Anda di halaman 1dari 44

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Keperawatan Komunitas

1. Konsep SDG’s

Konsep pembangunan yang berkelanjutan yang telah disepakati

pada tahun 1987 oleh The Brundtland Comission of The United Nations.

Berikut ini definisidari pembangunan yang berkelanjutan.“Sustainable

Development is development thats meetsthe needs of the present without

compromising theability of future generations to meet their own needs”

Dalam pengertian di atas memaparkan bahwa pembangunan yang

berasaskan kelestarian dimana memenuhi kebutuhan saat ini tanpa

berdampak terhadap kebutuhan dimasa akan datang. Pada tahun 2005

dalam pertemuan The World Summit menyepakati terhadap 3 pilar yang

utama, berikut ini Gambar 2.1. mengenai tiga pilar tersebut,

Gambar 2.1. Konsep Sustainable Development. (Sumber : United Nations

2008).

6
7

Rockstrom, dalam Griggs (2012) menyatakan bahwa,

pembangunan yang berkelanjutan memiliki 6 aspek yang perlu dicapai

dalam dunia global, antara lain: thriving lives and livehoods (kehidupan

yang sehat dan layak), sustainablefood security (keamanan dan

ketahanan pangan), secure sustainable water (sumber air bersih),

universal clean energy (energi yang aman), healthty and productive

ecosystems (ekosistem yang produktif dan sehat) governance for

sustainable societies (kebijakan yang berpihak terhadap komunitas).

Berikut ini disajikan pada Gambar 2.2 ilustrasinya mengenai

pembangunan yang berkelanjutan terhadap aspek economy, society, and

Earth’s Life support System.

Gambar. 2.2 Output Pembangunan Yang Berkelanjutan. Sumber:

(Rockstrom Et Al 2009).

Profil Sustainable Development, the Millennium Development

Goals (MDG’s) merupakan agenda program International yang telah


8

berjalan selama 15 tahun yang telah disepakati oleh negara-negara

anggota PBB (United Nations) dan akan berakhir pada tahun 2015.

Berikut ini Gambar 2.3 mengenai fokus materi/kajian MDG’s sebagai

program International yang dimulai sejak tahun 2000 sampai pada tahun

2015 (Bambang, 2006).

Gambar 2.3 Fokus Materi/Kajian Mdgs Sebagai Program International

Pada tahun 1992 dalam pertemuan The Earth Summit dilanjutkan

pada tahun 2012 pada pertemuanThe Earth Summityang membahas dan

mengevaluasi perkembangan sehingga terfokuskan terhadap

permasalahan isu lingkungan global sehingga terbentuk konsep The

Sustainable Development Goals (SDG’s). Berikut ini Gambar 2.4

mengenai konsep SDGs sebagai program International pengganti MDGs

pada akhir tahun 2015 (Bappenas, 2015).


9

Gambar 2.4 Concept of Sustainable Development

Berdasarkan hasil dari pertemuan tersebut, negara anggota

United Nations. Total 30 anggota OWG (Open Working Group) telah

diberikan mandat untuk menyiapkan proposal dalam rangka

pengembangan program SDGs yang pengembangnya berdasarkan tiga

komponen dimensi dalam pembangunan berkelanjutan (social,

environmental,economic) dalam keseimbangan arah perkembangnya

(Bappenas).

Laporan hasil kajian dari anggota OWG (Open Working Group)

akandibahas pada pertemuan yang ke 68 (the 68th session of the

Assembly) pada Bulan September 2013 sampai September 2014 untuk

pertimbangan dan keputusannya. The OWG uses a constituency based

system of representation, which means that most of the seats in the

working group are shared by several Countries. Berikut ini Gambar

2.5 mengenai agenda/isu yang akan dibahas dalam menyusun konsep

SDG’s sebagai program International pengganti MDG’s pada akhir tahun

2015 (Bappenas).

Berdasarkan hasil dari pertemuan tersebut, menyepakati 10 prinsip

bahwa SDGs dengan asas “inclusive and transparant intergovernmental


10

processopen to all stakeholders, with a view to developing global

sustainable development goals to be agreed by the General Assembly”.

Berikut ini 10 prinsip yang harus tercantum dalam pertimbangan SDGs.

a. Must be based on agenda 21 and the Johannesburg plan of

implementation

Menjadi dasar pertimbangan yang menetapkan bahwa agenda abad 21

dan rencana implementasi dari rencana Johannesburg yang telah di

sepakati sebelumnya sehingga nilai-nilai yang sudah tertanam tetapi

dilanjutkan.

b. Must fully respect all the rio principles

Menyatakan program SGD’s harus mengindahkan pada perjanjian dan

kesepakatan terhadap prinsip.

c. Must be consistent with international law

Mengenai konsistensi terhadap peraturan international yang menjadi

bagian hukum international.

d. Must build upon commitment already made

Perihal komitmen yang telah dibuat sebelumnya, hal ini menunjukan

komitmen terhadap kesepakatan-kesepakatan yang telah dibuat

sebelum SGD’s dibentuk.


11

e. Must contribute to the full implementation of the outcome of all major

summits in the oconomic, social and environmental fields

Mengenai kontribusi terhadap aspek yang menyeluruh dari hasil

implementasi seluruh aspek utama yaitu ekonomi, social dan

lingkungan.

f. Must focus on priority areas for the achievement of sustainable

development, being guided by the outcome document

Merupakan pemberian prioritas untuk meraih keberhasilan

pembangunan yang berkelanjutan sebagai bentuk aturan dari hasil

dokumen program international.

g. Must address and incorporate in a balanced way all three dimensions

of sustainable development and their interlinkages

Harus diarahkan dan berhubungan dengan keseimbangan dari ketiga

komponen pembangunan keberlanjutan.

h. Must be coherent with and integrated into the United Nations

Development agenda beyond 2015

Harus berkesinambungan dan terintegrasi ke dalam agenda

pembangunan PBB

i. Must not divert focus or effort from the achievement of the millennium

development Goals

Harus tidak bertolak belakang dari pencapaian tujuan MGDs

sebelumnya karena SGDs merupakan bentuk evaluasi dari MGDs.


12

j. Must include active involment of all relevant stakeholders, as

appropriate, in the proces

Mengenai keterlibatan seluruh stakeholder yang berkaitan sebagai

pihak yang menyelenggarakan bahkan dalam prosesnya.

2. Konsep Keperawatan Komunitas

a. Defenisi keperawatan komunitas

Keperawatan komunitas merupakan perpaduan antara

keperawatan dan kesehatan masyarakat dengan dukungan peran serta

masyarakat, mengutamakan pelayanan promotif dan preventif secara

berkesinambungan tanpa mengabaikan pelayanan kuratif dan

rehabilitative secara menyeluruh dan terpadu, di tujukan pada

individu keluarga kelompok dan masyarakat sebagai satu kesatuan

yang utuh melalui proses keperawatan untuk meningkatan fungsi

kehidupan manusia secara optimal sehingga mandiri dalam upaya

kesehatannya ( rapat kerja keperawatan kesehatan masyarakat, dalam

Depkes RI, 2007 ).

