Anda di halaman 1dari 23

Kasus

Seorang remaja laki-laki berusia 17 tahun datang dengan keluhan mengalami penurunan
kesadaran kurang lebih 1 jam SMRS. Pasien datang ke IGD setelah mengalami kecelakaan mo-
tor (tunggal), terjatuh sendiri dan masuk kedalam lubang irigasi jalan. Pasien ditemukan
sudah tidak sadarkan diri kurang lebih 1 jam SMRS.

Keadaan umum : tampak sakit berat

Kesadaran : Somnolen, GCS 9 (E3V3M3)

TTV : TD : 130/60mmHg

Nadi : 100 x/menit kuat regular

RR : 28 x/menit, fangkal

Suhu : 35,8 C

SpO2 : 82%

Status generalis :

Mata : Pupil isokor (3mm), reflek pupil langsung dan tidak langsung mata kanan dan kiri (+)

Leher : terdapat jejas bagian kiri (+),

Dada :

I : pergerakan dada asimetris (pergerakan dada kiri tertinggal), retraksi dinding dada bagian
bawah kanan dan kiri (+), pada regio anterior toraks sinistra di atas processus xypoideus ter-
dapat jejas, ukuran ± 1x5 cm

P : ictus cordis tidak tidak teraba

P : perkusi redup pada thoraks sinistra


A: suara nafas kiri menjauh, vesikular (-/+), ronki basah (+/-), murmur (-), gallop (-)

Ekstremitas : vulnus eksoriasum pada regio cruris 1/3 proksimal kearah medial dengan dia-
meter kurang lebih 5 cm.

Status lokalis

regio anterior toraks sinistra terdapat jejas (+) ukuran ± 1x5 cm.

Lab :

leukosit 27,50 ribu/µL (5– 10ribu/µL)

Eritrosit 4,55 juta/µL (4,37 – 5,63)

Hemoglobin 11,1 g/dL (14 – 18 g/dL)

Hematokrit 35,4 % (41 – 54 %)

MCV 77,7 Fl (80 – 92 FI)

MCH 24,4 Pg (27 – 31 Pg)

MCHC 31,4 g/dL(32 – 36 g/dl)

Trombosit 319 ribu/µL (150 – 450)

Rontgen toraks AP posis supine :


gambaran opak pada sisi paru kiri dan sudut costophrenicus yang tumpul.

Diagnosa : Hematotoraks ec trauma tumpul

Penatalaksanaan awal : - O2 sungkup 3-5 L/menit

- Rehidrasi cairan IVFD RL 20 tetes/menit

- Pantau Hb serial

- Pasien berbaring dalam posisi semi flower

- Analgetik supp

- WSD

- Antibiotic

- Antifibrinolitik

- Antihistamin
1. Pendahuluan

Hematotoraks adalah adanya darah dalam rongga pleura. Sumber perdarahan


dapat berasal dari dinding dada, parenkim paru-paru, jantung Atau pembuluh darah
besar. Jumlah perdarahan pada hematotoraks dapat mencapai 1500 ml, apabila jumlah
perdarahan lebih dari 1500 ml disebut hematotoraks masif. Sejauh ini penyebab paling
umum dari hematotoraks aalah trauma, baik trauma yang tidak disengaja, disengaja
atau iatrogenik. Sekitar 150.000 kematian terjadi dari trauma setiap tahun. Cedera dada
terjadi pada sekitar 60% kasus multiple-trauma. Oleh karena itu perkiraan kasar ter-
jadinya hematotoraks terkait Dengan trauma di Amerika Serikat mendekati 300.000
kasus per tahun. Sekitar 2.086 anak-anak muda Amerika Serikat, berumur 15 Tahun
dirawat Dengan trauma tumpul atau penetrasi, 104 (4,4%) memiliki trauma toraks. Dari
pasien Dengan trauma toraks, 15 memiliki hemopneumotoraks (26,7% kematian), dan
14 memiliki hematotoraks (57,1% kematian).

Terjadinya hematotoraks biasanya merupakan konsekuensi dari trauma tumpul,


tajam dan kemungkinan komplikasi dari beberapa penyakit. Trauma dada tumpul dapat
mengakibatkan hematotoraks Oleh karena terjadinya laserasi pembuluh darah internal.
Hematotoraks juga dapat terjadi, ketika adanya trauma pada dinding dada yang awal-
nya berakibat terjadinya hematom pada dinding dada kemudian terjadi ruptur masuk
kedalam cavitas pleura, atau ketika terjadinya laserasi pembuluh darah akibat fraktur
costae, yang diakibatkan karena adanya pergerakan atau pada saat pasien batuk.

