Anda di halaman 1dari 29

Referat

DIABETES MELITUS TIPE 1 DAN


KETOASIDOSIS DIABETIKUM

Oleh:
Yuni Ayu Lestari, S.Ked.
NIM 71 2018 039

Pembimbing:
dr. Yuli Amuntiarini, Sp.A, M.Kes.

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2019
HALAMAN PENGESAHAN

REFERAT
DIABETES MELITUS TIPE 1 DAN
KETOASIDOSIS DIABETIKUM

Dipersiapkan dan disusun oleh


Yuni Ayu Lestari, S.Ked.
NIM 71 2018 039

Telah diterima dan disahkan sebagai salah satu syarat dalam mengikuti kegiatan
Kepaniteraan Klinik di SMF Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Muhammadiyah
Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang

Palembang, Juli 2019


Pembimbing

dr. Yuli Amuntiarini, Sp.A, M.Kes.


KATA PENGANTAR DAN UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya, saya bisa menyelesaikan referat ini. Penulisan referat ini dilakukan
dalam rangka memenuhi syarat dalam mengikuti kegiatan Kepaniteraan Klinik di
SMF Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang pada
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang. Saya menyadari
bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa kepaniteraan
klinik sampai pada penyusunan referat ini, sangatlah sulit bagi saya untuk
menyelesaikan referat ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada:
1) dr. Yuli Amuntiarini, Sp.A, M.Kes., selaku pembimbing yang telah
menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam
penyusunan referat ini;
2) Orang tua dan keluarga saya yang telah memberikan bantuan dukungan
material dan moral; dan
3) Rekan sejawat serta semua pihak yang telah banyak membantu saya dalam
menyelesaikan referat ini.

Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga referat ini membawa manfaat
bagi pengembangan ilmu.

Palembang, Juli 2019

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i


HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ ii
KATA PENGANTAR DAN UCAPAN TERIMA KASIH ......................... iii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... v

BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2.Maksud dan Tujuan................................................................................... 2
1.3.Manfaat Teoritis ........................................................................................ 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Diabetes Melitus Tipe 1 ............................................................................. 3
2.1.1 Definisi ................................................................................................. 3
2.1.2 Epidemiologi ........................................................................................ 3
2.1.3 Etiologi ................................................................................................. 4
2.1.4 Patofisiologi ......................................................................................... 6
2.1.5 Kriteria Diagnosis ................................................................................ 9
2.1.6 Pemeriksaan Tambahan ........................................................................ 11
2.1.7 Komplikasi ........................................................................................... 14
2.1.8 Penyebab Komorbiditas Umum ........................................................... 15
2.2 Ketoasidosis Diabetikum ........................................................................... 15
2.2.1 Definisi ................................................................................................. 15
2.2.2 Epidemiologi ........................................................................................ 16
2.2.3 Patofisiologi ......................................................................................... 17
2.2.4 Penegakan Diagnosis............................................................................ 19
2.2.5 Prognosis .............................................................................................. 22

BAB III KESIMPULAN ................................................................................ 23

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 24


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Pendahuluan
Diabetes Melitus tipe-1 (DMT1) adalah kelainan sistemik akibat terjadinya
gangguan metabolisme glukosa yang ditandai oleh hiperglikemia kronik. Keadaan
ini disebabkan oleh kerusakan sel β pankreas baik oleh proses autoimun maupun
idiopatik sehingga produksi insulin berkurang bahkan terhenti. Sekresi insulin yang
rendah mengakibatkan gangguan pada metabolisme karbohidrat, lemak, dan
protein. Insidens DMT1 sangat bervariasi baik antar negara maupun di dalam suatu
negara.1
Di beberapa negara barat kasus DMT1 mencakup 5-10% dari seluruh
jumlah penderita diabetes di negara masing-masing, dan lebih dari 90% penderita
diabetes pada anak dan remaja adalah DMT1. Data registri nasional DMT1 pada
anak dari Ikatan Dokter Anak Indonesia hingga tahun 2014 tercatat 1021 kasus
dengan 2 puncak insidens yaitu pada usia 5-6 tahun dan 11 tahun. Sebagian besar
penderita DMT1 mempunyai riwayat perjalanan klinis yang akut. Poliuria,
polidipsia, polifagia tetapi disertai penurunan berat badan yang cepat dalam 2-6
minggu sebelum diagnosis ditegakkan, kadang-kadang disertai gangguan
penglihatan. Apabila gejala-gejala klinis ini disertai dengan hiperglikemia maka
diagnosis DM tidak diragukan lagi.1
Ketoasidosis diabetik adalah kondisi medis darurat yang dapat mengancam
jiwa bila tidak ditangani secara tepat. Ketoasidosis diabetik disebabkan oleh
penurunan kadar insulin efektif di sirkulasi yang terkait dengan peningkatan
sejumlah hormon seperti glukagon, katekolamin, kortisol, dan growth hormone.
Ketoasidosis diabetik (KAD) merupakan penyebab utama morbiditas dan
mortalitas pada anak dengan diabetes mellitus tipe 1 (IDDM). Mortalitas terutama
berhubungan dengan edema serebri yang terjadi sekitar 57% - 87% dari seluruh
kematian akibat KAD.2
Peningkatan lipolisis, dengan produksi badan keton (hidroksibutirat dan
asetoasetat) akan menyebabkan ketonemia dan asidosis metabolik. Hiperglikemia
dan asidosis akan menghasilkan diuresis osmotik, dehidrasi, dan kehilangan
elektrolit. Secara klinis, ketoasidosis terbagi ke dalam tiga kriteria, yaitu ringan,
sedang, dan berat, yang dibedakan menurut pH serum.3
Berikut adalah refrat ilmiah tentang diabetes melitus tipe 1 dan ketoasidosis
pada anak.

