Diare Akut Dengan Dehidrasi Ringan Sedang
Diare Akut Dengan Dehidrasi Ringan Sedang
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Definisi
Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali perhari, disertai
perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah yang
berlangsung kurang dari satu minggu. Menurut WHO tahun 1998, diare adalah buang air
besar encer atau cair lebih dari tiga kali sehari. Sedangkan menurut Bagian Ilmu
Kesehatan Anak FK UI, definisi diare berbeda pada neonatus dan bayi > 1 bulan serta
anak. Neonatus dikatakan diare bila frekuensi BAB >4 kali, sedangkan bayi > 1 bulan
dan anak dikatakan diare bila frekuensi BAB > 3 kali.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Diare Akut adalah buang air besar lebih dari 3 kali dalam 24 jam dengan konsistensi
cair dengan atau tanpa lendir darah, berlangsung kurang dari 7 hari dan berlangsung
mendadak.1
3.2 Klasifikasi
Klasifikasi diare ke dalam jenis akut dan kronis dibedakan atas dasar waktu
berlangsungnya diare. Diare akut adalah diare yang terjadi selama kurang dari 2 minggu,
sedangkan diare kronis adalah diare yang terjadi selama lebih dari 2 minggu.1
3.3 Epidemiologi
Setiap tahun diperikirakan lebih dari satu milyar kasus diare di dunia dengan 3,3 juta
kasus kematian sebagai akibatnya. Diperkirakan angka kejadian di negara berkembang
berkisar 3,5 – 7 episode per anak pertahun dalam 2 tahun pertama kehidupan dan 2 – 5
episode per anak per tahun dalam5 tahun pertama kehidupan. Hasil survei oleh Depkes RI,
diperoleh angka kesakitan diare tahun 2000 sebesar 301 per 1000 penduduk angka ini meningkat
bila dibanding survei pada tahun 1996 sebesar 280 per 1000 penduduk. Diare masih
merupakan penyebab utama kematian bayi dan balita. Hasil Surkesnas 2001 didapat
proporsi kematian bayi 9,4% dengan peringkat 3 dan proporsi kematian balita 13,2%
dengan peringkat 2. Diare pada anak merupakan penyakit yang mahal yang berhubungan
secara langsung atau tidak terdapat pembiayaan dalam masyarakat. Biaya untuk infeksi
rotavirus ditaksir lebih dari 6,3 juta poundsterling setiap tahunya di Inggris dan 352 juta
dollar di Amerika Serikat.2,3
3.4 Etiologi 3
1. Infeksi berbagai macam bakteri yang disebabkan oleh kontaminasi makanan maupun air
minum;
2. Infeksi berbagai macam virus; Penyebab diare terbanyak pada balita adalah diare karena
virus, yaitu Rotavirus.
3. Alergi makanan, khususnya susu atau laktosa (makanan yang mengandung susu);
4. Parasit yang masuk ke tubuh melalui makanan atau minuman yang kotor.
Penyebab utama disentri di Indonesia adalah Shigella, Salmonela, Campylobacter
jejuni, Escherichia coli, dan Entamoeba histolytica. Disentri berat umumnya disebabkan
oleh Shigella d ysentery, kadang-kadang dapat juga disebabkan oleh Shigella flexneri,
Salmonella dan Enteroinvasive E.coli ( EIEC).
