperlihatkan sampai tiga desimal
di dalam peta tanah asli, peta rencana, potongan memanjang
(long section) dan potongan melintang (cross section).

c. Penggambaran Peta
Seluruh hasil pengukuran diplot dengan format digital
AutoCAD pada lembar berkoordinat ukuran A1. Format
ukuran A1 berlaku bagi seluruh lembar gambar dan peta.
Untuk pengeplotan seluruh peta dan gambar pada lembar A3
tetap menggunakan format A1. Seluruh hasil pengukuran
Topografi dan Bathymetry 1 : 2.000 atau disesuaikan direkam
pada peta indeks berkoordinat penuh.
Seluruh peta mempunyai tanda-tanda sebagai berikut :
1) Garis kontur
2) Seluruh titik spot height yang diukur baik sungai, pantai
maupun dasar laut (bathymetry)
3) Skala, arah utara dan legenda
4) Grid berkoordinat pada interval 10 cm 200 m pada skala 1
: 2.000 atau disesuaikan)
5) Blok judul dan kotak revisi

10
6) Catatan kaki pada peta
7) Bila penggambaran dilakukan pada beberapa lembar,
diagram dari layout lembar disertakan untuk
menunjukkan hubungan antara satu lembar dengan
lembar berikutnya (over lay).

d. Ukuran Huruf dan Garis


Semua ukuran huruf dan garis dibuat mengacu pada
standarisasi dalam penggambaran peta-peta/gambar-gambar
pengairan Kriteria Perencanaan Irigasi. (Standar
Penggambaran = KP – 07) diterbitkan oleh Subdit.
Perencanaan Teknis, Direktorat Irigasi I, Dirjen Pengairan.
Karena penggambaran dibuat dengan format Digitalisasi
AutoCAD, maka ukuran huruf dan garis dibuat seideal
mungkin dengan tidak mengabaikan faktor artistiknya.

e. Legenda dan Penomoran Gambar


Informasi lebih jauh tentang legenda dan simbol untuk
penggambaran bangunan dan lain-lain dapat dilihat pada
buku Kriteria Perencanaan Irigasi. (Standar Penggambaran =
KP – 07) diterbitkan oleh Subdit. Perencanaan Teknis,
Direktorat Irigasi I, Dirjen Pengairan.

f. Penyajian dan Penyerahan


Seluruh perhitungan, pengeplotan data dan penggambaran
draft untuk penggambaran langsung dengan digitalisasi
program Auto Cad
Selanjutnya hasil data ukur dan draft gambar diasistensikan
kepada Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Pejabat Pelaksana
Teknis Kegiatan (PPTK), dan atau Pengawas Kegiatan
(Pengawas Pengukuran) untuk mendapatkan persetujuan
dan apabila dari hasil koreksi/asistensi tersebut terdapat
kesalahan, maka Penyedia Jasa memperbaikinya atau
mengulangi pengukuran.
Hasil perbaikan gambar diplotkan di atas kertas kalkir (A1)
dan A3 (HVS) dan melanjutkan pekerjaan detail design.
Setelah semua pekerjaan tersebut diatas telah dilakukan dan
disetujui oleh pihak Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Pejabat
Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), dan atau Pengawas
Kegiatan, maka tahap pekerjaan selanjutnya boleh dilakukan
dan dilengkapi dengan berita acara.
Seluruh hasil pengamatan lapangan yang asli berikut seluruh
perhitungan, telah diberi nomor indeks dan nomor cross
reference (pengecekan silang), dan diserahkan kepada Kuasa
Pengguna Anggaran (KPA), Pejabat Pelaksana Teknis
Kegiatan (PPTK), dan atau Pengawas Kegiatan.
Penyedia Jasa menyerahkan kepada Kuasa Pengguna
Anggaran (KPA), Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK),
dan atau Pengawas Kegiatan berupa daftar Diskripsi BM & CP
lengkap berisi ketinggian dan koordinat dari seluruh BM dan
CP yang terpasang, dan dibukukan. Form diskripsi BM & CP
terlampir.

11
g. Catatan Tambahan Untuk Penyajian Peta Situasi 1 : 2000
atau disesuaikan
1. Overlay Lembar Gambar
- Akan banyak sekali data-data ketinggian serta
planimetris yang diplotkan pada peta skala 1 : 2.000
atau disesuaikan, dan sering terjadi bahwa gambar
tersebut menjadi tidak karuan, sehingga tidak mungkin
membaca angka atau mengenali detail oleh karena
bertumpuknya data.
- Maka adalah wajar jika tidak seluruh titik-titik spot
height yang yang diperoleh dari lapangan dimasukkan
ke dalam gambar akhir atau juga tidak semua data
ketinggian dari hasil pengukuran jalur dimasukkan
kedalam gambar 1 : 2.000 atau disesuaikan tersebut.
- Penyambungan gambar antara lembar satu dengan
lainnya dibuat over lay dengan ukuran over lay
setengah grid (5 cm pada format A1 skala 1 : 2.000 atau
disesuaikan) dan dibuat diagram petunjuk lembarnya.
- Semua lembar dengan jelas diberi judul dan referensi
terhadap pasangan lembar 1 : 2.000 atau disesuaikan.

2. Peta Indeks/Rencana
a) Dengan tidak mengabaikan apakah pengeplotan data
hanya pada satu lembar atau beberapa lembar format
A1 pada skala 1 : 2.000 atau disesuaikan, maka peta
indeks/ikhtisar pada skala 1 : 10.000 tetap dibutuhkan,
untuk menunjukkan:
 Daerah kerja (garis besar)
 Kontur dengan interval 5 m (10 m pada daerah
curam, seperti yang disepakati Kuasa Pengguna
Anggaran (KPA), Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan
(PPTK), dan atau Pengawas Kegiatan)
 Spot height yang dipilih
 Grid penuh dan berkoordinat, interval 10 cm pada
peta indeks
 Nama kampung dan batas-batas administrasi
b) Informasi ini dapat diperoleh dari tracing hasil reduksi
pada kompilasi peta 1 : 2.000 atau disesuaikan, atau
dapat diperoleh dari pengeplotan kembali hasil
pengukuran.

h. Pengawasan Pekerjaan Lapangan dan Pembuatan Peta


1) KPA, PPTK dan atau pengawas pekerjaan pada sembarang
waktu berwenang untuk meninjau pekerjaan yang sedang
berjalan dan memeriksa peralatan, buku ukur, hasil
perhitungan dan lain-lain.
2) Penyedia jasa menyerahkan data-data lapangan kepada
pengawas untuk disetujui, data pengamatan dan hasil
hitungan pengukuran poligon dan sipat datar serta tidak
diperbolehkan melanjutkan tahap pekerjaan berikutnya
pada daerah tertentu sebelum pekerjaan ini diberi
persetujuan.
3) Seluruh lokasi stasiun kontrol (Bench Mark dan Control
Point) mendapat persetujuan dari PPTK dan atau
Pengawas Pekerjaan.

12
11.3.2. Pengukuran Bathymetri
Pengeplotan di lapangan, dengan seluruh spot height diplotkan berikut
penarikan kontur sepengetahuan PPTK dan atau Pengawas Pekerjaan
sebelum melaksanakan tahap pekerjaan berikutnya.
Pengukuran Bathymetry bertujuan untuk mendapatkan peta kontur dasar
laut, pengukuran bathymetry ini sangat berpengaruh pada keakuratan
pembangkit gelombang dimana data tersebut akan dianalisis menyangkut
refraksi, difraksi, shoaling dan daerah gelombang pecah (breaker zone), dari
pengukuran dan analisa tersebut akan diketahui permasalahan karakteristik
pantai maupun muara yang akan perlakukan/direncanakan.
a. Diskripsi Pengukuran
1) Lokasi : Wilayah Kabupaten Aceh Selatan
Pengukuran
2) Areal Pengukuran : Pengukuran topografi pada garis pantai
dengan panjang pengukuran 32 (tiga
puluh dua) Km sejajar garis pantai dan ±
2,00 Km kearah laut (offshore) atau
sudah mencapai pada kedalaman
perairan dimana sudah tidak terjadi lagi
pergerakan sedimen aktif (closure depth)
dc = 1,57 He, dimana, He tinggi
gelombang efektif (atau tinggi gelombang
signifikan di laut dalam yang tingginya
hanya akan dilampaui 12 jam selama
setahun (Hallermeier,1978)) dan dapat
dirumuskan sebagai berikut:
He = Hrerata + 5.6 S
dimana, S = standar deviasi tinggi
gelombang dalam setahun yang diperoleh
dari hasil peramalan (Hindcasting) untuk
gelombang tahunan dilaut dalam.

b. Metode Pengukuran
Pengukuran bathymetri atau disebut dengan pemeruman (sounding)
dimaksudkan untuk mengetahui keadaan topografi laut. Cara yang
dipakai dalam pengukuran ini adalah dengan menentukan posisi-posisi
kedalaman laut pada jalur memanjang dan jalur melintang untuk cross
check. Jalur sounding adalah jalur perjalanan kapal yang melakukan
sounding dari titik awal sampai ke titik akhir dari area pengukuran. Jarak
antar jalur sounding yang digunakan adalah 100 m yang merupakan
lintasan cross check, sampai mencapai jarak sejauh 2 km ke arah laut.
Pada bagian permukaan pantai yang mengalami abrasi, jalur sounding
dibuat dengan jarak 50 m. Untuk tiap jalur sounding dilakukan
pengambilan data kedalaman perairan setiap jarak 25 m. Titik awal dan
akhir untuk tiap jalur sounding dicatat dan kemudian di-input ke dalam
alat pengukur yang dilengkapi dengan fasilitas GPS MAP, untuk dijadikan
acuan lintasan perahu sepanjang jalur sounding. Contoh jalur sounding
pada kawasan pengukuran dapat dilihat pada Gambar 1.

13
JALUR JALUR
SOUNDING SOUNDING

LAUT

DARAT

Gambar 1 Pergerakan perahu motor menyusuri jalur sounding

Berikut tata cara pergerakan perahu motor dalam menyelusuri jalur


lintasan yang melakukan sounding dari titik awal sampai sampai ketitik
akhir dari area pengukuran.
1) Pengukuran Bathymetry dilaksanakan untuk mendapatkan gambar
topografi laut skala 1 : 2.000 atau disesuaikan
2) Grid pengukuran yaitu 50 meter sejajar garis pantai dan 25 meter
tegak lurus garis pantai
3) Pengukuran kedalaman muka air laut dilakukan dengan menggunakan
alat Echosounding yang dilakukan dari atas perahu motor
4) Koordinat titik–titik pengukuran didapat dengan menggunakan alat
GPS MAP
5) Jadwal pengukuran/pencatatan elevasi muka air pasang surut (pasut)
dilakukan bersamaan dengan jadwal pengukuran Bathymetry, namun
pengukuran/pencatatan pasang surut dilakukan 24 jam dengan
interval pencatatan setiap 15 (lima belas) menit, pencatatan pasang
surut menggunakan media papan skala (peil schale) yan dibuat dari
papan ukuran 2 cm x 10 cm x 300 cm yang diberi ukuran bacaan
berbentuk kotak-kotak dan angka setiap 1 (satu ) cm
6) Perhitungan konversi kedalaman laut dijadikan sebagai elevasi dasar
laut yang dilakukan dengan mengambil titik referensi Low Water Sea
(LWS) yang diperoleh dari analisis data elevasi muka air saat
pengukuran
7) Kedalaman perairan yang sebenarnya dan garis kontur dasar laut
diperoleh dengan super posisi (memadukan) data pengukuran
Bathymetry dan elevasi saat pengukuran sebagai angka koreksi
pembacaan.

