Keutamaan Shalat Tarawih

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 4

Pertama, akan mendapatkan ampunan dosa yang telah lalu.

Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫غف َِر لَهُ َما تَقَد ََّم مِ ْن ذَ ْن ِب ِه‬


ُ ‫سابًا‬
َ ‫ضانَ ِإي َمانًا َواحْ ِت‬ َ َ‫َم ْن ق‬
َ ‫ام َر َم‬

“Barangsiapa melakukan qiyam Ramadhan karena iman dan mencari pahala, maka
dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari no. 37 dan Muslim no.
759). Yang dimaksud qiyam Ramadhan adalah shalat tarawih sebagaimana yang
dituturkan oleh An Nawawi.[5] Hadits ini memberitahukan bahwa shalat tarawih
bisa menggugurkan dosa dengan syarat karena iman yaitu membenarkan pahala
yang dijanjikan oleh Allah dan mencari pahala dari Allah, bukan karena riya’ atau
alasan lainnya.[6]

Yang dimaksud “pengampunan dosa” dalam hadits ini adalah bisa mencakup dosa
besar dan dosa kecil berdasarkan tekstual hadits, sebagaimana ditegaskan oleh
Ibnul Mundzir. Namun An Nawawi mengatakan bahwa yang dimaksudkan
pengampunan dosa di sini adalah khusus untuk dosa kecil.[7]

Kedua, shalat tarawih bersama imam seperti shalat semalam penuh.

Dari Abu Dzar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengumpulkan keluarga
dan para sahabatnya. Lalu beliau bersabda,

ً‫ِب لَهُ قِيَا ُم لَ ْيلَة‬


َ ‫ف ُكت‬ َ ‫اإل َم ِام َحتَّى يَ ْن‬
َ ‫ص ِر‬ َ َ‫ِإنَّهُ َم ْن ق‬
ِ ‫ام َم َع‬

“Siapa yang shalat bersama imam sampai ia selesai, maka ditulis untuknya pahala
qiyam satu malam penuh.”[8] Hal ini sekaligus merupakan anjuran agar kaum
muslimin mengerjakan shalat tarawih secara berjama’ah dan mengikuti imam
hingga selesai.

Pahala shalat semalam suntuk bisa jadi diperoleh dengan mengerjakan shalat Isya
dan Shubuh secara berjama’ah. Inilah makna yang diisyaratkan oleh dalam Tuhfah
Al-Ahwadzi (3: 612) oleh Muhammad Abdurrahman Al-Mubarakfuri. Pemahaman
tersebut didukung dari dalil berikut.

Dari ‘Utsman bin ‘Affan radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa


sallam bersabda,

َ ‫صلَّى ْال ِعشَا َء َو ْالفَجْ َر فِى َج َما‬


‫ع ٍة َكانَ لَه ُ َك ِق َي ِام لَ ْيلَ ٍة‬ َ ‫ش ِهدَ ْال ِعشَا َء فِى َج َما‬
َ ‫ع ٍة َكانَ لَهُ قِيَا ُم نِصْفِ لَ ْيلَ ٍة َو َم ْن‬ َ ‫َم ْن‬

“Siapa yang menghadiri shalat ‘Isya berjamaah, maka baginya pahala shalat
separuh malam. Siapa yang melaksanakan shalat ‘Isya dan Shubuh berjamaah,
maka baginya pahala shalat semalam penuh.” (HR. Muslim no. 656 dan Tirmidzi no.
221).

Dan memang dua shalat ini paling berat bagi orang munafik.

dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda,

ً ‫ْح ألَت َْو ُه َما َولَ ْو َحب َْوا‬ ُّ ‫َولَ ْو يَ ْعلَ ُمونَ َما في العَت َ َم ِة َوال‬
ِ ‫صب‬

“Seandainya mereka mengetahui keutamaan yang ada pada shala Isya’ dan shalat
Shubuh, tentu mereka akan mendatanginya sambil merangkak.” (HR. Bukhari no.
615 dan Muslim no. 437)
Puasa adalah ibadah yang istimewa karena memiliki banyak keutamaan. Di antara
keistimewaannya yaitu puasa merupakan perisai bagi seorang muslim. Dalam sebuah hadits,
Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ٌ‫الصيَا ُم ُجنَّة‬
ِّ

“Puasa adalah perisai” (H.R. Bukhari dan Muslim).

