Anda di halaman 1dari 24

TUGAS ETIKA PUBLIK

Nama Anggota Kelompok:


1. dr. Pritami
2. dr. Nilvany Dwiyanti
3. dr. Reza Bayu Alvianto
4. dr. Mega Yuni Ari Susanti
5. dr. Naomi
6. dr. Putu Cindra Prameswari
7. dr. M. Rizki Desmadia
8. dr. Nurul Hikmawati

Etika publik ASN kaitannya dengan etika diri sendiri :


I. Etika adalah suatu ilmu yang memberikan arahan, acuan, serta pijakan kepada suatu
tindakan manusia. Etika publik adalah refleksi tentang standar atau norma yang
menentukan baik-buruk dan benar-salah suatu perilaku, tindakan, dan keputusan yang
mengarahkan kebijakan publik dalam menjalankan tanggung jawab pelayanan publik.
Etika publik berkembang dari keprihatinan terhadap pelayanan publik yang buruk karena
konflik kepentingan dan korupsi. Konflik kepentingan dipahami sebagai ”konflik antara
tanggung jawab publik dan kepentingan pribadi atau kelompok. Pejabat publik
menyalahgunakan kekuasaan untuk kepentingan diri atau kelompok sehingga
membusukkan kinerjanya dalam tugas pelayanan publik” (OECD, 2008).

II. Dasar Hukum


a) Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1959 tentang Sumpah Jabatan Pegawai
Negeri Sipil dan Anggota Angkatan Perang
b) Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1975 tentang Sumpah/Janji Pegawai Negeri
Sipil
c) Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai
Negeri Sipil.
d) Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan
Kode Etik Pegawai Negeri Sipil.
e) Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS.

f) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN)


III. Kondisi Etika Diri Sendiri di Indonesia
Kondisi etika diri sendiri di Indonesia pada saat ini masih belum sepenuhnya dimiliki oleh
masing-masing pribadi ASN, seperti contoh masih menggunakan mobil dinas untuk
kepentingan pribadi, belum jujurnya dalam melaksanakannya absen sidik jari, masih
adanya nepotisme dalam penerimaan pegawai honorer, masih menerima atau memberi
hadiah demi kepentingan pribadi dan masih banyak lainnya. Hal ini adalah contoh yang
menunjukkan masih kurangnya etika diri sendiri dalam diri ASN di Indonesia.

IV. Faktor – Faktor Penyebab Etika Diri sendiri menurun, kaitannya dengan etika publik
adalah:
1. Masih ada sifat tidak peka, tidak peduli dan diskriminatif, terutama kepada
masyarakat kalangan bawah dalam melayani publik.
2. Belum tertanamnya nilai-nilai kejujuran, solidaritas, keadilan, dan kesetaraan dari
masing-masing pribadi.
3. Masih lebih mengutamakan kepentingan pribadi dibandingkan kepentingan orang
banyak.

V. Solusi atau pemecahannya


1. Melatih diri untuk selalu jujur dan terbuka serta tidak memberikan informasi yang
tidak benar
2. bertindak dengan penuh kesungguhan dan ketulusan
3. menghindari konflik kepentingan pribadi, kelompok, maupun golongan
4. berinisiatif untuk meningkatkan kualitas pengetahuan, kemampuan, keterampilan,
dan sikap
5. memiliki daya juang yang tinggi
6. memelihara kesehatan jasmani dan rohani
7. menjaga keutuhan dan keharmonisan keluarga
8. berpenampilan sederhana, rapih dan sopan

Kesimpulan :

Etika adalah suatu ilmu yang memberikan arahan, acuan, serta pijakan kepada suatu
tindakan manusia. Etika publik berkembang dari keprihatinan terhadap pelayanan publik yang
buruk karena konflik kepentingan dan korupsi. Konflik kepentingan dipahami sebagai ”konflik
antara tanggung jawab publik dan kepentingan pribadi atau kelompok. Sebagai seorang PNS
memiliki tugas salah satunya adalah sebagai pelayan publik, dituntut untuk memiliki etika dalam
dirinya sebagai pedoman dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Bersikap baik,
jujur, tidak membedakan-bedakan, bersikap sopan, bertutur kata baik, mengutamakan
kepentingan masyarakat daripada kepentingan pribadi diperlukan untuk melayani masyarakat.
Dengan menerapkan etika diri sendiri memberikan batasan pada diri sendiri dalam bertindak
melayani kepentingan publik agar tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan
yangada.
Etika bermasyarakat

1. Dasar hukum :
- PP Nomor 11 tahun 1959 tentang Sumpah Jabatan PNS dan Anggota Angkatan Perang
Kedaultan Rakyat, aparatur bertanggung jawab kepada rakyat.
- PP Nomor 21 tahun 1975 tentang Sumpah/Janji Pegawai Negeri Manajemen Negara
yang efektif & efisien.
- Peraturan Pemerintah No.30 tahun 1980 tentang Peraturan Disipilin PNS. Konflik
kepentingan tidak diterima.
- PP Nomor 42 tahun 2004 tentangb pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik PNS
- PP Nomor 53 tahun 2010 tentang disipilin PNS
- UU No.5 tahun 2014 tentang ASN.

2. Kondisi etika masyarakat di Indonesia saat ini cukup memprihatinkan, dimana


kurangnya rasa toleransi dan tenggang rasa dalam kehidupan bermasyarakat di
Indonesia. Pudarnya semangat gotong royong masyarakat Indonesia yang selama ini
dikenal dengan keramahannya mulai memudar. Maraknya penggunaan gadget
membuat masyarakat menjadi acuh dan menurunnya rasa peduli satu dengan yang lain.

3. Faktor penyebab etika bermasyarakat Indonesia menurun kaitannya dengan etika


publik:
- Terjadi pergeseran nilai yang beriringan dengan kemajuan teknologi jaman sekarang
- Kurangnya penanaman nilai-nilai Pancasila di sekolah maupun tempat pendidikan
lainnya.
- Kurangnya pembelajaran etika dan sopan santun di sekolah maupun tempat pendidikan
lainnya.
- Maraknya penggunaan gadget pada zaman sekarang

Jika dikaitkan dengan etika publik ASN, seorang ASN harus tetap menjunjung tinggi nilai-
nilai moral dan bermasyarakat dimana sudah lama ada di Indonesia yang sesuai dengan
tugas dan fungsi ASN, yaitu pemersatu bangsa. Seorang ASN yang juga anggota
masyarakat tak lepas dari etika dalam bermasyarakat. Oleh karena itu, etika publik ASN dan
etika dalam bermasyarakat tak bisa dipisahkan.
4. Solusi dan pemecahannya :
- Mengikuti kegiatan kemasyarakatan di lingkungan tempat tinggal
- Perlu adanya penanaman nilai-nilai Pancasila, etika dan sopan santun di sekolah
maupun tempat pendidikan lainnya.
- Penerapan budaya 3S (senyum, sapa, salam) ketika bertemu orang lain yang perlu
ditingkatkan
-
5. Kesimpulan :