Sedangkan untuk kegiatan diatas kapal (Boat) dilakukan:


1) Pengukuran kedalaman laut (Echo Sonding).
2) Penentuan titik awal posisi kedalam muka air laut (Bar Check) untuk
menentukan validitas dan ketelitian alat.
3) Mengemudikan kapal agar selalu melintasi tepat pada garis lajur yang
telah ditentukan sejak awal kegiatan.
4) Agar senantiasa meregistrasi semua hasil pengukuran serta mencatat
secara teliti setiap event kegitan berlangsung.

14
5) Lajur pengukuran harus konsisiten dengan selalu memperhatikan
pergeseran titik koordinat yang telah di setup.

c. Peralatan Pengukuran
Peralatan survei yang diperlukan pada pengukuran bathymetry adalah:
1) Echo Sounder GPS Map dan perlengkapannya. Alat ini mempunyai
fasilitas GPS (Global Positioning System) yang akan memberikan posisi
alat pada kerangka horisontal dengan bantuan satelit. Dengan fasilitas
ini, kontrol posisi dalam kerangka horisontal dari suatu titik tetap di
darat tidak lagi diperlukan. Selain fasilitas GPS, alat ini mempunyai
kemampuan untuk mengukur kedalaman perairan dengan
menggunakan gelombang suara yang dipantulkan ke dasar perairan.
2) Notebook. Satu unit portable computer diperlukan untuk menyimpan
data yang di-download dari alat GPS Map setiap 300 kali pencatatan
data.
3) Perahu. Perahu digunakan untuk membawa surveyor dan alat-alat
pengukuran menyusuri jalur-jalur sounding yang telah ditentukan.
Dalam operasinya, perahu tersebut harus memiliki beberapa kriteria,
antara lain:
a) Perahu harus cukup luas dan nyaman untuk para surveyor dalam
melakukan kegiatan pengukuran dan downloading data dari alat ke
komputer, dan lebih baik tertutup dan bebas dari getaran mesin.
b) Kapasitas bahan bakar harus sesuai dengan panjang jalur sounding.
4) Papan duga. Papan duga digunakan pada kegiatan pengamatan
fluktuasi muka air di laut.
5) Peralatan keselamatan. Peralatan keselamatan yang diperlukan selama
kegiatan survei dilakukan antara lain life jacket.

11.3.3. Pengukuran Hidrometri dan Hidro-Oseanografi


Survei hidrometri dan hidro-oseanografi dilakukan bertujuan untuk
mendapatkan gambaran mengenai kondisi perairan setempat yaitu kondisi
pasang surut, arus, gelombang, sedimen, dan debit. Sesuai dengan jenis
informasi yang ingin diperoleh tersebut, maka pekerjaan yang dilakukan
dalam survei hidrometri dan hidro-oseanografi ini meliputi pengamatan
elevasi muka air, pengukuran arus, pengukuran gelombang, pengambilan
contoh sedimen layang, dan sedimen dasar.
a. Pengamatan Pasang Surut
Pengamatan pasang surut dilaksanakan selama 30 hari dengan
pembacaan ketinggian air dengan pembacaan setiap 1 (satu) jam secara
terus menerus (continue). Pengukuran dilakukan pada suatu tempat yang
secara teknis memenuhi syarat. Hasil pengamatan pada papan peilschaal
dicatat pada formulir pencatatan elevasi air pasang surut yang telah
disediakan. Kemudian diikatkan (levelling) ke patok pengukuran
topografi terdekat pada salah satu patok seperti Gambar 2.2, untuk
mengetahui elevasi nol peilschaal dengan menggunakan Zeiss Ni-2
Waterpass. Sehingga pengukuran topografi, Batimetri, dan pasang surut
mempunyai datum (bidang referensi) yang sama.
Elevasi Nol Peilschaal = T.P + BT.1 – BT.2
dimana : T.P = Tinggi titik patok terdekat dengan peilschaal
B.T.1 = Bacaan benang tengah di patok
B.T.2 = Bacaan benang tengah di peilschaal

Metode Pengamatan Pasang Surut :


1) Pengamatan Pasang Surut dilakukan dilaut atau muara masing-masing
selama 30 hari ;

15
2) Pengamatan elevasi muka air dibaca pada papan berskala (peil schale)
secara continue;
3) Papan skala memiliki ketelitian 1 cm dengan panjang 3 m diletakkan
sebagai titik tetap;
4) Data pencatatan selanjutnya diregresi untuk mendapatkan
karakteristik parameter air pasang pada kawasan tersebut termasuk
posisi MSL dan LWS serta rentang pasang. Analisis posisi MSL dan
LWS dengan menggunakan metode least square atau admiralty yang
digunakan sebagai dasar penentuan tinggi gelombang rencana dan
elevasi bangunan rencana.

BT. 2 BT. 1

Pato

Peilscha al

Gambar 2 Pengikatan (levelling) Peilschaal

b. Pengukuran Kecepatan Arus


Pengukuran arus dilakukan adalah untuk mendapatkan besaran
kecepatan dan arah arus yang akan berguna dalam penentuan sifat
dinamika perairan lokal. Metoda pelaksanaan pengukuran ini dijelaskan
sebagai berikut:
1) Pengukuran arus dilakukan pada beberapa lokasi di mana arus
mempunyai pengaruh penting. Penempatan titik pengamatan ini
disesuaikan dengan kondisi oseanografi lokal dan ditentukan dari hasil
studi pengamatan/survei pendahuluan (reconnaissance survey).
Pengukuran yang dilakukan adalah pengukuran distribusi kecepatan,
dalam hal ini pengukuran dilakukan di beberapa kedalaman dalam
satu penampang. Berdasarkan teori yang ada, kecepatan arus rata-rata
pada suatu penampang yang besar adalah:
v = 0.25 ( v0.2d + (2v0.6d) + v0.8d)
di mana: v 0.2d = arus pada kedalaman 0.2d
d = kedalaman lokasi pengamatan arus.

2) Pengamatan kecepatan arus dilakukan pada kedalaman 0.2d, 0.6d,


0.8d seperti yang ditampilkan pada Gambar 3.
3) Pengukuran arus dilakukan pada 2 saat, yaitu pada saat pasang
tertinggi (spring tide) dan surut terendah (neap tide). Lama
pengukuran masing-masing selama 24 jam dengan interval waktu
tertentu, yaitu dari saat surut sampai dengan saat surut berikutnya
atau pada saat pasang ke saat pasang berikutnya atau disebut 1 siklus
pasang surut.
4) Di samping mengetahui besar arus, arah arus juga diamati

16
Gambar 3 Arus diukur pada tiga kedalaman perairan

c. Pengukuran Angkutan Sedimen (Sediment Transport)


Angkutan sepanjang pantai ditimbulkan oleh arus sepanjang pantai yang
dibangkitkan oleh gelombang pecah. Angkutan sedimen ini terjadi di surf
zone dan sangat erat kaitannya dengan arah datangnya gelombang dan
arah angin dominan. Angkutan sedimen sejajar pantai banyak
menyebabkan permasalahan seperti pendangkalan dan erosi pantai.
Analisis angkutan sedimen merupakan suatu element terpenting untuk
memprediksi serangkaian proses dinamika pantai diwilayah studi.
Analisis dilakukan untuk mendapatkan gambaran nyata apakah kondisi
pantai dalam keadaan stabil, erosi atau terabrasi.
Didalam studi analisis angkutan sedimen ini meliputi analisis sedimen
sejajar garis pantai (sediment Longshore transport), analisis sedimen
searah tegak lurus pantai (Onshore-offshore transport) dan analisis
sedimen yang berasal dari sungai-sungai yang ada dan berada sejajar
pantai.
Pengukuran angkutan sedimen dilakukan dengan pengambilan sample
sedimen dasar (bed load) dan sedimen yang tersuspensi (suspended
load) yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai laju
distribusi sedimen serta jenis karakteristik sedimen yang mengendap
dimuara maupuan didasar laut (bar sea).
Pengambilan sample dilakukan dibeberapa lokasi dengan jumlah yang
telah tertera didalam RAB dengan menggunakan alat pengambilan
sedimen dasar yaitu menggunakan alat Grabber. Dari hasil pengambilan
sedimen lapangan tersebut selanjutnya pemeriksaan dilaboratorium
dilakukan Grain Size Analysis.

d. Pengambilan Contoh Sedimen


Pengambilan contoh sedimen layang dilakukan pada titik-titik
pengamatan di sepanjang area survei sebagai bahan untuk kalibrasi
pemodelan. Sampel sedimen layang berupa air yang Sampel sedimen
dasar diambil dari dasar perairan yang ditampung dalam plastik dan
ditandai sesuai titik lokasi. Pengujian sampel di laboratorium, berupa
analisa butiran. Dalam pengambilan sampel air, terdapat dua metoda
pengambilan yaitu grab sample dan composite sample. Grab sample
adalah pengambilan sampel dilakukan dengan sekali ambil pada
kedalaman tertentu. Sementara composite sample adalah pengambilan
sampel pada kedalaman air yang berbeda dan kemudian digabung
menjadi satu sampel.
Metoda pengambilan sampel sedimen dasar menggunakan satu unit
grabber seperti yang diilustrasikan pada Gambar 2.4. Grabber dengan
kondisi “mulut” terbuka diturun-kan dengan mengulur tali hingga
membentur tanah dasar laut/sungai. Saat tali ditarik kembali, secara
otomatis mulut grabber akan menggaruk material di bawahnya hingga

17
tertutup. Dengan demikian grabber yang telah memuat material dasar
ditarik ke atas. Sampel material dasar tersebut dimasukkan ke dalam
wadah plastik yang diberi tanda untuk dites di laboratorium.

Gambar 4 Metode pengambilan sedimen dasar

e. Pengamatan Gelombang
Pengamatan gelombang dapat dilakukan dengan 3 (tiga) jenis instrumen
berdasarkan penempatannya, yaitu:
1) Dasar Perairan (tenggelam).
2) Permukaan Perairan (mengapung).
3) Atas Muka Air.