Keperawatan komunitas merupakan pelayanan keperawatan

professional kepada masyarakat dengan penekanan pada kelompok

resiko tinggi dalam upaya pencapaian derajat kesehatan yang

optimal melalui pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan dengan

menjamin keterjangkauan layanan kesehatan yang dibutuhkan dan


13

melibatkan klien sebagai mitra dalam perencanaan, pelaksanaan dan

evaluasi pelayanan keperawatan ( Mubarak, 2009).

Falsafah keperawatan komunitas mengaju kepada falsafah

atau paradigma keperawatan secara umum yaitu manusia,

kesehatan, lingkungan, dan keperawatan. Salah satu model dari

keperawatan komunitas yaitu model nauman, memandang klien

sebagai gabungan dinamik dari variabel fisiologi, sosiokultural,

perkembangan spiritual( Mubarak, 2009).

Dalam keperawatan komunitas terdapat lima stategi

intervensi keperawatan :

1) Proses kelompok yaitu kegiatan dalam kelompok

2) Pendidikan kesehatan yaitu dengan memberikan penyuluhan,

kampanye, penempelan poster dan penyebaran leaflet

3) Intervensi keperawatan professional, yaitu bentuk pelayanan

keperawatan yang langsug diberikan pada klien termasuk terapi

modalitas

4) Kemitraan atau kerja sama yaitu menjalin kerjasama baik lintas

program maupun lintas sektor sehingga meningkatkan derajat

kesehatan masyarakat

5) Pemberdayaan masyarakat yaitu melibatkan masyarakat dalam

intervensi ( Mubarak, 2009)

b. Tujuan keperawatan komunitas


14

Tujuan keperawatan komunitas adalah untuk pencegahan dan

peningkatan kesehatan masyarakat melalui upaya-upaya sebagai

berikut:

1) Pelayanan keperawatan secara langsung ( direct care ) terhadap

individu, keluarga, dan kelompok dalam konteks komunitas

2) Perhatian langsung terhadap kesehatan seluruh masyarakat

(Health general community) dengan mempertimbangkan

permasalahan atau isu kesehatan masyarakat yang dapat

mempengaruhi keluarga, individu dan kelompok.

3) Selanjutnya secara sfesifik diharapkan individu, keluarga,

kelompok, dan masyarakat mempunyai kemammpuan untuk:

a) Mengidentifikasi masalah kesehatan yang dialami

b) Menetapkan masalah kesehatan dan memprioritaskan

masalah tersebut

c) Merumuskan serta memecahkan masalah kesehatan

d) Menaggulangi masalah kesehatan yang mereka hadapi

e) Mengevaluasi sejauh mana pemecahan masalah yang

mereka hadapi, yang akhirnya dapat meningkatkan

kemammpuan dalam memelihara kesehatan secara mandiri

( self care) ( Mubarak, 2009).

c. Model Keperawatan komunitas

Keperawatan komunitas merupakan pelayanan profesional yang

pada praktiknya memerlukan acuan atau landasan teoritis untuk


15

menyelesaikan atau mengatasi fenomena yaitu penyimpangan dalam

kebutuhan dasar komunitas. Terdapat berbagai macam model

konseptual keperawatan yang dikembangkan oleh para ahli

diantaranya sebagai berikut:

1) Model konseptual dari Florence Nightingale (1859), menekanan

pengaruh lingkungan tehadap kliien yang dikenal dengan istilah

environtmental model

2) Model konseptual dari H.E.Peplau ( 1952), menekan pada

hubungan perawat secara interpersonal atau interpersonal

reation in Nursing

3) Model konseptual dari Virginia Henderson (1966) dikenal

dengan Need Based model atau aktifitas hidup sehari-hari

(activity dialy living model)

4) Model konseptual dari Martha Rogers (1977) dikenal dengan

The Science off unitary Human Being.

5) Model konsetual dari Doro Thea Orem (1971) dikenal dengan

istilah dengan keperawatan mandiri atau salfe care theory

ofnursing.

6) Model konseptual dari King’s (1971), model ini dikenal dengan

istilah model system.

7) Model konseptual dari Betty Neuman (1972), dikenal dengan

system model of nursing atau healt care system model.


16

8) Model konseptual dari I..J.Orlando (1972), dikenal dengan

istilah the dynamic nurse-patient relationship.

9) Model konseptual dari R.Calista Roy (1976), dikenal dengan

istilah adaptation model of nursing.

10) Model konseptual dari Jhonson, menekankan ada pendekatan

system.

11) Model konseptual dari Madelaynanger (1978), dikenal dengan

culturalcaretheory.

12) Model konseptual dari jean Watson (1979), dikenal dengan

istilah teori of nursing.

13) Model konseptual dari Nola Pender (1982), dikenal dengan

nama healt promotion model.

Sebagai seorang petugas kesehatan, khususnya seorang ahli

dalam kesehatan masyarakat, perlu diperhatikan bahwa tidak semua

model konseptual keperawatan yang ada dapat diterapkan pada

tatanan pelayanan praktik keperawatan di komunitas. Hal ini

dikarenakan masing-masing model mempunyai kekurangan dan

kelebihan, serta keunikan tersembunyi bila dilihat dari keempat

konsep utama dalam paradigma keperawatan komunitas yang

diterapkan dinegara indronesia yaitu manusia, lingkungan,

kesehatan, dan keperawatan. Oleh karena itu, dua atau lebih dari

model yang ada perlu dikombinasikan untuk mendukung dan


17

memperkuat pelayanan keperawatan. Masing - masing model

konseptual akan memberi penekanan tertentu pada konsep utama

(Mubarak, 2009).

d. Prinsip Keperawatan Komunitas

Beberapa prinsip dalam melaksakan keperawatan komunitas

antara lain sebagai berikut.

1) Kemanfaatan

Intervensi atau pelaksanaan asuhan keperawatan komunitas yang

dilakukan harus memberikan mamfaat sebesar-besarnya bagi

komunitas, artinya ada keseimbangan antara mamfaat dan

kerugian.

2) Otonomi

Dalam keperawatan komunitas, masyarakat diberikan kebebasan

untuk meelakukan atau memilih alternatif terbaik yang

disediakan.

