Anda di halaman 1dari 36

AKTIVITAS ANTIINFLAMASI EKSTRAK ETIL ASETAT DAUN SUKUN (Artocarpus altilis (Park.

)
Forsberg)
MELALUI PENGHAMBATAN MIGRASI LEUKOSIT PADA MENCIT YANG DIINDUKSI OLEH
THIOGLIKOLAT
ANI ANDRIANI
Universitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Inflamasi merupakan suatu respon jaringan terhadap rangsangan fisik atau

kimiawi yang merusak. Rangsangan ini menyebabkan lepasnya mediator inflamasi

seperti histamin, serotonin, bradikinin, dan prostaglandin yang menimbulkan reaksi

radang berupa panas, nyeri, merah, bengkak, dan disertai gangguan fungsi. Kerusakan

sel yang terkait dengan inflamasi berpengaruh pada selaput membran sel yang

menyebabkan leukosit mengeluarkan enzim-enzim lisosomal dan asam arakhidonat.

Metabolisme asam arakhidonat menghasilkan prostaglandin-prostaglandin yang

mempunyai efek pada pembuluh darah, ujung saraf, dan pada sel-sel yang terlibat dalam

inflamasi (Katzung, 2004). Proses terjadinya inflamasi sebenarnya merupakan salah

satu mekanisme pertahanan diri dari tubuh terhadap benda asing, tetapi jika proses ini

berlangsung secara terus menerus (kronis) justru akan merusak jaringan (Docke dkk.,

1997; Westerndorp dkk., 1997; Opal dkk., 1996; De Poll dkk., 1997).

Beberapa penelitian menyebutkan bahwa inflamasi kronis berkaitan erat dengan

adanya peningkatan mutasi seluler yang menginisiasi terjadinya kanker (Albini &

Sporn, 2007; Anonim 2012). Inflamasi yang terjadi terus menerus pada pembuluh darah

berkontribusi langsung pada terbentuknya plak dalam dinding pembuluh arteri sehingga

terjadi penyempitan pembuluh darah dan menyebabkan tekanan darah tinggi, serangan

jantung, serta stroke (Anonim, 2007; Libby dkk., 2010; Lusis, 2000; Patel dkk., 2008).

Penyakit lain yang melibatkan adanya proses inflamasi kronis dalam tubuh antara lain,

1
AKTIVITAS ANTIINFLAMASI EKSTRAK ETIL ASETAT DAUN SUKUN (Artocarpus altilis (Park.)
Forsberg) 2
MELALUI PENGHAMBATAN MIGRASI LEUKOSIT PADA MENCIT YANG DIINDUKSI OLEH
THIOGLIKOLAT
ANI ANDRIANI
Universitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

arthritis, asma, diabetes, alergi, anemia, penyakit Alzheimer, fibrosis,

fibromyalgia, systemic lupus, psoriasis, pancreatitis, dan penyakit-penyakit autoimun

(Borne, 1986, Borne dkk., 2008) sehingga diperlukan obat antiinflamasi.

Sebagian obat-obat antiinflamasi bekerja pada mekanisme penghambatan

sintesis prostaglandin yang diketahui berperan sebagai mediator utama dalam inflamasi.

Terdapat beberapa golongan obat antiinflamasi diantaranya obat antiinflamasi golongan

steroid dan non steroid. Obat antiinflamasi golongan steroid diketahui dapat

menghambat phospholipase A2 dalam sintesis asam arakhidonat, sehingga memiliki

efek antiinflamasi yang poten, namun diketahui penggunaan obat-obatan ini dalam

jangka waktu yang lama justru akan mengakibatkan efek samping berupa hipertensi,

osteoporosis, dan hambatan terhadap pertumbuhan. Beberapa sumber juga menyebutkan

bahwa penggunaan steroid jangka panjang dapat meningkatkan resiko terjadinya

kanker, penyakit jantung dan hati (Anonimc, 2013). Disebutkan pula bahwa penggunaan

steroid secara topikal pada beberapa orang menunjukkan efek samping antara lain

dermatitis, diabetes mellitus dan atrofi jaringan (Judarwanto & Dewi, 2012).

Obat-obat antiinflamasi yang lain bekerja dengan mekanisme penghambatan

enzim siklooksigenase-1 (COX-1) dan siklooksigenase-2 (COX-2) sehingga akan

menghambat sintesis prostaglandin dan tromboksan (Robert & Morrow, 2001). COX-1

diketahui berfungsi dalam memproduksi prostaglandin yang berperan dalam melindungi

mukosa lambung dan ginjal (Okazaki dkk., 1981). Mekanisme penghambatan COX-1

dan COX-2 yang tidak selektif berhubungan dengan toksisitas penggunaan obat-obat

antiinflamasi golongan non steroid (NSAIDs) pada dosis tinggi (Dewick, 2009).

Inhibitor selektif COX-2 diketahui dapat meminimalisasi efek samping yang disebabkan
AKTIVITAS ANTIINFLAMASI EKSTRAK ETIL ASETAT DAUN SUKUN (Artocarpus altilis (Park.)
Forsberg) 3
MELALUI PENGHAMBATAN MIGRASI LEUKOSIT PADA MENCIT YANG DIINDUKSI OLEH
THIOGLIKOLAT
ANI ANDRIANI
Universitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

karena mekanisme penghambatan COX-1, seperti kerusakan lambung dan ginjal tetapi

belakangan ini dilaporkan bahwa beberapa obat golongan inhibitor selektif terhadap

COX-2 memiliki efek samping terhadap kardiovaskuler (Dogne dkk., 2005). Contohnya

Rofecoxib (Vioxx) dan Valdecoxib (Bextra) telah ditarik dari pasaran karena

meningkatkan resiko penyakit kardiovaskuler antara lain serangan jantung dan stroke

(Topol, 2004; Fitzgerald 2004; Dogne dkk., 2005).

Migrasi leukosit merupakan tahap yang penting dalam proses inflamasi (Robert

& Morrow, 2001; Di Rosa , 1979; Spector & Willoughby, 1964). Indometasin diketahui

dapat bekerja melalui mekanisme penghambatan enzim COX dan migrasi leukosit

polimorfonuklear seperti yang terlihat pada Gambar 1 (Caramis & Varonos, 1980;

Vane, 1971). Obat ini merupakan obat yang poten pada pengobatan antiinflamasi, tetapi

pada saat ini obat tersebut sudah mulai jarang digunakan karena tingginya insidensi dan

keparahan efek samping yang ditimbulkan akibat pemberian dalam jangka waktu yang

lama. Obat ini hanya digunakan pada kondisi tertentu jika demam tidak dapat memberi

respon terhadap obat lain (Roberts & Morrow, 2001).

Gambar 1. Grafik penghambatan produksi Prostaglandin (open bars) dan migrasi leukosit
(stippled bars). *P = < 0,1 ; ** P = < 0,01; ***P = < 0,005 (Vane, 1971)
AKTIVITAS ANTIINFLAMASI EKSTRAK ETIL ASETAT DAUN SUKUN (Artocarpus altilis (Park.)
Forsberg) 4
MELALUI PENGHAMBATAN MIGRASI LEUKOSIT PADA MENCIT YANG DIINDUKSI OLEH
THIOGLIKOLAT
ANI ANDRIANI
Universitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Penggunaan obat-obatan tradisional menjadi salah satu alternatif dalam

pengobatan inflamasi yang dinilai lebih aman dari segi efek samping dan toksisitas

(Awang, 2009). Salah satu obat tradisional yang sering digunakan oleh masyarakat

sebagai antiinflamasi adalah daun sukun (Artocarpus altilis (Park.) Fosberg) (Anonima,

2013). Beberapa penelitian telah menunjukkan adanya khasiat daun sukun sebagai

antiinflamasi. Dekokta dari daun sukun telah diteliti memiliki aktivitas antiinflamasi

(Sigh dkk., 2001, Abdasah dkk., 2009). Daun sukun pada dosis 60mg/kg BB terbukti

mampu meningkatkan aktivitas antiinflamasi dengan durasi 0,5 sampai 4 jam, dan

bereaksi sebagai antagonis PGE-2 dan bradikinin pada trakea (Sigh dkk., 2001) .

Menurut Abdasah dkk.(2009) formulasi gel ekstrak daun sukun dengan konsentrasi 16%

mampu memberikan efek inhibisi radang sebesar 6,96%. Penelitian ini perlu dilakukan

karena belum terdapat penelitian mengenai aktivitas inflamasi daun sukun berdasarkan

migrasi leukosit secara in vivo.


AKTIVITAS ANTIINFLAMASI EKSTRAK ETIL ASETAT DAUN SUKUN (Artocarpus altilis (Park.)
Forsberg) 5
MELALUI PENGHAMBATAN MIGRASI LEUKOSIT PADA MENCIT YANG DIINDUKSI OLEH
THIOGLIKOLAT
ANI ANDRIANI
Universitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan paparan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah

sebagai berikut :

1. Apakah ekstrak etil asetat daun sukun memiliki aktivitas sebagai

antiinflamasi melalui mekanisme penghambatan migrasi leukosit?