Di bawah ini hanya diuraikan jenis pengukur gelombang yang


ditempatkan di atas muka air, hanya untuk memberikan gambaran. Jenis
pengukur gelombang yang lain tidak disajikan di sini.
Pendeteksian gelombang (posisi muka air) dilakukan melalui wave
sensor yang kemudian mengirimkan datanya pada data logger yang
terinstalasi di dekatnya. Data logger menyimpan data yang
ditransmisikan oleh sensor setiap 0.5 detik. Resolusi ini (2 Hz selama 10
menit interval 1 jam) disesuaikan dengan ketersediaan data angin yang
digunakan dalam proses penaksiran gelombang (hindcasting), di mana
data angin (sinop) yang tersedia adalah data jam-jaman.
Dengan menggunakan komputer (PC), logger disetup agar menerima dan
merekam data setiap 0.5 detik dari wave sensor. Wave sensor disetup
harga maksimum-minimum arus listrik dan jarak target yang akan
direkam sesuai dengan kondisi di lokasi.
Proses penyampaian data dapat dilihat pada bagan di bawah ini:

Data Loggers Personal Permanen


Sensor Penyimpanan data Computer Media
Pengamatan
Data sementara dari Data Copi data dari Pengolahan data
gelombang. Loggin g sensor. uploading data loggers. selanjutnya.

f. Peramalan Gelombang
Data gelombang hasil pengukuran di Indonesia dalam jangka panjang
sangat terbatas. Untuk keperluan rekayasa umumnya karakteristik
gelombang diramalkan dari data angin selama periode 10 tahun berturut-
turut. Data angin dapat diperoleh dari Badan Meteorologi dan Geofisika
(BMG). Untuk meramalkan karakteristik gelombang dari data angin yang
diperlukan adalah :
1) Kecepatan angin (Ua) dalam satuan meter /detik

18
2) Lama angin bertiup (t) dalam satuan jam
3) Jarak seret sumber angin (Fetch = F) dalam satuan Km
4) Arah datang angin.
Dari data angin tersebut yang tidak tersedia adalah data Fetch. Untuk
peramalan data Fetch diperkirakan dari jarak/panjang laut bebas antara
lokasi yang ditinjau terhadap pulau atau daratan yang mengelilinginya.
Tinggi gelombang hasil peramalan dengan rumus-rumus di atas
merupakan tinggi gelombang yang dikenal dengan tinggi gelombang
signifikan (HS).
Penentuan kala ulang gelombang rencana biasanya didasarkan nilai
daerah yang akan dilindungi dan jenis konstruksi yang akan dibangun.
Makin tinggi nilai ekonomis daerah yang akan dilindungi makin besar
pula kala ulang gelombang rencana yang akan dipilih. Disamping itu
perlu dipertimbangkan pula besarnya resiko kehilangan jiwa apabila
terjadi kegagalan konstruksi. Makin besar kemungkinannya terjadi
korban jiwa, makin tinggi pula kala ulang gelombang rencana yang dipilih.
Untuk menentukan kala ulang gelombang rencana biasanya dilakukan
studi kelayakan (feasibility study) untuk memilih kala ulang yang
memberikan kelayakan terbaik (dapat dilihat dari Net Benefit terbaik,
Benefit Cost Ratio terbaik, Total Cost terendah, pertimbangan korban
jiwa yang mungkin terjadi). Dalam penentuan kala (return period)
gelombang rencana dapat dipergunakan pedoman yang terdapat pada
Tabel 2.
Pemakaian pedoman yang terdapat pada tabel 2 tersebut sangat didasari
oleh nilai manfaat dari rencana bangunan yang akan dibangun terutama
terhadap jenis konstruksi yang akan dibangun, nilai ekonomis daerah
yang dilindungi, dan kemungkinan kerugian harta, benda dan jiwa bila
terjadi kegagalan.

Tabel 2 Pedoman Pemilihan Gelombang Rencana (Yuwono,1996)


Gelombang Rencana
No. Jenis Struktur
Jenis Gelombang Kala ulang (tahun)
1. Struktur Fleksibel Hs , (H33)
a. Resiko rendah 5 – 10
b. Resiko sedang 10 – 100
c. Resiko tinggi 100 – 1000

2. Struktur Semi Kaku H10 - H1


a. Resiko rendah 5 – 10
b. Resiko sedang 10 – 100
c. Resiko tinggi 100 – 1000

3. Struktur Kaku H1 – Hmaks


a. Resiko rendah 5 – 10
b. Resiko sedang 10 – 100
c. Resiko tinggi 100 – 1000

g. Pengukuran Debit Sungai (Jika Lokasi di Sungai)


Jika lokasi survei berupa sungai, maka pengukuran arus terutama
dilakukan untuk memperoleh besar debit sungai melalui pengukuran
kecepatan rata-rata aliran pada lokasi yang dimaksud. Perhitungan
kecepatan rata-rata aliran memakai persamaan di setiap titik penampang:
1) metode 3 titik kedalaman: Vrata-rata = 0.25 (V0.2d + 2.V0.6d + V0.8d)
2) metode 1 titik kedalaman: Vrata-rata = V0.6d

19
Perhitungan debit dihitung dengan persamaan:
Qtotal = A1V1 + A2V2 + … + AiVi + AnVn
dimana: Q total = Debit (m3/s)
A = Luas penampang (m2)
V = Kecepatan rata-rata (m/s)
i = titik penampang ke (i = 1, 2, 3, … n)
n = jumlah titik penampang

Hasil ini diperlukan untuk perhitungan debit aliran. Perhitungan


besarnya debit aliran sesaat pada suatu penampang yang diamati adalah
merupakan hasil perkalian antara luas penampang basah dan kecepatan
aliran dipenampang tersebut. Luas penampang basah yang digunakan
adalah penampang basah saat pengukuran kecepatan dilakukan, sesuai
dengan dimensi profil melintang dan fluktuasi muka airnya di atas.

11.3. Penyelidikan Geoteknik/Mekanika Tanah


Penyelidikan Geoteknik/Mekanika Tanah dilakasanakan dengan menggunakan
sondir, Peralatan ini dipergunakan untuk mengukur tahan penetrasi dengan cara
menembus lapisan tanah dengan konus yang ujungnya berbentuk kerucut dengan
kemiringan 60º dan luasnya 10 cm² dengan kecepatan konstan 1,5 – 2 cm/detik
perlapisan tanah dan variasi kedalaman pada lapisan yang cukup keras.
Dengan menggunakan jenis konus ganda didapat besarnya lekatan. Pembacaan pada
setiap interval kedalaman 20 cm dan hasil pengujiannya diplot dalam grafik dimana
tekanan sebagai absis dan kedalaman sebagai ordinatnya. Hasil sondir dapat
digunakan untuk memperkirakan konsisitensi kepadatan dan berdasarkan grafik
hasil penyondiran, maka dapat diperkirakan letak bidang logsoran yang dinyatakan
dengan nilai tahanan konus yang paling kecil dan untuk penentuan bidang longsoran
sebaiknya dilakukan pembacaan tiap interval 5 cm dengan konus tunggal.
Penyelidikan Sondir/Cone Penetration test (CPT) Dutch Cone dengan Biconus type
Begemann. Pembacaan tekanannya dilakukan dengan 2 (dua) buah Manometer
masing-masing dengan skala bacaan 200 Kg/Cm2, mata sondir yang digunakan
adalah Biconus sehingga akan diperoleh hasil dari perlawanan konus dan nilai
letaknya (local friction). Pengujian tersebut dilakukan pada setiap interval 20 cm
melalui pembacaan tekanan konus dan tekanan total yaitu tekanan konus ditambah
gaya gesek selimut konus.
Pekerjaan sondir tersebut dilakukan pada 40 titik yang pelaksanaannya akan
diajukan pada Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan
(PPTK) dan atau Pengawas. Selama kegiatan sondir tersebut berlangsung
didokumentasikan dan hasil sondir tersebut menghasilkan gambar berupa data dan
grafik sondir.

11.4. Analisis dan Pengolahan Data


Analisis data dilakukan dari data sekunder, primer maupun hasil penyelidikan
lapangan dan laboratorium. Pekerjaan analisis ini terdiri dari evaluasi sebab dan
akibat maupun dugaan-dugaan sementara dari permasalahan yang input dari
dilapangan.

11.5. Analisa Fenomena Hidraulik, Hidrologi, Pasang Surut, Gelombang dan


Sedimentasi
11.6.1. Analisis Hidrologi
Analisis hidrologi sebuah daerah pengaliran sungai (DPS) diperlukan untuk
mendapatkan besar debit aliran sungai rata-rata didaerah studi, data
hidrologi yang diperlukan untuk penentuan curah hujan rencana dan debit
banjir rencana untuk berbagai periode kala ulang (return period) (Q2, Q5,
Q10, Q15, Q25, Q50 dan Q100) yang merupakan data pokok untuk

20
digunakan pada muara sungai yang dikombinasikan dengan debit Pasang
Surut.

11.6.2. Arus dan Debit


Dalam mengamati arus ini ada beberapa metode yang dipakai yaitu:
a. Metode 3 titik kedalaman (untuk kedalaman aliran ≥ 1.00 meter) dan
b. Metode 1 titik kedalaman (untuk kedalaman aliran ≥ 1.00 meter).
Metode 3 titik kedalaman adalah satu metode pengamatan dimana pada satu
titik yang sama dilakukan 3 kali pengamatan arus pada kedalaman yang
berbeda yaitu pada kedalaman 0.2d, 0.6d, dan pada kedalaman 0.8d.
Sedangkan pada metode 1 titik kedalaman, pengamatan arus hanya
dilakukan pada kedalaman 0.6d.
Untuk pengukuran profil melintang penampang sungai/saluran pada lokasi
pengukuran tinggi muka air atau pos penelitian hidrometri, dilakukan
dengan alat ukur waterpass. Karena kondisi penampang sungai/saluran
secara umum kurang beraturan, sehingga dalam menentukan lebar sungai
dilakukan pendekatan dengan cara mengukur jarak antara tebing ke tebing
yang ada. Sedangkan kedalaman aliran diukur dari tebing sampai alur paling
dalam.
Berdasarkan data profil melintang dapat dihitung luas penampang basah
aliran sesuai dengan tinggi muka air pada saat tertentu, yang diperlukan
untuk perhitungan debit aliran sesaat. Data debit yang diperoleh adalah data
debit pada saat kondisi neap dan spring.

11.6.3. Penyelidikan Muara Sungai


Muara sungai adalah bagian hilir dari sungai yang berhubungan dengan laut.
Sedangkan bagian yang paling hilir dari sungai yang berhubungan atau
menyambung langsung dengan lauti. Muara sungai, biasanya mempunyai
nilai ekonomis yang cukup tinggi, karena berfungsi sebagai alur penghubung
antara laut dan daratan, yang kadang dapat sampai jauh ke daratan.
Penyedia Jasa melakukan penyelidikan muara sungai yang terdapat di
wilayah studi yang berada di sepanjang garis pantai Kab. Aceh Selatan
Permasalahan yang ada di muara sungai tersebut biasanya adalah
sedimentasi/deposisi sedimen, dan dibutuhkan suatu bangunan pengaman
di muara sungai sebagai pengaman agar tidak terjadi pendangkalan. Dan
karena terdapat kondisi fisik sungai eksisting, maka harus diketahui debit
sungai pada saat banjir yang akan berpengaruh pada proses sedimentasi di
mulut sungai.

11.6.4. Pasang Surut


Penaksiran pasang surut berdasarkan data hasil survei minimal 15 hari.
Hasil penaksiran tersebut dibandingkan dengan pembacaan elevasi di
lapangan untuk melihat kesesuaiannya. Dengan konstanta yang didapatkan
dilakukan penaksiran pasang surut untuk masa 20 (dua puluh) tahun sejak
tanggal pengamatan. Metode pengolahan data pasang surut sebagaimana
disajikan oleh Gambar 5.