Penegakkan diagnosis hematotoraks berdasaran pada data yang diperoleh dari


anamnesa, Pemeriksaan fisik dan Pemeriksaan penunjang sesuai Dengan kriteria yang
terdapat pada management of haemotorax. Adapun tanda dan gejala adanya hematoto-
raks dapat bersifat simptomatik namun dapat juga asimptomatik. Asimptomatik
didapatkan pada pasien dengan hematotoraks yang sangat miimal sedangkan ke-
banyakan pasien akan menunjukkan simptom, diantaranya nyeri dada yang berkaitan
Dengan trauma dinding dada, tanda-tanda shok seperti hipotensi dan nadi ce-
pat,pucat,akral dingin, takikardia, dispnea, hipoksemia, gelisah, sianosis, anemia, de-
viasi trakea ke sisi yang tidak terkena, gerak dan pengembangan rongga dada tidak
samam penurunan suara napas atau menghilang pada sisi yang terkena, dullness pada
perkusi, adanya krepitasi saat palpasi.

Tujuan utama tatalaksana dari hematotoraks adalah untuk menstabilkan he-


modinamik pasien, menghentikan perdarahan dan mengeluarkan darah serta udara dari
rongga pleura. Langkah pertama untuk menstabilkan hemodinamik adalah Dengan re-
susitasi seperti diberikan oksigenasi, cairan infus, transfusi darah, dilanjutkan pem-
berian analgetik dan antibiotik.

Trauma toraks atau dada yang terjadi, menyebabkan gagal ventilasi )keluar ma-
suknya udara), kegagalan pertukaran gas pada tingkat alveolar, kegagalan sirkulasi ka-
rena perubahan hemodinamik. Ketiga faktor ini dapat menyebabkan hipoksia(keku-
rangan suplai O2) seluler yang berkelanjutan pada hipoksia jaringan. Hipoksia pada
tingkat jaringan dapat menyebabkan ransangan terhadap cytokines yang dapat memacu
terjadinya Adult Respiratory Distress Syndrome (ARDS), Systemic Inflamation Re-
sponse Syndrome (SIRS) dan sepsis. Hipoksia, hiperkarbia, dan asidosis sering
disebabkan oleh trauma toraks. Hipokasia jaringan merupakan akibat dari tidak ad-
ekuatnya pengangkutan oksigen ke jaringan oleh karena hipovolemia (kehilangan
darah), pulmonary ventilation/perfusion mismatch (contoh kontusio, hematoma, kolaps
alveolus) dan perubahan dalam tekanan intratoraks (contoh tension pneumothoraks,
pneumothoraks terbuka). Hiperkarbia lebih sering disebabkan oleh tidak adekuatnya
ventilasi akibat perubahan tekanan intratoraks atau penurunan tingkat kesadaran. Asi-
dosis metabolik disebabkan oleh hipoperfusi dari jaringan (syok).

Apabila penanganan pada kasus hematotoraks tidak dilakukan segera maka


kondisi pasien dapat bertambah buruk karena akan terjadi akumulasi darah di rongga
thoraks yang menyebabkan paru-paru kolaps dan mendorong mediastinum serta trakea
ke sisi yang sehat, sehingga terjadi gagal napas dan meninggal, fibrosis atau skar pada
membrane pleura, Ateletaksis, Shok, Pneumothoraks, Pneumonia, Septisemia.

Pada trauma thoraks perlu dipikirkan juga syok berasal dari trauma di organ
intrathorakal. Pemasangan intubasi diperlukan untuk mengontrol airway. Dilihat juga
peningkatan JVP guna membedakan dengan tension pneumothoraks dan tamponade
jantung. Lihat retraksi interkostal dan supraklavikular dapat menunjukkan adanya ob-
struksi jalan nafas. Evaluasi banyak dan persebaran luka (abrasi, emfisema subkutis,
krepitasi, dan adanya fraktur costae). Jangan lupa juga penilaian terhadap daerah tho-
raks posterior.