2. Golongan senyawa apakah yang terdapat dalam ekstrak etil asetat daun

sukun?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan:

1. Mengetahui aktivitas antiinflamasi dari ekstrak etil asetat daun sukun

melalui mekanisme penghambatan leukosit pada mencit yang diinduksi

oleh thioglikolat.

2. Mengidentifikasi golongan senyawa metabolit yang terdapat dalam ekstrak

etil asetat daun sukun.


AKTIVITAS ANTIINFLAMASI EKSTRAK ETIL ASETAT DAUN SUKUN (Artocarpus altilis (Park.)
Forsberg) 6
MELALUI PENGHAMBATAN MIGRASI LEUKOSIT PADA MENCIT YANG DIINDUKSI OLEH
THIOGLIKOLAT
ANI ANDRIANI
Universitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

D. Tinjauan Pustaka

1. Inflamasi

a. Definisi

Inflamasi merupakan sebuah reaksi yang kompleks dari sistem imun tubuh pada

jaringan vaskuler yang menyebabkan akumulasi dan aktivasi leukosit serta protein

plasma yang terjadi pada saat infeksi, keracunan maupun kerusakan sel. Inflamasi pada

dasarnya merupakan sebuah mekanisme pertahanan terhadap infeksi dan perbaikan

jaringan tetapi terjadinya inflamasi secara terus-menerus (kronis) juga dapat

menyebabkan kerusakan jaringan dan bertanggung jawab pada mekanisme beberapa

penyakit (Abbas dkk., 2010). Terjadinya proses inflamasi diinisiasi oleh perubahan di

dalam pembuluh darah yang meningkatkan rekrutmen leukosit dan perpindahan cairan

serta protein plasma di dalam jaringan. Proses tersebut merupakan langkah pertama

untuk menghancurkan benda asing dan mikroorganisme serta membersihkan jaringan

yang rusak. Tubuh mengerahkan elemen-elemen sistem imun ke tempat benda asing dan

mikroorganisme yang masuk tubuh atau jaringan yang rusak tersebut. (Judarwanto,

2012).

b. Mekanisme Inflamasi

Inflamasi dibagi dalam 3 fase, yaitu inflamasi akut (respon awal terhadap cidera

jaringan), respon imun (pengaktifan sejumlah sel yang mampu menimbulkan kekebalan

untuk merespon organisme asing), dan inflamasi kronis (Katzung, 2004). Proses

inflamasi akut dan inflamasi kronis ini melibatkan sel leukosit polimorfonuklear

sedangkan sel leukosit mononuklear lebih berperan pada proses inflamasi imunologis
AKTIVITAS ANTIINFLAMASI EKSTRAK ETIL ASETAT DAUN SUKUN (Artocarpus altilis (Park.)
Forsberg) 7
MELALUI PENGHAMBATAN MIGRASI LEUKOSIT PADA MENCIT YANG DIINDUKSI OLEH
THIOGLIKOLAT
ANI ANDRIANI
Universitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

(Sedwick & Willoughby, 1994). Secara umum, dalam proses inflamasi ada tiga hal

penting yang terjadi yaitu :

a. Peningkatan pasokan darah ke tempat benda asing, mikroorganisme atau

jaringan yang rusak.

b. Peningkatan permeabilitas kapiler yang ditimbulkan oleh pengerutan sel endotel

yang memungkinkan pergerakan molekul yang lebih besar seperti antibodi.

c. Fagosit bergerak keluar pembuluh darah menuju menuju ke tempat benda asing,

mikroorganisme atau jaringan yang rusak. Leukosit terutama fagosit PMN

(polymorphonuclear neutrophilic) dan monosit dikerahkan dari sirkulasi ke tempat

benda asing, mikroorganisme atau jaringan yang rusak. (Hamor,1989)

Terjadinya respon inflamasi ditandai oleh adanya dilatasi pada pembuluh darah

serta pengeluaran leukosit dan cairan pada daerah inflamasi. Respon tersebut dapat

dilihat dengan munculnya gejala-gejala seperti kemerahan (erythema) yang terjadi

akibat dilatasi pembuluh darah, pembengkakan (edema) karena masuknya cairan ke

dalam jaringan lunak serta pengerasan jaringan akibat pengumpulan cairan dan sel-sel

(Ward, 1993).

Mekanisme terjadinya inflamasi secara umum dapat dilihat pada Gambar 2.

Adanya rangsang iritan atau cidera jaringan akan memicu pelepasan mediator-mediator

inflamasi. Senyawa ini dapat mengakibatkan vasokontriksi singkat pada arteriola yang

diikuti oleh dilatasi pembuluh darah, venula dan pembuluh limfa serta dapat

meningkatkan permeabilitas vaskuler pada membran sel. Peningkatan permeabilitas

vaskuler yang lokal dipengaruhi oleh komplemen melalui jalur klasik (kompleks

antigen-antibodi), jalur lectin (mannose binding lectin) ataupun jalur alternatif.


AKTIVITAS ANTIINFLAMASI EKSTRAK ETIL ASETAT DAUN SUKUN (Artocarpus altilis (Park.)
Forsberg) 8
MELALUI PENGHAMBATAN MIGRASI LEUKOSIT PADA MENCIT YANG DIINDUKSI OLEH
THIOGLIKOLAT
ANI ANDRIANI
Universitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Peningkatan permeabilitas vaskuler lokal terjadi atas pengaruh anafilatoksin (C3a, C4a,

C5a). Aktivasi komplemen C3 dan C5 menghasilkan fragmen kecil C3a dan C5a yang

merupakan anafilatoksin yang dapat memacu degranulasi sel mast dan basofil untuk

melepaskan histamin. Histamin yang dilepas sel mast atas pengaruh komplemen,

meningkatkan permeabilitas vaskuler dan kontraksi otot polos, memberikan jalan untuk

migrasi sel-sel leukosit serta keluarnya plasma yang mengandung banyak antibodi,

opsonin dan komplemen ke jaringan perifer tempat terjadinya inflamasi (Abbas dkk.,

2010). Sel-sel ini akan melapisi lumen pembuluh darah selanjutnya akan menyusup

keluar pembuluh darah melalui sel-sel endotel (Ward, 1993).

Aktivasi komplemen C3a, C5a dan C5-6-7 dapat menarik dan mengerahkan sel-

sel fagosit baik mononuklear dan polimorfonuklear. C5a merupakan kemoaktraktan

untuk neutrofil yang juga merupakan anafilatoksin. Makrofag yang diaktifkan

melepaskan berbagai mediator yang ikut berperan dalam reaksi inflamasi. Beberapa

jam setelah perubahan vaskuler, neutrofil menempel pada sel endotel dan bermigrasi

keluar pembuluh darah ke rongga jaringan, memakan patogen dan melepaskan mediator

yang berperan dalam respon inflamasi. Makrofag jaringan yang diaktifkan akan

melepaskan sitokin diantaranya IL-1 (interleukin-1), IL-6 dan TNF-α (tumor necrosis

factor-α) yang menginduksi perubahan lokal dan sistemik. Ketiga sitokin tersebut

menginduksi koagulasi. IL-1 akan menginduksi ekspresi molekul adhesi pada sel

endotel sedangkan TNF-α akan meningkatkan ekspresi selektin-E yang kemudian

menginduksi peningkatan eksresi intracellular adhesion molecule-1 (ICAM-1) dan

vascular cell adhesion molecule-1 (VCAM-1). Neutrofil, monosit, dan limfosit

mengenali molekul adhesi tersebut dan bergerak ke dinding pembuluh darah selanjutnya
AKTIVITAS ANTIINFLAMASI EKSTRAK ETIL ASETAT DAUN SUKUN (Artocarpus altilis (Park.)
Forsberg) 9
MELALUI PENGHAMBATAN MIGRASI LEUKOSIT PADA MENCIT YANG DIINDUKSI OLEH
THIOGLIKOLAT
ANI ANDRIANI
Universitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

bergerak menuju ke jaringan. IL-1 dan TNF-α juga berperan dalam memacu makrofag

dan sel endotel untuk memproduksi kemokin yang berperan pada influks neutrofil

melalui peningkatan ekspresi molekul adhesi. IFN-γ (interferon-γ) dan TNF-α akan

mengaktifkan makrofag dan neutrofil yang dapat meningkatkan fagositosis dan

pelepasan enzim ke rongga jaringan (Abbas dkk., 2010).

Gambar 2. Mekanisme Terjadinya Inflamasi (Anonim, 2012)

Mediator-mediator inflamasi dalam keadaan normal akan didegradasi setelah

dilepaskan dan diproduksi secara serempak jika ada picuan. Selama proses inflamasi

berlangsung, diproduksi sinyal untuk menghentikan reaksi inflamasi. Mekanisme ini

meliputi perubahan produksi mediator proinflamasi menjadi mediator antiinflamasi


AKTIVITAS ANTIINFLAMASI EKSTRAK ETIL ASETAT DAUN SUKUN (Artocarpus altilis (Park.)
Forsberg) 10
MELALUI PENGHAMBATAN MIGRASI LEUKOSIT PADA MENCIT YANG DIINDUKSI OLEH
THIOGLIKOLAT
ANI ANDRIANI
Universitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

antara lain antiinflamasi lipoxin, antiinflamasi sitokin, transforming growth factor-β

(TGF-β) dan perubahan kolinergik yang menghambat produksi TNF pada makrofag.