1.2. Maksud dan Tujuan


Adapun maksud dan tujuan pembuatan refrat ini adalah :
1. Diharapkan pada semua sarjana kedokteran dapat memahami setiap kasus
DM tipe 1 dan ketoasidosis pada anak.
2. Diharapkan adanya pola pikir kritis setelah dilakukannya diskusi refrat
tentang DM tipe 1 dan ketoasidosis pada anak.
3. Diharapkan pada semua sarjana kedokteran dapat mengaplikasikan
pemahaman yang didapat mengenai kasus DM tipe 1 dan ketoasidosis pada
anak.

1.3. Manfaat Teoritis


1.3.1. Teoritis
Untuk meningkatkan pengetahuan dan menambah wawasan ilmu
tentang DM tipe 1 dan ketoasidosis pada anak.

1.3.2. Praktis
Sebagai masukan guna lebih meningkatkan mutu pelayanan yang
dibeikan terutama dalam memberikan informasi (pendidikan kesehatan)
kepada pasien dan keluarganya tentang kasus DM tipe 1 dan ketoasidosis
pada anak.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Diabetes Melitus Tipe 1


a. Definisi
Diabetes melitus tipe 1 adalah penyakit kronis yang ditandai dengan
ketidakmampuan tubuh untuk memproduksi insulin karena kerusakan sel
beta prankeas akibat proses autoimun. Kebanyakan pasien anak-anak
dengan diabetes tipe 1 memiliki ketergantungan seumur hidup terhadap
insulin eksogen. Diabetes mellitus (DM) adalah kelainan metabolisme
kronis yang disebabkan karena kekurangan absolut atau relatif dari insulin,
yaitu suatu hormon anabolisme. Insulin diproduksi oleh sel beta pulau
Langerhans yang terletak di pankreas. ketiadaan, kerusakan, atau hilangnya
sel-sel ini akan menyebabkan terjadinya DM tipe 1.4

b. Epidemiologi5
Insiden DM tipe 1 di Amerika Serikat diperkirakan sebesar 20 per
100.000 per tahun. Insiden DM tipe 1 di dunia cukup bervariasi, mulai dari
yang tertinggi sebesar 40 per 100.000 pada populasi Skandinavia dan
terendah pada kurang dari 1 per 100.000 di China. Insiden DM tipe 1
meningkat secara konstan, tetapi terdapat perbedaan geografis yang
bermakna. Prevalensi DM tipe 1 di Amerika Serikat tinggi ditemukan pada
kulit putih dan lebih rendah pada Afrika-Amerika dan Hispanik-Amerika.
Faktor genetik berperan penting dalam terjadinya kerentanan
terhadap DM 1, meskipun cara penurunannya cukup komples dan bersifat
poligenik. Saudara kandung atau anak dari pasien diabetes memiliki risiko
3% sampai 6% untuk terkena diabetes, sedangkan kembar identik memiliki
resiko 30% sampai 50% untuk terkena diabetes. Regio HLA pada
kromosom 6 merupakan determinan kerentanan yang kuat, meliputi 40%
keluarga yang DM1. HLA kelas II DR dan DQ (HLA DR3 dan HLA DR4)
meningkatkan resiko terjadinya DM1, sedangkan HLA spesifik lainnya
memiliki efek protektif. Lebih dari 90% anak dengan DM1 memiliki HLA
DR3, HLA DR4, atau keduanya. Area VNTR gen insulin pada kromosom
11 juga dihubungkan dengan kerentanan terhadap DM1. Faktor genetik
tidak sepenuhnya berperan dalam kerentanan terhadap DM1, faktor
lingkungan juga berperan dalam timbulnya DM1.

c. Etiologi4
Sebagian besar kasus (95%), penyebab dari DM tipe 1 adalah hasil
dari interaksi antara faktor genetik dan faktor lingkungan. Interaksi ini
dapat menyebabkan pengembangan penyakit autoimun yang berdampak
terhadap sel-sel penghasil insulin di pulau Langerhans. proses autoimun ini
dapat menyebabkan penghancuran sel beta pankreas secara progresif dan
defisiensi insulin biasanya terjadi setelah kerusakan sel beta pankreas
sekitar 90%.

Faktor Genetik
Frekuensi perkembangan diabetes pada anak dengan ibu yang
menderita diabetes adalah 2-3%; angka ini meningkat menjadi 5-6% untuk
anak-anak dengan ayah yang menderita diabetes mellitus tipe 1. Risiko akan
meningkat hingga hampir 30% jika kedua orang tuanya menderita diabetes.4
Selain itu, risiko untuk anak-anak dari orang tua dengan DM tipe 1
sedikit lebih tinggi jika timbulnya penyakit terjadi sebelum usia 11 tahun
dan sedikit lebih rendah jika timbulnya setelah usia 11 tahun.4,6
Human leukocyte antigen (HLA) class II molecules DR3 dan DR4
sangat berkaitan dengan diabetes mellitus tipe 1. Lebih dari 90% ras kulit
putih dengan diabetes melitus merupakan hasil ekspresi dari satu atau kedua
molekul HLA tersebut. Gen Human Leukocyte Antigen (HLA) menyandi
glikoprotein yang berperan pada pembentukan sistem imun manusia. Gen
ini terletak pada kromosom 6p21. Secara garis besar, gen HLA
dikelompokkan ke dalam HLA kelas I dan HLA kelas II. HLA kelas I terdiri
dari locus HLA-A, -B dan -C, sedangkan HLA kelas II terdiri dari HLA-
DR, -DQ dan –DP. 4,6,7
Fungsi utama molekul HLA adalah mengenali protein asing dari
kuman patogen (disebut dengan peptide) yang masuk ke dalam tubuh.
Reaksi imunitas timbul apabila terjadi reaksi diantara kedua molekul
tersebut. Ketika interaksi tersebut terjadi, komplek protein akan dibawa ke
permukaan.4,6,7