Seperti yang kita ketahui, etika publik merupakan penuntun perilaku yang paling
mendasar, dimana norma etika justru sangat menentukan perumusan kebijakan maupun
pola tindakan yang ada di dalam organisasi publik. Etika publik merefleksikan
standar/norma yang menentukan baik/buruk, benar/salah perilaku, tindakan dan keputusan
untuk mengarahkan kebijakan publik dalam rangka menjalankan tanggung jawab pelayan
publik. Pelayan publik dituntut untuk memiliki karakter-karakter moral publik seperti
kejujuran, tanggung jawab, ketulusan, dan semangat melayani. Jika aparat pemerintah
maupun masyarakat sudah memiliki dasar norma etika yang kuat, ketaatan terhadap norma
hukum akan mengikuti dan biasanya korupsi, penyalahgunaan kekuasaan atau bentuk-
bentuk penyimpangan lain akan dapat dicegah sejak dini.
Dengan memperbaiki kondisi etika masyarakat yaitu memperhatikan rasa toleransi
dan tenggang rasa, semangat gotongroyong, serta keramahan yaitu saling bertutur sapa
dan saling peduli dalam kehidupan bermasyarakat untuk memperbaiki etika bermasyarakat
lebih relevan pada kehidupan bermasyarakat lebih baik. Serta memahami dan berusaha
memperbaiki faktor penyebab menurunnya etika bermasyarakat diindonesia yang berkaitan
dengan nilai beriringan dengan kemajuan teknologi, pemahaman nilai-nilai pancasila,
pembelajaran etika dan sopan santun, dan pengendalian penggunaan gadget. Sehingga
bisa terwujudnya etika bermasyarakat yang baik sesuai dengan harapan bangsa dan
negara indonesia.
Etika sesama ASN

1. Dasar hukum
Rumusan kode etik bagi ASN yang berlaku di sebuah negara cukup beragam
dari segi substansi maupun redaksinya. Biasanya rumusan kode etik itu mengikuti
kaidah moral yang sifatnya universal dan sekaligus menyesuaikan dengan konteks
lingkungan dari sistem administrasi publik di sebuah negara. Oleh sebab itu,
disamping mengetahui rujukan dari peraturan mengenai kode etik di Indonesia, para
calon PNS sebaiknya juga memahami prinsip-prinsip universal yang berlaku dalam
mekanisme pelayanan publik.
Prinsip universal yang dimaksud di sini adalah kaidah yang berlaku bukan hanya
di negara maju yang sistem administrasinya sudah mapan, tetapi juga bisa
dipertimbangkan untuk diberlakukan di negara-negara berkembang karena pada
dasarnya semangat pelayanan publik merupakan muara dari sumber-sumber kode
etik universal tersebut.
Sebagai contoh, ASPA (American Society for Public Administration)
menyebutkan 9 (sembilan) azas sebagai sumber kode etik administrasi publik (1981)
sebagai berikut:
1) Pelayanan kepada masyarakat adalah di atas pelayanan kepada diri-sendiri.
2) Rakyat adalah berdaulat dan mereka yang bekerja dalam lembaga pemerintah pada
akhirnya bertanggungjawab kepada rakyat.
3) Hukum mengatur semua tindakan dari lembaga pemerintah. Apabila hukum dan
peraturan itu dirasa bermakna ganda, kurang bijaksana atau perlu perubahan, kita
akan mengacu sebesar-besarnya kepada kepentingan rakyat sebagai rujukan.
4) Manajemen yang efisien dan efektif adalah dasar bagi administrasi publik. Subversi
melalui penyalahgunaan pengaruh, penggelapan, pemborosan, atau penyelewengan
tidak dapat dibenarkan. Para pegawai bertanggungjawab untuk melaporkan jika ada
tindak penyimpangan.
5) Sistem penilaian kemampuan, kesempatan yang sama, dan azas-azas itikad baik
akan didukung, dijalankan dan dikembangkan.
6) Perlindungan terhadap kepercayaan rakyat adalah hal yang sangat penting. Konflik
kepentingan, penyuapan, hadiah, atau favoritisme yang merendahkan jabatan publik
untuk keuntungan pribadi tidak dapat diterima.
7) Pelayanan kepada masyarakat menuntut kepekaan khusus dengan ciri-ciri keadilan,
keberanian, kejujuran, persamaan, kompetensi, dan kasih-sayang. Kita menghargai
sifat-sifat seperti ini dan secara aktif mengembangkannya.
8) Hati nurani memegang peran penting dalam memilih arah tindakan. Ini memerlukan
kesadaran akan makna ganda moral dalam kehidupan, dan pengkajian tentang
prioritas nilai; tujuan yang baik tidak pernah membenarkan cara yang tak bermoral
(good ends never justify immoral means).
9) Para administrator negara tidak hanya terlibat untuk mencegah hal yang salah, tetapi
juga untuk mengusahakan hal yang benar melalui pelaksanaan tanggung-jawab
dengan penuh semangat dan tepat pada waktunya.

Kendatipun sebuah negara telah sangat rasional dan mengedepankan prinsip


profesionalisme secara ketat, tetap disadari bahwa pada akhirnya kualitas pelayanan
publik sangat tergantung oleh penghayatan nilai moral dan etika publik oleh para
pegawainya.Itulah sebabnya, nilai-nilai dasar seperti komitmen kepada pekerjaan,
kepekaan kepada kebutuhan warga masyarakat hingga pelaksanaan pekerjaan secara
bertanggungjawab tetap mendapatkan perhatian seperti tampak dari kesembilan azas
yang dibuat oleh ASPA ini.
Untuk konteks Indonesia, sumber-sumber kode etik universal perlu terus
dicermati dan dijadikan sebagai rujukan agar sistem administrasi publik di Indonesia
terus meningkat dari segi kadar profesionalisme maupun integritasnya. Selanjutnya,
berikut ini adalah sebagian dari sumber-sumber kode etik yang telah berkembang dalam
sistem administrasi publik sejak kemerdekaan.
a) Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1975 tentang Sumpah/Janji Pegawai
Negeri Sipil
Dirumuskan pada masa pemerintahan di bawah rezim Orde Baru, PP No. 21 Tahun
1975 meletakkan dasar bagi sumpah atau janji Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya
dijadikan sebagai rumusan kode etik secara luas di Indonesia.
Berikut ini adalah rumusan umum dari sumpah jabatan tersebut:
Demi Allah, Tuhan Yang Maha Esa, saya bersumpah,
 Bahwa saya, untuk diangkat pada jabatan ini, baik langsung maupun tidak
langsung, dengan rupa atau dalih apa pun juga, tidak memberi atau menyanggupi
akan memberi sesuatu kepada siapapun juga.
 Bahwa saya akan setia dan taat kepada negara Republik Indonesia.
 Bahwa saya akan memegang rahasia sesuatu yang menurut sifatnya, atau
manurut pemerintah harus saya rahasiakan.
 Bahwa saya tidak akan menerima hadiah atau sesuatu pemberian, berupa apa
pun saja dari siapapun juga, yang saya tahu atau patut dapat mengira, bahwa ia
mempunyai hal yang bersangkutan atau mungkin bersangkutan, dengan jabatan
atau pekerjaan saya.
 Bahwa dalam menjalankan jabatan atau pekerjaan saya, saya senantiasa akan
lebih mementingkan kepentingan negara daripada kepentingan saya sendiri,
seseorang atau golongan.
 Bahwa saya senantiasa akan menjunjung tinggi kehormatan negara, pemerintah
dan pegawai negeri.
 Bahwa saya akan bekerja dengan jujur, tertib, cermat dan semangat untuk
kepentingan negara.

b) Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin


Pegawai Negeri Sipil.
Di dalam peraturan ini diuraikan secara lebih jelas hal-hal yang diharuskan serta
dilarang dilakukan bagi pegawai atau pejabat pemerintah. Telah dirumuskan dalam
peraturan ini adanya 26 kewajiban dan 18 larangan bagi setiap Pegawai Negeri Sipil
dan ada pula ketentuan mengenai hukuman disiplin dan badan pertimbangan
kepegawaian. Selama masa pemerintahan rezim Orde Baru, untuk memberi
peringatan dan mengajak kepada para PNS agar melaksanakan prinsip-prinsip etika
publik dalam tugas-tugasnya, kebanyakan instansi pemerintah waktu itu justru
memasang peraturan disiplin ini, bukan memasang kaidah Sumpah Jabatan yang
diucapkan di awal ketika menjadi PNS.

c) Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps


dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil.
Warisan pemerintah Orde Baru dalam rumusan sumber kode etik PNS sebagian
masih diteruskan pada pemerintahan di masa reformasi. Bahkan, rumusan kode etik
Korpri (Korps Pegawai Republik Indonesia) yang banyak dikritik sebagai warisan
masa otoriter Orde Baru untuk sebagian masih digunakan sebagai sumpah kesetiaan
bagi para pegawai. Rumusan sumpah itu lebih dikenal sebagai Sapta Prasetya Korpri
yang selengkapnya berbunyi sebagai berikut:
1) Kami anggota Korps Pegawai Republik Indonesia adalah warga negara kesatuan
Republik Indonesia yang setia kepada Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945,
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

2) Kami anggota Korps Pegawai Republik Indonesia adalah pejuang bangsa, taat
kepada negara dan pemerintah Republik Indonesia yang bersasarkan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar 1945.

3) Kami anggota Korps Pegawai Republik Indonesia adalah unsur aparatur negara,
abdi negara, dan abdi masyarakat yang selalu mengutamakan kepentingan
negara dan masyarakat daripada kepentingan pribadi atau golongan.

4) Kami anggota Korps Pegawai Republik Indonesia menjunjung tinggi kehormatan


bangsa dan negara, bersikap jujur, bersemangat, bertanggungjawab, serta
menghindarkan diri dari perbuatan tercela.

5) Kami anggota Korps Pegawai Republik Indonesia senantiasa mengutamakan


pelayanan kepada masyarakat, berdisiplin, serta memegang teguh rahasia negara
dan rahasia jabatan.

6) Kami anggota Korps Pegawai Republik Indonesia mengutamakan persatuan-


kesatuan bangsa, kesejahteraan masyarakat serta kesetiakawanan Korps
Pegawai Republik Indonesia.

7) Kami anggota Korps Pegawai Republik Indonesia senantiasa bekerja keras serta
berusaha meningkatkan pengetahuan dan kemampuan untuk kelancaraan
pelaksanaan tugas.

d) Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS.

Pada masa pemerintahan hasil reformasi, penyempurnaan dari PP No. 30 Tahun


1980 menghasilkan peraturan baru yang tertuang dalam PP No. 53 Tahun 2010
tentang Disiplin PNS. Secara eksplisit, tujuan dari dibuatnya peraturan pemerintah ini
adalah untuk: mewujudkan PNS yang handal, profesional, dan bermoral sebagai
penyelenggara pemerintahan yang menerapkan prinsip kepemerintahan yang baik
(good governance).
Perkembangan baru dari peraturan pemerintah ini adalah bahwa rincian tentang 17
kewajiban (pasal 3) dan 15 larangan (pasal 4) lebih rinci dengan kriteria yang lebih
objektif. Ketentuan mengenai tingkat dan jenis hukuman disiplin (ringan, sedang,
berat) juga dibuat lebih jelas dengan derajat pelanggaran dan sistem sanksi yang
rinci. Misalnya, dalam pasal 10 disebutkan bahwa, hukuman disiplin berat bisa
diberlakukan jika sasaran kerja pegawai kurang dari 25%. Dengan demikian,
peraturan inilah yang pertama kalinya menerapkan bahwa seorang PNS bisa dikenai
hukuman karena alasan kinerjanya kurang memadai.
Kecuali itu, struktur kewenangan dari pejabat yang berhak menetapkan hukuman
disiplin dibuat lebih jelas, sehingga setiap jenjang pejabat punya kewenangan disiplin.
Di sisi lain, pegawai yang memperoleh ancaman tindakan disiplin berhak membela
diri, melakukan klarifikasi, dan mengajukan banding. Dengan demikian, ketentuan
mengenai mekanisme, prosedur dan dokumentasi penjatuhan hukuman disiplin
menjadi lebih jelas dan mudah dipahami.

e) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN)

Karena sifat peraturannya yang memiliki jenjang legalitas lebih tinggi, yaitu dalam
bentuk Undang-Undang, peraturan mengenai kode etik Pegawai Negeri Sipil dalam
UU No. 5 Tahun 2014 adalah yang paling kuat saat ini. Sesuai dengan ketentuan
dalam peraturan perundang-undangan, hanya peraturan yang berbentuk Undang-
Undang yang memiliki sanksi tegas berupa penegakan hukum.
Di dalam UU No.5 Tahun 2014 memang telah ditegaskan berbagai ketentuan disiplin
pegawai negeri, sistem sanksi yang bisa dibebankan apabila seorang PNS
melanggar hukum, menyalahgunakan wewenang, dan terlibat dalam konflik
kepentingan. Selain itu, Undang-Undang ini juga mengatur hak-hak pegawai dalam
bentuk remunerasi dengan sistem penilaian kinerja yang lebih jelas. Namun
konsistensi dari pelaksanaan Undang-Undang ini masih sangat tergantung kepada
bagaimana pelaksanaan peraturan-peraturan yang lebih teknis dalam bentuk
Peraturan Pemerintah, Peraturan Presidan atau peraturan lainnya. Terdapat agenda
untuk setidaknya membentuk 19 Peraturan Pemerintah yang hingga kini masih
berlangsung.
2. Kondisi etika sesama ASN di Indonesia
Etika berkaitan dengan baik dan buruk, benar dan salah, betul dantidak, bohong
dan jujur. Dalam berinteraksi dengan lingkungannyaorang-orang dapat menunjukkan perilaku yang
dinilai baik atau buruk,benar atau salah ketika melakukan suatu tindakan. Hal tersebut
sangat bergantung kepada nilai-nilai yang berlaku dalam lingkungan di manaorang-orang
berfungsi. Tidak jarang terdapat penilaian yang berbedaterhadap suatu perilaku dalam
lingkungan yang berbeda.Etika menggambarkan suatu kode perilaku yang berkaitan dengan nilai
tentang mana yang benar dan mana yang salah yang berlaku secara obyektif dalam masyarakat.