3) Keadilan

Hal ini menegaskan bahwa upaya atau tindakan yang dilakukan

sesuai dengan kemampuan atau kapasitas komunitas.

e. Falsafah Keperawatan Komunitas

Falsafah keperawatan merupakan pandangan mendasar tentang

hakikat manusia dan esensi keperawatan yang menjadi kerangka

dasar dalam paktik keperawatan. Keperawatan komunitas merupakan

pelayanan yang memberikan perhatian terhadap pengaruh


18

lingkungan; baik biologis, psikologis, sosial, kultural, dan spiritual

terhadap kesehatan komunitas. Selain itu, hal ini juga memberikan

prioritas pada strategi pencegahan penyakit dan peeningkatan

kesehatan. Falsafah yang melandasi keperawatan komunitas

mengacu pada falsafah atau paradigma keperawatan secara umum,

yaitu manusia merupakan titik sentral dari setiap upaya

pembangunan kesehatan yang menjunjung tinggi nilai-nilai

kemanusiaan. Bertolak dari pandangan ini, disusunlah paradigma

keperawatan komunitas yang terdiri atas empat komponen dasar,

yaitu: manusia, kesehatan, lingkungan, dan keperawatan.

f. Peran Keperawatan Komunitas

1) Pendidik (educator)

Perawat dapat memberikan informasi yang memungkinkan

klien membuat pilihan dan mempertahankan autonominya.

Perawat selalu mengkaji dan memotivasi belajar klien.

2) Advokat

Perawat memberikan pembelaan kepada klien yang tidak dapat

untuk dirinya.

3) Manajmen Khusus

memberikan pelayanan kesehatan yang bertujuan menyediakan

pelayanan kesehatan yang berkualitas, mengurangi

fregmentasi, serta meningkatkan kualitas hidup klien.


19

4) Kolaborator

Perawat komunitas juga harus bekerjasama dengan pelayanan

rumah sakit atau anggota tim kesehatan lain untuk mencapai

tahap kesehatan yang optimal.

5) Panutan (Role Model)

Perawat kesehatan komunitas seharusnya dapat menjadi

panutan bagi setiap individu, keluarga, dan masyarakat sesuai

dengan peran yang diharapkan. Perawat dituntut berperilaku

sehat jasmani dan rohani dalam kehidupan sehari-hari.

6) Peneliti

Penelitian dalam asuhan keperawatan dapat membantu

mengidentifikasi serta mengembangkan teori-teori

keperawatan yang merupakan dasar praktik keperawatan.

7) Pembaharu (Change Agent)

Perawat kesehatan masyarakat dapat berpean sebagai agen

pembaharu terhadap individu, keluarga, kelompok dan

masyarakat terutama dalam merubah perilaku dan pola hidup

yang erat kaitannya dengan peningkatan dan pemeliharaan

kesehatan (Mubarak, 2009).


20

3. Kebijakan Pembangunan Kesehatan Masyarakat Indonesia dan

Perkembangan Kesehatan Komunitas

WHO sebagai kesehatan dunia memperhatikan kesehaatan

komunitas sehingga menetapkan kebijakan publik sehat melalui

konferensi dunia. Deklasari al ma atha tahun 1978 mengadopsi healht for

all melalui pendekatan kesehatan primer. Tahun 1980 praktisi kesehatan

lebih menyoroti promosi kesehatan sehingga dilakukan konferensi kedua

di Otawa, ontario, Kadana, (Andesrson& Mcfarlane, 2000).

Konferensi di Otawa yang diselenggarakan tahun 1986 berfokus

pada kesehatan komunias, yang dikenal sebagai kebijakan publik yang

dikenal dengan Chart for health promotion. Dalam konferensi tersebut

disepakati sembilan persyaratan untuk sehat, yaitu: perdamaian,

perumahan, pendidikan, pangan, pendapatan, ekosistem, ketersedian

sumber, keadilan sosial, dan pemertaan. Dalam upaya menjalannya, di

identifikasi lima area kegiatan yang interdependen, sebagai berikut:

a. Membangun kebijakan publik sehat disemua sektor dan tingkat

b. Menciptakan lingkungan yang mendukung

c. Memperkuat pemberdayaan dalam mendoong sendiri dan memberi

dukungan sosial

d. Mengembangkan keterampilan sosial agar bertanggung jawab

terhadap kesehatan dirinya

e. Mengorientasikan kembali pelayanan kesehatan melalui promosi

kesehatan dan pencegahan rumah sakit


21

Konferensi dunia ketiga dilakukan adelayde, australia, tahun

1988 dengan tema kebijakan publik sehat. Konferensi ini

merekomondasikan pembangunan pemeratan kebutuhan dalam

kesehatan dan membangun kemitraan dengan pengusaha serikat

buruh organasasi non pemerintah dan berbagai lapisan masyarkat

(Anderson & McFarlane, 2000). Konferensi yang keempat yang

dilakukan di jakarta tahun 1997 menghasilkan jakarta deklaration ,

yang berisi 5 prioritas promosi kesehatan.

a. Peningkatan tanggung jawab sosial terhadap kesehatan.

b. Peningkatan investasi untuk pengembangan kesehatan

c. Konsolidasi dan perluasaan kemitraan untuk kesehatan.

d. Peningkatan kapasitas masyarakat dan pemberdayaan individu

e. Pengamanan infrastruktur dalam promosi kesehatan.

Praktik keperawatan komunitas di Indonesia memiliki

beberapa dasar hukum, yaitu: UU no. 23 tahun 1992 tentang

kesehatan, PP no. 32 tahun 1996, dan SK menkes no. 647 tahun

2000 tentang registrasi praktik keperawatan. Praktik keperawatan

merupakan tindakan mandiri perawat profesional melalui

kerjasama dengan tim kesehatan lain dalam memberikan asuhan

keperawatan sesuai lingkup wewenang dan tanggung jawabnya

(Mubarak, 2006 ).

Pusat kesehatan masyarakat sebagai bentuk pelayanan

komunitas memberikan program yang komprehensif dalam upaya


22

meningkatkan dan mempertahankan kesehatan, pendidikan dan

managemen serta koordinasi asuhan keperawatan dalam

komunitas. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan komunitas

dapat dilakukan pada :

a. Lingkungan sekolah atau kampus

Pelayanan keperawatan yang diselenggarakan meliputi :

pendidikan pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan dan

pendidikan seksual. Selain itu, perawat sekolah dapat

memberikan keperawatan pada kasus darurat, seperti ISPA

maupun infeksi virus, setelah itu dilakukan rujukan ke

pelayanan kesehatan .

b. Lingkungan kesehatan kerja

Perusahan besar memberikan pelayanan kesehatan bagi

pekerja di pusat kesehatan okupasi dalam gedung perusahaan.

Perawat mengembangkan program dengan tujuan:

1) Meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja dengan

mengurangi jumlah kejadian kerja.

2) Menurunkan resiko penyakit akibat kerja.

3) Mengurangi transmisi penyakit menular antara pekerja

4) Memberikan program penigkatan kesehatan, pencegahan

penyakit, dan pendidikan kesehatan.

5) Menginterfensi kasus-kasus akut non kedaruratan dan

memberikan pertolongan pertama pada kecelakaan.


23

c. Lembaga perawatan kesehatan di rumah.