Faktor Lingkungan
Faktor ekstragenetik juga dapat berkontribusi untuk terjadinya DM
tipe 1. Pemicu potensial yang dimediasi oleh proses imunologis untuk
penghancuran sel beta pankreas dapat disebabkan oleh berbagai virus
seperti enterovirus, mumps, rubella, dan coxsackievirus B4. Selain itu,
dapat juga dipicu oleh bahan kimia beracun dan pemberian susu sapi pada
anak <3 bulan. Hal tersebut dapat membentuk autoantibodi yang dapat
4,7,8,9
merusak sel beta pankreas.
Selain itu, peningkatan faktor resiko terjadinya DM tipe 1 dapat
dikaitkan dengan usia ibu pada saat kehamilan. Semakin tinggi usia ibu,
maka dapat semakin meningkatkan resiko terjadinya DM tipe 1 pada
anaknya.6
Infeksi saluran pernapasan atas dini juga dapat menjadi faktor risiko
terjadinya diabetes melitus tipe 1. Dalam analisis data pada 148 anak yang
secara genetik dianggap beresiko diabetes, infeksi saluran pernapasan atas
pada tahun pertama kehidupan dikaitkan dengan peningkatan risiko diabetes
tipe 1.6

Penyebab kimia
Streptozotocin dan RH-787, racun tikus, secara selektif dapat merusak sel
islet dan dapat menyebabkan terjadinya diabetes mellitus tipe 1.

Penyebab lainnya
Faktor-faktor tambahan yang dapat menyebabkan terjadinya diabetes
mellitus tipe 1 meliputi:
 Tidak adanya sel pankreas sejak lahir
 Pankreatektomi
 Kerusakan pankreas (yaitu karena kistik fibrosis, pankreatitis kronis,
talasemia mayor, hemochromatosis, sindrom hemolitik-uremik)
 Wolfram syndrome (diabetes insipidus, diabetes mellitus, atrofi optik,
ketulian.
 Kelainan kromosom seperti sindrom Down, sindrom Turner, sindrom
Klinefelter, atau sindrom Prader-Willi (risiko dikatakan sekitar 1% pada
sindrom Down dan Turner).4

d. Patofisiologi
DM tipe 1 terjadi karena adanya interaksi antara genetik, lingkungan
dan faktor imunologi yang mendasari terjadinya destruksi pada sel beta
pankreas. Hal ini akhirnya menyebabkan defisiensi insulin. Pada DM tipe
1, hampir semua pasien terbukti mengalami mekanisme autoimun pada
pulau langerhans pankreas (powers, 2006). Satu atau lebih dari
autoantibodi tersebut ditemukan pada 85-90% saat kondisi hiperglikemia
puasa terdeteksi. DM tipe 1 juga berkaitan erat dengan HLA pada gen DQA
dan DQB . dan juga dipengaruhi oleh gen DRB.10
Pada DM tipe 1 proses destruksi sel beta bervariasi, dapat timbul
cepat (saat anak-anak dan remaja) yang merupakan paling umum terjadi,
namun juga dapat terjadi lambat (saat dewasa). Mekanisme autoimun pada
DM tipe 1 dapat dipicu oleh adanya infeksi atau stimulus lingkungan lain
seperti yang telah dipaparkan sebelumnya. Sel beta dapat mulai berkurang
jumlahnya dan sekresi insulin menurun secara progresif meskipun kadar
gula darah masih dapat dipertahankan. Hal ini terjadi karena gambaran
diabetes tidak akan terlihat sampai sebanyak 80% dari sel beta pankreas
yang mengalami detruksi. Namun, pada saat kebutuhan insulin meningkat
(masa pubertas dan adanya infeksi), serta proses destruksi yang terus-
menerus berlanjut mengakibatkan jumlah insulin semakin sedikit dan tidak
cukup untuk memenuhi kebutuhan sehingga gejala DM akan semakin
nyata.11,12
Gambar 1. Patofisiologi DM tipe 1

