Makalah Meningkatkan Kompetensi Guru
Makalah Meningkatkan Kompetensi Guru
Mahdiansyah
Puslitjaknov, Balitbang Kemdiknas, e-mail: mahdiansyah2007@gmail.com
Abstrak. Tujuan studi ini adalah untuk mengidentifikasi kondisi obyektif kebutuhan sekolah, yang dapat
dijadikan dasar dalam menentukan intervensi kebijakan melalui perencanaan program pendidikan. Secara
khusus studi ini dimaksudkan untuk mengetahui: (a) karakteristik guru yang dipandang sebagai determinan
kualitas guru, dan (b) kualitas guru yang difokuskan pada kompetensi guru dalam proses belajar mengajar
dan identifikasi kebutuhan pelatihannya. Hasil studi menunjukkan bahwa latar belakang guru banyak
yang tidak sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan (mismatch), terutama guru SMP/MTs dan SMA/
SMK/MA yang berasal dari sekolah swasta. Penguasaan guru SD/MI terhadap materi pelajaran yang
menjadi tanggung jawabnya masih memprihatinkan. Namun, guru SMP/MTs dan SMA/SMK/MA sudah
menguasai sebagian besar materi mata pelajaran. Upaya untuk meningkatkan profesionalisme guru
dilakukan melalui kegiatan pelatihan, meskipun lebih dari dua perlima guru tidak pernah mengikuti
penataran/pelatihan. Pelatihan tentang pengembagan kurikulum dan penyusunan tes dibutuhkan hampir
oleh semua guru, terutama guru MI, MTs dan MA serta guru yang berlatar belakang pendidikan non-
keguruan.
Abstract. This study aims to identify the objective read of the school needs objectively which can be
taken into account in determining policy intervention through educational planning. The specific aims of
the study are to obtain information on: a) teacher characteristics perceived as determinants of teacher
quality b) teacher quality which focuses on their competence in teaching and learning process and need
assessment of teacher training. Findings of the study show that there are many teachers whose educational
backgrounds did not match with the subject they teach (mismatch). This is especially true in the case of
private junior and senior secondary school teachers. There was a concern on the mastery of primary
school teachers in the subjects they teach. At the junior and senior secondary levels most of the teachers
had the mastery in most parts of the subjects they teach. Attempts to improve teacher professionalism
were conducted through training. However, more than two fifth of teachers did not participate in any
training. Training on how to develop curriculum and tests were needed by most of Islamic primary, junior
secondary and senior secondary teachers who had non-teaching qualification background.
239
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 16, Nomor 3, Mei 2010
berhasilan intervensi adalah prestasi belajar dan tersebut harus disusun dalam tahapan yang
kompetensi siswa. terencana, konsisten dan berkelanjutan sehingga
Untuk mencapai hasil dalam waktu dekat, dapat meningkatkan akuntabilitas kinerja yang
intervensi jangka pendek dianggap lebih layak berorientasi pada pencapaian hasil atau manfaat.
(feasible). Hal ini didasarkan pada dua per- Berangkat dari feno mena terse but, kajia n
timbangan. Pertama pemerintah tidak mempunyai terhadap kompetensi guru menarik untuk ditelaah.
dana yang mencukupi untuk membiayai semua Berdasarkan isu yang diurai kan pada lat ar
program pendidikan, meskipun program tersebut bel akang, permasalahan st udi ini dapat
telah menjadi agenda kebijakan. Oleh karena itu, dirumuskan sebagai berikut: Bagaimanakah
Pe me ri ntah perlu unt uk menentukan skala kondisi kompetensi mengajar guru di berbagai
prioritas dengan berbagai pertimbangan. Kedua, satuan pendidikan di kota Bontang?