Sebagaimana dikemukakan sebelumnya bahwa etika merupakan cara bergaul atau


berperilaku yang baik. Nilai-nilai etika tersebut dalam suatu organisasi DI Indonesia
dituangkan dalam aturan atau ketentuan hukum, baik tertulis maupun tidak tertulis. Aturan ini
mengatur bagaimana seseorang harus bersikap atau berperilaku ketika berinteraksi dengan orang
lain di dalam suatu organisasi dan dengan masyarakat dilingkungan organisasi tersebut. Cukup
banyak aturan dan ketentuandalam organisasi yang mengatur struktur hubungan individu atau
kelompok dalam organisasi serta dengan masyarakat di lingkungannya sehingga menjadi kode etik
atau pola perilaku anggota organisasi bersangkutan.
Salahsatu teori klasik tentang organisasi yang cukup dikenal dan sangatberpengaruh terhadap
pengembangan organisasi adalah birokrasi.Menurut teori ini, ciri organisasi yang ideal yang sekaligus
menjadinilai-nilai perilaku yang harus dianut oleh setiap anggota organisasi adalah :
1. Adanya pembagian kerja
Pembagian kerja yang sangat spesifik dapat meningkatkan kinerjadengan cara membuat
para pekerja lebih produktif. Para spesialisdipandang akan sangat mahir dengan
spesialisasinya karena hanyamelakukan bagian tertentu dari suatu pekerjaan. Di Indonesia etika
pembagian kerja sudah berjalan cukup baik meskipun di beberapa instansin organisasi masih
terdapat ketidaksesuaian pembagian kerja, misal penjabat yang harus memiliki dasar ke ilmuan
tertentu namun di jabat oleh yg dapat dikatakan tidak sesuai bidang keilmuan yang dijabatnya

2. Hierarki wewenang yang jelas


Untuk dapat melaksanakan tugas dengan baik, setiap anggota harus diberi
kewenangan tertentu seimbang dengan tugas yang dipikulnya. Selanjutnya setiap wewenang
yang diberikan harus diikuti dengantanggung jawab yang seimbang pula. Hierarki yang
jelas sudah hamper diterapkan dan dilaksanakan dengan baik di setiap instansi/organisasi
pemerintahan
3. Prosedur seleksi yang formal
Para pegawai harus menaati dan menghormati peraturan yangmengatur organisasi. Disiplin yang
baik merupakan hasil darikepemimpinan yang efektif, saling pengertian yang jelas
antarapimpinan dan para pegawai tentang peraturan organisasi, sertapenerapan sanksi
yang adil bagi yang menyimpang dari peraturantersebut. Untuk mencegah
penyimpangan dalam proses seleksi dibutuhkan pengawas eksternal agar
mencegah terjadi Korupsi,Kolusi dan Nepotisme.

4. Aturan dan prosedur kerja yang rinci.


Etika aturan dan prosedur kerja yang rinci ini sudah terlihat diterapkan oleh organisasi pemerintaha
secara keseluruhan ,namun tetap harus ada pengawasan untuk mencegah terjadinya
penyimpangan sehingga aturan dan prosedur berjalan dengan lancer

5. Hubungan yang tidak didasarkan atas hubungan pribadi.


Hal ini sangat penting, karena jika etika ini dilanggar maka suatu jabatan
yang seharusnya di tempati oranng yang berkompeten ditempati oleh orang yang
tidak berkompetetn atas dasar kedekatan (hubungan pribadi), di Indonesia
terutama praktek hubungan yang di dasarkan atas hubungan pribadi masih ada

3. Kesimpulan
Rumusan kode etik bagi ASN yang berlaku di sebuah negara cukup beragam
dari segi substansi maupun redaksinya. Biasanya rumusan kode etik itu mengikuti
kaidah moral yang sifatnya universal dan sekaligus menyesuaikan dengan konteks
lingkungan dari sistem administrasi publik di sebuah negara. Oleh sebab itu,
disamping mengetahui rujukan dari peraturan mengenai kode etik di Indonesia, para
calon PNS sebaiknya juga memahami prinsip-prinsip universal yang berlaku dalam
mekanisme pelayanan publik.
Prinsip universal yang dimaksud di sini adalah kaidah yang berlaku bukan hanya
di negara maju yang sistem administrasinya sudah mapan, tetapi juga bisa
dipertimbangkan untuk diberlakukan di negara-negara berkembang karena pada
dasarnya semangat pelayanan publik merupakan muara dari sumber-sumber kode
etik universal tersebut.
ETIKA PUBLIK ASN KAITANNYA DENGAN ETIKA ORGANISASI

1. Dasar hukum

Rumusan kode etik bagi ASN yang berlaku di sebuah negara cukup beragam
dari segi substansi maupun redaksinya.Biasanya rumusan kode etik itu mengikuti
kaidah moral yang sifatnya universal dan sekaligus menyesuaikan dengan konteks
lingkungan dari sistem administrasi publik di sebuah negara.Oleh sebab itu,
disamping mengetahui rujukan dari peraturan mengenai kode etik di Indonesia, para
calon PNS sebaiknya juga memahami prinsip-prinsip universal yang berlaku dalam
mekanisme pelayanan publik.
Prinsip universal yang dimaksud di sini adalah kaidah yang berlaku bukan hanya
di negara maju yang sistem administrasinya sudah mapan, tetapi juga bisa
dipertimbangkan untuk diberlakukan di negara-negara berkembang karena pada
dasarnya semangat pelayanan publik merupakan muara dari sumber-sumber kode
etik universal tersebut.
Sebagai contoh, ASPA (American Society for Public Administration)
menyebutkan 9 (sembilan) azas sebagai sumber kode etik administrasi publik (1981)
sebagai berikut:
1) Pelayanan kepada masyarakat adalah di atas pelayanan kepada diri-sendiri.
2) Rakyat adalah berdaulat dan mereka yang bekerja dalam lembaga pemerintah pada
akhirnya bertanggungjawab kepada rakyat.
3) Hukum mengatur semua tindakan dari lembaga pemerintah. Apabila hukum dan
peraturan itu dirasa bermakna ganda, kurang bijaksana atau perlu perubahan, kita
akan mengacu sebesar-besarnya kepada kepentingan rakyat sebagai rujukan.
4) Manajemen yang efisien dan efektif adalah dasar bagi administrasi publik. Subversi
melalui penyalahgunaan pengaruh, penggelapan, pemborosan, atau penyelewengan
tidak dapat dibenarkan. Para pegawai bertanggungjawab untuk melaporkan jika ada
tindak penyimpangan.
5) Sistem penilaian kemampuan, kesempatan yang sama, dan azas-azas itikad baik
akan didukung, dijalankan dan dikembangkan.
6) Perlindungan terhadap kepercayaan rakyat adalah hal yang sangat penting. Konflik
kepentingan, penyuapan, hadiah, atau favoritisme yang merendahkan jabatan publik
untuk keuntungan pribadi tidak dapat diterima.
7) Pelayanan kepada masyarakat menuntut kepekaan khusus dengan ciri-ciri keadilan,
keberanian, kejujuran, persamaan, kompetensi, dan kasih-sayang. Kita menghargai
sifat-sifat seperti ini dan secara aktif mengembangkannya.
8) Hati nurani memegang peran penting dalam memilih arah tindakan. Ini memerlukan
kesadaran akan makna ganda moral dalam kehidupan, dan pengkajian tentang
prioritas nilai; tujuan yang baik tidak pernah membenarkan cara yang tak bermoral
(good ends never justify immoral means).
9) Para administrator negara tidak hanya terlibat untuk mencegah hal yang salah, tetapi
juga untuk mengusahakan hal yang benar melalui pelaksanaan tanggung-jawab
dengan penuh semangat dan tepat pada waktunya.