Diabetes Melitus tipe 1 adalah sindrom yang ditandai dengan


hiperglikemia dan defisiensi insulin akibat hilangnya sel beta di pulau
pankreas. Terdapat 2 macam DM tipe 1 yaitu DM tipe 1A dan DM tipe 1B.
DM tipe 1B / DM sekunder biasanya sangat jarang terjadi karena akibat
dari penyakit lain yang mendasarinya. Pada DM tipe 1A terjadi akibat
adanya penghancuran sel beta pankreas akibat interaksi antara faktor
genetik dan faktor lingkungan.12
Meskipun kerentanan genetik tidak dipahami dengan baik, diabetes
tipe 1 paling kuat terkait akibat adanya major histocompatibility complex
(MHC), khususnya histocompatibility leucocyte antigen (HLA) class II
alleles (HLA-QR dan HLA-DR). DM tipe 1 kurang bersifat herediter
dibanding dengan DM tipe 2, namun 7-13% pasien DM tipe 1 memiliki
kerabat tingkat pertama yang mengalami juga DM tipe 1. Faktor
lingkungan termasuk infeksi virus (terutama enterovirus), paparan
mikoorganisme infeksius (seperti helicobacter pylori), paparan protein susu
sapi dan kurangnya vitamin D.12
Penghancuran sel beta penghasil insulin di pankreas dimulai dengan
pembentukan autoantigen. Autoantigen ini dicerna oleh sel-sel penyaji
antigen yang mengaktivasi lmfosit T helper 1 (Th1) dan T helper 2 (Th2).
Limfosit Th1 yang teraktivasi mengeluarkan interluekin-2 (IL-2) dan
interferon. IL-2 yang aktif ini akan menghancurkan sel beta pankreas
melalui sekresi toxin berupa perforins dan granzyym. Selain itu, interferon
mengaktifkan makrofag dan merangsang pelepasan sitokin inflamasi
(termasuk IL-1 dan tumor necrosis factor [TNF]) yang selanjutnya
menghancurkan sel beta. Limfosit Th2 yang teraktivasi menghasilkan IL-4
yang menstimulasi limfosit B untuk berproliferasi menghasilkan islet cell
autoantibodies (ICAs) dan anti-glutamic acid decarboxylase (antiGAD65)
antibodi. AntiGAD65 adalah enzim yang membantu mengontrol pelepasan
insulin dari sel beta dan dapat digunakan untuk menentukan penyebab
diabetes). Insulin autoantibodi [IAAs] dan protein zinc transporter 8 (Znt8)
juga dikaitkan dengan diabetes mellitus tipe 1. Meskipun terdapat
patofisiologi yang rumit, penting untuk memahami mekanisme
penghancuran sel beta pankreas pada diabetes tipe 1 karena menyebabkan
gangguan dari produksi insulin dan amylin. Tanpa insulin atau amylin
tubuh tidak dapat mengatur kadar glukosa dalam darah.12
Hormon insulin sangat penting digunakan untuk memproses
karbohidrat, lemak dan protein. Insulin berfungsi untuk mengurangi kadar
glukosa dalam darah dengan cara membantu glukosa memasuki sel otot
dengan merangsang proses konversi dari glukosa menjadi glikogen
(glikogenesis) untuk disimpan. Insulin juga dapat menghambat pelepasan
atau pemecahan glikogen di hepar dan menghambat penguraian lemak
menjadi trigliserida, asam lemak bebas, dan keton sehingga dapat juga
menstimulasi penyimpanan lemak.12
e. Kriteria Diagnosis1,4,13
1. Anamnesis
 Glikosuria
Kondisi ini menyebabkan peningkatan frekuensi dan volume unrin
(misalnya poliuria) yang biasanya terjadi pada malam hari (nokturia)
dan sering menyebabkan anuresis pada anak-anak. Namun, gejala ini
sulit dideteksi pada bayi karena asupan cairan yang tinggi dan
penggunaan popok.
 Polidipsia
 Penurunan berat badan
Kekurangan insulin menyebabkan glukoneogenesis karena glukosa
tidak dapat masuk kedalam sel untuk dimetabolisme menjadi energi
sehingga terjadi peningkatan pemecahan simpanan protein dan
lemak dalam tubuh. Meskipun nafsu makan biasa dan asupan
makanan seperti biasa, namun tetap terjadi penurunan berat badan.
Kegagalan untuk tumbuh dan berkembang biasanya merupakan
tanda pada anak-anak.
 Malaise
 Tanda adanya ketoasidosis
 Dehidrasi berat
 Tercium bau keton
 Pernapasan kussmaul/ distres pernapasan
 Nyeri perut
 Mual dan muntah
 Somnolen dan koma
 Somnolen dan koma
 Gejala tambahan
 Hiperglikemia dapat menyebabkan terjadinya gangguan atau
penurunan dari imunitas tubuh sehingga anak mudah terkena
infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi pada kulit, dan
infeksi saluran nafas.
2. Pemeriksaan Fisik1,4,13
Pada pemeriksaan fisik, tidak ditemukan tanda-tanda khas dari penyakit
diabetes melitus tipe 1. Namun, perlu diperhatikan apakah terdapat
endokrinopati autoimun lainnya seperti penyakit tiroid.

3. Pemeriksaan Penunjang1,4,13
Glukosa plasma puasa dianggap normal bila kadar glukosa darah
plasma <126 mg/dL (7 mmol/L). Glukosuria saja tidak spesifik untuk
DM sehingga perlu dikonfirmasi dengan pemeriksaan glukosa darah.
Diagnosis DM dapat ditegakkan apabila memenuhi salah satu
kriteria sebagai berikut:
1. Gejala klasik diabetes atau krisis hiperglikemi dengan kadar plasma
glukosa ≥200 mg/dL.
2. Kadar plasma glukosa puasa ≥126 mg/dL (7.0 mmol/L). Puasa
adalah tidak ada asupan kalori selama 8 jam terakhir.
3. Kadar glukosa 2 jam postprandial ≥200 mg/dL 11.1 mmol/L dengan
Uji Toleransi Glukosa Oral.
Penilaian tes toleransi glukosa oral:
 Normal: <140 mg/dL (7.8 mmol/L)
 Gangguan glukosa toleransi (Impaired Glucose Tolerance
=IGT): 140–200 mg/dL (7.8–<11.1 mmol/L)
 Diabetes: ≥ 200 mg/dL (11.1 mmol/L)
4. HbA1c > 6.5%
Petanda ini harus dilakukan sesuai standar National
Glycohemoglobin Standardization Program (NGSP) pada laboratorium
yang tersertifikasi dan terstandar dengan assay Diabetes Control and
Complications Trial (DCCT).
Tabel 2. Indeks Biokimia Kontrol Glikemik
Buruk Sedang Intensif
HbA1c > 10% HbA1c > 8-10% HbA1c <6-8%
Rerata glukosa darah Rerata glukosa darah Rerata glukosa darah
> 240 mg/dL 180-240 mg/dL 120-180 mg/dL