Pemerintah cenderung ingin segera mengetahui Secara umum tujuan kajian ini dimaksudkan
dampak atau hasil dari intervensi. untuk mengidentifikasi kondisi obyektif kebutuhan
Intervensi pemerintah untuk meningkatkan sekolah, yang dapat dijadikan dasar dalam
mutu pendidikan sebagai output pendidikan menentukan intervensi ke bijakan me lalui
merupakan salah satu masalah “serius” yang perencanaan program pendidikan. Prioritas
dihadapi pemerintah, pemerintah daerah, dan penelitian ditujukan untuk mengevaluasi proses
bahkan se kola h. Hal ini dikarenakan mut u pendidikan di sekolah yang dicerminkan oleh
pendidikan merupakan cerminan kinerja pengelola kompetensi mengajar guru. Adapun tujuan
pendidikan. Artinya, mutu pendidikan yang di- khusus pe laksanaan kaji an adalah untuk
capai suatu daerah menggambarkan keberhasilan mengetahui: a) karakteristik guru yang dipandang
pekerja pendidikan dalam mengelola pendidikan. sebagai determinan kualitas guru, dan b) kualitas
guru yang difokuskan pada kompetensi guru
Kota Bontang sebagai salah satu kota/
dalam proses belajar mengajar dan identifikasi
kabupaten di propinsi Kalimantan Timur tidak luput
kebutuhan pelatihannya.
dari permasalahan mutu pendidikan. Keberadaan
mutu pendidikan yang dicapai terkait dengan
Kajian Literatur
kondisi guru yang ada, seperti kondisi kualifikasi
Dalam upaya pembangunan pendidikan nasional,
dan kompetensi guru. Hal ini beralasan karena
sangat diperlukan guru dalam jumlah yang
guru merupakan unsur yang sangat penting
memadai dan standar mutu kompetensi dan
dalam penciptaan kualitas pembelajaran di kelas
profesionalisme yang terjamin. Untuk mencapai
dan seko lah. Oleh karena itu, kual ifikasi
jumlah guru profesional yang mencukupi yang
pendidikan guru harus menjadi unsur penting
dapat menggerakkan di namika kemajua n
dalam peningkatan kualitas pendidikan di Kota
pendidikan nasional diperlukan suatu proses yang
Bontang. Namun, sampai kini kualifikasi pendidikan menerus, tepat sasaran dan efektif. Proses
guru masih belum sepenuhnya mencapai jenjang menuju guru profesional ini perlu didukung oleh
S1/D4, seperti yang dipersyaratkan dalam UURI semua unsur yang terkait dengan guru. Unsur–
No.14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen. Data unsur ter sebut dapat dipadukan untuk
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Bontang menghasilkan suatu sistem yang dapat dengan
menginformasikan bahwa sampai tahun 2007 sendirinya bekerja menuju pembentukan guru-
masih terdapat 795 guru SD/SMP/SMA/SMK/ guru yang profesional dalam kualitas maupun
se de rajat yang belum mencapai je njang kuantitas yang mencukupi.
pendidikan tersebut. Sementara itu kompetensi Toffler dalam Tirtarahardja dan Sula (2000)
guru sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 menganalogikan sekolah dengan sebuah pabrik
Undang-Undang tersebut belum diketahui secara dimana pendidikan sebagai suatu sistem yang
pasti. merupakan proses mekanisme bahan mentah
Dalam mengantisipasi tantangan ke depan (raw input) berupa peserta didik dan setelah
menuju kondisi yang diinginkan, Pemerintah Kota melalui tahapan “proses” menghasilkan keluaran
Bontang perlu secara terus menerus mengem- (ouput) berupa tamatan/lulusan. Dalam proses
bangkan peluang dan inovasi baru. Perubahan dibutuhkan masukan lainya berupa instrumental
240
Mahdiansyah, Kajian Kebutuhan Peningkatan Kompetensi Mengajar Guru
input dan environmental input yang mendukung profesi tertentu dan berkenaan dengan bagian-
bagi terjaminnya proses pendidikan (belajar- bagian yang dapat diaktualisasikan dalam bentuk
mengajar). Instrumental input meliputi: tenaga tindakan atau kinerja untuk menjalankan profesi
guru dan non-guru, kurikulum, anggaran, tersebut. Sedangkan bentuk dan kualitas kinerja
administrasi, dan prasarana/sarana. Sedangkan dapat dipengaruhi oleh faktor eksternal antara
environmental input meliputi: sosial budaya, lain lingkungan atau iklim kerja dan tantangan
kependudukan, keamanan, politik, ekonomi, dan at au tuntuta n pe kerjaan. Oleh kare na itu,
lain-lain. kualifikasi dan profesionalitas merupakan suatu
Dari sekian banyak komponen input proses contoh dari perwujudan kompetensi yang dimiliki
belajar mengajar, guru menarik untuk dikaji lebih seseorang. Kompetensi terdiri dari pengetahuan
mendalam. Hal inini dikarenakan guru sebagai dan keterampilan yang secara spesifik terstandar
agen peubah kognitif, afektif, maupun psi- dan diterapkan dalam melakukan pekerjaan
komotorik peserta didik. Soedijarto (1993) sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan.
