Anda di halaman 1dari 4

PATOFISIOLOGI KANKER PAYUDARA

Transformasi
Sel-sel kanker dibentuk dari sel-sel normal dalam suatu proses rumit yang disebut transformasi, yang
terdiri dari tahap inisiasi dan promosi.
Fase inisiasi
Pada tahap inisiasi terjadi suatu perubahan dalam bahan genetik sel yang memancing sel menjadi
ganas. Perubahan dalam bahan genetik sel ini disebabkan oleh suatu agen yang disebut karsinogen,
yang bisa berupa bahan kimia, virus, radiasi (penyinaran) atau sinar matahari. Tetapi tidak semua sel
memiliki kepekaan yang sama terhadap suatu karsinogen. Kelainan genetik dalam sel atau bahan
lainnya yang disebut promotor, menyebabkan sel lebih rentan terhadap suatu karsinogen. Bahkan
gangguan fisik menahun pun bisa membuat sel menjadi lebih peka untuk mengalami suatu
keganasan.
Progesteron, sebuah hormon yang menginduksi ductal side-branching pada kelenjar payudara dan
lobualveologenesis pada sel epitelial payudara, diperkirakan berperan sebagai aktivator lintasan
tumorigenesis pada sel payudara yang diinduksi oleh karsinogen. Progestin akan menginduksi
transkripsi regulator siklus sel berupa siklin D1 untuk disekresi sel epitelial. Sekresi dapat ditingkatkan
sekitar 5 hingga 7 kali lipat dengan stimulasi hormon estrogen, oleh karena estrogen merupakan
hormon yang mengaktivasi ekskresi pencerap progesteron pada sel epitelial. Selain itu, progesteron
juga menginduksi sekresi kalsitonin sel luminal dan morfogenesis kelenjar.
Fase promosi
Pada tahap promosi, suatu sel yang telah mengalami inisiasi akan berubah menjadi ganas. Sel yang
belum melewati tahap inisiasi tidak akan terpengaruh oleh promosi. Karena itu diperlukan beberapa
faktor untuk terjadinya keganasan (gabungan dari sel yang peka dan suatu karsinogen).
Fase metastasis
Metastasis menuju ke tulang merupakan hal yang kerap terjadi pada kanker payudara, beberapa
diantaranya disertai komplikasi lain seperti simtoma hiperkalsemia, pathological fractures atau spinal
cord compression. Metastasis demikian bersifat osteolitik, yang berarti bahwa osteoklas hasil induksi
sel kanker merupakan mediator osteolisis dan mempengaruhi diferensiasi dan aktivitas osteoblas serta
osteoklas lain hingga meningkatkan resorpsi tulang.
Tulang merupakan jaringan unik yang terbuat dari matriks protein yang mengandung kalsium dengan
kristal hydroxyappatite sehingga mekanisme yang biasa digunakan oleh sel kanker untuk membuat
ruang pada matriks ekstraselular dengan penggunaan enzim metaloproteinase matriks tidaklah efektif.
Oleh sebab itu, resorpsi tulang yang memungkinkan invasi neoplastik terjadi akibat interaksi antara sel
kanker payudara dengan sel endotelial yang dimediasi oleh ekspresi VEGF. VEGF merupakan
mitogen angiogenik positif yang bereaksi dengan sel endotelial. Tanpa faktor angiogenik negatif
seperti angiostatin, sel endotelial yang berinteraksi dengan VEGF sel kanker melalui pencerap
VEGFR-1 dan VEGFR-2, akan meluruhkan matriks ekstraselular, bermigrasi dan membentuk tubulus.
PATOFISIOLOGI STROKE