Kendatipun sebuah negara telah sangat rasional dan mengedepankan prinsip


profesionalisme secara ketat, tetap disadari bahwa pada akhirnya kualitas pelayanan
publik sangat tergantung oleh penghayatan nilai moral dan etika publik oleh para
pegawainya.Itulah sebabnya, nilai-nilai dasar seperti komitmen kepada pekerjaan,
kepekaan kepada kebutuhan warga masyarakat hingga pelaksanaan pekerjaan secara
bertanggungjawab tetap mendapatkan perhatian seperti tampak dari kesembilan azas
yang dibuat oleh ASPA ini.
Untuk konteks Indonesia, sumber-sumber kode etik universal perlu terus
dicermati dan dijadikan sebagai rujukan agar sistem administrasi publik di Indonesia
terus meningkat dari segi kadar profesionalisme maupun integritasnya. Selanjutnya,
berikut ini adalah sebagian dari sumber-sumber kode etik yang telah berkembang dalam
sistem administrasi publik sejak kemerdekaan.
a) Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1959 tentang Sumpah Jabatan Pegawai
Negeri Sipil dan Anggota Angkatan Perang

Ini merupakan sumber kode etik yang paling awal yang dirumuskan sejak pemerintah
Indonesia memiliki sistem politik dan sistem administrasi sendiri sebagai sebuah
negara yang berdaulat.Ketentuan tentang sumpah jabatan pada waktu itu berlaku
bagi PNS dan anggota TNI.Di dalam praktik, pengambilan sumpah itu dibuat
rumusannya oleh para pejabat atasan dan para pegawai baru diharapkan membaca
sumpah jabatan tersebut dengan penuh penghayatan.
Metode pembacaan sumpah jabatan PNS dan TNI yang menggunakan cara-cara
mandiri inilah yang agaknya perlu dikembangkan di masa mendatang. Yang
dimaksud cara mandiri adalah bahwa para pegawai baru tidak sekadar menirukan
apa yang dibacakan oleh atasan atau pejabat tinggi yang mengambil sumpah. Tetapi
para pegawai itu diminta untuk merumuskan sendiri sumpah jabatannya sesuai
koridor kesetiaan, kewajiban dan komitmen yang akan dilaksanakannya. Dengan
demikian, benar-benar pegawai yang secara otonom mengucapkan sumpah, bukan
sekadar menirukan rumusan para pejabat atasan yang bisa saja diucapkan tanpa
penghayatan mengenai konsekuensi dalam pelaksanaanya.

b) Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1975 tentang Sumpah/Janji Pegawai


Negeri Sipil
Dirumuskan pada masa pemerintahan di bawah rezim Orde Baru, PP No. 21 Tahun
1975 meletakkan dasar bagi sumpah atau janji Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya
dijadikan sebagai rumusan kode etik secara luas di Indonesia.
Berikut ini adalah rumusan umum dari sumpah jabatan tersebut:
Demi Allah, Tuhan Yang Maha Esa, saya bersumpah,
 Bahwa saya, untuk diangkat pada jabatan ini, baik langsung maupun tidak
langsung, dengan rupa atau dalih apa pun juga, tidak memberi atau menyanggupi
akan memberi sesuatu kepada siapapun juga.
 Bahwa saya akan setia dan taat kepada negara Republik Indonesia.
 Bahwa saya akan memegang rahasia sesuatu yang menurut sifatnya, atau
manurut pemerintah harus saya rahasiakan.
 Bahwa saya tidak akan menerima hadiah atau sesuatu pemberian, berupa apa
pun saja dari siapapun juga, yang saya tahu atau patut dapat mengira, bahwa ia
mempunyai hal yang bersangkutan atau mungkin bersangkutan, dengan jabatan
atau pekerjaan saya.
 Bahwa dalam menjalankan jabatan atau pekerjaan saya, saya senantiasa akan
lebih mementingkan kepentingan negara daripada kepentingan saya sendiri,
seseorang atau golongan.
 Bahwa saya senantiasa akan menjunjung tinggi kehormatan negara, pemerintah
dan pegawai negeri.
 Bahwa saya akan bekerja dengan jujur, tertib, cermat dan semangat untuk
kepentingan negara.

c) Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin


Pegawai Negeri Sipil.
Di dalam peraturan ini diuraikan secara lebih jelas hal-hal yang diharuskan serta
dilarang dilakukan bagi pegawai atau pejabat pemerintah. Telah dirumuskan dalam
peraturan ini adanya 26 kewajiban dan 18 larangan bagi setiap Pegawai Negeri Sipil
dan ada pula ketentuan mengenai hukuman disiplin dan badan pertimbangan
kepegawaian. Selama masa pemerintahan rezim Orde Baru, untuk memberi
peringatan dan mengajak kepada para PNS agar melaksanakan prinsip-prinsip etika
publik dalam tugas-tugasnya, kebanyakan instansi pemerintah waktu itu justru
memasang peraturan disiplin ini, bukan memasang kaidah Sumpah Jabatan yang
diucapkan di awal ketika menjadi PNS.

d) Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps


dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil.
Warisan pemerintah Orde Baru dalam rumusan sumber kode etik PNS sebagian
masih diteruskan pada pemerintahan di masa reformasi.Bahkan, rumusan kode etik
Korpri (Korps Pegawai Republik Indonesia) yang banyak dikritik sebagai warisan
masa otoriter Orde Baru untuk sebagian masih digunakan sebagai sumpah kesetiaan
bagi para pegawai. Rumusan sumpah itu lebih dikenal sebagai Sapta Prasetya Korpri
yang selengkapnya berbunyi sebagai berikut:
1) Kami anggota Korps Pegawai Republik Indonesia adalah warga negara kesatuan
Republik Indonesia yang setia kepada Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945,
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2) Kami anggota Korps Pegawai Republik Indonesia adalah pejuang bangsa, taat
kepada negara dan pemerintah Republik Indonesia yang bersasarkan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar 1945.
3) Kami anggota Korps Pegawai Republik Indonesia adalah unsur aparatur negara,
abdi negara, dan abdi masyarakat yang selalu mengutamakan kepentingan
negara dan masyarakat daripada kepentingan pribadi atau golongan.
4) Kami anggota Korps Pegawai Republik Indonesia menjunjung tinggi kehormatan
bangsa dan negara, bersikap jujur, bersemangat, bertanggungjawab, serta
menghindarkan diri dari perbuatan tercela.
5) Kami anggota Korps Pegawai Republik Indonesia senantiasa mengutamakan
pelayanan kepada masyarakat, berdisiplin, serta memegang teguh rahasia negara
dan rahasia jabatan.
6) Kami anggota Korps Pegawai Republik Indonesia mengutamakan persatuan-
kesatuan bangsa, kesejahteraan masyarakat serta kesetiakawanan Korps
Pegawai Republik Indonesia.
7) Kami anggota Korps Pegawai Republik Indonesia senantiasa bekerja keras serta
berusaha meningkatkan pengetahuan dan kemampuan untuk kelancaraan
pelaksanaan tugas.

e) Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS.

Pada masa pemerintahan hasil reformasi, penyempurnaan dari PP No. 30 Tahun


1980 menghasilkan peraturan baru yang tertuang dalam PP No. 53 Tahun 2010
tentang Disiplin PNS. Secara eksplisit, tujuan dari dibuatnya peraturan pemerintah ini
adalah untuk: mewujudkan PNS yang handal, profesional, dan bermoral sebagai
penyelenggara pemerintahan yang menerapkan prinsip kepemerintahan yang baik
(good governance).
Perkembangan baru dari peraturan pemerintah ini adalah bahwa rincian tentang 17
kewajiban (pasal 3) dan 15 larangan (pasal 4) lebih rinci dengan kriteria yang lebih
objektif. Ketentuan mengenai tingkat dan jenis hukuman disiplin (ringan, sedang,
berat) juga dibuat lebih jelas dengan derajat pelanggaran dan sistem sanksi yang
rinci.Misalnya, dalam pasal 10 disebutkan bahwa, hukuman disiplin berat bisa
diberlakukan jika sasaran kerja pegawai kurang dari 25%.Dengan demikian,
peraturan inilah yang pertama kalinya menerapkan bahwa seorang PNS bisa dikenai
hukuman karena alasan kinerjanya kurang memadai.
Kecuali itu, struktur kewenangan dari pejabat yang berhak menetapkan hukuman
disiplin dibuat lebih jelas, sehingga setiap jenjang pejabat punya kewenangan disiplin.
Di sisi lain, pegawai yang memperoleh ancaman tindakan disiplin berhak membela
diri, melakukan klarifikasi, dan mengajukan banding. Dengan demikian, ketentuan
mengenai mekanisme, prosedur dan dokumentasi penjatuhan hukuman disiplin
menjadi lebih jelas dan mudah dipahami.

f) Undang-UndangNomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN)

Karena sifat peraturannya yang memiliki jenjang legalitas lebih tinggi, yaitu dalam
bentuk Undang-Undang, peraturan mengenai kode etik Pegawai Negeri Sipil dalam
UU No. 5 Tahun 2014 adalah yang paling kuat saat ini. Sesuai dengan ketentuan
dalam peraturan perundang-undangan, hanya peraturan yang berbentuk Undang-
Undang yang memiliki sanksi tegas berupa penegakan hukum.
Di dalam UU No.5 Tahun 2014 memang telah ditegaskan berbagai ketentuan disiplin
pegawai negeri, sistem sanksi yang bisa dibebankan apabila seorang PNS
melanggar hukum, menyalahgunakan wewenang, dan terlibat dalam konflik
kepentingan. Selain itu, Undang-Undang ini juga mengatur hak-hak pegawai dalam
bentuk remunerasi dengan sistem penilaian kinerja yang lebih jelas.Namun
konsistensi dari pelaksanaan Undang-Undang ini masih sangat tergantung kepada
bagaimana pelaksanaan peraturan-peraturan yang lebih teknis dalam bentuk
Peraturan Pemerintah, Peraturan Presidan atau peraturan lainnya.Terdapat agenda
untuk setidaknya membentuk 19 Peraturan Pemerintah yang hingga kini masih
berlangsung.
Dalam modul "Etika Birokrasi", Gering Supriyadi (2001: 54) mengemukakan
beberapa asas umum pemerintahan yang diberlakukan di negara Belanda, sebagai
berikut: 1. Asas kepastian hukum (Principle of Legal Security); 2. Asas
keseimbangan (Principle of Proportionality; 3.Asas kesamaan dalam mengambil
keputusan (Principle of Equality); 4.Asas bertindak cermat (Principle of Carefulness);
5.Asas motivasi untuk setiap keputusan (Principle of Motivation); 6.Asas tidak
mencampuradukkan kewenangan (Principle of non misuse of competence) yang
bisa juga berarti Asas tidak menyalahgunakan kekuasaan; 7.Asas permainan yang
layak (Principle of Fairplay); 8.Asas Keadilan dan kewajaran (Principle of
Reasonable or Prohibition of Arbitrariness); 9.Asas menanggapi penghargaan yang
wajar (Principle of Meeting Raised Expectation) atau bisa juga berarti Asas
pemenuhan aspirasi dan harapan yang diajukan; 10.Asas meniadakan akibat suatu
keputusan yang batal (Principle of Undoing the Consequencies of Annuled
Decision); 11.Asas perlindungan atas pandangan/cara hidup pribadi (Principle of
Protecting the Personal Way of Life); 12.Asas kebijaksanaan (Sapientia); 13.Asas
penyelenggaraan kepentingan umum (Principle of Public Service).

2. Kondisi etika organisasi di Indonesia

Etika berkaitan dengan baik dan buruk, benar dan salah, betul dan tidak, bohong
dan jujur. Dalam berinteraksi dengan lingkungannyaorang-orang dapat menunjukkan perilaku yang
dinilai baik atau buruk,benar atau salah ketika melakukan suatu tindakan. Hal tersebut
sangatbergantung kepada nilai-nilai yang berlaku dalam lingkungan di manaorang-orang
berfungsi. Tidak jarang terdapat penilaian yang berbedaterhadap suatu perilaku dalam
lingkungan yang berbeda.Etika menggambarkan suatu kode perilaku yang berkaitan dengannilai
tentang mana yang benar dan mana yang salah yang berlakusecara obyektif dalam masyarakat.