2. Definisi

Trauma thoraks merupakan trauma yang mengenai dinding thoraks


dan atau organ intra thoraks, baik karena trauma tumpul maupun oleh karena
trauma tajam. Memahami mekanisme dari trauma akan meningkatkan ke-
mampuan deteksi dan identifikasi awal atas trauma sehingga penanganannya
dapat dilakukan dengan segera. Trauma tumpul thoraks terdiri dari kontusio
dan hematoma dinding thoraks, fraktur tulang kosta, flail chest, fraktur ster-
num, trauma tumpul pada parenkim paru, trauma pada trakea dan bronkus
mayor, pneumotoraks dan hematotoraks.
Di Amerika didapatkan 180.000 kematian pertahun karena trauma,
25% diantaranya karena trauma thoraks langsung. Di Australia, 45% dari
trauma tumpul mengenai rongga thoraks. Dengan adanya trauma pada tho-
raks akan meningkatkan angka mortalitas pada pasien dengan trauma.Trauma
thoraks dapat meningkatkan kematian akibat pneumothoraks 38%, hemato-
thoraks 42%, kontusio pulmonum 56%, dan flail chest 69% (Eggiimann, 2001;
Jean, 2005).

3. Anatomi Paru

Paru merupakan salah satu organ vital yang memiliki fungsi utama se-
bagai alat respirasi dalam tubuh manusia, paru secara spesifik memiliki peran
untuk terjadinya pertukaran oksigen (O2) dengan karbon dioksida (CO2). Per-
tukaran ini terjadi pada alveolus – alveolus di paru melalui sistem kapiler. Paru
terdiri atas 3 lobus pada paru sebelah kanan, dan 2 lobus pada paru sebelah
kiri. Pada paru kanan lobus – lobusnya antara lain yakni lobus superior, lobus
medius dan lobus inferior. Sementara pada paru kiri hanya terdapat lobus su-
perior dan lobus inferior. Di antara lobus – lobus paru kanan terdapat dua fis-
sura, yakni fissura horizontalis dan fissura obliqua, sementara di antara lobus
superior dan lobus inferior paru kiri terdapat fissura obliqua.
Paru terletak pada sebuah ruangan di tubuh manusia yang di kenal se-
bagai cavum thoraks. Karena paru memiliki fungsi yang sangat vital dan pent-
ing, maka cavum thoraks ini memiliki dinding yang kuat untuk melindungi
paru, terutama dari trauma fisik. Cavum thoraks memiliki dinding yang kuat
yang tersusun atas 12 pasang costa beserta cartilago costalisnya, 12 tulang
vertebra thoracalis, sternum, dan otot – otot rongga dada. Otot – otot yang
menempel di luar cavum thoraks berfungsi untuk membantu respirasi dan alat
gerak untuk extremitas superior.
Selain mendapatkan perlindungan dari dinding cavum thoraks, paru
juga dibungkus oleh sebuah jaringan yang merupakan sisa bangunan embri-
ologi dari coelom extra embryonal yakni pleura. Pleura sendiri dibagi menjadi
tiga yakni pleura parietal, pleura visceral dan pleura bagian penghubung.
Pleura visceral adalah pleura yang menempel erat dengan substansi paru itu
sendiri. Sementara pleura parietal adalah lapisan pleura yang paling luar dan
tidak menempel langsung dengan paru. Pelura bagian penghubung yakni
pleura yang melapisi radiks pulmonis, pleura ini merupakan pelura yang
menghubungkan pleura parietal dan pleura visceral.
Pleura parietal memiliki beberapa bagian antara lain yakni pleura di-
afragmatika, pleura mediastinalis, pleura sternocostalis dan cupula pleura.
Pleura diafragmatika yakni pleura parietal yang menghadap ke diafragma.
Pleura mediastinalis merupakan pleura yang menghadap ke mediastinum tho-
raks, pleura sternocostalis adalah pleura yang berhadapan dengan costa dan
sternum. Sementara cupula pleura adalah pleura yang melewati apertura tho-
racis superior. Pada proses fisiologis aliran cairan pleura, pleura parietal akan
menyerap cairan pleura melalui stomata dan akan dialirkan ke dalam aliran
limfe pleura.
Di antara pleura parietal dan pleura visceral, terdapat celah ruangan
yang disebut cavum pleura. Ruangan ini memiliki peran yang sangat penting
pada proses respirasi yakni mengembang dan mengempisnya paru, dikare-
nakan pada cavum pleura memiliki tekanan negatif yang akan tarik menarik,
di mana ketika diafragma dan dinding dada mengembang maka paru akan ikut
tertarik mengembang begitu juga sebaliknya. Normalnya ruangan ini hanya
berisi sedikit cairan serous untuk melumasi dinding dalam pleura.
4. Etiologi