Perawatan kesehatan rumah merupakan bentuk

pelayanan yang dilakukan dirumah. Lembaga ini memberkan

perawatan kesehatan dengan melakukan kunjungan rumah

atau saat ini di kenal dengan home care. (Mubarak, dkk,2006).

4. Konsep Desa Siaga

a. Pengertian Desa Siaga

Desa siaga merupakan salah satu bentuk reorientasi

pelayanan kesehatan dari sebelumnya bersifat sentralistik dan top

down menjadi lebih partisipatif dan bottom up. Berdasarkan

Keputusan Menteri Kesehatan Mentri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor 564/MENKES/SK/VI II/2006, tentang Pedoman

Pelaksanaan Pengembangan Desa Siaga, Desa Siaga merupakan

desa yang penduduknya memiliki kesiapan sumber daya dan

kemampuan serta kemauan untuk mencegah dan mengatasi

masalah-masalah kesehatan, bencana, dan kegawatdaruratan secara

mandiri. Desa siaga adalah suatu konsep peran serta dan

pemberdayaan masyarakat di tingkat desa, di sertai dengan

pengembangan kesiagaan dan kesiapan masyarakat untuk

memelihara kesehatannya secara mandiri.Desa yang dimaksud

disini dapat berarti kelurahan atau nagari atau istilah-istilah lain

bagi kesatuan masyarakat hokum yang memiliki batas-batas


24

wilayah, yang berwenang untuk mengatur dan mengurus

kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat

istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam system

pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Konsep desa

siaga adalah membangun suatu system disuatu desa yang

bertanggung jawab memelihara kesehatan masyarakat itu sendiri,

dibawah bimbingan dan interaksi dengan seorang bidan dan dua

orang kader desa. Disamping itu, juga dilibatkan berbagai pengurus

desa untuk mendorong peran serta masyarakat dalam program

kesehatan seperti imunisasi dan posyandu (Depkes, 2006).

Secara umum, tujuan pengembangan desa siaga adalah

terwujudnya masyarakat desa yang sehat, peduli dan tanggap

terhadap permasalahan kesehatan diwilayahnya. Selanjutnya,

secara khusus pengembangan desa siaga (Depkes, 2006) adalah:

1) Meningkatnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat desa

tentang pentingnya kesehatan.

2) Meningkatnya kewaspadaan dan kesiapsiagaan masyarakat

desa

3) Meningkatnya keluarga yang sadar gizi dan melaksanakan

perilaku hidup bersih dan sehat.

4) Meningkatnya kesehatan lingkungan didesa (Bappenas)

Suatu desa dikatakan menjadi desa siaga apabila memenuhi

criteria berikut (Depkes, 2006):


25

a) Memiliki satu orang tenaga bidan yang menetap didesa

tersebut dan sekurang-kurangnya dua orang kader desa.

b) Memiliki minimal satu bangunan pos kesehatan desa

(Poskesdes) beserta peralatan dan perlengkapannya.

Poskesdes tersebut dikembangkan oleh masyarakat yang

dikenal dengan istilah upaya kesehatan bersumberdaya

masyarakat (UKBM) yang melaksanakan kegiatan-kegiatan

minimal:

 Pengamatan epidemiologis penyakit menular dan

yang berpotensi menjadi kejadian luar biasa serta

faktor-faktor resikonya.

 Penanggulangan penyakit menular dan yang

berpotensi menjadi KLB serta kekurangan gizi.

 Kesiapsiagaan penanggulangan bencana dan

kegawatdaruratan kesehatan.

 Pelayanan kesehatan dasar, sesuai dengan

kompetensinya.

 Kegiatan pengembangan seperti promosi kesehatan,

kadarzi, PHBS, penyehatan lingkungan dan lain-lain.

b. Sasaran

Untuk mempermudah strategi intervensi, sasaran pengembangan

Desa Siaga dibedakan menjadi tiga:


26

1) Semua individu dan keluarga didesa, yang diharapkan mampu

melaksanakan hidup sehat, serta peduli dan tanggap terhadap

permasalahan kesehatan diwilayah desanya.

2) Pihak-pihak yang berpengaruh terhadap perubahan perilaku

individu dan keluarga atau dapat menciptakan iklim yang

kondusif bagi perubahan perilaku.

3) Pihak- pihak yang diharapkan member dukungan kebijakan,

peraturan perundang-undangan, dana, tenaga, sarana, dan lain-

lain, seperti kepala desa, camat, para pejabat terkait, swasta,

para donator dan pemangku kepentingan lain.

c. Langkah-Langkah Pengembangan

Pengembangan desa siaga dilaksanakan dengan membantu/

memfasilitasi masyarakat untuk menjalani proses pembelajaran

melalui siklus atau spriral pemecahan masalah yang terorganisasi

(pengorganisasian masyarakat) yaitu dengan meempuh tahap-tahap:

1) Mengidentifikasi masalah, penyebab masalah, dan sumberdaya

yang dapat dimanfaatkan untuk mengatasi masalah.

2) Mendiagnosis masalah dan merumuskan alternatife-alteratif

pemecahan masalah.

3) Menetapkan alternative pemecahan masalah yang layak,

merencanakan dan melaksanakannya.

4) Membantu, mengevaluasi dan membina kelestarian upaya-upaya

yang telah dilakuakan.


27

Secara garis besar langkah-langkah pokok yang perlu ditempuh

adalah sebagai berikut:

 Pengembangan Tim Petugas

Langkah ini merupakan awal kegiatan, sebelum kegiatan-

kegiatan lainnya dilaksanakan.Tujuan langkah ini adalah

mempersiapkan para petugas kesehatan yang berada

diwilayah puskesmas, baik petugas teknis maupun petugas

administrasi. Persiapan pada petugas ini bias berbentuk

sosialisasi, pertemuan atau pelatihan yang bersifat

konsolidasi, yang disesuaikan dengan kondisi setempat.

Kelurahan (output) dan langkah ini adalah para petugas

yang memahami tugas dan fungsinya, serta siap

bekerjasama dalam satu tim untuk melakukan pendekatan

kepada pemangku kepentingan masyarakat.

 Pengembangan Tim Dimasyarakat

Tujuan langkah ini adalah untuk mempersiapkan para

petugas, tokoh masyarakat, serta masyarakat, agar mereka

tau dan mau bekerja sama dalam satu tim untuk

mengembangkan desa siaga. Dalam langkah ini termasuk

kegiatan advokasi kepada para penentu kebijakan, agar

mereka mau memberikan dukungan, baik berupa kebijakan

atau anjuran, serta restu, maupun dana atau sumberdana

yang lain, sehingga pembangunan desa siaga dapat berjalan


28

dengan lancar. Sedangkan pendekatan kepada tokoh-tokoh

masyarakat bertujuan agar mereka memahami dan

mendukung, khususnya dalam membentuk opini publik

guna menciptakan iklim yang kondusif bagi pengembangan

desa siaga. Jadi dukungan yang diharapkan dapat berupa

dukungan moral, financial, atau dukungan material, sesuai

dengan persetujuan masyarakat dalam rangka

pengembangan Desa Siaga. Jika di daerah tersebut telah

terbentuk wadah-wadah kegiatan masyarakat seperti Konsil

Kesehatan Kecamatan atau Badan Penyantun Puskesmas,

Lembaga Pemberdayaan Desa, PKK, serta organisasi

kemasyarakatan lainnya, hendaknya lembaga ini

diikutsertakan dalam setiap pertemuan dan kesepakatan.