f. Pemeriksaan Tambahan1,4,13
 Keton urin
Keton pada urin menunjukkan adanya proses lipolisis dan
glukoneogenesis pada saat terjadi hiperglikemia. Hal ini dapat
menunjukkan adanya defisiensi insulin dan berpotensial untuk
mengalami ketoasidosis
 Islet cell antibodies
Dapat ditemukan adanya antibodi islet cell yaitu penanda non spesifik
terhadap adanya autoimun terhadap islet cell.
 Tes fungsi tiroid dan antibodi antitiroid
 Profil lipid
Biasanya profil lipid dapat abnormal karena adanya peningkatan
glukoneogenesis.
 Albumin urin
 Fungsi renal

g. Tatalaksana5,13
Tujuan utama terapi DM tipe 1 adalah :
- Mencapai kondisi metabolik mendekati normal
- Menghindari komplikasi akut
- Meminimalisir resiko timbulnya komplikasi jangka panjang
mikrovaskular dan makrovaskular
- Memberi kesempatan kepada anak dan keluarga untuk mencapai
kematangan psikologis, kemandirian dan gaya hidup normal.
Jenis tatalaksana yang diberikan ada 2 yaitu:
1. Medikamentosa (pemberian insulin)
Pemberian insulin dibagi menjadi 2 macam yaitu regimen basal-
bolus. Bolus menggunakan insulin kerja cepat atau pendek (rapid/short
acting) diberikan sebelum makan utama, dengan insulin basal (long
acting) diberikan sekali sehari. Komponen basal biasanya berkisar 40-
50% dari kebutuhan total insulin, yang dapat diberikan menjelang tidur
malam atau sebelum makan pagi atau siang. Sisanya sebagai komponen
bolus terbagi yang disuntikkan segera sebelum atau sesudah makan
dengan menggunakan insulin rapid/short acting.
Dosis harian insulin tergantung beberapa faktor yaitu usia, status
pubertas, lama dan fase diabetes, tempat suntikan, asupan makanan,
pola olahraga, rutinitas sehari-hari, hasil pemantauan glukosa dan
HbA1c, serta saat sakit. Pedoman dosis sebagai berikut:
 Selama periode honeymoon, total dosis insulin harian < 0,5
U/kgbb/hari
 Anak sebelum pubertas dalam kisaran dosis 0,7-1 U/kgbb/hari.
 Selama pubertas, kebutuhan akan meningkat diatas 1 U sampai
2 U/kgbb/hari.

Gambar 2. Penyuntikan Insulin


2. Terapi terhadap Penyakit Penyerta
Pengobatan seperti standar prosedur masing-masing penyakit. Untuk
perhitungan nutrisi, dapat dikonsultasikan ke ahli gizi

3. Edukasi
Penyuluhan (pasien dan orang tua/ keluarga): merupakan hal yang
sangat penting. Edukasi berupa :
 Tentang penyakit, komplikasi dan penanggulangan diabetes.
 Pemakaian insulin (cara, dosis, waktu, dan efek samping),
insulin pada IDDM diberikan seumur hidup, tetapi hati-hati
pada periode “honeymoon”.
 Pengaturan makanan, olahraga, dan home monitoring.
 Aspek psikososial
 Tumbuh dan kembang.

Tabel 1. Sediaan Insulin6


Jenis Insulin Awitan Puncak Kerja Durasi
Kerja sangat pendek 10-20 menit 30 – 90 menit 3 jam
- Lispro,
aspart
Kerja Pendek
- Reguler 30 menit-1 jam 2-4 jam 6-10 jam
Kerja Menengah
- NPH 1-4 jam 4-12 jam 16-24 jam
- Lente 1-4 jam 4-12 jam 12-24 jam
Long Acting
- Protamine 4-6 jam 8-20 jam 24-30 jam
zinc
- Ultralente 4-6 jam 8-20 jam 24-36 jam
- Glargine 1-2 jam Tidak ada 24-30 jam
puncak
4. Tindak Lanjut
Lakukan monitoring perawatan rutin terhadap pasien yaitu:
 Idealnya pengukuran gula darah/ reduksi urin sebelum makan
setiap hari (home monitoring).
 Pemeriksaan HbA1c setiap 3 bulan sekali
 Pertumbuhan grafik tumbuh kembang (berat badan-tinggi
badan) setiap 6 bulan.
 Pemeriksaan perkembangan intelektual, emosional dan fisik.
 Pemeriksaan ke bagian ilmu penyakit mata setiap 6 bulan sekali.
 Pemeriksaan mikroalbuminuria setiap 1 tahun/kali.
Bila memungkinkan ikut dalam kegiatan diabetic camp.

5. Indikasi Rawat
 Pertama kali didiagnosis diabetes = untuk mempersiapkan anak/
anggota keluarga dalam menangani DM dan komplikasi akut
yang dapat timbul.
 Diabetik ketoasidosis/ koma diabetik
 Hipoglikemi yang tidak bisa diatasi dengan terapi oral.

6. Indikasi pulang
 Kadar gula darah terkontrol
 Anak makan dan minum baik
 Tanda-tanda infeksi tidak dijumpai lagi.
 Keluarga/ orang tua siap.

h. Komplikasi
Tujuan pengobatan pada diabetes tipe 1 adalah untuk menghindari
komplikasi akut dan kronis dari penyakit ini. Ketoasidosis diabetikum dan
hipoglikemia adalah komplikasi akut pada diabetes yang paling sering
terjadi dan kedua komplikasi tersebut memiliki risiko morbiditas dan
mortalitas yang signifikan. Diabetes mellitus menyebabkan kerusakan pada
sirkulasi mikrovaskular, yang mengakibatkan kerusakan jaringan dan
organ, terutama di retina, ginjal, dan saraf. Karena komplikasi
mikrovaskuler ini, diabetes mellitus adalah penyebab utama kebutaan,
penyakit ginjal kronis dan neuropati. Selain itu terjadi juga peningkatan
resiko terjadinya ateroskerosis pada pembuluh darah. Gangguan pada
makrovaskular berupa terjadinya stroke dan serangan jantung.14