mengemukakan bahwa peranan guru sebagai Pemerintah Indonesia telah mengembangkan
penge lo la pro se s bela jar-me ng ajar sangat “Sepuluh Kompetensi Guru” pada tahun 1980
menentukan kualit as p ro se s belajar, yang yang harus dipunyai guru yang profesional, yaitu:
bermuar a pada kuali tas hasil belajar/mutu kemampuan menguasai bahan, kemampuan
pendidikan. Kualitas guru menjadi harga mutlak mengelola program belajar mengajar, kemampuan
guna pencapaian pendidikan yang bermutu. mengelola kelas, kemampuan menggunakan
Medley dan Shannon seperti dikutip Dunkin (1997) media/sumber, kemampuan menguasai landasan-
mengemukakan ada tiga aspek kualitas guru yang landasan kependidikan, kemampuan mengelola
biasa digunakan dalam menilai kualitas kerja guru, interaksi belajar-mengajar, kemampuan menilai
yakni kompetensi guru (teacher effectiveness), prest asi pese rta didik untuk ke pentinga n
kompetensi guru (teacher competence), dan kinerja pengajaran, kemampuan mengenal fungsi dan
guru (teacher performance). program bimbingan dan penyuluhan, kemampuan
Pendapat yang sama dikemukakan Lorin W. mengenal dan menyelenggarakan administrasi
Anderson (1989). Anderson menjelaskan bahwa sekolah, dan kemampuan memahami prinsip-
keefektifan guru digunakan untuk merujuk pada prinsip dan menafsirkan hasil-hasil penelitian
hasil kerja yang dicapai guru atau sejumlah pendidikan guna keperluan pengajaran (Samana,
kemajuan yang dira ih s iswa dal am rangka 1994).
pencapaian tujuan-tujuan khusus pendidikan. Selanjutnya, berdasarkan Undang-Undang RI
Sebagai implikasi atas definisi ini, keefektifan guru Nomor 14 tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen
hanya dapat dinilai dengan perilaku siswa, dan dikatakan bahwa seorang guru wajib memiliki
bukan perilaku guru. Kinerja guru merujuk pada kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat
perilaku pada saat mengajar di kelas. Adapun pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki
ko mpet ensi g uru di de finisi kan se bagai se- kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan
perangkat pe ngetahua n, kemampuan, da n nasional. Dalam hal ini Kompetensi yang dimaksud
kepercayaan yang dimiliki seorang guru yang adalah meliputi kompetensi pedagogik, kom-
dibawa dalam situasi mengajar. Kompetensi guru petensi kepribadian, kompetensi sosial dan
(teacher competence) merupakan salah satu aspek kompetensi profesional. Ke empat kompetensi
penting bagi guru dalam mengajar. Bahkan tersebut harus dimiliki seorang pendidik sesuai
Anderson mengemukakan bahwa kompetensi atau mele bihi standar nasio al baru dapat
dapat digunakan untuk mempertimbangkan guru dikatakan guru tersebut guru profesional.
yang efektif. Kompetensi profesional adalah kemampuan
Pengertian ini mengandung makna bahwa penguasaan materi pembelajaran secara luas
kompetensi bersifat kompleks dan merupakan dan mendalam yang memungkinkannya mem-
satu kesatuan yang utuh yang menggambarkan bimbing pes erta didik memenuhi standa r
potensi, pengetahuan, keterampilan, sikap dan kompetensi yang ditetapkan dalam standar
nilai, yang dimiliki seseorang yang terkait dengan nasional pendidikan. Kompetensi pedagogik
241
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 16, Nomor 3, Mei 2010
adalah kemampuan mengelola pembelajaran ini. Adapun substansi yang diteliti meliputi
peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap karakteristik guru dan kompetensi guru dalam
peserta didik, perancangan dan dan pelaksanaan belajar mengajar, pembinaan guru, dukungan
pembelajaran peserta didik, evaluasi hasil belajar, sumber belajar, dan ke butuhan guru aka n
dan penge mb angan pe sert a didik untuk pelatihan.