 Survey Mawas Diri (SMD) atau Telaah Mawas Diri (TMD)

Community Self Survey (CSS) bertujuan agar pembuka-

pembuka masyarakat mampu melakukan telaah mawas diri

untuk desanya. Survey ini harus dilakukan oleh pembuka-

pembuka masyarakat setempat dengan bimbingan tenaga

kesehatan. Dengan demikian, mereka menjadi sadar akan

permasalahan yang dihadapi didesanya, serta bangkit niat

dan tekad untuk mencari solusinya termasuk membangun

Poskesdes sebagai upaya mendekatkan pelayanan

kesehatan dasar kepada masyarakat desa. Untuk itu,


29

sebelumnya perlu dilakukan pemilihan dan pembekalan

keterampilanbagi merka. Keluaran atau output dan SDM ini

berupa identifikasi masalah-masalah kesehatan serta daftar

potensi di desa yang dapat di dayagunakan dalam

mengatasi masalah-masalah kesehatan tersebut, termasuk

dalam rangka membangun poskesdes.

 Musyawarah Masyarakat Desa (MMD)

Tujuan penyelenggaraan musyawarah masyarakat desa

(MMD) ini adalah mencari alternative penyelesaian

masalah kesehatan dan upaya membangun Poskesdes,

dikaitkan dengan potensi yang dimiliki desa.Di samping

itu, juga untuk menyusun rencana jangka panjang

pengembangan desa siaga, inisiatif penyelenggaraan

musyawarah sebaiknya berasal dari tokoh masyarakat yang

telah disepakati penduduk pengembangan Desa

Siaga.Inisiatif penyelenggaraan musyawarah sebaiknya

berasal dari tokoh masyarakat yang telah sepakat

mendukung pengembangan desa siaga.Peserta musyawarah

adalah tokoh-tokoh masyarakat, termasuk tokoh-tokoh

perempuan dan generasi muda setempat.Bahkan sedapat

mungkin dilibatkan pula kalangan dunia usaha yang mau

mendukung pengembangan Desa Siaga dan kelestariannya

(untuk itu diperlukan advokasi).


30

Data serta temuan lain yang diperoleh pada saat

SMD disajikan, utamanya adalah daftar masalah kesehatan,

data potensial, serta harapan masyarakat. hasil pendataan

tersebut dimusyawarahkan untuk penentuan prioritas,

dukungan dan kotribusi apa yang dapat disumbangka oleh

masig-masing individu / institusi yang diwakilinya, serta

langkah-langkah solusi untuk pembangunan Poskesdes dan

pengembangan masing-masing Desa Siaga.

 Pelaksanaan Kegiatan

Secara operasioanal pembentukan Desa Siaga dilakukan

dengan kegiatan sebagai berikut:

a) Pemilihan pengurus dan kader Desa Siaga dilakukan

melalui pertemuan khusus para pemimpin formal desa

dan tokoh masyarakat serta beberapa wakil

masyarakat. pemilihan dilakukan secara musyawarah

dan mufakat sesuai dengan tatacara dan kriteria yang

berlaku, dengan difasilitasi oleh puskesmas.

b) Orientasi, pelatihan kader desa siaga.

Sebelum melaksanakan tugasnya, kepada pengelola

dan kader desa yang telah ditetapkan perlu diberikan

orientasi atau pelatihan. Orientasi atau pelatihan

dilaksanakan oleh dinas kesehatan kabupaten atau

kota sesuai dengan pedoman orientasi atau pelatihan


31

yang berlaku. Materi orientasi atau pelatihan

mencakup kegiatan yang akan dilaksanakan di desa

dalam rangka pengembangan desa siaga (sebagaimana

telah dirumuskan dalam rencana operasional), yaitu

meliputi pengelolaan desa siaga secara umum,

pembanguna dan pengelolaan Poskesdes,

pengembangan dan pengembangan UKBM lain, serta

hal-hal penting terkait seperti kehamilan dan

persalianan sehat, siap antar jaga, keluarga sadar gizi,

posyandu, kesehatan lingkungan, pencegahan

penyakit menular, penyediaan air bersih dan

penyehatan lingkungan pemukiman,

kegawatdaruratan sehari-hari kesiap siagaan rencana,

kejadian luar biasa, warung obat desa, dversifikasi

pertanian tanaman pangan dan pemanfaatan

pekarangan melalui tanaman obat keluarga atau toga,

kegiatan surveilance, PHS dan lain-lain.

c) Pengembangan poskesdes dan UKBM lain

Dalam hal ini, pembangunan poskesdes bisa

dikembangkan dari polindes yang sudah ada. Apabila

tidak ada polindes maka perlu dibahas dan

dicantumkan dalam rencana kerja tentang alternatif

lain pembangunan poskesdes. Dengan demikian


32

diketahui bagaimana poskesdes tersebut akan

diadakan, membangun baru dengan fasilitas dari

pemerintah, membnagun baru dengan bantuan dari

donator, membangun baru dengan swadaya

masyarakat, atau memodifikasi bangunan lain yang

ada. Bila poskesdes sudah berhasil diselenggarakan,

kegiatan di lanjutkan dengan membentuk UKBM

UKBM yang di perlukan dan belum ada didesa yang

bersangkutan, atau merevitalisasi yang sudah ada

tetapi kurang atau tidak aktif.

d) Penyelenggaraan kegiatan desa siaga

Dengan adanya poskesdes, maka desa yang

bersangkutan telah dapat ditetapakan sebagai desa

siaga. Setelah desa siaga resmi dibentuk, dilanjutkan

dengan pelaksanaan poskesdes secara rutin, yaitu

pengembangan sistem surveilens berbasis masyarakat,

pengembangan kesiapsiagaan dan penanggulangan

kegawatdaruratan dan bencana, pemberantasan

penyakit menular dan penyakit yang berpotensi

menimbulkan KLB, penggalangan dana,

pemberdayaan masyarakat menuju KADARZI dan

PHBS, penyehatan lingkungan serta pelayanan

kesehatan dasar (bila diperlukan) selainitu,


33

diselenggarakan pula pelayanan UKBM UKBM lain

seperti posyandu dan lain – lain dengan berpedoman

kepada panduan yang berlaku. Secara berkala

kegiatan desa siaga dibimbing dan di pantau oleh

puskesmas yang hasilnya di pakai sebagai masukan

untuk perencanaan dan pengembangan desa siaga

selanjutnya secara lintas sektoral.