Trauma pada thoraks dapat dibagi menjadi dua yaitu trauma tumpul
dan trauma tajam. Penyebab trauma thoraks tersering adalah kecelakaan ken-
daraan bermotor (63-78%). Dalam trauma akibat kecelakaan, ada lima jenis
tabrakan (impact) yang berbeda, yaitu depan, samping, belakang, berputar,
dan terguling. Oleh karena itu harus dipertimbangkan untuk mendapatkan ri-
wayat yang lengkap karena setiap orang memiliki pola trauma yang berbeda.
Penyebab trauma thoraks oleh karena trauma tajam dibedakan menjadi 3 ber-
dasarkan tingkat energinya, yaitu berenergi rendah seperti trauma tusuk, ber-
energi sedang seperti pistol, dan berenergi tinggi seperti pada senjata militer.
Penyebab trauma thoraks yang lain adalah adanya tekanan yang berlebihan
pada paru-paru yang bisa menyebabkan pneumothoraks seperti pada scuba.
5. Patofisiologi

Akibat trauma thoraks, akan ada tiga komponen biomekanika yang


dapat menerangkan terjadinya luka yaitu kompresi, peregangan, dan stress.
Kompresi terjadi ketika jaringan kulit yang terbentuk tertekan, peregangan
terjadi ketika jaringan kulit terpisah, dan stress merupakan tempat benturan
pada jaringan kulit yang bergerak berhubungan dengan jaringan kulit yang
tidak bergerak. Akibat kerusakan anatomi dinding toraks dan organ di da-
lamnya dapat menganggu fungsi fisiologi dari system pernafasan dan kardio-
vaskuler. Gangguan faal pernafasan dapat berupa gangguan fungsi ventilasi,
difusi gas, perfusi dan gangguan mekanik.

Kontusio dan hematoma dinding thoraks adalah trauma thoraks yang


paling sering terjadi. Sebagai akibat dari trauma tumpul dinding thoraks,
perdarahan massif dapat terjadi karena robekan pada pembuluh darah pada
kulit, subkutan, otot dan pembuluh darah interkosta. Kebanyakan hematoma
ekstrapleura tidak membutuhkan pembedahan, karena jumlah darah yang
cenderung sedikit (Milisavljevic, et al). Trauma thoraks yang membutuhkan
tindak darurat adalah obstruksi jalan nafas, hemotoraks massif, tamponade
jantung, pneumotoraks desak, flail chest, pneumotoraks terbuka, dan ke-
bocoran udara trakea bronkus.

HEMOTORAKS

A. Definisi
Hemotoraks merupakan suatu keadaan dimana darah terakumulasi
pada rongga pleura yang disebabkan karena adanya trauma pada dada yang
menjadi predisposisi terpenting perembesan darah berkumpul di kantong
pleura tidak bisa diserap oleh lapisan pleura.
B. Etiologi
Sejauh ini penyebab umum dari hemotoraks adalah trauma pada dind-
ing toraks. Luka tembus paru, jantung, pembuluh darah besar atau dinding
dada adalah penyebab lain dari hemotoraks. Trauma tumpul pada dada ka-
dang-kadang dapat menyebabkan hemotoraks oleh karena laserasi pembuluh
darah.
Hemotoraks massif adalah terkumpulnya darah dengan cepat lebih dari 1500
cc dalam rongga pleura. Penyebabnya adalah luka tembus yang merusak pem-
buluh darah sistemik atau pembuluh darah pada hilus paru. Selain itu juga
dapat disebabkan cidera benda tumpul. Kehilangan darah dapat menyebab-
kan hipoksia.
C. Derajat Hematotoraks
a. Hemotoraks kecil: yang tampak sebagian bayangan kurang dari 15%
pada foto rontgen, perkusi pekak sampai iga ke IX, dan jumlah darah
mencapai 300 ml.
b. Hemotoraks sedang: 15-35% tertutup bayangan pada foto rontgen,
perkusi pekak sampai iga ke VI, jumlah darah mencapai 800 ml.
c. Hemotoraks besar: lebih dari 35% tertutup bayangan pada foto rontgen,
perkusi pekak sampai cranial iga ke IV. Jumlah darah melebihi 800 ml.