i. Penyebab Komorbiditas Umum


Seorang anak yang didiagnosis dengan diabetes autoimun (tipe 1)
memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami gangguan autoimun lainnya,
paling sering adalah celiac disease dan penyakit tiroid. Karena keduanya
terkadang bersifat asimptomatik, skrining rutin perlu dilakukan.
Direkomendasikan pemeriksaan dilakukan 6 bulan setelah diagnosis DM1
tegak dan setiap tiga sampai lima tahun sekali
Pemeriksaan yang perlu dilakukan untuk menskrining celiac disease
adalah pemeriksaan TTG, IGA, atau deamidated gliadin peptides. Apabila
pemeriksaan TTG positif, maka perlu dilakukan pemeriksaan biopsi untuk
memastikan diagnosis celiac disease. Rujuk anak ke ahli gastroenterologi.
Selain itu, pemeriksaan yang perlu dilakukan untuk menskrining
penyakit tiroid adalah dengan pemeriksaan T4 dan TSH.15

2. Ketoasidosis Diabetikum
a. Definisi
Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah komplikasi akut diabetes
melitus yang serius, suatu keadaan darurat yang harus segera diatasi. KAD
memerlukan pengelolaan yang cepat dan tepat, mengingat angka
kematiannya yang tinggi. Pencegahan merupakan upaya penting untuk
menghindari terjadinya KAD.2
Ketoasidosis diabetik merupakan akibat dari defisiensi berat insulin
dan disertai gangguan metabolisme protein, karbohidrat dan lemak.
Ketoasidosis diabetikum adalah kasus kedaruratan endokrinologi yang
disebabkan oleh defisiensi insulin relatif atau absolut. Ketoasidosis
Diabetikum terjadi pada penderita IDDM (atau DM tipe II).2

b. Epidemiologi16
Insidens KAD pada anak yang sudah terdiagnosis DM tipe-1 adalah
sebesar 1-10% per pasien tiap tahunnya. Risiko terjadinya KAD pada
kelompok ini meningkat pada anak dengan kontrol metabolik buruk,
riwayat KAD sebelumnya, anak yang tidak menggunakan insulin, gadis
remaja atau peripubertal, anak dengan gangguan makan (eating disorders),
sosial ekonomi rendah, dan anak dari keluarga yang tidak memiliki asuransi
kesehatan. Anak keturunan Asia usia < 5 tahun memiliki risiko 8x lebih
tinggi untuk mengalami KAD dibandingkan anak non-Asia pada usia yang
sama.
Pada tempat-tempat dengan fasilitas yang kurang memadai maka
risiko kematian akibat KAD lebih tinggi. Edema serebri bertanggung jawab
atas 60-90% kematian akibat KAD. Mortalitas akibat edema serebri sebesar
21-24%. Penyebab morbiditas dan mortalitas pada KAD selain edema
serebri adalah hipokalemia, hiperkalemia, hipoglikemia, komplikasi SSP
yang lain, hematoma, trombosis, sepsis, rhabdomiolisis, dan edema paru.
Faktor demografik yang meningkatkan risiko edema serebri adalah
usia muda, diabetes awitan baru, durasi gejala yang lebih lama. Secara klinis
edema serebri biasanya timbul dalam 12 jam pertama setelah terapi, namun
dapat terjadi sebelum terapi atau bahkan terkadang dapat timbul dalam 24-
48 jam setelah terapi. Berikut ini adalah faktor risiko yang berhubungan
dengan meningkatnya risiko terjadinya edema serebri: beratnya hipokapnia
saat diagnosis, meningkatnya serum urea nitrogen, makin beratnya asidosis
saat diagnosis, terapi bikarbonat untuk koreksi asidosis, penurunan
osmolalitas plasma yang sangat jelas, terganggunya peningkatan kadar
natrium atau penurunan kadar natrium selama terapi, pemberian volume
cairan yang besar dalam 4 jam pertama, serta pemberian insulin dalam jam
pertama terapi cairan.
c. Patofisiologi12,17, 18
Ketoasidois terjadi bila tubuh sangat kekurangan insulin. Karena
dipakainya jaringan lemak untuk memenuhi kebutuhan energi, maka akan
terbentuk keton. Bila hal ini dibiarkan terakumulasi, darah akan menjadi
asam sehingga jaringan tubuh akan rusak dan bisa menderita koma. Hal ini
biasanya terjadi karena tidak mematuhi perencanaan makan, menghentikan
sendiri suntikan insulin, tidak tahu bahwa dirinya sakit diabetes mellitus,
mendapat infeksi atau penyakit berat lainnya seperti kematian otot jantung,
stroke, dan sebagainya.
Faktor faktor pemicu yang paling umum dalam perkembangan
ketoasidosis diabetik (KAD) adalah infeksi, infark miokardial, trauma,
ataupun kehilangan insulin. Semua gangguan gangguan metabolik yang
ditemukan pada ketoasidosis diabetik (KAD) adalah tergolong konsekuensi
langsung atau tidak langsung dari kekurangan insulin.
Menurunnya transport glukosa kedalam jaringan jaringan tubuh
akan menimbulkan hiperglikemia yang meningkatkan glukosuria.
Meningkatnya lipolisis akan menyebabkan kelebihan produksi asam asam
lemak, yang sebagian diantaranya akan dikonversi (diubah) menjadi keton,
menimbulkan ketonaemia, asidosis metabolik dan ketonuria. Glikosuria
akan menyebabkan diuresis osmotik, yang menimbulkan kehilangan air dan
elektrolit seperti sodium, potassium, kalsium, magnesium, fosfat dan
klorida. Dehidrsi terjadi bila terjadi secara hebat, akan menimbulkan
uremia pra renal dan dapat menimbulkan syok hipovolemik. Asidodis
metabolik yang hebat sebagian akan dikompensasi oleh peningkatan derajad
ventilasi (peranfasan Kussmaul).
Muntah-muntah juga biasanya sering terjadi dan akan mempercepat
kehilangan air dan elektrolit. Sehingga, perkembangan KAD adalah
merupakan rangkaian dari siklus interlocking vicious yang seluruhnya harus
diputuskan untuk membantu pemulihan metabolisme karbohidrat dan lipid
normal.
Apabila jumlah insulin berkurang, jumlah glukosa yang memasuki
sel akan berkurang juga . Disamping itu produksi glukosa oleh hati menjadi
tidak terkendali. Kedua faktor ini akan menimbulkan hiperglikemi. Dalam
upaya untuk menghilangkan glukosa yang berlebihan dari dalam tubuh,
ginjal akan mengekskresikan glukosa bersama-sama air dan elektrolit
(seperti natrium dan kalium). Diuresis osmotik yang ditandai oleh urinasi
yang berlebihan (poliuri) akan menyebabkan dehidrasi dan kehilangna
elektrolit. Penderita ketoasidosis diabetik yang berat dapat kehilangan kira-
kira 6,5 L air dan sampai 400 hingga 500 mEq natrium, kalium serta klorida
selama periode waktu 24 jam.
Akibat defisiensi insulin yang lain adalah pemecahan lemak
(lipolisis) menjadi asam-asam lemak bebas dan gliserol. Asam lemak bebas
akan diubah menjadi badan keton oleh hati. Pada ketoasidosis diabetik
terjadi produksi badan keton yang berlebihan sebagai akibat dari
kekurangan insulin yang secara normal akan mencegah timbulnya keadaan
tersebut. Badan keton bersifat asam, dan bila bertumpuk dalam sirkulasi
darah, badan keton akan menimbulkan asidosis metabolik.