3.5 Patogenesis
Patogenesis terjadinya diare yang disebabkan virus yaitu virus yang masuk melalui
makanan dan minuman sampai ke enterosit, akan menyebabkan infeksi dan kerusakan villi
usus halus. Enterosit yang rusak diganti dengan yang baru yang fungsinya belum matang,
villi mengalami atropi dan tidak dapat mengabsorpsi cairan dan makanan dengan baik,
akan meningkatkant ekanan koloid osmotik usus dan meningkatkan motilitasnya sehingga
timbul diare.3
Diare karena bakteri terjadi melalui salah satu mekanisme yang berhubungan dengan
pengaturan transpor ion dalam sel-sel ususcAMP ,cGMP, dan Ca dependen. Patogenesis
terjadinya diare oleh salmonella, shigella, E coli agak berbeda dengan patogenesis diare
oleh virus, tetapi prinsipnya hampir sama. Bedanya bekteri ini dapat menembus (invasi) sel
mukosa usus halus sehingga depat menyebakan reaksi sistemik. Toksin shigella juga dapat
masuk ke dalam serabut saraf otak sehingga menimbulkan kejang. Diare oleh kedua bakteri
ini dapat menyebabkan adanya darah dalam tinja yang disebut disentri.3
Rotavirus,Shigella spp dan E. Coli enterotoksigenik Rotavirus jelas merupakan
penyebab diare akut yang paling sering diidentifikasi pada anak dalam komunitas tropis
dan iklim sedang. Diare dapat disebabkan oleh alergi atau intoleransi makanan tertentu seperti
susu, produk susu, makanan asing yang pada individu tertentu terasa pedas atau tidak
sesuai kondisi ususnya serta dapat pula disebabkan oleh keracunan makanan dan bahan-
bahan kimia. Beberapa macam obat, terutama antibiotika dapat juga menjadi penyebab
diare. Antibiotika akan menekan flora normal usus sehingga organisme yang tidak biasa
atau yang kebal antibiotika akan berkembang bebas. Di samping itusifat farmakokinetik
dari obat itu sendiri juga memegang peranan penting. Diare juga berhubungan dengan
penyakit lain misalnya malaria, schistosomiasis, campak atau pada infeksi sistemik lainnya
misalnya pneumonia, radang tenggorokan, dan otitis media.3
Menurut patofisiologinya diare dibedakan dalam beberapa kategori yaitu diare
osmotik, sekretorik dan diare karena gangguan motilitas usus. Diareosmotik terjadi karena
terdapatnya bahan yang tidak dapat diabsorpsi oleh usus akan difermentasi oleh bakteri
usus sehingga tekanan osmotik di lumen usus meningkat yang akan menarik cairan. Diare
sekretorik terjadi karena toxin dari bakteri akan menstimulasi cAMP dan cGMP yang akan
menstimulasi sekresi cairan dan elektrolit. Sedangkan diare karena gangguan motilitas usus
terjadi akibat adanya gangguan pada kontrol otonomik.3
3.7 Diagnosis
1. Anamnesis1
Pasien dengan diare akut datang dengan berbagai gejala klinik tergantung penyebab
penyakit dasarnya. Keluhan diarenya berlangsung kurang dari 14 hari. Diare karena
penyakit usus halus biasanya tinja berjumlah banyak, cair, dan sering berhubungan dengan
malabsorbsi, dan dehidrasi. Diare karena kelainan kolon sering berhubungan dengan tinja
berjumlah kecil tetapi sering, bercampur darah dan disertai keinginan untuk buang air besar
lebih sering. Pasien dengan diare akut infektif datang dengan keluhan khas yaitu: nausea,
muntah, nyeri abdomen, demam, dan tinja yang sering, bisa air, malabsorbtif, atau
berdarah tergantung bakteri patogen yang spesifik. Secara umum, pathogen usus halus
tidak invasive, dan patogen ileokolon lebih mengarah ke invasive. Pasien yang mengalami
infeksi toksigenik secara khas mengalami nausea dan muntah sebagai gejala prominen
bersamaan dengan diare air tetapi jarang mengalami demam. Muntah yang mulai beberapa
jam dari masuknya makanan mengarahkan kita pada keracunan makanan karena toksin
yang dihasilkan. Parasit yang tidak menginvasi mukosa usus, seperti Giardia lamblia dan
Cryptosporidium, biasanya menyebabkan rasa tidak nyaman di abdomen yang ringan.
Giardiasis mungkin berhubungan dengan steatorea ringan, perut bergas dan kembung.
Bakteri invasif seperti Campylobacter, Salmonella, dan Shigella, dan organism yang
menghasilkan sitotoksin seperti Clostridium difficile dan enterohemorragic E.coli
(serotype O157:H7) menyebabkan inflamasi usus yang berat. Organism Yersinia seringkali
menginfeksi ileum terminal dan caecum dan memiliki gejala nyeri perut kuadran kanan
bawah, menyerupai apendisitis akut. Infeksi Compylobacter jejuni sering bermanifestasi
sebagai diare, demam dan kadangkali kelumpuhan anggota badan dan (GBS). Kelumpuhan
lumpuh pada infeksi usus ini sering disalahtafsirkan sebagai malpraktek dokter karena
ketidaktahuan masyarakat.