Sistem tersebut dibutuhkan untuk mencegah terjadinya inflamasi yang berlebihan yang

dapat memicu kerusakan jaringan. Hal yang sama juga dapat terjadi ketika infeksi

jaringan yang terjadi terlalu besar dan respon inflamasi akut yang terjadi tidak mampu

mengatasinya. Proses inflamasi tersebut akan tetap berlangsung terus-menerus dan

dapat memicu terjadinya inflamasi kronis seperti yang terlihat pada Gambar 3,

misalnya pada mekanisme penyakit tukak lambung (Kumar dkk., 2005).

Gambar 3. Dampak Imflamasi Akut (Kumar dkk., 2005)

Inflamasi diketahui berkontribusi pada patofisiologi dari banyak penyakit kronis.

Ketika proses inflamasi tersebut berlangsung secara terus menerus akan menyebabkan

kerusakan jaringan setempat dan fungsi jaringan menjadi terganggu bahkan dapat
AKTIVITAS ANTIINFLAMASI EKSTRAK ETIL ASETAT DAUN SUKUN (Artocarpus altilis (Park.)
Forsberg) 11
MELALUI PENGHAMBATAN MIGRASI LEUKOSIT PADA MENCIT YANG DIINDUKSI OLEH
THIOGLIKOLAT
ANI ANDRIANI
Universitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

meluas sehingga mengakibatkan kerusakan organ. Proses inilah yang kemudian akan

mengakibatkan berbagai macam penyakit (Kumar dkk., 2005). Interaksi antara sel

dengan sistem imun bawaan, sistem imun adaptif, dan mediator-mediator inflamasi

menginisiasi terjadinya inflamasi yang mendasari banyak penyakit pada organ (Libby,

2007). Peningkatan ekspresi gen proinflamasi dapat dipicu oleh adanya senyawa radikal

dan faktor transkripsi.

Menurut Chung dkk. (2011), adanya faktor-faktor transkripsi seperti redox-

sensitive transcription factor, nuclear factor-kappaB (NF-κB), dan forkhead box O

(FOXO) memegang peranan penting dalam ekspresi mediator-mediator proinflamasi.

Ekspresi gen proinflamasi IL-1β, IL-6, TNF-α, COX-2, lipooksigenase dan iNOS

ditingkatkan oleh redox-sensitive transcription factor, NF-κB selama proses degenerasi

sel. IL-6 berkontribusi pada atropi neural, diabetes tipe 2 dan arterosklerosis. Mediator-

mediator proinflamasi lain seperti molekul adhesi (VCAM-1, ICAM-1, P-selectin, dan

E-selectin) semuanya ditingkatkan oleh aktivasi NF-κB dalam aorta selama proses

tersebut. Proses signaling cellular redox, misalnya protein kinase biasa diawali dengan

transfer protein tyrosine kinase/ protein tyrosine phosphatase (PTK/PTP). PTP dapat

menginisiasi fosforilasi tirosin yang berkontribusi terhadap patogenesis penyakit seperti

kanker dan diabetes (Bouallegue dkk., 2009; Parkkila dkk., 2009). Aktivasi NF-κB

dapat merangsang ekspresi mediator-mediator proinflamasi seperti COX-2, TNF-α,

iNOS dan molekul adhesi pada aorta dan ginjal (Kim dkk., 2002) serta menginisiasi

terjadinya inflamasi kronis (Rahman dkk., 2004; Yu & Chung, 2006). Penghambatan

mediator-mediator proinflamasi dan faktor trankripsinya diperlukan dalam pengobatan

penyakit yang terkait dengan inflamasi.


AKTIVITAS ANTIINFLAMASI EKSTRAK ETIL ASETAT DAUN SUKUN (Artocarpus altilis (Park.)
Forsberg) 12
MELALUI PENGHAMBATAN MIGRASI LEUKOSIT PADA MENCIT YANG DIINDUKSI OLEH
THIOGLIKOLAT
ANI ANDRIANI
Universitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

2. Obat-obat antiinflamasi

Obat-obat antiinflamasi merupakan golongan obat yang memiliki aktivitas

menekan atau mengurangi peradangan. Aktivitas ini dapat dicapai melalui berbagai

cara, yaitu dengan menghambat pembentukan mediator radang prostaglandin,

menghambat migrasi sel-sel leukosit ke daerah radang, dan menghambat pelepasan

prostaglandin dari sel-sel tempat pembentukannya (Robbert & Morrow, 2011).

Pada saat terjadi inflamasi, enzim fosfolipase akan diaktifkan dengan mengubah

fosfolipid yang terdapat pada jaringan menjadi asam arakhidonat seperti yang terlihat

pada Gambar 4. Asam arakhidonat sebagian akan diubah menjadi enzim

siklooksigenase dan seterusnya menjadi prostaglandin. Sebagian lain dari asam

arakhidonat diubah oleh enzim lipooksigenase menjadi leukotrien. Kedua zat tersebut

ikut bertanggungjawab pada sebagian besar gejala inflamasi (Tjay & Raharja, 2002).

Gambar 4. Biosintesis tromboxan, prostasiklin dan leukotrien (Borne dkk., 2008)


AKTIVITAS ANTIINFLAMASI EKSTRAK ETIL ASETAT DAUN SUKUN (Artocarpus altilis (Park.)
Forsberg) 13
MELALUI PENGHAMBATAN MIGRASI LEUKOSIT PADA MENCIT YANG DIINDUKSI OLEH
THIOGLIKOLAT
ANI ANDRIANI
Universitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Secara umum berdasarkan mekanisme kerjanya, obat-obat antiinflamasi dibagi

menjadi dua golongan yaitu golongan steroid dan golongan non steroid (Neal, 2006).

a. Obat Antiinflamasi Golongan Steroid

Obat antinflamasi steroid bekerja dengan mekanisme penghambatan sintesis

prostaglandin dan leukotrien dengan cara melepas lipokortin yang dapat menghambat

fosfolipase A2 pada sintesis asam arakhidonat seperti yang terlihat pada Gambar 5.

(Higgs dkk.,1974; Vane & Botting, 1987), sehingga bisa dikatakan bahwa steroid

merupakan obat antiinflamasi yang poten.

Steroid pada dasarnya merupakan hormon atau senyawa endogen yang secara

alami dapat dihasilkan oleh tubuh untuk menjaga sistem homeostasis. Ketika terjadi

kondisi stress atau cidera, tubuh akan mensekresi hormon kortisol tetapi terdapat

kondisi tertentu dimana hormon ini tidak cukup untuk mengatasi rasa sakit yang timbul

sehingga diperlukan tambahan dari luar. Contoh obat-obat antiinflamasi golongan

steroid adalah kortison, hidrokortison, prednisolon, deksametason, dan lain-lain (Miller

dkk., 2008).

Hormon steroid sering disebut juga kortikosteroid karena diproduksi oleh

korteks adrenal yang terletak di atas ginjal. Hormon ini terdiri dari dua macam yaitu

glukokortikoid dan mineralokortikoid. Hormon glukokortikoid dapat memicu terjadinya

apoptosis sel. Hormon ini dapat menurunkan diferensiasi dan proliferasi sel-sel

inflamatori sehingga dapat berperan sebagai immunosupresan. Glukokortikoid dapat

menghambat inflamasi dengan cara mengaktivasi reseptor glukokortikoid yang

menghambat ikatan antara nukleus dengan proinflammatory DNA-binding transcription

factor seperti activator protein (AP-1) dan Nuclear factor (NF-κB) (Karin, 1998; Ito
AKTIVITAS ANTIINFLAMASI EKSTRAK ETIL ASETAT DAUN SUKUN (Artocarpus altilis (Park.)
Forsberg) 14
MELALUI PENGHAMBATAN MIGRASI LEUKOSIT PADA MENCIT YANG DIINDUKSI OLEH
THIOGLIKOLAT
ANI ANDRIANI
Universitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

dkk., 2000). Glukokortikoid diketahui dapat menghambat pembentukan sitokin melalui

jalur jak-STAT (Bianchi dkk., 2000). Glukokortikoid juga berfungsi menstimulasi

glukoneogenesis, sehingga penggunaannya harus dibatasi pada penderita diabetes

mellitus karena dapat menaikkan kadar gula darah. Penguraian protein pada jaringan

yang disebabkan oleh adanya glukokortikoid menyebabkan berbagai efek samping

berupa osteoporosis, penghambatan pertumbuhan pada anak-anak, dan atrofi kulit

(Thompson & Lippman, 1974; Bassam & Mayank, 2012)

Beberapa obat kortikosteroid juga memiliki efek mineralokortikoid.

Mineralokortikoid berfungsi untuk meregulasi reabsorpsi ion natrium dalam tubulus

ginjal dan meningkatkan pengeluaran ion kalium. Ketika natrium ditahan maka tubuh

akan menjaga agar konsentrasi garam dalam tubuh tetap sama yaitu dengan menahan

air. Akibatnya volume cairan tubuh akan naik dan menyebabkan kenaikan tekanan

darah. Sekresi hormon ini juga memicu pelepasan renin yang mengubah

angiotensinogen menjadi angiotensin penyebab vasokontriksi sehingga dapat

menyebabkan hipertensi (Miller dkk., 2008).

