Anda di halaman 1dari 45

LAPORAN KERJA PTAKTEK

PERANCANGAN CONDENSATE STABILIZATION


PT. PERTAMINA EP CIREBON ASSET 3
18 Maret 2019-16 April 2019

Disusun Oleh:

DLIYAUN NAJIHAH
(15/385162/TK/43824)

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2019
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KERJA PRAKTEK

PERANCANGAN CONDENSATE STABILIZATION

Disusun oleh:

Dliyaun Najihah 15/385162/TK/43824

Laporan Kerja Praktik ini telah diperiksa dan disetujui.

Cirebon, 16 April 2019


Menyetujui,
Pembimbing

Nanang Hasanudin

i
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KERJA PRAKTEK

PERANCANGAN CONDENSATE STABILIZATION

Disusun oleh:

Dliyaun Najihah 15/385162/TK/43824

Laporan Kerja Praktik ini telah diperiksa dan disetujui.

Yogyakarta, April 2019


Menyetujui,
Dosen Pembimbing

Ahmad Tawfiequrrahman Y., S.T., M.T., D.Eng.


NIP. 19770721 200212 1 003

ii
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam yang Maha Esa. Atas segala
rahmat dan kuasanya, saya dapat menyelesaikan kerja praktek di PT Pertamina Cirebon
Asset 3. Shalawat serta salam saya sampaikan kepada Rasulullah Muhammad SAW,
beserta keluarga, dan para sahabatnya.

Pelaksanaan dan penyusunan laporan kerja praktek ini merupakan salah satu
syarat kelulusan mahasiswa di Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas
Gadjah Mada. Dengan pelaksanaan kerja praktek ini diharapkan mahasiswa dapat
mengimplementasikan ilmu yang diperoleh di bangku kuliah sekaligus memperoleh ilmu
yang bermanfaat dan pengalaman sebagai bekal untuk terjun ke dunia kerja di masa
mendatang.

Pada kesempatan ini saya ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak
yang membantu pelaksanaan dan penyusunan laporan kerja praktek ini serta kepada
pihak yang memberikan dukungan secara langsung maupun tidak langsung. Saya ucapkan
terima kasih kepada:

1. Pak Ahmad Tawfiequrrahman Y., S.T., M.T., D.Eng. selaku Dosen Pembimbing Kerja
Praktek.
2. Seluruh staf TU Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah
Mada yang tanpa bantuannya kerja praktek ini tidak mungkin terlaksana.
3. Ibu Sri selaku HR Manajer PT Pertamina EP Cirebon Asset 3.
4. Bapak Nanang Hasanudin selaku Pembimbing Kerja Praktek di Perusahaan.
5. Seluruh staf engineer di Surface Facilities PT Pertamina EP Cirebon Asset 3 .
6. Ibu, Bapak, yang selalu mendukung dan mendoakan penulis dalam menyelesaikan
pembuatan laporan Kerja Praktek.

iii
7. Seluruh staff dan dosen Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas
Gadjah Mada.

Saya menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam


pelaksanaan dan penyusunan laporan kerja praktek. Oleh karena itu, saya mengharapkan
kritik serta saran untuk memperbaiki kekurangan dan kesalahan tersebut. Akhir kata,
‘Khairunnaas anfaa’uhum linnaas’ saya berharap semoga laporan kerja praktek ini dapat
membagikan ilmu dan bermanfaat bagi para pembaca.

Cirebon, 16 April 2019

Penulis

iv
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN......................................................................................................... i

KATA PENGANTAR................................................................................................................ iii

DAFTAR ISI........................................................................................................................... iv

DAFTAR GAMBAR................................................................................................................. v

DAFTAR TABEL..................................................................................................................... vi

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................................... 1

BAB II TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN.............................................................................. 6

BAB III TINJAUAN PUSTAKA................................................................................................ 17

BAB IV HASIL DAN PEMBHASAN........................................................................................ 25

BAB V KESIMPULAN........................................................................................................... 32

BAB VI DAFTAR PUSTAKA................................................................................................... 33

BAB VII LAMPIRAN............................................................................................................. 34

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktur Perusahaan PT Pertamina EP.............................................................. 12

Gambar 2. Separator Horizontal......................................................................................... 20

Gambar 3. Separator Vertikal.............................................................................................. 21

Gambar 4. Separator Spherical........................................................................................... 21

Gambar 5. Process Flow Diagram Fasilitas Produksi Lapangan Jatiasr i Komplek


(Existing).............................................................................................................................. 23

Gambar 6. Diagram Alir Perancangan Condensate Stabilization................................ 27

Gambar 7. Grafik RVP VS Duty Pada Coil Pemanas Tangki Condensate Stabilization Pada
Tekanan 30 Psig .................................................................................................................. 28

Gambar 8. Grafik Tekanan VS Duty Pada Coil Pemanas Tangki Condensate Stabilization
Pada RVP Kondensat 12 Psia............................................................................................... 29

Gambar 9. Diagram Alir Perancangan Condensate Stabilization Tekanan Atmosferik....... 30

Gambar 10. Torispherical flanged and dished head............................................................ 34

vi
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Klasifikasi Sumur Minyak Bumi Dan Gas Alam....................................................... 18

Tabel 2. Komposisi Kmponen Sumur Jatiasri....................................................................... 26

Tabel 3. Spesifikasi Alat Condensor Stabilization................................................................ 31

vii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kemampuan dalam mengolah dan memproses bahan mentah menjadi
produk merupakan salah satu aspek kemampuan yang harus dimiliki oleh
seorang lulusan S1 program Studi Teknik Kimia di Departemen Teknik Kimia,
Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada. Proses pengolahan minyak bumi dan
gas alam merupakan salah satu basis besar bagi industri lain. Proses
pengambilan, pemurnian, dan pemrosesan minyak bumi dan gas alam
merupakan pokok bahasan yang penting dan sering dibahas dalam pembelajaran
di Teknik Kimia.
Selain mahasiswa dituntut untuk belajar teori dari literatur dan pembelajaran
di kelas untuk memahami dan menguasai ilmu-ilmu teknik kimia, perlu juga
dilakukan pembelajaran dengan cara yang lebih komprehensif dan tepat guna.
Salah satu contohnya adalah dengan melakukan observasi lapangan secara
langsung tentang aplikasi prinsip-prinsip ilmu yang sebelumnya telah dipelajari di
kelas.
Kerja praktek merupakan suatu proses pembelajaran dengan mengamati
proses atau fenomena berdasarkan relasi ilmunya dengan studi langsung di
lapangan, sehingga memberikan tambahan pengetahuan serta wawasan
mengenai aplikasi ilmu-ilmu teknik kimia dalam industri. Dengan demikian
diharapkan mahasiswa dapat lebih memahami tentang proses kimia yang
berlangsung dalam suatu pabrik kimia serta menjadi suatu bahan pembanding
antara ilmu yang didapatnya di kelas dengan kondisi nyata di industri untuk
pemahaman lebih lanjut. Selain itu, dengan adanya kerja praktik ini diharapkan
dapat menjadi jembatan yang menghubungkan antara dunia pendidikan dengan

1
dunia industri, sehingga dapat mewujudkan kerjasama yang menguntungkan
antara kedua belah pihak.