21
Data Pasut

Least Square

Komponen Pasang Jenis Pasang Surut


Surut

Penaksiran Pasang Surut Penaksiran Pasang Surut 20


20 Hari Tahun

Perbandingan Hasil Elevasi Acuan Probabilitas Kejadian


Penaksiran dengan Pasang Surut tiap Elevasi Acuan
Pengukuran Lapangan Pasang Surut

Gambar 5 Bagan alir perhitungan dan penaksiran perilaku pasang surut laut

a. Metode Least Square


Metode ini menjelaskan bahwa kesalahan peramalan harus sekecil-
kecilnya, yakni selisih kuadrat antara peramalan dengan pengamatan
harus sekecil mungkin. Persamaan gerak harmonik:

(t) = Elevasi Muka Air


Ak = Amplitudo
So = Muka air rata-rata
ωk = kecepatan sudut
k = Fasa

b. Karakteristik Pasang Surut


Komponen pasang surut yang dihasilkan adalah M2, S2, N2, K2, K1, O1,
P1, M4, MS4, dimana:
M2 : komponen utama bulan (semi diurnal)
S2 : komponen utama matahari (semi diurnal)
N2 : komponen eliptis bulan
K2 : komponen bulan
K1 : komponen bulan
O1 : komponen utama bulan (diurnal)
P1 : komponen utama matahari
M4 : komponen utama bulan (kuarter diurnal)
MS4 : komponen matahpari bulan
Type pasang surut ditentukan berdasarkan pada perbandingan antara
jumlah Amplitudo Konstanta diurnal (K1 , O1) dengan jumlah Amplitudo
konstanta konstanta diurnal (M2,S2). Perbandingan tersebut dituliskan
dalam formula Formzahl (F) :

Dari nilai Formzahl ,dibagi dalam empat tipe pasang surut:


1) 0 < F < 0.25 : pasang surut harian ganda (Semi Diurnal)
2) 0.25 < F < 1.50 : pasang surut campuran cenderung ganda
(Mixed semi diurnal)

22
3) 1.50 < F< 3.00 : pasang surut campuran cenderung tunggal
(Mixed diurnal)
4) F > 3.00 : pasang surut harian tunggal (Diurnal)

Selanjutnya data hasil survei topografi dan batimetri akan diolah dengan
menjadikan elevasi titik-titik yang diukur dalam satu referensi yakni
muka air terendah (LLWL = Lowest Low Water Level) yang didapat dari
pengolahan hasil survei pasang surut yang akan dijelaskan berikut ini.
Jadi dapat dilihat bahwa survei topografi, batimetri dan pasang surut
adalah suatu survei yang merupakan satu kesatuan. Keseluruhan hasil
survei topografi dan batimetri menghasilkan titik-titik dengan koordinat
X,Y,Z dengan referensi yang sama. Titik-titik ini kemudian dimasukkan
kedalam piranti lunak seperti Surfer untuk membuat suatu peta dasar
dengan skala tertentu seperti skala 1:2000.
Untuk mendapatkan acuan muka air terendah hingga tertinggi dilakukan
analisa pasang surut dengan metoda admiralty atau metoda least square
sebagai penetapan elevasi acuan penting dalam perencanaan teknis
bangunan-bangunan pantai sebagai berikut:
HHWL, (Highest High Water Level), MHWS (Mean High Water Spring),
MHWL (Mean High Water Level), MSL (Mean Sea Level), MLWL (Mean
Low Water Level), MLWS (Mean Low Water Spring) dan LLWL (Lowest
Low Water Level).
Didalam melakukan analisis pasang surut dan menguraikan komponen-
konponennya hingga melakukan analisis statistik untuk memperoleh
elevasi acuan (LLWL hingga HHWL), tenaga ahli pantai dapat
menggunakan perangkat lunak Dina Tide atau perangkat lunak lainnya
yang dapat membantu melakukan analisis tersebut, hasil akhir yang
dicapai dengan menggunakan perangkat lunak ini adalah tinggi elevasi
acuan berikut probabilitas kejadiannya. Data elevasi acuan ini terutama
digunakan untuk menentukan datum peta. Selain itu data pasang surut ini
digabungkan dengan tinggi gelombang rencana/ekstrim di pantai hasil
proses transformasi gelombang, dan runup gelombang yang digunakan
untuk menentukan elevasi bangunan pantai, sesuai dengan kebutuhan.

11.6.5. Gelombang
Gelombang merupakan salah satu faktor utama yang menentukan dalam
perencanaan dan perancangan bangunan-bangunan laut seperti dermaga
dan pemecah gelombang di pelabuhan, bangunan pelindung pantai, dan
anjungan lepas pantai. Secara umum untuk mendapatkan data gelombang
dapat diperoleh dengan dua cara:
a. Pengukuran gelombang secara langsung di laut, secara kontinyu dalam
jangka waktu tertentu yang cukup panjang (misalnya 10 tahun) akan
tetapi cara ini harus dilakukan secara kontinue dan memerlukan biaya
yang sangat besar.
b. Penaksiran gelombang berdasarkan data angin untuk melakukan
peramalan gelombang di suatu perairan diperlukan masukan berupa data
angin dan peta batimetri. Peta perairan lokasi dan sekitarnya diperlukan
untuk menentukan besarnya “fetch” atau kawasan pembentukan
gelombang. Fetch adalah daerah pembentukan gelombang yang
diasumsikan memiliki kecepatan dan arah angin yang relatif konstan.
Cara ini akan menghasilkan data gelombang yang tingkat kepercayaannya
masih dapat dipertanyakan.
Cara pertama di atas menghasilkan data gelombang acak (data dasar), yaitu
fluktuasi permukaan air laut sebagai fungsi waktu seperti disajikan dalam
Gambar 6.

23
T
Elevasi muka air rata-rata

Elevasi permukaan air,


H

waktu, t


Gambar 6 Rekaman riwayat waktu gelombang acak

Untuk memperoleh data gelombang individual berdasarkan data


pengukuran muka air di lapangan, perlu dilakukan analisis domain waktu,
dengan cara mengidentifikasi rekaman data elevasi muka air (time series).
Salah satu cara atau metode yang digunakan untuk mengurai rekaman data
elevasi muka air menjadi gelombang individu ini adalah metode zero-
upcrossing, seperti disajikan pada Gambar 7.

Gambar 7 Penentuan satu gelombang berdasarkan data time series elevasi muka air

Dalam metode zero-upcrossing, satu gelombang dibatasi oleh saat elevasi


muka air naik melewati elevasi muka air rata-rata (pada gambar ditandai
dengan up 1, up 2, dan up 3) sampai dengan up berikutnya. Pada gambar di
atas, periode gelombang pertama adalah 4,5 detik dengan tinggi gelombang
70 cm (puncak setinggi 130 cm dikurangi lembah sebesar 60 cm). Sementara
gelombang kedua memiliki periode 5,5 detik dengan tinggi gelombang 80
cm. Demikian seterusnya hingga semua data yang ada.
Metode lain adalah metode zero-downcrossing, kebalikan dari metode zero-
upcrossing, yaitu satu gelombang dibatasi oleh 2 down (saat elevasi muka air
turun melewati muka air rata-rata) yang berdekatan.
Dari cara kedua akan diperoleh data gelombang resolusi jaman (satu data
tiap jam) karena data angin yang digunakan yang paling rinci adalah data
jaman.
Sebagai langkah kompromi atas kedua cara tersebut di atas, dilakukan
kombinasi atas kedua cara tersebut untuk memperoleh tinggi gelombang
rencana, yaitu:
a. Pengukuran gelombang hanya dilakukan dalam jangka waktu yang relatif
singkat untuk alasan penghematan biaya dan ketersediaan waktu
pelaksanaan pekerjaan. Dalam pekerjaan ini adalah 1 bulan.
b. Data angin resolusi jaman diambil untuk jangka waktu yang lama,
minimal 12 tahun.
c. Dikumpulkan juga data angin jaman pada waktu yang sama dengan waktu
pengukuran gelombang.
d. Dilakukan penaksiran gelombang berdasarkan data angin jaman yang
diukur pada saat dilaksanakannya kegiatan pengukuran gelombang.
e. Hasil penaksiran gelombang pada butir (4) di atas dikalibrasi dengan
dengan menggunakan data gelombang hasil pengukuran.

24
f. Persamaan penaksiran gelombang yang telah dikalibrasi pada butir (5) di
atas digunakan untuk melakukan penaksiran tinggi gelombang
berdasarkan data angin 12 tahun.
g. Dengan demikian akan diperoleh data gelombang selama 12 tahun.
h. Atas data gelombang selama 12 tahun tersebut, dilakukan analisis
probabilitas untuk memperoleh data gelombang rencana dengan periode
ulang yang diinginkan, misalnya gelombang dengan periode ulang 5, 10,
25, 50, dan 100 tahun.

Tenaga ahli yang membidangi ini diharapkan juga dapat menggunakan


beberapa perangkat lunak untuk mendapatkan parameter gelombang yang
diharapkan diantaranya perangkat lunak (software) seperti:
a. DINA HINDCAST, pera angkat lunak ini digunakan untuk membantu
menghitung atau memperkirakan data gelombang berdasarkan data
angin yang tersedia. Satuan terkecil data yang diinginkan adalah jam
(data jam-an = 1 jam 1 data). Data lain yang diperlukan adalah panjang
fetch atau daerah pembentukan gelombang. Hasil dari pacu program ini
adalah data gelombang (tinggi dan periode). Data gelombang yang
dihasilkan ini adalah data gelombang di laut lepas dan bukan gelombang
di daerah pantai.
b. SMADA Perangkat lunak ini digunakan untuk membantu melakukan
analisis frekuensi untuk memperoleh harga ekstrim atau tinggi
gelombang rencana dengan priode ulang tertentu yang diinginkan. Hasil
dari perangkat lunak ini digunakan untuk menetapkan besaran tinggi
gelombang rencana yang dipilih sebagai beban rencana dalam melakukan
desain bangunan pengaman pantai yang direncanakan.
c. RefDif, RCPWave, CGWave, STWave Perangkat lunak ini digunakan untuk
membantu melakukan perhitungan transformasi gelombang dari laut
dalam ke daerah sekitar pantai yang dikaji. Gelombang hasil hindcasting
di laut lepas disimulasikan untuk melakukan perjalanan ke arah pantai,
sehingga diperoleh kondisi gelombang di pantai (tinggi, periode, dan
sudut datang gelombang). Tinggi gelombang yang dapat disimulasikan
adalah tinggi gelombang jam-an maupun tinggi gelombang rencana
(ekstrim), tergantung pada kebutuhan, sehingga akan diperoleh tinggi
gelombang jam-an atau tinggi gelombang ekstrim di pantai setelah
melalui proses refraksi (pengaruh kedalaman perairan) dan difraksi
(pengaruh akibat adanya penghalang laju gelombang).

11.6.6. Pemodelan
Pemodelan dilakukan untuk mendapatkan gambaran prediksi kejadian
apabila dilakukan perubahan lokasi fisik dari perairan, dalam perencanaan
bangunan pantai pemodelan yang sering dilakukan adalah pemodelan untuk
mengetahui perubahan garis pantai akibat hantaman gelombang rencana. 2
(dua) pemodelan yang sering dilakukan adalah pemodelan:
a. Perubahan garis pantai (lazim menggunakan one-line model yang disebut
GENESIS).
b. Tinggi gelombang di lokasi rencana (lazim menggunakan model yang
disebut Refraksi Difraksi). Tapi perlu diperhatikan bahwa hasil analisa
tinggi gelombang dengan menggunakan Refraksi Difraksi kurang dapat
digunakan secara praktis di lapangan karena program ini tidak
memasukkan efek gelombang pecah. Sedangkan banyak bangunan pantai
yang terletak di lokasi gelombang sudah pecah. Biasanya hasil Refraksi
Difraksi ini hanya digunakan sebagai pelengkap analisa. Untuk tinggi
gelombang rencana pada lokasi bangunan pantai biasanya dipakai tinggi
gelombang maksimum yang terjadi di area yakni sebesar Hd (H design) =
0,8 (d). dimana d adalah kedalaman perairan.