D. Patofisiologi
Hemotoraks disebabkan adanya laserasi paru atau laserasi dari pem-
buluh darah interkostal atau arteri mamaria internal yang diakibatkan oleh
trauma tajam atau trauma tumpul. Dislokasi fraktur dari vertebra torakal juga
dapat menyebabkan terjadinya hemotoraks. Perdarahan di dalam rongga
pleura dapat terjadi dengan hampir semua gangguan dari jaringan dada di
dinding dan pleura atau struktur intrathoracic. Respon fisiologis terhadap
perkembangan hemothorax diwujudkan dalam 2 area utama: hemodinamik
dan pernafasan. Tingkat respon hemodinamik ditentukan oleh jumlah dan ke-
cepatan kehilangan darah.
Perubahan hemodinamik bervariasi tergantung pada jumlah perdara-
han dan kecepatan kehilangan darah. Kehilangan darah hingga 750 mL pada
seorang pria 70-kg seharusnya tidak menyebabkan perubahan hemodinamik
yang signifikan. Hilangnya 750-1500 mL pada individu yang sama akan me-
nyebabkan gejala awal syok (yaitu, takikardia, takipnea, dan penurunan
tekanan darah). Tanda-tanda signifikan dari shock dengan tanda-tanda perfusi
yang buruk terjadi dengan hilangnya volume darah 30% atau lebih (1500-2000
mL). Karena rongga pleura seorang pria 70-kg dapat menampung 4 atau lebih
liter darah, perdarahan exsanguinating dapat terjadi tanpa bukti eksternal dari
kehilangan darah.
Efek pendesakan dari akumulasi besar darah dalam rongga pleura
dapat menghambat gerakan pernapasan normal. Dalam kasus trauma, ke-
lainan ventilasi dan oksigenasi bisa terjadi, terutama jika berhubungan dengan
luka pada dinding dada. Sebuah kumpulan yang cukup besar darah menyebab-
kan pasien mengalami dyspnea dan dapat menghasilkan temuan klinis takip-
nea. Volume darah yang diperlukan untuk memproduksi gejala pada individu
tertentu bervariasi tergantung pada sejumlah faktor, termasuk organ cedera,
tingkat keparahan cedera, dan cadangan paru dan jantung yang mendasari.
Dispnea adalah gejala yang umum dalam kasus-kasus di mana hemo-
thorax berkembang dengan cara yang membahayakan, seperti yang sekunder
untuk penyakit metastasis. Kehilangan darah dalam kasus tersebut tidak akut
untuk menghasilkan respon hemodinamik terlihat, dan dispnea sering menjadi
keluhan utama.
Darah yang masuk ke rongga pleura terkena gerakan diafragma, paru-
paru, dan struktur intrathoracic lainnya. Hal ini menyebabkan beberapa dera-
jat defibrination darah sehingga pembekuan tidak lengkap terjadi. Dalam be-
berapa jam penghentian perdarahan, lisis bekuan yang sudah ada dengan en-
zim pleura dimulai.
Lisis sel darah merah menghasilkan peningkatan konsentrasi protein
cairan pleura dan peningkatan tekanan osmotik dalam rongga pleura. Tekanan
osmotic tinggi intrapleural menghasilkan gradien osmotik antara ruang pleura
dan jaringan sekitarnya yang menyebabkan transudasi cairan ke dalam rongga
pleura. Dengan cara ini, sebuah hemothorax kecil dan tanpa gejala dapat
berkembang menjadi besar dan gejala efusi pleura berdarah.
Dua keadaan patologis yang berhubungan dengan tahap selanjutnya
dari hemothorax: empiema dan fibrothorax. Empiema hasil dari kontaminasi
bakteri pada hemothorax. Jika tidak terdeteksi atau tidak ditangani dengan
benar, hal ini dapat mengakibatkan syok bakteremia dan sepsis.
Fibrothorax terjadi ketika deposisi fibrin berkembang dalam hemotho-
rax yang terorganisir dan melingkupi baik parietal dan permukaan pleura vis-
eral. Proses adhesive ini menyebkan paru-paru tetap pada posisinya dan
mencegah dari berkembang sepenuhnya. Adapun tanda dan gejala adanya
hemotoraks dapat bersifat simptomatik namun dapat juga asimptomatik.
Asimptomatik didapatkan pada pasien dengan hemothoraks yang sangat min-
imal sedangkan kebanyakan pasien akan menunjukan symptom, diantaranya:
 Nyeri dada yang berkaitan dengan trauma dinding dada
 Tanda-tanda shok seperti hipotensi, dan nadi cepat, pucat, akral dingin
 Tachycardia
 Dyspnea
 Hypoxemia
 Anxiety (gelisah)
 Cyanosis
 Anemia
 Deviasi trakea ke sisi yang tidak terkena
 Gerak dan pengembangan rongga dada tidak sama (paradoxical)