1.2 Tujuan

Kerja praktik yang dilaksanakan ini bertujuan untuk :

1. Memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan studi di Departemen


Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada.
2. Mengaplikasikan ilmu-ilmu yang telah didapat selama kuliah dalam dunia
industri secara nyata.
3. Mendapat gambaran yang lebih nyata dan pemahaman yang lebih jelas dari
penerapan Chemical Engineering Tools di dunia industri.
4. Menambah pengalaman dan pengetahuan mahasiswa dengan memecahkan
persoalan-persoalan baik yang menyangkut masalah teknik maupun non-
teknik yang terjadi di perusahaan.
5. Mengenal lebih jauh dunia industri dan mengetahui secara umum profil PT.
Pertamina EP sehingga dapat memberikan gambaran sesungguhnya tentang
dunia industri terutama di bidang pengolahan minyak bumi dan gas alam.
1.2 Batasan Masalah
Masalah yang akan didiskusikan dalam dalam laporan kerja praktek ini
dibatasi pada perancangan Condensate Stabilization untuk menghasilkan
kondensat dengan Reid Vapor Pressure maksimal 12 psia.

1.4 Lokasi dan Waktu Kerja Praktek

1.4.1 Lokasi Kerja Praktek

Lokasi pelaksanaan kerja praktek adalah di PT.Pertamina EP Asset 3 Field


Subang Jl. Patra Raya No.1, Klayan, Cirebon.

2
1.4.2 Waktu Praktek Kerja

Pelaksanaan kerja praktek dilaksanakan mulai tanggal 18 Maret 2019 – 16


April 2019, setiap hari senin – jum’at mulai pukul 07.00 WIB – 16.00 WIB.

1.5 Metode Pengumpulan Data

Dalam menyusun laporan kerja praktek di PT.Pertamina EP Asset 3, metode


yang digunakan untuk menyusunnya adalah:

a. Data Primer
Data primer adalah data-data yang diperoleh secara langsung dari
sumbernya, dalam hal ini adalah Pertamina EP Asset 3. Data primer dapat
diperoleh dengan cara:
1. Metode Observasi
Pengumpulan data dengan cara mencari informasi secara
langsung melalui observasi di lapangan.
2. Metode Study Literatur
Metode kepustakaan adalah metode mengumpulkan data
yang diperoleh melalu buku atau sumber sumber lainnya yang
berkaitan dengan masalah yang diteliti.
3. Metode Interview
Dalam metode ini pengumpulan data dilakukan dengan
bertanya secara langsung kepada responden. Dalam hal ini adalah
pembimbing atau mentor maupun pihak-pihak yang memiliki
informasi yang dibutuhkan, sehingga dapat membantu dan
memberikan penjelasan tentang masalah yang diteliti.
b. Data Sekunder

3
Dalam data sekunder ini, data-data diperoleh tidak secara langsung
pada responden melainkan dengan berdasar pada literatur yang mendukung
penyusunan laporan. Literatur ini didapat dari brosur, buku petunjuk, studi
kepustakaan atau membaca buku-buku yang berkaitan langsung dengan
masalah serta keterangan yang didapat dari instansi perusahaan yang
bersangkutan.

1.6 Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah penyajian laporan tugas akhir ini, penulisan laporan


disusun sebagai berikut:

a. BAB 1 PENDAHULUAN
Berisi latar belakang kerja praktek; identifikasi dan rumusan masalah;
maksud dan tujuan kerja praktek; lokasi dan waktu pelaksanaan kerja
praktek; sistematika penulisan.
b. BAB 2 TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN
Pada bab ini menjelaskan secara umum Pertamina EP Asset 3 baik
profil perusahaan, sejarah berdirinya, visi misi dan tata nilainya, struktur
organisasi, maupun SHE (Safety Health and Environment) perusahaan.
c. BAB 3 TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisi tinjauan pustaka atau informasi-informasi yang
mendukung pengerjaan tugas khusus.
d. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisi hasil dan pembahasan dari tugas khusus yang telah
diberikan.
e. BAB V KESIMPULAN

4
Bab ini berisi kesimpulan umum dari hasil dan pembahasan tugas
khusus
f. BAB VI DAFTAR PUSTAKA
g. BAB VII LAMPIRAN

5
BAB II

TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN

2.1 Profil Perusahaan


PT Pertamina EP adalah perusahaan yang menyelenggarakan kegiatan usaha
di sektor hulu bidang minyak dan gas bumi, meliputi eksplorasi dan eksploitasi.
Di samping itu, Pertamina EP juga melaksanakan kegiatan usaha penunjang lain
yang secara langsung maupun tidak langsung mendukung bidang kegiatan usaha
utama.
Saat ini tingkat produksi Pertamina EP adalah sekitar 100.000 barrel oil per
day (BOPD) untuk minyak dan sekitar 1.016 million standard cubic feet per day
(MMSCFD) untuk gas.
Wilayah Kerja (WK) Pertamina EP seluas 113,613.90 kilometer persegi
merupakan limpahan dari sebagian besar Wilayah Kuasa Pertambangan Migas
PT PERTAMINA (PERSERO). Pola pengelolaan usaha WK seluas itu dilakukan
dengan cara dioperasikan sendiri (own operation) dan kerja sama dalam bentuk
kemitraan, yakni 4 proyek pengembangan migas, 7 area unitisasi dan 39 area
kontrak kerjasama kemitraan terdiri dari 24 kontrak Technical Assistant Contract
(TAC), 15 kontrak Kerja Sama Operasi (KSO). Jika dilihat dari rentang geografinya,
Pertamina EP beroperasi hampir di seluruh wilayah Indonesia, dari Sabang
sampai Merauke.
WK Pertamina EP terbagi ke dalam lima asset. Operasi kelima asset terbagi
ke dalam 21 Field, yaitu:
1. Asset 1 : Rantau Field, Pangkalan Susu Field, Lirik Field, Jambi Field, dan
Ramba Field
2. Asset 2 : Prabumulih Field, Pendopo Field, Limau Field dan Adera Field
3. Asset 3 : Subang Field, Jatibarang Field dan Tambun Field

6
4. Asset 4 : Cepu Field, Poleng Field, Matindok Field dan Papua Field
5. Asset 5 : Sangatta Field, Bunyu Field, Tanjung Field, Sangasanga Field, dan
Tarakan Field.
Di samping pengelolaan WK tersebut di atas, pola pengusahaan usaha yang
lain adalah dengan model pengelolaan melalui proyek-proyek, antara lain, Pondok
Makmur Development Project di Jawa Barat, Paku Gajah Development Project di
Sumatera Selatan, Jawa Gas Development Project di Jawa Tengah, dan Matindok
Gas Development Project di Sulawesi Tengah.