25
Ada kalanya juga dipergunakan pemodelan air permukaan yang disebut
Surface Modelling System (SMS). Pemodelan ini menggambarkan pola arus
permukaan dan sedimentasi akibat arus tsb. Dalam model ini arus
disebabkan oleh pasang surut. Efek energi gelombang laut terhadap
perubahan morfologi pantai diabaikan dalam pemodelan SMS ini. Untuk
kepentingan perencanaan pengaman pantai, pemodelan SMS lebih ditujukan
sebagai pelengkap analisa. Seperti kita tahu bahwa dalam perencanaan
bangunan pengaman pantai, hal yang menjadi konsentrasi dari perencana
adalah perubahan morfologi pantai (dalam hal ini perubahan garis pantai)
yang tidak dapat dihasilkan dari pemodelan SMS.

11.6.7. Kalibrasi Pemodelan


Untuk setiap hasil pemodelan harus dilakukan kalibrasi. Kalibrasi untuk
pemodelan dapat dijelaskan sbb:
a. Kalibrasi simulasi perubahan garis pantai (GENESIS). Kalibrasi GENESIS
dilakukan dengan cara:
1) Mendapatkan data sekunder peta garis pantai dari citra satelit dari
kurun waktu tahun ke tahun (bisa beberapa tahun), atau
2) Mendapatkan data sekunder yang berupa hasil pengukuran garis
pantai dari tahun ke tahun
3) Mendapatkan data sekunder yang berupa wawancara penduduk dari
tahun ke tahun yang menyatakan besar kemunduran atau majunya
garis pantai pada titik tertentu dan tahun tertentu.
4) Hasil run GENESIS adalah berupa bentuk garis pantai dari tahun ke
tahun hasil run ini dicocokkan dengan data sekunder yang ada, dan
apabila tidak cocok, maka ada parameter di dalam piranti lunak
GENESIS yang harus dirubah yakni parameter K1 dan K2
sedemikianrupa sehingga setela simulasi dilakukan kembali dengan
parameter K1 dan K2 yang baru didapatkan bentuk garis pantai yang
sesuai dengan data sekunder yang didapat.

b. Kalibrasi simulasi pola sedimentasi menggunakan SMS Simulasi SMS


digunakan untuk men-simulasikan pola pergerakan sedimen pada suatu
area pantai. Apabila SMS digunakan dalam simulasi maka perlu dilakukan
kalibrasi. Input dari SMS adalah pasang surut di titik2 batas pemodelan,
dan outputnya adalah pasang surut disemua area, pola kecepatan arus,
dan pergerakan sedimen. Urutan simulasi adalah:
1) Di dalam SMS ada modul RMA-2, dari modul ini didapatkan pola
pasang surut (kenaikan muka air) dan pola kecepatan arus diberbagai
titik di dalam area simulasi.
2) Keluaran (Output) dari RMA-2 ini menjadi input modul SED2D yang
keluarannya adalah pola pergerakan sedimen. Kalibrasi perlu
dilakukan pada tahap 1 yakni pada tahap output RMA-2 yakni pasang
surut dan kecepatan arus. Hasil survei primer pasang surut dan
kecepatan arus pada saat spring dan neap tide dijadikan bahan
kalibrasi. Yakni hasil keluaran RMA-2 dicocokkan dengan hasil survey
primer. Tentunya hasil RMA-2 dikeluarkan pada tanggal dan jam yang
sama dengan hasil survei primer. Hasil ploting grafik runup waktu
pasang surut dan kecepatan arus hasil simulasi SMS modul RMA-2
disandingkan (di overlay-kan) ke grafik runup waktu hasil survei
primer. Dalam mencocokkan hasil ini, biasanya hanya dilakukan
analisa VISUAL (penilaian subjektif) atas hasil tersebut. Apabila
tampak perbedaan yang relative kecil komponen amplitude dan fasa
dari grafik simulasi dan survei primer, maka hasil simulasi valid, dan
outputnya dapat digunakan dalam perencanaan selanjutnya. Apabila

26
ternyata hasilnya berbeda terlalu jauh, maka ada komponen di modul
RMA-2 yang harus dirubah seperti parameter kecepatan jatuh dsb.
3) Kalibrasi simulasi tinggi gelombang dengan menggunakan REFRAKSI
dan DIFRAKSI (program Ref Dif) Input dari program ini adalah tinggi
gelombang significant (dengan perioda ulang tertentu) pada laut
dalam, dan juga diperlukan input batimetri dari perairan. Keluarannya
adalah kontur tinggi gelombang pada kawasan pantai. Tetapi perlu
diperhatikan bahwa program ini tidak memasukkan efek gelombang
pecah, sehingga kurang tepat apabila hasil tinggi gelombangnya
dipakai sebagai acuan desain. Kalibrasi untuk pemodelan ini adalah
data sekunder yang didapat dari wawancara penduduk. Tetapi hal ini-
pun kurang bisa dijadikan pegangan. Hasil simulasi RefDif hanya
digunakan sebagai pelengkap untuk melihat pola arah datang
gelombang akibat bangunan pantai.

11.6.8. Sedimentasi
Pengolahan data sedimen di laboratorium dilakukan untuk memperoleh
gradasi butiran sedimen (sedimen dasar) dan untuk mengetahui konsentrasi
sedimen dalam air (sedimen layang). Data ini selanjutnya digunakan sebagai
data masukan dan kalibrasi dalam simulasi transpor sedimen.
a. Penyelidikan Sedimen Sungai/Muara
1) Muatan Layang (Suspended Load)
Pengambilan sample sedimen layang dilakukan dengan
menggunakan alat suspended sedimen sampler (Botol Delft) USDH-
59 atau P-49 dengan cara depth integrating method. Pada saat
pengambilan sample disetiap lokasi juga disertai dengan photo, dan
setiap lokasi/titik pengambilan ada persetuajuan Kuasa Pengguna
Anggaran (KPA), Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), dan atau
Pengawas Kegiatan.

2) Muatan Dasar (Bed Load)


Lokasi pengambilan sample sedimen dasar sama halnya dengan
lokasi sedimen layang yaitu pada penampang sungai ruas bawah
(sekitar muara) sebanyak 15 (sepuluh) sample. Peralatan yang
digunakan bisa dengan scoop-type simple atau Dragbucket type
sample dengan jumlah sampel pertitik sekurang-kurangnya 2 (dua)
kg.

3) Sedimen Pantai
Perilaku sediment sejajar garis pantai (longshore sediment transport,
cross-shore sediment transport processes, wind-blown sediment
transport, erosion, transport, and deposition of cohesive sediments,
and sediment transport outside the surf zone), pasang surut adalah
sebagai dasar untuk menentukan bentuk bangunan yang sahih dan
dapat dipertanggungjawabkan. Penentuan tinggi gelombang yang
akan dipergunakan di dalam desain harus memperhitungkan proses
refraksi, difraksi dan shoaling yang terjadi di pantai tersebut. Analisa
gelombang dihitung dan ditabelkan serta digambarkan dengan
metode wave rose. Apabila didalam lokasi proyek terdapat muara
sungai atau alur-alur alam lainnya, maka Penyedia Jasa didalam
merencanakan harus memperhitungkan kondisi tersebut sehingga
menjadi satu kesatuan desain
Permasalahan lainnya dalam perencanaan bangunan pantai adalah
bagaimana menentukan pola pergerakan sedimen atau pola
perubahan garis pantai yang telah terjadi maupun yang akan terjadi
dalam periode kurun waktu tertentu. Dengan mengetahui pola yang

27
terjadi maka perencanaan bangunan pantai dapat berhasil dengan
optimal dilakukan.
Berdasarkan Shore Protection Manual, 1984 (SPM 1984), angkutan
material sedimen sejajar pantai (longshore sedimen transport), yaitu
sedimen yang bergerak pada zone littoral. Zone littoral di dalam
terminologi pantai adalah daerah perairan dari garis pantai hingga
tepat sebelum daerah gelombang pecah. Didalam pelaksanaannya
Penyedia Jasa juga dapat menggunakan software-software khusus
yang dapat menganalisis perubahan garis pantai.
Pengolahan data dilakukan berdasarkan pengumpulan data
sekunder, primer maupun hasil penyelidikan lapangan. Pekerjaan
analisis ini terdiri dari evaluasi sebab dan akibat maupun dugaan-
dugaan sementara dari permasalahan yang input dari dilapangan.
Selanjutnya dugaan-dugaan tersebut akan dievaluasi dengan
membuat beberapa skenario termasuk mendiskusikannya dengan
pihak Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Pejabat Pelaksana Teknis
Kegiatan (PPTK), dan atau Pengawas Kegiatan untuk ditetapkan
sebagai dugaan pokok permasalahan sesungguhnya. Hasil analisis ini
untuk menetapkan parameter perencanaan detail bangunan terpilih.

4) Pengolahan Data Angin Jam-jam-an


Data angin jam-jaman yang diperoleh dalam kegiatan pengumpulan
data sekunder akan diolah untuk menjadi data tinggi gelombang jam-
jaman yang disebut analisa Hindcasting. Tetapi perlu diingat bahwa
hasil tinggi gelombang yang didapat adalah perkiraan kasar. Dengan
langsung mengukur data gelombang di lapangan akan diperoleh data
yang akurat, tetapi cara pengambilan data gelombang secara
langsung dengan record yang cukup panjang sampai 20 tahunan
membutuhkan biaya yang tidak sedikit, sehingga metoda penentuan
tinggi gelombang dengan pengambilan data gelombang langsung dari
lapangan sangat jarang dilakukan. Data angin yang tersedia di BMG
sudah mencakup sampai 20 tahunan, sehingga data ini dapat diambil
sebagai perkiraan kasar terhadap tinggi gelombang. Selanjutnya data
gelombang hasil hindcasting ini dapat dipakai sebagai input dalam
simulasi garis pantai dengan menggunakan piranti lunak GENESIS,
dan juga untuk memperkirakan tinggi gelombang dengan perioda
ulang tertentu (tinggi gelombang 5, 10, 50, 100 tahunan). Tinggi
gelombang dengan perioda ulang tertentu ini dapat digunakan
sebagai tinggi gelombang desain untuk memperkirakan kestabilan,
dan elevasi atas dari struktur pantai.