Penggunaan obat-obat antiinflamasi golongan steroid tidak dapat dihentikan

secara tiba-tiba karena dapat menyebabkan insufisiensi adrenal dimana tubuh akan

kekurangan hormon kortisol. Ketika tubuh menerima tambahan hormon dari luar maka

tubuh akan merespon dengan mengurangi produksi hormon tersebut sehingga ketika

pemakaiannya tiba-tiba dihentikan maka tubuh belum siap untuk mensekresikannya

kembali dalam keadaan normal. Penghentian penggunaan obat-obat golongan ini

dilakukan dengan menurunkan dosis secara bertahap (Barnes & Adcock, 2009;

Schwartz dkk., 1968; Szefler & Leung, 1997).


AKTIVITAS ANTIINFLAMASI EKSTRAK ETIL ASETAT DAUN SUKUN (Artocarpus altilis (Park.)
Forsberg) 15
MELALUI PENGHAMBATAN MIGRASI LEUKOSIT PADA MENCIT YANG DIINDUKSI OLEH
THIOGLIKOLAT
ANI ANDRIANI
Universitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

b. Obat Antiinflamasi Golongan Non Steroid

Obat antiinflamasi golongan non steroid bekerja melalui mekanisme lain seperti

isoenzim COX-1 dan COX-2 seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 5. Enzim COX ini

berperan dalam memacu pembentukan prostaglandin dan tromboksan dari asam

arakhidonat. Prostaglandin merupakan molekul pembawa pesan pada proses inflamasi.

Inhibisi sintesis prostaglandin dalam mukosa lambung sering kali dapat menyebabkan

kerusakan gastrointestinal (dispepsia, mual, dan gastritis). Efek samping yang paling

serius adalah pendarahan gastrointestinal (Neal, 2006). Penghambatan enzim COX juga

akan menghambat sintesis tromboksan sehingga dapat menurunkan agregasi platelet.

Pemberian obat pada dosis yang rendah secara terus-menerus digunakan sebagai terapi

pada penderita stroke untuk mencegah terjadinya stroke berikutnya. Selain itu,

penghambatan COX juga berakibat pada peningkatan produksi leukotrien yang berperan

dalam proses kontraksi pada bronkus sehingga dapat memicu terjadinya asma (Roberts

& Morrow, 2011).

Menurut Tjay & Raharja (2002), obat-obat antiinflamasi non steroid dapat

digolongkan menjadi:

1) Turunan asam salisilat : Aspirin, Salisilamid, Diflunisal.

2) Turunan 5-pirazolidindion : Fenilbutazon, Oksifenbutazon.

3) Turunan asam N-antranilat : Asam mefenamat, Asam flufenamat.

4) Turunan asam arilasetat : Natrium diklofenak, Ibuprofen, Ketoprofen.

5) Turunan heteroarilasetat : Indometasin.

6) Turunan oksikam : Peroksikam, Tenoksikam.


AKTIVITAS ANTIINFLAMASI EKSTRAK ETIL ASETAT DAUN SUKUN (Artocarpus altilis (Park.)
Forsberg) 16
MELALUI PENGHAMBATAN MIGRASI LEUKOSIT PADA MENCIT YANG DIINDUKSI OLEH
THIOGLIKOLAT
ANI ANDRIANI
Universitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Efek samping terhadap gastrointestinal terjadi karena penghambatan COX-1

sementara COX-2 diketahui hanya disekresi ketika terjadi reaksi inflamasi, sehingga

dikenallah golongan inhibitor COX-2 selektif untuk mengatasi masalah efek samping

tersebut. Penghambatan COX-2 sendiri dapat berakibat pada peningkatan sekresi enzim

COX-1 yang dapat mengkatalisis pembentukan tromboksan yang berperan dalam

meningkatkan agregasi platelet termasuk agregasi platelet pada pembuluh arteri dan

memicu terjadinya arteriosklerosis.

Gambar 5. Mekanisme Obat-Obat Antiinflamasi (Kumar dkk., 2005)

3. Indometasin

Indometasin merupakan suatu senyawa turunan indol termetilasi seperti yang

terlihat pada Gambar 6. Efek antiinflamasi dicapai melalui mekanisme penghambatan

enzim siklooksigenase secara tidak selektif, obat ini juga diketahui dapat menghambat
AKTIVITAS ANTIINFLAMASI EKSTRAK ETIL ASETAT DAUN SUKUN (Artocarpus altilis (Park.)
Forsberg) 17
MELALUI PENGHAMBATAN MIGRASI LEUKOSIT PADA MENCIT YANG DIINDUKSI OLEH
THIOGLIKOLAT
ANI ANDRIANI
Universitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

migrasi leukosit polimorfonuklear (Caramis & Varonos, 1980; Roberts & Morrow,

2001). Obat ini memiliki sifat antiradang yang lebih poten dan analgetik-antipiretik

yang mirip dengan obat-obat turunan salisilat. Efek analgetik dan antipiretik

indometasin dicapai melalui kerja sistem saraf pusat dan perifer (Roberts & Morrow,

2001).

Gambar 6. Struktur Indometasin (Borne dkk., 2008)

Indometasin banyak digunakan untuk mengatasi nyeri pada penyakit-penyakit

seperti osteoarthritis, rheumatoid arthritis, ankylosing spondyliti, bursitis, dan tendinitis.

Dosis pemakaian Indometasin biasanya mulai dari 25 mg 3 kali sehari. Penggunaan

indometasin pada dosis tinggi memiliki efek samping seperti halnya obat-obat

antiinflamasi non-steroid yang lain. Efek samping tersebut antara lain gangguan

pencernaan, reaksi anafilaksis, dermatitis, hipersensitivitas, serta gangguan pada sistem

saraf pusat. (Anonim, 2007; Anonim, 2010). Indometasin dapat berinteraksi dengan

beberapa obat antihipertensi, diuretik, probenesid, dan penggunaan bersama

antikoagulan oral dapat berpotensi meningkatkan pendarahan saluran cerna (Roberts &

Morrow, 2001).

4. Leukosit

Menurut Kelly (1984), leukosit terdiri dari dua tipe yaitu polimorfonuklear
AKTIVITAS ANTIINFLAMASI EKSTRAK ETIL ASETAT DAUN SUKUN (Artocarpus altilis (Park.)
Forsberg) 18
MELALUI PENGHAMBATAN MIGRASI LEUKOSIT PADA MENCIT YANG DIINDUKSI OLEH
THIOGLIKOLAT
ANI ANDRIANI
Universitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

leukosit (granulosit) dan mononuklear leukosit (agranulosit). Leukosit granuler dibagi

menjadi neutrofil, basofil, dan eosinofil, sedangkan leukosit agranuler dibagi menjadi

dua yaitu limfosit dan monosit. Leukosit mempunyai peranan dalam pertahanan seluler

dan humoral organisme terhadap zat-zat asing dengan memproduksi mediator-mediator

kimia. Tubuh menciptakan berbagai sistem yang dikembangkan untuk menangkap

kemudian menyingkirkan setiap bahan yang berhasil menghindari pertahanan luar.

Suatu sistem sel mampu mengikat, menelan, dan menghancurkan bahan asing melalui

proses yang dinamakan fagositosis (Brown, 1980).

Tabel I. Mediator kimia yang diproduksi oleh sel mast, basofil, dan eosinofil (Costa dkk., 1994)
Tipe sel jenis Mediator efek dan fungsi patologis
mediator
sel mast dan basofil
disimpan di Histamin Meningkatkan permeabilitas vaskuler,
dalam granul menstimulasi kontraksi sel otot
sitoplasma enzim : netral protease (triptase degradasi mikroba, kerusakan jaringan/
dan chymase), asam hidrolase, remodeling
cathepsin G, karboksipeptidase
mediator prostaglandin D2 vasodilatasi, bronkokontriksi, neutrophil
lipid chemotaxis
leukotrien C4, D4, E4 memperlama terjadinya bronkokontriksi,
sekresi mucus, peningkatan permeabilitas
vaskuler
platelet-activating factor chemotaxis, aktivasi leukosit,
bronkokontriksi, peningkatan
permeabilitas vaskuler
Sitokin IL-3 menginduksi poliferasi sel mast
TNF-α, MIP-1α menginduksi inflamasi/reaksi fase akhir
IL-4, IL-13 menginduksi diffensiasi TH2
IL-5 merangsang poduksi dan aktivasi
eosinofil

Eosinofil
disimpan di eosinofil protein kationik bersifat toksik pada cacing, bakteri, dan
dalam granul sel inang
sitoplasma eosinofil peroksidase, lisosomal degradasi cacing dan dinding sel
hidrolase, lisofosfolipase protozoa, kerusakan jaringan/remodeling
IL-3, IL-5, GM-CSF merangsang produksi dan aktivasi
Sitokin eusinofil
IL-8, IL-10, RANTES, MIP-1α, chemotaxis leukosit
eotaxin
AKTIVITAS ANTIINFLAMASI EKSTRAK ETIL ASETAT DAUN SUKUN (Artocarpus altilis (Park.)
Forsberg) 19
MELALUI PENGHAMBATAN MIGRASI LEUKOSIT PADA MENCIT YANG DIINDUKSI OLEH
THIOGLIKOLAT
ANI ANDRIANI
Universitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

a. Leukosit Polimorfonuklear

Menurut Kelly (1984), ketiga leukosit tipe polimorfonuklear diproduksi oleh

ekstravaskulerisasi dari sumsum tulang panjang. Bentuk leukosit polimorfonuklear

dapat dilihat pada Gambar 7. Bentuk awal polimorfonuklear disebut dengan mieloblast.