Berdasarkan UU No. 22 Tahun 2001 tentang MIGAS khususnya pada pasal 61 ,


pada saat terbentuknya PT Pertamina (Persero) sebagai pengganti Pertamina, badan
usaha milik Negara tersebut wajib mengadakan Kontrak Kerja Sama dengan Badan
Pelaksana untuk melanjutkan eksplorasi dan eksploitasi pada bekas Wilayah Kuasa
Pertambangan Pertamina. Selanjutnya sesuai dengan PP No. 35 Tahun 2004
khususnya pada pasal 104 butir j dinyatakan bahwa dalam jangka waktu paling lama
2 (dua) tahun, PT Pertamina (Persero) wajib membentuk anak perusahaan dan
mengadakan Kontrak Kerja Sama dengan Badan Pelaksana Minyak dan GasBumi
dengan angka waktu selama 30 (tiga puluh) tahun dan dapat diperpanjang sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. PT Pertamina EP dibentuk
berdasarkan Akta Notaris Marianne Vincentia Hamdani, SH nomor 4 pada tanggal 13
September 2005. Selanjutnya, tepat pada 17 September 2005 PT Pertamina EP
menandatangani Kontrak Kerja Sama dengan BPMIGAS. (Pertamina EP, 2009)

2.2 Sejarah Perusahaan


a. Era 1800 Awal Pencarian
Di Indonesia sendiri, pemboran sumur minyak pertama dilakukan
oleh Belanda pada tahun 1871 di daerah Cirebon. Namun demikian, sumur
produksi pertama adalah sumur Telaga Said di wilayah Sumatera Utara yang

7
dibor pada tahun 1883 yang disusul dengan pendirian Royal Dutch Company
di Pangkalan Brandan pada 1885. Sejak era itu, kegiatan ekspolitasi minyak di
Indonesia dimulai.
b. Era 1900 Masa Perjuangan
Setelah diproduksikannya sumur Telaga Said, maka kegiatan industri
perminyakan di tanah air terus berkembang. Penemuan demi penemuan
terus bermunculan. Sampai dengan era 1950an, penemuan sumber minyak
baru banyak ditemukan di wilayah Jawa Timur, Sumatera Selatan, Sumatera
Tengah, dan Kalimantan Timur. Pada masa ini Indonesia masih dibawah
pendudukan Belanda yang dilanjutkan dengan pendudukan Jepang. Ketika
pecah Perang Asia Timur Raya produksi minyak mengalami gangguan. Pada
masa pendudukan Jepang usaha yang dilakukan hanyalah merehabilitasi
lapangan dan sumur yang rusak akibat bumi hangus atau pemboman lalu
pada masa perang kemerdekaan produksi minyak terhenti. Namun ketika
perang usai dan bangsa ini mulai menjalankan pemerintahan yang teratur,
seluruh lapangan minyak dan gas bumi yang ditinggalkan oleh Belanda dan
Jepang dikelola oleh negara.
c. Era 1957 Tonggak Sejarah Pertamina
Untuk mengelola aset perminyakan tersebut, pemerintah mendirikan
sebuah perusahaan minyak nasional pada 10 Desember 1957 dengan nama
PT Perusahaan Minyak Nasional, disingkat PERMINA. Perusahaan itu lalu
bergabung dengan PERTAMIN menjadi PERTAMINA pada 1968. Untuk
memperkokoh perusahaan yang masih muda ini, Pemerintah menerbitkan
UU No. 8 pada 1971, yang menempatkan PERTAMINA sebagai perusahaan
minyak dan gas bumi milik negara. Berdasarkan UU ini, semua perusahaan
minyak yang hendak menjalankan usaha di Indonesia wajib bekerja sama
dengan PERTAMINA. Karena itu PERTAMINA memainkan peran ganda yakni

8
sebagai regulator bagi mitra yang menjalin kerja sama melalui mekanisme
Kontrak Kerja Sama (KKS) di wilayah kerja (WK) PERTAMINA. Sementara di
sisi lain PERTAMINA juga bertindak sebagai operator karena juga menggarap
sendiri sebagian wilayah kerjanya.
d. Era 2000 Perubahan Regulasi
Sejalan dengan dinamika industri migas di dalam negeri, Pemerintah
menerbitkan Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi No. 22 tahun 2001.
Sebagai konsekuensi penerapan UU tersebut, Pertamina beralih bentuk
menjadi PT Pertamina (Persero) dan melepaskan peran gandanya. Peran
regulator diserahkan ke lembaga pemerintah sedangkan Pertamina hanya
memegang satu peran sebagai operator murni. Peran regulator di sektor
hulu selanjutnya dijalankan oleh BPMIGAS yang dibentuk pada tahun 2002.
Sedangkan peran regulator di sektor hilir dijalankan oleh BPH MIGAS yang
dibentuk dua tahun setelahnya pada 2004. Di sektor hulu, Pertamina
membentuk sejumlah anak perusahaan sebagai entitas bisnis yang
merupakan kepanjangan tangan dalam pengelolaan kegiatan eksplorasi dan
eksploitasi minyak, gas, dan panas bumi, pengelolaan transportasi pipa migas,
jasa pemboran, dan pengelolaan portofolio di sektor hulu. Ini merupakan
wujud implementasi amanat UU No.22 tahun 2001 yang mewajibkan PT
Pertamina (Persero) untuk mendirikan anak perusahaan guna mengelola
usaha hulunya sebagai konsekuensi pemisahan usaha hulu dengan hilir.
e. Era 2005 Entitas Bisnis Murni
Atas dasar itulah PT Pertamina EP didirikan pada 13 September 2005.
Sejalan dengan pembentukan PT Pertamina EP maka pada tanggal 17
September 2005, PT Pertamina (Persero) telah melaksanakan
penandatanganan Kontrak Kerja Sama (KKS) dengan BPMIGAS (sekarang
SKKMIGAS) – yang berlaku surut sejak 17 September 2003 – atas seluruh

9
Wilayah Kuasa Pertambangan Migas yang dilimpahkan melalui perundangan
yang berlaku. Sebagian besar wilayah PT Pertamina (Persero) tersebut
dipisahkan menjadi Wilayah Kerja (WK) PT Pertamina EP. Pada saat
bersamaan, PT Pertamina EP juga melaksanakan penandatanganan KKS
dengan BPMIGAS (sekarang SKKMIGAS) yang berlaku sejak 17 September
2005.
Dengan demikian WK PT Pertamina EP adalah WK yang dahulu
dikelola oleh PT Pertamina (Persero) sendiri dan WK yang dikelola PT
Pertamina (Persero) melalui TAC (Technical Assistance Contract) dan JOB EOR
(Joint Operating Body Enhanced Oil Recovery). Dengan tingkat pertumbuhan
produksi rata-rata 6-7 persen per tahun, PT Pertamina EP memiliki modal
optimisme kuat untuk tetap menjadi penyumbang laba terbesar PT
Pertamina (Persero). Keyakinan itu juga sekaligus untuk menjawab tantangan
pemeritah dan masyarakat yang menginginkan peningkatan produksi migas
nasional. (Pertamina EP, 2009)
2.3 Visi, Misi dan Tata Nilai Perusahaan

Visi dari PT Pertamina EP adalah ‘Menjadi perusahaan eksplorasi dan produksi


minyak dan gas bumi kelas dunia’. Sedangkan misi PT Pertamina EP adalah
‘Melaksanakan pengusahaan sektor hulu minyak dan gas dengan penekanan pada
aspek komersial dan operasi yang baik serta tumbuh dan berkembang bersama
lingkungan hidup’.