5) Pengolahan Data Arus dan Sedimen


Pengolahan data arus dilakukan untuk mengetahui besar arus rata-
rata di lokasi titik survei. Data ini akan digunakan sebagai data
kalibrasi model matematik (simulasi) yang akan dilakukan.
Pengolahan data sedimen di laboratorium dilakukan untuk
memperoleh gradasi butiran sedimen, konsentrasi sedimen suspensi
dan kecepatan jatuh sedimen. Data ini selanjutnya digunakan sebagai
data masukan dan kalibrasi dalam simulasi transpor sedimen atau
simulasi perubahan garis pantai (GENESIS).

b. Analisis Hidrodinamika dan Sedimentasi


Analisis fenomena hidrodinamika sungai mencakup pola aliran sungai
pada seluruh elevasi pasang surut serta untuk debit aliran yang dapat
terjadi di sungai tersebut. Analisis tahap ini menggunakan data aliran
sungai hasil analisis pada hidrologi DPS sebagai kondisi batas awal,

28
sedangkan untuk kondisi batas lainnya dengan menggunakan hasil
simulasi pasang surut. Hasil dari simulasi hidrodinamika sungai adalah
kecepatan arus yang terjadi pada badan sungai yang kemudian akan
dibandingkan kebenarannya dengan hasil survei arus dilapangan.
Dalam melaksanakan analisis ini, Penyedia Jasa dapat menggunakan
program simulasi numerik yang mencakup simulasi hidrodinamis dan
angkutan sedimen suspensi.

c. Penyelidikan Laboratorium
Berdasarkan data-data sedimen yang diperoleh selanjutnya dihitung
jumlah angkutan sedimen. Angkutan sedimen yang dihitung meliputi
angkutan muatan dasar (bed load) dan angkutan muatan layang
(suspended load).
Tujuan penyelidikan sample sedimen dan aliran adalah untuk
mendapatkan data tentang susunan butiran. Analisis diperlukan sebagai
data masukan untuk perhitungan prediksi angkutan sedimen.
1) Konsentrasi Sedimen
Untuk mendapatkan konsentrasi sedimen layang bisa digunakan
dengan Gravimetri Method atau Filtration Method.
2) Sieve Analysis dan Pengukuran Sifat Fisik Butiran
Pekerjaan Sieve Analysis dan pengukuran sifat fisik butiran dilakukan
untuk sedimen dasar dan sedimen layang.

d. Identifikasi Kondisi Lingkungan dan Permasalahan


Identifikasi yang dilakukan terhadap kondisi lingkungan wilayah pantai
yang berjalan saat ini diwilayah bersagkutan yang mencakup aspek
konservasi pantai, pendayagunaan kawasan pantai, pengaman daya rusak
air akibat tekanan gelombang dengan asumsi gelombang pasang atau
badai yang sering terjadi, serta pemberdayaan dan peningkatan peran
masyarakat dan dunia usaha.
Dikawasan wilayah pantai dimana studi dilakukan mempunyai
karakteristik permasalahan yang dihadapi, tahapan identifikasi masalah
diharapkan dapat menginventarisasi setiap masalah yang ada di wilayah
pantai tersebut, baik untuk permasalahan yang ada saat ini maupun
potensi yang dapat dikembangkan dikemudian hari.

11.6. Merencanakan Alternatif dan Desain Rinci Bangunan Pengaman dan Penataan
Kawasan Pantai
Perencanaan pengaman dan penataan kawasan pantai dilaksanakan sepanjang 32
(tiga puluh dua) Km. Untuk merencanakan desain rinci bangunan pengaman dan
penataan kawasan pantai tersebut , Penyedia Jasa menyajikan beberapa alternatif
untuk dibahas dan didiskusikan bersama dengan pihak Kuasa Pengguna Anggaran
(KPA), Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), dan atau Pengawas Kegiatan. Dari
alternatif tersebut akan dipilih satu alternatif yang paling cocok dan sesuai,
selanjutnya akan direncanakan secara mendetail. Perencanaan pengaman daya rusak
pantai dan penataan kawasan pantai dilakukan secara menyeluruh yang terkait
dengan kaidah-kaidah serta kriteria perencanaan bangunan-bangunan pantai.
Penyedia Jasa juga diharuskan untuk menyusun konsep pengelolaan garis pantai.

11.7. Perhitungan Stabilitas


Mencakup stabilitas kekuatan bahan, stabilitas terhadap pergeseran, penggulingan,
longsoran, daya dukung, dan sebagainya sesuai dengan kebutuhan desain

11.8. Penggambaran Hasil Topografi, Bathymetri dan Detail Desain


Gambar-gambar hasil pengukuran dan perencanaan dibuat dengan format digital
AutoCAD, diformat pada kertas A1 kemudian diplot/dicetak pada kertas kalkir

29
ukuran A1 dan kertas A3 (ukuran kertas kalkir A1 adalah 59,4 cm x 84,1 cm dengan
type kertas 90/95 gr/m2), untuk print out pada kertas A1 merupakan format
standard sesuai dengan skala. Print out pada kertas A3 merupakan hasil penyesuaian
dari format A1. Perencanaan potongan memanjang dan potongan melintang diplot
pada gambar hasil pengukuran lapangan. Untuk penggambaran bangunan dipakai
skala sebagai berikut :
Denah 1 : 100, potongan-potongan 1 : 50, Detail 1 : 10 atau 1 : 20 atau disesuaikan.
Ukuran-ukuran garis, legenda, penulisan angka ukuran, penomoran, arsiran dan
keterangan-keterangan lainnya yang digunakan pada penggambaran mengacu pada
ketentuan yang berlaku.

11.9. Perhitungan Bill Of Quantity dan Rencana Anggaran Biaya (RAB)


Perhitungan Bill of Quantity dilakukan untuk semua jenis kegiatan dari hasil
perencanaan detail. Rencana Anggaran Biaya (RAB) dihitung berdasarkan harga upah
bahan yang terbaru dengan berpedoman pada harga basic price dan harga pasar.
Untuk perhitungan Analisa Harga Satuan Pekerjaan mengacu kepada Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor: 28/PRT/M/2016 tentang
Analisis Harga Satuan Pekerjaan Bidang Pekerjaan Umum.

11.10. Analisis Ekonomi


Untuk mendapatkan kelayakan terbaik dari sebuah pelaksanaan maka perlu
dilakukan analisa sosial ekonomi yang dapat dilihat dari Net Benefit terbaik, Benefit
Cost Ratio terbaik, Total Cost terendah, pertimbangan korban jiwa yang mungkin
terjadi akibat dari pelaksanaan pekerjaan tersebut. Perhitungan analisa ekonomi
tersebut meliputi; Analisa Nilai Bersih Sekarang (NPV), Nisbah Biaya Keuntungan
(BCR), dan Tingkat Pengembalian Internal (IRR) dan Titik Impas (BEP).

11.11. Penyusunan Program Pelaksanaan Konstruksi, Spesifikasi Teknis dan Metode


Kerja
Penyedia Jasa harus menyusun program pelaksanaan fisik konstruksi untuk
keperluan pelaksanaan pembangunan pekerjaan tersebut, penyusunan ini meliputi :
a. Menyusun spesifikasi teknik pelaksanaan fisik konstruksi
b. Membuat prioritas pelaksanaan dalam bentuk paket-paket pekerjaan
c. Menyusun metode kerja setiap konstruksi yang direncanakan dan yang akan
dikerjakan

11.12. Pembuatan Video dan foto dari ruang udara menggunakan drone
Video dari ruang udara dengan menggunakan drone dibuat dalam format HD 1080
pixel, resolusi 1920 x 1080 pixel, frame per second 25 FPS dengan durasi disesuaikan
dengan lingkup kegiatan di lapangan yang dilengkapi dengan narasi.
Foto dari ruang udara pada lokasi pembuatan video dibuat dengan resolusi 12 MP,
foto dilengkapi koordinat dan keterangan dengan ketinggian maksimal pemotretan
150 m dari permukaan tanah atau disesuaikan dengan kondisi lapangan

11.13. Pembuatan gambar 3D dan video animasi hasil desain


Penggambaran Gambar 3 Dimensi (3D) dan animasi hasil rendering 3D dibuat dalam
format JPG diprint dalam ukuran A1 dn A3 dan video animasi hasil desain dibuat
dalam format AVI dengan resolusi HD 1080 pixel, dimana durasi waktu disesuaikan
dengan kebutuhan supaya didapat gambaran secara menyeluruh terkait hasil
perencanaan.

11.14. Penyusunan Laporan Hasil Inventarisasi, Penyelidikan, Analisis dan


Perencanaan Teknis.
Jenis laporan yang diserahkan kepada Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan atau
Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) adalah sebagai berikut:

39
a. Laporan Rencana Mutu Kontrak
Laporan ini memuat rencana dan hasil tiap tahap kegiatan pada pekerjaan ini yang
digunakan dalam evaluasi dan monitoring mutu tiap tahap kegiatan, sehingga
mutu akhir dari tahapan pekerjaan dapat sesuai dengan yang diharapkan.
Laporan ini diserahkan paling lambat 2 minggu setelah Surat Perintah Mulai Kerja
(SPMK) dari pengguna jasa diterbitkan.

b. Laporan Bulanan
Laporan ini diserahkan setiap bulan (akhir minggu keempat), kecuali hari libur.
Didalamnya disebutkan kemajuan kerja yang telah dicapai selama bulan
bersangkutan dan menjelaskan program bulan kerja berikutnya dalam jumlah
setiap bulan sebanyak1 buku.
Pendahuluan, berupa uraian garis besar tentang pekerjaan.
1) Kegiatan Konsultan pada bulan yang bersangkutan;
2) Rencana kegiatan dan target yang diinginkan;
3) Realisasi kegiatan dan pencapaian target, disertai kurva-S;
4) Metode/ prosedur kerja yang diterapkan;
5) Hambatan/ masalah yang dihadapi dan cara mengatasi masalah;
6) Rencana kegiatan pada bulan yang akan datang.

c. Final Laporan
Final Laporan merupakan hasil perencanaan teknis dan perbaikan laporan:
1) Laporan Pendahuluan
2) Laporan Geoteknik/Mekanika Tanah
3) Laporan Hidrologi
4) Laporan Antara
5) Laporan Nota Desain
6) Laporan Bill Of Quantity dan Rencana Anggaran Biaya,
7) Metode Kerja dan Spesifikasi teknis
8) Laporan Analisis Ekonomi
9) Deskripsi BM & CP, Lap Pengukuran Topografi
Data-data x,y,z BM/CP lengkap gambar situasi BM/CP dan Foto Dokumentasi
Album Foto Dokumentasi Lapangan lengkap
10) Buku Ukur dan hitungan
11) Laporan Manual O&P
12) Laporan Ringkas
13) Laporan Akhir (cover exclusive)

d. Gambar Topografi, Desain dan Gambar 3D, Ukuran A3

e. Gambar Topografi, Desain dan Gambar 3D, Ukuran A1

f. Dokumentasi/Album Foto

g. Eksternal Hardisk Memory 1,0 TB USB 3.0

31
PRODUK YANG DISERAHKAN

Pekerjaan : Perencanaan Teknis Konstruksi Pengaman Pantai


Lokasi : Kab. Aceh Selatan Provinsi Aceh

No. JUDUL PRODUK/LAPORAN A1 A3 A4 Album Ket


1 Laporan Rencana Mutu Kontrak 2
2 Laporan Bulanan @ 1 buku 6
3 Final Laporan :
- Laporan Pendahuluan 2
- Laporan Geoteknik / Mekanika Tanah 2
- Laporan Hidrologi 2
- Laporan Hidro – Oseanografi 2
- Laporan Analisa Sedimen 2
- Laporan Antara 2
- Laporan Nota Desain 5
- Laporan Bill of Quantity dan RAB 5
- Laporan Metode Kerja dan Spesifikasi 5
- Laporan Analisis Ekonomi 5
- Laporan Pengukuran Topografi, Bathymetri dan
2
Deskripsi BM & CP
- Buku Data Ukur dan Hitungan 2
- Buku Inventarisasi Kondisi Eksisting Bangunan 2
- Laporan Manual O&P 2
- Laporan Ringkas 5
- Laporan Akhir (Cover Exclusive) 5
Gambar Topografi, Desain dan Gambar 3D,
4 5
Ukuran A3