Puasa sebagai Perisai di Dunia dan Akhirat

Yang dimaksud puasa sebagai (ٌ‫( ) ُج َّنة‬perisai) adalah puasa akan menjadi pelindung yang
akan melindungi bagi pelakunya di dunia dan juga di akhirat.

 Adapun di dunia maka akan menjadi pelindung yang akan menghalanginya untuk
mengikuti godaan syahwat yang terlarang di saat puasa. Oleh karena itu tidak boleh
bagi orang yang berpuasa untuk membalas orang yang menganiaya dirinya dengan
balasan serupa, sehingga jika ada yang mencela ataupun menghina dirinya maka
hendaklah dia mengatakan, “Aku sedang berpuasa.”
 Adapun di akhirat maka puasa menjadi perisai dari api neraka, yang akan melindungi
dan menghalangi dirinya dari api neraka pada hari kiamat (Lihat Syarh Arba’in An-
Nawawiyyah, Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah).

Puasa Merupakan Perisai dari Siksa Neraka

Bersabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

‫س ْب ِعيْنَ خ َِر ْيفًا‬


َ ‫ار‬ َ ُ ‫َّللاُ بَذَلِكَ َوجْ َهه‬
ِ ‫ع ِن النه‬ َ ‫َّللا إِالهبَا‬
‫ع َد ه‬ ِ ‫سبِ ْي ِل ه‬
َ ‫ص ْو ُم يَ ْو ًما فِي‬ َ ‫فًا َما مِ ْن‬
ُ َ‫ع ْب ٍد ي‬

“Tidaklah seorang hamba yang puasa di jalan Allah kecuali akan Allah jauhkan dia (karena
puasanya) dari neraka sejauh tujuh puluh musim”

Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam juga bersabda,

ِّ َّ‫الص َيا ُم ُجنَّةٌ َي ْست َِّج ُّن ِّب َها ْال َع ْب ُد مِّ نَ الن‬
‫ َوه َُو ل‬،‫ار‬ َ ‫ي َوأَنَا أَجْ ِّزي ِّبهٌِِّقَا َل َر ُّبنَا‬
ِّ : ‫ع َّز َو َج َّل‬

“Rabb kita ‘azza wa jalla berfirman, Puasa adalah perisai, yang dengannya seorang hamba
membentengi diri dari api neraka, dan puasa itu untuk-Ku, Aku-lah yang akan membalasnya”
(H.R. Ahmad, shahih).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,

ِّ ‫الصيَا ُم ُجنَّةٌ يَ ْست َِّج ُّن بِّ َها ْال َع ْب ُد مِّ نَ ال َّن‬
‫ار‬ ِّ ‫إِّ َّن َما‬

”Puasa adalah perisai yang dapat melindungi seorang hamba dari siksa neraka” (H.R. Ahmad,
shahih).

Penjelasan akan hal itu adalah sabda Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam,

َ ‫سا َّبهُ أ َ َحدٌ أ َ ْو قَاتَلَهُ فَ ْل َيقُ ْل ِإنِي ا ْم ُر ٌؤ‬


‫صائِم‬ ْ ‫ث َو ََل َي‬
َ ‫صخَبْ فَإ ِ ْن‬ َ ‫الص َيا ُم ُجنَّةٌ َو ِإذَا َكانَ َي ْو ُم‬
ْ ُ‫ص ْو ِم أ َ َح ِد ُك ْم فَ ََل َي ْرف‬ ِ ‫َو‬
“Puasa adalah perisai, jika salah seorang dari kalian sedang berpuasa janganlah berkata keji
dan berteriak-teriak, jika ada orang yang mencercanya atau memeranginya, maka ucapkanlah,
‘Aku sedang berpuasa” (HR. Bukhari dan Muslim).
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

ِ ‫الصيَا ُم ُجنهة ٌ يَ ْست َِج ُّن بِ َها ْالعَ ْب ْد مِنَ ال هن‬


‫ار‬ ِ

“Puasa adalah perisai, seorang hamba berperisai dengannya dari api neraka” [Hadits Riwayat
Ahmad 3/241, 3/296 dari Jabir, Ahmad 4/22 dan Utsman bin Abil ‘Ash. Ini adalah hadits yang
shahih]

Dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

‫س َماءِ َو ْاْل ْرض‬


‫ار َخ ْن َدقًا َك َما بَيْنَ ال ه‬
ِ ‫َّللاُ بَ ْينَهُ َوبَيْنَ النه‬
‫َّللاِ َجعَ َل ه‬
‫سبِ ْي ِل ه‬
َ ‫ام يَ ْو ًما فِ ْي‬
َ ‫ص‬َ ‫ض َم ْن‬

“Barangsiapa yang berpuasa sehari di jalan Allah maka di antara dia dan neraka ada parit yang
luasnya seperti antara langit dengan bumi
Siapa yang tidak bergembira mendapatkan ampunan dari setiap dosa ? Karena sungguh setiap
kita tidaklah berjalan di atas muka bumi ini kecuali dengan memanggul dosa yang terus
bertambah setiap harinya, tanpa kita sadari.

Ibaratnya tahanan, maka puasa akan menjadikan kita mendapatkan remisi pembebasan dari
neraka. Tentunya dengan dua syarat yang telah disebutkan begitu jelas dalam hadits tersebut,
yaitu : dengan penuh keimanan dan pengharapan.

Berpuasa dengan sepenuh keikhlasan dan keyakinan, serta mengharap pahala yang agung di
sisi Allah SWT, karena itulah ia senantias menjaga kualitas puasanya dari hari ke hari
(baca: Ampunan Allah SWT di Bulan Ramadhan). Menjaganya agar tidak terkotori dengan
noda-noda yang akan mengurangi nilai pahalanya.

Subhanallah .. puasa dan bacaan Al-Quran akan berubah menjadi pembela-pembela kita di
akhirat nanti. Memperjuangkan kita dengan memberikan syafaat agar kita terhindar dari fitnah
dan siksa perhitungan akhirat. Karena bisa jadi ada amal-amal kebaikan yang belum sempurna
tertunaikan, atau dosa yang belum sepenuh terlebur, maka syafaat senantiasa masih kita
nantinantikan, dan ternyata salah satunya bisa berasal dari amal puasa kita.

Didikan Puasa Ramadhan bagi Seorang Muslim

Salah satu yang membuat manusia termotivasi untuk beramal adalah ketika ia mengetahui dan
meyakini sepenuhnya, manfaat dan hikmah dari sebuah amalan tersebut. Begitu pula dengan
ibadah di bulan Ramadhan, agar tetap bersemangat hingga akhir Ramadhan perlu rasanya
seorang muslm meyakini dan memahami beragam hikmah di bulan yang mulia ini khususnya
hikmah puasa Ramadhan.

Sungguh di luar sana, masih banyak yang mengisi Ramadhan tanpa semangat, hanya ikut-
ikutan penuh keterpaksaan, salah satunya karena gagal dalam menyelami hikmah Ramadhan
dan kewajiban puasa di dalamnya.

Puasa Ramadhan sebagai Training Keikhlasan

Puasa adalah ibadah yang melatih keikhlasan. Maka puasa Ramadhan selama sebulan adalah
training keikhlasan yang sangat efektif. Sejak awal Rasulullah SAW menjelaskan betapa ibadah
puasa benar-benar jalur langsung antara seorang dengan Tuhannya. Puasa menjadi ibadah
yang begitu mulia karena langsung dinilai oleh Allah sang Maha Mulia. Beliau meriwayatkan
firman Allah SWT dalam sebuah hadits Qudsi: “Setiap amal manusia adalah untuknya kecuali
Puasa, sesungguhnya (puasa) itu untuk-Ku, dan Aku yang akan membalasnya “ [HR Ahmad
dan Muslim]

Ibadah Puasa melatih kita untuk ikhlas dalam arti yang paling sederhana, yaitu: beramal hanya
karena Allah SWT, mengharap pahala dan keridhoan-Nya. Betapa tidak ? Hampir semua
ibadah bisa dideteksi dengan mudah oleh semua manusia, kecuali puasa.

Orang menjalankan sholat dan zakat bisa dengan mudah terlihat dengan mata telanjang.
Apalagi ibadah haji, rasa-rasanya satu kampung pun bisa mengetahui kalau salah satu kita
menunaikan ibadah haji. Berbeda dengan puasa, yang hampir-hampir tidak bisa diketahui oleh
orang lain karena kita ‘sekedar’ menahan tidak makan minum dan berhubungan badan.