PT Pertamina EP menerapkan tata nilai 6C yaitu:

a. CLEAN (BERSIH), Dikelola secara profesional, menghindari benturan


kepentingan, tidak menoleransi suap, menjunjung tinggi kepercayaan dan
integritas. Berpedoman pada asas-asas tata kelola korporasi yang baik.

10
b. COMPETITIVE (KOMPETITIF), Mampu berkompetisi dalam skala regional
maupun internasional, mendorong pertumbuhan melalui investasi,
membangun budaya sadar biaya dan menghargai kinerja.
c. CONFIDENT (PERCAYA DIRI), Berperan dalam pembangunan ekonomi
nasional, menjadi pelopor dalam reformasi BUMN, dan membangun
kebanggaan bangsa.
d. CUSTOMER FOCUSED (FOKUS PADA PELANGGAN), Berorientasi pada
kepentingan pelanggan dan berkomitmen untuk memberikan pelayanan
terbaik kepada pelanggan.
e. COMMERCIAL (KOMERSIAL), Menciptakan nilai tambah dengan orientasi
komersial,mengambil keputusan berdasarkan prinsip-prinsip bisnis yang
sehat.
f. CAPABLE (BERKEMAMPUAN), Dikelola oleh pemimpin dan pekerja yang
profesional dan memiliki talenta dan penguasaan teknis tinggi, berkomitmen
dalam membangun kemampuan riset dan pengembangan. (Pertamina EP,
2009)
2.4 Struktur Organisasi Perusahaan
Struktur organisasi persahaan PT Pertamina EP ditunjukkan pada gambar
berikut:

11
Gambar 1. Struktur Perusahaan PT Pertamina EP (Pertamina EP, 2009)

2.5 Pekerja Perusahaan


Pekerja Pertamina EP adalah profesional yang diseleksi secara ketat dan
akurat. Selanjutnya, mereka secara terus menerus ditingkatkan kemampuannya
sehingga menjadi manusia-manusia pekerja yang tangguh, memiliki keunggulan
kompetitif berkesinambungan, berjiwa wira usaha, profesional dan bermoral
tinggi.
Kualitas dan moralitas yang tinggi ini sangat diperlukan karena pekerja
Pertamina EP sangat diandalkan sebagai penghasil devisa bagi Negara. Karena
kewajiban yang dibebankan di pundaknya inilah maka peningkatan kualias SDM
Pertamina EP merupakan keniscayaan.
Pengembangan sisi manusia di Pertamina EP menitikberatkan pada
peningkatan personal quality dan empowerment, dengan standar World Class
People. Perjalanan untuk mendapatkan pekerja yang berkelas dunia dimulai

12
dengan beberapa proyek yang dilaksanakan sejak awal transformasi, yakni
Talent Management dan Succession Planning.
Perusahaan tumbuh dan berkembang sebagai entitas bisnis yang memiliki
peran kepanjangan tangan strategis dari induk perusahaannya. Pertumbuhan ini
memperkuat posisi Perusahaan sebagai value creator penyumbang sekitar 80%
laba PT Pertamina (PERSERO). Perusahaan senantiasa berupaya
mempertahankan posisi utamanya serta meningkatkan kemampuan dan
keandalan dalam bidang eksplorasi dan produksi secara optimal dan efisien.
(Pertamina EP, 2009)
2.6 SHE (Safety Health and Environment) perusahaan
Di perusahaan PT Pertamina EP Cirebon, faktor SHE (Safety Health and
Environment) dalam melakukan setiap pekerjaan sangatlah diperhatikan. PT
Pertamina EP Cirebon memiliki sebuah HSSE Training Centre. HSSE Training
Centre ini merupakan suatu fasilitas di PT Pertamina EP Cirebon yang bertujuan
menanamkan pentingnya aspek keselamatan dalam bekerja di lingkungan PT
Pertamina EP Cirebon Asset 3. Setiap karyawan di PT Pertamina Cirebon
diwajibkan untuk mengerti dan memahami serta mengamalkan prosedur bekerja
di PT Pertamina EP Cirebon Asset 3 agar terhindar dari kecelakaan saat bekerja.
Setiap karyawan baru yang akan bekerja di PT Pertamina EP Cirebon akan diberi
pelatihan khusus mengenai pentingnya keselamatan bekerja di lapangan dan
pada akhir masa training mereka akan dites oleh HSSE, dan bila mereka tidak
lulus mereka harus mengulang lagi dari awal sampai mereka lulus. Mereka yang
lulus akan mendapatkan kartu HSSE yang akan dibutuhkan untuk memasuki
berbagai wilayah kerja di PT Pertaminan EP Cirebon. Selain karyawan, para
pengunjung juga diwajibkan mengikuti induction HSSE di HSSE Training Centre
untuk bisa memasuki beberapa wilayah kerja di PT Pertamina EP Cirebon.

13
Dalam induction PT Pertamina EP Cirebon Aset 3, dipaparkan mengenai
gambaran umum profil perusahaan, visi, misi, tata nilai, wilayah kerja serta yang
paling penting dan utama adalah mengenai keselamatan kerja di lapangan. PT
Pertamina EP Cirebon menanamkan ‘15 saving rules’ sebagai aturan pokok untuk
menghindari adanya kecelakaan kerja.
Isi dari 15 saving rules ini antara lain:
1. Tools and equipment
Memiliki sertifikat dan otorisasi untuk menggunakan tools and equipment,
posisikan diri selalu di luar line of fire dari pergerakan tools and
equipment, dilarang memodifikasi tools and aquipment, dilarang
menggunakan tools and equipment yang rusak, dilarang menggunakan
tools and equipment di atas toleransi beban kerjanya.
2. Safe zone position
Definisikan area kerja sebagai area 360o di sekitar tools and equipment,
dilarang memasuki area kerja terbatas tanpa memiliki otorisasi,
3. Permit to work
Selalu patuhi aturan kerja, Kerja dengan resiko sedang dan tinggi harus
dilengkapi dengan SIKA (surat Izin Kerja) yang ditandatangani pejabat
berwenang.
4. Confined Space
Pekerja hanya diperbolehkan masuk pada ruang terbatas/confined space
bila pekerja terlatih dan memiliki otorisasi, selal melakukan gas tes sesuai
dengan jawdal yang telah ditentukan.
5. Lifting Operation
Selalu mengikuti lifting plan, Menggunakan hanya lifting equipment yang
telah disertifikasi, memiliki sertifikat dan otorisasi untuk menggunakan

