Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PORTOFOLIO

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA

DISUSUN OLEH :
dr. I N GURAH ARDHI WIRATAMA

PENDAMPING :
dr. ELLYA YUDIANTI

DOKTER INTERNSIP WAHANA RS AISYIYAH MUNTILAN


PERIODE 15 SEPTEMBER 2017 – 15 SEPTEMBER 2018
KABUPATEN MAGELANG
Borang Portofolio

Nama Peserta: dr. I Ngurah Ardhi Wiratama

Nama Wahana: RS Aisyiyah Muntilan

Topik: Bisitopenia ec. susp ITP DD Evans Syndrome, dan Diabetes Melitus

Tanggal (kasus): 26 November 2017

Nama Pasien: Tn. I/ 53 tahun No. RM: 00-09-86xxx

Tanggal Presentasi : 7 Desember 2017 Nama Pendamping: Ellya Yudianti

Tempat Presentasi: RS Aisyiyah Muntilan

Obyektif Presentasi:

■ Keilmuan  Keterampilan  Penyegaran  Tinjauan Pustaka

■ Diagnostik ■ Manajemen  Masalah  Istimewa

 Neonatus  Bayi  Anak  Remaja ■ Dewasa  Lansia  Bumil

 Deskripsi:
Seorang laki-laki 53tahun datang dengan keluhan bercak-bercak merah-biru 1 bulan

 Tujuan:
Menegakkan diagnosis kerja, melakukan penanganan awal serta konsultasi dengan spesialis penyakit dalam untuk penanganan lebih lanjut
terkait kasus hematologi serta memberikan edukasi tentang penyakit pada pasien dan keluarga.
Bahan bahasan:  Tinjauan Pustaka  Riset ■ Kasus  Audit

Cara membahas:  Diskusi  Presentasi dan diskusi  Email  Pos

Data pasien: Nama: Bpk. I Nomor Registrasi: 098694

Nama klinik: RS Aisyiyah Muntilan Telp:- Terdaftar sejak: 26 November 2017

Data utama untuk bahan diskusi:

1. Diagnosis/Gambaran Klinis:
Keluhan Utama : Bercak merah-biru seluruh tubuh

2. Riwayat Kesehatan / Penyakit Sekarang


Seorang laki-laki berusia 53 tahun datang dengan keluhan bercak merah-biru seluruh tubuh 1 bulan. bercak timbul seperti
luka memar terasa gatal, awalnya hanya pada satu tempat namun menyebar keseluruh tubuh. Sudah berobat ke Sp.KK dan
Sp.PD namun belum membaik. keluhan lain: lemah-letih-lesu-lunglai (+),badan terasa kaku(+), demam (-) sesak (+), nyeri
dada (-), bagian tubuh yang bengkak (-), BAB hitam (-), keluhan saat BAK (-), mimisan (-).

3. Riwayat Pengobatan: Pasien baru pertama kali dirawat di RS Aisyiyah Muntilan dengan keluhan tersebut. pasien menyangkal adanya
memiliki riwayat konsumsi obat jangka panjang.

4. Riwayat Kesehatan/Penyakit: riwayat transfusi sebelumnya (-), kelainan hematologi (-)


5. Riwayat penyakit serupa (-)
Riwayat asma (-)
Riwayat DM (-)
Riwayat Jantung (-)

6. Riwayat Keluarga : Riwayat keluhan serupa (-),Riwayat kelainan hematologi (-) Riwayat DM (-)

7. Riwayat Pekerjaan : Karyawan Swasta

8. Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik : Pasien tinggal dengan istri dan satu orang anak.

9. Riwayat Kebiasaan : Riwayat merokok (-), Riwayat kebiasaan makanan tidak sehat (+), pasien tidak pernah bepergian ke
daerah dingin.

10. Pemeriksaan fisik


Airway: Paten, Clear, berbicara lancar, bisa berkomunikasi. Gurgling (-), Snoring(-), Stridor (-)
Breathing: Simetris, Adekuat, Retraksi(-), Cyanosis(-), Paradoksikal (-), Vesikuler(+)
Circulation : CRT<1”, akral hangat keempat ekstremitas, Nadi Radialis (+) reguler, Nadi dirsalis pedis (+) reguler
VITAL SIGN
 Tekanan darah : 135/89 mmHg
 Frekuensi nadi : 108x/menit
 Frekuensi nafas : 18/menit
 Suhu : 36 oC
 Skor nyeri : 4 (VAS)
PEMERIKSAAN FISIK