e) Pembinaan dan peningkatan

Mengingat permasalahan kesehatan sangat di

pengaruhi oleh kinerja sektor lain, serta adanya

keterbatasan sumber daya, maka untuk memajukan

desa siaga perlu adanya pengembangan jejaring kerja

sama dengan berbagai pihak. Perwujudan dan

pengembangan jejarng desa siaga dapat dilakukan

dengan temu jejaring UKBM secara internal di dalam

desa sendri atau temu jejaring antar desa siaga

(minimal sekali dalam setahun ). Upaya ini selain

untuk memantapkan kerja sama,juga di harapkan

dapat menyediakan wahana tukar menukar

pengalaman dan memecahkan masalah-masalah yang

diahadapi bersama. Yang juga tidak kalah pentingnya

adalah pembinaan jejaring lintas sektor, khusunya


34

dengan program program pembangunan yang

bersasaran desa.

Salah satu kunci keberhasilan dan pelestarian

desa siaga adalah keaktifan para kader. Oleh karea itu,

dalam rangka pembinaan perlu di kembangkan upaya

upaya untuk memenuhi kebutuhan para kader agar

tidak drop out. Kader kader yang memiliki motivasi

memuaskan kebutuhan sosial psikologinya harus

diberi kesempatan seluas-luasnya untuk

memngembangkan kreativitasnya.Sedangkan kader-

kader yang masih di bebani dengan pemenuhan

kebutuhan dasarnya, harus dibantu untuk memperoleh

pendapatan tambahan, misalnya dengan pemberian

gaji atau intensif atau difasilitasi agar dapat

berwirausaha.Untuk dapat melihat perkembangan

desa siaga, perlu dilakukan pemantauan dan evaluasi.

Berkaitan dengan itu kegiatan kegiatan di desa siaga

perlu di catat oleh kader, misalnya dalam buku

register UKBM (contohnya kegiatan posyandu dicatat

dalam buku register buku dan anak tingkat desa atau

RIAU dalam sistem informasi posyandu. Adapun

peran jajaran kesehatan antara lain :


35

1) Peran Puskesmas

Dalam rangka pengembangan desa siaga, puskesmas

merupakan ujung tombak dan bertugas ganda yaitu

sebagai penyelengaraan POONED dan penggerak

masyarakat desa. Namun demikian, dalam

menggerakan masyarakat desa, puskesmas akan dibantu

oleh tenaga fasilitator dari dinas kesehatan kabupaten0

kota yang telah dilatih. Adapun peran puskesmas

addalah sebagai berikut:

a) Menyelenggarakan pelayanan kesehatan dasar ,

termasuk pelayanan obsetrick dan neonatal

emergency dasar (PONED).

b) Mengembangkan komitmen dan kerjasama tim

tingkat kecamatan dan desa dalam rangka

pengembangan desa siaga.

c) Memfasilitasi pengembangan desa siaga dan

poskesdes.

d) Melakukan monitoring evaluasi dan pembinaan

desa siaga.

2) Peran Rumah Sakit

Rumah sakit memegang peran penting sebagai

sarana rujukan dan pembinaan teknis pelayanan medik.

Oleh karena itu, dalam hal ini peran rumah sakit adalah:
36

 Menyelenggarakan pelayanan rujukan, termasuk

obstertrik dan neonatal emergency komperehensif

dan ( PONED ).

 Melaksanakan bimbingan teknis medik, dalam

rangka pengembangan kesiapsiagaan dan

penanggulangan kedaruratan dan bencana di desa

siaga.

 Menyelengarakan promosi kesehatan di rumah sakit

dalam rangka pengembangan kesiapsiagaan dan

penanggulangan kedaruratan dan bencana.

3) Peran Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota

Sebagai pembina puskesmas dan rumah sakit, peran

dinas kesehatan kabupaten/ kota meliputi :

 Mengembangkan komitmen dan kerja sama tim di

tingkat kabupaten / kota dalam rangka

pengembangan desa siaga.

 Merevitalisasi puskesmas dan jaringan nya sehingga

mampu menyelenggrakan pelayanan kesehatan dasar

dengan baik, termasuk PONED, dan pemberdayaan

masyarakat.

 Merevitilisasi rumah sakit sehingga mampu

menyelenggearakanpelayanan rujukan dengan baik,


37

termasuk PONEK, dan promosi kesehatan di Rumah

Sakit.

 Merekrut/ menyediakan calon-calon fasilitator untuk

dilatih menjadi fasilitator pengembangan desa siaga.

 Menyelenggarakan pelatihan bagi petugas kesehatan

dan kader.

 Melakukan advokasi ke berbagai pihak (pemangku

kepentingan) tingkat kabupaten/kota dalam rangka

pengembangan desa siaga.

 Bersama puskesmas melakukan pemantauan,

evaluasi dan bimbingan teknis terhadap desa siaga.

 Menyediakan anggaran dan sumber daya lain bagi

kelestarian desa siaga.

4) Peran Dinas Kesehatan Provinsi

Sebagai penyelia dan pembina rumah sakit dan dinas

kesehatan kabupaten / kota, dinas kesehatan provinsi

berperan:

 Mengembangkan komitmen dan kerjasama tim di

tingkat provinsi dalam rangka pengembangan desa

siaga.

 Membantu dinas kesehatan kabupaten/ kota

mengembangkan kemapuan melalui pelatihan-pelatihan

teknis, dan cara-cara lain.


38

 Membantu dinas kesehatan kabupaten / kota

mengembangkan kemampuan puskesmas dan rumah

sakit di bidang konseling, kunjungan rumah, dan

pengorganisasian masyarakat serta promosi kesehatan,

dalam rangka pengembangan desa siaga.\

 Menyelenggarakan pelatihan fasilitator pengembangan

desa siaga dengan metode kala karya (interrupted

trainning ).

 Melakukan advokasi keberbagai pihak ( pemangku

kepentingan ) tingkat provinsi dalam rangka

pengemabngan desa siaga.

 Bersama dinas kesehatan kabupaten/ kota melakukan

pemantauan, evaluasi dan pembimbingan teknis

terhadap desa siaga.

 Menyediakan anggaran dan sumber daya lain bagi

kelestarian desa siaga.

5) Peran Departemen Kesehatan

Sebagai aparatur tingkat pusat, departemen kesehatan

berperan dalam :

 Menyusun konsep dan pedoman pengembangan desa

siaga, serta mensosialisasikan dan mengadvokasikan

nya.
39

 Memfasilitasi ndan revitalisasi dinas kesehatan,

puskesmas, rumah sakit, serta posyandu serta

UKBM-UKBM lain.