14
tools and equipment tersebut. Dilarang melewati di bawah beban yang
sedang digantung.
6. Working At Height
Bila melakukan pekerjaan di atas ketinggian lebih dari 1,8 meter
diwajibkan mengenakan peralatan yang telah disertifikasi dan dinyatakan
aman. Pasang pengaman pada handrail, serta menggunakan alat
pelindung diri yang sesuai (fall protection system).
7. System Override
Dilarang memodifikasi alat, bila melakukan peurbahan atau modifikasi
harus didiskusikan dengan pengawas agar mendapatkan persetujuan.
8. Asset Integity
Semua alat yang digunakan untuk memproses hidrokarbon harus diuji,
dipelihara dan disertifikasi. Semua pekerja yang mengoperasikan alat
harus memiliki otorisasi.
9. Isolation
Komunikasikan pada rekan kerja lain bahwa pekerja sedang melakukan
aktifitas pada mesin dan equipment tersebut,
10. Personal floatation device
Pelampung atau alat apung lain harus selalu dikenakan pada tempat yang
teridentifikasi memiliki bahaya tenggelam.
11. Fit To Work
Melakukan minimum medical check up sesuai dengan pekerjaan dan
waktu yang telah ditetapkan, hasil medical check up harus diserahkan ke
perusahaan sebagai record keeping dan dasar analisis perusauhaan,
selalu ikuti safe work practices yang berlaku di perusahaan.
12. Journey management plan

15
Journey management plan (JMP) adalah rencana driver untuk memandu
berkendara agar selamat, pastikan ada JMP sebelum melakukan
perjalanan. Berdiskusi dengan fungsi terkait dengan perjalanan. Pastikan
JMP selalu dipatuhi selama perjalanan. Penuhi waktu istirahat driver,
patuhi rute perjalanan sesui JMP, laporkan kepada SCM-GS jika terjadi
perubahan, dispatcher harus memastikan ada JMP dan dimengerti serta
dipatuhi oleh driver,
13. Drop Object
Saat bekerja di ketinggian dan membawa peralatan, pastikan benda agar
tidak terjatuh. Pasang barier pada tempat yang memungkinkan benda
terjatuh, gunakan selalu helm keselamatan,
14. Excavation job
Pastikan supervisor menyatakan aman untuk melakukan pekerjaan,
Pastikan mengikuti persyaratan SIKA dan JSA, hentikan pekerjaan dan
beritahu atasan jika ada sesatu yang membahayakan,
15. Gas Test
Pastikan kepada pengawas pekerjaan bahwa gas telah diukur, pastikan
bahwa kondisi aman untuk bekerja, hentikan pekerjaan bila tercium bau
gas, ketahui SIKA apa saja yang memerlkan gas test, ketahui kapan dan di
mana dan seberapa sering frekuensinya, gas test dilakukan sesuai
kebutuhan baik tempat dan frekuensinya,

16
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Minyak Bumi Dan Gas Alam

Gas alam adalah gas yang dihasilkan dari perut bumi yang terdiri dari
senyawa hidrokarbon dan nonhidrokarbon. Senyawa hidrokarbon merupakan
senyawa yang dominan dan komponen utamanya adalah metana. Senyawa
hidrokarbon lainnya antara lain adalah etana, propana, butana, pentana dan
senyawa hidrokarbon lain yang lebih berat dan biasanya disebut sebagai kondensat.
Senyawa non hidrokarbon sering diistilahkan sebagai impurities adalah senyawa
yang tidak disukai adanya di dalam gas alam karena sifatnya yang mengganggu dan
menurunkan kualitas gas alam. (Kidney & Parrish, 2006)

Senyawa-senyawa non hidrokarbon yang dimaksud diantaranya adalah


nitrogen, hidrogen sulfida, merkaptan(RSH), carbonil sulfide (COS), karbon
disulfida(CS2) karbon dioksida (CO2), air (H2O) dan gas-gas lain.

Metana dan etana adalah komponen utama yang didapatkan dari gas alam
yang digunakan sebagai bahan bakar dan bahan baku pabrik petrokimia. Jenis
hidrokarbon yang biasanya terdapat di dalam gas alam pada umumnya adalah
senyawa alifatik, yaitu senyawa hidrokarbon yang ikatan antar atom karbonnya
jenuh dan lurus atau bercabang (bukan melingkar). Senyawa hidrokarbon yang
dimaksud ini mempunyai rumus molekul CnH2n2 dimana n adalah jumlah atom C.
(Kidney & Parrish, 2006)

Sumur minyak bumi dan gas alam diklasifikasikan berdasarkan jenis cairan
yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel. 1 (Steward & Arnold, 2008)

17
Tabel 1. Klasifikasi Sumur Minyak Bumi Dan Gas Alam

3.2 Kondensat

Kondensat merupakan hidrokarbon cair yang didapat dari sumur gas atau
sumur minyak bercampur gas. Kondensat adalah hidrokarbon ringan berkualitas
tinggi yang diperoleh dari pemisahan gas dan minyak. Kandungan utama kondensat
terdiri dari pentana dan nafta. Kondensat cair adalah hidrokarbon yang sangat
ringan dengan berat antara 50 dan 75 ° API. Pada kondisi temperatur kamar dan
tekanan atmosfir, kondensat ini mudah menguap. Kondensat dipisahkan dari gas
dengan alat separator atau scrubber. (Steward & Arnold, 2008)

3.3 RVP (Reid Vapor Pressure)

Vapor pressure atau disebut juga bubble point pressure adalah tekanan di
mana gelembung pertama terbentuk pada temperatur tertentu. Komposisi dari
campuran akan mempengaruhi vapor pressure. Reid vapor pressure merupakan
properti penting gasoline dan bahan bakar jet. Reid vapor pressure digunakan
sebagai kriteria untuk pencampuran produk gasoline atau bahan bakar jet tersebut.
Reid vapor pressure juga merupakan parameter penting yang dapat digunakan untuk

18
mengestimasi kehilangan produk dalam storage tank selama pengisian dan
pengosongan tangki.