Gambar 3. Patofisiologi Ketoasidosis Diabetikum


d. Penegakan Diagnosis5, 13, 16,
1. Anamnesis
 Penderita DM lama dengan riwayat kepatuhan berobat yang
kurang atau riwayat muntah-muntah disertai nyeri perut atau
sesak disertai dengan kesadaran menurun
 Penderita baru DM dengan riwayat poliuria, polidipsia, dan
polifagia disertai dengan berat badan yang menurun, sesak nafas
dengan/ tanpa kesadaran menurun serta nyeri perut dan muntah-
muntah
 Pada kasus rujukan ditanyakan jumlah maupun caian, insulin,
dan jumlah bikarbonas natrikus yang telah diberikan.

2. Pemeriksaan Fisik
 Keadaan umum dan tanda vital. Tampak sakit sedang sampai
berat, kesadaran menurun, asidosis, sesak nafas/ kussmaul,
dehidrasi dengan/ tanpa tanda-tanda renjatan, kejang (+/-), pada
pH 6,9 dapat terjadi depresi pernapasan.
 Status lokalis. Kadang disertai distensi abdomen.

3. Pemeriksaan Penunjang
 Hiperglikemia yang nyata (300 mg/dl)
 Asidosis (pH < 7,30, bikarbonat <15 mEq)
 Ketonuria dan ketonemia

e. Tatalaksana
Setiap penderita KAD berat, KAD dengan penurunan kesadaran,
KAD berusia kurang dari 5 tahun dan KAD dengnan kecurigaan edema
serebri dan KAD dengan acute kidney injury, sebaiknya dirawat di ICU.
Fase Akut
1. Resusitasi cairan
 Tentukan status hidrasi dan defisit cairan dalam 48 jam.
Dehidrasi
Ringan Sedang Berat
Bayi 5% : 50ml/kg 10% : 100 ml/kg 15%: 150ml/kg
Anak 3% : 30ml/kg 6%-7,5%: 60-75 9%: 90 ml/kg
ml/kg

 Bila ditemukan renjatan, berikan (NaCl 0,9% atau RL) 20


ml/kgbb/jam, dapat diulangi sampai renjatan teratasi.
 Bila tidak ditemukan renjatan/ setelah renjatan teratasi :
 Pemberian cairan dilakukan secara gradual dalam 48 jam untuk
menghindari terjadinya edema otak.
 Sisa defisit cairan adalah defisit cairan dalam 48 jam
 Jumlah cairan yang diberikan dalam 48 jam adalah sisa defisit
cairan ditambahn kebutuhan cairan rumat untuk 48 jam
kemudian (lihat tabel).

Tabel cairan Rumat untuk 48 jam kemudian


Berat Badan Jumlah Cairan Rumat
10 kg pertama 200ml/kg
10 kg berikutnya + 10 ml/kg
Penambahan BB selanjutnya + 40 ml/kg