a. Kepala : Simetris, mesosefal


b. Mata : Konjungtiva pucat (+/+), sklera ikterik (-/-), mata cekung (-/-), xeroftalmia (-/-)
c. Mulut &Tenggorokan : Mukosa basah, tonsil T1-T1,kripte(-), detritus(-), faring hiperemis(-),
d. Leher : KGB servikal tidak membesar, JVP tidak meningkat
e. Thoraks : tidak tampak jejas
Cor I : ictus cordis tidak tampak
P: ictus cordis tidak kuat angkat
P: batas jantung kiri atas : spatium intercostale II, linea parasternalis sinistra
batas jantung kiri bawah : spatium intercostale V linea medioklavicularis sinistra
batas jantung kanan atas : spatium intercostale II, linea sternalis dextra
batas jantung kanan bawah : spatium intercostale IV, linea parasternalis dextra
( Kesan : Batas jantung normal)
A : Bunyi jantung I-II, intensitas normal, irreguler, bising (-), gallop (-)

Pulmo I : Pengembangan dada kanan = kiri


P : Fremitus raba kanan = kiri
P : Sonor / sonor
A : SDV (+/+), RBK (-/-) parabronkial, RBH (-/-), wheezing (-/-)
f. Abdomen :
I : Datar, Jejas (-), Vulnus (-) Distended (-), Sikatrik (-),

A: Bising usus (+) dalam batas normal

P : Timpani (+)

P: Supel, nyeri tekan (-), defans muscular (-), hepar tidak teraba, lien teraba di schuffner 2, turgor dalam batas normal.

g. Genitourinaria : BAK normal, nyeri BAK (-)


h. Ekstremitas :
Akral Hangat CRT < 1” Edema Purpura

+ + - -
+ + + +
_+ _ _+ _

+ + - -
+ + + +

Pemeriksaan Penunjang:
Hasil lab 26/11/2017:
Hasil lab 27/11/2017 Hasil lab 28/11/2017
Diagnosis

- Bisitopenia ec. ITP dd Evans syndrome

-Diabetes Melitus Tipe 2

Penatalaksanaan awal:

-IVFD NaCl 20tpm

-Asam folat 1x1

-Certirizine 2x10mg

-Methylprednisolone 2x4mg

-Konsul Sp.PD
Prognosis:

-Ad Sanationam : Dubia ad bonam

-Ad vitam : Dubia ad malam

-Ad Fungtionam : Dubia ad Bonam

Hasil Pembelajaran:
1. Penanganan kasus anemia.
2. Penatalaksanaan awal dan monitoring pasien anemia
3. Edukasi dan dukungan psikologis bagi pasien dan keluarga
4. Penegakkan diagnosis kelainan hematoimmunologi
5. Penatalaksanaan farmakologis pada pasien hematoimmunologi

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio


1. Subyektif
Seorang laki-laki berusia 53 tahun datang dengan keluhan bercak merah -biru seluruh tubuh 1 bulan. bercak timbul seperti
luka memar terasa gatal, awalnya hanya pada satu tempat namun menyebar keseluruh tubuh. Sudah berobat ke Sp.KK dan
Sp.PD namun belum membaik. keluhan lain: lemah-letih-lesu-lunglai (+),badan terasa kaku(+), sesak (+). Riw. pasien
tidak pernah bepergian ke daerah dingin.
2. Objektif
Pada kasus ini diagnosis klinik ditegakkan berdasarkan:
 Gejala klinik (bercak merah-biru seluruh tubuh, keluhan lemah-letih-lesu-lunglai, badan kaku)
 Temuan fisik (conjunctiva anemis +/+, lien teraba pada schuffner 2, purpura (+) keempat ekstremitas)
 Penunjang lab (Hb rendah (7,7), bisitopenia: eritrosit rendah (2,16jt), trombositopenia (9000) ,GDS:236)
3. Assesment
Bisitopenia ec. susp ITP dd Evans syndrome, Diabetes Melitus

4. Plan
Diagnosis: diperlukan comb test ataupun ANA test untuk menentukan apakah terdapat kelainan autoimun atau tidak.

Pengobatan: Hasil konsultasi dengan internis: prednison 5 tab pagi, 5 tab siang, transfusi trombosit 4 kolf
Pendidikan: Pendidikan dilakukan kepada pasien dan keluarganya untuk membantu proses penyembuhan dan pemulihan,untuk
itu ada tahap awal pasien dan keluarganya diminta datang agar mendapat edukasi yang lengkap. Anjuran pasien dan keluarganya
segera menghubungi dokter terkait hal-hal yang harus ditanyakan.
Konsultasi: Dengan dokter Internist untuk pelaporan keadaan terakhir pasien.
Rujukan: rujukan dilakukan untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
Kontrol: -
TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi Evans syndrome