Reid vapor pressure didefinisikan sebagai vapor pressure campuran


sebagaimana diukur berdasarkan metode eksperimen pada standard method ASTM
D323-99a. metode test reid vapor pressure tersebut mencakup penentuan RVP
gasoline, volatile crude oil, dan produk volatile petroleum lainnya. Menurut metode
standar tersebut, campuran yang akan dianalisis harus ditempatkan pada kontainer
sampel yang dijaga pada cooling bath temperatur 32o F. penjenuhan udara sampel
dilakukn dengan mengocok kontainer dengan cepat dan mengembalikannya pada
cooling bath. Sampel dipindahkan ke test apparatus yang terdiri dari liqiud dan
vapor chamber yang terhubung dan dilengkapi dengan alat pengukur tekanan yang
sesuai. Rasio dari volume ruangan vapor dan ruangan liqiud adalah 4. Sistem
kemudian dimasukkan ke dalam waterbath pada temperatur 100 oF, dan ketika
kesetimbangan tercapai, tekanan yang terbaca pada alat pengukur tekanan dicatat
sebagai reid vapor pressure. (Loria, 2016)

3.4 Separator

Separator adalah alat tangki bertekanan yang dirancang untuk memisahkan


campuran gas dan cairan untuk memudahkan pemrosesan selanjutnya. (Steward &
Arnold, 2008)

Separator diklasifikasikan berdasarkan bentuk, tekanan kerja dan fasa pemisahan.


Berdasarkan bentuk, separator dibedakan atas:

1. Separator Horizontal
Separator horizontal sangat cocok untuk fluida yang memiliki GOR yang
tinggi dan membutuhkan residence time yang agak lama dalam pemisahan.
Separator Horizontal dapat menghandle kapasitas yang lebih besar, karena

19
memiliki luas bidang kontak antara gas – cairan pada bagian pemisah gas lebih
lebar dan panjang. Separator horizontal lebih kecil dan karenanya lebih murah
daripada separator vertikal untuk laju aliran gas dan cairan yang sama, dan
biasa digunakan dalam aliran dengan rasio gas-cair yang tinggi dan minyak
mentah yang mudah berbusa. (Steward & Arnold, 2008)

Gambar 2. Separator Horizontal (Steward & Arnold, 2008)


2. Separator Vertical
Separator vertikal sangat baik untuk fluida yang memiliki GOR rendah
dan tekanan yang agak rendah. Seperator ini cocok untuk fluida yang
mengandung pasir atau lumpur. Separator vertikal biasanya digunakan
untuk aliran dengan rasio gas-cair menengah ke rendah. (Steward &
Arnold, 2008)

20
Gambar 3. Separator Vertikal (Steward & Arnold, 2008)
3. Separator Spherical
Pada umumnya digunakan di lapangan minyak yang kecil atau sebagai
test unit karena kapasitasnya terbatas serta memiliki ruangan permukaan
yang terbatas.

Gambar 4. Separator Spherical (Steward & Arnold, 2008)

21
Berdasarkan fasa pemisahan, separator dibedakan atas :

1. Seperator 2 fasa, memisahkan fasa cairan dan fasa gas.


2. Seperator 3 fasa, memisahkan air, minyak, dan gas.

Karakteristik dari aliran cairan masuk separator akan sangat mempengaruhi


desain dan operasi separator. Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan sebelum
merancang separator antara lain adalah: laju aliran gas dan cairan (minimum, rata-
rata, dan peak), tekanan dan suhu operasi dan desain, kecenderungan surging atau
slugging aliran umpan, sifat fisik cairan seperti kepadatan dan faktor kompresibilitas,
tingkat pemisahan yang dirancang (misalnya menghilangkan 100% partikel lebih
besar dari 10 mm), kehadiran pengotor (parafin, pasir, dll), kecenderungan berbusa
pada minyak mentah, dan kecenderungan cairan atau gas yang korosif. (Steward &
Arnold, 2008)

3.5 Fasilitas Produksi Jatiasri exsisting

Fasilitas produksi eksisting lapangan Jatiasri Komplek menggunakan Early


Production Facilities (EPF). Produksi dari Lapangan Jatiasri Komplek akan dialirkan
secara gross melalui Early Production Facilities (EPF) untuk dilakukan proses separasi.
Gas yang terpisah kemudian menuju Mainline Gas Jawa Barat, kemudian minyak dan
air dipisahkan secara gravity melalui storage tank. Minyak dialirkan melalui trukline
6 in sepanjang 3.5 km menuju jalur trunkline 8 in ruas Stasiun Booster Cilamaya –
Stasiun Booster Cemara, kemudian diteruskan menuju PPP Balongan. Air terproduksi
yang sudah dipisahkan kemudian dikirimkan menggunakan road tank menuju SP
Pegaden untuk dinjeksikan di sumur injeksi area Pegaden.

Produksi dari lapangan Jatiasri Komplek diproduksikan menggunakan Early


Production Facilities sesuai dengan Gambar Process Flow Diagram Early Production
Facilities.

22
Gambar 5. Process Flow Diagram Fasilitas Produksi Lapangan Jatiasri Komplek
(Existing)

Fasilitas produksi tersebut terdiri dari header manifold, unit separasi (MP
Production Separator, LP Production Separator, MP Test Separator dan MP Scrubber),
tangki penampung produksi, tangki penampung test sumur, pompa transfer minyak,
flare system, fire water system dan Gas Engine Generator.Secara umum kapasitas
desain EPF saat ini adalah 1600 BLPD dan 10 MMSCFD.

Produksi fluida dari lapangan Jatiasri Komplek merupakan sumur dengan


medium pressure (300 psig) yang akan diproduksikan melalui MP header manifold
kemudian gas dan cairan dipisahkan menggunakan medium pressure separator yang
beroperasi pada tekanan 300 psig. Gas dari MP Production Separator yang masih
mengandung cairan ikutan (liquid carryover) akan dialirkan menuju Production

23
Scrubber dan kemudian dialirkan menuju Mainline Gas Jawa Barat. Sedangkan liquid
dari MP Production Separator secara staging akan dialirkan ke LP production
separator yang beroperasi pada tekanan 50 psig dan kemudian di tampung dalam
tangki penampung produksi. Pada tangki produksi kemudian dilakukan settling
untuk pemisahan minyak dan air terproduksi. Setelah dilakukan pengukuran, minyak
akan dikirim menuju jalur trunkline 8 inch ruas Stasiun Booster Cilamaya – Stasiun
Booster Cemara melalui trukline 6 inch sepanjang 3.5 km. Air terproduksi yang
sudah dipisahkan kemudian dikirimkan menggunakan road tank menuju SP Pegaden
untuk dinjeksikan di sumur injeksi area Pegaden.