Mieloblast akan berkembang dan mengalami proses proliferasi menjadi progranulosit

yang kemudian membentuk generasi berikutnya yaitu mielosit yang dapat dibedakan

antara satu dengan yang lain pada pembentukan granuler dan memungkinkan untuk

identifikasi neutrofil, eosinofil, dan basofilik mielosit. Tahap selanjutnya setelah

mielosit dewasa adalah metamielosit. Menurut (Leavel and Thorup 1960) pada tahap ini,

struktur kromatin nukleus menjadi lebih kasar, proses pembentukan granul terus

berlanjut lebih spesifik, dan nukleus bisa teridentifikasi. Metamielosit ini akan

berkembang menjadi band cell dan segmented cell. Menurut Tizard (1982), sel utama

dalam sistem mieloid adalah sel granulosit polimorfonuklear neutrofil.

Gambar 7. Jenis-jenis leukosit polimorfonuklear (Judarwanto, 2012)

a. Neutrofil, b. Basofil, c. Eosinofil

1) Neutrofil

Neutrofil berkembang dalam sumsum tulang dikeluarkan dalam

sirkulasi dan jumlahnya 60 sampai 70% dari leukosit yang beredar.

Sitoplasma banyak diisi oleh granula-granula yang spesifik. Menurut

Tizard (1982), terdapat 2 granul pada neutrofil yaitu:


AKTIVITAS ANTIINFLAMASI EKSTRAK ETIL ASETAT DAUN SUKUN (Artocarpus altilis (Park.)
Forsberg) 20
MELALUI PENGHAMBATAN MIGRASI LEUKOSIT PADA MENCIT YANG DIINDUKSI OLEH
THIOGLIKOLAT
ANI ANDRIANI
Universitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

a) Azurofilik yang mengandung enzim lisosom dan peroksidase.

b) Granul spesifik lebih kecil mengandung fosfatase alkali dan zat-zat

bakterisidal (protein Kationik) yang dinamakan fagositin.

Neutrofil merupakan garis depan pertahanan seluler terhadap

invasi jasad renik dan dapat memfagositosis partikel kecil secara aktif.

Neutrofil memiliki sifat fagositik yang mirip dengan makrofag dan

mampu menyerang patogen dengan serangan respiratori menggunakan

berbagai macam substansi beracun yang mengandung bahan

pengoksidasi kuat, termasuk hidrogen peroksida, oksigen radikal bebas,

dan hipoklorit (Judarwanto, 2012).

Neutrofil yang lepas dari sumsum tulang akan mengalami 6 tahap

morfologis yaitu mielosit, metamielosit, neutrofil non segmen (band),

dan neutrofil segmen. Neutrofil segmen merupakan sel aktif dengan

kapasitas penuh yang mengandung granula sitoplasmik (primer atau

azurofil, sekunder atau spesifik) dan inti sel berongga yang kaya

kromatin. Sel neutrofil yang rusak terlihat sebagai nanah. Neutrofil

mempunyai metabolisme yang sangat aktif dan mampu melakukan

glikolisis baik secara aerob maupun anaerob. Kemampuan neutrofil

untuk hidup dalam lingkungan anaerob sangat menguntungkan karena

mereka dapat membunuh bakteri dan membantu membersihkan debris

pada jaringan nekrotik. Fagositosis oleh neutrofil merangsang aktivitas

heksosa monofosfat shunt dan meningkatkan glikogenolisis (Tizard,

1982)
AKTIVITAS ANTIINFLAMASI EKSTRAK ETIL ASETAT DAUN SUKUN (Artocarpus altilis (Park.)
Forsberg) 21
MELALUI PENGHAMBATAN MIGRASI LEUKOSIT PADA MENCIT YANG DIINDUKSI OLEH
THIOGLIKOLAT
ANI ANDRIANI
Universitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

2) Eosinofil

Jumlah eosinofil hanya 1 sampai 4 % dari leukosit darah,

mempunyai diameter yang sedikit lebih kecil dari neutrofil. Inti biasanya

berlobus dua. Eusinofil mempunyai granula ovoid yang mengandung

asam fosfatase, katepsin, dan ribonuklase, tetapi tidak mengandung

lisosim. Eosinofil bergerak secara amuboid dan mampu melakukan

fagositosis lebih lambat tetapi lebih selektif dibanding neutrofil. Eosinofil

dapat memfagositosis komplek antigen dan antibodi yang spesifik.

Eosinofil mengandung profibrinolisin yang diduga berperan

mempertahankan darah dari pembekuan, khususnya bila keadaan cairnya

diubah oleh proses patologi. Obat-obat golongan kortikosteroid dapat

menimbulkan penurunan jumlah eosinofil darah dengan cepat

(Judarwanto, 2012).

3) Basofil

Basofil adalah granulosit dengan populasi paling kecil, yaitu

sekitar 0,01 sampai 0,3% dari sirkulasi sel darah putih. Basofil

mengandung banyak granula sitoplasmik dengan dua lobus. Seperti

granulosit lain, basofil dapat tertarik keluar menuju jaringan tubuh dalam

kondisi tertentu. Saat teraktivasi, basofil akan mengeluarkan zat-zat

seperti histamin, heparin, kondroitin, elastase, lisofosfolipase, leukotrien,

dan beberapa macam sitokin (Delmann & Brown, 1989). Basofil

memainkan peran dalam reaksi alergi. Contohnya pada penyakit asma.

Granula basofil bersifat metakromatik dan dapat mensekresi histamin


AKTIVITAS ANTIINFLAMASI EKSTRAK ETIL ASETAT DAUN SUKUN (Artocarpus altilis (Park.)
Forsberg) 22
MELALUI PENGHAMBATAN MIGRASI LEUKOSIT PADA MENCIT YANG DIINDUKSI OLEH
THIOGLIKOLAT
ANI ANDRIANI
Universitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

dan heparin dalam keadaan tertentu. Basofil merupakan sel utama pada

tempat peradangan dan sering dinamakan hipersesitivitas kulit basofil

(Guyton, 1995).

b. Leukosit Mononuklear

Leukosit mononuklear terdiri dari limfosit dan monosit seperti yang

terlihat pada Gambar 8. Sel mononuklear memiliki sitoplasma yang tidak

memiliki granul seperti pada leukosit polimorfonuklear dan hanya memiliki satu

inti.

Gambar 8. Jenis-jenis leukosit mononuklear (Judarwanto, 2012)

a. Limfosit, b. Monosit

1) Limfosit

Limfosit merupakan sel yang sferis, dan berjumlah 20 sampai

30% dari leukosit darah. Limfosit memiliki inti relatif besar, bulat, dan

sedikit cekungan pada satu sisi. Sitoplasmanya sedikit sekali, bersifat

basofilik, mengandung granula-granula azurofilik yang berwarna ungu

serta mengandung ribosom bebas dan poliribisom. Beberapa diantaranya

membawa reseptor seperti imunoglobulin yang mengikat antigen spesifik

pada membrannya. Sel limfosit besar yang berada dalam kelenjar getah

bening akan tampak dalam darah pada keadaan patologis (Kelly, 1984).
AKTIVITAS ANTIINFLAMASI EKSTRAK ETIL ASETAT DAUN SUKUN (Artocarpus altilis (Park.)
Forsberg) 23
MELALUI PENGHAMBATAN MIGRASI LEUKOSIT PADA MENCIT YANG DIINDUKSI OLEH
THIOGLIKOLAT
ANI ANDRIANI
Universitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Limfosit besar memproduksi antibodi yang disebut dengan

immunology complement lymphosit. Limfosit dapat digolongkan menjadi

dua yaitu limfosit B dan limfosit T. Limfosit B akan bereaksi sebagai

pertahanan, terutama saat ada antigen yang masuk kedalam tubuh. Limfosit

B akan bekerja dengan bantuan makrofag dan limfosit T. Limfosit B dapat

mengirimkan reseptor berupa interleukin-1 yang akan mengaktifkan

munculnya limfosit T. Setelah itu limfosit T akan memperbanyak diri dan

menuju tempat benda asing tersebut. Selain menghasilkan interleukin-1,

limfosit B juga menghasilkan sel memori. Apabila ada paparan terhadap

tanggal kebal sekunder, memori ini dengan cepat bisa mengenali dan akan

dihasilkan antibodi lebih banyak daripada pada saat tanggap kebal yang

pertama (Guyton, 1995).

2) Monosit

Monosit merupakan sel leukosit yang besarnya sekitar 3 sampai

8% dari total leukosit. Inti biasanya eksentris terdapat lekukan yang

dalam berbentuk tapal kuda. Monosit memiliki jumlah lisosom primer

lebih banyak tapi lebih kecil ukurannya. Jumlah retikulum endoplasma,

ribosom, dan pliribosom sedikit, sedangkan mitokondrianya banyak.