Gambar Topografi, Desain dan Gambar 3 D,


5 1
Ukuran A1
6 Album Photo Dokumentasi 2
Eksternal Hardisk Memory 1,0 TB, USB 3.0 (berisi
7 Processing Data, Peta, Gambar Hasil Perencanaan 1 bh
dan Animasi, Foto-foto dan Seluruh Laporan)

12. PENGAWASAN PEKERJAAN


Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) dan/atau
Pengawas Pekerjaan akan mengadakan pengawasan rutin terhadap mutu, arah serta jalannya
penyelidikan,pengukuran dan perencanaan agar dapat memperoleh hasil-hasil yang
memuaskan.
Pengawasan meliputi kegiatan-kegiatan:
a. Pengawasan program kerja
b. Pengecekan peralatan yang dipakai
c. Pengecekan personil yang ditugaskan

32
d. Surat-surat perjanjian dan sebagainya
e. Pengawasan pelaksanaan di lapangan
f. Pengawasan hasil kerja berupa laporan
g. Pengawasan hasil perhitungan
h. Pengawasan hasil penggambaran

13. DISKUSI DAN ASISTENSI PEKERJAAN


Untuk menjamin penyelesaian pekerjaan selesai tepat mutu dan tepat waktu diperlukan
suatu pengaman tahapan kegiatan sebagai berikut:
a. Penyedia jasa diharuskan melakukan diskusi dan asistensi minimal 1 (satu) bulan sekali
atau dilakukan setiap waktu sesuai kepeluan, diskusi dan asistensi dilakukan oleh tenaga
ahli yang terlibat dalam pekerjaanya kepada Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Pejabat
Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), dan atau Pengawas pekerjaan guna untuk
memperoleh masukan serta kesepahaman bersama baik secara lisan maupun tulisan,
diskusi dilakukan terhadap permasalahan yang akan dibahas mengenai pekerjaan yang
sedang berjalan dan yang telah diselesaikan, diskusi serta asistensi termasuk
menyampaikan alternative pilihan, guna memperoleh persetujuan serta pengajuan
program kerja untuk selanjutnya.
b. Untuk memudahkan monitoring pekerjaan agar pihak Penyedia jasa
membuat/menyiapkan lembaran asistensi.
c. Buku tersebut berisi catatan, tanggal dan bulan mengenai perintah, hasil diskusi,
persetujuan dan lain-lain dengan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Pejabat Pelaksana
Teknis Kegiatan (PPTK), dan atau Pengawas serta sebagai catatan pihak Penyedia jasa
mengenai item/produk pekerjaan yang telah dilakukan/diselesaikan. Catatan tersebut
ditanda tangani oleh pihak Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Pejabat Pelaksana Teknis
Kegiatan (PPTK), dan atau Pengawas (Asisten Perencanaan) dan Pihak Penyedia jasa dan
diserahkan pada pihak Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Pejabat Pelaksana Teknis
Kegiatan (PPTK), dan atau Pengawas untuk diarsip.
d. Untuk setiap bagian item/bab pekerjaan yang telah diselesaikan oleh Penyedia jasa agar
mengasistensikan secara bertahap kepada Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Pejabat
Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), dan atau Pengawas, sehingga Kuasa Pengguna
Anggaran (KPA), Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), dan atau Pengawas bisa
mengontrol/mengoreksi hasil pekerjaan dengan baik.
e. Diskusi dan asistensi ini dilakukan secara kontinu di Kantor Dinas Pengairan Aceh
Bidang Teknik dan Konstruksi

14. DISKUSI DAN EXPOSE KERJA


Diskusi dan expose diharuskan untuk menyatukan persepsi dengan mengacu dari kaidah-
kaidah perencanaan yang akan dilakukan, urutan pelaksanaan diskusi dan expose sebagai
berikut:
a. Diskusi I
Expose pendahuluan, yang akan membahas rencana kerja (time schedule), Laporan Mutu
Desain dan survey pendahuluan termasuk draft laporan pendahuluan yang diajukan oleh
Penyedia jasa dengan pihak Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Pejabat Pelaksana Teknis
Kegiatan (PPTK), dan atau Pengawas. Dalam beberapa waktu pada minggu kedua,
Penyedia jasa akan membahas rencana kerja survey primer termasuk rencana
memobilisasi personil dan peralatan serta persiapan administrasi lainnya yang
diperlukan untuk prosesi kelancaran pekerjaan lapangan.
b. Diskusi II
Membahas hasil survey lapangan serta beberapa draft penyelesaian dari análisis yang
telah dan akan difinalkan termasuk membahas rencana kerja selanjutnya.

33
c. Diskusi III
Membahas beberapa penyelesaian analisis yang telah dicapai termasuk beberapa hasil
survey lapangan lainnya dan laporan draft perencanaan detail desain. Pembahasan
dilaksanakan dihadapan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Pejabat Pelaksana Teknis
Kegiatan (PPTK), dan atau Pengawas Kegiatan.
d. Diskusi IV
Expose Final

15. PENJELASAN UMUM DAN LAIN – LAIN


a. Lokasi Kantor Bidang Teknik & Konstruksi berada di Jalan Ir. Mohd. Thaher No. 18 Lueng
Bata – Banda Aceh.
b. Satuan ukuran yang digunakan adalah satuan ukuran metrik (meter, kilogram, detik).
c. Apabila pada tahap pelaksanaan perlu perubahan Kerangka Acuan Kerja atau kontrak,
maka perubahan ini dapat dilaksanakan sebagaimana yang ditetapkan sesuai dengan
kesepakatan bersama.

16. SUB KONTRAK


Penyedia jasa tidak diperkenankan mensubkontrakkan pekerjaan seluruhnya atau sebagian
dari pekerjaan kepada pihak-pihak ketiga, kecuali jika atas persetujuan tertulis dari Kuasa
Pengguna Anggaran

17. KELUARAN
Keluaran (output) yang diperoleh dari hasil perencanaan ini adalah Dokumen Perencanaan
Teknis Konstruksi Pengendali Pantai yang yang akan digunakan sebagai acuan atau pedoman
dalam pelaksanaan konstruksi Bangunan Pengaman atau Perlindungan Pantai di Kabupaten
Aceh Selatan.

18. PERALATAN DAN MATERIAL DARI PENYEDIA JASA


a. Semua peralatan yang digunakan oleh Penyedia Jasa dengan jenis dan jumlah sesuai
dengan yang tercantum dalam Daftar Kuantitas dan Harga.
b. Peralatan yang digunakan harus dalam kondisi baik dan layak pakai serta diperlihatkan
dan dilakukan pemeriksaan oleh Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) dan atau
Pengawas Pekerjaan

19. LINGKUP KEWENANGAN PENYEDIA JASA


Semua barang dan peralatan yang mempunyai resiko tinggi terjadi kecelakan, pelaksanaan
pekerjaan, serta pekerja-pekerja untuk pelaksanakan pekerjaan kontrak atas segala resiko
yaitu kecelakaan, kerusakan-kerusakan, kehilangan, serta resiko lain yang tidak dapat diduga
merupakan tanggung jawab pihak penyedia jasa.,

20. JANGKA WAKTU PENYELESAIAN KEGIATAN


Waktu pelaksanaan Kegiatan Perencanaan Teknis Konstruksi Pengaman Pantai ditetapkan
selama 6 (Enam) bulan atau 180 (Seratus Delapan Puluh) hari kalender, yang dihitung
sejak keluarnya Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK).

34
21. PERSONIL
21.1. Kualifikasi Tenaga Profesional dan Pendukung

KUALIFIKASI JUMLAH
NO POSISI ORANG
PENDIDIKAN KEAHLIAN/TUGAS PENGALAMAN BULAN

TENAGA AHLI :

1. Ketua Tim /Ahli Minimal Lulusan Memiliki minimal Sertifikat Berpengalaman 6,0 (enam
Teknik Pantai Sarjana Teknik Keahlian (SKA) dengan dalam koma nol)
Pengairan atau kualifikasi Ahli Madya perencanaan/
Teknik Sipil Sumber Daya Air (SDA) study di bidang
(Hidro) Strata 1 (Kode Subklaifikasi : 211) keairan,
(S1), lulusan yang dikeluarkan oleh diutamakan
Perguruan HATHI/LPJK. konstruksi
Tinggi Negeri Memiliki kompetensi pengaman daya
atau Perguruan keahlian dalam detail desain, rusak air,
Tinggi Swasta penyajian konsep zonasi sekurang-
yang telah pemanfaatan dan kurangnya 5
terakreditasi pengembangan kawasan (Lima) tahun,
dibuktikan pantai. didukung
dengan copy referensi dari
ijazah yang pengguna jasa.
dilegalisir.

2. Ahli Geologi/ Minimal Lulusan Memiliki minimal Sertifikat Berpengalaman 3,0 (tiga
Geoteknik Sarjana Teknik Keahlian (SKA) dengan dalam bidang koma nol
Geologi atau kualifikasi Ahli Muda survei dan analisis
Teknik Sipil Geologi/Geoteknik (Kode data geologi
bidang Subklasifikasi : 216) yang teknik, sekurang-
Geoteknik Strata dikeluarkan oleh LPJK/ kurangnya 3 (tiga)
1 (S1) ) lulusan HATHI. tahun, didukung
Perguruan Memiliki kompetensi dengan referensi
Tinggi Negeri keahlian dalam penyelidikan dari pengguna jasa.
atau Perguruan mekanika tanah yang meliputi
Tinggi Swasta survey lapangan dan
yang telah pekerjaan laboratorium
terakreditas seperti Pengujian Index
dibuktikan Properties dan Pengujian
dengan copy Engineering Properties.
ijazah yang Menghitung stabilitas
dilegalisir. konstruksi mencakup: Daya
dukung, longsoran,
eksentrisitas, penggulingan
konsolidas, muka air tanah,
dan sebagainya.

3. Ahli Hidrologi Minimal Sarjana Memiliki minimal Sertifikat Berpengalaman 3,0 (tiga
Teknik Keahlian (SKA) dengan dalam pelaksanaan koma nol)
Sipil/Pengairan kualifikasi Ahli Muda Sumber pekerjaan dibidang
(S1) lulusan Daya Air (SDA) (Kode hidrologi
Perguruan Subklasifikasi : 211) yang sekurang-
Tinggi Negeri dikeluarkan oleh LPJK/ kurangnya 3 (tiga)
atau Perguruan HATHI. tahun, didukung
Tinggi Swasta Memiliki kompetensi keahlian dengan referensi
yang telah dalam melakukan survey dari pengguna jasa.
terakreditasi hidrologi dan menganalisa
dibuktikan data hidroklimatogi,
dengan copy penentuan curah hujan
ijazah yang rencana dan debit banjir

35
KUALIFIKASI JUMLAH
NO POSISI ORANG
PENDIDIKAN KEAHLIAN/TUGAS PENGALAMAN BULAN
dilegalisir. rencana untuk berbagai
periode kala ulang (return
period) serta hal lainnya yang
berkaitan dengan hidrologi
dan hidrolika.