Sebagaimana dikemukakan sebelumnya bahwa etika merupakan carabergaul atau


berperilaku yang baik. Nilai-nilai etika tersebut dalamsuatu organisasi DI Indonesia
dituangkan dalam aturan atau ketentuan hukum, baik tertulis maupun tidak tertulis. Aturan ini mengatur
bagaimanaseseorang harus bersikap atau berperilaku ketika berinteraksi denganorang lain di dalam
suatu organisasi dan dengan masyarakat dilingkungan organisasi tersebut. Cukup banyak aturan dan
ketentuandalam organisasi yang mengatur struktur hubungan individu ataukelompok dalam organisasi
serta dengan masyarakat di lingkungannyasehingga menjadi kode etik atau pola perilaku anggota
organisasibersangkutan.
Salahsatu teori klasik tentang organisasi yang cukup dikenal dan sangatberpengaruh terhadap
pengembangan organisasi adalah birokrasi.Menurut teori ini, ciri organisasi yang ideal yang sekaligus
menjadinilai-nilai perilaku yang harus dianut oleh setiap anggota organisasi adalah :
1. Adanya pembagian kerja
Pembagian kerja yang sangat spesifik dapat meningkatkan kinerjadengan cara membuat
para pekerja lebih produktif. Para spesialisdipandang akan sangat mahir dengan
spesialisasinya karena hanyamelakukan bagian tertentu dari suatu pekerjaan. Di Indonesia etika
pembagian kerja sudah berjalan cukup baik meskipun di beberapa instansin organisasi masih
terdapat ketidaksesuaian pembagian kerja, misal penjabat yang harus memiliki dasar ke ilmuan
tertentu namun di jabat oleh yg dapat dikatakan tidak sesuai bidang keilmuan yang dijabatnya

2. Hierarki wewenang yang jelas


Untuk dapat melaksanakan tugas dengan baik, setiap anggota harusdiberi
kewenangan tertentu seimbang dengan tugas yang dipikulnya.Selanjutnya setiap wewenang yang
diberikan harus diikuti dengantanggung jawab yang seimbang pula. Hierarki yang jelas sudah
hamper diterapkan dan dilaksanakan dengan baik di setiap instansi/organisasi pemerintahan

3. Prosedur seleksi yang formal


Para pegawai harus menaati dan menghormati peraturan yangmengatur organisasi.Disiplin yang
baik merupakan hasil darikepemimpinan yang efektif, saling pengertian yang jelas
antarapimpinan dan para pegawai tentang peraturan organisasi, sertapenerapan sanksi yang
adil bagi yang menyimpang dari peraturantersebut. Untuk mencegah
penyimpangan dalam proses seleksi dibutuhkan pengawas eksternal agar
mencegah terjadi Korupsi,Kolusi dan Nepotisme.

4. Aturan dan prosedur kerja yang rinci.


Etika aturan dan prosedur kerja yang rinci ini sudah terlihat diterapkan oleh organisasi pemerintaha
secara keseluruhan ,namun tetap harus ada pengawasan untuk mencegah terjadinya
penyimpangan sehingga aturan dan prosedur berjalan dengan lancer

5. Hubungan yang tidak didasarkan atas hubungan pribadi.


Hal ini sangat penting, karena jika etika ini dilanggar maka suatu jabatan yang
seharusnya di tempati oranng yang berkompeten ditempati oleh orang yang tidak
berkompetetn atas dasar kedekatan (hubungan pribadi), di Indonesia terutama
praktek hubungan yang di dasarkan atas hubungan pribadi masih ada

3. Faktor penyebab etika organisasi Indonesia menurun

 Terdapatnya kepentingan-kepentingan pribadi dalam organisasi


 Banyaknya anggota yang tidak mengerti pembagian tugas dan ruang lingkup
jabatannya
 Banyaknya kasus dan kejadian pelanggaran dalam organisasi misalnya :
terlambat masuk bekerja, menggunakan atribut organisasi di saat jam bekerja
dan berkeliaran di tempat umum atau pusat perbelanjaan
 Disiplin pegawai yang kurang
 Banyaknya pegawai yang menyampingkan tugas pokok dan fungsinya
 Hubungan yang tidak baik/ kurang harmonis antara sesama pekerja, adanya
sikap saling iri dan ingin berkompetisi
 Terdapat konflik antar anggota organisasi ataupun kecemburuan social

4. Solusi dan Pemecahannya


 Menghargai setiap individu dalam organisasi/tempat kerja, menunjukkan sikap
sopan santun serta membangun penghargaan pribadi
 Membangun komitmen dan menunjukkan perlakuan yang sama kepada semua
individu dalam perusahaan/tempat kerja tanpa melihat ras, warna kulit, agama,
asal-usul, hambatan fisik atau mental, gender dan usia
 Meyakinkan para individu untuk berkomunikasi secara terbuka
 Menyediakan dan memelihara lingkungan tempat kerja yang kondusif, sehat dan
teratur.
 Tidak boleh memaksa, mempengaruhi dan melarang keterlibatan individu
memberikan kontribusi dalam proses politik selama dilakukan secara wajar serta
tidak bertentangan dengan peraturan perusahaan yang berlaku.
 Setiap anggota organisasi harus berdisiplin dalam perilaku kerjanya dan untuk itu
dilakukan pengawasan
 Setiap anggota organisasi wajib mendahulukan tugas pokok dan fungsinya
daripada tugas-tugas lain selain apa yang telah dibebankan kepadanya oleh
organisasi
 Setiap anggota organisasi ditempatkan dengan struktur karir yang jelas
 Setiap anggota diberikan kompensasi berdasarkan tarif standar sesuai dengan
kedudukan maupun tugas pokoknya
 Bebas dari segala urusan pribadi

5. Kesimpulan

Dalam konteks organisasi maka etika organisasi dapat berarti pola sikap dan
perilaku yang diharapkan dari setiap individu dan kelompok anggota organisasi yang
secara keseluruhan akan membentuk budaya organisasi yang sejalan dengan tujuan
dan filosofi organisasi yang bersangkutan. Setiap anggota organisasi harus mampu
bersikap dan berperilaku yang mendukung terjaganya nama baik organisasinya.
Diharapkan agar segala faktor yang menurunkan etika organisasi di Indonesia dapat
dikurangi dengan solusi yang telah dipaparkan.
Dasar hukum Etika Bernegara

Dalam kedudukannya sebagai dasar filsafat Negara, maka nilai-nilai pancasila harus di
jabarkan dalam suatu norma yang merupakan pedoman pelaksanaan dalam penyelenggaraan
kenegaraan, bahkan kebangsaan dan kemasyarakatan. Terdapat dua macam norma dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara yaitu norma hukum dan norma moral atau etika.
Sebagaimana diketahui sebagai suatu norma hukum positif, maka pancasila dijabarkan dalam
suatu peraturan perundang-undangan yang ekplisit, hal itu secara kongkrit dijabarkan dalam
tertib hukum Indonesia. Namun, dalam pelaksanaannya memerlukan suatu norma moral yang
merupakan dasar pijak pelaksanaan tertib hukum di Indonesia. Bagaimanapun baiknya suatu
peraturan perundang-undangan kalau tidak dilandasi oleh moral yang luhur dalam
pelaksanaannya dan penyelenggaraan Negara, maka niscahaya hukum tidak akan mencapai
suatu keadilan bagi kehidupan kemanusiaan.