Diare air merupakan gejala tipikal dari organism yang menginvasi epitel usus dengan
inflamasi minimal, seperti virus enteric, atau organism yang menempel tetapi tidak
menghancurkan epitel, seperti enteropathogenic E.coli, protozoa, dan helminthes. Beberapa
organism sperti Campylobacter, Aeromonas, Shigella, dan Vibrio spesies (missal, V
parahaemolyticus) menghasilkan enterotoksin dan juga menginvasi mukosa usus; pasien
karena itu menunjukkan gejala diare air diikuti diare berdarah dalam beberapa jam atau
hari.
Sindrom Hemolitik-uremik dan purpura trombositopenik trombotik (TTP) dapat
timbul pada infeksi dengan bakteri E.coli enterohemorrhagik dan Shigella, terutama anak
kecil dan orang tua. Infeksi Yersinia dan bakteri enteric lain dapat disertai sindrom Reiter
(arthritis, uretritis, dan konjungtivitis), tiroiditis, perikarditis, atau glomerulonefritis.
Demam enteric, disebabkan Salmonella parathypi, merupakan penyakit sistemik yang
berat yang bermanifestasi sebagai demam tinggi yang lama, prostrasi, bingung, dan gejala
respiratorik, diikuti nyeri tekan abdomen, diare dan kemerahan (rash).
Dehidrasi dapat timbul jika diare berat dan auspan oral terbatas karena nausea dan
muntah, terutama pada anak kecil dan lanjut usia. Dehidrasi bermanifestasi sebagai rasa
haus yang meningkat, berkurangnya jumlah buang air kecil dengan warna urin gelap, tidak
mampu berkeringat, dan perubahan ortostatik. Pada keadaan berat, dapat mengarah ke
gagal ginjal akut dan perubahan status jiwa seperti kebingungan dan sakit kepala.
Dehidrasi menurut keadaan klinisnya dapat dibagi 3 tingkatan:
2. Pemeriksaan fisik1
Kelainan – kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan fisik sangat berguna dalam
menentukan penyebab diare. Keadaan ini dinilai dengan memperhatikan perubahan
ortostatik pada tekanan darah dan nadi, temperatur tubuh dan tanda toksisitas. Pemeriksaan
abdomen merupakan hal yang penting. Adanya peningkatan bunyi usus dan ada tidaknya
distensi abdomen serta nyeri tekan merupakan tanda untuk menentukan etiologi
.
3. Pemeriksaan penunjang1
a. Pemeriksaan darah rutin: hemoglobin, hematokrit, leukosit, hitung jenis leukosit,
kadar elektrolit serum,
b. Ureum dan Creatinin: memeriksa adanya kekurangan volume cairan dan mineral
tubuh.
c. Pemeriksaan tinja: melihat adanya leukosit pada tinja yang menunjukkan adanya
infeksi bakteri, adanya telur cacing dan parasit dewasa.
d. Pemeriksaan ELISA (enzim-linked immunosorbent assay): mendeteksi giardiasis dan
tes serologic amebiasis.
3.8 Penatalaksanaan
Evaluasi diare akut pada anak memerlukan pendekatan tata laksana yang cermat,
meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik yang diteliti. Pemeriksaan laboratorium
diperlukan pada keadaan tertentu, sedangkan terapi lebih bersifat suportif untuk mencegah
atau mengatasi dehidrasi, selain itu juga mempersingkat lamanya sakit serta mengurangi
periode infeksius penderita.
Tatalaksana terpenting pada diare akut tanpa dehidrasi dan dehidrasi ringan-sedang
adalah pemberian rehidrasi oral (Oral Rehydration Solution, ORS).1,2
Terdapat lima lintas tatalaksana,yaitu:8,9,10,11
1. Rehidrasi
Salah satu cara untuk mengatasi dehidrasi adalah dengan memberikan minuman
rehidrasi pada anak. Cairan reidrasi dapat membantu mencegah atau mengatasi dehidrasi.
Pemberian cairan pengganti (cairan rehidrasi) baik yang diberikan secara oral
(diminumkan) maupun parenteral (melalui infus) telah berhasil menurunkan angka
kematian akibat dehidrasi pada ribuan anak yang menderita diare. Oralit merupakan cairan
rehidrasi oral (CRO) yang mengandung elektrolit (Na, K, Cl, HCO3) dan glukosa telah
terbukti dapat mengganti cairan saluran secara efektif dan memperbaiki dehidrasi.