Aparatus golgi berkembang dengan baik, ditemukan mikrofilamen dan

mikrotubulus pada daerah identasi inti (Tizard, 1982). Monosit ditemui

dalam darah, jaingan penyambung, dan rongga-rongga tubuh. Monosit

tergolong fagositik mononuklear dan mempunyai tempat-tempat reseptor

pada permukaan membrannya. Monosit beredar melalui aliran darah,

menembus dinding kapiler masuk kedalam jaringan penyambung.


AKTIVITAS ANTIINFLAMASI EKSTRAK ETIL ASETAT DAUN SUKUN (Artocarpus altilis (Park.)
Forsberg) 24
MELALUI PENGHAMBATAN MIGRASI LEUKOSIT PADA MENCIT YANG DIINDUKSI OLEH
THIOGLIKOLAT
ANI ANDRIANI
Universitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Monosit dalam jaringan bereaksi dengan limfosit dan memegang peranan

penting dalam pengenalan dan interaksi sel-sel imunokompeten dengan

antigen (Guyton, 1995). Monosit dikenal sebagai makrofag setelah

meninggalkan aliran darah dan masuk ke dalam jaringan (Delmann &

Brown, 1995; Judarwanto, 2012).

5. Sukun (Artocarpus altilis (Park.) Fosberg)

Gambar 9. Sukun (Artocarpus altilis (Park.) Fosberg.) (Ragone, 1997)

a. Sinonim : Artocarpus incise L.f ., A.communis Forst.

b. Nama daerah : sukun (Aceh, Jawa, Bali)

c. Klasifikasi

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angisopermae

Kelas : Dicotyledoneae
AKTIVITAS ANTIINFLAMASI EKSTRAK ETIL ASETAT DAUN SUKUN (Artocarpus altilis (Park.)
Forsberg) 25
MELALUI PENGHAMBATAN MIGRASI LEUKOSIT PADA MENCIT YANG DIINDUKSI OLEH
THIOGLIKOLAT
ANI ANDRIANI
Universitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Bangsa : Urticales

Suku : Moraceae

Marga : Artocarpus

Jenis : Artocarpus altilis (Park.) Fosberg

d. Morfologi

Sukun merupakan tanaman yang berupa pohon tegak, berkayu, berakar

tunggal, batangnya berbentuk bulat, dan memiliki percabangan simpopodial.

Tanaman sukun berdaun tunggal yang tersebar, tepi daun bertoreh, ujung daun

meruncing, pangkal daunnya membulat, memiliki pertulangan daun menjari

dengan permukaan licin, dan tulang daun menonjol. Buahnya berbentuk lonjong

dengan permukaan bergigi tumpul yang tersusun teratur dan berwarna hijau.

Buah ini dapat mengeluarkan getah. Bijinya berwarna cokelat dan berbentuk

lonjong dan pipih (Ragone, 1997).

e. Budidaya tanaman

Sukun merupakan spesies anggota suku Moraceae. Tanaman sukun

banyak tumbuh di daerah tropis (Ragone, 1997). Sukun dapat tumbuh pada

berbagai tipe tanah alluvial maupun daerah pantai (Massal & Barrau 1954) tetapi

paling cocok ditanam pada tanah liat yang berpasir dan banyak mendapatkan

hujan (Coronel, 1983) dengan ketinggian 600-650 m di atas permukaan air laut

(Coronel, 1983, Rajendran, 1992). Tanaman ini mampu bertahan hidup di tanah

yang gersang atau pada musim kering. Sukun dibudidayakan secara vegetatif

dengan cara memotong bagian akar atau tunasnya. (Ragone, 1997).

f. Kandungan kimia
AKTIVITAS ANTIINFLAMASI EKSTRAK ETIL ASETAT DAUN SUKUN (Artocarpus altilis (Park.)
Forsberg) 26
MELALUI PENGHAMBATAN MIGRASI LEUKOSIT PADA MENCIT YANG DIINDUKSI OLEH
THIOGLIKOLAT
ANI ANDRIANI
Universitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Daun dan kulit batang sukun banyak mengandung tanin dan polifenol.

Menurut Siddesha (2011), daun sukun mengandung tanin, fenolik, glikosida,

saponin, steroid, terpenoid, dan antrakinon. Ekstrak kloroform dari kulit akar

sukun mengandung senyawa prenilflavonoid (Lin dkk., 2008; Ko dkk., 2005;

Weng dkk., 2006) sedangkan ekstrak etil asetat daun sukun mengandung

senyawa sitosterol dan flavonoid (Wang dkk., 2006). Fraksi etil asetat yang

diisolasi dari ekstrak metanol daun sukun juga mengandung senyawa geranyl

dihydrochalcone dan geranyl flavonoid (Wang dkk., 2007), sedangkan fraksi

kloroformnya mengandung senyawa auron yaitu atilisin (Mai, 2012).

g. Khasiat dan Kegunaan

Tanaman sukun banyak dibudidaya untuk diambil buahnya dan dijadikan

sebagai bahan makanan (Ragone, 1997; Anonima, 2013). Getah dari tanaman

sukun dapat digunakan untuk mengobati diare, sakit perut, dan disentri (Ragone,

1987). Daun sukun juga berkhasiat sebagai obat hipertensi, diabetes, dan rematik

(Lans, 2006; Do, 2005; Ragone, 1997). Ekstrak daun sukun terbukti memiliki

aktivitas antihipertensi sebagai inhibitor ACE (angiotensin converting enzyme),

antagonis α-adrenoreseptor dan mengeblok kanal kalsium (Shiddesa, 2011;

Nwokocha, 2012). Ekstrak metanol daun sukun memiliki aktivitas sebagai

antimikroba (Raman dkk., 2012). Menurut Mai dkk. (2012), senyawa geranyl

aurone yang diisolasi dari daun sukun memiliki aktivitas sebagai inhibitor enzim

tirosinase dan enzim α-glukosidase. Ekstrak etil asetat daun sukun menunjukkan

adanya efek cytoprotective pada sel yang teroksidasi oleh adanya LDL (Wang
AKTIVITAS ANTIINFLAMASI EKSTRAK ETIL ASETAT DAUN SUKUN (Artocarpus altilis (Park.)
Forsberg) 27
MELALUI PENGHAMBATAN MIGRASI LEUKOSIT PADA MENCIT YANG DIINDUKSI OLEH
THIOGLIKOLAT
ANI ANDRIANI
Universitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

dkk., 2006). Komponen fenolik dan geranyl flavonoid bersifat sitotoksik

terhadap sel kanker (Arung dkk., 2009; Wang, 2007).

Beberapa komponen flavonoid yang diisolasi dari tanaman A. communis

dan A. heterophyllus menunjukkan adanya efek penghambatan terhadap aktivitas

beberapa mediator kimia yang berperan dalam inflamasi secara in vitro,

diantaranya adalah dihydroisocycloartomunin yang secara signifikan telah

terbukti menghambat pelepasan β-glucuronidase dan histamin pada sel mast

peritonial tikus. Komponen senyawa yang lain adalah artocarpanone yang

secara signifikan menghambat pelepasan lysozyme dari neutrofil tikus. Senyawa-

senyawa lain yaitu cycloheterohyllin, artonis B, dan artocarpanone dapat

menghambat formasi anion superoxide pada neutrofil tikus sedangkan senyawa

cyclomorusin, dihydrocycloartomunin, dihydroisocycloartomunin, cudraflavone

A, dan cyclocommunin dapat menstimulasi superoxide anion generation.

Artocarpanone juga berperan dalam menghambat produksi nitric oxide (NO)

dan inducible nitric oxide synthase (iNOS) pada sel makrofag tikus (Wei dkk.,

2005). Senyawa NO diketahui merupakan senyawa radikal bebas yang berperan

dalam aktivasi makrofag pada daerah inflamasi (Thiermermann & Vane, 1990).

6. Metode Ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang terdapat dalam

bahan sehingga terpisah dan larut dalam pelarut cair. Simplisia yang disari mengandung

senyawa aktif. Ekstraksi ini didasarkan pada prinsip perpindahan massa komponen zat

ke dalam pelarut, dimana perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar muka kemudian

berdifusi masuk ke dalam pelarut (Harbourne, 1973). Apabila senyawa aktif yang
AKTIVITAS ANTIINFLAMASI EKSTRAK ETIL ASETAT DAUN SUKUN (Artocarpus altilis (Park.)
Forsberg) 28
MELALUI PENGHAMBATAN MIGRASI LEUKOSIT PADA MENCIT YANG DIINDUKSI OLEH
THIOGLIKOLAT
ANI ANDRIANI
Universitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

dikandung simplisia sudah diketahui maka akan mempermudah pemilihan pelarut dan

cara ekstraksi yang tepat (Anonim, 2000). Proses ekstraksi dilakukan di luar pengaruh

cahaya matahari langsung. Ekstraksi akan lebih baik bila permukaan serbuk simplisia

yang bersentuhan dengan cairan penyari semakin luas.