Evans syndrome adalah munculnya secara stimultan atau secara bersamaan pada AIHA coombs test (+), yang berhubungan dengan
Immune-mediated Trombositopenia, tanpa penyebab yang jelas (Prasad, 2016). kelainan autoimun yang sangat langka dimana sistem
kekebalan tubuh menghancurkan sel darah merah tubuh, sel darah putih dan / atau trombosit. Orang yang terkena sering mengalami
trombositopenia (terlalu sedikit trombosit) dan anemia hemolitik positif Coombs (penghancuran sel darah merah secara dini). Tanda dan
gejala bisa meliputi purpura, pucat, kelelahan, dan pusing. Penyebab pasti kondisi ini tidak diketahui (Bussel, 2013).
2. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala sindrom Evans bervariasi dari orang ke orang dan sangat bergantung pada jenis sel darah mana yang terpengaruh
(yaitu trombosit, sel darah putih, atau sel darah merah). Jika seseorang tidak memiliki cukup sel darah merah sehat (anemia), mereka
mungkin mengalami kelemahan, kelelahan, pucat, pusing, dan sesak napas. Trombosit rendah dapat menyebabkan mudah memar atau
tidak dapat dijelaskan, pendarahan berkepanjangan dan purpura. Orang dengan sel darah putih rendah mungkin lebih rentan terhadap
infeksi Tanda dari trombositopenia termasuk purpura, ptechiae, dan ekimosis. tanda dari anemia adalah pucat, fatigue, kepala terasa
ringan. jaundice dapat mengindikasikan adanya hemolisis (Medscape, 2014).
3. Etiologi
Penyebab pasti sindrom Evans belum diketahui. Sindrom Evans adalah kelainan autoimun. Ini terjadi ketika sistem kekebalan tubuh
menghasilkan antibodi yang keliru menyerang jaringan sehat, khususnya sel darah merah, trombosit dan kadang-kadang sel darah putih
tertentu. Sistem kekebalan tubuh biasanya merespons zat asing dengan memproduksi protein khusus yang disebut antibodi. Antibodi
bekerja dengan menghancurkan zat asing secara langsung atau melapisinya dengan zat yang menandai mereka untuk dihancurkan oleh sel
darah putih. Bila antibodi menargetkan jaringan sehat, mereka dapat disebut sebagai autoantibodi. Peneliti percaya bahwa peristiwa
pemicu (seperti infeksi atau gangguan mendasar) dapat menyebabkan sistem kekebalan tubuh menghasilkan autoantibodi pada sindrom
Evans.
Sindrom Evans dapat terjadi dalam kombinasi dengan kelainan lain sebagai kondisi sekunder. Sindrom Evans sekunder dapat
dikaitkan dengan kelainan lain termasuk sindrom lymphoproliferative autoimun (ALPS), lupus, sindrom antifosfolipid, sindrom Sjogren,
variabel imunodefisiensi umum, defisiensi IgA, limfoma tertentu, dan leukemia limfositik kronis (NORD, 2017).
4. Patofisiologi
Patofisiologi pasti sindrom Evans belum diketahui. Autoantibodi non-cross-reacting ditujukan terhadap antigen yang spesifik untuk sel
darah merah, platelet, atau neutrofil. Penurunan kadar serum imunoglobulin G (IgG), imunoglobulin M (IgM), dan imunoglobulin A (IgA)
pada beberapa pasien (Wang, 1988). Penurunan jumlah sel yang terjadi dengan sindrom Evans mungkin terkait dengan kelainan sel T.
penurunan sel T helper dan peningkatan penekan sel T (Wang, 1983).
Kematian sel terprogram (apoptosis) dari limfosit teraktivasi sangat penting untuk homeostasis kekebalan tubuh. Protein permukaan
sel Fas (CD95) dan ligannya memainkan peran penting dalam mengatur apoptosis limfosit, dan ekspresi yang salah dari ligan Fas atau Fas
menyebabkan overosis yang berlebihan pada limfosit matang dan penyakit autoimun pada tikus. Beberapa hasil penelitian menunjukkan
bahwa apoptosis limfosit yang rusak akibat mutasi gen Fas dapat menyebabkan ALPS parah pada manusia. Savasan et al mengamati
bahwa lebih dari separuh pasien dengan sindrom Evans memiliki bukti hiperaktivitas limfoid (Savasan, 1997). Teachey et al menunjukkan
bahwa lebih dari separuh (58%) pasien dengan sindrom Evans mungkin memiliki sindrom lymphoproliferative autoimun (ALPS), sebuah
temuan baru dengan implikasi terapeutik yang berpotensi penting (Teachey, 2005).
5. Tatalaksana
Pilihan pengobatan terbaik untuk sindrom Evans bergantung pada banyak faktor, termasuk tingkat keparahan kondisi tanda dan gejala
dan respons setiap orang terhadap terapi tertentu. Misalnya, orang yang perlu dirawat di rumah sakit karena anemia berat atau
trombositopenia sering diobati dengan transfusi darah diikuti terapi dengan kortikosteroid atau immune globulin intravena (IV). Pilihan
pengobatan lainnya termasuk obat imunosupresif (Prasad, 2016).Sebagian besar individu yang terkena dampak merespons perawatan ini;
Namun, kambuh sering terjadi. (Norton, 2006) Pada orang yang tidak menanggapi pengobatan standar, terapi dengan rituximab atau
splenectomy dapat dipertimbangkan. Beberapa orang dengan sindrom Evans merespons dengan baik pengobatan rituximab dan
mengalami periode remisi yang lama, sementara yang lainnya tidak mendapat respon sedikit pun (Norton, 2006). Orang yang menjalani
splenektomi mungkin segera menunjukkan perbaikan; Namun, relaps biasa terjadi dan, dalam kebanyakan kasus, terjadi dalam waktu 1-
2 bulan setelah prosedur (Prasad, 2016). Untuk kasus yang sangat parah dan sulit diobati, transplantasi sel punca dapat digunakan untuk
memberikan penyembuhan jangka panjang (Norton, 2006) Transplantasi sel induk autologous dan allogeneic telah digunakan pada
sejumlah kecil pasien (14 pasien berusia 5-52 tahun), dengan hasil yang beragam (Prasad, 2016).
6. Prognosis
Prognosis jangka panjang untuk orang dengan sindrom Evans dapat bervariasi. Beberapa orang yang terkena dampak mungkin
mengalami periode remisi yang panjang dimana tanda dan gejala kondisinya hilang atau menjadi kurang parah. Yang lain memiliki
masalah kronis tanpa remisi. Mereka yang memiliki sindrom Evans jarang yang memiliki kondisi baik tanpa perawatan. Bahkan dengan
pengobatan, respon terhadap terapi bisa bervariasi dan seringkali gagal. Kekambuhan trombositopenia dan anemia umum terjadi, seperti
episode perdarahan (perdarahan) dan infeksi serius (Prasad, 2016) Orang dengan sindrom Evans memiliki kecenderungan lebih besar
untuk mengembangkan kelainan autoimun lainnya seperti lupus eritematosus sistemik (SLE), kelainan limfoproliferatif, atau
imunodefisiensi primer (Michel, 2009). Sindrom Evans kadang fatal jadi pemantauan hati-hati oleh dokter yang akrab dengan kondisi ini
penting (Prasad, 2016)