 Penurunan suara napas atau menghilang pada sisi yang terkena
 Dullness pada perkusi
 Adanya krepitasi saat palpasi
F. Penegakkan Diagnosis
Penegakkan diagnosis hemothoraks berdasarkan pada data yang di-
peroleh dari anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari
anamnesa didapatkan penderita hemothoraks mengeluh nyeri dada dan sesak
napas. Pada pemeriksaan fisik dari inspeksi biasanya tidak tampak kelainan,
mungkin didapatkan gerakan napas tertinggal atau adanya pucat karena
perdarahan kecuali hemothoraks akibat trauma. Pada perkusi didapatkan
pekak dengan batas tidak jelas, sedangkan pada auskultasi didapatkan bunyi
napas menurun atau bahkan menghilang. Sedangkan untuk pemeriksaan
penunjang dapat dilakukan:
a) Foto Rontgen/Chest X-Ray
Adanya gambaran hipodense pada rongga pleura di sisi yang
terkena dan adanya mediastinum shift. Chest x-ray sebagi
penegakkan diagnostik yang paling utama dan lebih sensitif
dibandingkan yang lainnya.
b) CT Scan
Diindikasikan untuk pasien dengan hemothoraks yang untuk
evaluasi lokasi clotting (bekuan darah) dan untuk menentukan
kuantitas atau jumlah bekuan darah di rongga pleura.
c) USG
USG yang digunakan adalah jenis FAST dan diindikasikan untuk
pasien yang tidak stabil dengan hemothoraks minimal.
d) Analisis Gas Darah
Hipoksemia mungkin disertai hiperkarbia yang menyebabkan
asidosis respiratori. Saturasi O2 arterial mungkin menurun
pada awalnya tetapi biasanya kembali ke normal dalam waktu
24 jam.
e) Pengecakan Darah Lengkap
Kadar Hb menurun <10 gr% menunjukkan adanya kehilangan
darah.
G. Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi dari hemothoraks adalah untuk menstabilkan he-
modinamik pasien, menghentikan perdarahan dan mengeluarkan darah serta
udara dari rongga pleura. Langkah pertama untuk menstabilkan hemodinamik
adalah dengan resusitasi seperti diberikan oksigenasi, cairan infus, transfusi
darah, dilanjutkan pemberian analgetik dan antibiotik.
Langkah selanjutnya untuk penatalaksanaan pasien dengan hemothoraks ada-
lah mengeluarkan darah dari rongga pleura yang dapat dilakukan dengan cara:
 Chest tube (Tube thoracostomy drainage): Tube thoracostomy drain-
age merupakan terapi utama untuk pasien dengan hemothoraks. Insersi
chest tube melalui dinding dada untuk drainase darah dan udara.
Pemasangannya selama beberapa hari untuk mengembangkan paru ke
ukuran normal. Indikasi untuk pemasangan chest tube antara lain:
o Adanya udara pada rongga dada (pneumotoraks)
o Perdarahan di rongga dada (hemotoraks)
o Post operasi atau trauma pada rongga dada (pneumothorax atau
hemotoraks)
o Abses paru atau pus di rongga dada (empyema)
 Adapun langkah-langkah dalam pemasangan chest tube thoracostomy
adalah sebagai berikut:
o Memposisikan pasien pada posisi trandelenberg
o Disinfeksi daerah yang akan dipasang chest tube dengan
menggunakan alkohol atau povidin iodine pada ICS VIII atau
ICS IX posterior Axillary Line
o Kemudian dilakukan anastesi local dengan menggunakan li-
dokain
o Selanjutnya insisi sekitar 3-4 cm pada Mid Axillary Line
o Pasang curved hemostat diikuti pemasangan tube dan selanjut-
nya dihubungkan dengan WSD (Water Sealed Drainage)
o Lakukan jahitan pada tempat pemasangan tube
 Thoracotomy
Merupakan prosedur pilihan untuk operasi eksplorasi
rongga dada ketika hemothoraks massif atau terjadi perdarahan
persisten. Thoracotomy juga dilakukan ketika hemothoraks parah
dan chest tube sendiri tidak dapat mengontrol perdarahan se-
hingga operasi (thoracotomy) diperlukan untuk menghentikan
perdarahan. Perdarahan persisten atau berkelanjutan yang segera
memerlukan tindakan operasi untuk menghentikan sumber
perdarahan di antaranya seperti ruptur aorta pada trauma berat.
Operasi (Thoracotomy) diindikasikan apabila:
o Satu liter atau lebih dievakuasi segera dengan chest tube
o Perdarahan persisten, sebanyak 150-200cc/jam selama 2-4 jam
o Diperlukan transfusi berulang untuk mempertahankan stabilitas
hemodinamik