Gas dari lapangan Jatiasri Komplek mengandung CO2 sekitar 19 % mol. Gas
dari EPF Jatiasri Komplek dengan kandungan CO2 sebesar 19 % mol tidak
memerlukan CO2 Removal untuk menurunkan kandungan CO2 dikarenakan gas dari
EPF akan masuk jalur segmen ruas KHT – CILAMAYA yang sudah terdapat gas dari
SKG Kandanghaur Timur dengan kandungan CO2 sebesar 20 %. Kemudian gas
gabungan dari Jatiasri dan Kandanghaur Timur akan masuk ke SKG Cilamaya untuk
dilakukan mixing dengan gas dari L-Parigi yang mempunyai kandungan CO2 rendah
yaitu 0.2 %. Gas keluar dari SKG Cilamaya akan dilakukan mixing di Citarik dengan
gas dari struktur Subang dengan kandungan CO2 3.5 % dan gas dari Pasir Jadi dengan
kandungan CO2 0.2 % sehingga total kandungan CO2 di Citarik sekitar 5 %. (Fasilitas
Produksi Lapangan Jatiasri, 2016)

24
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada industri minyak dan gas, kebanyakan industri mensyaratkan agar


kondensat yang diterima dari pemrosesan pemisahan gas alam dan minyak bumi
memiliki reid vapor pressure atau RVP maksimum 12 psia. Namun, komposisi dari
minyak bumi dan gas alam pada masing-masing sumur pengeboran berbeda-beda
tergantung dari tempat pengeboran sumur tersebut. Sehingga, sering kalanya hasil
pemisahan minyak bumi dan gas alam menghasilkan kondensat dengan nilai RVP
lebih dari 12 psia. Untuk mengatasi masalah tersebut, maka diperlukan pemosesan
kondensat lebih lanjut agar memiliki spek yang sesuai dengan permintaan pasar
yaitu RVP maksimum 12 psia.

Pada lapangan Jatiasri Field Subang, proses pemisahan minyak bumi dan gas
alam menghasilkan kondensat yang memiliki nilai RVP masih di atas 12 psia. Oleh
karena itu, diperlukan adanya condensate stabilization untuk menurunkan nilai RVP
sehingga nilainya maksimum 12 psia.

Alat yang akan digunakan untuk menurunkan nilai RVP kondensat yang
dihasilkan oleh lapangan Jatiasri adalah berupa vessel berpemanas coil yang
berfungsi untuk memanaskan kondensat dan memisahkan fraksi-fraksi ringan dari
kondensat sehingga RVPnya maksimum 12 psia.

Pada perancangan condensate stabilitator ini, digunakan aplikasi AspenHysys


V8.6 untuk melakukan simulasi proses. Adapun data komposisi minyak bumi dan gas
alam dari beberapa sumur di Field Subang yang digunakan untuk simulasi
ditunjukkan pada Tabel 2 dan diagram alir proses condensate stabilization
ditunjukkan pada Gambar 6.

25
Tabel 2. Komposisi Kmponen Sumur Jatiasri

26
Gambar 6. Diagram Alir Perancangan Condensate Stabilization

Aliran minyak bumi dan gas alam dari semua sumur pada berbagai suhu dan
tekanan tertentu akan dicampur di header manifold, kemudian minyak bumi dan gas
alam dari header manifold akan dialirkan ke Medium Pressure Separator (MP
Separator). Hasil atas dari MP separator dialirkan ke scrubber untuk menghilangkan
cairan-cairan terikut. Gas hasil keluaran dari scrubber selanjutnya akan dialirkan ke
mainline gas Jawa Barat. Hasil bawah MP separator yang berupa kondensat
selanjutnya diturunkan tekanannya menjadi 50 psig kemudian cairan dan gas
dipisahkan dengan Low Pressure Separator (LP Separator). Hasil atas LP Separator
dialirkan ke mainline gas Jawa Barat sedangkan hasil bawah yang berupa kondensat
yang masih memiliki nilai RVP tinggi dialirkan menuju condensate stabilitator. Pada
condensate stabilitator, kondensat dipanaskan dengan coil kemudian uap dan cairan
dipisahkan. Hasil bawah vessel pemisah berupa kondensat dengan nilai RVP
maksimum 12 psia kemudian disesuaikan suhu dan tekanannya lalu dialirkan ke
tangki penyimpanan.

Dari berbagai sumur dengan suhu dan tekanan yang berbeda-beda,


campuran minyak bumi dan gas alam yang telah dicampur di header manifold
memiliki suhu 40.98 oC dan tekanan 226 psig dengan flowrate liquid 2715 BLPD dan

27
gas 6.07 MMscfd. Pada suhu dan tekanan tersebut, minyak bumi dan gas alam
dipisahkan dengan MP separator. Hasil bawah MP separator yang memiliki suhu
40.98 oC dan tekanan 226 psig kemudian di turunkan tekanannya menjadi 50 psig,
dan suhunya menjadi 33.28 oC. Hasil bawah MP Separator yang telah diturunkan
tekanannya menjadi 50 psig kemudian dialirkan ke LP Separator untuk dipisahkan
uap dan cairannya dengan flowrate liquid 2527 BLPD dan gas 0.00133 MMscfd. Hasil
Bawah LP Separator berupa kondensat yang masih memiliki nilai RVP 38.01 psia.

Dalam perancangan Condensate Stabilization, diperlukan adanya optimasi


kondisi operasi sehingga biaya yang dibutuhkan pada pengoperasiannya minimum
dan hasil produk sesuai dengan spesifikasi produk yang disyaratkan.

Adapun pada kondisi operasi vessel Condensate Stabilization dengan


tekanan 30 psig, nilai RVP kondensat pada berbagai energi yang dibutuhkan coil
pemanas pada vessel Condensate Stabilization ditunjukkan dengan grafik pada
Gambar 7.

2500000

2000000
Duty (kJ/h)

1500000

1000000

500000

0
10 12 14 16 18 20 22 24
RVP (psia)

Gambar 7. Grafik RVP VS Duty Pada Coil Pemanas Vessel Condensate Stabilization
Pada Tekanan 30 Psig

28
Dari grafik pada Gambar 7 dapat disimpulkan bahwa semakin kecil nilai RVP
maka energi yang dibutuhkan oleh coil pemanas pada vessel Condensate
Stabilization semakin besar. Pada nilai RVP 12 psia, jumlah energi yang diperlukan
adalah sebesar 2056681.8 kJ perjam. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada vessel
Condensate Stabilization dengan tekanan 30 psig, untuk mencapai nilai RVP
maksimum 12 psia, energi yang dibutuhkan coil pemanas adalah minimum
2056681.8 kJ perjam.

Untuk mengoptimasi kondisi tekanan operasi tangki agar kebutuhan energi


pada coil minimum, dilakukan simulasi pada berbagai tekanan operasi vessel
Condensate Stabilization untuk mencapai RVP kondensat 12 psia . Grafik hubungan
antara tekanan operasi vessel dan energi yang dibutuhkan coil pemanas pada vessel
ditunjukkan pada Gambar 8.