mengaktualisasikan sebagai potensi yang Populasi studi ini adalah semua guru pada
dimilikinya. Kompetensi kepribadian adalah jenjang SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/SMK/MA, baik
kemampuan diri yang mantap, stabil, dewasa, arif nege ri maupun swasta di Kota Bonta ng.
dan wibawa, menjadi teladan peserta didik, dan Berdasarkan data statistik jumlah seluruh guru
berakhlak mulia. Sedangkan kompetensi sosial adalah 1.782. Namun pada saat pengumpulan
adalah kemampuan mendidik sebagai bagian dari data, ternyata sejumlah guru bekerja rangkap di
masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul bebe rapa sekolah. Dalam kasus demikian,
secara efektif dengan peserta didik, sesama pengumpulan data hanya dilakukan satu kali saja
pendidik, tenaga kependidikan, orangtua/wali pada seorang responden guru, sehingga jumlah
peserta didik, dan masyarakat sekitar. seluruh guru yang menjadi responden penelitian
Ke -empa t standa r kompet ensi t ersebut ini adalah 1.267 orang, terdiri atas 623 guru SD/
mencerminkan empat standar kompetensi guru MI, 347 SMP/MTs, dan 297 SMA/SMK/MA.
yang masih bersifat umum dan perlu dijabarkan Terdapat dua jenis pengumpulan data yang
ke dala m perangka t ko mpet ensi dan sub- akan digunakan yaitu kuesioner dan dokumentasi.
kompetensi yang dikemas secara koheren dan Kuesi oner digunakan dengan subyek guru
si stemat is denga n me nempatkan manusia digunakan untuk melihat variabel kompetensi
sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa mengajar guru. Studi dokumen dipusatkan pada
yang be ri ma n da n be rtaqwa, dan se bagai dokumen perencanaan tingkat sekolah. Data
warganegara Indonesia yang demokratis dan yang digali dari dokumen-dokumen ini adalah
bertanggung jawab. Penjabaran lebih lanjut prioritas pembangunan pendidikan dan hasil
mengenai kompetensi guru ini dapat dilihat dalam pelaksanaan program pembangunan pendidikan.
Permendiknas Nomor 16 tahun 2007 tentang Data guru dianalisis secara statistik deskriptif
Standar Akademik dan Kompetensi Guru. dengan melihat rerata maupun sebaran, serta
Standar kompetensi guru bertujuan untuk dilakukan analisis statistik inferensial sederhana.
memperoleh acuan baku dalam pengukuran
kinerja guru untuk mendapatkan jaminan kualitas Hasil Penelitian dan Pembahasan
guru dalam meningkat kan kualit as pro ses Pada hasil penelitian yang didasarkan pada data
pembelajaran. Standar kompetensi guru berfungsi yang dipero le h dari seluruh guru je njang
sebagai tolo k ukur s emua pihak yang ber- pendidikan dasar dan menengah, sekolah negeri
kepentingan di bidang pendidikan dalam rangka maupun sekolah swasta. Aspek yang dikaji adalah
pembinaan, peningkatan kualitas dan pen- kompetensi mengajar guru dan kebutuhan guru
jenjangan karir guru, dan meningkatkan kinerja akan pelatihan.
guru dal am bentuk kreativitas, ino vasi,
keterampilan, kemandirian, dan tanggung jawab Kompetensi Mengajar Guru
sesuai dengan jabatan profesional. Dalam kajian ini kompetensi mengajar guru
mencakup dua hal yaitu penguasaan guru atas
Metode Penelitian materi pelajaran dan kesesuaian mengajar.