Hasil yang diperoleh dari ekstraksi tersebut disebut ekstrak. Ekstrak merupakan

sediaan yang dapat berupa kering, kental ataupun cair yang diperoleh dengan

mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau hewani menggunakan pelarut dan cara

yang sesuai. Pembuatan ekstrak dimaksudkan agar diperoleh kadar zat berkhasiat yang

tinggi (Anief, 2000). Metode ekstraksi yang digunakan tergantung dari wujud dan bahan

uji yang akan disari (Harborne, 1973).

Metode dasar ekstraksi bahan alam yang sering dilakukan adalah ekstraksi

secara panas dengan refluks dan penyulingan uap air serta ekstraksi secara dingin

dengan maserasi, perkolasi, dan soxhlet (Anonim, 1986). Pemilihan terhadap metode

tersebut harus disesuaikan dengan kepentingan agar didapatkan hasil yang baik

(Harborne, 1973).

Maserasi merupakan metode yang paling sering digunakan. Maserasi merupakan

proses perendaman bahan yang sudah halus dalam cairan penyari sampai meresap dan

melunakkan susunan sel sehingga zat-zat yang mudah larut akan melarut. Cairan

penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung

zat aktif. Zat aktif akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat

aktif di dalam sel dengan yang di luar sel sehingga metabolit sekunder yang ada dalam

sitoplasma akan terlarut dalam pelarut organik. Proses tersebut berulang sehingga

terjadi keseimbangan antara larutan di dalam sel dan di luar sel. Selama proses maserasi
AKTIVITAS ANTIINFLAMASI EKSTRAK ETIL ASETAT DAUN SUKUN (Artocarpus altilis (Park.)
Forsberg) 29
MELALUI PENGHAMBATAN MIGRASI LEUKOSIT PADA MENCIT YANG DIINDUKSI OLEH
THIOGLIKOLAT
ANI ANDRIANI
Universitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

dilakukan pengadukan untuk mencegah cairan penyari jenuh. Maserasi biasanya

dilakukan pada temperatur kamar dalam waktu 3 hari sampai bahan-bahan melarut

(Ansel, 1985). Endapan yang diperoleh dipisahkan dan filtratnya dipekatkan. Secara

teoritis pada suatu maserasi tidak memungkinkan terjadinya ekstraksi absolut. Semakin

besar perbandingan cairan pengekstraksi terhadap simplisia, akan semakin banyak hasil

yang diperoleh. Hal tersebut tentu akan membutuhkan pelarut serta wadah yang besar

sehingga tidak efektif (Voigt, 1995) Untuk memperbesar rendemen ekstrak yang

didapat dapat dilakukan remaserasi karena ekstraksi yang dilakukan berkali-kali dengan

pelarut yang mencukupi lebih efektif daripada ekstraksi satu kali dengan jumlah pelarut

yang banyak. Faktor yang mempengaruhi maserasi antara lain volume penyari, polaritas

cairan penyari, durasi ekstraksi, pengadukan, dan ukuran serbuk.

Pemilihan pelarut untuk proses maserasi akan memberikan efektivitas yang

tinggi dengan memperhatikan kelarutan senyawa dalam pelarut tersebut. Pelarut yang

digunakan dapat berupa air, etanol, air etanol atau pelarut lain. Secara umum, pelarut

metanol merupakan pelarut yang paling banyak digunakan dalam proses isolasi senyawa

organik bahan alam karena dapat melarutkan seluruh golongan metabolit sekunder

(Darwis, 2000). Metanol juga lebih baik dalam hal menembus dinding sel dibandingkan

etanol karena viskositas metanol lebih encer dibandingkan etanol, tetapi hal tersebut

juga dapat menimbulkan kerugian mengingat senyawa yang tidak dibutuhkan juga akan

ikut tersari dan dapat memperkecil konsentrasi dari zat aktifnya. Bila pelarut yang

digunakan air, maka untuk mencegah timbulnya kapang dapat ditambahkan bahan

pengawet yang diberikan pada awal ekstraksi (Anonim, 1986).


AKTIVITAS ANTIINFLAMASI EKSTRAK ETIL ASETAT DAUN SUKUN (Artocarpus altilis (Park.)
Forsberg) 30
MELALUI PENGHAMBATAN MIGRASI LEUKOSIT PADA MENCIT YANG DIINDUKSI OLEH
THIOGLIKOLAT
ANI ANDRIANI
Universitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

7. Kromatografi Lapis Tipis

a. Definisi

Kromatografi merupakan cara yang digunakan untuk memisahkan suatu

campuran menjadi komponen-komponennya dalam waktu yang relatif singkat. Dasar

pemisahannya adalah perbedaan kecepatan migrasi komponen yang dibawa oleh fase

gerak dan ditahan secara selektif oleh fase diam. Menurut Gandjar & Rohman (2007),

Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan salah satu bentuk kromatografi planar, selain

kromatografi kertas dan elektroforesis.

Setiap kromatografi memiliki 2 fase, yaitu fase diam (stationary phase) dan fase

gerak (mobile phase). Fase diam KLT berupa lapisan yang seragam (uniform) pada

permukaan bidang datar yang didukung oleh lempeng kaca, plat aluminium, atau plat

plastik. Fase gerak akan bergerak sepanjang fase diam karena pengaruh kapiler pada

pengembangan secara menaik (ascending), atau karena pengaruh gravitasi pada

pengembangan secara menurun (descending) (Gandjar & Rohman, 2007).

Teknik KLT menggunakan suatu adsorben yang disalutkan pada suatu lempeng

kaca sebagai fase diamnya dan pengembangan kromatogram terjadi ketika fase gerak

tertapis melewati adsorben itu. Kelebihan KLT dibanding kromatografi kertas antara

lain, nyaman, cepat, ketajaman pemisahan yang lebih besar, dan kepekaannya tinggi

(Fessenden & Fessenden, 1986). Selain itu keuntungan lain dari KLT adalah sederhana,

mudah, waktu analisis relatif pendek, dan ekonomis.


AKTIVITAS ANTIINFLAMASI EKSTRAK ETIL ASETAT DAUN SUKUN (Artocarpus altilis (Park.)
Forsberg) 31
MELALUI PENGHAMBATAN MIGRASI LEUKOSIT PADA MENCIT YANG DIINDUKSI OLEH
THIOGLIKOLAT
ANI ANDRIANI
Universitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

b. Fase Diam KLT

Fase diam yang biasa digunakan ialah silika gel, aluminium oksida (alumina),

kieselgur, selulosa dan turunannya, poliamida, serta masih banyak lagi yang lain. Silika

gel merupakan fase diam yang paling banyak digunakan. Silika gel biasanya ditambah

gips (kalsium sulfat) untuk memperkuat pelapisannya pada pendukung. Silika gel juga

dapat ditambah senyawa fluoresensi, agar dapat berpendar jika disinari dengan sinar

UV, sehingga dikenal dengan silika gel GF254 yang berarti silika gel yang dapat

berpendar pada panjang gelombang 254 nm.

Mekanisme pemisahan pada fase diam silika gel adalah adsorpsi dimana terjadi

kompetisi antara fase diam dengan fase gerak untuk membentuk ikatan hidrogen dengan

sampel. Silika gel adalah bentuk dari silikon dioksida (silika). Atom silikon

dihubungkan oleh atom oksigen dalam struktur kovalen yang besar dan pada

permukaannya atom silikon tersebut berlekatan pada gugus –OH sehingga terbentuklah

ikatan Si-O-H dan Si-O-Si. Gugus – OH ini bersifat sangat polar dan dapat membentuk

ikatan hidrogen dengan senyawa-senyawa yang sesuai di sekitarnya, sebagaimana

halnya gaya Van Der Waals dan atraksi dipol-dipol.

c. Fase Gerak

Menurut Gandjar & Rohman (2007), fase gerak pada KLT dapat dipilih dari

pustaka tetapi lebih sering dengan mencoba-coba karena waktu yang diperlukan hanya

sebentar. Sistem yang paling sederhana ialah campuran 2 pelarut organik karena daya

elusi campuran kedua pelarut ini dapat mudah diatur sedemikian rupa sehingga

pemisahan dapat terjadi secara optimal. Kejenuhan bejana pengembang dapat

mempengaruhi kualitas pemisahan dan pengulangannya. Kombinasi pelarut yang


AKTIVITAS ANTIINFLAMASI EKSTRAK ETIL ASETAT DAUN SUKUN (Artocarpus altilis (Park.)
Forsberg) 32
MELALUI PENGHAMBATAN MIGRASI LEUKOSIT PADA MENCIT YANG DIINDUKSI OLEH
THIOGLIKOLAT
ANI ANDRIANI
Universitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

mempunyai sifat berbeda memungkinkan didapatkannya sistem pelarut yang cocok.

Menurut Stahl (1973), fase gerak yang baik adalah pelarut dengan polaritas rendah.