Artinya, dalam puasa kita dipaksa untuk ‘ikhlas’ menjalani itu semua hanya karena Allah SWT.
Sekiranya bukan karena ikhlas, akan sangat mudah bagi seseorang untuk mengelabui keluarga
atau teman-temannya. Ia bisa ikut sahur dan juga berbuka bersama keluarga, tapi di siang hari
mungkin saja menyantap lahap makanan di warung langganannya.

Kita semua juga bisa berakting puasa dengan mudah, tapi lihatlah: tidak pernah terbersit dalam
hati kita untuk menjalani puasa dengan modus semacam itu. Subhanallah, inilah training
keikhlasan terbaik yang pernah kita dapati. Sebulan penuh merasa di awasi dan beramal hanya
karena Allah SWT.

Mari kita sedikit berangan, seandainya kaum muslimin di Indonesia bisa mengambil sedikit saja
oleh-oleh keikhlasan samacam ini untuk bulan-bulan selanjutnya, bisa kita bayangkan angka
kejahatan, korupsi dan sebagainya insya Allah akan menurun drastis. Karena mereka semua
merasa di awasi oleh Allah SWT, lalu menjalankan ketaatan dengan ikhlas sebagaimana
meninggalkan kemaksiatan juga dengan ikhlas. Subhanallah

Puasa Ramadhan untuk Training Keistiqomahan

Momentum Ramadhan yang penuh dengan berbagai amalan –dari pagi hingga malam hari-mau
tidak mau, suka tidak suka, akan membuat seorang berlatih untuk istiqomah dalam hari-hari
selanjutnya. Kita semua benar-benar menjadi orang yang sibuk dalam bulan Ramadhan.

Bangun di awal hari untuk sholat malam dan sahur, kemudian siang hari yang dihiasi tilawah
dan dakwah, belum lagi malam hari yang bercahayakan tarawih dan tadarus. Semua kita
lakukan dalam tempo sebulan penuh terus menerus. Sebuah kebiasaan tahunan yang nyaris
tidak kita percaya bahwa kita bisa menjalaninya.

Semangat beribadah kita benar-benar dipacu saat memulai Ramadhan. Bahkan Rasulullah
SAW memberikan panduan agar melipatgandakan semangat saat akan melepas bulan mulia
tersebut. Dari Aisyah ra, ia berkata: adalah Nabi SAW ketika masuk sepuluh hari yang terakhir
(Romadhon), menghidupkan malam, membangunkan istrinya, dan mengikat sarungnya
(ungkapan kesungguhan dan kesiapan dalam beribadah) [HR. Bukhari & Muslim]

Bila training keistiqomahan ini kita resapi dengan baik, maka kita akan terbiasa beramal secara
terus menerus dan berkelanjutan dalam bulan yang lain. Segala halangan dan rintangan akan
teratasi dengan sempurna karena semangat istiqomah yang telah tertempa dalam dada kita.

Pada bulan-bulan berikutnya, saat lelah melanda, ada baiknya kita mengingat kembali
semangat kita yang menyala-nyala dalam bulan Ramadhan. Untuk kemudian bangkit dan
melanjutkan amal dengan penuh semangat!

Puasa Ramadhan sebagai Training Ihsan

Syariat kita mengajarkan untuk optimal atau ihsan dalam setiap ibadah. Tak terkecuali dengan
ibadah puasa Ramadhan. Setiap kita diminta untuk meniti hari-hari puasa dengan penuh
ketelitian. Menjaganya dari segala onak yang justru akan memporakporandakan pahala puasa
kita. Rasulullah SAW telah mengingatkan : ” Betapa banyak orang yang berpuasa, tapi tidak
mendapatkan dari puasanya kecuali hanya rasa lapar. Dan betapa banyak orang yang sholat
malam, tapi tidak mendapatkan dari sholatnya kecuali hanya begadang ” (HR Ibnu Majah)

Ini artinya, hari-hari puasa kita haruslah penuh kehati-hatian. Menjaga lisan, pandangan dan
anggota badan lainnya dari kemaksiatan. Sungguh berat, tapi tiga puluh hari latihan seharusnya
akan membuat kita melangkah lebih ringan dalam hal ihsan pada bulan-bulan selanjutnya.
Bahkan semestinya, perilaku ihsan ini memang menjadi branding kaum muslimin dalam setiap
amalnya.

Anda mungkin juga menyukai