4. Ahli Arsitektur Minimal Memiliki Minimal Sertifikat Berpengalaman 3,0 (tiga


pendidikan S-1 Keahlian (SKA) dengan dalam bidang koma nol)
Teknik Kualifikasi Ahli Muda penataan kawasan
Arsitektur Arsitektur Lansekap (Kode garis pantai
lulusan Subklasifikasi : 103) yang sekurang-
Perguruan dikeluarkan oleh HATTI/LPJK kurangnya 3 (tiga)
Tinggi Negeri tahun, didukung
atau Perguruan dengan referensi
Tinggi Swasta dari pengguna jasa.
yang telah
terakreditasi
ASISTEN TENAGA AHLI
1. Asisten Ahli Minimal Lulusan Memiliki minimal Sertifikat Berpengalaman 6,0 (enam
Teknik Pantai Sarjana Teknik Keahlian (SKA) dengan dalam koma nol)
Sipil/Pengairan Kualifikasi Ahli Muda perencanaan/
(S1) lulusan Sumber Daya Air (SDA) study di bidang
Perguruan (Kode Subklasifikasi : 211) keairan,
Tinggi Negeri yang dikeluarkan oleh diutamakan
atau Perguruan HATHI/LPJK. konstruksi
Tinggi Swasta Membantu Ketua Tim/Ahli pengaman daya
yang telah Pantai dalam detail desain, rusak air,
terakreditasi penyajian konsep zonasi sekurang-
dibuktikan pemanfaatan dan kurangnya 1
dengan copy pengembangan kawasan (satu) tahun,
ijazah yang pantai. didukung referensi
dilegalisir. dari pengguna jasa.
TENAGA PENDUKUNG
1. Chief Cost Minimal Lulusan Memiliki keahlian dalam Berpengalaman 2,0 (dua
Estimator S1 Teknik Sipil mengkoordinir estimator sekurang- koma nol)
agar pekerjaan efisien dan kurangnya 2
efektif. (dua) tahun
Menguasai pembacaan dalam bidang
gambar perhitungan perhitungan-
kuantitas pekerjaan dan perhitungan
perhitungan biaya kuantitas dan
pelaksanaan konstruksi di biaya pelaksanaan
bidang pengairan. konstruksi
terutama di
bidang pengairan

2. Cost Estimator Minimal Lulusan Memiliki keahlian dalam Berpengalaman 2,0 (dua
D3 Teknik Sipil perhitungan kuantitas sekurang- koma nol)
pekerjaan dan biaya kurangnya 5
pelaksanaan konstruksi di (lima) tahun
bidang pengairan dalam bidang
perhitungan-
perhitungan
kuantitas
pekerjaan dan
biaya pelaksanaan

36
KUALIFIKASI JUMLAH
NO POSISI ORANG
PENDIDIKAN KEAHLIAN/TUGAS PENGALAMAN BULAN
konstruksi
terutama di
bidang pengairan

3. Chief surveyor Minimal Lulusan Memiliki keahlian dalam Berpengalaman 3,0 (tiga
D3 Teknik mengkoordinir tim survey dalam koma nol)
Sipil/Geodesi agar pekerjaan efisien dan pengukuran/
efektif. pemetaan
Menguasai teknik topografi pantai
pengukuran, perhitungan, dan jenis keairan
dan penggambaran yang lainnya sekurang-
digunakan dalam pemetaan. kurangnya 5
(lima) tahun.

4. Surveyor Minimal Lulusan Mempunyai keahlian Berpengalaman 7,5 (tujuh


Topografi SMK/ STM Sipil mengoperasikan alat ukur dalam koma lima)
/ Geodesi Theodolith, TS dan pengukuran/
Waterpass. pemetaan
topografi pantai
Menguasai teknik-teknik
dan jenis keairan
pengukuran, perhitungan dan
lainnya sekurang-
penggambaran yang
kurangnya 5
digunakan dalam pemetaan.
(lima) tahun.

5. Surveyor Minimal Lulusan Mempunyai keahlian dalam Berpengalaman 2,0 (dua


Bathymetry SMK/ STM Sipil/ melakukan pekerjaan- dalam survey koma nol)
Geodesi/ SLTA pekerjaan survey bathymetry bathymetry dan
Sederajat seperti pengukuran pasang- pengukuran di
surut, pengukuran perubahan bidang keairan
kecepatan dan arah air, sekurang-
pengambilan contoh air, kurangnya 5
pengukuran kedalaman air (lima) tahun.
sungai, pengukuran profil
sungai dan pengukuran
lainnya di bidang keairan.
6. Surveyor Pasang Minimal Lulusan Mempunyai keahlian dalam Berpengalaman 1,0 (satu
Surut SMK/ STM Sipil/ melakukan pekerjaan- dalam survey koma nol)
Geodesi/ SLTA pekerjaan survey pasang pasang surut dan
Sederajat surut pengukuran di
bidang keairan
sekurang-
kurangnya 5
(lima) tahun.

7. Surveyor Minimal Mempunyai keahlian Berpengalaman 4,0 (empat


Inventarisasi LulusanSMK/ menginventarisasi data dan dalam koma nol)
STM Sipil/ sket gambar kondisi menginventarisasi
Geodesi/ SLTA bangunan, diutamakan data kondisi
Sederajat bangunan di bidang keairan. bangunan
sekurang-
kurangnya 5
(lima) tahun.

8. Chief Draftman Minimal Lulusan Memiliki keahlian dalam Berpengalaman 3,0 (tiga
Autocad S1 Teknik Sipil mengkoordinir Draftman dalam menangani koma nol)

37
KUALIFIKASI JUMLAH
NO POSISI ORANG
PENDIDIKAN KEAHLIAN/TUGAS PENGALAMAN BULAN
Autocad agar efektif dan gambar-gambar
efisien. Mampu bangunan keairan
mengoperasikan software sekurang-
CAD/ Gambar Teknik. kurangnya 2
(satu) tahun.
Memiliki keahlian dalam
menggambar bangunan-
bangunan keairan, pemetaan
dan GIS.

9. Draftman Minimal Lulusan Memiliki keahlian dalam Berpengalaman 6,0 (enam


Autocad STM/SMK Sipil mengoperasikan software dalam menangani koma nol)
CAD/ Gambar Teknik. gambar-gambar
Memiliki keahlian dalam bangunan keairan
menggambar bangunan- sekurang-
bangunan keairan, pemetaan kurangnya 5
dan GIS. (lima) tahun.

10. Desain Minimal D3 Memiliki keahlian dalam Berpengalaman 2,0 (dua


Grafis/ahli desain grafis menggambar 3 (tiga) Dimensi dalam koma nol)
animasi atau bangunan air menggambar
informatika, model 3 Dimensi
lulusan (3D) dan animasi
perguruan tinggi konstruksi
negeri atau bangunan
perguruan tinggi diutamakan
swasta yang konstruksi
telah bangunan air
terakreditasi sekurang-
kurangnya 5
(Lima) tahun.

11. Tenaga Lokal Mampu melakukan 15,0 (lima


Survey Topografi pekerjaan-pekerjaan untuk belas koma
- -
membantu surveyor nol)
topografi seperti memegang
rambu ukur dan
membersihkan tanaman yang
menghalangi kegiatan
pengukuran.

12. Tenaga Lokal Mampu melakukan 4,0 (empat


Survey pekerjaan-pekerjaan untuk koma nol)
- -
Bathymetry membantu surveyor
bathymetry.

13. Tenaga Lokal Mampu melakukan 4,0 (empat


Survey Pasang- pekerjaan-pekerjaan untuk koma nol)
- -
Surut membantu surveyor pasang
surut
14. Operator Memiliki keahlian komputer, 12,0 (dua
Komputer menguasai software MS- belas koma
- -
Office, dan software-software nol)
lain yang mendukung
pekerjaan.

38
21.2. Tugas Tenaga Ahli

NO TENAGA AHLI TUGAS

Ketua Tim / Ahli Sebagai team leader mempunyai tugas utama memimpin dan mengkoordinir
1.
Teknik Pantai seluruh kegiatan anggota tim kerja dalam pelaksanaan pekerjaan sesuai jadwal
secara penuh sampai dengan pekerjaan dinyatakan selesai.
Sebagai Ahli Pantai mempunyai tugas utama menganalisa fenomena hidraulik,
hidrologi, pasang surut, gelombang, sedimen serta merencanakan alternatif dan
detail desain bangunan pengaman/perlindungan pantai. Berkoordinasi dengan
tenaga ahli lainnya dalam penyusunan detail desain.

2. Ahli Geologi / Ahli Geoteknik mempunyai tugas melakukan evaluasi kondisi geomorfologi
Geoteknik sungai dan kualifikasi tanah, melakukan analisa hasil laboratorium serta
menghitung stabilitas konstruksi dan kelayakan bangunan dari aspek geoteknik
dan keamanan bangunan. Ahli Geoteknik harus berkoordinasi dengan ketua tim
maupun dengan tim Ahli lainnya didalam penyusunan detail desain, dalam
pelaksanaan pekerjaan sesuai jadwal secara penuh sampai dengan pekerjaan
selesai.

3. Ahli Hidrologi Sebagai Ahli Hidrologi mempunyai tugas utama memimpin dan mengkoordinir
seluruh kegiatan survey hidrologi dan menganalisa data hidroklimatogi,
penentuan curah hujan rencana dan debit banjir rencana untuk berbagai periode
kala ulang (return period), melakukan pengujian data untuk memilih kecocokan
tipe sebaran dengan memperhatikan kecocokan ciri – ciri parameter statistik dari
rangkaian data curah hujan dan membuat skenario untuk simulasi analisis
hidologi dengan menggunakan perangkat lunak, termasuk berkoordinasi dengan
ketua tim maupun dengan tim Ahli lainnya didalam penyusunan detail desain,
dalam pelaksanaan pekerjaan sesuai jadwal secara penuh sampai dengan
pekerjaan selesai.

4. Ahli Arsitektur Ahli Arsitektur mempunyai tugas melakukan evaluasi secara keseluruhan dalam
desain landscape sampai dengan pembuatan Gambar-gambar detail lanscapnya
serta menganalisa aspek-aspek yang berkaitan dengan estetika bangunan. Ahli
Arsitektur harus berkoordinasi dengan ketua tim maupun dengan tim Ahli lainnya
didalam penyusunan detail desain.

22. ALIH PENGETAHUAN


Apabila dipandang perlu oleh pengguna jasa, maka Penyedia jasa harus mengadakan
pelatihan, kursus singkat, diskusi dan seminar terkait dengan substansi pelaksanaan
pekerjaan dalam rangka alih pengetahuan kepada Staf Dinas Pengairan Aceh.

Banda Aceh, Maret 2019

Kuasa Pengguna Anggaran


Teknik dan Konstruksi
Dinas Pengairan Aceh

Ir. A m r i, Sp.
NIP. 19651231 199301 1 003

39
40

Anda mungkin juga menyukai