Lingkup kegiatan evaluasi ini secara kelembagaan Kompetensi guru diant aranya dilihat dari
melip ut i se ko la h da n madrasah di je njang penguasaan guru atas materi pelajaran yang
pendidikan dasar dan menengah, baik sekolah menjadi tanggung jawabnya. Tabel 1 memper-
yang berstatus negeri maupun sekolah swasta. lihatkan bahwa guru SD/MI pada umumnya hanya
Hal ini berarti seluruh sekolah di Bontang yang menguasai sekitar separuh materi mata pelajaran
terdiri atas 53 SD/MI, 30 SLTP/Mts dan 16 SMA/ yang menjadi tanggung jawabnya. Guru paling
SMK/MA akan dicakup dalam studi pendahuluan banyak menguasai mata pelajaran adalah guru
242
Mahdiansyah, Kajian Kebutuhan Peningkatan Kompetensi Mengajar Guru
kelas 1 SD/MI yang menguasai 59,5% materi Dalam pada itu, Tabel 2 mengungkapkan
pelajaran, sedangkan guru paling tidak menguasai penguasaan guru SMP dan SMA/SMK/MA atas
adalah guru kelas 5 SD/MI yang hanya menguasai materi mata pelajaran berdasarkan mata
49% materi pelajaran. pelajaran yang menjadi tanggung jawab utama-
nya. Dengan menggunakan kriteria proporsi
Tabel 1. Rerata Penguasaan Materi Mata penguasaan materi yang dit etapkan, ma ka
Pelajaran oleh Guru SD/MI terhadap Mata tampak ada lima mata pelajaran yang dikuasai
Pelajaran yang Menjadi Tanggungjawab
guru dengan “sangat baik” (di atas 85%), yaitu
Utamanya Berdasarkan Kelas yang Diajar
mata pelajaran Matematika, Bahasa Inggris,
Kelas yang diajar F Rerata Biologi, Elektronik, dan Kewarganegaraan. Lima
(%) materi mata pelajaran lainnya yang dengan “baik”
1. Kelas 1 59 59,5 (8 3% -<85%) dikuasai guru adalah Bahasa
2. Kelas 2 54 55,9
Indonesia, Ekonomi, Agama, Pendidikan Jasmani,
3. Kelas 3 63 51,2
4. Kelas 4 51 50,6 dan Seni. Selanjutnya, guru yang tergolong
5. Kelas 5 55 49,0 “cukup” dan “kurang baik” dalam menguasai
6. Kelas 6 69 51,4 materi mata pelajaran adalah pada mata pelajaran
Kimia, Fisika, dan Sejarah (80%-<83%), serta mata
pelajaran Geografi, Otomotif, dan Sosiologi (kurang
Pada jenjang SMP/MTs dan SMA/SMK/MA, hasil
dari 80%).
penelitian mengungkapkan bahwa guru-guru di
jenjang pendidikan tersebut menguasai sebagian Id ealnya seo rang g uru mengaj ar mata
besar materi mata pelajaran yang diajarkannya pelajaran yang sesuai dengan latar belakang
kepada peserta didik. Rerata materi yang dikuasai pendidikannya. Dengan latar belakang pendidikan
guru berkisar antara 78,9% sampai 85,7%. Bila guru yang sesuai dengan mata pelajaran yang
dilihat menurut kelas, tidak ada perbedaan berarti diajarkan, guru bersangkutan diharapkan dapat
penguasaan materi mata pelajaran guru pada mentransformasikan ilmu pengetahuannya kepada
kelas 1, kelas 2, dan kelas 3. Rerata penguasaan peserta didik secara optimal. Tabel 3 menunjukkan
guru atas materi pelajaran relatif sama besar, sebesar 67,5% guru SMP/MTs dan SMA/SMK/MA
yaitu berkisar antara 84,4% sampai 85%. memiliki kes esuaian antara lat ar belakang
Tabel 2. Rerata Penguasaan Materi Mata Pelajaran oleh Guru SMP dan SM terhadap Mata Pelajaran
yang Menjadi Tanggung jawab Utamanya Berdasarkan Mata Pelajaran
Keterangan: 1. Sangat baik = 85% - < 87% 3. Cukup = 80% - < 83%
2. Baik = 83% - <85% 4. Kurang baik= < 80%
243
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 16, Nomor 3, Mei 2010
pendidikan yang di milikinya dengan mata yang paling banyak “tidak sesuai” mata pelajaran
pelajaran utama ya ng diajarkan. Se bagai yang diajarkan dengan latar belakang pendidikan
gambaran, apabila seorang guru adalah seorang yang dimilikinya adalah MTs, yaitu sebesar 38,7%
sarjana Matematika, maka guru t ersebut bila dibandingkan dengan SMP (9,9%), SMA
utamanya ditugaskan mengajar mata pelajaran (2,3%), MA (6,7%), dan SMK (6,5%).