Nilai-nilai pancasila bersifat objektif dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Rumusan dari sila-sila pancasila itu sendiri sebenarnya hakikat maknanya yang terdalam
menunjukkan adanya sifat-sifat umum universal dan abstrak, karena merupakan suatu nilai.

2. Inti nilai-nilai Pancasila akan tetap ada sepanjang masa dalam kehidupan bangsa
Indonesia dan mungkin juga pada bangsa lain baik dalam adat kebiasaan, kebudayaan,
kenegaraan, maupun dalam kehidupan keagamaan.

3. Pancasila yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945, menurut ilmu hukum memenuhi
syarat sebagai pokok kaidah yang fundamental Negara sehingga merupakan suatu sumber
hukum positif di Indonesia. Oleh karena itu dalam hierarki suatu tertib hukum hukum
Indonesia berkedudukan sebagai tertib hukum yang tertinggi. Maka secara objektif tidak
dapat diubah secara hukum sehingga terlekat pada kelangsungan hidup Negara. Sebagai
konsekuensinya jika nilai-nilai pancasila yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 itu
diubah maka sama halnya dengan pembubaran Negara proklamasi 1945, hal ini
sebagaimana terkandung di dalam ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966, diperkuat Tap.
No. V/MPR/1973. Jo. Tap. No. IX/MPR/1978.

Di era sekarang sekarang ini, tampaknya kebutuhan akan norma etika untuk kehidupan
berbangsa dan bernegara masih perlu bahkan amat penting untuk ditetapkan. Hal ini terwujud
dengan keluarnya ketetapan MPR No. VI/MPR/2001 tentang etika kehidupan berbangsa,
bernegara, dan bermasyarakat yang merupakan penjabaran nilai-nilai Pancasila sebagai
pedoman dalam berpikir, bersikap dan bertingkah laku yang merupakan cerminan dari nilai-nilai
keagamaan dan kebudayaan yang sudah mengakar dalam kehidupan bermasyarakat.

Etika kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat bertujuan untuk:

1. Memberikan landasan etik moral bagi seluruh komponen bangsa dalam menjalankan
kehidupan kebangsaan dalam berbagai aspek

2. Menentukan pokok-pokok etika kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat.

3. Menjadi kerangka acuan dalam mengevaluasi pelaksanaan nilai-nilai etika dan moral dalam
kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat.

A. Kondisi Etika Bernegara Di Indonesia


Pembangunan nasional dalam segala bidang yang telah dilaksanakan selama ini
memang mengalami berbagai kemajuan. Namun, di tengah-tengah kemajuan tersebut
terdapat dampak negatif, yaitu terjadinya pergeseran terhadap nilai-nilai etika dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Pergeseran sistem nilai ini sangat nampak dalam
kehidupan masyarakat dewasa ini, seperti penghargaan terhadap nilai budaya dan bahasa,
nilai solidaritas sosial, musyawarah mufakat, kekeluargaan, sopan santun, kejujuran, rasa
malu dan rasa cinta tanah air dirasakan semakin memudar. Perilaku korupsi masih banyak
terjadi, identitas ke-“kami”-an cenderung ditonjolkan dan mengalahkan identitas ke-“kita”-an,
kepentingan kelompok, dan golongan seakan masih menjadi prioritas. Ruang publik yang
terbuka dimanfaatkan dan dijadikan sebagai ruang pelampiasan kemarahan dan amuk
massa. Benturan dan kekerasan masih saja terjadi di mana-mana dan memberi kesan
seakan-akan bangsa Indonesia sedang mengalami krisis moral sosial yang
berkepanjangan. Banyak penyelesaian masalah yang cenderung diakhiri dengan tindakan
anarkis. Aksi demontrasi mahasiswa dan masyarakat seringkali melewati batas-batas
ketentuan, merusak lingkungan, bahkan merobek dan membakar lambang-lambang Negara
yang seharusnya dijunjung dan dihormati. Hal tersebut, menegaskan bahwa telah terjadi
pergeseran nilai-nilai etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Bisa jadi kesemua
itu disebabkan belum optimalnya upaya pembentukan karakter bangsa, kurangnnya
keteladanan para pemimpin, lemahnya budaya patuh pada hukum, cepatnya penyerapan
budaya global yang negatif dan ketidakmerataan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat
B. Faktor Penyebab Bernegara Menurun yang Berkaitan Dengan Etika Publik
1. Kurangnya rasa persatuan dan kesatuan dari warga negara indonesia
2. Menurunnya rasa toleransi sesama warga negara Indonesia
3. Belum optimalnya upaya pembentukan karakter bangsa.
4. kurangnnya keteladanan para pemimpin.
5. lemahnya budaya patuh pada hukum.
6. cepatnya penyerapan budaya global yang negatif
7. ketidakmerataan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat

C. Solusi/Pemecahannya
solusi terbaik adalah dengan pendidikan karakter. Pendidikan karakter bukanlah hal
baru di jagat pendidikan Indonesia, Bila kita menilik kembali sejarah bangsa, beberapa
pendidik yang kita kenal diantaranya Ki Hadjar Dewantara, R.A Kartini, Soekarno, Hatta,
Moh. Natsir, Tan Malaka dan lainnya yang mana telah menerapkan semangat pendidikan
karakter sebagai pembentuk kepribadian dan identitas bangsa

D. Kesimpulan
Dalam etika bernegara harus berlandaskan dengan hukum yaitu berdasarkan
dengan pancasila dan UUD 1945. Pancasila kedudukannya sebagai dasar filsafat Negara,
maka nilai-nilai pancasila harus di jabarkan dalam suatu norma yang merupakan pedoman
pelaksanaan dalam penyelenggaraan kenegaraan, bahkan kebangsaan dan
kemasyarakatan. Di era sekarang sekarang ini, tampaknya kebutuhan akan norma etika
untuk kehidupan berbangsa dan bernegara masih perlu bahkan amat penting untuk
ditetapkan karena terjadinya pergeseran terhadap nilai-nilai etika dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Pergeseran sistem nilai ini sangat nampak dalam kehidupan
masyarakat dan belum optimalnya pembentukan karakter bangsa contohnya terjadinya aksi
demonstrasi dan perseteruan masyarakat dalam hal toleransi beragama oleh sebab itu
maka sangat perlu diterapkan pendidikan karakter agar terciptanya karakter karakter
bangsa yang berEtika.

Anda mungkin juga menyukai