Patofisiologi Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi di mana saja di dalam arteri-arteri yang
membentuk Sirkulus Willisi. Secara umum, apabila aliran darah ke jaringan otak terputus selama 15
sampai 20 menit, akan terjadi infark atau kematian jaringan. Perlu diingat bahwa oklusi di suatu arteri
tidak selalu menyebabkan infark di daerah otak yang diperdarahi oleh arteri tersebut. Alasannya
adalah bahwa mungkin terdapat sirkulasi kolateral yang memadai ke daerah tersebut. Proses patologik
yang mendasari mungkin salah satu dari berbagai proses yang terjadi di dalam pembuluh darah yang
memperdarahi otak. Patologinya dapat berupa :
(1) keadaan penyakit pada pembuluh itu sendiri, seperti pada aterosklerosis dan trombosis, robeknya
dinding pembuluh, atau peradangan;
(2) berkurangnya perfusi akibat gangguan status aliran darah, misalnya syok atau hiperviskositas
darah;
(3) gangguan aliran darah akibat bekuan atau embolus infeksi yang berasal dari jantung atau
pembuluh ekstrakranium; atau
(4) ruptur vaskular di dalam jaringan otak atau ruang subaraknoid (Price et al, 2006).
Sirkulus Willisi Suatu stroke mungkin didahului oleh Transient Ischemic Attack (TIA) yang serupa
dengan angina pada serangan jantung. TIA adalah serangan-serangan defisit neurologik yang
mendadak dan singkat akibat iskemia otak fokal yang cenderung membaik dengan kecepatan dan
tingkat penyembuhan bervariasi tetapi biasanya dalam 24 jam. TIA mendahului stroke trombotik pada
sekitar 50% sampai 75% pasien (Harsono, 2009).
Secara patologi stroke dibedakan menjadi sebagai berikut:
1) Stroke Iskemik Infark iskemik serebri, sangat erat hubungannya dengan aterosklerosis
(terbentuknya ateroma) dan arteriolosklerosis. Aterosklerosis dapat menimbulkan bermacam-macam
manifestasi klinik dengan cara:
a. Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi aliran darah
b. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya thrombus atau perdarahan aterom
c. Merupakan terbentuknya thrombus yang kemudian terlepas sebagai emboli
d. Menyebabkan dinding pembuluh menjadi lemah dan terjadi aneurisma yang kemudian dapat robek.
Embolus akan menyumbat aliran darah dan terjadilah anoksia jaringan otak di bagian distal sumbatan.
Di samping itu, embolus juga bertindak sebagai iritan yang menyebabkan terjadinya vasospasme lokal
di segmen di mana embolus berada. Gejala kliniknya bergantung pada pembuluh darah yang
tersumbat. Ketika arteri tersumbat secara akut oleh trombus atau embolus, maka area sistem saraf
pusat (SSP) yang diperdarahi akan mengalami infark jika tidak ada perdarahan kolateral yang adekuat.
Di sekitar zona nekrotik sentral, terdapat ‘penumbra iskemik’ yang tetap untuk suatu waktu, artinya
fungsinya dapat pulih jika aliran darah baik kembali. Iskemia SSP dapat disertai oleh pembengkakan
karena dua alasan: Edema sitotoksik yaitu akumulasi air pada sel-sel glia dan neuron yang rusak;
Edema vasogenik yaitu akumulasi cairan ektraselular akibat perombakan sawar darah-otak. Edema
otak dapat menyebabkan perburukan klinis yang berat beberapa hari setelah stroke mayor, akibat
peningkatan tekanan intrakranial dan kompresi struktur-struktur di sekitarnya (Smith et al, 2001).
2) Stroke Hemoragik, yang merupakan sekitar 15% sampai 20% dari semua stroke, dapat terjadi
apabila lesi vaskular intraserebrum mengalami ruptur sehingga terjadi perdarahan ke dalam
ruang subarakhnoid atau langsung ke dalam jaringan otak. Sebagian dari lesi vaskular yang
dapat menyebabkan perdarahan subarakhnoid (PSA) adalah aneurisma sakular dan
malformasi arteriovena (MAV). Mekanisme lain pada stroke hemoragik adalah pemakaian
kokain atau amfetamin, karena zat-zat ini dapat menyebabkan hipertensi berat dan perdarahan
intraserebrum atau subarakhnoid. Perdarahan intraserebrum ke dalam jaringan otak (parenkim)
paling sering terjadi akibat cedera vaskular yang dipicu oleh hipertensi dan ruptur salah satu
dari banyak arteri kecil yang menembus jauh ke dalam jaringan otak. Biasanya perdarahan di
bagian dalam jaringan 15 otak menyebabkan defisit neurologik fokal yang cepat dan memburuk
secara progresif dalam beberapa menit sampai kurang dari 2 jam. Hemiparesis di sisi yang
berlawanan dari letak perdarahan merupakan tanda khas pertama pada keterlibatan kapsula
interna. Penyebab pecahnya aneurisma berhubungan dengan ketergantungan dinding
aneurisma yang bergantung pada diameter dan perbedaan tekanan di dalam dan di luar
aneurisma. Setelah pecah, darah merembes ke ruang subarakhnoid dan menyebar ke seluruh
otak dan medula spinalis bersama cairan serebrospinalis. Darah ini selain dapat menyebabkan
peningkatan tekanan intrakranial, juga dapat melukai jaringan otak secara langsung oleh
karena tekanan yang tinggi saat pertama kali pecah, serta mengiritasi selaput otak (Price,
2005).
PATOFISIOLOGI HIV-AIDS