Matematika pula.
Meskipun begitu, masih ada sebesar 23,1% Tabel 4. Kesesuaian Latar Belakang Pendidikan
Guru SMP/MTs dan SM dengan
guru SMP/MTs dan SMA/SMK/MA di kota Bontang
Mata Pelajaran Utama yang Diajarkan
yang tergolong “kurang sesuai” antara latar Berdasarkan Jenis Sekolah
belakang pendidikan dengan mata pelajaran yang
Tingkat SMP MTs SMA MA SMK
ditugaskan kepada mereka. Bahkan, 9% guru
kesesuaian
“tidak sesuai” penugasan mengajarnya, misalnya 1. Sesuai 62,4% 38,7% 87,5% 86,7% 64,5%
guru dengan latar belakang pendidikan BP me- (171) (12) (112) (13) (69)
ngajar mata pelajaran Fisika. Guru bersangkutan 2. Kurang 27,7% 22,6% 10,2% 6,7% 29,0%
tentunya ti dak memili ki kompete nsi untuk sesuai (76) (7) (13) (1) (31)
mengajar mata pelajaran tersebut, yang pada 3. Tidak sesuai 9,9% 38,7% 2,3% 6,7% 6,5%
(27) (12) (3) (1) (7)
gilirannya berdampak negatif atas mutu proses
Jumlah 100 % 100 % 100 % 100 % 100 %
dan hasil belajar siswa. (274) (31) (128) (15) (107)
Tabel 3. Kesesuaian Latar Belakang Pendidikan
Kebutuhan Guru akan Pelatihan
Guru SMP/MTs dan SM dengan Mata Pelajaran
Utama yang Diajarkan Upaya untuk meningkatkan profesionalisme guru
dilakukan melalui kegiatan pelatihan. Namun
Tingkat Kesesuaian F %
berdasarkan Ternyata, masih cukup banyak guru
1. Sesuai 377 67,5
yang tidak pernah mengikuti penataran/pelatihan
2. Kurang sesuai 128 23,1
3. Tidak sesuai 50 9,0 (43,0 %). Berdasarkan Tabel 5 , pela tiha n
Jumlah 555 100 “Penggunaan Metode Be lajar Me ngajar”
cenderung dibutuhkan hampir oleh semua guru,
Keterangan: baik oleh guru di sekolah negeri maupun swasta.
1. Sesuai: Latar belakang pendidikan sama MTs dan MA tampak lebih membutuhkan materi
dengan matapelajaran yang diajarkan pelatihan ini. Ini tercermin dengan tanggapan
mereka yang 1 00% memili h “dibutuhka n.”
2. Kurang Sesuai: Latar belakang pendidikan
Sedangkan di MI hanya sekitar 6.8% guru yang
berada satu rumpun ilmu dengan mata
tidak membutuhkan dan kurang membutuhkan,
pelajaran yang diajarkan, misalnya Biologi
dan merupakan jenis sekolah yang paling sedikit
dengan Fisika, IPS dengan Sejarah
gurunya memilih “dibutuhkan” dibandingkan jenis
3. Tidak Sesuai: Latar belakang pendidikan tidak
sekolah lainnya.
satu rumpun dengan mata pelajaran yang
Menurut latar belakang pendidikan dan status
diajarkan, misalnya Matematika dengan
kepegawaian, guru yang ber latar belaka ng
Pendidikan Jasmani.
pendidikan non-keguruan cenderung membutuh-
Selanjutnya, setelah dianalisis lebih jauh kan pelatihan “Penggunaan Metode Belajar
berdasarkan jenis sekolahnya, SMA dan MA me- Mengajar,” baik diploma maupun S1. Hal ini terlihat
rupakan sekolah dengan guru yang proporsinya dari jawaban mereka yang tidak memilih “tidak
paling banyak memiliki kesesuaian antara latar dibutuhkan” sama sekali. Untuk guru berpen-
belakang pendidikan dengan mata pelajaran didikan S2, biarpun yang menjawab “kurang
utama yang diajarkannya, yaitu 87,5% dan 86,7% membutuhkan” relatif banyak, namun banyak pula
bila dibandingkan dengan dengan jenis sekolah yang membutuhkan pelat ihan (85 ,7%).
lainnya. Sementara kategori “kurang sesuai” lebih Sementara guru honor terlihat lebih banyak yang
besar proporsinya ditemui pada SMP (27,7%) dan membutuhkan pelatihan “Penggunaan Metode
SMK (29,0%). Tabel 4 menunjukkan bahwa guru Belajar Mengajar” ini.