 Jenis cairan yang digunakan adalah cairan fisiologis yang


isotonis (Nacl 0,9% atau RL) dan selanjutnya disesuaikan
dengan kondisi.
 Lakukan balans cairan setiap 4 jam. Bila ada penurunan
kesadaran perlu dipasang kateter urin.
2. Pemberian Insulin
 Berikan reguler insulin 0,05-0,1 U/kgbb/jam secara intravena
(perdrip) dan diberikan secara terpisah dengan jalur infus untuk
resusitasi cairan.
 50 Iµ insulin dimasukkan dalam 500 ml NS 0,9% atau
10 Iµ insulin dalam 100 ml NS 0,9% 1ml setara
dengan 0,1 unit insulin.
 Kadar gula darah tidak boleh turun > 100 mg/dL per jam
3. Koreksi gangguan asam basa dan elektrolit
4. Terapi nutrisi : sebaiknya tidak diberikan makanan oral bila ditemukan
nyeri perut dan distensi abdomen.
5. Lakukan monitoring :
 Tanda-tanda vital
 Monitoring gula darah kapiler : dilakukan secara ketat (setiap
jam dan hal ini harus di cross check dengan gula darah vena)
pada 4 jam pertama dan selanjutnya tiap 4 jam.
 Periksa Na, K, Cl, ureum, hematokrit, gula darah, dan analisis
gas darah setiap 2-4 jam. Peningkatan leukosit dapat disebabkan
oleh stress dan tidak dapat dijadikan sebagai tanda infeksi.
 Waspadai terjadinya edema serebri yang biasanya ditandai
dengan penurunan kesadaran, dan hipernatremia.
 Bila terjadi serebri, berikan manitol 0,5-1 g/kgBB/drip dalam
20 menit dan bisa diulang 2 jam kemudian.
 Cari faktor pencetus terjadinya KAD.
Gambar 3. Tatalaksana KAD pada Anak

f. Prognosis5,13,16
Pada anak-anak muda dari 10 tahun, ketoasidosis diabetikum
menyebabkan 70% kematian terkait diabetes. Namun dapat baik apabila
penanganan benar dan tidak terjadi komplikasi.
BAB III
KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
1. Diabetes melitus tipe 1 adalah penyakit kronis yang ditandai dengan
ketidakmampuan tubuh untuk memproduksi insulin karena kerusakan
sel beta prankeas akibat proses autoimun.
2. Etiologi dan faktor resiko terjadinya DM tipe 1 yaitu faktor genetik,
faktor lingkungan, penyebab kimia, dan penyebab lainnya seperti tidak
adanya sel pankreas sejak lahir.
3. DM tipe 1 dapat ditegakkan diagnosisnya melalui anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis,
keluhan yang dirasakan seperti adanya glikosuria, polidipsia, polifagia,
dan penurunan berat badan. Selain itu ditemukannya hiperglikemia
dengan kadar plasma ≥200 mg/dl.
4. Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah komplikasi akut diabetes melitus
yang serius, suatu keadaan darurat yang harus segera diatasi.
5. KAD dapat ditegakkan diagnosisnya melalui anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada KAD dapat ditemukan adanya
kesadaran menurun, asidosis, kussmaul, dehidrasi dengan/tanpa tanda-
tanda renjatan, dan dapat ditemukan pula kejang
DAFTAR PUSTAKA

1. IDAI. Diagnosis dan Tatalaksana Diabetes Melitus Tipe 1 pada Anak dan
Remaja. Panduan Praktik Klinik. 2017.
2. Syahputra, Muhammad. Diabetik Ketoacidosis. Bagian Biokimia Fakultas
kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan: 2003.hal 1-14
3. Dunger DB, Sperling MA, Acerini CL, et al. European Society for
Paediatric Endocrinology / Lawson Wilkins Pediatric Endocrine Society
Consensus Statement on Diabetic Ketoacidosis in Children and
Adolescents. Pediatrics 2004;113:133-40.
4. William H Lamb. Pediatric Type 1 Diabetes Mellitus. Bishop Auckland
General Hospital, County Durham and Darlington NHS Foundation Trust,
UK. Medscape. 2018.
5. Nelson. Ilmu Kesehatan Anak. Endokrinologi. Diabetes Melitus. Edisi Ke-
6. 2014. Hal 682-689
6. Romesh Khardori. Type 1 diabetes Mellitus. Strelitz Diabetes and
Endocrine Disorders Institute, Department of Internal Medicine, Eastern
Virginia Medical School. Medscape. 2019.
7. Meyer D, SingeRM,Mack SJ et al. Single locus polymorphism of classical
HLA genes. In: Hansen JA, ed. Immunobiology of the Human MHC:
Proceedings of the 13th International Histocompatibility Workshop and
Conference. 2017. Seattle: IHWG Press, 653–704.
8. Evan Los; Andrew S. Wilt. Diabetes Mellitus Type 1 In Children. East
Tennessee State University. reasure Island (FL): StatPearls Publishing;
2019 Jan-.
9. Kimber M Simmons and Aaron W Michels. Type 1 diabetes: A predictable
disease. World J Diabetes. 2015 Apr 15; 6(3): 380–390.
10. American Diabetes Association (ADA). Medical advice for people with
diabetes in emergency situations. American Diabetes Association Journal.
2012.
11. Powers, A.C. Diabetes Melitus. In : Jameson, L.J., ed. Harisson’s
Endocrinology. 2016. USA: The McGraw-Hill Companies, 314-317.
12. Sultan chaundhry. Hiperglycemic emergencies: diabetic ketoacidosis and
hyperosmolar hyperglycemia state. CMAJ. 2003 Apr 1;168(7):859-66.
13. Aditiawati, 2017. Diabetes Melitus. Dalam Panduan Praktik Klinik (PPK).
Departemen/SMF Kesehatan Anak. RSUP dr. Mohammad Hoesin.
Palembang.
14. David W. Cooke, Leslie Plotnick. Type 1 Diabetes Mellitus in Pediatrics.
Pediatric in Review. An official journal of the american academy of
pediatric. November 2008, volume 29/ issue 1.
15. American Diabetes Association (ADA), 2014.
16. IDAI. Ketoasidosis Diabetik dan Edema Serebri pada Diabetes Melitus Tipe
1. Panduan Praktik Klinik. 2017.
17. Wolfsdore J, Glaser N, Sperling MA. Diabetic ketoacidosis in infant,
children, and adolescent: A consensus statement from American Diabetes
Association. Diabetes Care 2006;29(5):1050-9.
18. Mackenzie Morris. Type 1 Diabetes Mellitus Pathophysiology Case Study.
The OHIO State University. 2014

Anda mungkin juga menyukai