 Memfasilitasi pembangunan POSKESDES dan

pengembangan desa siaga.

 Memfasilitasi pengembangan sistem surveilans,

sistem informasi/ pelaporan serta sistem

kesiapsiaagaan dan penaggulangan kedaruratan

bencana berbasis kemasyarakatan.

 Memfasilitasi ketersediaan tenaga kesehatan untuk

tingkat desa.

 Menyenggarakan pelatihan bagi pelatih ( TOT ).

 Menyediakan dana dan dukungan dan sumber daya

lain.

 Menyelenggarakan pemantauan dan evaluasi.

e. indikator keberhasilan

indikator keberhasilan pengembangan desa siaga

dapat di ukur dari tempat kelompok indikator, yaitu :

input, proses, output, dan outcome ( Depkes, 2009 ).

1) Indikator Input

a) Jumlah kader desa siaga.

b) Jumlah tenaga kesehatan di Poskesdes.

c) Tersedianya sarana ( obat dan alat) sederhana.


40

d) Tersedianya tempat pelayanan seperti

posyandu.

e) Tersedianya dana operasional desa siaga.

f) Tersedinya data atau / catatan jumlah kk dan

jumlah keluargnya.

g) Tersedianya pemetaan keluarga lengkap

dengan masalah kesehatanyang dijumpai

dalam warna yang sesuai.

h) Tersedianya data/ catatan ( jumlah bayi di

imunisasi, jumlah penderita kurang, jumlah

penderita tb, malaria dll).

2) Indikator proses

a) Frekuensi pertemuan forum masyarakat desa

(bulanan, dua bulanan dan sebagainya ).

b) Berfungsi / tidaknya kader desa siaga.

c) Berfungsi/ tidaknya poskesdes.

d) Berfungsi / tidaknya UKBM/ Posyandu yang

ada.

e) Berfungsi / tidaknya sistem penanggulangan

penyakit / masalah kesehatan berbasis

masyarakat.

f) Ada / tidaknya kegiatan kunjungan rumah

untuk kadarzi dan PHBS.


41

g) Ada / tidaknya kegiatan rujukan penderita ke

poskesdes dari masyarakat.

3) Indikator Output

a) Jumlah persalinan dalam keluarga yang di

layani.

b) Jumlah kunjungan neonatus ( KN2).

c) Jumlah BBLR yang di rujuk.

d) Jumlah bayi dan anak balita BB tidak naik di

tangani.

e) Jumlah balita Gakin umur 6-24 bulan yang

mendapatkan M P-ASI.

f) Jumlah balita yang mendapatkan imunisasi.

g) Jumlah pelayanan gawat darurat dan KLB

dalam tempo 24 jam.

h) Jumlah keluarga yang punya jamban.

i) Jumlah keluarga yang dibina sadar gizi.

j) Jumlah keluarga menggunakan garam

berzodium.

k) Adanya data kesehatan lingkungan.

l) Jumlah kasus kesakitan dan kematian akibat

penyakit menular tertentu yang menjadi

masalah setempat.
42

m) Adanya peningkatan kualitas UKBM yang

dibina.

4) Indikator Outcome

a) Meningkatkan jumlah penduduk yang sembuh/

membaik dari sakitnya.

b) Bertambah nya jumlah penduduk yang

melaksanakan PHBS.

c) Berkurangnya jumlah ibu melahirkan yang

meninggal dunia.

d) Berkurangnya jumlah balita dengan gizi buruk.

B. Asuhan Keperawatan komunitas

Asuhan keperawatan komunitas merupakan suatu bentuk praktek

keperawatan profesional yang sistematiis dan koprehensif yang berfokus pada

individu, keluarga, kelompok dan komunitas. Secara keseluruhan melalui

pendekatan proses keperawatan mulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan,

perencanaan keperawatan, omplementasi dan evaluasi keperawatan. Model

keperawatan komunitas disusun berdasarkan pada teori yang berkaitan

dengan kesehatan masyarakat. Beberapa model yang berkembang dalam

keperawatan komunitas yaitu: model adaptasi roy, model save care orem, dan

model heatlh care system nueman (Zulfitri & Sabrian, 2009). Dibawah ini

akan dijelaskan tahapan proses asuhan keperawatan komunitas menurut

model Neuman:
43

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahapan awal dan utama dalam proses asuhan

keperawatan komunitas. Pengkajian merpakan suatu proses berfikir kritis

terhadap kondisi keperawatan komunitas. Berikut ini akan dipaparkan

beberapa metode pengumpulan data komunikasi:

a. Windshield/ walking survey

Proses pengumpulan data dan informasi dengan menggunakan indera

mengenai kekuatan dan kelemahan komunitas. Metode ini dilakukan

dengan melihat gambaran wilayah dengan cara mengelilingi seluruh

lingkungan komunitas.

b. Obsevasi

Kegiatan pengumpulan data dengan melakukan observasi atau

pengamatan langsung tentang kehidupan suatu komunitas, sehingga

dapat mengetahui status kesehatan masyarakat lebih dalam lagi.

c. Wawancara

Metode ini dilakukan pada orang yang memiliki informasi khusus,

seperti puskesmas, kelurahan, dan kelompok kesehatan yang ada di

daerah tersebut.Wawancara dilakukan secara mendalam untuk

mendapatkan seluruh informasi yang dibutuhkan.

d. Survey

Metode survey dilakukan dengan menyebarkan kuisioner sehingga

data status kesehatan dapat terkumpul dengan lengkap.


44

e. Focus Group Discussion (FGD)

Suatu metode pengmpulan data informasi yang sistemastis terhadap

suatu masalah, issue, program dari suatu kelompok masyarakat,

dimana merupakan kelompok kecil yang akan mendiskusikan satu

masalah. Kelompok bersifat homogen dan yag rdiri dari 6-10 orang.

f. Literatur Review

Mengumpulkan data dari berbagai literatur kepustakaan

g. Data sekunder

Mengumpulkan data berdasarkan hasil pencatatan atau pelaporan yang

dilakukan oleh suatu instan tertentu.

Tahapan kegiatan yang dilakukan pada proses pengkajian adalah:

1) Mengumpulkan data dengan menggunakan berbagai metode

pengumpulan data

2) Pengolahan data, dimulai dari mengklarifikasi data, perhitungan

persentasi, dan tabulasi data dalam berbagai bentuk diagran atau

grafik

3) Menginterfrestasikan data atau menterjemahkan data sehingga

dapat mengambarkan masalah esehatan msayrakat dan kekuatan

atau kelemahan masyarakat

4) Menganalisa data yang telah diola sehingga dapat

mengidentifikasikan atau merumuskan diagnosa keperawatan

komunitas.
45

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan merupakan hipotesis tau pernyataan

terhadap hasil akhir dari analisis dan sintesis data serta informasi yang

telah dikumpulkan mengenai komunitas (Ervin, 2002).Diagnosa

keperawatan komunitas terdiri dari tiga bagian, yaitu gambaran masalah

yang merupakan respon atau kondisi masyarakat, faktor penyebab yang

berhubungan dengan masalah, serta tanda dan gejala yang mendukung

(Anderson & McFarlane, 2000).