244
Mahdiansyah, Kajian Kebutuhan Peningkatan Kompetensi Mengajar Guru
Tabel 5. Tanggapan Guru tentang “Pelatihan Tabel 7. Tanggapan Guru tentang “Pelatihan
untuk Meningkatkan Kemampuan Guru dalam untuk Meningkatkan Pengetahuan
Menggunakan Metode Belajar Mengajar” tentang Materi Mata Pelajaran”
Tabel 6. Tanggapan Guru tentang “Pelatihan “Manajemen Pengelo laan Kelas” c enderung
Manajemen Pengelolaan Kelas” dibutuhkan hampir oleh semua guru, baik oleh
245
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 16, Nomor 3, Mei 2010
246
Mahdiansyah, Kajian Kebutuhan Peningkatan Kompetensi Mengajar Guru
Materi Kurikulum.” Sedangkan guru berpendidikan tersebut, pada dasarnya tetap memerlukan guru
S2 kurang membutuhkan pelatihan ini, yaitu baik sebagai sumber ilmu pengetahuan atau
hanya sekit ar 71,4% yang memili h bahwa sebagai fasilitator dalam memperdalam ilmu
pelatihan tersebut “dibutuhkan.” Demikian pula penget ahuan le bih lanjut . Guru memang
halnya jika guru dilihat menurut status memegang peran utama dalam mentransfer ilmu
kepegawaian, yakni guru berstatus PNS (97,6%) pengetahuan kepada siswa, tapi guru bukan satu-
dan guru honor (95,7%) lebih membutuhkan satunya sumber ilmu pengetahuan.
pelatihan tentang “Penguasaan Materi Kurikulum” Kompetensi mengajar guru dilihat dari
ini. penguasaan guru atas materi pelajaran yang
Upaya peningkatan mutu pendidikan tidak diajarkan. Kajian ini mengungkapkan penguasaan
terlepas dari peran guru. Guru merupakan salah materi guru SD/MI cukup memprihatinkan,
satu determinan terhadap peningkatan mutu sementara guru SMP/MTs dan SM sudah cukup
pendidikan. Penerapan teknologi dalam kegiatan baik. Demikian juga jika kesesuaian mengajar
bel ajar mengaja r dianggap seb agai fakto r diukur dengan latar belakang pendidikan dengan
pelengkap (suplementary) terhadap peran guru. mata pelajaran yang diajarkan, maka Kota
Hal ini merupakan suatu justifikasi bahwa dalam Bontang tidak harus menjadikan in-service training
kegiatan belajar mengajar peran guru tidak dapat yang ditujukan untuk meningkatkan kesesuaian
digantikan oleh berbagai sarana bahkan sarana latar belakang pendidikan guru dengan mata
dengan sentuhan teknologi sekalipun. Berdasar- pelajaran yang diajarkan menjadi prioritas. Sekali
kan pada pernyataan tersebut, peningkatan lagi, jika program in-service training ini tetap
kemampuan guru dapat menjadi jaminan terhadap menjadi prioritas maka dalam waktu satu sampai
peningkatan mutu pendidikan. dua tahun seharusnya semua guru dapat
Guru memang merupakan determinan ter- dit argetkan. Pro gram pelatihan memang
hadap peningkatan mutu pendidikan, tetapi tanpa merupakan solusi yang diambil ketika masalah
dukungan sarana guru tidak dapat menjalankan yang timbul adalah berkenaan dengan rendahnya
perannya dengan efektif. Profesionalisme guru kompetensi. Tetapi pelatihan belum merupakan
tidak menjadi jaminan bagi hasil kegiatan belajar solusi yang dapat memecahkan masalah ketika
mengajar maksimal tanpa didukung oleh sumber suatu organisasi tidak mempunyai visi yang jelas
bel ajar dan sarana yang memadai. Dalam tentang apa yang akan dicapai. Pada dasarnya
melaksanakan perannya, guru beranggapan pelatihan diarahkan untuk memberdayakan
bahwa ketersediaan buku teks sebagai sumber tenaga guru untuk mencapai visi sekolah.