Patofisiologi HIV (human immunodeficiency virus) dimulai dari transmisi virus ke dalam tubuh yang
menyebabkan infeksi yang terjadi dalam 3 fase: serokonversi, asimtomatik, dan acquired
immunodeficiency syndrome (AIDS).
Transmisi HIV
HIV ditransmisikan melalui cairan tubuh dari orang yang terinfeksi HIV, seperti darah, ASI, semen dan
sekret vagina. Virus masuk ke dalam tubuh manusia melalui port d’entrée yang terdapat pada tubuh,
umumnya kemungkinan ini meningkat melalui perilaku berisiko yang dilakukan.
Virus kemudian masuk ke dalam sel dengan menempel pada reseptor CD4 melalui pembungkus
glikoprotein. Sebagai retrovirus, HIV menggunakan enzim reverse-transcriptase, memungkinkan
terbentuknya DNA-copy, untuk terbentuk dari RNA-virus. Virus kemudian menempel dan merusak
CD4, sehingga terjadi penurunan nilai CD4 dalam darah, seiring dengan terjadinya peningkatan
replikasi virus yang direfleksikan dari hasil nilai viral load yang tinggi, menandakan tingkat virulensi
yang tinggi.
Fase Infeksi HIV
Serokonversi
Fase serokonversi terjadi di masa awal infeksi HIV. Pada fase ini, terjadi viremia plasma dengan
penyebaran yang luas dalam tubuh, selama 4-11 hari setelah virus masuk melalui mukosa tubuh.
Kondisi ini dapat bertahan selama beberapa minggu, dengan gejala yang cukup ringan dan tidak
spesifik, umumnya berupa demam, flu-like syndrome, limfadenopati dan ruam-ruam. Kemudian,
keluhan akan berkurang dan bertahan tanpa gejala mengganggu. Pada masa ini, umumnya akan
mulai terjadi penurunan nilai CD4, dan peningkatan viral-load.
Fase Asimtomatik
Pada fase asimtomatik, HIV sudah dapat terdeteksi melalui pemeriksaan darah. Penderita infeksi HIV
dapat hidup bebas gejala hingga 5-10 tahun walau tanpa intervensi pengobatan. Pada fase ini,
replikasi virus terus berjalan, virulensi tinggi, viral load stabil tinggi, serta terjadi penurunan CD4 secara
konstan.
Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS)
Pada fase AIDS, umumnya viral-load tetap berada dalam kadar yang tinggi. CD4 dapat menurun
hingga lebih rendah dari 200/µl.
Infeksi oportunistik mulai muncul secara signifikan. Infeksi oportunistik ini bersifat berat, meliputi dan
mengganggu berbagai fungsi organ dan sistem dalam tubuh. Menurunnya CD4 mempermudah infeksi
dan perubahan seluler menjadi keganasan. umumnya ditularkan melalui aktivitas seksual tanpa
kondom , transfusi darah , jarum suntik , dan dari ibu ke anak . Setelah memperoleh virus, virus
bereplikasi di dalam dan membunuh sel-sel T-helper , yang diperlukan untuk hampir semua respons
imun adaptif . Ada periode awal penyakit seperti influenza , dan kemudian fase laten, tanpa
gejala. Ketika jumlah limfosit CD4 turun di bawah 200 sel / ml darah, inang HIV telah berkembang
menjadi AIDS (suatu kondisi yang ditandai dengan defisiensi imunitas yang diperantarai sel dan
meningkatnya kerentanan terhadap infeksi oportunistik dan beberapa jenis kanker)

Anda mungkin juga menyukai