3000000

2500000
Duty (kJ/hour)

2000000

1500000

1000000

500000

0
0 10 20 30 40 50
P (psig)

Gambar 8. Grafik Tekanan VS Duty Pada Coil Pemanas Vessel Condensate


Stabilization Pada RVP Kondensat 12 Psia

Dari grafik pada Gambar 8, dapat diketahui bahwa semakin kecil tekanan
operasi vessel Condensate Stabilization, maka energi yang dibutuhkan oleh coil

29
pemanas pada vessel semakin kecil. Sehingga dapat disimpulkan bahwa untuk
meminimalkan energi yang dibutuhkan coil pada Condensate Stabilization, tekanan
pada vessel Condensate Stabilization dibuat sekecil mungkin. Untuk meminimalkan
kebutuhan energi pada coil pemanas, kondensat dari hasil bawah LP Separator yang
masih bertekanan 50 psig dapat diturunkan tekanannya sebelum masuk ke dalam
tangki Condensate Stabilization. Pada tekanan operasi atmosferik, untuk mencapai
nilai RVP maksimum 12 psia energi yang dibutuhkan coil pemanas adalah minimum
480488.77 kJ perjam. Diagram alir proses untuk tekanan vessel 30 psig ditunjukkan
pada Gambar 9.

Gambar 9. Diagram Alir Perancangan Condensate Stabilization Tekanan 30 psig

Pada pemilihan tipe separator yang akan digunakan, perlu dipertimbangkan


karakteristik umpan yang sesuai untuk masing-masing tipe separator. Karena
tekanan operasi yang dipilih pada perancangan adalah rendah, dan rasio aliran gas-
cair rendah, maka separator yang sesuai untuk pemisahan adalah separator vertikal.

Setelah dipilih tipe separator, dari simulasi aplikasi AspenHysys v.8 didapat
diameter vessel 0.9144 m adalah dan panjang vessel adalah 5.014 m. Setelah
dilkukan perhitungan, didapat tebal vessel adalah 0.1875 in. Adapun spesifikasi alat
Condensate Stabilization ditunjukkan pada Tabel 3.

30
Tabel 3. Spesifikasi Alat Condensate Stabilization

Separator Type Separator Vertikal


Vessel Temperature (C) 92.15
Vessel Pressure(psig) 30
Duty (kJ/jam) 2056681.8
Vessel Diameter(m) 0.9144
Vessel Height (m) 5.0292
Vessel Head Height (in) 7.96
Vapour volume Flow (MMscfd) 0.001347
Liquid volume Flow (barrel/day) 2433
Tebal Shell (in) 0.25
Tebal Head (in 0.3125

31
BAB V

KESIMPULAN

Kesimpulan dari simulasi perancangan Condensate Stabilization ini adalah:

1. Semakin kecil nilai RVP kondensat yang diinginkan, maka energi yang
dibutuhkan coil pemanas pada Condensate Stabilization semakin
besar. Energi yang dibutuhkan coil pemanas untuk menurunkan RVP
kondensat dari 38.01 psia menjadi 12 psia pada tekanan vessel 30
psig adalah 2056681.8 kJ perjam.
2. Semakin kecil tekanan operasi Condensate Stabilization, maka energi
yang dibutuhkan untuk menurunkan nilai RVP kondensat semakin
semakin kecil pula. Energi yang dibutuhkan coil pemanas untuk
menurunkan RVP kondensat dari 38.01 psia menjadi 12 psia yang
terkecil adalah pada tekanan atmosfer yaitu 480419.25 kJ perjam.
3. Separator yang sesuai untuk Condensate Stabilization yang
beroperasi pada tekanan rendah adalah separator vertikal. Adapun
diameter vessel yang beroperasi pada suhu 92.15 oC dan teknan 30
psig adalah 0.9144 m, tinggi vessel adalah 5.0292 m, tebal shell
vessel adalah 0.25 in dan tebal head vessel adalah 0.3125 in.

32
BAB VI

DAFTAR PUSTAKA

Pertamina EP. (2009). Retrieved 3 23, 2019, from https://pep.pertamina.com/Tentang-


PEP/Sekilas-Perusahaan/Sejarah-Kami

(2016). Fasilitas Produksi Lapangan Jatiasri.

Brownell, L. E., & Young, E. H. (1959). Process Equipment Design. New York: Wiley and Sons,
inc.

Kidney, A. J., & Parrish, W. R. (2006). Fundamentals of Natural Gas Processing MECHANICAL
ENGINEERING. Boca Raton: CRC.

Loria, H. (2016). Vapor Pressure of Petroleum Products. Retrieved 3 29, 2019, from
virtualmaterials: https://virtualmaterials.com/Summer-2016-Vapor-Pressure

Peter, M. S., & Timmerhouse, K. D. (1958). Plant Design And Economics For Chemical
Engineers. New York: McGraw Inc.

Steward, M., & Arnold, K. (2008). Gas-liquid And Liquid-Liquid Separator. Burlington: Elsevier.

33
BAB VII

LAMPIRAN

7.1 Menentukan Tebal Dinding dan Head Menara

Gambar 10. Torispherical flanged and dished head (Brownell & Young, 1959)

Keterangan :

th = Tebal head (in)

icr = Inside corner radius ( in)

r = Radius of dish( in)

sf = Straight flange (in)

OD = Diameter luar (in)

34
ID = Diameter dalam (in)

b = Depth of dish (in)

OA = Tinggi head (in)

7.1.1 Menentukan Tebal Shell

Data perhitungan :

Poperasi = 30 psig = 45 psia

P design = 1,2 x Poperasi

= 1.2 x 45

= 53.64 psia

Material Stainless Steel (alasan pemilihan material : tahan terhadap


korosifitas dan memiliki struktur kuat)

f = 11500 psi (Peter & Timmerhouse, 1958)

c = 0,125 in (Brownell & Young, 1959)

E = 0,8 (Brownell & Young, 1959)

D = 36 in

r =18 in

(Brownell & Young, 1959) (1)

0.23 in

35
Digunakan tebal standar untuk shell : 1/4 in = 0,25 in

Keterangan :

ts = Tebal shell (in)

P = Tekanan operasi (psi)

f = Allowable stress (psi)

ri = Jari-jari shell (in)

E = Efisiensi pengelasan

c = Faktor korosi (in)

7.1 2 Menentukan Tebal Head

OD = ID + (2 x ts) (2)

= (36) + (2 x 0.25)

= 36.5 in ~ 26 in

dari Tabel 5.7 Brownell and Young :

icr = 2.25 in

rc = 36 in

( √ ) (Brownell & Young, 1959) (3)

w = 1.75 in

(Brownell & Young, 1959) (4)

t head = 0.309 in

t head standar = 0.3125 in

maka tebal yang digunakan :

t head = 0.3125 in

Untuk tebal head 0.3125 in , dari tabel 5,8 Brownell and Young maka

36
sf = 1,5 – 4,5 in.

Diambil sf = 1.5 in

√( ) ( ) ( ) (5)

b = 6.15 in

7.1.4 Menentukan Tinggi Head OA

Dari Tabel 5.8 Brownell & Young, untuk ketebalan head =

sf = 1,5 – 4,5 in dan dipilih sf = 1.5 in.

OA = th + b + sf (Brownell & Young, 1959)(F.62) (6)

= ( 0.3125+6.15 +1.5 ) in

= 7.96 in

37

Anda mungkin juga menyukai