belajar utama dianggap belum memadai. Fakta Hasil survai menunjukkan bahwa faktor
ini menunjukkan bahwa tanpa dukungan sumber pendidikan dan pengalaman tidak membedakan
belajar dalam bentuk buku teks, sulit bagi guru kebutuhan guru terhadap program-program
untuk dapat meningkatkan prestasi akademis pelatihan yang diinginkan. Dengan kata lain, guru
siswa di Kota Bontang. Buku tidak hanya memuat dengan berbagai jenjang pendidikan dan dengan
berbagai konsep-konsep yang diajarkan oleh rentang pengalaman mengajar yang rendah
guru; buku juga memuat informasi tambahan sampai tinggi cenderung membutuhkan program
yang dapat memberikan ilustrasi bagi siswa untuk pelatihan. Pemberlakuan kurikulum tingkat
memperkaya informasi yang diperoleh dari guru. satuan pendidikan (KTSP) tidak hanya membawa
Argumentasi yang sering dikemukakan terhadap konsekuensi terhadap metode belajar, cakupan
keberadaan buku adalah bahwa fungsi buku teks bahan ajar, tetapi juga pada sistem evaluasi.
tidak dapat menggantikan fungsi guru sebagai Secara hara fiah kompete ns i tidak hanya
sumber ilmu. mengukur kemampuan akademis siswa tetapi juga
Dengan demikian fungsi guru adalah sebagai kemampuan dalam mengaplikasikan pengetahuan
fasilitator siswa. Peran fasilitator yang dimaksud yang diperoleh dari ruang ke kelas kepada
adalah membantu siswa dalam mencari informasi kehidupan sehari-hari sesuai dengan jenjang
mengerjakan soal atau tugas yang diberikan oleh pendidikan yang ditempuh oleh siswa.
guru kepada siswa. Pentahapan belajar mengajar
247
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 16, Nomor 3, Mei 2010
Berdasarkan pada hasil analisis data survai pelatihan “Penggunaan Metode Belajar Mengajar,”
menunjukkan bahwa guru memerlukan pelatihan “Manajemen Pengelolaan Kelas,” “Peningkatan
manajemen pengelolaan kelas, materi pelajaran, Pengetahuan tentang Materi Mata Pelajaran,”
dan penyu-sunan tes. Meskipun hasil survai tidak “Penyusunan Tes,” dan “Penguasaan Materi
menanyakan ala san me ngapa je nis-jenis Kurikulum” cenderung dibutuhkan hampir oleh
pe-latihan te rsebut yang di mi nati , namun semua guru, terutama guru MI, MTs dan MA serta
penerapan KTSP menjadi alasan yang kuat bagi guru yang berlatar belakang pendidikan non-
guru-guru Kota Bontang mengapa program- keguruan. Pe lati han tentang pe nge mbag an
program tersebut yang menjadi pilihan. Seperti kurikulum dan penyusunan tes dibutuhkan hampir
dikemukakan sebelumnya, perubahan kurikulum oleh semua guru, terutama guru MI, MTs dan MA
membawa ko nsekue ns i te rhadap met ode serta guru yang berlatar belakang pendidikan non-
mengajar, bahan ajar, serta sistem evaluasi. keguruan.
248
Mahdiansyah, Kajian Kebutuhan Peningkatan Kompetensi Mengajar Guru
Pustaka Acuan
Anderson, Lorin W. 1989. The Effective Teacher Study Guide and Readings. New York: McGraw-Hill, Inc.
Dunkin, MJ. 1997. “Assessing Teacher’s Effectiveness.” Issues in Educational Research, 7(1), 1997, 37-
51.
Departemen Pendidikan Nasional, 2005. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005
Tentang Guru dan Dosen
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional, Nomor 16 tahun 2007 Tentang Standar Akademik dan
Kompetensi Guru
Samana. 1994. Profesionalisme Keguruan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius
Soedijarto. 1993. Memantapkan Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Grasindo
Tirtarahardja dan Sula. 2000. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta
249