Stanhope dan lancaster (2004) menjelaskan terdapat tiga

komponen format diagnosa keperawatan komunitas :

a. Risk of, masalah keperawatan sfesifik atau resiko masalah kesehatan di

komunitas

b. Among, komunitas atau klien sfesifik yang akan di intervensi oleh

perawat komunitas

c. Related to, yaitu gambaran krakteristik komunitas, meliputi motivasi,

pengetahuan , keterampilan, serta faktor lingkungan. Karakteristik

lingkungan meliputi budaya, fisik, psikososial dan politik

Jenis diagnosa keperatawan:

1) Sehat atau wellness atau ptensial

Komunitas mempunyai potensi untuk di tingkatkan, belum ada

data maladaptif atau paparan masalah kesehatan.


46

2) Ancaman resiko

Belum terdapat pemaparan masalah kesehatan, namun sudah

ditemukan beberapa data maladaptif yang memungkinkan

timbulnya masalah atau gangguan

3) Nyata atau aktual

Gangguan atau ,masalah kesehatan sudah timbul didukung dengan

beberapa data maladaptif.

3. Perencanaan

Perencanaan erupakan komponen kunci dalam praktik keperawatan

komunitas, dimana dalam perencanaan terdapat suatu hubungan vital

antara pengkajian dan diagnosa keperawatan disatu sisi dan evaluasi disisi

lain (Ervin, 2000). Tiga tahap kegiatan dalam proses perencanaan :

a. Menentukan prioritas masalah atau diagnosa keperawatan komunitas:

Menurut Stanhope dan Lancaster (2004). Terdapat enam keteria dalam

menentukan prioritas masalah keperawatan, masing- masing kriteria

diberikan skor 1-10 kriteria tersebut adalah :

1) Kesadaran komunitas terhadap masalah

2) Motivasi komunitas dalam menyelesaikan masalah atau pengelola

masalah dengan baik

3) Kemampuan perawat untuk mempengaruhi atau memberikan solusi

penyelesaian masalah

4) Keparahan atau keseriusan masalah yang dihasilkan jika tidak di

selesaikan
47

5) Kecepatan masalah dapat diselesaikan

b. Menetapkan tujuan dan kriteria evaluasi

c. Tujuan alam tindakan keperawatan terdiri dari tujuan umum dan tujuan

khusus.

Tujuan umum atau jangka panjang merupakan tujuan akhir yang

akan dicapai setelah tindakan keperawatan komunitas diselesaikan,

dimana mengacu pada penyelesaian masalah (problem). Tujuan khusus

atau jangka pendek merupakan tujuan tindakan keperawatan yang

mengacu pada penyelesaian etiologi.

Kriteria evaluasi adalah acuan atau kriteria dari tingkat

pencapaian tujuan atau hasil yang diharapkan.Kriteria merupakan

respon masyarakat yang diharapkan sebagai acuan tercapainnya suatu

tujuan (kognitif, afektif, psikomotor). Standar adalah target minimal

tingkat pencapaian tujuan, sebagai penentu tingkat keberhasilan

intervensi yang dilakukan.

d. Menetapkan intervensi atau perencanaan keperawatan komunitas

Intervensi dirancang berdasarkan tiga tingkat pencegahan dan

direncanakan untuk memperkuat garis pertahanan. Pencegahan primer

digunakan untuk memperkuat garis pertahanan fleksibel, pencegahan

sekunder untuk memperkuat garis pertahanan normal, dan pencegahan

tersier untuk memperkuat garis pertahanan resisten ( Anderson&

McFarlane, 2000). Strategi intervens keperawatan komunitas adalah

pendidikan kesehatan, proses kelompok, kemitraan ( Lintas program


48

dan sektoral), dan pemberdayaan masyarakat ( Stanhope & Lancaster,

2000 ).

Strategi intervensi keperawatan komunitas dalam bentuk

kerjasama ( parthnersip ) adalah suatu bentuk kerjasama secara aktif

antara perawat komunitas, masyarakat, maupun lintas program dan

sektor terkait dalam mengambil suatu keputusan dalam upaya

penyelesaian masalah yang ditemukan dimasyarakat. Bentuk kegiatan

yang dilakukan adalah melalui kegiatan kolaborasi dan negosiasi.

Strategi intervensi keperawatan komunitas dalam bentuk proses

kelompok adalah suatu bentuk intervensi keperawtan komunitas yang

dilakukan bersama-sama dengan masyarakat melalui pembentukan

kelompok atau support sosial yang lainnya sesuai dengan keburuhan

dan kondisi yang ada di komunitas. Pembentukan kelompok di

masyarakat mengambarkan adanya minat dan kebutuhan baik secara

kelompok maupun individu serta menunjukkan adanya hubungan

antara klien dengan sisitem sosial di masyarakat. Strategi intervensi

keperawatan komunitas dalam bentuk pendidikan kesehatan

merupakan suatu kegiatan dalam rangka upaya promotif dan preventif

dengan cara melakukan penyebaran informasi dan peningkatan

motivasi masyarakat untuk berprilaku hidup sehat ( Stanhope&

Lancaster, 2010).

Strategi intervensi lainnya dalam keperawatan komunitas adalah

kegiatan pemberdayaan masyarakat (Empowerment), yaitu suatu


49

kegiatan keperawatan komunitas melalui pelibatan masyarakat secara

aktif dalam rangka penyelesaian masalah yang ditemukan di

masyarakat.Masyarakat bukanlah sebagai objek melainkan sebagai

subjek dalam rangka menyelesaikan suatu masalah tertentu.

4. Implementasi

Implementasi merupakan betuk tindakan keperawatan yang

dilakukan berdasarkan intervensi atau rencana yang telah disusun

sebekumnya. Dalam mengimplementasi, seorang perawat sebagai agen

perubah harus mempelihatkan kemampuan berkomunikasi baik secara

verbal maupun tulisan, mempunyai gaya kepemimpinan yang visioner dan

keterampilan mengelola komplik. Implementasi dapat berhasil dengan

baik apabila ada keterlibatan dari tokoh masayarakat dan dukungan dari

media (Ervin, 2002).

5. Evaluasi

Evaluasi merupakan suatu pengukuran terhadap keberhasilan

asuahan keperawatan yang diberikan. Evaluasi juga dapat berupa umpan

balik dari komunitas terhadap intervensi keperawatan komunitas

(Anderson& Mc. Farlane, 2000) menurut Ervin (2002) evaluasi

merupakan ukuran inforamasi yang sistematik mengenai aktivitas,

karakteristik, dan hasil akhir dari suatu program.

Anda mungkin juga menyukai