PEMBAHASAN

Pada pasien ini, diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis,


pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis, pasien
J AgromedUnila | Volume 4| Nomor 1 | Juni 2017 | 39

Anisa | Penatalaksanaan Hematotoraks Sedang Et Causa Trauma Tumpul

mengalami trauma tumpul pada daerah thoraks sinistra dan dari


pemeriksaan pasien mengalami penurunan kesadaran sejak 1 jam
SMRS dengan nilai GCS 9 (E3V3M3) serta pada inspeksinya terdapat
pergerakan dinding paru yang tidak simetris (pergerakan dada kiri
tertinggal). Setiap kegagalan atau hambatan dari rantai mekanisme
penafasan akan menimbulkan gangguan pada fungsi pernapasan, be-
rarti berakibat kurangnya oksigenasi jaringan tubuh salah satunya
dapat mengakibatkan penurunan kesadaran. Hal ini misalnya terdapat
suatu trauma pada thoraks, selain itu maka kelainan- kelainan dari
dinding thoraks menyebabkan terganggunya mekanisme inspirasi/ek-
spirasi, kelainan-kelainan dalam rongga thoraks, terutama kelainan
jaringan paru, selain menyebabkan berkurangnya elastisitas paru, juga
dapat menimbulkan gangguan pada salah satu/semua fungsi-fungsi
pernapasan tersebut.2
Dari pemeriksaan fisik, didapatkan hasil perkusi redup pada daerah
thoraks sinistra dan suara nafas menjauh pada daerah thoraks sinstra.
Secara umum didapatkan manifestasi klinis berupa takipnea, nafas
dangkal, perkusi redup, penurunan suara nafas vesikuler, dan dapat
ditemukan terjadinya takikardi dan hipotensi apabila telah terjadi ke-
hilangan darah yang berarti. Hematotoraks dibagi berdasarkan klasifi-
kasi sebagai berikut:11
• Hematotoraks kecil: yang tampak sebagian bayangan kurang dari 15
% pada foto rontgen, perkusi pekak sampai iga IX. Jumlah darah sam-
pai 300 ml.
• Hematotoraks sedang: 15–35 % tertutup bayangan pada foto rontgen,
perkusi pekak sampai iga VI. jumlah darah sampai 800 ml.
• Hematotoraks besar: lebih 35 % pada foto rontgen, perkusi pekak
sampai cranial, iga IV. Jumlah darah sampai lebih dari 800 – 1500 ml.