Beberapa cara dapat dilakukan untuk memilih fase gerak yang optimal pada KLT antara

lain sebagai berikut :

1. Fase gerak harus mempunyai kemurnian yang sangat tinggi karena KLT

merupakan teknik yang sensitif

2. Daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga harga Rf

terletak antara 0,2-0,8 untuk memaksimalkan pemisahan

3. Polaritas fase gerak akan menentukan kecepatan migrasi solut yang berarti

juga menentukan nilai Rf. Penambahan pelarut yang bersifat sedikit polar

seperti dietil eter ke dalam pelarut non polar seperti metal benzene akan

meningkatkan harga Rf secara signifikan pada pemisahan dengan fase diam

polar.

4. Solut-solut ionik dan solut-solut polar lebih baik digunakan campuran

pelarut sebagai fase geraknya, seperti campuran air dan metanol dengan

perbandingan tertentu. Penambahan sedikit asam etanoat atau amonia

masing-masing akan meningkatkan solut-solut yang bersifat basa dan asam.

d. Penotolan Sampel

Larutan sampel yang akan diaplikasikan hendaknya berisi antara 0,1 dan 10 mg

kation per cm3 dan dapat bersifat netral dan asam encer sekitar 1 μl larutan ditotolkan

dengan sebuah pipa kapiler didekat salah satu ujung lempeng kromatografi

(chromatoplate) (sekitar 1,5-2,0 cm dari pinggir lempeng) dan kemudian dibiarkan

kering diudara (Fessenden & Fessenden, 1986).


AKTIVITAS ANTIINFLAMASI EKSTRAK ETIL ASETAT DAUN SUKUN (Artocarpus altilis (Park.)
Forsberg) 33
MELALUI PENGHAMBATAN MIGRASI LEUKOSIT PADA MENCIT YANG DIINDUKSI OLEH
THIOGLIKOLAT
ANI ANDRIANI
Universitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

e. Pengembangan

Pengembangan ialah proses pemisahan campuran cuplikan akibat pelarut

pengembang merambat naik dalam lapisan. Jarak pengembangan normal, yaitu jarak

antara garis awal dan garis depan, ialah 100 mm di samping pengembangan sederhana,

yaitu perambatan satu kali sepanjang 10 cm ke atas, pengembangan ganda dapat juga

digunakan untuk memperbaiki efek pemisahan yaitu dua kali merambat 10 cm ke atas

berturut-turut pada pengembangan dua kali. Lapisan KLT harus dalam keadaan kering

diantara kedua pengembangan tersebut, ini dilakukan dengan membiarkan plat di udara

selama 5-10 menit (Stahl, 1973).

f. Analisis KLT

Data yang diperoleh dari KLT adalah nilai Rf dan hRf yang berguna untuk

menunjukkan letak suatu senyawa pada kromatogram. Nilai Rf dapat didefinisikan

sebagai jarak yang ditempuh oleh senyawa dari titik asal dibagi dengan jarak yang

ditempuh oleh pelarut dari titik asal. Nilai Rf untuk senyawa murni dapat dibandingkan

dengan nilai Rf dari senyawa baku. Oleh karena itu bilangan Rf selalu berupa pecahan

dan terletak antara 0,01 dan 0,99. Namun akan lebih mudah jika bilangan tersebut

dikalikan dengan 100 dan dinyatakan dengan hRf (Harborne, 1973). Berikut ini rumus

untuk menghitung nilai hRf :

jarak yang ditempuh oleh komponen


hR f = ×100
jarak yang ditempuh oleh pelarut

g. Deteksi Bercak

Bercak pemisahan pada KLT umumnya merupakan bercak yang tidak berwarna.

Untuk penentuannya dapat dilakukan secara kimia, fisika, maupun biologi. Cara kimia
AKTIVITAS ANTIINFLAMASI EKSTRAK ETIL ASETAT DAUN SUKUN (Artocarpus altilis (Park.)
Forsberg) 34
MELALUI PENGHAMBATAN MIGRASI LEUKOSIT PADA MENCIT YANG DIINDUKSI OLEH
THIOGLIKOLAT
ANI ANDRIANI
Universitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

yang biasa digunakan adalah dengan mereaksikan bercak dengan suatu pereaksi melalui

cara penyemprotan sehingga bercak menjadi jelas. Cara fisika yang dapat digunakan

untuk menampakkan bercak adalah dengan pencacahan radioaktif dan fluoresensi sinar

ultraviolet. Bila komponen tersebut tidak berwarna dan sulit diamati dengan mata

telanjang maka komponen tersebut dieksitasi dengan sinar ultra violet (UV) untuk

menghasilkan fluoresensi atau fosforesensi pada panjang 366 nm (Sherma & Fried,

1994). Fluoresensi sinar ultraviolet terutama untuk senyawa yang dapat berfluoresensi,

membuat bercak akan terlihat jelas. Jika senyawa tidak dapat berfluoresensi maka bahan

penyerapnya diberi indikator yang berfluoresensi, dengan demikian bercak akan

kelihatan hitam sedang latar belakangnya akan kelihatan berfluoresensi (Gandjar &

Rohman, 2007).

8. Thioglikolat

Thiglikolat merupakan senyawa dengan rumus molekul C2H3O2SNa atau yang

sering dikenal dengan nama sodium thioglikolat. Thioglikolat memiliki rumus molekul

seperti yang terlihat pada Gambar 10 dan berat molekul 114,1 (Anonimb, 2013).

Thioglikolat relatif tidak stabil dalam kondisi basa. Kecepatan oksidasi thiglikolat akan

meningkat seiring dengan kenaikan pH. Thioglikolat berwarna kuning dalam kondisi

basa. Adanya dekstrosa menyebabkan thoglikolat lebih mudah teroksidasi pada keadaan

netral dibanding ketika berada dalam kondisi basa (Cook & Steel, 1959)

Gambar 10. Sodium thoglikolat (Anonimb, 2013)


AKTIVITAS ANTIINFLAMASI EKSTRAK ETIL ASETAT DAUN SUKUN (Artocarpus altilis (Park.)
Forsberg) 35
MELALUI PENGHAMBATAN MIGRASI LEUKOSIT PADA MENCIT YANG DIINDUKSI OLEH
THIOGLIKOLAT
ANI ANDRIANI
Universitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Thioglikolat biasanya digunakan sebagai reagen pada penelitian mikroba untuk

menjaga kondisi pada media. Thioglikolat juga dapat mencegah inaktivasi enzim

dengan mekanisme proteksi terhadap gugus thiol pada protein (Dawson, 1986).

Thioglikolat juga biasa digunakan pada penelitian mengenai inflamasi untuk

memunculkan respon neutrofil dan makrofag pada uji in vivo (Potter, 2003)

E. Landasan Teori

Inflamasi merupakan respon protektif normal terhadap luka jaringan yang

disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak, atau zat-zat mikrobiologi. Ketika

proses inflamasi berlangsung, terjadi reaksi vaskuler dimana cairan, elemen-elemen darah,

sel darah putih, dan mediator kimia berkumpul pada tempat cedera jaringan serta pelepsan

berbagai mediator kimia (Katzung, 2004). Proses inflamasi yang berlangsung terus-

menerus justru dapat merusak jaringan dan menyebabkan berbagai penyakit sehingga

diperlukan obat antiinflamasi (Libby, 2007; Chung dkk., 2011; Glass dkk., 2010;

Theoharides & Cochrane, 2004)

Sukun (Artocarpus altilis (Park.) Fosberg) merupakan salah satu tanaman yang

telah banyak digunakan oleh masyarakat sebagai antiinflamasi, demam yang disebabkan

karena malaria, diare, diabetes, dan infeksi cacing pita (Jagtap & Bapat, 2010). Rebusan

dari daun sukun telah diketahui dapat beraksi sebagai antagonis Prostaglandin E2 (PGE2)

dan Bradikinin pada trakea yang merupakan mediator inflamasi (Singh dkk., 2001).

Penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa senyawa-senyawa flavonoid yang terdapat

dalam daun sukun dapat menghambat pelepasan mediator-mediator inflamasi (Wei, 2005).
AKTIVITAS ANTIINFLAMASI EKSTRAK ETIL ASETAT DAUN SUKUN (Artocarpus altilis (Park.)
Forsberg) 36
MELALUI PENGHAMBATAN MIGRASI LEUKOSIT PADA MENCIT YANG DIINDUKSI OLEH
THIOGLIKOLAT
ANI ANDRIANI
Universitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Senyawa turunan fenolik dari ekstrak etil asetat dari tanaman bermarga Artocarpus telah

terbukti dapat menghambat pembentukan i-NOS dan ekspresi enzim COX-2 pada

inflamasi (Fang dkk., 2008).

Migrasi leukosit merupakan salah satu tahap yang penting dalam mekanisme

terjadinya inflamasi yang dapat dijadikan sebagai tolak ukur adanya mekanisme inflamasi

dalam tubuh. Proses migrasi leukosit dapat terjadi salah satunya dengan menginduksi

thioglikolat secara peritoneal (Call dkk., 2001). Senyawa yang dapat menghambat proses

migrasi leukosit memiliki efek sebagai antiinflamasi (Di Rossa, 1979; Spector &

Willoughby, 1964)

F. Hipotesis

Ekstrak etil asetat daun sukun diduga memiliki aktivitas antiinflamasi dengan

menghambat migrasi leukosit pada mencit yang diinduksi oleh thioglikolat melalui rongga

peritonial.

Anda mungkin juga menyukai