Pada keadaan tanpa dehidrasi, secara klinis anak masih terlihat aktif dan buang air
kecil masih berlangsung normal. Pada keadaan ini tidak perlu membatasi pemberian
makanan dan minuman termasuk susu formula. ASI diteruskan pemberiannya.Untuk
mencegah dehidrasi dapat diberikan CRO sebanyak 5-10cc/kg BB setiap buang air besar
dengan tinja cair. Pada bayi, oralit dapat diberikan dengan cara berselang-selang dengan
cairan yang tidak mengandung kadar Na seperti air putih atauASI. Rehidrasi dengan
menggunakan clear fluid (air putih, cairan rumah tangga,sari buah, dsb) akan memberikan
hasil tidak optimal. Karena, kandungan natriumnya kurang. Sebaiknya, pemberian jus buah
dan coal dapat memperbesar keadaan diare,karena mengandung osmolaritas tinggi di
samping kadar Na yang rendah.
2. Dukungan nutrisi
Makanan tetap diteruskan sesuai usia anak dengan menu yang sama pada anak sehat
sebagai pengganti nutrisi yang hilang, serta mencegah tidak terjadi gizi buruk. ASI tetap
diberikan pada diare cair akut (maupun pada diare akut berdarah) dan berikan dengan
frekuensi lebih sering dari biasanya.
3. Suplementasi Zinc
Pemakaian zinc sebagai obat pada diare didasarkan pada alasan ilmiah bahwa zinc
mempunyai efek pada fungsi kekebalan saluran cerna dan berpengaruh pada fungsi dan
struktur saluran cerna serta mempercepat proses penyembuhan epitel selama diare.
5. Antibiotik selektif
Pada diare akut, pemberian antiemetik (metoklopramid), antimotilitas (loperamid),
antidiare (atapulgit, pektin), pada umumnya kurang bermanfaat karena obat-obatan tersebut
tidak mngurangi volume tinja ataupun mempersingkat lama sakit. Pemberian antibiotik
hanya diindikasikan pada keadaan tertentu seperti adanya patogen yang telah
diidentifikasikan, bayi, anak dengan defek imun (immunocompromised).
3.10 Prognosis
Baik, jika penanganan dilakukan secara cepat dan tepat terutama penangan pada
pasien yang mengalami dehidrasi berat yang dapat mengakibatkan rejatan (shock)
hipovolemik.7,8
3.11 Pencegahan
1. Pemberian ASI sejak anak dilahirkan dan minimal selama 6 bulan. Karena
terbukti,dengan peningkatan penggunaan ASI selama 6 bulan pertama, dapat menurunkan
angkat morbiditas dan mortalitas pada anak dan bayi.
2. Perbaikan pola penyapihan
Hal ini disebabkan karena (1) tercemarnya makanan dan minuman oleh bakteri, (2)
rendahnya kalori dan protein, (3) tidak tepatnya pemberian makanan, (4) kurang sabarnya
ibu memberikan makanan secara sedikit-sedikit tetapi sering.
3. Imunisasi Campak
Program imunisasi campak mencakup 60% bayi berumur 9-11 bulan,dengan efektivitas
sebesar 85 %, dapat menurun morbiditas diare sebesar 1,8 % dan mortalitas diare sebesar
13 % pada bayi dan anak balita.
4. Perbaikan higiene perorangan
Kebisaan mencunci tangan sebelum makan, dan mencuci sebelum masak dan setelah
buang air kecil atau buang air besar dapat menurunkan morbiditas diare .8,9
Tatalaksana diare
1. rehidrasi
terdapat empat pilar penting dalam tatalaksana diare yaitu rehidrasi,
dukungan nutrisi, pemberian obat sesuai indikasi dan edukasi pada orang
tua. tujuan pengibatan:
1. mencegah dehidrasi
2. mengatasi dehidrasi yang sudah ada
3. mencegah kekurangan nutrisi dengan membeerikan makanan selama
dan setelah diare
4. mengurangi lama dan beratnya diare, serta berulangnya episode diare,
dengan memberikan suplemen zinc
serta melaksanakan 5 lintas diare, yaitu:
1. oralit
2. zinc
3. teruskan aasi
4. terapi antibiotic jika terdapa indikasi
5. edukasi