Gambar 2. Klasifikasi hematotoraks.11

Pada pasien didapatkan total perdarahan dengan jumlah 750 ml sejak


pasien datang hingga dapat di pulangkan. Menurut klasifikasi
diatas, pasien tersebut termasuk kedalam hematotoraks sedang.
Gambaran foto rontgen thoraks AP posis supine pada pasien didapat-
kan gambaran opak pada sisi paru kiri dan sudut costophrenicus yang
tumpul. Apabila pasien tidak dapat diposisikan berdiri atau tegak lurus
maka rontgen thoraks dengan posisi supine dapat menunjukkan apical
capping dengan cairan melingkupi bagian superior paru-paru. Adanya
gambaran opak pada bagian lateral ekstrapulmoner dapat menunjuk-
kan adanya cairan pada ruang pleura. Foto rontgen thoraks dengan po-
sisi berdiri merupakan pemeriksaan yang paling ideal untuk
mendeteksi adanya hematotoraks, hal ini ditandai dengan adanya sudut
costophrenicus yang tumpul atau adanya tampakan air-fluid bila terjadi
hemopneumothoraks. Chest x-ray sebagai penegak diagnostik yang
paling utama dan lebih sensitif dibandingkan lainnya.12
Prinsip penatalaksanaan hematotoraks adalah stabilisasi hemodinamik
pasien, menghentikan sumber perdarahan dan mengeluarkan darah
serta udara dari rongga pleura. Langkah pertama stabilisasi he-
modinamik adalah dengan melakukan resusitasi yaitu dengan pem-
berian oksigenasi, rehidrasi cairan, serta dapat dilanjutkan dengan
pemberian analgesik serta antibiotik. Setelah hemodinamik pasien sta-
bil dapat direncanakan untuk pengeluaran cairan (darah) dari rongga
pleura dengan pemasangan chest tube yang disambungkan dengan wa-
ter shield drainage dan didapatkan cairan (darah). Pemasangannya
selama beberapa hari untuk mengembangkan paru ke ukuran normal.13
Penatalaksanaan yang dilakukan kepada pasien sudah sesuai dengan
prinsip penatalaksanaan hematotoraks diatas. Adapun langkah-langkah
dalam pemasangan chest tube adalah sebagai berikut:
- Memposisikan pasien pada posisi

trandelenberg.
- Disinfeksi daerah yang akan dipasang chest

tube dengan menggunakan alkohol atau povidon iodine pada ICS V


atau ICS VI posterior mid axillary line pemilihan berdasarkan 2
alasan: lokasi ini aman karena berada diatas diafragma, area ini meru-
pakan dinding dada dengan lapisan otot paling tipis, oleh karena itu
pada lokasi ini dapat dilakukan pemasangan chest tube lebih tepat dan
tidak sakit.

J AgromedUnila | Volume 4| Nomor 1 | Juni 2017 | 40


Anisa | Penatalaksanaan Hematotoraks Sedang Et Causa Trauma Tumpul

- Kemudian dilakukan anastesi lokal dengan menggunakan lidokain.


- Selanjutnya insisi sekitar 3-4cm pada Mid Axillary Line.

- Pasang curved hemostat diikuti pemasangan tube dan selanjutnya di-


hubungkan dengan WSD (Water Sealed Drainage)

- Lakukan jahitan pada tempat pemasangan tube.5


Setelah dilakukan penatalaksanaan didapatkan total perdarahan pasien
sejak pertama datang hingga dapat dipulangkan sebanyak 750 ml dan
pada hari ke 2 perawatan di lakukan pemeriksaan penunjang foto
rontgen AP posisi supine untuk mengetahui apakah jumlah perdarahan
pada daerah thoraks sinistra sudah berkurang.
Gambar 3. Rontgen thoraks AP setelah pemasangan WSD

Didapatkan hasil foto thoraks AP posisi supine setelah dilakukan


pemasangan WSD. Terdapat gambaran selang WSD pada ICS 6 serta
gambaran opak pada daerah superior thoraks sinistra sudah mulai
berkurang (lusen).
Simpulan
dari hasil WSD sebanyak 750 cc, perdarahan pada rongga thoraks sin-
istra sudah berkurang serta perbaikan keadaan umum pasien yang sig-
nifikan, sehingga pasien dapat dipulangkan.
KESIMPULAN
Trauma thoraks merupakan trauma yang mengenai dinding thoraks
dan atau organ intra thoraks, baik karena trauma tumpul maupun oleh karena
trauma tajam. Trauma tumpul thoraks terdiri dari kontusio dan hematoma
dinding thoraks, fraktur tulang kosta, flail chest, fraktur sternum, trauma
tumpul pada parenkim paru, trauma pada trakea dan bronkus mayor, pneu-
motoraks dan hematotoraks.
Akibat trauma thoraks, aka nada tiga komponen biomekanika yang
dapat menerangkan terjadinya luka yaitu kompresi, peregangan, dan stress.
Kompresi terjadi ketika jaringan kulit yang terbentuk tertekan, peregangan
terjadi ketika jaringan kulit terpisah, dan stress merupakan tempat benturan
pada jaringan kulit yang bergerak berhubungan dengan jaringan kulit yang
tidak bergerak. Akibat kerusakan anatomi dinding toraks dan organ di da-
lamnya dapat menganggu fungsi fisiologi dari system pernafasan dan kardio-
vaskuler. Gangguan faal pernafasan dapat berupa gangguan fungsi ventilasi,
difusi gas, perfusi dan gangguan mekanik.

Anda mungkin juga menyukai