Daftar Pustaka
1. Prasad Mathew, MBBS, DCH. Evans Syndrome. Medscape Reference. April 11,
2016; http://emedicine.medscape.com/article/955266-overview.
2. Bussel B. Evans Syndrome. National Organization for Rare Disorders (NORD). 2013; https://rarediseases.org/rare-
diseases/evans-syndrome/.
3. Norton A, Roberts I. Management of Evans syndrome. Br J Hematol. January 2006; 132(2):125-
137. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/16398647?dopt=AbstractPlus
4. (NORD 2017)rarediseases.org/rare-diseases/evans-syndrome/
5. Wang W, Herrod H, Pui CH. immunoregulatory abnormalities in evans syndrome. Am J Hematology. 1983 Dec 15 (4):
381-90. [Medline]
6. Wang WC. Evans syndrome in childhood: pathophysiology, clinical course and treatment. Am J Pediatric hemato
Oncology. 1988.Winter 10 (4):330-8.
7. Savasan S, Warrier I, Ravindranath Y. The spectrum of evans syndrome. Arch Dis child. 1997 Sep.77 (3):245-8.
[Medline]
8. Teachey DT, Manno CS, axsom KM, et al. Unmasking Evans syndrome: T-cell phenotype and apoptotic response reveal
autoimmune lymphoproliferative syndrome (ALPS). Blood.2005. Mar 15.105 (6):2443-8. [Medline].
9. Michel M, Chanet V, Dechartres A, et al. The spectrum of Evans syndrome in adults: new insight into the disease based
on the analysis of 68 cases. Blood. October 2009; 114(15):3167-
3172. http://bloodjournal.hematologylibrary.org/content/114/15/3167.full.

Anda mungkin juga menyukai